Metamizole PDF
Metamizole PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Nosiseptor
Nosiseptor adalah reseptor nyeri yang ada di seluruh tubuh,
letaknya terutama pada permukaan kulit, kapsula sendi, di dalam
periosteum, serta di sekitar dinding pembuluh darah. Organ dalam juga
mempunyai nosiseptor hanya saja jumlahnya lebih sedikit. Reseptor nyeri
berupa ujung syaraf bebas dengan permukaan reseptor yang luas,
sehingga kadang-kadang sulit untuk menentukan sumber nyeri secara
tepat.32
Nosiseptor sangat sensitif terhadap suhu yang sangat ekstrem,
kerusakan mekanik, bahan-bahan kimia terutama yang keluar akibat
kerusakan sel. Stimuli yang sangat kuat dari ketiganya dapat
menimbulkan nyeri. Stimuli pada dendrit nosiseptor menyebabkan
depolarisasi, dan juga rangsangan tersebut mencapai akson dan melewati
ambang potensial, maka stimulus akan diteruskan hingga mencapai
susunan saraf pusat.33
Reseptor sensorik
Transmisi nyeri dari perifer ke korteks tergantung pada proses
integrasi dan proses sinyal di medulla spinalis, batang otak dan serebrum.
Informasi transduksi rangsangan mekanik, kimiawi maupun termal
diterima oleh masing-masing reseptor khusus di membran sel.45-47
Terdapat beberapa tipe reseptor sensorik dengan stimulus yang
berbeda-beda. Reseptor sensorik terdapat di bawah kulit, spesial organ
sensorik, otot dan persendian. Nosiseptor adalah reseptor yang
merespons stimulus yang merusak atau diperkirakan akan merusak
jaringan. Kerusakan jaringan dapat disebabkan oleh stimulus mekanis,
termal, kekurangan oksigen, dan bahan kimia. Membran nosiseptor
mengandung ion channel yang dapat diaktivasi oleh stimulus yang
merusak jaringan. 45-47
Neuron sensorik atau aferens primer saraf perifer mempunyai
badan sel di dorsal root ganglion (DRG) di medulla spinalis. Akson aferens
ini ada yang dilapisi mielin dan tidak dilapisi mielin. Akson afferent dibagi 3
kelompok, yaitu A, B dan C. Kelompok A terbagi atas A-Alfa, A-beta, A-
gamma dan A-delta. Transduksi stimulus nyeri terjadi pada serabut mielin
A-delta dan serabut tak bermielin C. 45-47
Nosiseptor A-Delta
Nosiseptor A - delta tersebut hampir dapat ditemukan pada
permukaan kulit. Sebagian kecil dapat ditemukan pada otot dan
persendian. Sebagian besar sensitif terhadap stimulus mekanik intensitas
tinggi dan sebagian lagi sensitif terhadap stimulus termal. 45
Unit aferen
Serabut perifer dan reseptornya disebut sebagai unit aferen. Aferen
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu, ambang-rendah dan ambang-tinggi
atau mekanoreseptif dan termoreseptif. Neuron yang diaktivasi oleh
stimulus mekanikal dan termal disebut unit reseptif polimodal. Sejumlah
unit nosiseptif polimodal berhubungan dengan serabut A-delta. Unit ini
melakukan transmisi dari nyeri pertama atau pricking pain yang
berhubungan dengan stimulasi panas noksius. 45
Regulasi Nyeri
Persepsi nyeri sangat bervariasi, dipengaruhi oleh level sensori
non-pain input dan aspek perilaku, dengan level aktivitas nosiseptor yang
sama dapat mempunyai respons nyeri yang berbeda berat ringannya. 45-47
Sentuhan ringan dapat membangkitkan nyeri melalui mekanisme
hiperalgesia. Akan tetapi, bangkitan rasa nyeri juga dapat berkurang oleh
aktivitas simultan mekanoreseptor ambang-rendah (serabut A-beta).
Barangkali, ini dapat ,menjelaskan mengapa terasa lebih enak pada waktu
mengelus-elus daerah sekitar luka. Mekanisme ini juga dapat
menerangkan pengobatan elektrik pada beberapa nyeri kronik atau nyeri
yang sukar diobati. 45-47
Fenomena diatas diterangkan oleh gate theory of pain. Neuron
tertentu di kornu dorsalis, yang memproyeksikan ke atas traktus
spinotalamik, dieksitasi oleh sensori nyeri dengan diameter besar dan
sensori akson tidak bermielin. Proyeksi neuron ini juga diinhibisi oleh
interneuron, dan interneuron ini juga dieksitasi oleh sensori akson besar
dan diinhibisi oleh akson nyeri. Dengan mekanisme ini, hanya dengan
aktivasi akson nyeri sendiri akan memproyeksikan neuron secara
maksimal ke otak. Akan tetapi bila akson besar mekanoreseptor
teraktivasi secara bersamaan, maka akan mengaktivasi interneuron dan
menekan signal nosiseptif. 45-47
AINS
Pelepasan mediator
Opiat
Pelepasan transmiter di kornu dorsalis
NYERI
ASAM ARAKHIDONAT
(-)
AINS
Ekspresi nyeri menunjukkan status fisik dan emosi, pola reaksi dan
kadang-kadang juga merupakan gaya seseorang dalam bereaksi yang
mungkin saja menimbulkan salah pengertian penilai. Nyeri yang dirasakan
oleh anak dengan masalah kesehatan tertentu atau gangguan
perkembangan sering sulit dinilai dengan tepat. Penilaian yang hati-hati
dan teliti perlu dilakukan saat berkomunikasi dengan anak bermasalah,
misalnya pada anak dengan gangguan kognitif, gangguan emosi berat,
atau anak dengan gangguan motorik atau sensorik. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa penilaian nyeri pada anak harus mencakup beberapa
Pada anak yang lebih besar dapat digunakan beberapa cara antara
lain: 5,54-55
‐ Anak kurang dari 3 tahun atau yang sulit untuk berkomunikasi
dapat digunakan skala observasi FLACC (Faces, Legs, Activity,
Cry, dan Consolability)
‐ Anak diatas 3 tahun dapat digunakan skala wajah Wong-Baker
‐ Anak diatas 5 tahun mungkin dapat menggunakan kata-kata
seperti kena api, atau seperti dicubit, dan lain-lain
‐ Sedangkan pada anak diatas 6 tahun yang diharapkan dapat
mengerti konsep urutan atau tingkatan, dapat digunakan skala
numerik, warna atau kata untuk menyatakan derajat rasa
sakitnya.
Skala Nyeri
Skala ini sebaiknya dibuat dan secara fisik serta emosional sesuai
untuk pasien yang akan diperiksa. Dikenal banyak skala yang dapat
digunakan, namun pada umumnya digunakan perangkat dengan skala 0-
10, dapat berupa: 5,54-55
‐ Skala visual yang banyak menggunakan gambar anatomi baik
wajah atau lainnya untuk menerangkan lokasi dan derajat rasa
sakit seperti skala Wong-Baker. Skala ini penting untuk mereka
yang tidak mampu menyatakan perasaannya dengan kata-kata.
Skala wajah Wong-Baker banyak digunakan untuk anak-anak,
khususnya yang berusia diatas 3 tahun. Skala ini juga banyak
digunakan pada anak lebih besar bahkan untuk orang dewasa
dimana mereka sulit menyatakan rasa sakitnya karena kendala
bahasa. Perlu dijelaskan pada pasien bahwa setiap wajah
2.11. Parasetamol
FARMAKOKINETIK
Parasetamol dan fenasetin diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½
jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh
cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol dan 30% fenasetin terikat
protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.
Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini juga
dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat
menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini
diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. 14,56,57
INDIKASI
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan
antipiretik telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik,
parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan
menimbulkan nefropati analgesik.Penggunaannya untuk meredakan
14,56,57
demam tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik.
EFEK SAMPING
Reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol jarang terjadi.
Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat
berupa demam dan lesi pada mukosa.Fenasetin dapat menyebabkan
anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik
dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, definisi enzim G6PD dan
adanya metabolit yang abnormal.Methemoglobinemia dan
sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada dosis terapi,
karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-hb.Insidens nefropati
analgesik berbanding lurus dengan penggunaan fenasetin. Tetapi karena
fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat
sukar disimpulkan.Eksperimen pada hewan coba menunjukan bahwa
gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat asetosal daripada fenasetin.
Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara menahun
terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.14,15,56-
58
TOKSISITAS AKUT
Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis
tubuli renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas
dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gr (200-250 mg/kgBB)
parasetamol. Gejala pada hari pertama keracunan akut belum
FARMAKODINAMIK
Metamizol merupakan turunan pirazolon dengan aksi analgesik dan
antipiretik, namun tanpa komponen anti-inflamasi. Walaupun obat tersebut
telah tersedia sejak tahun 1922, mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya
diketahui. Penghambatan aktivitas COX dalam SSP, yang mengurangi
sintesis prostaglandin diduga merupakan mekanisme kerja metamizol.Ada
beberapa hipotesis yang menjelaskan efek analgesik metamizol, termasuk
penghambatan COX isoenzime-3 dan penurunan sintesis prostaglandin di
spinal posterior horn. Selain itu, metamizol dapat memberikan efek
spasmolitik dalam kondisi kejang pada saluran kemih dan empedu.15
INDIKASI
Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgetik-antipiretik
karena efek anti inflamasinya lemah. Sedangkan antipirin dan aminopirin
tidak digunakan lagi karena lebih toksis daripada dipiron. Karena
keamanan obat ini diragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila
dibutuhkan analgesik antipiretik yang lebih aman. Pada beberapa kasus
penyakit hodgkin dan periarteritis nodosa, dipiron merupakan obat yang
masih dapat digunakan untuk meredakan demam yang sukar diatasi
dengan obat lain. Dosis untuk dipiron ialah tiga kali 0,3-1 gram sehari.
Dipiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang
mengandung 500 mg/ml.15,16,56,59
Pembedahan
(Trauma)
Parasetamol Metamizol
Anestesi
Umum
Nyeri Nilai
Wong-Baker Faces Pain Rating
Scale
FLACC scale