Anda di halaman 1dari 15

FRAKTUR JARI

(Finger Tip Injury)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Price and
Wilson, 1995).
Fraktur adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial (Rasjad, 2003).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2001).
Fraktur femur-tibia-fibula adalah terputusnya kontinuitas tulang femur,
tibia, dan fibula.
2. Etiologi
Corwin dalam Ilham (2008) menyebutkan beberapa penyebab fraktur
diantaranya:
a. Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
3. Klasifikasi
a. Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak mempuyai hubungan dengan dunia
luar.
2. Fraktur terbuka : Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak
Tipe I: luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, terdapat sedikit kerusakan
jaringan & tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada
jaringan lunak.
Tipe II: Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan
yang hebat.
Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,
kulit & struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat
Tipe IIIa: jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat. Fraktur bersifat
segmental atau kominutif yang hebat.
Tipe IIIb: fraktur disertai trauma hebat dengan kerusakan &
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost,
tulang terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur
kominutif yang hebat.
Tipe IIIc: fraktur terbuka disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat
kerusakan jaringan lunak (Rasjad, 2003)
b. Klasifikasi jenis khusus fraktur:
a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkok.
b. Tranversal: Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
d. Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
e. Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit pegel, tumor)
i. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada
perlekatannya
j. Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya (Smeltzer and Bare, 2001).
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit (Smeltzer and Bare,
2001).
5. Proses Penyembuhan Tulang
a. Inflamasi. Tubuh mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera lain
di tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan
terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Tempat cedera
kemudian akan diinvasi oleh makrofag yang akan membersihkan daerah
tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan & nyeri.
b. Proliferasi sel. Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi osteoblast & fibroblast. Fibroblast &
osteoblast akan menghasilkan matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrus & tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang
oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang tetapi gerakan yang
berlebihan akan merusak struktur kalus.
c. Pembentukan kalus. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah telah terhubungkan. Fragmen
tulang dihubungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan & tulang serat
imatur. Perlu waktu 3 smpai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus.
d. Osifikasi. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai
3 minggu melalui proses penulangan endokondral.Pada patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan proses 3-4 bulan.
e. Remodelling. Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan
jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelumnya (Smeltzer and Bare, 2001).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
(Doenges dalam Ilham, 2008).
7. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya
adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis
kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang
gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama
tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan
cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah (Ilham, 2008),
8. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak
2) Sindrom emboli lemak
Globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan
oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak yang bergabung
dengan trombosit membentuk emboli yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil

3) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Ini dapat disebabkan
karena (1) penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat, atau
(2) peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan.
4) KID
Koagulopati intravaskuler diseminata meliputi sekelompok kelainan
perdarahan dengan manifestasi ekimosis, perdarahan tak terduga setelah
pembedahan, perdarahan dari membran mukosa, tempat tusukan jarum
infuse, saluran gastrointestinal & kemih (Smeltzer and Bare, 2001)..
b. Komplikasi Lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal dan mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi fragmen tulang. Tidak adanya penyatuan terjadi karena kegagalan
penyatuan ujung-ujung tulang.Faktor yang berperan dalam masalah
penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur, interposisi jaringan di
antara ujung-ujung tulang, imobilisasi dan manipulasi yang tidak memadai
yang menghentikan pembentukan kalus, jarak yang terlalu jauh antara
fragmen tulang, kontak tulang yang terbatas, dan asupan darah yang
menyebabkan nekrosis avaskuler.
2) Nekrosis Avaskuler Tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
Dapat terjadi setelah fraktur atau dislokasi
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indicator utama telah terjadinya
masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis (pemasangan &
stabilisasi yang tidak memadai), alat yang cacat atau rusak, berkaratnya alat
yang menyebabkan inflamasi lokal, respon alergi terhadap campuran
logam(Smeltzer and Bare, 2001).
Penyimpangan KDM Fraktur

Spontan Degenerasi trauma Kondisi patologis

Kegagalan tulang menahan tekanan


Risiko trauma Kerusakan Kerusakan integritas kulit
integritas tulang
Fraktur Fraktur terbuka

