serly.kusumadewi@gmail.com
Abstrak
Skripsi ini membahas peranan nilai-nilai Konfusianisme sebagai pandangan fundamental bangsa Korea
keseluruhan dalam pemerintahan Park Chung Hee secara khusus dan pengaruhnya terhadap perkembangan
ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979. Pembahasan tersebut akan mengurai bagaimana pengaruh internal
(nilai-nilai Konfusianisme) dan eksternal (pengaruh Amerika Serikat dan Jepang) berpengaruh kepada Park
Chung Hee dan pemerintahannya. Penelitian akan dibuktikan dengan analisis kualitatif deskriptif atas nilai-nilai
Konfusianisme yang terkandung dalam kepemimpinan Park Chung Hee, kebijakan-kebijakan pemerintahan Park
serta resistensinya terhadap Konfusianisme dan pengaruh asing. Hasil studi ini membuktikan adanya hubungan
antara nilai-nilai Konfusianisme dengan kepemimpinan Park Chung Hee tahun 1961-1979 dalam peranannya
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan.
Kata kunci: Konfusianisme, Park Chung Hee, perkembangan ekonomi, Korea Selatan
Confucian Values in Park Chung Hee’s Era and Its Influences toward South Korea’s
Economy Development 1961-1979
Abstract
The focus of this study is to explain the role of Confucian values as Korean’s fundamental view in Park Chung
Hee’s era specifically and its influences toward South Korea’s economy development 1961-1979. This study
would describe how both internal factor (Confucian values) and external factor (USA and Japan) give influences
toward Park Chung Hee himself and his government. This study will be conducted by descriptive-qualitative
analysis of Confucian values on Park’s era, Park government’s policies, and also their resistance towards
Confucianism itself and foreign influences. This study itself concludes that there is a correlation between
Confucian values and Park Chung Hee’s era (1961-1979) due to its role toward South Korea’s economy
development.
Key words: Confucianism, Park Chung Hee, Economy Development, South Korea.
Pendahuluan
Di sisi lain, sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1960-an Korea Selatan mengalami
perkembangan ekonomi yang signifikan pada masa pemerintahan presiden Park Chung Hee
(1961-1979). Berbagai hal telah dicapai oleh presiden Park selama kurun waktu 18 tahun dia
memerintah. Dalam perkembangan ekonomi Korea Selatan di tahun 1960-an tersebut terdapat
sebuah indikasi khusus atas peran elemen budaya Konfusianisme dalam pertumbuhan
ekonomi Korea Selatan. Diantara ajaran-ajaran yang berkembang di semenanjung Korea
antara lain Konfusianisme, Shamanisme dan Budhisme, pengaruh Konfusianisme merupakan
pengaruh terkuat dalam mendorong perkembangan ekonomi Korea Selatan.
Tinjauan Teoritis
Konfusianisme mengandung dua aspek utama yang secara simultan berkaitan satu
sama lain, yakni, “pembinaan diri” (etika) dan “memerintah orang lain” (politik).
Konfusianisme merupakan sistem yang mengintegrasi “pembinaan diri” yang harus dimiliki
oleh cendekiawan, untuk nantinya “memerintah orang lain” (Kang, 2006).
1
Masa Tiga Kerajaan merujuk kepada tiga kerajaan besar yang menguasai semenanjung Korea sekitar abad ke-4
sampai dengan abad ke-7. Tiga kerajaan besar tersebut terdiri dari Koguryo, Baekje, dan Silla.
