1.1. PENDAHULUAN
Statika merupakan ilmu yang mempelajari semua benda yang tetap, yang
statis. Dalam ilmu statika dipelajari segala sesuatu yang tidak bergerak (atau
yang tidak akan bergerak). Dalam ilmu statika, terdapat persyaratan khusus
mengenai pergerakan, yaitu pergerakan v = 0, hal ini berarti bahwa pokok
bahasan yang ditinjau adalah hanya bekerja dengan gaya-gaya yang tidak
bergerak, atau dengan kata lain keadaan pergerakan sama dengan nol. Kondisi
tersebut terjadi apabila semua gaya yang bekerja atau semua gaya yang
membebani suatu benda dan gaya-gaya dalam keadaan seimbang. Sebagai
contoh gaya-gaya yang bekerja pada tangkai pengungkit (dengan jarak antara
gaya dan benda = momen) saling menutupi, sehingga semua gaya seimbang.
Salah satu fungsi utama bangunan sipil adalah mendukung gaya-gaya yang
berasal dari beban-beban yang dipikulnya, sebagai contoh yaitu:
1. Jembatan/jalan, mendukung gaya-gaya yang berasal dari beban arus lalu
lintas yang melintasi jembatan atau jalan tersebut.
2. Dinding penahan tanah (retaining wall), berfungsi menahan gaya timbunan
tanah pada dinding retaining wall.
3. Bendungan, berfungsi menampung air
4. Lantai pada gedung, berfungsi memikul beban hidup, beban mati dan
beban mati tambahan yang bekerja.
Dari Gambar 1.3 dapat kita lihat bahwa struktur jembatan berfungsi untuk
menyalurkan beban yang bergerak di sepanjang jembatan, yaitu kereta api.
Dari Gambar 1.3 dapat kita lihat bahwa bangunan gedung bertingkat
berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang ada pada tiap lantai.
1. Geometri
Berdasarkan geometri dasar, bentuk struktur dapat diklasifikasikan sebagai
salahsatu bentuk elemen garis (atau disusun dari elemen-elemen garis) atau
sebagai bentuk elemen permukaan. Bentuk elemen garis dapat dibedakan sebagai
garis lurus atau garis lengkung. Sedangkan bentuk elemen permukaan bisa
berbentuk datar atau lengkung. Elemen permukaan lengkung bisa berupa
lengkung tunggal atau lengkung ganda.
Pada kenyataannya tidak ada yang dapat disebut sebagai elemen garis
atau elemen permukaan, karena elemen-elemen struktur memiliki tebal. Istilah
garis dan permukaan ini hanya untuk memudahkan saja.
2. Kekakuan
Berdasarkan kekakuan, dapat diklasifikasikan apakah suatu struktur kaku
atau fleksibel.
2. Rangka
Rangka mempunyai aksi struktural yang berbeda dengan jenis balok-tiang,
karena adanya titik hubung kaku antara elemen vertikal dan elemen horisontal.
Kekakuan titik hubung ini memberikan banyak kestabilan terhadap gaya lateral.
Pada sistem rangka, baik balok maupun kolom akan melentur sebagai
akibat adanya aksi beban pada struktur.
3. Rangka Batang
Struktur rangka batang adalah struktur yang terdiri dari kumpulan elemen
batang yang disambung untuk membentuk suatu geometri tertentu sedemikian
sehingga apabila diberi beban pada titik buhul (titik pertemuan antar batang)
maka struktur tersebut akan menyalurkan beban ke tumpuan melalui gaya aksial
(tarik atau tekan) pada batang-batangnya.
4. Pelengkung
Pelengkung adalah struktur yang dibentuk oleh elemen garis yang
melengkung dan membentang di antara dua titik. Pada umumnya terdiri atas
potongan potongan kecil yang mempertahankan posisinya akibat adanya tekanan
dari beban.
8. Kabel
Kabel adalah elemen struktur fleksibel. Bentuknya sangat tergantung pada
besar dan perilaku beban yang bekerja padanya. Kabel dapat digunakan pada
bentang yang panjang. Biasanya digunakan pada jembatan yang memikul dek
jalan raya beserta lalu lintas di atasnya. Sebagai contoh, di negara Indonesia
sudah dibangun beberapa jembatan kabel. Sebagai contoh, beberapa jembatan
kabel yang ada di Indonesia adalah di Pulau Batam (Gambar 1.6), Riau (Gambar
1.11) dan Bandung, Jawa Barat (Gambar 1.12).
Struktur yang relatif tinggi, sebagai contoh menara listrik tegangan tinggi
yang mempunyai dasar kecil mempunyai potensi untuk terguling.
Ketidakseimbangan akibat berat sendiri juga dapat menyebabkan terjadinya
guling.
Penggunaan pondasi kaku yang lebar dapat mencegah terjadinya guling, atau
dengan penggunaan pondasi tiang yang mampu memikul gaya tarik.
Pada struktur yang stabil, deformasi akibat beban pada umumnya kecil, dan gaya
internal yang timbul di dalam struktur mempunyai kecenderungan
mengembalikan bentuk struktur ke bentuk semula apabila beban dihilangkan.
Pada struktur yang tidak stabil, deformasi akibat beban pada umumnya
mengakibatkan kecenderungan untuk terus bertambah selama struktur tersebut
dibebani. Struktur yang tidak stabil tidak memberikan gaya-gaya internal yang
mempunyai kecenderungan untuk terus bertambah selama struktur tersebut
dibebani. Struktur yang tidak stabil mudah mengalami runtuh (collapse).
2.1. PENDAHULUAN
Oleh karena itu, penguasaan ilmu statika sangat penting dan membantu insinyur
sipil dalam kaitannya dengan perencanaan suatu struktur.
3. Hukum I Newton :
Bila resultan gaya yang bekerja pada suatu partikel sama dengan nol (tidak
ada gaya), maka partikel diam akan tetap diam dan atau partikel bergerak
akan tetap bergerak dalam sebuah garis lurus dengan kecepatan konstan/
4. Hukum II Newton :
Bila resultan gaya yang bekerja pada suatu partikel tidak sama dengan nol
partikel tersebut akan memperoleh percepatan sebanding dengan besarnya
gaya resultan dan dalam arah yang sama dengan arah gaya resultan
tersebut. Jika F diterapkan pada massa m, maka berlaku: Σ F = m . a
5. Hukum III Newton :
Gaya aksi dan reaksi antara benda yang berhubungan mempunyai besar dan
garis aksi yang sama, tetapi arahnya berlawanan. Aksi = Reaksi
𝑴. 𝒎
𝑭=𝑮
𝒓𝟐
G = kostanta gravitasi
r = jarak M dan m
Gaya dapat digambarkan dalam bentuk garis yang memiliki dimensi besar,
garis kerja, arah kerja dan titik tangkap. Satuan gaya menurut Sistem Satuan
Internasional (SI) adalah Newton dan turunannya (kN). Akan tetapi ada yang
memberi satuan kg gaya (kg). Bila gravitasi bumi diambil 10 m/s2 maka hubungan
satuan tersebut adalah 1 kg gaya (atau sering ditulis 1 kg) ekuivalen dengan 10
Newton.
P1
P3
P1 P2
P2
Kolinier Koplanar
P1P2 P3
P1 P1
P2
P2
P3
P3 Sejajar
G1
G2
G3
G
P = G
Pada gaya konkuren-koplanar, gaya akan seimbang bila jumlah aljabar dari
komponen-komponen pada sumbu X dan Y yang sama dengan nol (Gambar 2.9).
M P P
N n
m
m
n m
n
G G
Jika orang tersebut berdiri di tengah balok, tiap-tiap reaksi dengan mudah terlihat
sama dengan ½ x 150 = 75 lb. Namun, ketika orang tersebut berdiri mendekati
salah satu ujung balok, seperti yang terlihat pada gambar, reaksi pada tumpuan
yang lebih dekat akan lebih besar daripada reaksi pada tumpuan yang lebih jauh.
Mengacu pada Gambar 2.10, garis kerja sebuah gaya adalah garis yang
terbentuk dengan memperpanjang anak panah dalam kedua arah. Sebuah gaya
mempunyai daya ungkit terhadap suatu titik manapun yang berada di luar garis
kerjanya. Kita menyebut daya ungkit dari gaya terhadap suatu titik sebagai
momen dari gaya, atau cukup disebut momen.
L+R-150=0
Kita biasanya mengambil arah ke atas dan arah ke kanan sebagai positif.
Persamaan tersebut menyatakan bahwa semua gaya vertikal menghasilkan
jumlah yang sama dengan nol.
Balok tersebut panjangnya 12 ft, dan orang tersebut berdiri dengan jarak 4
ft dari ujung kiri. Pilihlah titik sembarang manapun, seperti di titik orang tersebut
berdiri di atas balok. Lengan tuas di sekitar titik ini berjarak 4 ft dari reaksi kiri, L,
dan 8 ft dari reaksi kanan R. Kita dapat menulis persamaan kesetimbangan
momen menjadi:
4xL–8xR=0
Putaran rotasi momen searah jarum jam biasanya dianggap positif. Dengan
menyusun dan mensubstitusikan suku-suku, kita menemukan jawaban dari dua
persamaan kesetimbangan terdahulu yaitu L = 100 lb, dan R = 50 lb, yang juga
menjawab pertanyaan kita pada subbab terdahulu.
Karena garis kerja gaya sebesar 150 lb tersebut melalui titik yang kita pilih
untuk penjumlahan momen, maka garis tersebut tidak memiliki daya ungkit di
sekitar titik ini. Kita dapat menulis sebuah persamaan momen yang berbeda
600 – 12 x R = 0
Lagi-lagi kita menemukan bahwa R = 50 lb. Karena gaya L melalui ujung kiri
balok, maka gaya tersebut tidak memiliki lengan tuas dan tidak menimbulkan
momen terhadap titik tersebut.
2.4. Momen
Momen adalah besarnya tendensi dari suatu gaya untuk memutar suatu
objek/benda terhadap suatu titik. Dalam bentuk skalar, besarnya momen adalah
gaya dikali lengan momen yang merupakan jarak tegak lurus antara titik yang
ditinjau dan garis kerja gayanya. Gambar berikut mengilustrasikan sebuah
moment.
Momen gaya terhadap suatu titik didefisinikan sebagai hasil kali antara
gaya dengan jaraknya ke titik tersebut. Jarak yang dimaksud adalah jarak tegak
lurus dengan gaya tersebut. Momen dapat diberi tanda positif atau negatif
bergantung dari perjanjian yang umum, tetapi dapat juga tidak memakai
Jadi besarnya momen tergantung pada dua faktor, yaitu lengan momen
dan gaya yang bekerja. Jika gaya yang bekerja besarnya tetap, maka besarnya
momen akan berbanding lurus dengan lengan momen. Lengan momen besar,
maka momen yang dihasilkan juga besar dan sebaliknya.
+
M
r
-
A
M2 = F2 x r2
F1
Resultan:
M = M1 + M2
Dua gaya sejajar, sama besar, berlawanan arah dengan jarak tertentu
(kopel gaya). Momen terhadap titik O (MO) dapat dihitung: MO = P.a + P.b =
P.(a+b) = P.L. Jadi resultan dari pasangan gaya ini adalah momen, dan tidak
mungkin berupa suatu resultan gaya ataupun gaya-gaya seimbang, sekalipun
jumlah aljabarnya sama dengan nol. Pasangan gaya ini disebut gaya kopel, yang
menghasilkan momen-kopel (Gambar 2.15.).
b P L
Menurut teori Varignon momen pada suatu titik dikatakan statis bila
besarnya momen gaya pengganti (resultan) sama dengan gaya yang diganti.
Momen sebuah gaya terhadap sebuah titik sama dengan jumlah momen dari
komponen-komponen gaya tersebut terhadap titik itu.
2.5. Torsi
Torsi adalah suatu gaya yang menimbulkan puntiran. Gaya bekerja
menyilang terhadap suatu sumbu. Garis kerja gaya tegak lurus sumbu dengan
jarak d. Besar puntiran pada sumbu akibat gaya ini dihitung sebagai: T = F.d.
Torsi menganut hukum tangan kanan, yaitu bila ibu jari menunjuk ke arah
sumbu maka jari-jari yang lain merupakan gaya yang menimbulkan torsi negatif.
3.1. GAYA
Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan deformasi pada suatu struktur.
Gaya mempunyai besaran dan arah, digambarkan dalam bentuk veKtor yang
arahnya ditunjukkan dengan anak-panah, sedangkan panjang vektor digunakan
untuk menunjukkan besarannya (Gambar 3.1.).
Garis disepanjang gaya tersebut bekerja dinamakan garis kerja gaya. Titik
tangkap gaya yang bekerja pada suatu benda yang sempurna padatnya, dapat
dipindahkan di sepanjang garis kerja gaya tersebut tanpa mempengaruhi kinerja
dari gaya tersebut. Apabila terdapat bermacam-macam gaya bekerja pada suatu
benda, maka gaya-gaya tersebut dapat digantikan oleh satu gaya yang memberi
pengaruh sama seperti yang dihasilkan dari bermacam-macam gaya tersebut,
yang disebut sebagai resultan gaya.
Sejumlah gaya yang bekerja pada suatu struktur dapat direduksi menjadi
satu resultan gaya, maka konsep ini dapat membantu di dalam menyederhanakan
permasalahan. Menghitung resultan gaya tergantung dari jumlah dan arah dari
gayagaya tersebut.
Gambar 3.2. Penjumlahan vektor searah dan segaris menjadi resultan gaya R.
Gambar 3.4. Resultan dari beberapa vektor gaya yang tidak searah.
Contoh :
1. Diketahui suatu benda dengan gaya-gaya seperti terlihat pada Gambar di
bawah ini
Ditanyakan : Tentukan besar dan arah resultan gaya dari empat gaya tarik
pada besi ring.
Keseimbangan akan terjadi pada sistem gaya konkuren yang bekerja pada
titik atau partikel, apabila resultan sistem gaya konkuren tersebut sama dengan
nol. Apabila sistem gaya tak konkuren bekerja pada suatu benda tegar, maka
akan terjadi kemungkinan untuk mengalami translasi dan rotasi.
Oleh karena itu, agar benda tegar mengalami keseimbangan, translasi dan
rotasi tersebut harus dihilangkan. Untuk mencegah translasi, maka resultan
sistem gaya-gaya yang bekerja haruslah sama dengan nol, dan untuk mencegah
rotasi, maka jumlah momen yang dihasilkan oleh resultan oleh semua gaya yang
bekerja haruslah sama dengan nol.
Gaya dan momen yang bekerja pada suatu benda dapat berupa eksternal
dan internal. Gaya dan momen eksternal, sebagai contoh adalah berat sendiri
struktur.
Gaya dan momen internal adalah gaya dan momen yang timbul di dalam
struktur sebagai respons terhadap gaya eksternal yang ada, sebagai contoh
hádala gaya tarik yang timbal di dalam batang.
Sesuai dengan hukum ketiga Newton bahwa apabila ada suatu aksi maka
akan ada reaksi yang besarnya sama dan arahnya berlawanan.
Gambar 3.8 (a) memperlihatkan suatu jembatan, dan gambar 3.8 (b)
merupakan idealisasi menjadi pemodelan balok diatas tumpuan sendi-rol di ujung-
ujungnya, dengan beban merata bekerja di sepanjang balok.
Gambar 3.9 (a) memperlihatkan suatu balok kantilever baja, dan gambar 3.9 (b)
merupakan idealisasi pemodelan balok kantilever dengan tumpuan jepit-bebas
pada ujung-ujungnya.
Model beban adalah beban merata (W) di sepanjang bentang dan beban terpusat
(P) di ujung bebas.
Secara analitis : R = P1 + P2 + P3
Secara analitis : R = P1 + P2 – P3
Penyelesaian :
Cara analitis :
Misalnya sumbu X dan Y dibuat horisontal dan vertikal. Untuk
memudahkan hitungan dibuat tabel sebagai berikut :
Secara grafis :
Dengan menggunakan segi banyak gaya.
Skala gaya : 1 cm = 5 kN
R P2
Cara melukis sama seperti pada contoh 1) tetapi harus dipahami benar
konsep lukisannya. Di sini gaya P2 ke atas. Oleh karena itu walaupun ujung
P2 di atas, lukisannya paling akhir. Dan tampak letak R tidak di antara P1
dan P2, tetapi terletak di luar P1 dan P2. Secara analitis juga dapat
dihitung seperti pada di atas. Dalam hal ini hitungan menjadi :
Misal jarak resultan dengan titik A = x, maka :
R . x = P2 . a -------? R = P2 – P1 = 2 – 1 = 1 ton
Arahnya ke atas
𝑎 𝑏 𝑐
= =
sin 𝛼 sin 𝛽 sin 𝛾
Bila salah satu sisinya (gaya yang akan dibagi) diketahui besarnya dan besarnya
sudut dalam diketahui, maka panjang (besarnya) sisi yang lain dapat diketahui.
α
Perhitungan cara grafis dapat dilihat pada gambar. Besarnya gaya komponen P1
dan P2 dapat dihitung dengan mengalikan panjang garis masing - masing
terhadap skala gaya 4 ton = 1 cm. Diperoleh P1 = 1,9 . 4 = 7,2 kN, P2 = 2,3 . 4
= 9,2 kN
Cara Analitis :
𝑃1
=
𝑃2
=
𝑃 β = 600 ; 450
sin 𝛾 sin 𝛽 sin 𝛼
= 1800 – 450 – 600
= 750
Cara Grafis :
1) Gambarlah garis kerja gaya P, P1 dan P2 dengan skala jarak antar garis kerja
yang tertentu, misalnya dibuat skala 1 cm = 1 m.
2) Gambar gaya P = 10 kN dengan skala tertentu pula, misal 1 cm = 4 kN. Dan
tentukan titik kutub O (sembarang). Usahakan jarak kutub ini sedemikian
rupa sehingga lukisan poligon batang nantinya tidak terlalu tumpul dan tidak
terlalu runcing.
3) Tarik garis 1 melalui pangkal gaya P = 10 kN dan melalui titik O.
4) Lukis garis I sejajar garis 1, yang memotong garis kerja gaya P1 dan gaya P.
5) Lukis garis 2 melalui ujung P = 10 kN dan melalui titik O.
6) Lukis garis II sejajar garis 2, yang melalui perpotongan garis I dan garis kerja
P dan melalui garis kerja P2.
7) Lukis garis III yang melalui titik potong antara garis kerja P1 dan garis I, dan
melalui titik potong antara garis kerja P2 dan garis 2
8) Lukis garis 3 sejajar garis III yang melalui titik kutub dan memotong gaya P =
10 kN.
Cara analitis :
Dengan menggunakan statis momen, yaitu “Momen Resultan =Jumlah Momen
Komponen“.
Statis Momen terhadap titik A
Cara analitis,
Karena gaya-gayanya tidak konkuren, maka untuk menghitung gaya yang
belum diketahui dipakai “Statis Momen“.
Pemilihan titik yang dipakai sebagai pusat momen harus diperhatikan
sedemikian sehingga dalam sebuah persamaan hanya mengandung sebuah
bilangan yang belum diketahui.
Untuk persoalan di atas dipilih dahulu titik C sebagai pusat momen, sehingga
dapat dihitung gaya P 3 (bila dipilih titik A sebagai pusat momen, maka ada
dua bilangan yang belum diketahui yaitu P1 dan P2).
P. (a + b)
P3 = −
c
P. (a + b) − P2 . c
P1 =
d
P. a + P. b − P. a P. b
P1 = =
d d
Hitungan cara analitis ini merupakan dasar dari metode Ritter untuk mencari
besarnya gaya batang pada konstruksi rangka batang. Untuk lebih memahami
sebuah gaya menjadi tiga buah gaya yang tidak konkuren, baik secara grafis
maupun secara analitis, berikut diberikan contohnya.
Contoh :
Hitunglah gaya pengganti P1, P2 dan P3, dari sebuah gaya P = 2 kN, yang
masing-masing garis kerjanya l1, l2 dan l3
Pada sebuah titik buhul suatu kuda-kuda yang terdapat dua batang dan
sebuah gaya sebesar S1 = 20 kN yang arahnya menuju titik buhul. Tentukan
gaya pada ke dua batang yang belum diketahui agar titik buhul itu seimbang,
lihat gambar di bawah ini.
Dalam soal ini besar gaya batang S3 adalah 34 kN, dan besar gaya batang S2
adalah 40 kN.
Secara analitis dapat dihitung dengan persamaan keseimbangan (dalam hal ini
keseimbangan translasi). Dimisalkan arah gaya S2 meninggalkan titik buhul.
Apabila nanti hasilnya negatif maka arah gaya yang seharusnya adalah
kebalikannya yang dalam hal ini menjadi menuju titik buhul.
Cara grafis adalah sebagai berikut : lukis garis P dengan skala tertentu.
Tentukan letak titik kutub O. Tarik garis 1 melalui ujung P dan titik O.
Pindahkan garis satu ini pada garis kerja gaya P dan garis kerja gaya reaksi
di A (sebut garis ini garis I). Tarik garis 2 melalui ujung P dan titik O.
Pindahkan garis 2 ini melalui garis kerja P dan garis kerja reaksi di B (sebut
garis ini garis II).
Hubungkan titik potong antara garis I dan garis reaksi di A dengan garis II
dan garis reaksi di B (sebut garis ini garis S). Pindahkan garis S ini pada
lukisan kutub melalui titik O (sebut garis ini garis S).
Dalam persoalan ini gaya aksi dan reaksi tidak konkuren, sehingga terjadi
gerak rotasi. Oleh karena itu untuk menghitung secara analitis perlu
menggunakan persamaan keseimbangan rotasi ( M = 0). Sedang
keseimbangan translasi dipakai sebagai kontrol saja.
Coba kontrol : V = 0
RA + RB – P = 0
Contoh lain yang terdiri atas dua gaya aksi P1 dan P2 dengan dua gaya
reaksi sebagai berikut. Dalam hal ini P1 > P2.
Secara analitis :
P1. a + P2. (a + b)
RB = (ke atas)
𝑙
Coba kontrol : V = 0
RA + RB – P1-P2 = 0
0=0 OK!
2) Keseimbangan Dua buah Gaya Aksi dengan Tiga buah Gaya Reaksi
Peristiwa ini terjadi antara lain pada pencarian gaya batang yang
menggunakan metode potongan. Sebenarnya cara menyusun
keseimbangan gaya sama dengan cara menyusun gaya yang setara,
bedanya hanya arah gaya reaksi yang merupakan kebalikan dari arah gaya
aksi. Berikut ini diberikan contoh secara grafis dan analitis.
Sebuah rangka batang yang secara abstrak dipotong maka potongannya
sebelah kiri harus seimbang dengan gaya-gaya yang bekerja di sebelah
kiri potongan tersebut, demikian juga yang sebelah kanan. Dalam
peristiwa ini ada tiga gaya reaksi yang timbul (paling banyak). Lebih dari
tiga gaya reaksi tidak cukup diselesaikan dengan persamaan
keseimbangan. Pada gambar di bawah ini gaya RA, P1 dan gaya yang
bergaris kerja 1, 2 dan 3 harus seimbang.
Sebuah struktur harus mampu menahan beban yang diberikan pada gaya-
gaya natural. Bahan-bahan yang umum digunakan dalam konstruksi beton, baja
dan kayu dibuat menjadi elemen-elemen struktural seperti balok, kolom,
lengkungan dan rangka batang. elemen-elemen strukutral tersebut harus di
susun menjadi bentuk-bentuk struktural terbaik yang dapat berfungsi sebagai
suatu struktur, namun tetap aman menahan semua beban.
Dalam melakukan pemodelan, analisis dan desain suatu struktur, perlu ada
gambaran mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur
tersebut.
Gaya statis adalah gaya yang bekerja secara terus-menerus pada struktur
dan mempunyai karakter steady-states. Gaya dinamis adalah gaya yang bekerja
secara tiba-tiba pada struktur, pada umumnya tidak bersifat steady-states dan
mempunyai karakteristik besar dan lokasinya berubah dengan cepat.
Beban gempa merupakan beban yang merupakan fungsi dari waktu, sehingga
respons yang terjadi pada suatu struktur juga tergantung dari riwayat waktu
pembebanan tersebut. Beban percepatan tanah yang berupa suatu rekaman
percepatan tanah untuk suatu gempa tertentu, sehingga untuk setiap waktu
tertentu akan mempunyai harga percepatan tanah tertentu.
q ton/m
a. Momen lentur
b. Momen punter/ torsi
1. Sendi
Engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi vertikal
dan gaya reaksi horisontal. Tumpuan yang berpasak mampu melawan
gaya yang bekerja dalam setiap arah dari bidang.
Jadi pada umumnya reaksi pada suatu tumpuan seperti ini mempunyai
dua komponen yang satu dalam arah horisontal dan yang lainnya dalam
arah vertikal. Maka perbandingan antara komponen-komponen reaksi
pada tumpuan yang terpasak tidaklah tetap. Untuk menentukan kedua
komponen ini, dua buah komponen statika harus digunakan.
Gaya Horizontal
Gaya Vertikal
2. Rol
Rol merupakan tumpuan yang hanya dapat menerima gaya reaksi
vertikal. Tumpuan ini mampu melawan gaya - gaya dalam suatu garis
aksi yang spesifik. Pada gambar dibawah hanya dapat melawan beban
vertikal.
Gaya Vertikal
3. Jepit
Gaya Horizontal
Aplikasi :
Struktur balok adalah suatu struktur yang terdiri dari sebuah batang yang
dijepit pada satu ujungnya atau ditumpu oleh dua buah dukungan atau lebih,
sehingga mampu menahan gaya lintang, lentur, dan aksial.
Tujuan dari analisis struktur secara umum adalah untuk menentukan reaksi
tumpuan dan resultan tegangan dalam. Apabila kedua hal tersebut dapat
diselesaikan dengan persamaan statika, maka struktur tersebut bersifat statis
tertentu.
Persamaan statika yang digunakan dalam analisis struktur balok adalah
sebagai berikut :
Jumlah momen = 0 atau Σ M = 0
Jumlah gaya lintang = 0 atau Σ V = 0
Jumlah gaya normal = 0 atau Σ H = 0
Fungsi Balok :
• Elemen/ komponen struktur untuk distribusi beban vertikal dan horizontal
• Jadi, di dalam balok terjadi dua kombinasi beban: lendut (bending) dan
geser (shear)
Penyelesaian :
Langkah 1 : identifikasi gaya-gaya yang bekerja pada tumpuan dengan
asumsi arah gaya positif (+).
Tumpuan A adalah sendi, sehingga pada tumpuan A terjadi dua buah
reaksi yaitu reaksi arah horisontal (RAH) yang diasumsikan arah ke kanan
dan reaksi arah vertikal (RAV) yang diasumsikan arah ke atas. Tumpuan B
adalah rol, sehingga hanya ada satu reaksi tumpuan yaitu reaksi arah
vertikal (RBV) yang diasumsikan arah ke atas.
Contoh 3. Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada
titik A dan tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang L = 6
meter, dibebani oleh dua buah beban terpusat vertikal, yaitu P1 = 10 N dan P2
=12 N. Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.
Penyelesaian :
Menghitung reaksi - reaksi tumpuan dengan persamaan statika.
∑MA = 0
(RAH) (0) + (RAH) (0) + (q) (20) (10) - (RBV) (20) = 0
(RAH) (0) + (RAH) (0) + (2) (20) (10) - (RBV) (20) = 0
0 + 0 + 400 - 20 RBV = 0
RBV = 20 kN ( )
∑MB = 0
(RAH) (0) + (RAH) (20) + (q) (20) (10) - (RBV) (0) = 0
0 + 0 + 400 - 20 RBV = 0
RBV = 20 kN ( )
Contoh 7. Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada
titik A dan tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total L = 8
meter, dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar dibawah ini (P1= 10 N
dan q = w1 = 2 N/meter).
MA
A
L
VA
q q
M MB
0
a b B a
dx B
L L-x
x
L
V VB
X = 0 HB = 0
a
M = 0 MB = q dx ( L x) q ( L.x
0
1
2 x 2 )] 0a q.a( L 1
2 a)
MA MB
A B MC
C
a b
Momen A pada titik A dan momen B pada titik B, reaksi terjadi terhadap titik C
sebagai berikut:
X = 0 HC = 0
Y = 0 VC = 0
M = 0 MC = MA + MC
Beban segitiga adalah beban terbagi dengan area segitiga seperti ditunjukkan
pada gambar berikut.
VD VD
Mengingat beban segitiga adalah setengah dari beban terbagi merata dan terletak
di sepertiga dari beban terbesar, maka didapat reaksi sbb:
X = 0 HD = 0
Y = 0 VD = ½ q.a
M = 0 MD = (½ q.a) (2/3 a + b)
q
a
ME
H
E
L
Beban tidak langsung merupakan beban terbagi merata dan pada posisi vertikal
dari batang bebas. Adapun reaksi-reaksinya sbb:
X = 0 HE = q . a
M = 0 ME = (q.a) ½ a = ½ q a2
Kantilever vertikal
Biasanya kantilever berada pada posisi horisontal, namun dapat juga berada
dalam keadaan vertikal, biasanya terjadi pada tonggak atau tiang penyangga
seperti dalam gambar berikut.
q = 300 kg/m
q = 300 kg/m
4m
Q = q.a
4m
Q = q.a
2m
2m
MA
A HA A
X = 0 HA = q . a = 300 . 4 = 1200 kg
Y = 0 VA = 0
2m
2m
P = 1500 kg P = 1500 kg
4m
4m
2
VB
MB HB
B B
X = 0 HB = q . a = 300 . 2 = 600 kg
Y = 0 VB = P = 1500 kg
• Portal statis tertentu menggunakan dua tumpuan yaitu sendi dan roll atau satu
buah jepit.
BAB VII
MEKANIKA BAHAN
7.2. Tegangan
Apabila kita perhatikan suatu penampang, umumnya gaya-gaya yang
bekerja pada luasan sangat kecil (infinitesimal areas) pada penampang tersebut
bervariasi dalam besar maupun arah. Gaya dalam merupakan resultan dari gaya-
gaya pada luasan sangat kecil ini. Intensitas gaya menentukan kemampuan suatu
material terutama dalam memikul beban (kekuatan) disamping mempengaruhi
sifat-sifat kekakuan maupun stabilitas. Intensitas gaya dan arahnya yang
bervariasi dari titik ke titik dinyatakan sebagai tegangan. Karena perbedaan
pengaruhnya terhadap material struktur, biasanya tegangan diuraikan menjadi
komponen yang tegak lurus dan sejajar dengan arah potongan suatu penampang
Tegangan normal (aksial): intensitas gaya pada suatu titik yang tegak lurus
atau normal terhadap penampang, yang didefinisikan sbb:
F
f lim
A0 A
Satuan Gaya
Satuan tegangan adalah satuan gaya / satuan luas.
Dalam sistem internasional (SI) satuan tegangan adalah:
Pa = pascal = Newton/meter2 = N/m2
1 kPa = 1 kilopascal = 103 Pa
1 MPa = 1 megapascal = 106 Pa = 106 N/m2 = 1 N/mm2
F gaya aksial N
f atau m2
A luas
Macam-macam Tegangan
Tegangan timbul akibat adanya tekanan, tarikan, bengkokan, dan reaksi. Pada
pembebanan tarik terjadi tegangan tarik, pada pembebanan tekan terjadi
tegangan tekan, begitu pula pada pembebanan yang lain.
a. Tegangan Normal
Tegangan normasl terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan pada benda.
Jika gaya dalam diukur dalam N, sedangkan luas penampang dalam m2, maka
satuan tegangan adalah N/m2 atau dyne/cm2.
b. Tegangan Tarik
Tegangan tarik pada umumnya terjadi pada rantai, tali, paku keling, dan lain-
lain. Rantai yang diberi beban W akan mengalami tegangan tarik yang
besarnya tergantung pada beratnya.
c. Tegangan Tekan
d. Tegangan Geser
Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang
berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada
penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada
konstruksi. Misalnya: sambungan keling, gunting, dan sambungan baut.
Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang bekerja pada
penampang normal dengan jarak yang relatif kecil, maka pelengkungan benda
diabaikan.
e. Tegangan Lengkung
Misalnya, pada poros-poros mesin dan poros roda yang dalam keadaan
ditumpu. Jadi, merupakan tegangan tangensial.. Tegangan lengkung pada
batang rocker arm.
f. Tegangan Puntir
Tegangan puntir sering terjadi pada poros roda gigi dan batang-batang torsi
pada mobil, juga saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan tegangan
trangensial.
A
Statika dan Mekanika Bahan 91
momen inersia terhadap titik berat penampang.
Jadi persamaan tegangan lentur menjadi:
f max Mc
M I atau f max
c I
Tegangan lentur pada sembarang titik yang berjarak y dari garis netral:
My
f
I
dimana Q adalah statis momen daerah abde terhadap garis netral yang sama
besarnya dengan untuk daerah fghj karena penampang prismatis (tidak berubah
dari titik ke titik lainnya sepanjang balok).
Tegangan Ijin
Salah satu karakteristik material struktur adalah kemampuan memikul gaya aksial
tarik. Besarnya beban yang menimbulkan keruntuhan disebut beban batas
(ultimate load). Tegangan batas (ultimate stress) dapat dihitung dengan membagi
beban batas dengan luas penampang specimen.
Persamaan-persamaan tegangan :
a. Tegangan Normal (kg/m2)
N
N= A N= gaya normal tarik/tekan pada penampang
c. Tegangan Geser
D .Sx
= D= gaya geser lintang yang bekerja pada penampang
b.Ix
h/2 h/2
y3 bh 3
I zz I o y dA y b dy b
2 2
A h / 2
3 h / 2
12
b3h
I zz
12
Momen inersia terhadap suatu titik berjarak d dari titik berat penampang:
I zz d y dA
2
Ad 2 2d ydA I 0
A
0
MOMEN INERSIA
𝑏ℎ2 Ţ
M=Ţ. atau M = . Ix
6 𝑦
Ţ
= 1 . Ix
ℎ
2
𝑏ℎ2 Ţ
Ţ. = 1 . Ix
6 ℎ
2
1
Ix = 𝑏ℎ3
12
X Ix = ∫ 𝑦 2 dA
1
ℎ
= 2 ∫0 𝑦 2 . b dy
2
1
= 2b (24 ℎ3 )
1
Y = 12 𝑏ℎ3
Iy = ∫ 𝑥 2 dA
y
Ay 51000 28.3 mm
A 1800
Inersia untuk daerah persegi luar:
bh3 4060 3
Io 72.10 4 mm 4
12 12
bh3 2030 3
Io 4.50.10 4 mm 4
12 12
I zz A d 2
I o 72 0.69 4.50 2.69.104 65.50.104 mm4
i
7.4. Regangan
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa suatu material yang mengalami
tegangan pada saat yang sama juga mengalami perubahan panjang/volume.
Perubahan panjang/volume ini sering dinyatakan dalam regangan yang
didefinisikan sbb:
L
L
f
f E atau E
dimana E adalah suatu konstanta yang disebut modulus elastisitas atau modulus
Young.
Elastisitas
Jika suatu batang ditarik oleh gaya P lalu dilepaskan dan batang kembali ke
bentuk semula maka hal tersebut dikatakan bahwa hal tersebut Elastis.
𝐸 = 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
Hubungan antara tegangan (𝜏) dengan Regangan (𝜀) suatu batang baja yang
mengalami tertarik sampai putus.
Titik A disebut
batas Elastis.
𝜏 = 𝜀. 𝐸
∆𝑙
𝜀=
𝑙
𝑃
𝜏=
𝐴
𝑃 ∆𝑙
= .𝐸
𝐴 𝑙
𝑃. 𝑙
∆𝑙 = Hukum Hooke
𝜀. 𝐴
Hubungan 𝜏 . 𝜀 berupa garis lurus antara O-A.Jika beban ditarik dilepaskan maka 𝜀
menjadi O , Hukum Hooke berlaku untuk keadaan Elastis.
Statika dan Mekanika Bahan 101
Kita tinjau yang terdiri atas beberapa bagian yang penampangnya tidak sama besar.
Potongan 1
𝑃 𝑃. 𝑙1
𝜏1 = ∆𝑙1 =
1⁄ 𝜋𝑑 2
(1⁄4 𝜋𝑑1 2 )(𝐸)
4 1
Potongan 2
𝑃. 𝑙2
𝑃 ∆𝑙2 =
𝜏2 =
1⁄ 𝜋𝑑 2 (1⁄4 𝜋𝑑2 2 )(𝐸)
4 2
Potongan
𝑃 𝑃. 𝑙3
𝜏3 = ∆𝑙3 =
∆𝑙 = ∆𝑙1 + ∆𝑙2 + ∆𝑙3 1⁄ 𝜋𝑑 2 (1⁄4 𝜋𝑑3 2 )(𝐸)
4 3
dengan
= VS/(I t)
dimana :
= tegangan geser
V = gaya lintang
S = statis momen
I = momen inersia
Latihan Soal.
Soal No.1
Tentukan titik berat penampang di bawah ini !
20 cm
50 cm
10 cm
40 cm 20 cm
Soal No. 2
Jawaban :
1
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝑞𝑙 2
8
1
= 𝑞𝑙 2 (0,75) 52
8
= 2,34375 tm
= 234375 kg . cm
𝑀 .20
175 = 1
12
.20 (40)3
1
.20 (40)3 .175
M = 12
= 933333333 𝑘𝑔. 𝑐𝑚 = 9,33333 𝑡. 𝑚
20
1
Maka , M = 8 𝑞𝑙 2 = 9,33333 𝑡. 𝑚
9,33333 𝑥 8
q= = 2,96 𝑡⁄𝑚
(5)2
Soal No. 3
Hitung Tegangan Normal,Lentur dan Geser maximum yang terjadi pada balok
dibawah ini !
Nx= -1,0607t
Lx= 3,5303t
Mx= 16,822tm
b= 50
750 47,5 35.625 14062,5 16,1905 196.599,2177
h= 15
b= 15
375 27,5 10.312,5 19.531,25 3,8095 5.442,1088
h= 25
b= 30
7,5 7,5 3375 8.437,5 23,8095 255.101,5306
h= 15
ΣAiyi 49.132,5
𝑦= = = 31,3095 𝑐𝑚
ΣAi 1.575
= 42.301,25 + 457.142,857
= 499.174,107 cm4
Nx −1,0607 .1000 kg
𝜏𝑁 = = = −0,673 ⁄cm 2
A 1.575
D. Si 3,5303.1000. Si
= =𝜏
b𝑖 . Ix bi (499.174,107)
(3,5303). 1000.0
a → Sa = 0 → τ = =0
(50)(499.174,107)
(3,5303)(1000)(12.142,875) kg
τb atas = = 1,718 ⁄cm2
(50)(499.174,107)
(3,5303)(1000)(12.142,875) kg
τb bawah = = 5,725 ⁄cm2
15(499.174,107
(3,5303)(1000)12.709,3 kg
τc = = 5,9923 ⁄cm2
(15)(499.174,107)
(3,5303)(1000 ∗ 10.714,279) kg
τdatas = = 5,0517 ⁄cm3
(15)(499.174,107)
3,5303(1000)(10.714,275) kg
τdbawah = = 2,5280 ⁄cm3
(30)(499.174,107)
e → Se = 0 → τe = 0
Soal No. 4
= 198+24,5
=222,5
Sd=Se/f+3,5(4)(1⁄2 (3,5))
= 198+24,5
=222,5
Se/f= Sg+(9)(4)(5,5)=198cm2
Sg=0
τa= 0
𝜏b=Dx.Sx=(600.000)(198)=3,1525956∗1010
b.Ix 9(2.388,33)
𝜏c=Dx.Sx=(600.000)(198)=7,0933401∗1010
b.Ix 4(2.388,33)
𝜏d=Dx.Sx=(600.000)(198)=7,0933401∗1010
b.Ix 9(2.388,33)
Soal No. 5
𝑑1 = 5 cm
𝑑2 = 2 cm
kg⁄
E1 = E2 = 2,1 ∗ 106 cm2
P = 2000 kg
Jawaban :
𝑃.𝑙1 2000(30)
∆𝑙1 = = 1 = 0,00145cm
𝐴1 .𝐸 𝜋 (52 )(2,1𝑋106 )
4
𝑃.𝑙2 2000(30)
∆𝑙2 = = 1 = 0,009094 𝑐𝑚
𝐴2 .𝐸 𝜋 (22 )(2,1𝑋106 )
4
∆𝑙 = ∆𝑙1 + ∆𝑙2
= 0,00145 + 0,009094
= 0,010544 cm
𝛿1 = 𝛿2 cos 𝛼 ……………………(1)
Perpanjangan batang
𝑙2 𝑠1 .𝑙1 𝛿1
Cos 𝛼 = 1. 𝛿1 = … … … (2) Cos 𝛼 =
𝑙1 𝐴 .𝐸 𝛿2
KK….NMKU..………
𝑙2 𝑠2 .𝑙2
𝑙1 =
𝑐𝑜𝑠 𝛼 …(2)
2. 𝛿2 = … … … (3)
𝐴 .𝐸
𝛿1 = 𝛿2 𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑠1 . 𝑙1 𝑠2 . 𝑙2
𝛿1 = 𝛿2 . 𝑐𝑜𝑠 𝛼 = 𝐶𝑂𝑆 𝛼
𝐴 .𝐸 𝐴 .𝐸
𝑠1 . 𝑙2⁄
𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑠2 . 𝑙2 𝑐𝑜𝑠 𝛼
=
𝐴 .𝐸 𝐴 .𝐸
𝑠1 = 𝑠2 . 𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑠1 . cos 𝛼 + 𝑠2 + 𝑠3 cos 𝛼 = P
𝑠2 . 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 𝑠2 + 𝑠2 . 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 = P
𝑠2 (2 . 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼 + 1) = P
𝑃
𝑠2 =
1 + 2 𝑐𝑜𝑠 3 𝛼
𝑃
𝑠1 = 𝑠3 =
1 + 2 𝑐𝑜𝑠 3 𝛼
Soal No. 6
𝑘𝑔⁄
E = 2,1 𝑥 106 𝑐𝑚2
𝐴1 = 𝐴3 = 2𝑐𝑚2
𝐴2 = 3𝑐𝑚2
𝑙2 = 200 𝑐𝑚
𝛼 = 30°
Jawaban :
𝑠1 . 𝑙2⁄ 𝑠1 . 200⁄
𝑠1 .𝑙1 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑐𝑜𝑠 30 115,47 𝑠1
𝛿1 = = = =
𝐴 .𝐸 𝐴 .𝐸 2 .𝐸 𝐸
𝛿1 = 𝛿2 . 𝑐𝑜𝑠 𝛼
115,47 𝑠1 66,667 𝑆2
= cos 𝑎 → 𝑠1 = 0,5 𝑠2
𝐸 𝐸
1,866 𝑠2 = 2000
𝑠2 = 1071,811 kg
Soal No. 7
Gaya kabel 1 = 𝑠1
Gaya kabel 2 = 𝑠2
Jawaban :
𝑠1 . 𝑙1 𝑆1 . 300
∆𝑙1 = = = 340−5 . 𝑆1 𝑐𝑚
𝐴1 𝐸1 10(10)6
Statika dan Mekanika Bahan 113
𝑠2 𝑙2 𝑠2 . 500
∆𝑙2 = = = 5,61 𝑥 10−5 𝑠2 𝑐𝑚
𝐴2 𝐸2 4,45 (2𝑥10)6
∆𝑙1 = ∆𝑙2
5,61 𝑥 10−5 𝑠2
𝑠1 = 340−5
𝑠1 = 1,87𝑠2
∑𝑣 = 0
𝑠1 + 𝑠2 − 𝑃 = 0
𝑠1 + 𝑠2 =P
1,87 𝑠2 + 𝑠2 =P
2,87 𝑆2 =P
1
𝑠2 = . 𝑃 = 0,3484 𝑃
2,87
𝑠1 = 1,87 𝑠2
= 1,87(0,3484 P)
𝑠1 = 0,6516 P
∑ 𝑀𝐴 = 0
P.x - 𝑠2 (900) = 0
𝑠2 (900)
x= 𝑃
0,3484 𝑃 (900)
x=
𝑃
x = 313,56 cm
Soal No. 8
𝐴1 = 𝐴4 = 25𝑐𝑚2
𝐴2 = 𝐴3 = 100𝑐𝑚2
50𝑘𝑔⁄
𝐸1 = 2𝐸4 = 𝑐𝑚2
𝑘𝑔⁄
2𝐸2 = 2𝐸3 = 50 𝑐𝑚2
𝑘𝑔⁄
𝐸2 = 𝐸3 = 25 𝑐𝑚2
∑𝑣 = 0
𝑠2 = ∆ 𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑠1 = ∆ 𝑐𝑜𝑠 𝛾
𝑙
𝑐𝑜𝑠 𝛾 =
𝑙1
𝑙 400
𝑙1 = = = 1169,5222 𝑐𝑚
cos 𝛼 cos 70°
𝑙
𝑐𝑜𝑠 𝛼 =
𝑙2
𝑙 400
𝑙2 = = = 565,685 𝑐𝑚
𝑐𝑜𝑠 𝛼 cos 45°
𝑠1 . 𝑙1 𝑠1 (1169,5222)
∆1 = = = 0,936𝑠1
𝐴1 . 𝐸1 25 (50)
𝑠2 𝑙2 𝑠2 (565,685)
∆2 = = = 0,226𝑠2
𝐴2 𝐸2 100(25)
𝑠1 = 0,117 𝑠2
1,494 𝑠2 = 7000
𝑠2 = 4684,636 𝑘𝑔
𝑠1 = 0,117 𝑠2
= 0,117 (4684,636)
= 548,102 kg
𝛿1 = 0,936 𝑠1
= 0,936 (548,102)
= 513,023 cm
𝛿2 = 0,226𝑠2
= 0,226 (4684,636)
= 1058,758 kg
𝛿2 = ∆ 𝑐𝑜𝑠 45°
𝛿2
∆=
cos 45°
1058,78
= cos 45°
= 1497,267 cm
Soal No. 9
𝑣𝑐 ℎ2
∆2 = = 1,1905𝑥10−6 𝑣𝑐
1600 (2,1𝑥105 )
∆1 1 1,1905𝑥10−6 𝑣𝑏
= =
∆2 2 1,1905𝑥10−6 𝑣𝑐
𝑣𝑏 1
=
𝑣𝑐 2
1
𝑣𝑏 = 𝑣
2 𝑐
𝑣𝑐 = 2𝑣𝑏
Persamaan Kesetimbangan
∑ 𝑀𝐴 = 0
3𝑣𝑏 + 6 𝑣𝑐 = 39
1
3 (2 𝑣𝑐 ) + 6 𝑣𝑐 = 39
7,5 𝑣𝑐 = 39
1
=5,2 (2)
=2,6 t
∆1 = 1,1905𝑥10−6 𝑣𝑏
= 1,1905𝑥10−6 (2,6)
= 3,0953 𝑥10−6 cm
∆2 = 1,1905𝑥10−6 𝑣𝑐
= 1,1905𝑥10−6 (5,2)
=6,1906 𝑥10−6 𝑐𝑚
∑𝑣 = 0
𝑣𝐴 + 𝑣𝑏 + 𝑣𝑐 − 1,5 (6) − 2 = 0
𝑣𝐴 = − 2,6 − 5,2 + 9 + 2
𝑣𝐴 = 3,2 𝑡𝑜𝑛
DAFTAR PUSTAKA
Hofsteede J.G.C., Kramer P.J. dan Baslim Abas. 1982. Ilmu Mekanika Teknik A.
Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Khurmi, R.S. J.K. Gupta. A Textbook of Machine Design. S.I. Units. Eurasia
Publishing House (Pvt) Ltd. New Delhi. 2004.
Soemono, Ir., “STATIKA 1”, Edisi kedua, Cetakan ke-4, Penerbit ITB, Bandung,
1985.
Trefor, J.R. Lewis E.K, David, W.L. 1977. Introduction to Structural Mechanics.
Geat Britain : Hodder and Strougton Educational.