Anda di halaman 1dari 34

COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY (CBT)

DISUSUN OLEH

CITRA LESTARI

01-2013-063

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKES) KURNIA JAYA PERSADA PALOPO

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas Kehadirat Allah S.W.T Atas Limpahan rahmat dan
Karunia-Nyalah sehingga tersusunlah Makalah yang berjudul “Cognitive
Behavior Therapy” Sebagai Syarat untuk mendapatkan Nilai Mata Kuliah
Pendidikan karakter dan Kepribadian Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo Tahun 2020

Sholawat Serta salam Tak lupa Pula Penulis Haturkan Kepada


Junjungan Nabi Besar Muhammad S.A.W Yang telah Membawa kita dari alam
kegelapan menuju alam yang terang menderang seperti sekarang ini.

Terima kasih penulis haturkan kepada teman-teman STIKES Kurnia


Jaya Persada Palopo yang telah membimbing dan membantu dalam
penyusunan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini, olehnya itu saya selaku penulis sangat mengharapakan kepada pembaca
dapat memberikan saran yang membangun sehingga penulis dapat
mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat.

Palopo, 7 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
Halaman

SAMPUL......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2.......................................................................Rumusan Masalah
3
1.3..........................................................................Tujuan Penulisan
4
1.4.......................................................................Manfaat Penulisan
4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 5
2.1 Latar Belakang CBT....................................................................... 5
2.2 Pendiri Teori CBT............................................................................ 6
2.3 Konsep Dasar CBT.......................................................................... 7
2.4 Prinsip-Prinsip Dasar CBT............................................................... 10
2.5 Hakikat dan Tujuan Konseling......................................................... 14
2.6 Peran dan Fungsi Konselor.............................................................. 15
2.7. Tahap-Tahap Konseling CBT.......................................................... 16
2.8. Teknik-Teknik Spesigik CBT.......................................................... 18
2.9. Kelebihan dan Kekurangan CBT..................................................... 24
BAB III PENUTUP......................................................................................... 27
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 27
5.2 Saran ................................................................................................ 28
Daftar Pustaka

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

         Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya

dengan makhluk lain. Ciri inilah membuat manusia disebut sebagai anima

intelectiva, berbeda dengan anima sensitive dan anima vegetativa. Manusia

memutus tindakannya melalui berfikir, karena berfikir merupakan fungsi kognitif

manusia. Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang dilihatnya

melalui penginderaannya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan peristiwa

dengan peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun mengalami

informasi yang diperolehnya melalui pengalaman serta fungsi kognitifnya. Hal ini

membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima manusia di dalam

benaknya dengan mempertimbangkan hal memalui proses berfikir dan mengambil

keputusan atas dasar pertimbangan yang difikirkan secara matang. Inilah ciri yang

membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Pendekatan kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengan nama

cognitive-behavioral therapy menjadi suatu praktek yang terkenal dalam psikologi

konseling. Sebagai contoh lebih dari setengah fakultas danpraktisi didunia

berdasarkan survey mendapatkan pengaruh besar daripendekatan kognitif dan

behavioral, disamping itu mereka juga mejadikan pendekatan ini sebagai

pendekatan yang mereka gunakan pertama atau keduadalam orientasi pendekatan

1
mereka. Walaupun teori ini telah muncul beberapa tahun yang lalu akan tetapi

semua komponen yang ada relevan dengan keadaan sekarang. Pada mulanya

pendekatan kognitif dan behavioral adalah pendekatan yang berdiri sendiri.

Keduanya memiliki pandangan sendiri terhadap manusia, bahkan memiliki

metode terapi yang berbeda pula.

          Pendekatan Behavioral muncul berasal dari B.F Skinner dengan teori

kondisi pengoperan. Kemudian pendekatan behavioral ini menjadi pendekatan

yang populer pada masa 1960 an. Pada tahun 1970 an pendekatan behavioral

mendapatkan pengaruh dari teori kognitif. Bandura merupakan salah seorang yang

pertama kali menggunakan konsep pendekatan Kognitif Behavioral. Pendekatan

Kognitif Behavioral memiliki pandangan bahwa seorang individu memiliki

perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif). Berdasarkan hal

tersebut, terapi Kognitif Behavioral menekankan bahwa perubahan tingkah laku

dapat terjadi jika seorang individu mengalami perubahan dalam masalah kognitif.

Terapi dalam pendekatan Kognitif-Behavioral merupakan gabungan dari terapi

yang ada pada pendekatan Kognitif dan pendekatan Behavioral.

.Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan konseling yang

didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu pada

keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses konseling dengan cara

memahami konseli didasarkan pada restrukturisasi kognitif yang menyimpang,

keyakinan konseli untuk membawa perubahan emosi dan strategi perilaku ke arah

2
yang lebih baik. Oleh sebab itu CBT merupakan salah satu pendekatan yang lebih

integratif dalam konseling. (Alford & Beck, 1997)

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari

pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &

Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan

pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.

Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior

therapy ada dalam konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang

tidak hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif

namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap

sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar beakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah

ini adalah :

1. Bagaimana latar belakang CBT ?

2. Siapa pengembang dan pendiri CBT ?

3. Bagaimana konsep dasar/model pendekatan CBT ?

4. Bagaimanakah hakikat dan tujuan konseling CBT ?

5. Apa saja peran dan fungsi konselor CBT ?

6. Bagaimana tahap-tahap konseling CBT ?

7. Bagaimana teknik-teknik spesifik CBT ?

3
8. Bagaimana kelemahan dan kelebihan CBT ?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan Rumusan Masalah diatas maka tujuan penulisan dalam makalah

ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang teori CBT

2. Untuk mengetahui pengembang dan pendiri teori CBT

3. Untuk mengetahui konsep dasar/model pendekatan CBT

4. Untuk mengetahui hakikat dan tujuan konseling CBT

5. Untuk mengetahui mengetahui peran dan fungsi konselor CBT

6. Untuk mengetahui mengetahui tahap-tahap konseling CBT

7. Untuk mengetahui teknik-teknik spesifik CBT

8. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan CBT

1.4. Manfaat Penulisan

Aadapaun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Makalah ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam

bidang ilmu peendidikan karakter sebagai bagian pemgembangan dan

peningkatan mutu pendidikan

2. Secara Praktis

4
Makalah ini diharapkan dapat memberikan penegtahuan pada mahasiswa

dan pembaca tentang Cognitife Behavior Therapy (CBT).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan

psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam

mengtatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang

mendasari Cognitive Behavioral Therapy (CBT), terutama untuk kasus depresi

yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam

berpikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau

dicapai perubahan pola-pola berpikir selama proses terapi. Demikian pula pada

pasien pola berpikir yang maladaptive (disfungsi kognitif) dan gangguan perilaku.

Dengan memahami dan merubah pola tersebut, pasien diharapkan mampu

melakukan perubahan cara berpikirnya dan mampu mengendalikan gejala gejala

dari gangguan yang dialami.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan

masalah dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang

5
memandang individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau

masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien

sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan pemahaman

yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk mengatasi masalahnya.

2.2. Pendiri dan Pengembang Utama Teori CBT

Pendiri dan pengembang CBT adalah Aaron T. Beck. Aaron T. Beck

(1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk

menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan

restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pedekatan CBT

didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang

mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman

konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu

munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan

untuk membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik.

      Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior

therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik

menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu

persepsi, kepercayaan dan pikiran. Para ahli yang tergabung dalam National

Association of Cognitive Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan

bahwa definisi dari cognitive behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi

yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa

yang kita lakukan. (NACBT, 2007).

6
2.3. Konsep Dasar CBT

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan konseling

yang didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu

pada keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses konseling

dengan cara memahami konseli didasarkan pada restrukturisasi kognitif yang

menyimpang, keyakinan konseli untuk membawa perubahan emosi dan strategi

perilaku ke arah yang lebih baik. Oleh sebab itu CBT merupakan salah satu

pendekatan yang lebih integratif dalam konseling. (Alford & Beck, 1997 dalam

Muqodas)

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari

pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &

Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan

pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.

Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior

therapy ada dalam konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang

tidak hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif

namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap

sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

7
(Aaron T. Beck dalam Muqodas) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan

konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat

ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang

menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan

strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada

konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku

konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif yang

menyimpang dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi dan

perilaku ke arah yang lebih baik.

(Matson & Ollendick dalam Muqodas) mengungkapkan definisi cognitive-

behavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik

menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu

persepsi, kepercayaan dan pikiran. Para ahli yang tergabung dalam National

Association of Cognitive Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan

bahwa definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi

yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa

yang kita lakukan. (NACBT, 2007).

Teori Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6 dalam Muqodas)  pada

dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-

Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan

SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam

menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Sementara

8
dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyerap

pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional dapat

menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang menyimpang, maka CBT

diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan

menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak,

dan memutuskan kembali.

Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, konseli diharapkan dapat

mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Berdasarkan paparan

definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan konseling yang menitik

beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat

kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT

merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan

mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa

dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil

keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Sedangkan, pendekatan

pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara

situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari CBT

yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran

dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu

membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan

dapat membantu konseli dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak.

9
Corey (1990:461) terapi behavioral mulai meluas pada tahun 1960 han

dengan memasukkan ke dalamnya kognisi sebagai perilaku yang dihalalkan yang

mungkin bisa dipelajari dan dimodifikasi.paraterapis behafioral mengembangkan

pandangan mereka sendiri tentang dimensi kognitif dari masalah seorang individu

dan membuat rancangan teknik untuk memodifikasi kognisi.

     Asumsi dasar dari pendekatan kognitif ini adalah bahwa orang memberikan

sumbangannya pada masalah psikologis mereka sendiri, dan juga gejala yang

spesifik, dengan cara mereka mengintepretasi peristiwa dan situasi dalam hidup

mereka.

     Terapi kognitif behavioral banyak berdasarkan pada asumsi bahwa reorganisasi

pernyataan diri seseorang akan menghasilkan suatu reorganisasi perilakunya yang

sepadan.

2.4. Prinsip – Prinsip Cognitive Behavior Therapy (CBT)

Walaupun konseling harus disesuaikan dengan karakteristik atau

permasalahan konseli, tentunya konselor harus memahami prinsip-prinsip yang

mendasari CBT. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat

mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan

proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik CBT.

Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT berdasarkan kajian yang

diungkapkan oleh Beck (2011):

10
1. Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus

berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli. 

Formulasi konseling terus diperbaiki seiring dengan perkembangan

evaluasi dari setiap sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor

mengkoordinasikan penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli

yang menyimpang dan meluruskannya sehingga dapat membantu konseli

dalam penyesuaian antara berfikir, merasa dan bertindak.

2 Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara

konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. 

Melalui situasi konseling yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli,

dan orisinilitas respon terhadap permasalahan konseli akan membuat

pemahaman yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Kondisi

tersebut akan menunjukan sebuah keberhasilan dari konseling

3. Cognitive-Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.

Menempatkan konseli sebagai tim dalam konseling maka keputusan

konseling merupakan keputusan yang disepakati dengan konseli. Konseli

akan lebih aktif dalam mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli

mengetahui apa yang harus dilakukan dari setiap sesi konseling.

4. Cognitive-Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada

permasalahan. 

11
Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat

pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli

terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata lain tetap

berfokus pada permasalahan konseli.

5. Cognitive-Behavior Therapyberfokus pada kejadian saat ini.  Konseling

dimulai dari menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan di sini

(here and now).

Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli

mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua,

ketika konseli terjebak pada proses berfikir yang menyimpang dan keyakinan

konseli dimasa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan

tingkahlaku ke arah yang lebih baik.

6. Cognitive-Behavior Therapy merupakan edukasi, bertujuan mengajarkan

konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan pada

pencegahan.  

Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat dan

permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konselingcognitive-

behavior serta model kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran

mempengaruhi emosi dan perilaku. Konselor membantu menetapkan tujuan

konseli, mengidentifikasi dan mengevaluasi proses berfikir serta keyakinan

konseli. Kemudian merencanakan rancangan pelatihan untuk perubahan

tingkah lakunya.

12
7. Cognitive-Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas. 

Pada kasus-kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6

sampai 14 sesi. Agar proses konseling tidak membutuhkan waktu yang

panjang, diharapkan secara kontinyu konselor dapat membantu dan melatih

konseli untuk melakukan self-help.

8. Prinsip nomor 8: Sesi Cognitive-Behavior Therapy yang terstruktur. 

Struktur ini terdiri dari tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis

perasaan dan emosi konseli, menganalisis kejadian yang terjadi dalam satu

minggu kebelakang, kemudian menetapkan agenda untuk setiap sesi

konseling. Bagian tengah, meninjau pelaksanaan tugas rumah (homework

asigment), membahas permasalahan yang muncul dari setiap sesi yang telah

berlangsung, serta merancang pekerjaan rumah baru yang akan dilakukan.

Bagian akhir, melakukan umpan balik terhadap perkembangan dari setiap

sesi konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini membuat proses konseling

lebih dipahami oleh konseli dan meningkatkan kemungkinan mereka mampu

melakukan self-help di akhir sesi konseling.

9. Cognitive-Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi,

mengevaluasi, dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan

mereka. 

Setiap hari konseli memiliki kesempatan dalam pikiran-pikiran

otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi dan tingkah laku

13
mereka. Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi pikirannya serta

menyesuaikan dengan kondisi realita serta perspektif adaptif yang

mengarahkan konseli untuk merasa lebih baik secara emosional, tingkahlaku

dan mengurangi kondisi psikologis negatif. Konselor juga menciptakan

pengalaman baru yang disebut dengan eksperimen perilaku. Konseli dilatih

untuk menciptakan pengalaman barunya dengan cara menguji pemikiran

mereka (misalnya: jika saya melihat gambar laba-laba, maka akan saya

merasa sangat cemas, namun saya pasti bisa menghilangkan perasaan cemas

tersebut dan dapat melaluinya dengan baik). Dengan cara ini, konselor

terlibat dalam eksperimen kolaboratif. Konselor dan konseli bersama-sama

menguji pemikiran konseli untuk mengembangkan respon yang lebih

bermanfaat dan akurat.

10. Cognitive-Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah

pemikiran, perasaan, dan tingkah laku. 

Pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk sokratik memudahkan

konselor dalam melakukan konseling cognitive-behavior. Pertanyaan dalam

bentuk sokratik merupakan inti atau kunci dari proses evaluasi konseling.

Dalam proses konseling, CBT tidak mempermasalahkan konselor

menggunakan teknik-teknik dalam konseling lain seperti kenik Gestalt,

Psikodinamik, Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu proses

konseling yang lebih saingkat dan memudahkan konelor dalam membantu

konseli. Jenis teknik yang dipilih akan dipengaruhi oleh konseptualisasi

14
konselor tehadap konseli, masalah yang sedang ditangani, dan tujuan

konselor dalam sesi konseling tersebut.

2.5 Hakikat dan Tujuan Konseling CBT         

CBT merupakan konseling yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau

pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya

baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat ke masa depan dibanding masa

lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir, kepercayaan,

sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi konseli belajar mengenali dan

mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam

CBT yaitu mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan

pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.

Tujuan dari konseling Cognitive-Behavior (Oemarjoedi dalam Idat) yaitu

mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan

menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang

masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong konseli untuk

mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat

mencoba menguranginya.

Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT (NACBT dalam Idat)

berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam konseling.

Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan konseling lebih menekankan kepada masa

15
kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT

tetap menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup konseli dan mencoba

membuat konseli menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada

pola pikir masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh

sebab itu, CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah

dari status kognitif negatif menjadi status kognitif positif.

2.6. Peran dan Fungsi Konselor

Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih

menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah

konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi

dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai

petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang

dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan

situasi ketika masalah itu terjadi.

Pada saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif

behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu

cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang

konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”, “dimana”, dan

“apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari masalah konseli.

16
Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk

bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya

dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan

mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan

berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran

dengan konseli.

2.7 Tahap-Tahap Konseling CBT (Cognitive-Behavior Therapy)

Konseling CBT memiliki empat tahap yaitu :

1. Melakukan asesmen (assessment)

Tujuan melakukan asesmen adalah untuk menentukan apa yang dilakukan

oleh konseli pada saa tini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata,

perasaan dan pikiran konseli.Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan  terdapat

tujuh informasi yang digali dalam asesmen, yaitu :

1. Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini

2. Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi

3. Analisis motivasional

4. Analisis self control

5. Analisis hubungan sosial

6. Analisis lingkungan fisik-sosial budaya

7. Analisis antecedent (pencetus perilaku)

17
8. Menentukan tujuan (goal setting)

Burks dan Engelkes (1978) mengemukakan bahwa fase goal setting disusun

atas tiga langkah, yaitu :

1. Membantu konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan

yang diinginkan

2. Memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-

hambatan situasional tujuan belajar  yang dapat diterima dan dapat diukur

3. Memecahkan tujuan kedalam sub tujuan dan menyusun tujuan menjadi

susunan yang berurutan

4. Mengimplementasikan teknik (technique implementation)

Setelah merumuskan tujuan konseling, konselor dan konseli menentukan strategi

belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkahlaku

yang diinginkan.Dalam implementasi teknik konselor membandingkan perubahan

tingkahlaku antara baseline data dengan data intervensi.

2. Evaluasi dan mengakhiri konseling (evaluation termination)

Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli

digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas

tertentu dari teknik yang digunakan.Terminasi lebih dari sekedar mengakhiri

konseling, terminasi meliputi:

1. Menguji apa yang konseli lakukan terakhir

18
2. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan

3. Membantu konseli mentransfer apa yang  dipelajari ketingkahlaku konseli

4. Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkahlaku

konseli(Rosjidan,1994, p.25).  Selanjutnya konselor dan konseli

mengevaluasi implementasi teknik yang telah dilakukan serta menentukan

lamanya intervensi dilaksanakan sampai tingkahlaku  diharapkan menetap.

2.8 Teknik-Teknik Spesifik CBT

1. Operant Conditioning

Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu

dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku.

Penggunaan teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika

tempat konselor sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi.

Jika konseli merasakan adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan

menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang

yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu.

Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik

reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan

teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.

 Desensitization

19
Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat

secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang

berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi

diarahkan pada mengajar konseli untuk menampilkan suatu respons yang tidak

konsisten dengan kecemasan.

Wolpe (dalam Muchlisin), pengembang teknik desensitisasi, mengajukan

argument bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan

dan bahwa respons kecemasan bisa dihapus oleh penemuan respons-responsyang

secara inheren berlawanan dengan respons tersebut.

Cara yang digunakan dalam keadaan santai, stimulus yang menimbulkan

kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaaan santai.

Dipasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula menimbulkan

kecemasan hilang secara berangsur-angsur.

Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode Destinasi Sistematik, yaitu :

1. Memberikan konseli rasionalisasi

2. Relaksasi training

3. Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang

hirarki dan kecemasan

4. Desensitization proper

20
Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization.

Jenis ini memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki

kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam

penanganan hirarki kecemasan konseli.

 Flooding

Flooding adalah kebalikan dari systematic

desensitization. Flooding (pembanjiran) adalah membanjiri konseli dengan situasi

penyebab kecemasan atau tingkah laku tidak dikehendaki, sampai konseli sadar

bahwa kecemasan tidak terjadi. Pembanjiran harus dilakukan dengan hati-hati

karena mungkin akan terjadi reaksi emosional sangat tinggi. Flooding adalah

salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika

metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan

seorang konseli merasa stress. Terdapat dua macam cara dalam menerapka

pembanjiran

1. Invivo, yaitu konselor mencoba membawa konseli hadir oada situasi atau

stimulus yang menimbulkan rasa takut dengan segera selama terapi

berlangsung.

2. Imajeri, yaitu stimulus yang mrnakutkan bisa dihadirkan dengan

mrmbayangkan, konselor akan membuat gambaran situasi yang semakin

meningkatkan rasa takut dan semakin mencemaskan. Pengalaman konseli

membayangksn tanpa disertai akibat yang dahsyat dapat menurunkan tingkat

rasa takutnya, dan dia akan siap menghadapi situasi sebenarnya.

21
3. Assertivness dan Social Skill Training

Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-

kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi

diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-

kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral

rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara

bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang

berpengaruh terhadap konseli.

 Participant Modeling

Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang

mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan

ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia).

Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant

Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik

relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien

berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir

konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas

konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku

konseli dengan cara pujian.

 Self Control Procedures

22
Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya

sendiri. Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif

yang dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam

kondisi mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi

dimana lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural.

 Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:

1. Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya

2. Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai

3. Melaksanakan treatment

4. Contigency Contracting

Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah

dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat

dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi

perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan

siapa yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut.

Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang

lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk

termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau

hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan

hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

23
 Cognitive Restructuring

Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini

menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika

adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher (dalam

Muchlisin) cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes,

cognitive structures, or all these (menjelaskan, kognitif dapat menjadi perubahan

dari kejadian kognitif, proses kognitif, dan lain-lain).  Peristiwa kognitif dapat

berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka

miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses

pemrosesan informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang

dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.

Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut :

1. Evaluating how valid and viable are the clients thought and

beliefs (mengevaluasi kevalidan dan kelayakan apa yang klien pikirkan dan

yakini)

1. Assesing what clients expect, what they tend to predict about their

behavior and others responses to them (menilai apa yang klien

harapkan, apa kencenderungan mereka untuk memprediksi perilaku

mereka dan tanggapan orang lain untuk mereka)

24
2. Exploring what might be a range of causes for clients behavior

and other reactions (mengeksplorasi apa yang mungkin menjadi

penyebab perilaku klien dan reaksi lainnya.)

3. Training clients to make more effective attributions about these

causes (pelatihan kepada klinen untuk membuat atribusi lebih efektif

tentang penyebabnya)

4. Altering absolutistic, catastrophic thinking styles (mengubah

secara sbsolut mengenai gaya berpikir yang berbahaya.) (Meichenbaum

and Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)

2.9. Kelebihan dan Kekurangan CBT

       Kelebihan CBT yaitu :

1. Dapat mengukur kemampuan interpersonal dan kemampuan sosial

seseorang

2. membangun keterampilan sosial seseorang

3. Keterampilan komunikasi atau bersosialisasi

4. Pelatihan ketegasan

5. Keterampilan meningkatkan hubungan

6. Pelatihan resolusi konflik dan manajemenagresi

7. Tidak berfokus pada satu sisi saja ( tidak hanya perilaku) tetapi juga dalam

kognitif seseorang

25
8. memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu

diperbaharui, waktu dalam konseling relatif singkat, kolaborasi yang baik

antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik.

9. Waktu terapi yang dibutuhkan relatif singkat.

10. Dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok (untuk CBFT selalu

melibatkan kelompok keluarga).

11. Klien dapat mengubah teknik yang digunakan dalam terapi sebagai cara

self-help.

Kekurangan CBT yaitu :

1. Hanya mengukur dan mengatahui kondisi pada saat itu, selain itu

membutuhan waktu yang relatif lama.

2. Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi, tidak memberikan

wawasan, mengobati gejala bukan penyebab, melibatkan kontrol dan

manipulasi oleh konselor.

3. Dibutuhkan motivasi yang besar dalam terapi ini karena keinginan internal

untuk merubah perilaku merupakan kunci utama.

Diperlukan terapis untukmelatih dan memberikan proses dasar terapi.

26
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan

psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam

mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Cognitive

Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi

yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu

27
sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan

dipecahkan dalam proses terapi. Adapaun Pendiri dan pengembang CBT adalah

Aaron T. Beck. Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan

konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat

ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang

menyimpang. Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat

lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah

konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi

dari konseli. Adapaun Kelebihan dari CBT yaitu : dapat mengukur

kemampuan interpersonal dan kemampuan sosial seseorang, membangun

keterampilan sosial seseorang, keterampilan komunikasi atau bersosialisasi

sedangkan kelemahan dari CBT adalah Hanya mengukur dan mengatahui kondisi

pada saat itu, selain itu membutuhan waktu yang relatif lama, mengabaikan faktor

relasional penting dalam terapi, tidak memberikan wawasan, mengobati gejala

bukan penyebab, melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor.

3.2. Saran

Diharapkan kepada Konselor dapat memahami ilmu Pendekatan Cognitive

Behaviorial Therapy dalam melakukan proses konseli sehingga proses konseling

dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang ingin di capai.

28
29
DAFTAR PUSTAKA

Komalasari, Gantina dan Eka Wahyuni. 2014. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT


Indeks

Muqodas, Idat. 2012. Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek


Konseling di Indonesia. Artikel Ilmiah

Corey, Gerald. 1995.  Teori dan Praktik dari Konseling dan Psikoterapi.semarang: IKIP
Semaranng Pres

Beck, Judith S. (2011). Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nd ed). New

York: The Guilford Press.

Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.

Refika Aditama.

Jarvis, Matt. (2006). Teori-Teori Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami

Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Bandung: Nuansa.

Matson, Jhonny L & Thomas H. Ollendick. (1988). Enhancing Children’s Social Skill:

Assessment and Training. New York: Pergamon Press

Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi.

Jakarta: Kreativ Media.

Mosot, Kimat. 2018. Cognitif Behaviorial Therapy (CBT). (diakses dari :


https://mosotkiman.wordpress.com/2018/12/04/cognitif-behaviour-therapy-cbt;
pada hari Sabtu , 7 November 2020 pukul 19.30)

Anda mungkin juga menyukai