Kim Kyeong Il dalam bukunya Gongjaga Jugeoya Naraga Sanda (Konfusius harus
mati agar negara bisa hidup) (1999) menyatakan bahwa kesadaran bersosialisasi dalam ajaran
Konfusianisme berfokus pada hubungan bakti antara orang tua dan anak atau (bakti). Dari
hubungan bakti tersebut, berkembanglah kesetiaan terhadap negara sebagai perpanjangan
tangan dari keluarga. Dalam konteks tersebut, kesetiaan kepada negara dianggap sama dengan
kesetiaan kepada orang tua. Berdasarkan uraian ini, kelompok masyarakat yang menganut
pandangan tersebut memungkinkan pemegang kekuasaan pemerintahan mengatur hukum
sesuai dengan kehendaknya. Hal itu dikarenakan bahwa pada hakikatnya, pemegang kendali
dalam ruang antara bakti dan kesetiaan tersebut adalah pemegang kekuasaan pemerintahan
dan orang-orang yang lebih tua.
Weber (1951) dalam bukunya The Religion of China (Agama China) juga
mengemukakan pendapat senada bahwa dalam negara patriarkat, struktur hukum yang berlaku
juga bersifat patriarkat Hal tersebut didasari oleh aturan tak tertulis yang menyatakan bahwa
pemegang kekuasaan prerogatif memiliki hak lebih tinggi daripada hukum yang berlaku.
Weber menambahkan bahwa rasionalisme birokrasi yang dikonfrontasi dengan kekuatan
tradisional direpresentasikan oleh dominasi pemegang kekuasaan yang berusia tua.
2
Hubungan antara Raja dan bawahan, ayah dan anak laki-laki, suami dan istri, kakak dan adik, serta hubungan
antar teman (Crane, 1999:32).
Menurut Rostow (1960), proses modernisasi merupakan proses transisi komunitas dari
komunitas tradisional yang bermatapencaharian dari sektor pertanian menjadi komunitas yang
berbasis perdagangan dan industri. Dalam konteks modernisasi Korea, Hong Yi-Sup (1973)
dalam bukunya Korea’s Self Identity mengemukakan bahwa perlu diperhatikan dua hal dalam
melihat modernisasi Korea, yakni proses modernisasi tersebut terjadi pada kondisi masyarakat
3
Sinosentris merupakan sistem hierarkial internasional yang tumbuh di Asia Timur sebelum masuknya sistem
westphalian. Sinosentris mengacu kepada gagasan kuno bahwa China merupakan pusat budaya dunia.
Korea saat itu yang masih berada di bawah pengaruh Konfusianisme; dan beberapa bentuk
Konfusianisme yang masih aktif dalam beberapa kelompok masyarakat pra-modern.
Park Chung Hee ( ) lahir pada 14 November 1917 di sebuah desa kecil yang
terletak 69 mil dari barat laut Daegu. Dia merupakan anak termuda diantara 5 putra dan 3
putri dari Park Song Bin, seorang aktivisTonghak4. Dalam salah satu karyanya berjudul
Minjokui Cheoryeok, Park mendedikasikan 40 halaman dari 44 halaman terhadap pergerakan
4
Tonghak adalah pergerakan akademik dalam Neo-Konfusianisme Korea yang didirikan oleh Choi Je-U sebagai
reaksi dari munculnya Seohak (western learning). Tonghak merupakan pergerakan reformasi dan kebangkitan
ajaran Konfusian.
Park merupakan produk elite dari sistem militer kolonial yang menguasai bahasa
Jepang dan pemahaman serta emosinya terpengaruh secara mendalam oleh masa latihannya
selama periode supremasi militer Asia milik Jepang. Dia cenderung tidak membutuhkan
bujukan khusus untuk melanjutkan transformasi modern yang telah dimulai oleh Jepang di
Korea Selatan setelah mengambil alih kekuasaan pemerintahan Korea Selatan di tahun 1961
(Eckert, 1990: 392). Kekaguman Park Chung Hee terhadap kekaisaran Jepang tak terbatas
pada pasukan militernya namun juga restorasi Meiji. Restorasi tersebut membawa
transformasi besar-besaran atas perkembangan Jepang menjadi bangsa yang kuat meskipun
memiliki luas wilayah yang kecil (Lee, 2012). Ide-ide politik Park Chung Hee yang
dituangkan dalam tiga karyanya, yakni, Chidojado(The Ways of a Leader), Uri Minjokui
Nagal Kil (The Path for Our Nation), Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The Country, The
Revolution and I), secara tersirat mengandung nilai-nilai dan pemikiran yang merupakan hasil
dari pengalamannya sendiri. Pengalamannya dalam militer Jepang dan Korea memberikan
kesempatan baginya untuk menyaksikan transformasi Manchuria dan juga dampak intervensi
Amerika Serikat terhadap Korea (Lee, 2012); (Park, 1970).
Metode Penelitian
Bahasan dalam penelitian dibatasi pada pemaparan pengaruh nilai Konfusianisme pada
kepemimpinan Park Chung Hee dari tahun 1961 hingga tahun 1979 dan pengaruhnya
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan. Pemaparan tersebut dibatasi pada
kepemimpinan Park Chung Hee agar dapat menunjukkan pengaruh nilai-nilai Konfusianisme
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan secara spesifik. Metode yang digunakan
dalam penyusunan tulisan ini adalah metode kualitatif bersifat deskripsi analisis dengan
memfokuskan pada hubungan korelasional antara latar belakang budaya yang
direpresentasikan oleh nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee dan
perkembangan ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979.
.Konfusianisme merupakan sistem nilai tradisional Korea yang berperan besar dalam
memberikan arah filosofi dan standar moral bangsa Korea. Salah satu aspek utama ajaran
Konfusianisme adalah mengenai politik atau memerintah orang lain. Hal tersebut menyiratkan
pentingya peranan seorang pemimpin dalam memerintah orang lain. Dengan menitikberatkan
pada hierarki dan peranan masing-masing kedudukan, Konfusianisme juga menyodorkan
kriteria pemimpin ideal bagi sebuah pemerintahan. Seorang pemimpin dianggap merupakan
sosok yang senantiasa memegang prinsip kebenaran dan keadilan dalam memerintah.
Park Chung Hee merupakan pemimpin Korea yang memiliki latar belakang yang
berbeda dari kedua presiden sebelumnya. Park yang lahir dari keluarga miskin dan tumbuh
besar dengan pendidikan militer dari pemerintah kolonial Jepang, mendapat pengaruh kuat
terhadap pemahamannya mengenai otoritas dan birokrasi. Hal tersebut membentuk pola pikir
dan pandangannya terhadap tata cara pemerintahan dan gagasan politiknya. Sebagian besar
pendidikan Jepang yang diterimanya tidak jauh berbeda dari nilai-nilai Konfusianisme yang
mengakar di Korea.
Pasca kudeta 16 Mei 1961, Park yang mengambil alih pemerintahan mulai
menunjukkan kepemimpinannya yang otoriter. Kepemimpinan Park yang otoriter tersebut
sedikit banyak mendapat pengaruh dari latar belakang kehidupannya. Pendidikan militer dan
penanaman nilai tradisi sejak kecil membuat gaya kepemimpinannya mengandung nilai-nilai
Konfusian meski pemerintahan Park bukanlah pemerintahan Konfusian murni. Corak
Konfusianisme tersebut tergambar dalam ide-ide politiknya yang dituangkan melalui tulisan.
Ketiga karyanya, Chidojado (The Path of Our Leader), Uri Minjokui Nagal Kil (The Path of
Our Nation), dan Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The Country, The Revolution, and I),
merupakan bukti autentik mengenai nilai Konfusianisme yang dimilikinya. Ide-ide politik
Park tertuang dalam setiap karyanya sebagai berikut:
Melalui uraian di atas, dapat diketahui adanya persamaan antara ide-ide politik Park
dan nilai-nilai Konfusianisme. Posisi seorang pemimpin sebagai pengatur merupakan posisi
penting untuk menjaga jalannya alur pemerintahan. Sikap tegas, bertanggung jawab,
terpercaya, kecekatan, dll sangat dibutuhkan dalam menjalankan peran tersebut. Konsep
hierarki dan sistem otoriter-birokratis di dalam Konfusianisme dapat dijalankan beriringan
dengan cara kerja militer yang terorganisir dan cenderung bersifat top-to-bottom. Kedudukan
yang tidak setara dalam sistem hirarki Konfusianisme menuntut adanya kepatuhan dan
kesetiaan dari bawahannya demi menciptakan keharmonisan (Analects 2.3 dan 17.6). Hal
tersebut juga didukung oleh Robinson (1991) yang mengemukakan bahwa ideologi
Konfusianisme pada dasarnya merefleksikan masyarakat hierarkis yang menempatkan otoritas
secara top to bottom dan dikukuhkan dengan kesetiaan yang terus menerus dan ketundukan
rakyat terhadap pemerintah. Nilai-nilai Konfusian mengenai kesetiaan dan bakti merupakan
salah satu unsur yang berkontribusi dalam etos sosial yang membantu pencapaian stabilitas
dan keadaan yang dapat diprediksi (Kihl, 2004: 126-127). Hal tersebut tentunya memberikan
keleluasaan bagi penguasa untuk menjalankan rencananya tanpa perlawanan berarti dari
bawahannya. Dalam hal ini, pemerintah mendapat kemudahan dalam menjalankan kebijakan-
kebijakannya tanpa protes yang berarti dari pihak oposisi.
Kemudian, pengalaman Park Chung Hee terhadap transformasi dan modernisasi yang
dilihatnya sendiri ketika dia berada di Manchuria dan Jepang, membuatnya berpikir kritis atas
perubahan nasional yang dibutuhkan bangsanya. Begitu pula pandangannya terhadap nilai-
nilai tradisional yang menghambat bangsanya menuju “kebangkitan nasional” (Lee, 2012).
Dalam kutipan di atas dapat terlihat resistensi Park terhadap nilai-nilai tradisional tersebut.
Dia menganggap kaum-kaum ekstrimis dan kurangnya nasionalisme, serta ketergantungan
terhadap latar belakang kelompok merupakan sikap negatif yang menghambat reformasi.
Dengan demikian, Konfusianisme lebih cenderung bersifat sistem yang berorientasi terhadap
status quo daripada sistem bersifat dinamis yang diperlukan dalam modernisasi (Kihl,
2004:127).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Park secara eksplisit mengakui bahwa nilai-
nilai tradisional tersebut telah berperan dalam penentuan gagasan-gagasan politiknya. Selain
itu, tujuan utama dalam kebangkitan nasional yang diinginkannya adalah reformasi manusia,
sebuah perubahan dari masyarakat Konfusian yang terpaku pada nilai-nilai kolektif menuju
masyarakat industri yang modern. “Kebangkitan nasional” dalam kesejahteraan yang
disebutkan dalam kutipan di atas, merupakan manifestasi konsep liberasi dari kemiskinan dan
invasi pengaruh asing yang populer pada akhir masa Joseon. Selain itu, konsep yang dibawa
oleh Park lebih bersifat egaliter dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Park juga
menegaskan bahwa tanpa “persamaan ekonomi”, demokrasi politik tak lebih dari sekedar
konsep abstrak dan tak berguna (Oh, 1999: 51).
Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa revolusi yang ditawarkan Park secara umum
mengandung konsep egaliter dan menuntut adanya regenerasi pemimpin bangsa. Jika
sebelumnya negara dipimpin oleh kelas tertentu saja, Park menginginkan adanya perubahan
bagi sistem tersebut. Dia menekankan bahwa modernisasi dan kepuasan ekonomi bukanlah
hak salah satu kelas semata, tapi hak setiap warga negara. Park mencoba memajukan kelas
petani dan nelayan untuk dapat berkompetisi dan mengambil alih perekonomian negara. Dari
tujuan tersebut dapat terlihat kesesuaian dengan pemberontakan Tonghak yang menuntut
Latar belakang Park yang lahir dari keluarga petani miskin dan merupakan anak dari
pemberontak Tonghak, mempengaruhi jalan pikirannya terhadap revolusi tersebut.
Kemiskinan yang mengajarinya tentang pentingnya stabilitas ekonomi dan pandangan ayah
Park Chung Hee yang seorang pemberontak Tonghak sedikit banyak mempengaruhi karakter
dan pandangan Park Chung Hee terhadap revolusi demokratik. Tonghak merupakan salah satu
perwujudan dari unsur-unsur konsep kemerdekaan yang populer pada akhir masa Joseon
mengenai kebangkitan dan reformasi ajaran Konfusian seperti persamaan derajat, ide-ide
kedaulatan dan ketahanan, hak sipil serta reformasi.
Nilai Konfusianisme dalam Kebijakan-Kebijakan Era Park Chung Hee dan Pengaruhnya
Terhadap Perkembangan Ekonomi Korea Selatan
Dalam perumusan kebijakan, Anderson (2006) dalam bukunya Public Policy Making:
An Introduction mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih
kebijakan, yaitu: (1) nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan
maupun ideologi; (2) afiliasi partai politik; (3) kepentingan konstituen; (4) opini publik; (5)
penghormatan terhadap pihak lain; serta (6) aturan kebijakan (Anderson, 2006:127-137).
Rangkaian kebijakan dalam pemerintahan Park Chung Hee tersebut bila dilihat dari
ajaran Konfusianisme menunjukkan perwujudan sentralisasi kontrol dan pengaplikasian
sistem hubungan hierarkial birokratis. Tak hanya secara sistem, semangat dan mental nasional
juga terbentuk berdasarkan nilai-nilai Konfusian. Meskipun demikian, seiring peningkatan
5
Chaebol didefinisikan oleh Yoo &Lee (1987), sebagai kelompok bisnis yang memiliki perusahaan-perusahaan
besar yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga atau kerabat dengan are bisnis yang beragam (Kim, 2001:
144).
6
Saemaul Undong atau dikenal juga dengan New Village Movement merupakan salah satu program kebijakan
pemerintahan Park yang diresmikan pada musim dingin tahun 1971-1972. Kebijakan pembangunan daerah
pertanian dan pedesaan ini dilakukan dalam rangka mengatasi dampak yang timbul akibat industrialisasi seperti
urbanisasi dll (Eckert, 1990:367).
kualitas hidup dan modernisasi yang dijalankan pemerintahan Korea, resistansi terhadap
pengaruh-pengaruh yang berkembang di Korea mulai tampak secara eksplisit.
Kesimpulan
Berdasarkan sistem moral Konfusian yang berpusat pada nilai-nilai kolektif keluarga,
negara dianggap perpanjangan tangan dari keluarga (Keum, 2000). Dengan demikian, seorang
pemimpin negara dianggap sebagai perpanjangan konsep ‘ayah’ dan rakyat dianggap sebagai
perpanjangan konsep ‘anak’. Dalam hubungan ketidaksetaraan tersebut, dituntut adanya
kesetiaan dan kepatuhan rakyat terhadap penguasa sebagaimana kesetiaan dan kepatuhan anak
kepada ayahnya (Crane, 1999). Sebaliknya, penguasa juga dituntut untuk menjunjung tinggi
prinsip kebenaran dan keadilan dalam memerintah dan bermurah hati kepada rakyat atau
bawahan (Analects).
Berdasarkan tradisi ini, pemerintah cenderung lebih mudah untuk membuat serta
merencanakan perkembangan ekonomi dengan mengalokasikan sumber daya ke sektor-sektor
industri dan juga untuk kepentingan bisnis lainnya tanpa resistansi khusus dari massa.
Otoritas negara seperti ini membuat pemerintah dapat merencanakan kebijakan ekonomi
secara mendetail secara leluasa tanpa harus bergantung kepada sektor swasta dan mekanisme
Pemerintahan otoriter dan terpusat milik Park bertujuan untuk membasmi korupsi,
meningkatkan kekuatan dan kemampuan otonomi masyarakat, serta menyelenggarakan
keadilan sosial. Selama pemerintahannya tersebut, Park telah berhasil mencapai kebangkitan
ekonomi Korea Selatan melalui kebijakan-kebijakannya. Hal tersebut dilakukannya dengan
tidak meninggalkan nilai tradisional Konfusianisme, namun justru menggunakan elemen
budaya tersebut dan memanipulasinya untuk mewujudkan tujuan kebangkitan nasional Korea
dalam bidang ekonomi.
Daftar Pustaka
Sumber Buku
Anderson, James E. (2006). Public Policymaking: An Introduction, 6th ed. Boston: Houghton
Brazinsky, Gregg. (2007). Nation Building in South Korea: Koreans, Americans, and The
Making of a Democracy. North Carolina: The University of North Carolina Press.
Cheng, Tien-His. (1947). China Moulded by Confucius. London: Stevens&Sons ltd.
Chung, Chong-Sik & Ro, Jae-Bong. (1979). Nationalism in Korea. Seoul: Research Center
for Peace and Unification.
Chung, Chulhee&Kwang, Yeong Shin. (2001). Cultural Tradition and Democracy in South
Korea. Korean Studies at The Dawn of Milenium, 2nd Biennial Conference Korean
Studies Association of Australia 2001, hal 51-65. Australia: Monash University.
Crane, Paul S. (1999). Korean Patterns. Seoul: Seoul Press.
Creel, H.G. (1951). Confucius: The Man and The Myth. London: Routledge&Kegan Paul Ltd.
Eckert, C.J., Lee, K.B., Lew, Y.I., Robinson, M., Wagner, E.W. (1990). Korea Old and New
A Hystory. Seoul: Ilchokak Publisher.
Ellis, Ralph D. (1998). Just Results: Ethical Foundations for Policy Analysis. Washington,
DC: Georgetown University Press.
Mas'oed, Mohtar and Yang, Seung-Yoon. (2010). "Sejarah Politik Korea." Syamsudin,
Mukhtasar dkk. Politik dan Pemerintahan Korea. Yogyakarta: INAKOS dan Pusat
Studi Korea UGM, 23-38.
Sumber Internet
Kim, Terri. Confucianism, Modernities, and Knowledge: China, South Korea, and Japan. (t.t).
Academia. Diakses tgl. 14 Mei 2013.
<http://www.academia.edu/901308/Confucianism_Modernities_and_Knowledge_Chi
na_South_Korea_and_Japan>
Legge, James. (t.t). The Chinese ClassicsVolume One: Confucian Analects. Diakses tgl 21
April 2013.
< http://gutenberg.net>
Konfucius. (2012). The Analects of Confucius. Translated Version by R.Eno. Diakses tgl 21
April 2013. <http://www.indiana.edu/~p374/Analects_of_Confucius_(Eno-2012).pdf>
Setiawan, Ebta. (2010-2012). KBBI Offline versi 1.4 freeware. Diunduh 29 April 2013.
<http://ebsoft.web.id/kamus-besar-bahasa-indonesia-luar-jaringan-kbbi-offline-1-4/>
Wolf, Charles Jr. (1962). Economic Planning in Korea. Diakses tanggal 22 April 2013.
<http://192.5.14.43/content/dam/rand/pubs/papers/2008/P2655.pdf>
Won-soon, Park. (2010). Korea-Japan Treaty, Breakthrough for Nation Building. 19 Maret
2010. Korea Times, diakses tanggal 22 April 2013.
<http://www.koreatimes.co.kr/www/news/biz/2013/03/291_62653.html>.