Anda di halaman 1dari 4

Business Ethics

Kasus Korupsi Kilang Balongan

Septian Tri Cahyo


17/421805/PEK/23382

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
Isu yang terjadi dalam kasus ini adalah:

 Sistemik Isu

Isu sistemik itu bisa jadi dari akar budaya dari pemimpin sebelumnya yang

menghalalkan adanya penyelewengan dana. Turut tutup matanya pemerintah di era itu atas

kasus ini, serta lemahnya pengawasan dari pihak pajak juga menjadi salah satu isu sistemik

di dalam kasus ini. Sebagai contoh, pada 11 Agustus 1989, Presiden mengeluarkan KepRes

no 42 tahun 1989 yang berisi kerja sama Pertamina dan perusahaan swasta yang

sebelumnya dilarang undang-undang. Karena pada akhirnya, walaupun pertamina ini

mengalami devisit, kalau penyelewengan dana itu seolah sesuatu yang wajar bagi jajaran

direksi, akan tetap ada kasus yang sama yang berkelanjutan.

 Korporat Isu

Dalam kasus ini, korporat isu yang paling menonjol adalah tentang kurangnya audit

yang jelas dan penilaian nilai asli proyek dalam Pertamina kala itu. Hal inilah yang menjadi

salah satu pintu untuk terbukanya sikap tidak etis, korupsi misalnya. Hal lain adalah tentang

tidak adanya dana CSR dalam anggaran perusahaan, padahal jelas bahwa proyek ini

menimbulkan kerusakan pada lingkungan.

 Individual Isu

Erry dari Foster Wheeler yang diduga menerima komisi sebanyak 4% dari proyek

yang dilaksanakan dalam kasus tersebut. Erry pun mengajak Sigit Hardjojudanto dalam

bertindak, yang walaupun Sigit dalam rapat dengan komisi VIII DPR 15 Maret 2001

mengaku tidak tahu menahu tentang penggelembungan dana proyek tersebut.


Apakah kasus tersebut etis atau tidak etis

Kasus Proyek Kilang minyak Export oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan

tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang, ini sangatlah tidak etis. Pembangunan kilang

minyak ini menghabiskan biaya sebesar US$1.4M. Menyimpang dari dana yang seharusnya.

Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476

M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek

KKN di Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau

penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I tersebut. Untuk

meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral yaitu

korupsi. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat

dan negara.

Dari sudut pandang utilitarianisme, kasus ini sangatlah tidak etis karena merugikan banyak

pihak, yakni masyarakat dan negara, dan hanya menguntungkan beberapa pihak, yakni pelau dan

orang yang terlibat dalam kasus tersebut. Dari sudut pandang justice, kasus ini tidak etis. Jika

dilihat dari justice kompensasi, bahwa proyek kilang ini menimbulkan banyak hal negatif bagi

masyarakat dan lingkungan sekitar, yakni adanya bau gas yang menyengat, dan juga menyebabkan

beberapa penyakit untuk masyarakat sekitar. Sedangkan di sisi lain, tidak adanya CSR atau

kompensasi atas hal negatif tersebut.

Stakeholder yang terlibat dalam kasus tersebut

Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini antara lain adalah Soeharto sendiri, selaku

presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia kala itu, yang “menghalalkan” segala bentuk KKN
serta membuat keputusan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Lalu Erry (keponakan

Soeharto) yang diajak Bing Cintamani sebagai mitra local Foster Wheeler, Sigit Hardjojudanto,

Faisal Abda’oe, dan juga Tabrani Ismail.

Solusi untuk kasus tersebut

Beberapa solusi yang baik, yang dapat ditawarkan dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut:

 Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang

berupa peraturan perundang-undangan.

Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti

“proteksi” terhadap pihak-pihak yang akan melakukan penyelewangan dana. Hal ini pun

dapat mengantisipasi timbulnya isu sistemik, korporasi dan individu dalam kasus yang

serupa.

 Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

Artinya, perlau sebaiknya jangan melakukan hal-hal tidak serperti untuk

mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait. Jika pelaku

sudah diberikan pelatihan, motivasi atau kegiatan sejenisnya yang membuat pelaku mampu

menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan

korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun

berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai