Anda di halaman 1dari 18

Nilai-nilai Konfusianisme dalam Pemerintahan Park Chung Hee dan

Pengaruhnya terhadap Perkembangan Ekonomi Korea Selatan


Tahun 1961-1979

Serly Kusumadewi, Zaini M

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

serly.kusumadewi@gmail.com

Abstrak
Skripsi ini membahas peranan nilai-nilai Konfusianisme sebagai pandangan fundamental bangsa Korea
keseluruhan dalam pemerintahan Park Chung Hee secara khusus dan pengaruhnya terhadap perkembangan
ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979. Pembahasan tersebut akan mengurai bagaimana pengaruh internal
(nilai-nilai Konfusianisme) dan eksternal (pengaruh Amerika Serikat dan Jepang) berpengaruh kepada Park
Chung Hee dan pemerintahannya. Penelitian akan dibuktikan dengan analisis kualitatif deskriptif atas nilai-nilai
Konfusianisme yang terkandung dalam kepemimpinan Park Chung Hee, kebijakan-kebijakan pemerintahan Park
serta resistensinya terhadap Konfusianisme dan pengaruh asing. Hasil studi ini membuktikan adanya hubungan
antara nilai-nilai Konfusianisme dengan kepemimpinan Park Chung Hee tahun 1961-1979 dalam peranannya
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan.

Kata kunci: Konfusianisme, Park Chung Hee, perkembangan ekonomi, Korea Selatan

Confucian Values in Park Chung Hee’s Era and Its Influences toward South Korea’s
Economy Development 1961-1979

Abstract

The focus of this study is to explain the role of Confucian values as Korean’s fundamental view in Park Chung
Hee’s era specifically and its influences toward South Korea’s economy development 1961-1979. This study
would describe how both internal factor (Confucian values) and external factor (USA and Japan) give influences
toward Park Chung Hee himself and his government. This study will be conducted by descriptive-qualitative
analysis of Confucian values on Park’s era, Park government’s policies, and also their resistance towards
Confucianism itself and foreign influences. This study itself concludes that there is a correlation between
Confucian values and Park Chung Hee’s era (1961-1979) due to its role toward South Korea’s economy
development.

Key words: Confucianism, Park Chung Hee, Economy Development, South Korea.

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


2

Pendahuluan

Berger (1988), De Bary(1998), Helgesen(1998), Huntington (1996), Kim (1992), Koh


(1996), Robinson (1986), Tu(1996), Weber (1951), dan Yang (1999) menyatakan bahwa
Konfusianisme merupakan salah satu pusat tradisi budaya di Korea dan Asia Timur
(Kwang&Chung, 2001:52). Konfusianisme yang berfokus pada nilai-nilai keluarga, melihat
negara sebagai perpanjangan dari keluarga. Selain itu, hubungan-hubungan lainnya dan
institusi-institusi pun terpola berdasarkan prinsip tersebut. Konsep kekeluargaan tersebut
tentunya bertolak belakang dengan kapitalisme yang bersifat individualis. Perbedaan yang
mendasar tersebut mempengaruhi pola pikir dan pandangan bangsa Korea terhadap peraihan
keuntungan melalui cara-cara Kapitalis (Hahm, 1999:37). Dengan demikian, Weber (1951)
menyimpulkan bahwa Konfusianisme merupakan hambatan terhadap perkembangan ekonomi
pada masa puncak perkembangan ajaran Konfusianisme tersebut (Eckert, 1990:410).

Di sisi lain, sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1960-an Korea Selatan mengalami
perkembangan ekonomi yang signifikan pada masa pemerintahan presiden Park Chung Hee
(1961-1979). Berbagai hal telah dicapai oleh presiden Park selama kurun waktu 18 tahun dia
memerintah. Dalam perkembangan ekonomi Korea Selatan di tahun 1960-an tersebut terdapat
sebuah indikasi khusus atas peran elemen budaya Konfusianisme dalam pertumbuhan
ekonomi Korea Selatan. Diantara ajaran-ajaran yang berkembang di semenanjung Korea
antara lain Konfusianisme, Shamanisme dan Budhisme, pengaruh Konfusianisme merupakan
pengaruh terkuat dalam mendorong perkembangan ekonomi Korea Selatan.

Berdasarkan pernyataan Swindler (1986) mengenai perubahan historis spesifik yang


mengurangi kekuatan beberapa pola budaya dan meningkatkan yang lainnya, Kolonialisasi
Jepang dan intervensi Amerika Serikat terhadap pemerintahan Korea Selatan juga layak
diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi corak pada kebiasaan dan
pandangan hidup bangsa Korea. Penelitian kali ini akan meneliti sejauh mana pengaruh faktor
internal dan eksternal tersebut terhadap Park Chung Hee secara individu serta pencapaiannya
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan. Penelitian ini difokuskan pada hubungan
antara nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee terhadap perkembangan
ekonomi Korea Selatan pada tahun 1961-1979, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana peran nilai-nilai Konfusianisme tersebut di dalam pemerintahan Park Chung Hee?;
dan, Apa pengaruh nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee terhadap

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


3

perkembangan ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979? Berdasarkan permasalahan yang


telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan hubungan antara nilai-nilai
Konfusianisme dengan kepemimpinan Park Chung Hee tahun 1961-1979 dalam peranannya
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan.

Tinjauan Teoritis

Meski bukan pemerintahan Konfusian seperti masa kerajaan Joseon (1392-1910),


dalam pemerintahan Park Chung Hee masih terdapat nilai-nilai Konfusianisme. Nilai-nilai
Konfusianisme yang masih terasa pada masa pemerintahan Park Chung Hee merupakan
sebuah warisan yang sulit dihilangkan. Hal tersebut dijelaskan oleh Kim Woon-Tai (2001)
yang menuangkan pikirannya dalam salah satu bagian dalam buku Understanding Korean
Politic: an Introduction bahwa ada tiga faktor yang dapat diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap budaya politik di Korea. Pertama adalah nilai-nilai tradisional dan
evolusi sosial-budaya seperti shamanisme, Konfusianisme dan pengalaman historis. Kedua,
pemerintahan kolonial Jepang juga menjadi salah satu faktor pembentuk pola budaya politik
Korea. Ketiga, proses modernisasi telah mempercepat pergantian budaya dengan
menyebarkan paham individualisme, konsumsi massa, dan nilai plural.

Ajaran Konfusianisme sebagai Dasar Budaya Politik Korea

Konfusianisme secara esensial merupakan sebuah manifestasi filosofi politik yang


berasal dari Cina. Paham ini berkembang selama ratusan tahun di semenanjung Korea sejak
Zaman Tiga Kerajaan1. Pengaruh Konfusianisme yang telah berkembang selama ratusan
tahun di Korea merupakan basis politik ideal bagi bangsa Korea dan telah menjadi tendensi
filosofi bangsa Korea pra-modern bahkan pengaruhnya pun masih terasa dalam masyarakat
Korea sekarang (Hong,1973). Dalam buku Korean Politics, John (1999) berpendapat senada
dengan Kim (2001) bahwa bangsa Korea mendapat pengaruh dari Konfusianisme dalam
perkembangan pemerintahannya.

Konfusianisme mengandung dua aspek utama yang secara simultan berkaitan satu
sama lain, yakni, “pembinaan diri” (etika) dan “memerintah orang lain” (politik).
Konfusianisme merupakan sistem yang mengintegrasi “pembinaan diri” yang harus dimiliki
oleh cendekiawan, untuk nantinya “memerintah orang lain” (Kang, 2006).

1
Masa Tiga Kerajaan merujuk kepada tiga kerajaan besar yang menguasai semenanjung Korea sekitar abad ke-4
sampai dengan abad ke-7. Tiga kerajaan besar tersebut terdiri dari Koguryo, Baekje, dan Silla.  

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


4

Dalam ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea tersebut, terkandung


beragam nilai seperti sikap positif terhadap peristiwa yang terjadi di dunia; gaya hidup teratur
yang terbentuk dari disiplin dan pengembangan diri; penghormatan terhadap otoritas; dan
kolektivisme keluarga merupakan karakteristik-karakteristik dari nilai Konfusianisme.
(Kwang&Chung, 2001:52). Di antara pengaruh-pengaruh tersebut, kolektivisme keluarga
merupakan sebuah konsep yang paling menonjol dalam tatanan masyarakat Korea.

Konsep Keluarga dalam Konfusianisme


Crane dalam bukunya Korean Patterns (1999) mengemukakan bahwa masyarakat
Korea secara tradisional berfokus pada keluarga. Hubungan kekeluargaan tersebut masih
menjadi dasar dan hal terpenting di semenanjung Korea. Dari lima hubungan utama2 yang
dideskripsikan oleh Konfusius, tiga diantaranya merupakan hubungan yang berdasar pada
keluarga.

Kim Kyeong Il dalam bukunya Gongjaga Jugeoya Naraga Sanda (Konfusius harus
mati agar negara bisa hidup) (1999) menyatakan bahwa kesadaran bersosialisasi dalam ajaran
Konfusianisme berfokus pada hubungan bakti antara orang tua dan anak atau (bakti). Dari
hubungan bakti tersebut, berkembanglah kesetiaan terhadap negara sebagai perpanjangan
tangan dari keluarga. Dalam konteks tersebut, kesetiaan kepada negara dianggap sama dengan
kesetiaan kepada orang tua. Berdasarkan uraian ini, kelompok masyarakat yang menganut
pandangan tersebut memungkinkan pemegang kekuasaan pemerintahan mengatur hukum
sesuai dengan kehendaknya. Hal itu dikarenakan bahwa pada hakikatnya, pemegang kendali
dalam ruang antara bakti dan kesetiaan tersebut adalah pemegang kekuasaan pemerintahan
dan orang-orang yang lebih tua.

Weber (1951) dalam bukunya The Religion of China (Agama China) juga
mengemukakan pendapat senada bahwa dalam negara patriarkat, struktur hukum yang berlaku
juga bersifat patriarkat Hal tersebut didasari oleh aturan tak tertulis yang menyatakan bahwa
pemegang kekuasaan prerogatif memiliki hak lebih tinggi daripada hukum yang berlaku.
Weber menambahkan bahwa rasionalisme birokrasi yang dikonfrontasi dengan kekuatan
tradisional direpresentasikan oleh dominasi pemegang kekuasaan yang berusia tua.

Nilai keluarga dalam ajaran Konfusianisme tersebut juga mengakomodasi seseorang


untuk mendapatkan kelompok pendukung dan agen-agen untuk membantunya

2
Hubungan antara Raja dan bawahan, ayah dan anak laki-laki, suami dan istri, kakak dan adik, serta hubungan
antar teman (Crane, 1999:32).

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


5

mempertahankan posisinya dalam lingkungan organisasi dengan cara memposisikan orang-


orang di sekitarnya sebagai anggota keluarganya. Dalam konteks ini, nepotisme merupakan
sebuah hal yang lumrah dalam masyarakat Korea. Hal tersebut didukung pula dengan nilai
Konfusianisme yang beredar di masyarakat Korea mengenai pentingnya menjaga sebuah
hubungan (Crane, 1999).

Pengaruh Pemerintah Kolonial Jepang terhadap Korea Selatan


Swindler (1986) dan Kim (2001) mengemukakan bahwa perubahan historis spesifik
memiliki andil dalam pembentukan pola tindakan seseorang dan memberi corak pada budaya
politik sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, periode penjajahan Jepang atas semenanjung
Korea pada tahun 1876 sampai tahun 1945 merupakan salah satu periode penting bagi bangsa
Korea. Pada tahun 1876, ketika Korea masih berada dalam sistem sino-sentris3, dimulailah
sebuah transisi modernisasi. Diplomasi dan budaya Barat mulai menggeser sistem tradisional.
Transisi ini didapatkan Korea secara tidak langsung melalui Jepang, tidak seperti negara Asia
lainnya yang mendapatkan pengaruh Barat secara langsung dari bangsa Barat (Macdonald,
1990).

Kolonialisasi pada dasarnya merupakan intensifikasi peningkatan rasa nasionalisme


dengan memberikan batasan jelas antara pihak internal dan pihak asing di luar lingkaran
keluarga. Pembatasan tersebut mendorong keinginan bangsa terjajah untuk bangkit dari
keadaan pasca kolonialisme termasuk dari segi pencapaian ekonomi. Dalam konteks
semenanjung Korea, posisi Jepang sebagai bangsa penjajah yang serumpun telah memberi
kepercayaan diri kepada bangsa Korea untuk meniru kesuksesan ekonomi Jepang. Hal
tersebut didasari anggapan bahwa kesamaan latar belakang budaya Jepang dengan Korea
lebih mudah diterima dibandingkan bangsa Barat yang sama sekali asing bagi bangsa Korea
(Eckert, 1990:408).

Modernisasi Korea dan Resistansi Konfusianisme terhadap Modernisasi

Menurut Rostow (1960), proses modernisasi merupakan proses transisi komunitas dari
komunitas tradisional yang bermatapencaharian dari sektor pertanian menjadi komunitas yang
berbasis perdagangan dan industri. Dalam konteks modernisasi Korea, Hong Yi-Sup (1973)
dalam bukunya Korea’s Self Identity mengemukakan bahwa perlu diperhatikan dua hal dalam
melihat modernisasi Korea, yakni proses modernisasi tersebut terjadi pada kondisi masyarakat

3
Sinosentris merupakan sistem hierarkial internasional yang tumbuh di Asia Timur sebelum masuknya sistem
westphalian. Sinosentris mengacu kepada gagasan kuno bahwa China merupakan pusat budaya dunia.  

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


6

Korea saat itu yang masih berada di bawah pengaruh Konfusianisme; dan beberapa bentuk
Konfusianisme yang masih aktif dalam beberapa kelompok masyarakat pra-modern.

Ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea mengalami modernisasi seiring


transformasi modern yang dialami bangsa Korea. Sebagian konsep Konfusianisme
berasimilasi dengan pengaruh asing seperti Kapitalisme dan bertahan hingga masa modern
sedangkan sebagian lainnya menjadi tidak aktif dalam tatanan masyarakat. Hal tersebut
merupakan bentuk seleksi terhadap transformasi modern. Bentuk resistansi Konfusianisme
terhadap modernisasi yang berhasil bertahan karena didukung oleh pengalaman historis yang
panjang dan penanaman nilai-nilai Konfusianisme secara alami yang dimulai sejak
pendidikan dasar dalam keluarga di Korea.

Pengaruh Amerika Serikat Terhadap Korea Selatan


Melalui penandatanganan Deklarasi Kairo pada November 1943, Amerika Serikat
mulai memberi perhatian terhadap semenanjung Korea secara khusus sebagai bagian dari
rencana pasca Perang Dunia II terkait kekaisaran Jepang. Kemudian pada Agustus 1945,
semenanjung Korea terbagi dua dan Korea Selatan menjadi negara perwalian Amerika Serikat
(Kim, 2007). Dominasi bantuan Amerika Serikat terhadap sektor finansial Korea Selatan
membuat Amerika Serikat selama masa perwalian membuatnya memiliki hak pilih mayoritas
atas Korea Selatan. Selain itu, kurangnya kekuatan Korea Selatan di berbagai bidang
menjadikan Korea Selatan negara yang mudah diserang. Hal tersebut mengakibatkan Korea
Selatan menjadi negara yang sangat bergantung kepada Amerika Serikat (Park, 1970).
Meskipun demikian, masuknya Amerika Serikat ke semenanjung Korea telah memberikan
jaminan keamanan yang secara langsung telah mengakomodasi lingkungan politik yang
konduktif bagi perkembangan kapitalisme (Eckert, 1990:395). Ketergantungan Korea Selatan
dan dominasi Amerika Serikat pada Korea Selatan merupakan penjelasan yang eksplisit atas
krusialnya peran Amerika Serikat terhadap Korea Selatan.

Pengenalan Park Chung Hee

Park Chung Hee ( ) lahir pada 14 November 1917 di sebuah desa kecil yang
terletak 69 mil dari barat laut Daegu. Dia merupakan anak termuda diantara 5 putra dan 3
putri dari Park Song Bin, seorang aktivisTonghak4. Dalam salah satu karyanya berjudul
Minjokui Cheoryeok, Park mendedikasikan 40 halaman dari 44 halaman terhadap pergerakan

4
Tonghak adalah pergerakan akademik dalam Neo-Konfusianisme Korea yang didirikan oleh Choi Je-U sebagai
reaksi dari munculnya Seohak (western learning). Tonghak merupakan pergerakan reformasi dan kebangkitan
ajaran Konfusian.  

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


7

Tonghak. Beberapa pendapat menganggap bahwa Park meneruskan pemikiran ayahnya


terhadap revolusi demokratik. Meskipun demikian, Park Chung Hee dikenal sebagai
pemimpin yang otoriter selama masa pemerintahannya (Lee, 2012).

Park merupakan produk elite dari sistem militer kolonial yang menguasai bahasa
Jepang dan pemahaman serta emosinya terpengaruh secara mendalam oleh masa latihannya
selama periode supremasi militer Asia milik Jepang. Dia cenderung tidak membutuhkan
bujukan khusus untuk melanjutkan transformasi modern yang telah dimulai oleh Jepang di
Korea Selatan setelah mengambil alih kekuasaan pemerintahan Korea Selatan di tahun 1961
(Eckert, 1990: 392). Kekaguman Park Chung Hee terhadap kekaisaran Jepang tak terbatas
pada pasukan militernya namun juga restorasi Meiji. Restorasi tersebut membawa
transformasi besar-besaran atas perkembangan Jepang menjadi bangsa yang kuat meskipun
memiliki luas wilayah yang kecil (Lee, 2012). Ide-ide politik Park Chung Hee yang
dituangkan dalam tiga karyanya, yakni, Chidojado(The Ways of a Leader), Uri Minjokui
Nagal Kil (The Path for Our Nation), Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The Country, The
Revolution and I), secara tersirat mengandung nilai-nilai dan pemikiran yang merupakan hasil
dari pengalamannya sendiri. Pengalamannya dalam militer Jepang dan Korea memberikan
kesempatan baginya untuk menyaksikan transformasi Manchuria dan juga dampak intervensi
Amerika Serikat terhadap Korea (Lee, 2012); (Park, 1970).

Metode Penelitian

Bahasan dalam penelitian dibatasi pada pemaparan pengaruh nilai Konfusianisme pada
kepemimpinan Park Chung Hee dari tahun 1961 hingga tahun 1979 dan pengaruhnya
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan. Pemaparan tersebut dibatasi pada
kepemimpinan Park Chung Hee agar dapat menunjukkan pengaruh nilai-nilai Konfusianisme
terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan secara spesifik. Metode yang digunakan
dalam penyusunan tulisan ini adalah metode kualitatif bersifat deskripsi analisis dengan
memfokuskan pada hubungan korelasional antara latar belakang budaya yang
direpresentasikan oleh nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee dan
perkembangan ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


8

Konfusianisme dalam Kepemimpinan Park Chung Hee


Latar belakang Park yang berasal dari keluarga petani miskin dan seorang anak
pemberontak Tonghak, menanamkan nilai-nilai tradisional terhadap karakter Park. Kemudian,
latar belakang pendidikan militernya juga berperan membentuk karakter otoriter Park Chung
Hee. Pengalamannya dalam militer Jepang dan Korea memberikan kesempatan baginya untuk
menyaksikan transformasi Manchuria dan juga dampak intervensi Amerika Serikat terhadap
Korea (Lee, 2012); (Park, 1970). Akumulasi pengalaman tersebut melahirkan ide-ide politik
Park yang secara tersirat mengandung nilai-nilai dan pemikiran yang merupakan hasil dari
pengalamannya sendiri. Hal tersebut pada akhirnya turut mempengaruhi berbagai rencana
kebijakannya dalam membangun Korea.

.Konfusianisme merupakan sistem nilai tradisional Korea yang berperan besar dalam
memberikan arah filosofi dan standar moral bangsa Korea. Salah satu aspek utama ajaran
Konfusianisme adalah mengenai politik atau memerintah orang lain. Hal tersebut menyiratkan
pentingya peranan seorang pemimpin dalam memerintah orang lain. Dengan menitikberatkan
pada hierarki dan peranan masing-masing kedudukan, Konfusianisme juga menyodorkan
kriteria pemimpin ideal bagi sebuah pemerintahan. Seorang pemimpin dianggap merupakan
sosok yang senantiasa memegang prinsip kebenaran dan keadilan dalam memerintah.

Park Chung Hee merupakan pemimpin Korea yang memiliki latar belakang yang
berbeda dari kedua presiden sebelumnya. Park yang lahir dari keluarga miskin dan tumbuh
besar dengan pendidikan militer dari pemerintah kolonial Jepang, mendapat pengaruh kuat
terhadap pemahamannya mengenai otoritas dan birokrasi. Hal tersebut membentuk pola pikir
dan pandangannya terhadap tata cara pemerintahan dan gagasan politiknya. Sebagian besar
pendidikan Jepang yang diterimanya tidak jauh berbeda dari nilai-nilai Konfusianisme yang
mengakar di Korea.

Pasca kudeta 16 Mei 1961, Park yang mengambil alih pemerintahan mulai
menunjukkan kepemimpinannya yang otoriter. Kepemimpinan Park yang otoriter tersebut
sedikit banyak mendapat pengaruh dari latar belakang kehidupannya. Pendidikan militer dan
penanaman nilai tradisi sejak kecil membuat gaya kepemimpinannya mengandung nilai-nilai
Konfusian meski pemerintahan Park bukanlah pemerintahan Konfusian murni. Corak
Konfusianisme tersebut tergambar dalam ide-ide politiknya yang dituangkan melalui tulisan.
Ketiga karyanya, Chidojado (The Path of Our Leader), Uri Minjokui Nagal Kil (The Path of
Our Nation), dan Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The Country, The Revolution, and I),

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


9

merupakan bukti autentik mengenai nilai Konfusianisme yang dimilikinya. Ide-ide politik
Park tertuang dalam setiap karyanya sebagai berikut:

1. Pada buku Chidojado (The Ways of a Leader), Park mengemukakan bahwa ia


percaya bahwa kualifikasi untuk seorang pemimpin haruslah sadar akan
persahabatan, kemampuan untuk menilai dan memecahkan masalah, visioner,
berdedikasi terhadap prinsip atau memiliki karakter yang hati-hati, tegas, percaya
terhadap demokrasi, teguh pendirian, tulus dan bersemangat, serta terpercaya (Oh:
1968).
2. Pada buku Uri Minjokui Nagal Kil (The Path of Our Nation), Park menghimbau
kesadaran terhadap “musuh yang berada di dalam dan di luar.” Dalam hal ini, kata
“musuh” menyoroti kepada paham komunisme dan kelemahan internal bangsa
Korea. Dalam rangka menghadapi musuh tersebut, diperlukan adanya kebangkitan
nasional yang mengarah kepada eliminasi karakter negatif nasional. Menyadari hal
tersebut, Park menegaskan perlunya sebuah reformasi (Oh, 1968:134).
3. Pada buku Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The country, the revolution and I),
Park menekankan kembali perlunya revolusi untuk membawa kekuatan baru di
masa depan. Revolusi tersebut berfokus pada pembentukan generasi baru untuk
mengambil alih negeri. Dengan kata lain, regenerasi bangsa (Oh, 1968:137).
Dalam buku tersebut, Park juga kembali menegaskan bahwa revolusi yang
dibawanya bersifat egaliter dengan dilakukannya penghapusan hak-hak khusus
kelompok tertentu.

Melalui uraian di atas, dapat diketahui adanya persamaan antara ide-ide politik Park
dan nilai-nilai Konfusianisme. Posisi seorang pemimpin sebagai pengatur merupakan posisi
penting untuk menjaga jalannya alur pemerintahan. Sikap tegas, bertanggung jawab,
terpercaya, kecekatan, dll sangat dibutuhkan dalam menjalankan peran tersebut. Konsep
hierarki dan sistem otoriter-birokratis di dalam Konfusianisme dapat dijalankan beriringan
dengan cara kerja militer yang terorganisir dan cenderung bersifat top-to-bottom. Kedudukan
yang tidak setara dalam sistem hirarki Konfusianisme menuntut adanya kepatuhan dan
kesetiaan dari bawahannya demi menciptakan keharmonisan (Analects 2.3 dan 17.6). Hal
tersebut juga didukung oleh Robinson (1991) yang mengemukakan bahwa ideologi
Konfusianisme pada dasarnya merefleksikan masyarakat hierarkis yang menempatkan otoritas
secara top to bottom dan dikukuhkan dengan kesetiaan yang terus menerus dan ketundukan
rakyat terhadap pemerintah. Nilai-nilai Konfusian mengenai kesetiaan dan bakti merupakan

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


10

salah satu unsur yang berkontribusi dalam etos sosial yang membantu pencapaian stabilitas
dan keadaan yang dapat diprediksi (Kihl, 2004: 126-127). Hal tersebut tentunya memberikan
keleluasaan bagi penguasa untuk menjalankan rencananya tanpa perlawanan berarti dari
bawahannya. Dalam hal ini, pemerintah mendapat kemudahan dalam menjalankan kebijakan-
kebijakannya tanpa protes yang berarti dari pihak oposisi.

Kemudian, pengalaman Park Chung Hee terhadap transformasi dan modernisasi yang
dilihatnya sendiri ketika dia berada di Manchuria dan Jepang, membuatnya berpikir kritis atas
perubahan nasional yang dibutuhkan bangsanya. Begitu pula pandangannya terhadap nilai-
nilai tradisional yang menghambat bangsanya menuju “kebangkitan nasional” (Lee, 2012).
Dalam kutipan di atas dapat terlihat resistensi Park terhadap nilai-nilai tradisional tersebut.
Dia menganggap kaum-kaum ekstrimis dan kurangnya nasionalisme, serta ketergantungan
terhadap latar belakang kelompok merupakan sikap negatif yang menghambat reformasi.
Dengan demikian, Konfusianisme lebih cenderung bersifat sistem yang berorientasi terhadap
status quo daripada sistem bersifat dinamis yang diperlukan dalam modernisasi (Kihl,
2004:127).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Park secara eksplisit mengakui bahwa nilai-
nilai tradisional tersebut telah berperan dalam penentuan gagasan-gagasan politiknya. Selain
itu, tujuan utama dalam kebangkitan nasional yang diinginkannya adalah reformasi manusia,
sebuah perubahan dari masyarakat Konfusian yang terpaku pada nilai-nilai kolektif menuju
masyarakat industri yang modern. “Kebangkitan nasional” dalam kesejahteraan yang
disebutkan dalam kutipan di atas, merupakan manifestasi konsep liberasi dari kemiskinan dan
invasi pengaruh asing yang populer pada akhir masa Joseon. Selain itu, konsep yang dibawa
oleh Park lebih bersifat egaliter dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Park juga
menegaskan bahwa tanpa “persamaan ekonomi”, demokrasi politik tak lebih dari sekedar
konsep abstrak dan tak berguna (Oh, 1999: 51).

Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa revolusi yang ditawarkan Park secara umum
mengandung konsep egaliter dan menuntut adanya regenerasi pemimpin bangsa. Jika
sebelumnya negara dipimpin oleh kelas tertentu saja, Park menginginkan adanya perubahan
bagi sistem tersebut. Dia menekankan bahwa modernisasi dan kepuasan ekonomi bukanlah
hak salah satu kelas semata, tapi hak setiap warga negara. Park mencoba memajukan kelas
petani dan nelayan untuk dapat berkompetisi dan mengambil alih perekonomian negara. Dari
tujuan tersebut dapat terlihat kesesuaian dengan pemberontakan Tonghak yang menuntut

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


11

persamaan manusia dan dilakukan oleh kelas petani (Park, 1970).

Latar belakang Park yang lahir dari keluarga petani miskin dan merupakan anak dari
pemberontak Tonghak, mempengaruhi jalan pikirannya terhadap revolusi tersebut.
Kemiskinan yang mengajarinya tentang pentingnya stabilitas ekonomi dan pandangan ayah
Park Chung Hee yang seorang pemberontak Tonghak sedikit banyak mempengaruhi karakter
dan pandangan Park Chung Hee terhadap revolusi demokratik. Tonghak merupakan salah satu
perwujudan dari unsur-unsur konsep kemerdekaan yang populer pada akhir masa Joseon
mengenai kebangkitan dan reformasi ajaran Konfusian seperti persamaan derajat, ide-ide
kedaulatan dan ketahanan, hak sipil serta reformasi.

Nilai Konfusianisme dalam Kebijakan-Kebijakan Era Park Chung Hee dan Pengaruhnya
Terhadap Perkembangan Ekonomi Korea Selatan
Dalam perumusan kebijakan, Anderson (2006) dalam bukunya Public Policy Making:
An Introduction mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih
kebijakan, yaitu: (1) nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan
maupun ideologi; (2) afiliasi partai politik; (3) kepentingan konstituen; (4) opini publik; (5)
penghormatan terhadap pihak lain; serta (6) aturan kebijakan (Anderson, 2006:127-137).

Ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea membentuk ideologi, cara pandang,


dan karakteristik pola pikir bangsa Korea. Nilai-nilai Konfusianisme tumbuh menjadi salah
satu bagian dari identitas bangsa Korea. Dengan demikian, keterlibatan serta peranan
Konfusianisme sangat diperlukan sebagai salah satu faktor utama perumusan kebijakan. Hal
tersebut disadari oleh Park Chung Hee bahwa kesadaran terhadap persamaan-persamaan yang
dimiliki bangsa sangat diperlukan untuk dapat menyamakan semangat nasional. Hal itu
dilakukan agar Korea dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi yang dialaminya saat itu (Park,
1970:165-171).

Dengan demikian, karakteristik Konfusianisme dapat terlihat dalam kebijakan-


kebijakan populer Park Chung Hee selama pemerintahannya tahun 1961-1979. Diantara
kebijakan-kebijakan tersebut, penulis mencoba menganalisis beberapa diantaranya, yakni,

1. Pembentukan Economic Planning Board (EPB) atau Badan Perencanaan Ekonomi.


Fakta bahwa pembentukan EPB berawal di masa pemerintahan militer Park di
tahun 1961, menguatkan indikasi adanya peranan dari latar belakang militer Park.
Latar belakang kehidupan Park yang didominasi oleh karir militer menawarkan

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


12

kebaikan pemeliharaan hubungan kepatuhan antara penguasa dan bawahan dalam


militer, yang merupakan representasi perpanjangan konsep dari kepatuhan anak
kepada ayahnya, dalam melancarkan pelaksanaan kebijakan. Melalui nilai
kepatuhan tersebut, pembentukan EPB sebagai salah satu manifestasi sentralisasi
komando diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan perkembangan ekonomi.
2. Manajemen personil pemerintahan. Park yakin bahwa birokrasi yang efektif akan
membawa kesuksesan pada revolusi. Pemerintahan militer yang berjalan
sementara saat itu merupakan jembatan bagi reformasi birokrasi pemerintahan.
Park yang mengagumi keberhasilan Jepang dalam hal reformasi pemerintahan,
telah mempelajari restorasi Meiji secara keseluruhan dan menyimpulkan bahwa
birokrasi pemerintahan yang solid merupakan faktor terpenting untuk
menggerakkan revolusi (Kim, 2007:105). Oleh karena itu, Park mulai melakukan
pengaturan terhadap manajemen personil pemerintahan. Nilai Konfusianisme
dalam kebijakan tersebut diperlihatkan oleh Park dalam upayanya mewujudkan
reformasi birokrasi agar lebih efektif dan solid. Pandangan Park terhadap karakter
militer sejalan dengan nilai Konfusian yang tergambar dalam hubungan samgang
oryun, yakni sifat vertikal, hierarkial, ketat, hubungan yang tidak setara, dan
kepatuhan. Pengaruh pendidikan militer Jepang dan paparan konsep pembagian
tugas pun mengambil peranan penting dalam perwujudan keputusannya.
Pembagian tugas yang dianjurkan doleh Park ditawarkan setelah pelaksanaan
program manajemen birokrat pemerintahan tersebut memiliki pola yang sama
dengan ajaran Konfusianisme dalam hal pengembangan diri agar dapat menyadari
perannya masing-masing sehingga dapat mengatur orang lain (Kang, 2006). Hal
ini dikarenakan dalam sistem Konfusian, moral dan politik atau memerintah orang
lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki
hubungan yang esensial antara diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara (Kihl,
2004:128).
3. Pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun. Rencana pembangunan lima tahun
ini merupakan hasil akhir manifestasi kedua kebijakan sebelumnya dengan tujuan
yang sama dalam mengembangkan perekonomian Korea. Hasil dari sentralisasi
komando oleh Park melalui EPB dan manajemen personil yang baik menghasilkan
kesuksesan rencana pembangunan lima tahun. Dengan pola yang sama mengenai

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


13

kepatuhan dan efisiensi hubungan hierarkial birokratis, Park telah menyukseskan


program repelita pertama serta repelita-repelita sesudahnya.
4. Penguatan grup Chaebol. Sebagai kelanjutan dari program repelita, jiwa
kewirausahaan bangsa Korea mulai ditingkatkan melalui penguatan grup Chaebol5.
Hubungan antara pemerintah-Chaebol tersebut merupakan perwujudan hubungan
berdasarkan pola hierarkial Konfusian, antara penguasa dan bawahan (Eckert,
1990: 409). Dengan menjaga kewajiban tiap peran, maka akan membawa harmoni.
Keefektifan pola tersebut dibuktikan dengan kesuksesan ekonomi yang dibuktikan
oleh kemajuan ekonomi Korea Selatan. Selain itu, keefektifan manipulasi elemen
budaya Konfusianisme dalam rangka menguatkan grup chaebol merupakan
indikasi kuat peranan Park sebagai pemegang kendali pemerintahan. Sebagai
penggagas dan penggerak transformasi tersebut, Park memanipulasi berbagai
faktor yang dimilikinya baik nilai Konfusianisme dan juga hasil pengalaman
hidupnya sebagai produk elite militer Jepang.
5. Program Saemaul Undong 6 . Orientasi sebagian masyarakat Korea terhadap
pertanian merupakan peninggalan nyata sebagai bagian dari masyarakat pasca-
Konfusian. Upaya Park yang mencoba untuk mengembalikan kembali posisi
sektor pertanian dalam kebijakan Saemaul Undong dapat dilihat sebagai salah satu
upaya mengembalikan keadaan masyarakat Konfusian kepada bangsa Korea.
Secara implisit, Park juga terlihat seperti mengakui keberadaan agrikultur dalam
masyarakat Konfusian sebagai faktor pembentuk harmoni antara kemajuan dan
tradisi. Pembangunan desa-desa sebagai pusat lahan agrikultur merupakan upaya
nyata yang dilakukan Park untuk mewujudkan keseimbangan antara industri dan
pemeliharaan tradisi.

Rangkaian kebijakan dalam pemerintahan Park Chung Hee tersebut bila dilihat dari
ajaran Konfusianisme menunjukkan perwujudan sentralisasi kontrol dan pengaplikasian
sistem hubungan hierarkial birokratis. Tak hanya secara sistem, semangat dan mental nasional
juga terbentuk berdasarkan nilai-nilai Konfusian. Meskipun demikian, seiring peningkatan

5
Chaebol didefinisikan oleh Yoo &Lee (1987), sebagai kelompok bisnis yang memiliki perusahaan-perusahaan
besar yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga atau kerabat dengan are bisnis yang beragam (Kim, 2001:
144).
6
Saemaul Undong atau dikenal juga dengan New Village Movement merupakan salah satu program kebijakan
pemerintahan Park yang diresmikan pada musim dingin tahun 1971-1972. Kebijakan pembangunan daerah
pertanian dan pedesaan ini dilakukan dalam rangka mengatasi dampak yang timbul akibat industrialisasi seperti
urbanisasi dll (Eckert, 1990:367).

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


14

kualitas hidup dan modernisasi yang dijalankan pemerintahan Korea, resistansi terhadap
pengaruh-pengaruh yang berkembang di Korea mulai tampak secara eksplisit.

Bentuk-bentuk resistansi tersebut bermuara pada konsep kemerdekaan dari ajaran


ortodoks Konfusianisme dan pelepasan diri dari pengaruh asing yang dikemukakan oleh
Keum (2000). Akan tetapi, resistansi yang ditunjukkan oleh Park dan pemerintahannya
tersebut tidak ditujukan untuk menentang keseluruhan konsepsi mengenai Konfusianisme dan
pengaruh asing tersebut. Resistansi yang ditunjukkan olehnya merupakan bentuk resistansi
parsial yang menentang sebagian konsepsi yang dirasa tak sejalan dengan nilai kebenaran
yang dimiliki bangsa Korea. Seperti dalam hal penggabungan tujuan peraihan keuntungan
sebanyak-banyaknya dalam paham kapitalisme dengan efisiensi sentralisasi komando ala
Konfusian dalam rangka pencapaian kesuksesan ekonomi yang dituangkan dalam tujuan
pendirian EPB dan pelaksanaan repelita; pemanipulasian konsep-konsep hubungan hierarkial
yang terkandung dalam hubungan birokrat pemerintah dan konsep hierarkial-birokratis ala
militer modern dalam manajemen personil pemerintahan; penyesuaian konsep kapitalis
mengenai kaum borjuis dengan konsep nilai keluarga dalam penguatan grup chaebol; dan
bentuk resistansi terhadap modernisasi yang ditunjukkan dengan pemeliharaan sektor
pedesaan sebagai bentuk manifestasi Konfusianisme yang masih aktif dalam tatanan
masyarakat Korea dalam program saemaul undong.

Kesimpulan

Berdasarkan sistem moral Konfusian yang berpusat pada nilai-nilai kolektif keluarga,
negara dianggap perpanjangan tangan dari keluarga (Keum, 2000). Dengan demikian, seorang
pemimpin negara dianggap sebagai perpanjangan konsep ‘ayah’ dan rakyat dianggap sebagai
perpanjangan konsep ‘anak’. Dalam hubungan ketidaksetaraan tersebut, dituntut adanya
kesetiaan dan kepatuhan rakyat terhadap penguasa sebagaimana kesetiaan dan kepatuhan anak
kepada ayahnya (Crane, 1999). Sebaliknya, penguasa juga dituntut untuk menjunjung tinggi
prinsip kebenaran dan keadilan dalam memerintah dan bermurah hati kepada rakyat atau
bawahan (Analects).

Berdasarkan tradisi ini, pemerintah cenderung lebih mudah untuk membuat serta
merencanakan perkembangan ekonomi dengan mengalokasikan sumber daya ke sektor-sektor
industri dan juga untuk kepentingan bisnis lainnya tanpa resistansi khusus dari massa.
Otoritas negara seperti ini membuat pemerintah dapat merencanakan kebijakan ekonomi
secara mendetail secara leluasa tanpa harus bergantung kepada sektor swasta dan mekanisme

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


15

pasar. Kestabilan politik dan mulusnya pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut tentu


memudahkan pencapaian tujuan kebangkitan perekonomian nasional (Hahm, 1999:47).

Pemerintahan otoriter dan terpusat milik Park bertujuan untuk membasmi korupsi,
meningkatkan kekuatan dan kemampuan otonomi masyarakat, serta menyelenggarakan
keadilan sosial. Selama pemerintahannya tersebut, Park telah berhasil mencapai kebangkitan
ekonomi Korea Selatan melalui kebijakan-kebijakannya. Hal tersebut dilakukannya dengan
tidak meninggalkan nilai tradisional Konfusianisme, namun justru menggunakan elemen
budaya tersebut dan memanipulasinya untuk mewujudkan tujuan kebangkitan nasional Korea
dalam bidang ekonomi.

Daftar Pustaka

Sumber Buku

김, 경일. (1999). 공자가죽어야나라가산다 (Konfusius Harus Mati Agar Negara Bisa


Hidup).서울: 바다출판사.

이, 승환. (2004). 유교담론의지형학 (Geomorfologi dari teori Konfusianisme).파주:


(주)도서출판푸른숲.

홍, 사항. (2005). 주식회사대한민국 CEO 박정희(Park Chung Hee, CEO PT.Korea


Selatan). 서울: 국일미디어.

Anderson, James E. (2006). Public Policymaking: An Introduction, 6th ed. Boston: Houghton
Brazinsky, Gregg. (2007). Nation Building in South Korea: Koreans, Americans, and The
Making of a Democracy. North Carolina: The University of North Carolina Press.
Cheng, Tien-His. (1947). China Moulded by Confucius. London: Stevens&Sons ltd.
Chung, Chong-Sik & Ro, Jae-Bong. (1979). Nationalism in Korea. Seoul: Research Center
for Peace and Unification.
Chung, Chulhee&Kwang, Yeong Shin. (2001). Cultural Tradition and Democracy in South
Korea. Korean Studies at The Dawn of Milenium, 2nd Biennial Conference Korean
Studies Association of Australia 2001, hal 51-65. Australia: Monash University.
Crane, Paul S. (1999). Korean Patterns. Seoul: Seoul Press.

Creel, H.G. (1951). Confucius: The Man and The Myth. London: Routledge&Kegan Paul Ltd.
Eckert, C.J., Lee, K.B., Lew, Y.I., Robinson, M., Wagner, E.W. (1990). Korea Old and New
A Hystory. Seoul: Ilchokak Publisher.
Ellis, Ralph D. (1998). Just Results: Ethical Foundations for Policy Analysis. Washington,
DC: Georgetown University Press.

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


16

Graham, Edward M. (2003). Reforming Korea's Industrial Conglomerates. Washington, DC:


Institute for International Economics.
Hahm, Shaibong. “The Confucian Tradition and Economic Reform." Mo, Jongryn and Moon,
Choong-In. Democracy and the Korean Economy. Standford: Hoover Intitution Press,
1999. Hal 35-54.
Hong, Yi-Sup. (1973). Korea's Self Identity. Seoul: Yonsei University Press.
Huang, Yu-ling. (2009). The Population Council and Population Control in Postwar East
Asia. Binghamton: State University of New York.
Jin, Duk-Kyu. (2005). Historical Origins of Korean Politics. Seoul: Jisik-sanup Publications
Co., Ltd.
Kang, Jae-eun. (2006). The Land of Scholars : Two Thousand Years of Korean Confusianism
(Suzanne Lee, penerjemah). Korea: Hangilsa Publishing Co., Ltd.
Keum, Jang-Tae. (2000). Confusianism and Korean Thoughts. Seoul: Jimoondang Publishing
Company.
Khaled, Mortuza. (2007). Park Chung Hee’s Industrialization Policy and its Lessons for
Developing Countries. A paper for the world Congress for Korean Studies 2007.
Busan:-.
Kihl, Young whan. (2004). The Legacy of Confucian Culture and South Korean Politics and
Economics: An Interpretation. Anthology of Korean Studies, Vol VI. Seoul: Hollym
International Corp.
Kim, Chong-Shin. (1967). Seven Years with Korea’s Park Chung Hee. Seoul: Hollym Corp.
Kim, Choong-Nam. (2007). The Korean Presidents: Leadership for nation building. Norwalk:
EastBridge.
Kim, Youngok. (2001). Determinants of Financial Reporting System: The Case of South
Korea. Korean Studies at The Dawn of Milenium, 2nd Biennial Conference Korean
Studies Association of Australia 2001, hal 139-154. Australia: Monash University.
Koh, Byong-ik. (2004). Confucianism and Its Modern Transformation in East Asia.
Anthology of Korean Studies, Vol VI. Seoul: Hollym International Corp.
Kramers,R.P. (1950). K’ung Tzu Chia Yu: The School Sayings of Confucius. Leiden: E.J. Brill.
Kye, Seung B. (2008). Confucian Perspective on Egalitarian Thought in Traditional Korea.
International Journal of Korean HistoryVol.12 August 2008, hal 57-88.
Lee, Chong-Sik. (2012). Park Chung Hee, From Poverty to Power. Palos Verdes: The KHU
Press.
Limongi, Adam Przeworski and Fernando. (1997). "Modernization: Theories and Facts."
World Politics 49.2, 155-183.
Macdonald, Donald Stone. (1990). The Koreans : contemporary politics and society.
Colorado: Westview Press.

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


17

Mas'oed, Mohtar and Yang, Seung-Yoon. (2010). "Sejarah Politik Korea." Syamsudin,
Mukhtasar dkk. Politik dan Pemerintahan Korea. Yogyakarta: INAKOS dan Pusat
Studi Korea UGM, 23-38.

Moon, Soong Hoom Kil&Chung-in. (2001). Understanding Korean Politics : An Introduction.


New York: State University of New York Press, Albany.
Nak-Chung, Paik. (2005). “How to Think about the Park Chung Hee Era”. Korea Focus May-
June 2005, Vol.13, No.3, 116-124.
Oh, John Kie-Chiang. (1968). Korea: Democracy on Trial. New York: Cornell University.
Oh, John Kie-Chiang. (1999). Korean Politics. USA: Cornell University Press.
Park, Chung-Hee. (1970). The Country, the Revolution and I. Seoul: Hollym Corporation.
Rostow, W.W. (1960). The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.
Cambridge: Cambridge Press.
Roxborough, Ian. (1979). Theories of underdevelopment. London: The Macmillan Press ltd.
Sabarguna, H. Boy S. (2004). Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
Shin, Gi-wook. (2006). Ethnic Nationalism in Korea: Genealogy, Politics, and Legacy.
Standford: Standford University Press.
Shin, Yong Ha. (1990). Formation and Development of Modern Korean Nationalism. Seoul:
Dae Kwang Munhwasa.

Soong, Hoom-Kil and Moon, Chung-In. (2001). Understanding Korean Politics, An


Introduction. New York: State University of New York Press.

Sumber Artikel Jurnal

Suryabrata, Suryadi. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.


Sutrisno, Gaya Nitiya. (2012). “Paternalisme dalam pemerintahan Syngman Rhee dan
Pengaruhnya terhadap Nilai-nilai Demokrasi di Korea” Skripsi. Program Studi Bahasa
dan Kebudayaan Korea FIB UI. Depok: Universitas Indonesia.
Swidler, Ann. (1986). Culture in Action: Symbols and Strategies. American Sociological
Review, Vol. 51, No. 2, hal 273-286. USA: American Sociological Association.
Weber, Max. (1951). The Religion of China Confucianism and Taoism (diterjemahkan dan
diedit oleh Hans H.Gerth). Illinois: The Free Press.
Yi-Sup, Hong. (1973). Korea's Self Identity. Seoul: Yonsei University Press.

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013


18

Sumber Internet

Communitarianism. (t.t). Encyclopedia Britannica online. Diakses tgl. 12 Mei 2013.


<http://global.britannica.com/EBchecked/topic/1366457/communitarianism>

Kim, Terri. Confucianism, Modernities, and Knowledge: China, South Korea, and Japan. (t.t).
Academia. Diakses tgl. 14 Mei 2013.
<http://www.academia.edu/901308/Confucianism_Modernities_and_Knowledge_Chi
na_South_Korea_and_Japan>
Legge, James. (t.t). The Chinese ClassicsVolume One: Confucian Analects. Diakses tgl 21
April 2013.
< http://gutenberg.net>
Konfucius. (2012). The Analects of Confucius. Translated Version by R.Eno. Diakses tgl 21
April 2013. <http://www.indiana.edu/~p374/Analects_of_Confucius_(Eno-2012).pdf>
Setiawan, Ebta. (2010-2012). KBBI Offline versi 1.4 freeware. Diunduh 29 April 2013.
<http://ebsoft.web.id/kamus-besar-bahasa-indonesia-luar-jaringan-kbbi-offline-1-4/>

Wolf, Charles Jr. (1962). Economic Planning in Korea. Diakses tanggal 22 April 2013.
<http://192.5.14.43/content/dam/rand/pubs/papers/2008/P2655.pdf>

Won-soon, Park. (2010). Korea-Japan Treaty, Breakthrough for Nation Building. 19 Maret
2010. Korea Times, diakses tanggal 22 April 2013.
<http://www.koreatimes.co.kr/www/news/biz/2013/03/291_62653.html>.

Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai