Anda di halaman 1dari 11

METAKOGNISI: SUATU RINGKASAN KAJIAN

Oleh
Prof. Dr. AD. Corebima

ARTI METAKOGNISI
 Kesadaran dan Kontrol terhadap proses kognitif (Eggen dan Kauchak, 1996)
 Proses mengetahui dan memonitor proses berpikir atau proses kognitif sendiri
(Arends, 1998)
 Thinking about thinking, and then employing strategies to enhance and problem
solve solutions when there is understanding failure (Henderson & Tilman, 2006)
 Thinking about thinking (Livingston, 1997). There is much debate over exactly
what metacognition is. One reason for this confusion is the fact there are several
terms currently used to describe the same basic phenomenon (e.g., self –
regulation, executive control), or an aspect of that phenomenon (e.g.,
metamemory), and these terms are often used interchangeably in the literature.
Dilain pihak dikatakan juga metacognition refers to higher order thinking which
involve active control over the cognitive processes engaged in learning. Activities
such as planning how to approach a given learning task, monitoring
comprehension, and evaluating progress toward the completion of a task are
metacognitive in nature.
 Menurut Livingston (1997), istilah metakognisi paling sering dikaitkan dengan
John Flavell (1979). Dikatakan lebih lanjut bahwa menurut John Flavell (1979),
metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognisi dan pengalaman metakognitif
atau regulasi; pengetahuan metakognisi itu mengacu kepada pengetahuan tentang
proses kognitif, dan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu pengetahuan tentang
variabel-variabel orang maupun tentang variabel-variabel tugas dan strategi.
 Metakognisi menunjuk kepada kecakapan pebelajar sadar dan memonitor proses
pembelajarannya (Peters, 2000).
 Keterampilan kognisi dan metakognisi, sekalipun berhubungan, tetapi berbeda;
keterampilan kognisi dibutuhkan untuk melaksanakan sesuatu tugas, sedangkan
keterampilan metakognisi diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu
dilaksanakan (Rivers, 2001 dan Schraw, 1998).

1
 Cognition about cognition (Flavel, 1985 dalam Howard, 2004). Dinyatakan lebih
lanjut bahwa ada tiga perangkat keterampilan yang terlibat pada metakognisi;
ketiga perangkat keterampilan itu adalah keterampilan memahami strategi, atau
sumber apa, dsb., yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu tugas, keterampilan
mengetahui bagaimana menggunakan strategi, atau sumber dsb. itu, serta
keterampilan mengetahui kapan penggunaan strategi, atau sumber, dsb itu.
 Individual knowledge of the states and processes of their own mind and/or their
ability to control or modify these states and processes (Gavelek dan Raphael,
1985).
 Thinking about thinking, knowing” what we know” and “ what we don’t know”.
(Blakey dkk, 1990). Learning how to learn, developing a repertoire of thinking
processes which can be applied to solve problems, is a major goal of education.
 People’s awareness of their own cognitive machinery and how the machinery
works (Woolfolk, 1993).
 Pengetahuan tentang belajarnya sendiri; tentang bagaimana ia belajar dan
bagaimana ia memantau cara belajar yang dilakukannya (Flavell, Gardner dan
Alexander dalam Slavin. 1997)
 Keterampilan metacognititif pada umumnya dibagi menjadi dua tipe yaitu self-
assesmen atau kecakapan mengasses kognisi sendiri dan self-management atau
kecakapan mengelola perkembangan kognitif sendiri lebih lanjut (Rivers, 2001).

HUBUNGAN ANTARA METAKOGNISI DENGAN BERPIKIR TINGGI DAN


BERPIKIR KRITIS

Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa berpikir tinggi dan berpikir kritis
mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik khusus,
kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol
terhadap proses kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap serta pembawaan. Bagan
hubungan itu ditunjukkan lebih lanjut (Gambar 1). Jelas terlihat bahwa metakognisi
bersama unsur-unsur lain tersebut mendukung berpikir tinggi dan berpikir kritis.

2
High-order
And
Critical Thinking

Deep Basic Attitudes


Understanding Metacognition And
Processes
of Specific Topics Disposition

Gambar 1
Unsur-unsur Berpikir Tinggidan Berpikir Kritis
(Eggen dan Kauchak, 1996)

MANFAAT METAKOGNISI
 Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa pengembangan kecakapan
metakognitif pada para siswa adalah suatu tujuan pendidikan yang berharga, karena
kecakapan itu dapat membantu mereka menjadi self-regulated learners. Self
regulated learner bertanggung jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri dan
mengadaptasi strategi belajarnya mencapai tuntutan tugas.
 Slavin (2000) atas dasar Butler & Winn (1995), Pressley, Harris & Marks (1992),
Presley et al., (1990), menyatakan bahwa karena keterampilan berpikir dan
keterampilan belajar adalah contoh-contoh keterampilan metakognisi, maka para
siswa dapat belajar berpikir tentang proses berpikirnya sendiri, serta menerapkan
strategi-strategi belajar khusus untuk berpikir sendiri melalui tugas yang sulit.
 Manurut Marzano (1988), manfaat metakognisi (strategi) bagi guru dan siswa
adalah menekankan monitoring diri dan tanggung jawab siswa (monitoring diri
merupakan kecakapan berpikir tinggi).
 Susantini dkk (2001) menyatakan melalui metakognisi siswa mampu menjadi
pebelajar mandiri, menumbuhkan sikap jujur dan berani melakukan kesalahan dan
akan meningkatkan hasil belajar secara nyata.
 Nickerson (1988) dalam Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan peran
metakognisi terhadap pemikiran tinggi dan pemikiran kritis sebagai berikut “The
fact that an individual has some knowledge that would be useful in a given

3
situation does not guaranted that it will be accessed and applied in that situation.
To increase the likehood that learners will apply their thinking appropriately, they
need to be aware of the thinking they’re doing”.
 Howard (2004) menyatakan bahwa keterampilan metakognitif diyakini memegang
peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman,
komunikasi, perhatian (attention), ingatan (memory) dan pemecahan masalah;
sejumlah peneliti yakin bahwa penggunaan strategi yang tidak efektif adalah salah
satu penyebab ketidak mampuan belajar (atas dasar Deskher, Ellis & Lenz, 1996).
 Block & Pressley (2002) dan Israel, Block, Kinnucan-Welsch, & Bauserman
(2005) menyatakan bahwa “ Metacognition is a powerful tool for understanding
reading processes and in proving reading comprehension, and can be used by all
teachers and in every classroom where reading occurs and comprehension is a
component of instructional outcomes”
 Livingston (1997) menyatakan bahwa metakognisi memegang salah-satu peranan
kritis (sangat penting) agar pembelajaran berhasil.
 Carr, Kurtz, Schneider, Turner & Borkowski (1989) dan Van Zile-Tamsen (1996)
berpendapat bahwa metakognisi memungkinkan para siswa memperoleh
keuntungan selama pengajaran dan mempengaruhi penggunaan maupun
pengamanan strategi kognitif.
 Paris dan King dalam Slavin (2000) menemukan bahwa penguasaan siswa lebih
baik jika mereka diajarkan bertanya kepada diri sendiri.
 Rivers (2001) dan Schraw & Dennison (1994) melaporkan bahwa menurut hasil
penelitian, para pebelajar yang terampil melakukan assesmen terhadap diri sendiri
sadar akan kemampuannya, bertindak lebih strategis dan lebih baik dibanding
mereka yang tidak terampil.
 Peters (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognisi memungkinkan para
siswa berkembang sebagai pebelajar mandiri, karena mendorong mereka menjadi
manajer atas dirinya sendiri serta menjadi penilai atas pemikiran dan
pembelajarannya sendiri.

4
STRATEGI METAKOGNISI
 Strategi metakognisi pada bagian ini adalah strategi yang digunakan siswa atau
pebelajar dalam kegiatan pembelajarannya.
 Strategi metakognisi adalah strategi yang digunakan untuk mengetahui proses
kognitif seseorang dan caranya berpikir tentang bagaimana informasi diproses
(Arends, 1998).
 Strategi metakognitif dasar adalah (Dirkes, 1985):
- menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan terdahulu,
- memilih strategi berpikir secara sengaja,
- merencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses berpikir.
 Strategi untuk mengembangkan tingkah laku metakognitif menurut Blakey,
Spence dan Sheila (1990) adalah:
- identifikasi apa yang kamu ketahui dan yang tidak kamu ketahui,
- memperbincangkan berpikir,
- membuat jurnal berpikir,
- perencanaan dan pengaturan diri,
- mewawancarai proses berpikir,
- evaluasi diri.
 Liebler (2000) melaporkan bahwa “A process used to develop and assess
metacognition is described using the example of writing”.
 Sekalipun didasarkan pada kajian yang terkait pengetahuan komputer, berikut ini
dikemukakan keterampilan-keterampilan metakognitif khusus yang perlu
ditambah (diberdayakan). Keterampilan-keterampilan itu adalah mental models
and awareness, analogical transfer, problem decomposition and organization, and
hierarchical organization (Staats dan Blum 1999)
 Ada perbedaan mendasar antara strategi kognitif dan strategi metakognitif: strategi
kognitif membantu anak mencapai sasaran melalui aktivitas yang dilakukan,
sedangkan strategi metakognitif membantu anak memberikan informasi mengenai
aktivitas atau kemajuan yang dicapai (Kompas, 12 Pebruari 2006)
 Strategi metakognitif dan strategi kognitif dapat saja tumpang tindih pada sesuatu
macam strategi yang sama, misalnya bertanya dapat dinyatakan sebagai strategi
kognitif atau strategi metakognitif, tergantung pada apa tujuan/maksud dari
bertanya itu (Livingston, 1997).

5
 Strategi kognitif digunakan untuk menolong seseorang mencapai suatu tujuan
tertentu (misalnya memahami sesuatu naskah, sedangkan dilain pihak strategi
metakognitif digunakan untuk memastikan/ meyakinkan (ensure) bahwa tujuan itu
telah dicapai (Livingston, 1997). Pengalaman-pengalaman metakognitif biasanya
mendahului atau mengikuti suatu kegiatan kognitif, dan sering muncul bilamana
kegiatan kognitif gagal.
 Seseorang anak yang sudah memiliki strategi metakognitif akan lebih cepat
menjadi anak mandiri (Kompas, 12 Pebruari 2006). Dikatakan lebih lanjut anak
yang sudah mendiri dapat mengatur diri sendiri, lebih aktif berusaha
mengembangkan diri dan menentukan tujuan; juga mampu memotivasi diri serta
berusaha mencapai tujuan dengan strategi yang telah direncanakan sebelumnya,
dan dengan kemandirian yang dimiliki, niscaya keberhasilan akan lebih mudah
tercapai.

STRATEGI PEMBELAJARAN YANG MEMBERDAYAKAN


KETERAMPILAN METAKOGNITIF

 Terkait strategi pelatihan metakognitif, Osman dan Hannafin (1992) menggunakan


“training approach” maupun “relationship to lesson content”.
(http://www.usak.ca/education/coursework/80 papers/adkins.SEC/.HTM).
Dinyatakan lebih lanjut bahwa strategi pelatihan metakognitif dapat tercakup atau
terintegrasi dalam suatu pelajaran dan dapat diajarkan secara terpisah; dan dalam
hubungan dengan perancangan isi pelajaran, strategi pelatihan itu dapat tergantung
atau tidak tergantung kepada isi pelajaran. Oleh karena itu dikenal embedded
content-dependent strategies, embedded content-independent strategies, detached
content-dependent strategies, dan detached content-dependent strategies.
 Melatih anak menguasai keterampilan metakognitif bisa dilakukan sedini mungkin,
antara lain dengan meminta anak bercerita tentang pengalaman yang baru dialami,
termasuk bisa juga melemparkan pertanyaan-pertanyaan sederhana misalnya
tentang bacaan yang baru dibaca (Kompas, 12 Pebruari 2006).
 Pada pembelajaran berbasis masalah, guru menggabung (dapat) ide inkuiri,
metakognisi, dan modeling, dengan cara memodelkan ide inkuiri yang
metakognitif (Howard, 2004). Berikut ini ditunjukkan satu contoh perangkat
pertanyaan inkuiri metakognitif.

6
- “What do I know about this situation that would help me solve the problem?”
- “What do I need to find out?”
- “How could I find out?”
- “Is this like any other problem situation I’ve been in before?”
- Is any part of the problem situation the same or similar?”
- “What is my goal? What am I trying to accomplish?”
- “What steps will I have to take to reach my goal? What are my subgoals?”
Jika pertanyaan-pertanyaan itu dibaca secara keras oleh guru (dimodelkan), maka
pada saat itu ketiga ide tadi akan tergabung.
 Sangat sering terjadi bahwa pengajaran metakognitif terjadi/berlangsung dalam
program pengajaran berstrategi kognitif (Livingston, 1997)
 Daley (2002) melaporkan bagaimana dia menggunakan peta konsep untuk
menolong para pebelajar dewasa menjadi lebih sadar dan memahami proses
belajarnya.
 Kuiper (2002) menggunakan strategi-strategi self-regulated learning untuk
menolong para perawat memperbaiki keterampilan metakognitif, sehingga mereka
dapat berfungsi lebih efektif.
 Sebagian kecenderungan/tren perkembangan keterampilan self-management dari
metakognisi adalah hubungan antara metakognisi dan teori pembelajaran
konstruktivistik (Imel, 2002).
 Daley (2002), Kuiper (2002) dan Peters (2000) sama-sama memperlihatkan
bagaimana pembelajaran konstruktivistik yang menekankan refleksi diri dan
konstruksi (pembentukan) pengetahuan dapat berperan terhadap keterampilan
metakognitif.
 How can metacognition be taught? Different approaches will suit different age
levels, contexts and the personal preferences of educators. The two examples are:
Structured discussion linked to a story and Introduction to a model of thinking
(Anonim, tanpa tahun).
 Pemecahan masalah dan kegiatan penelitian pada seluruh subyek memberi
kesempatan untuk pengembangan strategi-strategi metakognitif (Blakey, Spence,
dan Sheila, 1990).

7
 Keterampilan metakognitif terbukti dapat juga dibelajarkan melalui strategi
pembelajaran kooperatif, sekalipun perlu diperhatikan interaksi faktor-faktor
tertentu (Mc Donald, tanpa tahun).
 Pembelajaran-pembelajaran kooperatif mendorong atau memberdayakan
perkembangan pembelajaran metakognitif (Green, tanpa tahun). Alasannya adalah
karena strategi-strategi pembelajaran itu terpusat atau bersangkut paut langsung
dengan proses pembelajaran, yang meliputi evaluasi kerja kelompok oleh tiap
anggota kelompok, demikian pula assesmen dan perbaikan interaksi sosial,
maupun upaya-upaya untuk memperbaiki penampilan tiap anggota kelompok.
Sebagai contoh misalnya, Scripted Cooperation, suatu pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan oleh O’Donnell dan Dansereau (1992) yang terdiri dari 5
komponen generik, terbukti berguna pada proses metakognisi; kelima komponen
generik itu adalah:
1. membagi teks (naskah) menjadi bagian-bagian deskrit dan bermakna,
2. dua anggota dari suatu pasangan membaca bagian demi bagian dari teks itu
pada suatu waktu,
3. meminta satu anggota mengingat dan menyebut kembali rincian informasi
secara tepat,
4. meminta anggota kelompok lain dari pasangan itu untuk memantau rincian
informasi yang disebutkan kembali tersebut untuk mendeteksi kesalahan
ataupun kemungkinan adanya informasi yang hilang (kegiatan pada butir 3 dan
4 dilakukan secara bergantian untuk seluruh teks),
5. dua anggota pasangan itu mengungkap informasi ini dengan metode-metode
yang dapat mencakup pengembangan analogi dan pemunculan gambaran-
gambaran atau makna (Hertz-Lazarowitz, Kirkus dan Miller, 1992).
 Costa dan O’Leary (1992) mengidentifikasi beberapa kajian yang memperlihatkan
bahwa para siswa dapat mempelajari keterampilan-keterampilan metakognitif lebih
baik, bilamana bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif.
 Johnson dan Johnson (1992) juga mengidentifikasi beberapa alasan praktis
mengapa pembelajaran kooperatif, khususnya yang menggunakan pendekatan
kontroversi konstruktif, mendorong atau memberdayakan metakognisi siswa.

8
 Reciprocal teaching, suatu metode untuk menolong siswa yang tidak mampu
mempelajari strategi-strategi metakognitif untuk membaca, juga sudah terbukti
berhasil diterapkan pada orang dewasa yang tidak mampu (Palinscar, 1987).

ASSESMEN METAKOGNISI
 Pada kajian yang terkait pengetahuan komputer, assesmen awal keterampilan
metakognitif dilakukan tiga kali (Staats dan Blum, 1999). Pada tahap pertama,
kepada para siswa diberikan inventori keterampilan metakognitif (versi modifikasi
state Metacognitive Inventory, yang pertama kali dirancang oleh the National
Center for Research on Evaluation, Standards, and Student Testing yang sudah
diadaptasi para psikolog Stetson University). Inventory itu mengukur empat aspek
metakognisi yaitu: awareness, planning, cognitive strategy, dan self-monitoring.
Asessemen kecakapan analogi dilakukan melalui suatu tes analogi standar. Pada
tahap kedua, para siswa menyelesaikan beberapa tugas pemecahan masalah yang
dirancang untuk mengasses keberhasilan mereka dalam menggunakan analogi-
analogi dan pemikiran analogi. Tugas-tugas ini juga dirancang oleh para psikolog
Stetson University. Pada tahap ketiga, para siswa diwawancarai untuk mengasses
evaluasi diri mereka terhadap proses perbaikan pendidikan.
 Metakognisi dapat diasses dengan bantuan rating scale (Anonim, tanpa tahun).
Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi meliputi:
- what surprised me about my learners in this lesson?
- how well do I think I understand my own thinking processes?
- how could I build on what I have learned about metacognition to make my
learners more metacognitively aware?
- what was difficult for learners?
- what signs showed me that learners were having difficulties?
- how could I address learnes’ difficulties?

9
Rating scale kesadaran metakognitif adalah seperti berikut.
0 Not yet exposed to metacognition.
Not yet
1 Appears to have no awareness of thinking as a process.
At risk
2 Incapable of separating what he or she thinks from how he or
Cannot really she thinks.
3 Can be helped to awareness of own thinking if encouraged and
Developing supported.
4 Is aware of own thinking and can distinguish input elaboration
OK and output phases of own thought. Sometimes uses this model
to manage own thinking and learning.
5 Uses metacognitive awareness regularly to manage own
Super thinking and learning. Aware of a wide range of thinking
possibilities, able to use them fluently and to reflect on this
process.

-Susanti (2004) menggunakan LPPD untuk mengasses metakognisi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Tanpa tahun. How are Metacognitive Strategies Transferred.
http://www.usak.ca/education/coursework/80papers/adkins. SEC/.HTM

Anonim. Tanpa tahun. Better Thingking- Better Learning: Metacognitive Awareness

Arends, R.I. 1998. Learning to Teach. New York: Mc Grow Hill. Inc.

Blakey, Elaine-Spence, Sheila. 1990. Developing Metacognition. Erick Digest. Erick


Clearinghouse on Information Resources Syracuse NY: ED 327218

Daley, B.J. Winter 2002. Facilitating Learning With Adult Students through Concept
Mapping. Journal of Continuting Higher education 50, no: 121-31

Deshler, D.D, Ellis, E.S., & Lenz, B.K. 1996. Teaching Adolescents With Learning
disabilities: Strategies and Methods. Denver: Love Publishing

Dirkes, M.A. Des 1998. Selfdirected Thinking In Curriculum Roeper Review, 11 (2),
92-94. EJ 387276

Eggen, P.D dan D.P. Kauchak. 1996. Strategies for Teachers. Boston: Allyn and
Bacon

Green, N. tanpa tahun. What The Research Says about Cooperative Learning.
norms@rogers.com

Howard, J.B. Pebruari 2004. Metacognitive Inqury. School of Education. Elon


University

10
Imel. S. 2002. Metacognitive Skill for adult Learning. Trend and Issues Alert no 34

Israel, S.E., K.L. Bauserman, dan C.C. Block. Tanpa tahun. Metacognitive Assesment
Strategies. http://www.ctnet/rcwt.consortion

Kompas. 2006. Waspadai Kesulitan Belajar pada anak. 12 Pebruari

Kuiper, R. March-April 2002 . Enhancing Metacognition through the Reflective Use


of Self-Regulated Learning Strategies. Journal of Continuiting Education in
Nursing 33, no: 278-87

Liebler, R.A. 2000. ‘Assessing for Metacognition Competencies in an Adult Degree


Completion Program’ Access to Quality and Success: Applying Principles of
Good Practice AHEA 2000 Conference Proceedings. Chicago lllinois, edited
by K. Lee. Adult Higher Education Alliance, (ED 446214)

Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview.


http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuel/cep564/metacog.htm

McDonald, C.S. Tanpa tahun. Fomenting Metacognitive Skills through Cooperative


Learning in a Scientific Concept-Learning Task Using Hypermedia. The
Office of Biomedical Research Education and Training, School of Medicine,
Vanderbild University

Peters, M. April 2000 Does Contructivist Epistemology Have a Place in Nurse


Education. Journal of Nursing Education 39, no. 4:166-170

Rivers, W. Summer 2001. Autonomy at All Costs: An Ethnography of Metacognitive


Self-Assesment and Self-Management among Experienced Language
Learners. Moderns Language Journal 86, no. 2: 279-290

Schraw. G. March 1998. Promoting General Metacognitive Awareness. Instructional


Science 26, no. 1-2: 113-125

Schraw. G., and Dennison, R. S. October 1994. Assessing Metacognitive Awareness.


Contemporary Educational Psycology 19, no. 4: 460-475

Slavin, R.E. 2000. Educational Psycology. Boston: Allyn and Bacon

Staats W.J dan T. Blum. 1999. Enhancing an Object Oriented Curriculum:


Metacognitive Assessment and Training. 29 th ASEE/IEEE Frontiers In
Education Conference. San Juan, Puerto Rico

Susantini, E. 2004. Memperbaiki Kualitas Proses Belajar Genetika Melalui Strategi


Metakognitif dalam Pembelajaran Kooperatif pada Siswa SMU. Disertasi
PPS, Universitas Negeri Malang.

11

Anda mungkin juga menyukai