Pintu masuk bakteri


Mengaktivasi respon peradangan ( pelepasan
mediator kimia oleh mast sel: Bradikinin,
Kurang Mengenal sumber Perubahan
histamin, prostaglandin)
informasi ttg prognosis dan status kesehatan
kondisinya Resiko infeksi

↑permeabilitas kapiler Menstimulasi nosisseptor


Kurang pengetahuan
tentang kondisi,
↓ tekanan kapiler Mekanisme nyeri (transduksi,
prognosis &
Transmisi, modulasi, persepsi)
pengobatan
Globula lemak masuk ke dalam darah &
bergabung dengan trombosit menjadi trombus Nyeri

↓ aliran darah ke perifer Menyumbat aliran darah ke paru-paru Ketidaknyamanan dlm gerak/
mobilisasi

Risiko disfungsi neurovaskuler Risiko gangguan pertukaran gas Kerusakan mobilitas


perifer fisik
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Data Dasar
1) Aktivitas / istirahat
Tanda: Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(perkembangan sekunder dari jaringan yang bengkak/nyeri)
2) Sirkulasi
Tanda: Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stress , hipovolemi)
Penurunan nadi pada distal yang cidera, pengisian kapiler
lambat, pusat pada bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi yang cidera
3) Neurosensori
Gejala: Hilang gerakan / sensasi, spasme otot
Kebas / kesemutan (parestesia)
Tanda: Deformitas lokal, pemendekan, rotasi
4) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot
merupakan penyebab nyeri di rasakan
5) Keamanan
Tanda: Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
Pembengkakan lokal
6) Pengetahuan
Kurangnya pemajanan informasi tentang penyakit, prognosis dan
pengobatan serta perawatannya.
2. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang/ jaringan lanjut
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Membeikan informasi ttg kondisi dan kebutuhan pengobatan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko cedera b.d. kehilangan integritas tulang
b. Nyeri b.d.cedera jaringan lunak
c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b.d. pembentukan trombus
d. Risiko kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan aliran darah: emboli
lemak
e. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler:
nyeri/ketidaknyamanan
f. Kerusakan integritas kulit b.d. fraktur terbuka, pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup, imobilisasi fisik
g. Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit,
trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan
4. Intervensi
a. Risiko cedera b.d. kehilangan integritas tulang
Kriteria Hasil: Mempertahankan stabilisasi & posisi fraktur
Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas
pada sisi fraktur
Menunjukkan pembentukan kalus/menunjukkan penyatuan
fraktur dengan tepat
Intervensi:
1. Pertahankan tirah baring sesuai indikasi. Rasional: meningkatkan
stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi, penyembuhan
2. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut. Rasional: mencegah
gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi.
3. Kolaborasi: kaji ulang foto/evaluasi. Rasional: Memberikan bukti visual
adanya pembentukan kalus/proses penyembuhan
b. Nyeri b.d.cedera jaringan lunak
Kriteria hasil: Menyatakan nyeri hilang
Menunjukkan tindakan santai mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi:
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat. Rasional: menghilangkan nyeri & mencegah kesalahan posisi
tulang/tegangan jaringan yang cedera
2. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi & karakteristik termasuk
intensitas. Rasional: mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan
intervensi.
3. Jelaskan prosedur sebelum dimulai. Rasional: memungkinkan pasien
untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam
mengontrol tingkat kenyamanan.
4. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, misalnya perubahan posisi.
Rasional: meningkatkan sirkulasi umum; menurunkan aea tekanan lokal
& kelelahan otot.
5. Dorong menggunakan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik. Rasional:
meningkatkan rasa kontrol & kemampuan koping dalam manajemen
nyeri.
6. Kolaborasi: berikan/awasi analgesik yang dikontrol pasien (ADP) bila
indikasi. Rasional: Pemberian rutin ADP mempertahankan kadar
analgesik darah adekuat.
c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b.d. pembentukan trombus
Kriteria hasil: Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya
nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, tanda vital stabil,
haluaran urine adekuat.
Intervensi
1. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional: Warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial. Sianosis
diduga gangguan vena. Kembalinya warna harus cepat.
2. Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali
dikontraindikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom kompartemen.
Rasional: meningkatkan drainase vena. Adanya peningkatanan tekanan
kompartemen, peninggian ekstremitas secara nyata menghalangi aliran
arteri, menurunkan perfusi.
3. Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari. Rasional: meningkatkan
sirkulasi & menurunkan pengumpulan darah.
4. Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umu, kulit
dingin, perubahan mental. Rasional: ketidakadekuatan volume sirkulasi
akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
5. Kolaborasi: Awasi Hb. Rasional: membantu dalam kalkulasi kehilangan
darah & membutuhkan keefektifan terapi penggantian.
d. Risiko kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan aliran darah: emboli lemak
Kriteria hasil: Mempertahankan fungsi pernapasan adekuat, dibuktikan oleh
adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernapasan dalam batas
normal
Intervensi
1. Awasi frekuensi pernapasan & upayanya. Perhatikan penggunaan otot
bantu, retraksi. Rasional: Takipnea, dispnea mungkin hanya indikator
tanda terjadinya emboli paru pada tahap awal.
2. Auskultasi bunyi napas, perhatikan ketidaksamaan, bunyi hiperresonans,
ronki, mengi. Rasional: adanya bunyi tambahan menunjukkan terjadinya
komplikasi pernapasan.
3. Instruksikan dan bantu napas dalam. Rasional: meningkatkan ventilasi
alveolar & perfusi.
e. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler:
nyeri/ketidaknyamanan
Kriteria hasil: Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin
Mempertahankan posisi fungsional
Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
Menunjukkan teknik yang memapukan melakukan aktivitas
Intervensi
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan &
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi. Rasional: pasien
mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keerbatasan fisik aktual.
2. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak psien/aktif pada
ekstremitas yang sakit & tidak sakit. Rasional: meningkatkan aliran darah
ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak
sendi, mencegah atrofi, resorpsi kalsium karena tidak digunakan.
3. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tidak
sakit. Rasional: kontraksi isometrik tanpa menekuk sendi atau
menggerakkan tungkai dapat membantu mempertahankan kekuatan dan
massa otot. Latihan ini dikontraindikasikan pada perdarahan dan edema.
4. Berikan papan kaki, bebat pergelangan yang sesuai. Rasional: berguna
dalam mempertahankan posisi fungsional.
f. Kerusakan integritas kulit b.d. fraktur terbuka, pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup, imobilisasi fisik
Kriteria hasil: Menunjukkan perilau/teknik utuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan
lesi terjadi

Intervensi:
1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainase. Rasional: memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan
masalah yang mungkin disebabkan oleh pemasangan bebat.
2. Tempatkan bantalan air/batalan lain bawah tumit sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko kerusakan
kulit
3. Balik pasien dengans sering untuk untuk melibatkan sisi yang tidak sakit.
Rasional: meminimalkan tekanan pada kulit.
g. Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit,
trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen, atau eritema, demam.
Intervensi
1. Observasi luka, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang
tidak enak/asam. Rasional: tanda perkiraan infeksi gas gangren
2. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema
lokal/eritema ekstremitas cedera. Rasional: dapat mengindikasikan
adanya osteomielitis.
3. Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium, seperti hitung darah
lengkap, LED. Rasional: anemia dapat terjadi pada osteomielitis,
leukositosis biasanya ada dengan proses infeksi. LED meningkat pada
osteomielitis.
4. Kolaborasi: berikan antibiotik sesuai indikasi. Antibiotik spektrumluas
dapat digunakan sebagai profilaksis atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
1. Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang. Rasional:
memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi.
2. Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri
dan yang memerlukan bantuan. Rasional: penyusunan aktivitas sekitar
kebutuhan dan memerlukan bantuan.
3. Identifikasi tanda-tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis,
contoh nyeri berat, demam/menggigil, bau tak enak, perubahan sensasi,
pembengkakan, paralisis, ujung jari putih/dingin. Rasional intervensi
cepat dapat menurunkan beratna komplikasi seperti infeksi dan
gangguan sirkulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta. EGC.


Ilham. (2012). Kondas Fraktur Tibia Fibula. (online).
(http://www.healthreference-ilham.blogspot.com, diakses 26 Februari
2012.

Price Sylvia, A (2006), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid


2 . Edisi 6. Jakara. EGC.
Rasjad, Chairuddin. (2003). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar. Bintang
Lamumpatue.
Smeltzer Suzanne, C (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Edisi
8. Vol 3. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai