Anda di halaman 1dari 25

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN – FTSL ITB

Semester I 2015/2016
Pengelolaan Sampah TL‐3104 Pendahuluan
Aplikasi Landfilling pada Sistem 
Pengelolaan Sampah

Selasa‐Rabu, 24‐25 November 2014
(Kelas‐01)

Disampaikan oleh: 
Dr. I Made Wahyu Widyarsana, ST. MT.

PENDAHULUAN TEKNIS OPERASIONAL

1. Bagian ini menjelaskan metode yang selalu


digunakan dalam pengelolaan sampah yaitu
TPA.

2. Dijelaskan tentang peran TPA, jenis


landfilling, aspek engineering yang perlu
diperhatikan khususnya dalam pengendalian
lindi dan gasbio.

3. Dijelaskan pula tentang kondisi TPA di


Indonesia yang sampai saat ini selalu
bermasalah.

TEKNIS OPERASIONAL TEKNIS OPERASIONAL


Sampah Indonesia tergantung TPA
Kebakaran sampah
Open dumping

Pencemaran aquifer dan


air permukaan

TPA longsor !

1
PERMASALAHAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bencana Landfill di Dunia  Kualitas dan Tingkat Pelayanan baru mencapai ± 54,24%, (BPS, Susenas 2006), 
masih di bawah target RPJMN (75 % pada 2009) dan MDGs (70 % pada 2015)

BAK TPS TPA


• Maine, 1989 SAMPAH

• Cincinnati, 1996 • Istanbul,


• Athens, 2003
1993

E. Tempat Pemrosesan Akhir


A. Timbulan Sampah C. Tempat Penampungan Sementara 1. Susah mencari lokasi
2.
• Payatas, 1.
2.
Terus meningkat
Tidak dimanfaatkan
1.
2.
Susah mencari lokasi
Tidak ada pemilahan 3.
Lokasi jauh diluar kota
Biaya pembangunan mahal
2000 3.
• Bogota, 1997 4.
Tidak dipilah
Tidak semua dibuang ke bak
sampah, sebagian dibuang
3.
4.
Terbuka, bau, berlalat
Tidak setiap hari diangkut ke TPA
4.
5.
Biaya OP mahal
Masih Open Dumping
6. Pengolahan Lindi terbatas
• Bandung, 2005 ke:
‐ Sungai 7. Terbuka, Bau, Berlalat
‐ Kebun 8. Sumber penyakit

• Grammachu, 2002 ‐ Pekarangan


‐ Jalan B. Pengumpulan ke TPS D. Pengangkutan ke TPA
• Bandeirantes, 1997 ‐ dll
1. Tidak ada pemilahan
1. Biaya angkut mahal
2. Jarak ke TPA jauh
2. Jadwal angkut tidak rutin 3. Jadwal angkut tidak rutin
3. Perlu biaya pengumpulan 4. Tidak ada pemilahan
4. Kondisi alat pengumpul tidak 5. Kondisi alat angkut tidak
memadai memadai

P PROSES PENYEDIAAN TPA


E SAMPAH RUMAH TANGGA Skala Rumah Tangga
N SAMPAH SEJENIS SAMPAH RT Skala Kawasan
Skala Kota
TPS 3 R 1. Ketentuan Umum
A TPST, TPA 2. Ketentuan Teknis
3. Pemilihan Lokasi TPA
N Penanganan
sampah
Skala Kawasan PENYEDIAAN TPA
4. Rencana Tapak
G Skala Kota
5. Prasarana dan Sarana TPA
A Pemilahan Skala Kab./Kota SPA
N Skala Prov./ Lintas
Kabupaten/Kota SPA
PENGOPERASIAN TPA 1. Cakupan Pelaksanaan 
A Pengumpulan 2.Koordinasi Tindak Rutin 
N Kawasan, Kota SPA
Pengangkutan PENUTUPAN &  1.  Ketentuan Umum
RT, Kaw., Kota TPS 3 R, TPST, TPA 2. Ruang Lingkup Pelaksanaan
Pemadatan
S Pengomposan REHABILITASI TPA 3. Tata Cara Penutupan TPA 
A Pengolahan Kawasan, Kota TPS 3 R, TPST, TPA
Daur Ulang Materi 4. Manajemen Paska Penutupan TPA
M Pemrosesan
Daur ulang Energi
Kawasan, Kota TPS 3 R, TPST, TPA

P Akhir Lahan Urug Terkendali CARA PELAKSANAAN 


1. Penambangan Lahan Urug
2. Teknologi Pengoperasian 
A Lahan Urug Saniter Skala Kab./Kota
REHABILITASI TPA Penambangan
H Metode Ramah Lingkungan
Skala Prov./ Lintas
Kab./Kota 3. Pemanfaatan Hasil Penambangan
4. Pemanfaatan Kembali untuk TPA
10

Sumber: PerMen PU No. 03/PRT/M/2013

KETENTUAN TEKNIS PENYEDIAAN TPA Secara Umum


TPA
1. Pemilihan lokasi sesuai SNI 03-3241-1994 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA.
2. Perencanaan TPA sampah perkotaan :
a.Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna
lahan & rencana pemanfaatan lahan bekas TPA.
b.Kemampuan ekonomi Pemda dan masyarakat
c.Kondisi fisik dan geologi.
d.Rencana pengembangan jaringan jalan.
e.TPA di daerah lereng perhitungkan kemungkinan
longsor.
3. Memenuhi prinsip teknis berwawasan lingkungan :
a. Di kota besar - metropolitan metode lahan urug
saniter (sani-tary landfill), kota kecil - sedang
metode lahan urug terkendali (controlled landfill).
b. Pengendalian lindi, gas & bau, vektor penyakit.
4. Sarana dan prasarana TPA
a. Fasilitas umum. b. Fasilitas perlindungan
lingkungan c. Fasilitas penunjang d. Fasilitas
operasional.
Sumber: PerMen PU No. 03/PRT/M/2013

2
Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)
o Penyingkiran limbah ke dalam tanah (land disposal) o Metode tersebut dikembangkan dari aplikasi praktis
merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam dalam peyelesaian masalah sampah yang dikenal
pengelolaan limbah. Cara penyingkiran limbah ke dalam sebagai open dumping.
tanah dengan pengurugan atau penimbunan dikenal
sebagai landfilling, yang diterapkan mula-mula pada
sampah kota. o Open dumping tidak mengikuti tata cara yang
sistematis serta tidak memperhatikan dampak pada
o Cara ini dikenal sejak awal tahun 1900-an, dengan lingkungan/kesehatan.
nama yang dikenal sebagai sanitary landfill, karena
aplikasinya memperhatikan aspek sanitasi lingkungan.
o Metode sanitary landfill kemudian berkembang
o Definisi yang sederhana tentang sanitary landfill dengan memperhatikan juga aspek pencemaran
adalah: lingkungan lainnya, serta percepatan degradasi dan
Metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan sebagainya, sehingga terminologi sanitary landfill
menyebarkan sampah secara lapis-perlapis pada sebetulnya sudah kurang relevan untuk digunakan.
sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian
dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada
akhir hari operasi, urugan sampah tersebut
kemudian ditutup dengan tanah penutup.

Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)


Perkembangan Landfill  SL-Versi Climate Change:
di Indonesia SL-Awal:
Awal abad 20
Semi-aerobik Landfilling dibutuhkan karena:
Kesehatan masyarakat
SL belum sanggup:
Workshop PU 1992 SL-Versi 1970-an: o Pengurangan limbah di sumber, daur-ulang, atau
Target: max sampai 2012 Lingkungan SL-Versi Climate minimasi limbah, tidak dapat menyingkirkan limbah
SL belum sanggup:
Sejak zaman belum merdeka
Change: semuanya
Berkelanjutan
sampai dengan saat ini
o Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu
yang harus ditangani lebih lanjut

o Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan


secara biologis, atau sulit untuk dibakar, atau
sulit untuk diolah secara kimia

Langkah panjang menuju landfill yang baik


KAPAN?
Sumber: E.Damanhuri (ITB), 2008 MENAWAR LAGI?

Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Perkembangan Landfill


Metode landfilling saat ini digunakan bukan hanya
untuk menangani sampah kota. Beberapa hal yang perlu
dicatat adalah:

o Banyak digunakan untuk menyingkirkan sampah,


karena murah, mudah dan luwes.
o Digunakan pula untuk menyingkirkan limbah
industri, seperti sludge (lumpur) dari pengolahan
limbah cair, termasuk limbah berbahaya.
o Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat
mendatangkan pencemaran lingkungan, terutama dari
lindi (leachate) yang mencemari air tanah.
o Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan
pemilihan lokasi yang tepat, penyiapan prasarana
yang baik dengan memanfaatkan teknologi yang
sesuai, dan dengan pengoperasian yang baik pula.

3
PERKEMBANGAN LANDFILL PERKEMBANGAN LANDFILL
Perkembangan landfilling mulai dari awal keberadaannya sebagai
sarana penanganan sampah kota:

 Mengisi lembah
 Pada awalnya landfilling sampah dilaksanakan pada lahan
yang tidak produktif, misalnya bekas pertambangan,
mengisi cekungan-cekungan. Landfilling dengan
 Cara ini dikenal dengan metode pit atau canyon atau
quarry. Dengan demikian terjadi reklamasi lahan, sehingga mengupas site
lahan tersebut menjadi baik kembali.

 Mengupas site
 Dengan terbatasnya site yang sesuai , maka dilakukan
pengupasan site sampai kedalaman tertentu.
 Dikenal sebagai metode slope (ramp). Perlu diperhatikan:
 tinggi muka air tanah Landfilling mengisi lembah/
 struktur batuan / tanah keras cekungan
 peralatan pengupasan / penggalian yang dimiliki.

 Dengan demikian akan diperoleh tanah untuk bahan penutup.


Kadangkala pengupasan site tidak dilakukan sekaligus, tetapi
dilakukan secara bertahap. Terbentuk parit-parit tempat
pengurugan sampah. Cara ini dikenal sebagai metode parit
(trench).

PERKEMBANGAN LANDFILL PERKEMBANGAN LANDFILL

 Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah


tinggi, sulit untuk mengupas site. Maka cara yang
dilakukan adalah menimbun sampah di atas area
tersebut. Cara ini dikenal sebagai metode area.

Landfilling
dengan menimbun
Pengupasan serta menimbun sampah ke atas

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

Dilihat dari bagaimana sampah ditangani sebelum Pemotongan sampah terlebih dahulu:
diurug, maka dikenal beberapa jenis aplikasi ini,  Sampah dipotong dengan mesin pemotong 50-80 mm
yaitu: sehingga menjadi lebih homogen, lebih padat (0,8 –
1,0 ton/m3), dapat ditimbun lebih tebal (> 1,5 M)
1. Pemotongan sampah terlebih dahulu  Dapat digunakan sebagai pengomposan (aerobik) in-
situ dengan ketingian sel-sel 50 cm, sehingga
2. Pemadatan sampah dengan baling memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan
3. Landfill tradisional panas sehingga dapat menghindari lalat
4. Landfill dengan kompaksi  Binatang pengerat (tikus dsb) berkurang karena
rongga dalam timbunan berkurang / dihilangkan, dan
timbunan lebih padat
 Bila tidak ada masalah bau, maka tidak perlu tanah
penutup
 Degradasi (pembusukan) lebih cepat sehingga
stabilitas

4
JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

Pemadatan sampah dengan baling :


 Banyak digunakan di Amerika Serikat
 Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat
menjadi ukuran tertentu (misalnya bervolume 1
m3). Kepadatan mencapai 1,0 ton/m3 atau lebih
 Transportasi lebih murah karena sampah lebih
padat, dan benbentuk praktis
 Pengurugan di lapangan lebih mudah (dengan
fork-lift)
 Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis
 Butuh investasi dan operasi alat/mesin. Biaya
menjadi sangat mahal
 Dihasilkan lindi hasil pemadatan yang perlu
mendapat perhatian
Landfilling dengan baling

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

Landfill tradisional:
 Cara yang dikenal di Indonesia sebagai sanitary
landfill
 Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5-0,6m) sampai
ketinggian 1,2 - 1,5 m
 Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan
ketelitian operasi alat berat agar teratur
 Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa
(dozer atau loader) dan mencapai 0,6 - 0,8 ton/m3
 Membutuhkan penutupan harian 10 - 30 cm, paling
tidak dalam 48 jam
 Kondisi di lapisan (lift) teratas bersifat aerob
(ada oksigen), sedang bagian bawah anaerob (tidak
ada oksigen) sehingga dihasilkan gas metan
 Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di
bawah agar tidak terjadi rongga
Pembuatan sel-sel sampah

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

Landfill dengan kompaksi: Berdasarkan kondisi site, maka literatur USA


 Banyak digunakan untuk lahan-urug yang besar membagi landfill dalam beberapa kelompok yaitu:
dengan dozer khusus yang bisa memadatkan sampah
pada ketebalan 30 - 50 cm, dan dicapai densitas 1. Metode area
timbunan 0,8 - 1,0 ton/m3 2. Metode slope/ram
 Proses yang terjadi menjadi anaerob 3. Metode parit (trench)
 Karena densitas tinggi, serangga dan tikus sulit 4. Metode pit/canyon/quarry
bersarang
 Keuntungan dibanding lahana-urug tradisional
adalah tanah penutup menjadi berkurang, truk mudah
berlalu lalang dan masa layan lebih lama
 Biaya operasi menjadi meningkat

5
JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL
Metode parit (trench):
Metode Area:  Site yang ada digali, sampah ditebarkan dalam
 Dapat diterapkan pada site yang relatif datar, galian, dipadatkan dan ditutup harian
 Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling  Digunakan bila airtanah cukup rendah sehingga zone
dibatasi oleh tanah penutup non-aerasi di bawah landfill cukup tinggi (≥ 1,5 m)
 Digunakan untuk daerah datar atau sedikit
 Setelah pengurugan akan membentuk slope
bergelombang
 Penyebaran dan pemadatan sampah berlawanan dengan  Operasi selanjutnya seperti metode area
kemiringan
Metode pit/canyon/quarry:
Metode slope/ram:  Memanfaatkan cekungan tanah yang ada (misalnya
 Sebagian tanah digali
bekas tambang)
 Pengurugan sampah dimulai dari dasar
 Sampah kemudian diurug pada tanah
 Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metode area
 Tanah penutup diambil dari tanah galian
 Kenyataan di lapangan, cara tersebut dapat
 Setelah lapisan pertama selesai, operasi berkembang lebih jauh sesuai dengan kondisi yang
berikutnya seperti metode area ada.

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

 Seperti halnya pengomposan, maka pada dasarnya


MENGUPAS LAHAN landfilling adalah pengomposan dalam reaktor yang
(metoda slope/ramp) • Mengisi lembah atau cekungan luas. Oleh karenanya terdapat kemungkinan
• Mengupas lahan secara bertahap pembusukan sampah secara aerobik maupun secara
anaerobik.
• Menimbun sampah di atas lahan
MENIMBUN LAHAN
(metoda area)
Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan:

1. Landfill anaerobik
2. Landfill aerobik
MENGISI (MENGURUG)
LEMBAH 3. Landfill semi-aerobik
(metoda pit/ canyon)

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

Landfill anaerobik:
 Landfill yang banyak dikenal saat ini,
khususnya di Indonesia. Timbunan sampah
dilakukan lapis perlapis tanpa memperhatikan
ketersediaan oksigen di dalam timbunan.
 Kondisi anaerob menghasilkan gas metan (gas
bakar). Dihasilkan pula uap-uap asam-asam
organik, dan H2S yang menyebabkan jenis
landfill ini berbau bila tidak ditutup tanah.
 Karena kondisinya anaerob, stabilitas sampah
tidak cepat tercapai, dan dihasilkan lindi
(leachate) dengan konsentrasi tinggi
 Perkembangan berikunya berkembang improved Perkembangan landfill :
sanitary landfill. improved sanitary landfill

6
JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL
Landfill aerobik:
 Mengupayakan agar timbunan sampah tetap mendapat
oksigen. Dengan demikian proses pembusukan lebih
cepat, seperti halnya pengomposan biasa.
 Leachate yang dihasilkan relatif lebih baik
dibanding landfill anaerob. Juga bau akan banyak
berkurang. Disamping itu, tidak dibutuhkan penutup
tanah harian.
 Pencapaian kondisi aerobik dapat dilakukan dengan
pendekatan:
 Lapisan sampah dibiarkan beberapa hari berkontak dengan
oksigen, sebelum diatasnya dilapis sampah lain. Bila perlu
dilakukan pembalikan pada lapisan sampah tersebut.
 Dibutuhkan area yang luas.Cara lain adalah memasukkan Perkembangan landfill: aerobic landfill
udara ke dalam timbunan secara sistematis, sehingga proses
pembusukan berjalan secara aerob.

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL

Landfill semi-aerobik:
 Hindari leachate tergenang dalam timbunan, dengan
drainase leachate dan ventilasi gasbio yang baik
 Tanah penutup tidak terlalu kedap

Perkembangan landfill: semi-aerobic landfill

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL


Berdasarkan karakter lahan (site): Berdasarkan jenis limbah yang akan diurug:
Di Perancis misalnya, hubungan karakter permeabilitas  Di beberapa negara maju, pembagian landfill saat ini
site dengan limbah dijadikan dasar pembagian landfill, dilakukan berdasarkan jenis limbah yang akan diurug,
yaitu: seperti:
 Site landfill kelas 1 :  Landfill sampah kota dan sejenisnya
 site kedap dengan nilai permeabilitas (k) < 10 –7  Landfill limbah industri
cm/detik  Landfill yang menerima kedua jenis limbah tersebut,
 migrasi leachate dapat diabaikan dikenal sebagai co-disposal
 untuk limbah industri, termasuk limbah B3
 Di Jepang, landfill dibagi menjadi:
 Site landfill kelas 2 :
 Landfill sampah domestik (sampah kota)
 site semi-kedap dengan nilai permeabilitas (k)
 Landfill industri, yang dibagi menjadi :
antara 10 –4 sampai 10 –7 cm/detik
 landfill untuk limbah industri yang stabil :
 migrasi leachate lambat limbah sisa bangunan, plastik, karet, logam dan
 untuk limbah sejenis sampah kota keramik
 Site landfill kelas 3 :  landfill dengan shut-off : dengan mengisolasi
kontak air dari luar seperti air hujan dan air
 site tidak kedap dengan nilai permeabilitas (k) > tanah
10 –4 cm/detik  landfill limbah terdegradasi : oli, kertas, kayu,
 migrasi leachate cepat untuk limbah inert dengan residu hewan / tanaman; diperlukan adanya pengolah
pencemaran diabaikan lindi.

7
JENIS LANDFILL From Open Dumping
JENIS LANDFILL
to very sophisticated landfill

Open dumping is not


technology

Landfill technology is not


only: capping the open
dumping, install the gas
collector and flare it
Sumber: E.Damanhuri (ITB), 2008

JENIS LANDFILL JENIS LANDFILL


Landfill limbah B3 di Indonesia Berdasarkan aplikasi tanah penutup dan penanganan
leachate:
 Peraturan Bapedal – Indonesia tentang landfill
(untuk limbah B3) membagi katagori landfill limbah
 Di Jepang, landfill sampah kota dibagi berdarkan aplikasi
B3 menjadi 3 jenis, yaitu: tanah penutup, yang menjadi keharusan dari sanitary landfill
 Landfill katagori I: Landfill dengan liner standar, serta penanggulangan leachate. Pembagian tersebut
adalah sebagai berikut:
ganda dari geomembran HDPE, digunakan untuk
a. Controlled tipping:
limbah yang dinilai sangat berbahaya
 Peningkatan dari open dumping. Calon lahan telah dipilih
 Landfill katagori II: seperti katagori I, namun dan disiapkan secara baik.
dengan liner geomembran tunggal.  Aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari
 Landfill katagori III: untuk limbah B3 yang  Konsep ini banyak dianjurkan di Indonesia, dikenal
dianggap tidak begitu berbahaya. Liner yang sebagai controlled landfill
b. Sanitary landfill with a bund and dailiy cover soil:
digunakan adalah clay dengan nilai
 Peningkatan controlled tipping.
permeabilitas lebih kecil dari 10 –7 cm/detik.
 Lahan penimbunan dibagi menjadi berbagai area, yang
Landfill jenis ini identik dengan landfill dibatasi oleh tanggul ataupun parit.
sampah kota (sanitary landfill) yang baik.  Penutupan timbunan sampah dilakukan setiap hari,
sehingga masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.

JENIS LANDFILL Aplikasi Landfill


Berdasarkan aplikasi tanah penutup dan penanganan
leachate:
 Di Jepang, landfill sampah kota dibagi berdarkan aplikasi
tanah penutup, yang menjadi keharusan dari sanitary landfill
standar, serta penanggulangan leachate. Pembagian tersebut
adalah sebagai berikut:
c. Sanitary landfill with leachate recirculation:
 Masalah lindi (leachate) sudah diperhatikan.
 Terdapat sarana untuk mengalirkan lindi dari dasar
landfill ke penampungan (kolam)
 Lindi kemudian dikembalikan ke timbunan sampah melalui
ventilasi biogas tegak atau langsung
 ke timbunan sampah.
d. Sanitary landfill with leachate treatment:
 Lindi dikumpulkan melalui sistem pengumpul
 Kemudian diolah secara lengkap seperti layaknya limbah
cair
 Pengolahan yang diterapkan bisa secara biologi maupun
secara kimia.

8
APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL
 Pengembangan landfill mencakup berbagai langkah aktivitas, baik Fase-1
yang bersifat teknis, maupun yang sifatnya non-teknis, seperti
kesesuaian dengan regulasi terkait. Perencanaan yang  Penentuan site merupakan fase tahapan studi kelayakan, yang
mengutamakan kehati-hatian oleh pengelola atau calon pengelola terdiri dari langkah-1 sampai langkah-6, yaitu :
sangat penting dikedepankan. Di samping permasalahan sosial dan
lingkungan yang selalu menyertai aplikasi landfill, pengembangan  Langkah-1 : estimasi volume landfill yang dibutuhkan
landfill membutuhkan investasi dana untuk periode waktu yang cukup  Langkah-2 : investigasi dan pemilihan calon site
lama.
 Langkah-3 : penentuan regulasi yang terkait
 Elemen biaya yang harus menjadi pertimbangan adalah:  Langkah-4 : penilaian opsi landfill sebagai sumber enersi dan
 Penentuan site, desain, analisis dampak lingkungan dan tahap recoveri bahan
konstruksi, paling tidak dibutuhkan waktu 2 tahun
 Langkah-5 : pertimbangan penggunaan site pasca operasi
 Operasi, monitoring, dan administrasi : sesuai umur landfill
 Aktivitas penutupan : 1 sampai 2 tahun  Langkah-6 : penentuan kecocokan site
 Monitoring dan pemeliharaan pasca-operasi : tergantung
regulasi yang berlaku di sebuah negara.
 Di Indonesia belum ada pengaturan untuk landfill sampah kota,
tetapi paling tidak diperlukan monitoring selama 5 tahun. Untuk
landfill limbah B3, regulasi di Indonesia mensyaratkan 30 tahun
 Kegiatan remediasi : perlu dilakukan untuk menyehatkan
kembali site atau air tanah yang tercemar.
 Terdapat beberapa langkah yang dibutuhkan, yang dapat
dikelompokkan menjadi 4 fase.

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Fase-2  Fase-3
 Tahap desain dan analisis dampak lingkungan berdasarkan  Tahapan pengoperasian, terdiri dari langkah-13 sampai
rancangan aktivitas, terdiri dari langkah-7 sampai langkah 12: langkah-14
 Langkah-7 : desain area pengurugan dan pengembangan  Langkah-13 : kajian finansial untuk rencana pengoperasian,
 Langkah-8 : pengembangan rencana pengelolaan lindi jaminan penutupan dan pasca operasi
 Langkah-9 : pengembangan rencana monitoring lingkungan  Langkah-14 : pengoperasian landfill dan monitoring aktivitas
 Langkah-10 : pengembangan rencana pengelolaan gas
 Langkah-11 : penyiapan spesifikasi tanah penutup  Fase-4
 Langkah-11 : penyiapan panduan pengoperasian  Tahapan pasca-operasi yang terdiri dari langkah-15 sampai
 Langkah-12 : analisa dampak lingkungan langkah-16
 Langkah-15 : Penutupan landfill
 Langkah-16 : Pemantauan pasca operasi

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


 Data site ini merupakan data utama, dengan catatan dapat
berasal dari studi terdahulu yang dapat dipertanggung jawabkan,
dan memang merupakan studi di titik (lokasi) tersebut.

 Beberapa data harus dikaji (diobservasi) ulang untuk mendukung


perancangan nanti, yang antara lain mencakup:
 Pengukuran topografi
 Penyelidikan hidrogeologi
 Penyelidikan mekanika tanah

9
APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL
 Untuk memperpanjang umur pemakaian TPA, maka salah  Proses pendaur-ulangan pada tingkat sumber memiliki
satu solusi adalah pengolahan dan daur-ulang sampah tingkat keberhasilan yang relatif rendah. Sehingga masih
sebelum diurug, melalui reduksi volume sampah yang akan banyak dijumpai bahan/material bernilai guna yang masih
diurug, misalnya: terangkut bersama sampah ke TPA. Kegiatan
− Pendaurulangan sampah (3R). pendaurulangan yang efektif justru banyak terdapat pada
− Pembuatan kompos (Composting) lahan TPA.
− Insinerasi.
 Pelakunya adalah para lapak dan pemulung yang
mengkonsentrasikan kegiatan di TPA. Di sisi lain,
 Proses daur ulang berupa pemanfaatan kembali bahan-
keberadaan para pemulung seringkali menimbulkan
bahan yang ada pada sampah biasanya dilaksanakan oleh masalah terhadap pengelolaan sampah di TPA karena
pemulung. kegiatan pemulung memang belum diatur, sehingga
keberadaannya dapat mengganggu operasional lahan TPA.
 Bila dibandingkan dengan TPS, pemulungan sampah di TPA
di beberapa kota di Indonesia rata-rata memiliki
persentase yang lebih besar, yaitu kira-kira 5% dari
sampah yang tiba di TPA.

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Contoh Site Plan TPA Contoh Site Plan TPA

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Sarana – prasarana : Fasilitas Dasar
Fasilitas Perlindungan Lingkungan
1. Pembentukan Dasar TPA
1. Jalan akses 2. Pengumpulan & pengolahan lindi, Alternatif pengolahan :
2. Jalan operasi • Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi & Biofilter (alt.I)
3. Bangunan Penunjang • Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi &
4. Drainase TPA Landtreatment/Wetland (alt.2)
5. Pagar • Anaerobic Baffled Reactor (ABR) & Aerated Lagoon
6. Papan nama (alt.3)
7. Dll • Proses Koagulasi-Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Aerobik /
Aerated Lagoon (alt.4)
• Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated
Lagoon, Sedimentasi II (alt.5)
3. Penangan gas
4. Penutupan tanah
5. Daerah Penyangga
6. Sumur Uji

59

10
APLIKASI LANDFILL DESAIN LAPISAN KEDAP PADA TPA
Lapisan: HDPE Geomembrane

9,4 m

@IMW Files_2014 61

Sumber: Damanhuri, 2009 Sumber: Budi S. Prasetyo; TPA Regional Bangli - Bali

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Fasilitas Penunjang & Operasional
Fasilitas penunjang
a. Jembatan timbang
untuk menghitung berat sampah masuk ke TPA
b. Fasilitas air bersih
Penyediaan air bersih dapat dengan sumur bor & pompa.
c. Bengkel / Hangar
untuk menyimpan/ memperbaiki kendaraan/ alat besar yang
rusak, harus dapat menampung 3 kendaraan

Fasilitas operasional
Pemilihan alat berat pertimbangkan kegiatan pemrosesan akhir :
Bulldozer, Whell/truck loader, Excavator/backhoe

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Perbedaan LUT dan LUS (1)
No Parameter Lahan Urug Terkendali Lahan Urug Saniter
A Proteksi terhadap lingkungan
1 Dasar lahan urug menuju Tanah setempat dipadatkan, Tanah setempat dipadatkan,
suatu titik tertentu liner dasar dengan tanah liner dgn tanah
permeabilitas rendah permeabilitas rendah, bila
perlu gunakan geomembran
2 Liner dasar Tanah permeabilitas rendah Tanah permeabilitas rendah
dipadatkan 2 x 30 cm, bila dipadatkan 3 x 30 cm, bila
perlu guna kan geomembran perlu guna kan geomembran
HDPE HDPE
3 Karpet kerikil min. 20 cm Dianjurkan Diharuskan
4 Pasir pelindung min.20 cm Dianjurkan Diharuskan
5 Drainase / tanggul keliling Diharuskan Diharuskan
6 Drainase lokal Diharuskan Diharuskan
7 Pengumpul lindi Minimal saluran kerikil Sistem sal. & pipa perforasi
8 Kolam penampung lindi Diharuskan Diharuskan
Penanganan Sampah Masuk 9 Resirkulasi lindi Dianjurkan Diharuskan

Sumber: PerMen PU No. 03/PRT/M/2013

11
APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL
Perbedaan LUT dan LUS (2)
No Parameter Lahan Urug Terkendali Lahan Urug Saniter Perbedaan LUT dan LUS (3)
10 Pengolah lindi Kolam-kolam stabilisasi Pengolahan biologis, bila perlu No Parameter Lahan Urug Terkendali Lahan Urug Saniter
+ pengolahan kimia & land B Pengoperasian lahan urug
treatment
1 Alat berat Dozer, loader, Dozer, loader dan
11 Sumur pantau Minimum 1 hulu & 1 hilir Minimum 1 hulu, 2 hilir & 1
dianjurkan+excavator excavator
sesuai arah aliran air unit di luar lokasi sesuai arah
2 Transportasi lokal Dianjurkan Diharuskan
tanah aliran air tanah
3 Cadangan bahan bakar Diharuskan Diharuskan
12 Ventilasi gas Minimum dengan kerikil Sistem vertikal dgn beronjong
4 Cadangan insektisida Diharuskan Diharuskan
horisontal – vertikal kerikil & pipa, karpet kerikil
5 Pelataran unloading & Diharuskan Diharuskan
tiap 5 m lapisan, dihubungkan
manuver
dengan perpipaan recovery gas
6 Jalan operasi utama Diharuskan Diharuskan
13 Sarana Lab Analisa Air - Dianjurkan
7 Jalan operasi dalam area Diharuskan Diharuskan
14 Jalur hijau penyangga Diharuskan Diharuskan
8 Jembatan timbang Diharuskan Diharuskan
15 Tanah penutup rutin Minimum setiap 7 hari Setiap hari
9 Ruang registrasi Diharuskan, min. manual Diharuskan, digital
16 Sistem penutup antara Bila tidak digunakan > 1 Bila tidak digunakan > 1 bulan &
D Petugas TPA
bulan tiap capai tinggi lapisan 5 m
1 Kepala TPA Diharuskan, pddk min. D3 Diharuskan, pddk min. D3
17 Sistem penutup final Min. tanah kedap 20 cm Sistem terpadu dgn lapisan teknik / berpengalaman teknik / berpengalaman
+ sub-drainase air kedap, sub-drainase air permu
2 Petugas registrasi Dianjurkan Diharuskan
permukaan + top-soil kaan, pelindung, karpet
3 Pengawas operasi Diharuskan, min. rangkap Diharuskan
penang-kap gas, bila perlu +
Ka. TPA
geosinte-tis, akhiri top-soil
4 Supir alat berat Diharuskan Diharuskan
min. 60 cm
5 Teknisi Diharuskan Diharuskan
18 Pengendali vektor & bau Diharuskan Diharuskan
6 Satpam Diharuskan Diharuskan

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Perbedaan LUT dan LUS (4)  Sebelum isu pemanasan global mencuat luas, maka isu
No Parameter Lahan Urug Terkendali Lahan Urug Saniter dampak negatif aplikasi landfilling lebih banyak ditujukan
C Prasarana-Sarana
pada pencemaran akibat leachate, dan timbulnya bau serta
1 Papan nama Diharuskan Diharuskan
2 Pintu gerbang – pagar Diharuskan Diharuskan
gangguan lingkungan, kesehatan dan estetika lainnya.
3 Kantor TPA Minimum digabung Diharuskan Sejak isu pemanasan global mendunia, maka sorotan
dengan pos jaga penggunaan landfill untuk sampah yang mengandung
4 Garasi alat berat Diharuskan Diharuskan
bahan organik tinggi mendapat perhatian besar.
5 Gudang Dianjurkan Diharuskan
6 Workshop dan peralatan Dianjurkan Diharuskan
7 Pemadam kebakaran Diharuskan Diharuskan  Landfill bisa dipastikan akan mengemisi gas metan, gas
8 Fasilitas toilet MCK Km mandi & WC terpisah
9 Cuci kendaraan Minimum ada faucet Diharuskan
yang dianggap mempunyai potensi gas rumah kaca
10 Penyediaan air bersih Diharuskan Diharuskan sebesar 21 kali gas CO2.
11 Listrik Diharuskan Diharuskan
12 Alat komunikasi Diharuskan Diharuskan
13 Ruang jaga Diharuskan Diharuskan
14 Area khusus daur ulang Diharuskan Diharuskan
15 Area transit limbah B3 Diharuskan Diharuskan
rmh tgg
16 P3K Diharuskan Diharuskan
17 Tempat ibadah Diharuskan Diharuskan

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Landfill dianggap sumber utama gas rumah kaca dari
kegiatan pengelolaan limbah. Dengan adanya isu ini, maka
negara-negara maju sangat membatasi kadar organik limbah
yang boleh masuk ke landfill:
 Negara Eropa membatasi kadar organik yang boleh
terkandung dalam limbah yang akan di-landfill yaitu
maksimum 5%. Upaya yang banyak diterapkan di negara-
negara tersebut adalah insinerasi limbah, atau melakukan
proses reduksi bahan organik melalui konsep Mechanical
Biological Treatment (MBT), yaitu sebagai pretreatment
sampah yang akan diurug, melalui pemotongan,
dilanjutkan dengan aerasi sampah, yang pada dasarnya
adalah proses pengomposan. Produk dari proses MBT ini di
negara Eropa dianggap bukan kompos, karena kualitasnya
yang tidak memenuhi persyaratan. Produk ini setelah
memenuhi batas kadar organik, baru boleh diurug dari
sebuah landfill.

12
APLIKASI LANDFILL
Municipal solid waste APLIKASI LANDFILL
MBT
Shreddering
Landfill dianggap sumber utama gas rumah kaca dari
Refuse derived fuel kegiatan pengelolaan limbah. Dengan adanya isu ini, maka
> 80 mm
Sieving 80 mm Fe
25 - 35 % negara-negara maju sangat membatasi kadar organik limbah
Hu= 11 – 12,500 MJ/Mg
yang boleh masuk ke landfill:
< 80 mm

Fe Ferrous metals
 Sejalan dengan negara Eropa, maka Jepang sangat
2-4%

membatasi aplikasi landfilling. Hanya abu insinerasi saja


Reduction of
organic matter, yang boleh diurug dari sebuah landfill. Karena dalam abu
Biological treatment
aerobic/anaerobic
water
25 - 35 %
insinerasi tersebut terkonsentrasi logam berat, maka
aplikasi landfilling yang digunakan menganut landfilling
Further mechanical
Refuse derived fuel limbah B3, termasuk penggunaan closed landfill, yaitu
treatment 5-8%
Hu = 12 – 13,500 MJ/Mg seluruh penimbunan sampah dilaksanakan di dalam area
tertutup dengan menggunakan atap. Setelah dilakukan
Filter material
Methane oxidation
penutupan final yang kedap, maka struktur atap tersebut
layer kemudian dapat dipindahkan ke area atau sel lain yang
Landfill akan aktif.
25 - 40 %
TOC< 18 %

APLIKASI LANDFILL APLIKASI LANDFILL


Berdasarkan UU 18/2008, penanganan sampah di TPA yang Ada berbagai dampak merugikan yang dapat ditimbulkan
selama ini umum diterapkan di Indonesia yaitu dengan open oleh landfilling ini, yaitu:
dumping harus diubah secara keseluruhan. Bab XVI  Pencemaran air tanah yang disebabkan oleh lindi (leachate). Tidak adanya
(Peralihan) Ps 44 dari UU tersebut mengamanatkan bahwa: lapisan dasar dan tanah penutup akan menyebabkan leachate yang semakin
banyak dan akan dapat mencemari air tanah
 Pencemaran udara akibat gas, bau dan debu. Ketiadaan tanah penutup
1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan akan menyebabkan polusi udara tidak teredam. Produksi gas yang timbul dari
degradasi materi sampah akan menyebabkan bau yang tidak sedap dan juga
penutupan TPA sampah yang menggunakan sistem ditambah dengan debu yang beterbangan.
pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun  Resiko kebakaran cukup besar. Degradasi materi organik yang terdapat
terhitung sejak berlakunya UU tersebut dalam sampah akan menimbulkan gas yang mudah terbakar seperti metan.
Tanpa penanganan yang baik gas ini dapat memicu kebakaran di TPA.
Kebakaran selalu terjadi dalam lahan TPA yang menggunakan metode open
2) Pemerintah daerah harus menutup TPA sampah dumping.
 Berkembangnya berbagai vektor penyakit seperti tikus, lalat dan
yang menggunakan sistem pembuangan terbuka nyamuk. Berbagai vektor penyakit senang bersarang ditimbunan sampah
paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak karena merupakan sumber makanan mereka. Salah satu fungsi dari penutupan
berlakunya UU tersebut. sampah dengan tanah adalah mencegah tumbuh dan berkembangbiaknya
vektor penyakit tersebut.
 Berkurangnya estetika lingkungan. Karena lahan tidak dikelola secara baik,
maka dalam jangka panjang lahan tidak dapat digunakan kembali secara baik.

Langkah Kerekayasaan dalam Aplikasi  LANGKAH ENGINEERING


Landfill Karena metode landfilling sensitif terhadap terjadinya
pencemaran, khususnya akibat timbulnya lindi, maka aplikasi
landfilling membutuhkan serangkaian langkah engineering
(rekayasa), yang bersasaran mengurangi dampak tersebut,
yaitu:
1. Pemilihan site agar dampak negatif dapat dikurangi
2. Perancangan secara rakayasa sarana dan prasarana
landfill
3. Pengoperasian landfill dengan kaidah-kaidah yang
benar
4. Pemantauan sarana baik selama masa operasi,
maupun pada pasca operasi

13
PEMILIHAN LOKASI LANDFILL PEMILIHAN LOKASI LANDFILL
 Tahapan dalam proses pemilihan lokasi landrilling adalah
menentukan satu atau dua lokasi terbaik dari calon lokasi
Pemilihan Lokasi TPA
SNI 03-3241-1994 : Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah
yang dianggap potensial.

Berdasarkan SNI 03-3241-1994, secara umum pemilihan


 Dalam proses ini kriteria digunakan semaksimal mungkin
lokasi TPA sampah disusun berdasarkan 3 (tiga) tahapan,
guna proses penyaringan. Guna memudahkan evaluasi yaitu :
pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik, a) Tahap regional yang merupakan tahapan untuk
digunakan beberapa tolok ukur untuk merangkum semua menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam
penilaian dari parameter yang digunakan. wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona
kelayakan.
b) Tahap penyisihan yang merupakan tahapan untuk
 Biasanya hal ini dilakukan dengan cara pembobotan. Ada menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik di antara
beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan
beberapa metode penilaian calon lokasi yang diterapkan di pada tahap regional.
Indonesia, yang paling sederhana adalah SNI T-11-1991- c) Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan
03, khususnya untuk site di kota kecil. Metode lain lokasi tepilih sesuai dengan kebijaksanaan instansi yang
antaranya adalah Metode Le Grand berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

PEMILIHAN LOKASI LANDFILL PEMILIHAN LOKASI LANDFILL


Persyaratan umum lokasi pembuangan akhir berdasarkan
cara tersebut adalah sebagai berikut:
Pemilihan Lokasi TPA
SNI 03-3241-1994 : Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah

 Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan a. Sesuai tata ruang kota & wilayah
daerah. b. Geologi layak : sedimen berbutir sangat halus
c. Hidrogeologi : jarak ke lapisan akuifer ≥ 4 m & ke badan
 Jenis tanah kedap air.
air ≥ 100 m
 Daerah yang tidak produktif untuk pertanian. d. jarak ke lapangan terbang ≥ 1500 m (baling2) ≥ 3000 m
 Dapat dipakai minimal untuk 5 - 10 tahun. (jet)
 Tidak membahayakan/mencemarkan sumber air. e. Curah hujan kecil, kec. angin rendah, tidak ke
 Jarak dari daerah pusat pelayanan ± 10 km. permukiman;
f. jarak dari permukiman ≥ 1 km;
 Daerah yang bebas banjir.
g. Topografi : lahan kemiringan alami > 20%
h. tidak di daerah produktif & kawasan lindung/cagar alam;
i. Kemudahan operasi & penerimaan masyarakat

PEMILIHAN LOKASI LANDFILL PEMILIHAN LOKASI LANDFILL


Pemilihan Lokasi TPA Pemilihan Lokasi TPA
SNI 03-3241-1994 : Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah Sumber: Buku Saku Pedoman Pengoperasian TPA, Kementerian PU, 2013

14
PEMILIHAN LOKASI LANDFILL PEMILIHAN LOKASI LANDFILL
Pemilihan Lokasi TPA Penilaian berdasarkan Metode Le Grand digunakan untuk
menilai suatu calon lokasi, khususnya ditinjau dari sudut
Sumber: Buku Saku Pedoman Pengoperasian TPA, Kementerian PU, 2013
hidrogeologi. Terdapat 10 langkah dalam penilaian tersebut,
yaitu:
 Langkah 1: menentukan jarak horizontal antara lokasi dengan sumber air minum.
 Langkah 2: menentukan jarak vertikal (kedalaman) muka air tanah terhadap dasar
lahan urug.
 Langkah 3: menentukan kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya.
 Langkah 4: menetukan potensi pencemaran dan kemampuan sorpsi.
 Langkah 5: catatan tentang keakuratan data.
 Langkah 6: catatan tentang kondisi sekitar.
 Langkah 7: penentuan deskripsi hidrogeologi calon lokasi berdasarkan langkah 1
sampai 6
 Langkah 8: penentuan kaitan jenis limbah dengan media tanah di bawah site.
 Langkah 9: penentuan Protection of Aquifer Rating (PAR) berdasarkan langkah 7 dan
langkah 8
 Langkah 10: iterasi ulang bila terjadi perbaikan site dengan masukan teknologi

PENYIAPAN SARANA DAN PRASARANA PENYIAPAN SARANA DAN PRASARANA


Lahan di lokasi TPA yang direncanakan biasanya dibagi Sarana dan prasarana di sebuah kegiatan TPA akan terdiri
menjadi: dari:
 Lahan Efektif: merupakan bagian lahan yang digunakan a. Sarana untuk perlindungan terhadap lingkungan:
sebagai lokasi pengurugan atau penimbunan sampah.  Sistem liner dasar dan dinding yang kedap
Lahan efektif direncanakan sebesar ± 70% dari luas total  Drainase sekeling TPA dan dalam area pengurugan sampah
keseluruhan TPA  Sarana penangkap, pengumpul dan pengolah lindi
 Lahan Utilitas: merupakan bangunan atau sarana lain di  Sumur pemantau
 Ventilasi gasbio
TPA khususnya agar pengurugan dan kegiatan lainnya
 Sarana analisa air
dapat berlangsung, seperti jalan, jembatan timbang,
 Jalur hijau penyangga
bangunan kantor, hanggar, bangunan pengolah leachate,
 Pengendali vektor
bangunan pencucian kendaraan, daerah buffer (pohon-
pohon) lingkungan, dan sebagainya. Lahan utilitas b.Peralatan untuk pengoperasian:
direncanakan luasnya mencapai sekitar 30% dari lahan  Alat berat: trackloader dan bulldozer
 Stok tanah penutup
yang tersedia. Lahan utilitas ini akan mengakomodasi
 Alat transportasi lokal
berbagai sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan
 Cadangan bahan bakar
dalam pengelolaan site.
 Cadangan insektisida
 Pelataran pengurugan

PENYIAPAN SARANA DAN PRASARANA SISTEM PENGELOLAAN LINDI


 Lindi (Leachate) adalah cairan yang merembes melalui tumpukan sampah
Sarana dan prasarana di sebuah kegiatan TPA akan terdiri dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil proses
dari: dekomposisi materi sampah atau dapat pula didefinisikan sebagai limbah
cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
c. Sarana penunjang: melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk juga materi organik
 Pagar dan papan nama site hasil proses dekomposisi biologis.
 Jembatan timbang
 Secara teoritis leachate tidak akan keluar dari timbunan sampah sebelum
 Pos penjaga, kantor, garasi, rumah penjaga, gudang, kapasitas serap air dari sampah terlampaui. Kualitas dan kuantitas leachate
workshop, bengkel, tempat cuci mobil tergantung dari banyak faktor, antara lain karakteristik dan komposisi
sampah, jenis tanah penutup, iklim, kondisi kelembaban dalam timbulan
 Jalan akses dan operasi
sampah serta waktu penimbunan sampah.
 Fasilitas pengolahan selain pengurugan : daur ulang,
pengomposan, insinerasi, dan lain-lain  Tanah penutup yang baik dapat mencegah atau meminimasi air yang masuk
 Prasarana penunjang (hidrant kebakaran, reservoir kedalam lahan urug, terutama berasal dari air hujan. Penetrasi air yang
masuk merupakan sumber terbentuknya leachate yang merupakan
penampungan air, sumur pemantauan, dan lainlain). pencemar bagi lingkungan. Semakin banyak air yang masuk maka semakin
 Lahan penunjang kegiatan lain, seperti transit sampah, banyak pula leachate yang ditimbulkan dan yang harus dikelola. Secara
dsb umum leachate mengandung zat organik dan anorganik dengan konsentrasi
tinggi, terutama pada timbunan sampah yang masih baru. Oleh karena itu
dalam pengelolaan sebuah TPA yang baik tidak terlepas dari pengelolaan
leachatenya.

15
SISTEM PENGELOLAAN LINDI SISTEM PENGELOLAAN LINDI
 Gambar berikut merupakan skema umum dalam
memprediksi timbulan lindi. Beberapa perangkat lunak
tersedia di pasar untuk mempermudah perhitungan
tersebut.

SISTEM PENGELOLAAN LINDI SISTEM PENGELOLAAN LINDI

SISTEM PENGELOLAAN LINDI SISTEM PENGELOLAAN LINDI

95 96
96

16
SISTEM PENGELOLAAN LINDI SISTEM PENGELOLAAN LINDI

97 98

SISTEM PENGELOLAAN LINDI SISTEM PENGELOLAAN LINDI

99 100
Sumber: I Made Wahyu, 2013 Sumber: I Made Wahyu, 2013

SISTEM PENGELOLAAN LINDI SISTEM PENGELOLAAN LINDI


 Untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan lindi, ada beberapa
cara yang dapat digunakan, antara lain:
 Penggunaan lapisan tanah penutup, baik lapisan tanah penutup
harian, antara, maupun akhir.
 Pemakaian lapisan dasar/liner untuk mencegah lindi berinfiltrasi ke
air tanah.
 Penyediaan sarana pengolah lindi yang dihasilkan, termasuk di
antaranya pemasangan saluran lindi di lapisan dasar, pembangunan
saluran drainase, dan penerapan pengolah lindi. Pengolah lindi yang
banyak digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah kontak
stabilisasi, kolam oksidasi, yang dipilih berdasarkan kesederhanaan
serta tersedianya sinar matahari.

 Pengadaan sistem pengolahan leachate sangat diperlukan untuk


mengurangi beban pencemaran terhadap badan air penerima. Lindi yang
telah terkumpul diolah terlebih dahulu sehingga mencapai standar aman
untuk kemudian dibuang ke dalam badan air penerima. Diharapkan setelah
dilakukan pengolahan tidak terjadi pencemaran terhadap lingkungan sekitar,
baik terhadap sungai maupun air tanah. Masalah yang dihadapi adalah
bahwa debit lindi yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi.
101
Sumber: I Made Wahyu, 2013

17
SISTEM PENGELOLAAN GAS SISTEM PENGELOLAAN GAS
 Dekomposisi sampah, khususnya zat organik dalam kondisi anaerobik  Sebelum dimanfaatkan, gas bio harus melalui proses pemurnian agar
mengakibatkan produksi gas. Gas bio adalah gas yang dihasilkan dari proses didapatkan hasil yang memuaskan. Proses pemurnian ini mempunyai
penguraian materi organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob. sasaran untuk menghilangkan uap air dalam gas, dan memisahkan gas-gas
yang tidak diinginkan. Selain memiliki nilai ekonomis untuk menghemat
 Gas-gas yang dihasilkan dari proses penguraian antara lain gas metan (CH4), pemakaian bahan bakar utama, pemanfaatan gas bio pada insinerator dari
karbondioksida (CO2), uap air (H2O), gas nitrogen (N2), dan lain-lain. penelitian yang ada ternyata dapat juga mengurangi potensi terjadinya
pencemaran udara pada proses insinerasi.
 Dalam perencanaan suatu landfill, pembentukan gas perlu diperhatikan. Metan
merupakan gas yang eksplosif, dapat meledak jika terkonsentrasi hingga 5  Aplikasi penangkapan gas bio dari suatu landfill bersasaran ganda, yaitu
sampai 15% di udara. Karbondioksida dapat menjadi penyebab peningkatan untuk mengontrol emisi gas-gas yang terbuang dan untuk memanfaatkan
mineral pada air tanah serta membentuk asam karbonik. biogas yang dihasilkan. Sistem penangkapan gas bio terdiri atas 3
(tiga)jenis, yaitu: sistem horizontal, sistem vertikal, dan sistem gabungan
 Untuk menghilangkan pengaruh negatif yang ditimbulkan maka perlu horizontal dan vertikal.
pengelolaan gas bio yang dihasilkan oleh landfill. Gas bio ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pembantu. Produksi gas metan dapat diperkirakan secara
stoichiometri.

 Kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme,


khususnya bakteri metanogene, antara lain : pH (optimum 6,6-7,6), temperatur
(optimum 35-55ºC), kandungan air (optimum 45-60%), dan ketersediaan
makro-mikro nutrisi yang dibutuhkan (ratio C/N antara 35-40).

SISTEM PENGELOLAAN GAS SISTEM PENGELOLAAN GAS

Sumber: I Made Wahyu, 2010

SISTEM PENGELOLAAN GAS SISTEM PENGELOLAAN GAS

18
SISTEM PENGELOLAAN GAS SISTEM PENGELOLAAN GAS
Efek Pencemaran Global Kontribusi terhadap
Emissi emisi gas rumah
kaca

90 kg Methane 1900 kg CO2


landfilling equivalent
1 ton of MSW

5 kg Methane 105 kg CO2


equivalent
composting

300 kg CO2
300 kg CO2 fossil
equivalent
incineration

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA


 Lahan yang tersedia di sebuah TPA tidak semua dapat digunakan untuk  Jarak yang dipersyaratkan antara dasar landfill dengan muka air tanah
pengurugan atau penimbunan sampah. Prasarana lain perlu adalah 3,0 meter atau lebih, sehingga memungkinkan adanya zone
dipertimbangkan seperti : area pengolah lindi, jalan akses dan operasi, jalur penyangga dari tanah tersebut andaikata lindi dari sampah di atasnya
hijau/area penyangga, dan sebagainya. merembes ke bawah. Lapisan tersebut harus mempunyai kelulusan
minimum sebesar 10-6 cm/detik, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif
 Diperkirakan sekitar 20-30 % dari luas lahan yang ada akan terpakai untuk lama bagi lindi tersebut untuk mencapai air tanah.
kebutuhan tersebut, di luar kebutuhan untuk pengurugan dan penimbunan.
Pengupasan dinding dan dasar lahan jelas akan menambah kapasitasnya di  Struktur geologi (litologi) perlu mendapat perhatian. Pengupasan yang tidak
samping akan diperoleh tanah penutup. disertai data lapangan akan mengakibatkan masalah misalnya:
 Terdapatnya lapisan yang sulit untuk dikupas.
 Namun pengupasan tanah dasar memerlukan kehati-hatian. Beberapa  Terdapatnya lapisan yang tidak diinginkan.
pertimbangan yang membutuhkan observasi lapangan terlebih dahulu guna
menentukan seberapa dalam dasar sebuah TPA boleh dikupas, adalah muka
air tanah, struktur geologi, dan kemampuan pengelola untuk melaksanakan.

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA

SOP wajib tersedia !

Pengurugan pada Bidang Kerja

Illustrasi Pengurugan Sel per Sel
(sumber gambar : draft pedoman OP bidang persampahan, 2009)

19
PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA
Pengurugan pada Bidang Kerja Pembagian Area Efektif Pengurugan

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA


Pengurugan pada Bidang Kerja Aplikasi Tanah Penutup
Jenis Lapisan Penutup Keterangan
Lapisan Penutup Harian Digunakan pada setiap hari akhir operasi. Lapisan ini mempunyai fungsi untuk
(Daily Cover) kontrol kelembaban sampah, mencegah tersebarnya sampah, mencegah
timbulnya bau, mencegah pertumbuhan binatang/vektor penyakit dan
mencegah kebakaran. Ketebalan lapisan adalah 20‐30 cm dalam keadaan padat.

Lapisan Penutup Antara Selain fungsi‐fungsi seperti lapisan harian di atas, lapisan antara ini mempunyai
(Intermediate Cover) fungsi lain yaitu : sebagai kontrol terhadap pembentukan gas akibat proses
dekomposisi sampah yang memungkinkan pencegahan kebakaran; dan
pelintasan kendaraan di atasnya.
Lapisan ini mempunyai ketebalan antara 30 cm ‐ 50 cm dalam keadaan padat.
Lapisan ini dilakukan setelah tiga lapis sel harian. Lapisan antara ini dapat
dibiarkan selama 1/2 sampai 1 tahun.
Lapisan Penutup Akhir  Merupakan penutupan tanah terakhir setelah kapasitas terpenuhi. Ketebalan
(Final Cover) minimum yang disyaratkan adalah 50 cm dalam keadaan padat. Tanah penutup
akhir ini juga akan berfungsi sebagai tempat dari akar tumbuhan penutup.

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA


Pengurugan pada Bidang Kerja LUT & LUS Pengurugan pada Bidang Kerja

20
PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA
Pengurugan pada Bidang Kerja

122

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA


Pemeliharaan Peralatan DU/Pengomposan Sampah di TPA

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA


 Di atas kertas memang tidak ada masalah untuk mengupas lahan rencana  Oleh karena pengukuran timbulan sampah yang diterapkan di Indonesia
sampai kedalaman berapapun, namun kenyataan di lapangan mungkin akan adalah dengan. satuan volume (basah), maka pengukuran ini
berbeda terutama bila pengelola TPA tidak disiapkan untuk itu, misalnya membutuhkan dibedakannya kepadatan (bulk density) sampah dalam
tidak tersedianya alat berat untuk melaksanakannya. berbagai keadaan.

 Kepadatan sampah pada bak sampah di rumah adalah tidak sama dengan
 Keuntungan lain yang diperoleh dengan pengupasan dasar adalah
kepadatan sampah di gerobak (yang kadangkala diperpadat dengan
tersedianya slope dasar dengan besar dan arah kemiringan yang diinginkan,
penginjakan oleh petugas).
sehingga memudahkan pengelolaan lindi. Konsekuensinya, pengupasan
yang kurang sistematis akan mengubah rancangan dari dasar landfill  Selanjutnya, kepadatan pada alat transportasi akan ditentukan oleh jenis
sehingga dapat menimbulkan masalah dalam mengalirkan lindi. Ketinggian truk dan mekanisme pemadatannya.
maksimum timbunan sampah akan menentukan lanskap akhir dari landfill
tersebut kelak.  Demikian pula kepadatan di urugan akan ditentukan oleh aplikasi alat berat
serta jenisnya. Secara teoritis, kepadatan sampah di suatu tempat akan
 Tentunya diinginkan sebuah landfill yang bila telah ditutup akan menyatu tergantung pada ketinggian sampah tersebut. Dengan demikian estimasi
dengan lingkungannya serta sesuai dengan fungsinya. Di samping itu. kebutuhan site landfilling yang langsung dihitung dari timbulan di sumber
ketinggian maksimum juga hendaknya mempertimbangkan kemampuan akan menghasilkan prakiraan yang berlebihan bila landfill tersebut
operasi penimbunan sampah serta kestabilan dari timbunan tersebut. dioperasikan secara lapis per lapis dan dipadatkan dengan alat berat.
Grading final dari sebuah landfill tidak ditentukan secara sembarang, namun
 Secara praktis kepadatan di urugan dapat dihitung berdasarkan angka 0,60-
hendaknya dirancang dari awal disesuaikan dengan kondisi lanskap
0,65 ton/m3. Sedang kepadatan sampah di truk pengangkut sekitar 0,30-
sekitarnya atau kegunaan lahan tersebut setelah pasca operasi.
0,35 ton/m3.

21
PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA
 Ketersediaan tanah penutup memegang peranan sangat penting agar  Penelitian di pilot skala kecil di TPA Bogor menghasilkan angka sekitar 15-
landfilling tersebut dapat beroperasi secara baik. 20 %. Angka ini akan mengecil lagi pada lahan urug terkendali yang
mengaplikasikan tanah penutup tidak setiap hari.
 Biasanya sebuah landfill yang dirancang secara baik akhimya menjadi open
dumping akibat masalah tanah penutup yang tidak diterapkan karena  Penanganan sampah yang baik di area penimbunan akan meningkatkan
berbagai alasan. masa layan lahan. Pembagian lahan menjadi beberapa area kerja akan
memudahkan dalam pengelolaan lahan secara keseluruhan, di samping
 Pengamatan di landfill TPA Sukamiskin pada tahun pertama aplikasi lahan- dapat mendata jumlah dan jenis sampah yang masuk ke dalam area kerja
urug saniter dengan tanah penutup harian menghasilkan rasio tanah tersebut. Peranan pengurugan, penyebaran, dan pemadatan sampah secara
penutup antara 19-31 % dari volume sampah yang masuk (untuk kapasitas lapis per lapis akan menambah kepadatan sampah dibandingkan bila
operasi 500-1000 m3 per hari). dilakukan sekaligus sampai ketinggian tertentu. Di samping itu, aplikasi
timbunan sampah semacam itu akan memungkinkan berlangsungnya fase
aerobik yang lebih lama, sehingga akan mempercepat stabilitas sampah.
 Tambah tinggi kapasitas operasi, tambah kecil rasio tersebut. Angka
tersebut masih terlalu tinggi mengingat di sektor inilah biaya operasi sebuah
TPA banyak terserap.  Penelitian pada timbunan sampah setinggi 2,0 meter yang ditutup tanah
penutup setebal 20 cm terungkap bahwa timbunan tersebut akan tetap
memungkinkan fase aerobik yang ditandai dengan panas timbunan di
sekitar 500oC. Konsep timbunan aerobik tersebut sebetulnya dapat pula
dikembangkan lebih jauh misalnya dengan mengatur agar suatu timbunan
sampah dibiarkan sampai sekitar 10-15 hari sebelum di atasnya ditimbun
sampah baru.

PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA PENGOPERASIAN LANDFILL DI TPA


 Adanya penurunan permukaan (settlement) timbunan sampah, baik secara  Masalah ketersediaan liner dan tanah penutup merupakan kendala yang
mekanis maupun biologis, akan menambah kapasitas lahan sehingga berkaitan dengan biaya OM.
memperlama masa layan.
 Tanah penutup antara lain efektif untuk mencegah adanya lalat. Penelitian
 Namun sebaiknya asumsi settlement karena proses biologis tidak yang dilaksanakan di Bogor menunjukkan bahwa populasi lalat akan turun
diperhitungkan dalam perancangan, karena: dengan sendirinya di timbunan yang telah berumur lebih dari 7 hari. Oleh
 Degradasi yang terjadi belurn tentu diikuti oleh settlement. karena itu, bila dalam sebuah lahan-urug belum dapat mensyaratkan
 Andaikata terjadi akan mernbutuhkan waktu yang sulit diukur,
aplikasi tanah penutup harian, maka paling tidak aplikasi tanah penutup
Penelitlan sekala pilot menunjukkan bahwa settlement mekanis dilaksanakan setidak-tidaknya sebelum 5 hari.
maksimum adalah sebesar 15-25% dari tinggi awal, yang terjadi pada
minggu pertama. Penurunan ini terjadi akibat konsolidasi sampah.  Berbeda halnya dengan liner, maka tanah penutup disarankan untuk tidak
Setelah itu tinggi permukaan landfill relatif stabil. terlalu kedap agar proses penguraian sampah secara aerobik masih bisa
 Pemadatan sampah di timbunan dengan mengandalkan alat berat berlangsung dengan baik pada sel timbunan teratas. Nilai kelulusan antara
dozer atau loader yang biasa digunakan di TPA Indonesia akan 10-4 sampal 10-5 cm/det cukup baik untuk itu.
menghasilkan kepadatan timbunan sampai 0,70 ton/m3.
 Di samping itu agar tanah penutup tidak retak pada saat panas, maka
Indeks Plastisitas (IP) tanah yang baik adalah lebih kecil dari 40%. Bila
tidak, maka sebaiknya tanah tersebut dicampur dengan tanah tertentu
(seperti pasir) agar memperkecil IP tersebut.

PEMANTAUAN DAN PEMANFAATAN LAHAN


PEMANTAUAN DAN PEMANFAATAN LAHAN PASCA OPERASI
PASCA OPERASI
 Selama pengoperasian, perlu dilakukan pemantauan terus menerus,
khususnya terhadap kualitas sampah yang masuk, kuantitasi kualitas lindi
yang dihasilkan, kualitas lindi hasil pengolahan, kuantitas dan kualitas
gasbio dan penyebarannya, kualitas lingkungan lainnya sekitar lokasi TPA,
khususnya masalah bau, air tanah dan sumur-sumur penduduk, air sungai,
kemungkinan terjadinya longsor, dsb.

 Pemantauan juga perlu dilaksanakan setela pasca operasi, paling tidak


selama 10 tahun terhadap leachate, gasbio dan settelement.

 Lahan TPA setelah pengoperasian akan berupa suatu areal kosong yang
cukup luas. Keberadaan area ini dapat difungsikan menjadi berbagai macam
kegunaan, diantaranya area rekreasi, taman, lahan penghijauan, lahan
pertanian atau perkebunan, fasilitas komersial.

 Operasi penambangan kembali sampah yang sudah tua dalam urugan


(landfill mining) untuk diolah dijadikan kompos, dan tanah penutup juga
sudah banyak diterapkan sehingga lahannya dapat dijadikan lahan TPA lagi.

Sumber: Enri Damanhuri, 2008

22
PEMANTAUAN DAN PEMANFAATAN LAHAN PEMANTAUAN DAN PEMANFAATAN LAHAN
PASCA OPERASI PASCA OPERASI

Sumber: I Made Wahyu W., 2013

TPA Sampah Kota di Indonesia TPA Sampah Kota di Indonesia


 Sampah perkotaan akan tetap merupakan salah satu persoalan yang rumit  Masyarakat luas di lndonesia agaknya sampai sekarang masih menganggap
yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana dan sebuah TPA yang aktivitas utamanya adalah landfilling selalu identik dengan
prasarana perkotaannya. Di samping persoalan bagaimana menyingkirkan open dumping, sehingga metode yang lebih baik, semacam sanitary landfill
sampah secara baik agar kota tersebut menjadi bersih dan tidak akan dicurigai sebagai open dumping. Hal ini tidak mengherankan, karena
mengganggu lingkungan, namun pula bagaimana daerah yang kebetulan sampai saat ini masih banyak pengelola persampahan yang menganggap
terpilih untuk lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) tidak mengalami bahwa sebuah TPA hanyalah sekedar tempat untuk menyingkirkan sampah
degradasi kualitas lingkungan akibat adanya TPA tersebut. agar kotanya menjadi bersih.

 Kegiatan umum yang dilaksanakan di sebuah TPA adalah pengurugan atau  Banyak dijumpai bahwa sebuah TPA hanya dioperasikan oleh seorang sopir
penimbunan sampah di lahan yang tersedia. bulldozer, atau hanya mengandalkan sopir truk sampah dalam menuang
sampahnya. Tidak terdapat rencana pengelolaan lahan yang baik dan
 Untuk mendapatkan lokasi TPA yang cocok dari sudut biaya dan teknis sistematis agar TPA tersebut bisa berfungsi dengan baik dan tidak
memang terasa makin sulit, namun aplikasi pengurugan sampah ke dalam mengganggu Iingkungan. Alasan yang biasa terdengar adalah karena
tanah tersebut agaknya akan tetap merupakan pilihan bagi kota-kota di tingginya biaya dari sebuah TPA yang baik. Kontrol terhadap aplikasi inipun
Indonesia pada masa mendatang. Di samping alasan bahwa landfilling masih sangat lemah. Tidak jarang dijumpai, bahwa sebuah TPA sampah
adalah relatif mudah, luwes, dan murah, maka alasan lainnya adalah bahwa kota menerima buangan industri, atau bahkan dari jenis limbah B-3 yang
cara ini dianggap tuntas dalam menangani sampah. berkatagori infectious misalnya dari rumah sakit, yang tentunya akan dapat
mendatangkan dampak yang tidak diinginkan.

TPA Sampah Kota di Indonesia TPA Sampah Kota di Indonesia


 Sebuah TPA yang telah dirancang dan disiapkan sebagai lahan-urug saniter  Pilihan lain yang saat ini banyak menarik perhatian adalah mengaitkan
akan dengan mudah berubah menjadi sebuah open dumping bila pengelola pengelolaan sampah yang berada di TPA dengan mekanisme pembangunan
TPA tersebut tidak secara konsekuen menerapkan aturan-aturan yang bersih, atau dikenal sebagai clean mechanisme development (CDM) yang
berlaku. dikaitkan dengan Kyoto Protocol dalam upaya global mereduksi emisi gas
rumah kaca. Indonesia telah meratifikasi protocol ini sehingga dapat
 TPA tersebut akan menjadi semrawut, bau, berasap, dan lindinya menyebar memanfaatkan peluang ‘perdagangan’ karbon yang saling menguntungkan.
ke arah yang tidak diinginkan. Pencemaran sumber air minum penduduk
sekitarnya oleh lindi merupakan salah satu masalah yang paling serius  Prinsip umum dalam CDM adalah, negara-negara industri yang termasuk
dalam aplikasi pengurugan sampah ke dalam tanah. dalam negara ‘Annex’ dari protokol tersebut mempunyai komitmen
pengurangan emisi CO2 di negara masing-masing. Namun penurunan CO2
 Pada awal tahun 1990-an metode transisi yaitu lahan-urug terkendali berarti akan terkait dengan upaya peningkatan efisiensi industri di negara
(controlled landfill) diperkenalkan oleh Dept PU terutama untuk kota-kota tersebut atau melalui pengurangan aktivitas ekonomi yang mungkin sulit
kecil dan sedang, antara lain dengan menunda kriteria waktu penutupan dilakukan. Oleh karenanya, negara berkembang yang meratifikasi protokol
harian menjadi 5 – 7 hari sesuai dengan siklus lalat. Tetapi ternyata sampai tersebut dapat melaksanakan penurunan emisi gas rumah kaca di
saat ini metode inipun tetap dianggap mahal oleh pengelola kota atau negaranya, yang dapat ‘dijual’ kepada negara industri tersebut.
pengelola persampahan.

23
TPA Sampah Kota di Indonesia TPA Sampah Kota di Indonesia
 Salah satu kegiatan yang dianggap berpotensi dalam upaya tersebut adalah
bila gas metan yang dihasilkan di sebuah TPA tidak dibiarkan terlepas tanpa
kontrol ke udara bebas.

 Dengan perbaikan TPA dan pemasangan sistem penangkap gas, maka gas
bio yang dihasilkan akan dapat diarahkan untuk dimanfaatkan, atau paling
tidak melalui pembakaran sehingga terkonversi menjadi CO2. Gas CH4
dikenal mempunyai potensi gas rumah kaca 21 kali dibandingkan CO2.

 Banyaknya CH4 yang dapat dikonversi menjadi CO2 inilah yang di ‘hargai’
dengan harga tertentu oleh negara pembeli. Tentu saja, proses ini
membutuhkan sebuah mekanisme verifikasi yang panjang untuk sampai
pada kesepakatan perdagangan CO2 tersebut.

 Secara finansial, bila ‘perdagangan’ emisi gas rumah kaca ini akhirnya
disepakati oleh pembeli, maka untuk setiap ton ekivalen CO2 tersebut akan
mendapatkan kompensasi, yang menurut perhitungan akan dapat menutup
biaya operasional TPA tersebut, disamping adanya keuntungan bagi
investor/operator yang melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan
kaidah bisnis komersial biasa.

TPA Sampah
Pendahuluan  Kota di Indonesia
Permasalahan Sampah TPA Sampah Kota di Indonesia

Potret TPA
di Indonesia

Bencana Landfill di Indonesia


Jangan sampai terulang ..... KONSEP SUSTAINABLE LANDFILL
Perlu perubahan...

TPA LEUWIGAJAH

24
Teknologi
Pemrosesan Akhir

References
o UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
o PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
o Damanhuri, E. Padmi, T, Diktat Kuliah Pengelolaan
Sampah, 2010
o Tchobanoglous,”Solid Waste Management” John Wiley &
Sons
o Diseminasi Permen PU 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan
Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga
o Diseminasidan sosialisasi Keteknikan Bidang PLP:
Persampahan, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU
o Bimbingan Teknis Balai Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi,
Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU, 2014
o Dokumentasi Pribadi I Made Wahyu Widyarsana.

25

Anda mungkin juga menyukai