Anda di halaman 1dari 12

Epidural Hematoma

KELOMPOK 7

Nabila Zaneta 03009164


Najua Saleh 03009166
Nanda Anessa 03009168
Ni Made Rai Wahyuni Setia 03009170
Novia Alrosa 03009172
Nuraini Sidik 03009174
Nyimas Ratih Amandita N.P. 03009176
Oktaviani Halim 03009178
Penny Nastiti R.L. 03009180
Pradita Adiningsih 03009182
Pramita Yulia Andini 03009184
Pryta Widyaningrum 03009186
Putri Nabilah Candra N. 03009188
Raden Roro Marina Rizky U 03009190
Ratika Yos Widya 03009192

Jakarta
4 April 2010
A .Permasalahan
Kasus : Seorang anak laki-laki bernama Amir usia 10 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat sebuah
rumah sakit karena mengalami kecelakaan lalu lintas, pingsan dari 10 menit, tidak ingat kejadian yang
mengenai dirinya. Tidak berapa lama setelah di ruang gawat darurat, pasien mengalami kejang-kejang
selama 1 menit, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan midriasis
pupil kanan dan hemiparesis tungkai kiri.

B .Tujuan
Mahasiswa mampu membahas kasus dari berbagai aspek terkait dengan keluhan pasien, dimulai dari :

a) Identifikasi masalah dengan cara mengumpulkan data selengkap mungkin melalui


anamnesis,pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboraturium/penunjang
b) Menetapkan diagnosis kerja dan diagnosis banding
c) Menetapkan rencana penatalaksanaan,tindak lanjut/rujukan
d) Menyimpulkan prognosis
e) Menyampaikan kondisi anak pada orang tua serta mendapatkan informed consent bila diperlukan
tindakan medik.

C .Metode Kerja
Anamnesis lengkap(1)

Identitas pasien

Nama : Amir

Jenis kelamin : Laki - laki

Usia : 10 tahun

Data yang terdapat dalam kasus ini harus ditambahkan lagi dengan keterangan lainnya untuk
memudahkan diagnosa penyakit, antara lain : tanggal datang ke rumah sakit, tempat dan tanggal lahir,
tujuannya adalah untuk menginterpretasikan apakah data pemeriksaan klinik anak tersebut normal sesuai
usianya ; nama orangtua, untuk memudahkan memberikan informasi yang terkait dengan pasien serta
tindakan yang akan dilakukan ; alamat, diperlukan apabila pasien sedang dalam keadaan gawat atau
membutuhkan keluarganya, untuk mengontrol pasien yang harus kembali dalam pengobatan, daerah
tempat tinggal bisa menjadi epidemiologis penyakit ; umur, pendidikan, dan pekerjaan orangtua, untuk
menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam
anamnesis, serta untuk pemeriksaan penunjang dan penentuan tata laksana pasien selanjutnya ; agama
dan suku bangsa, untuk memantapkan identitas, melihat kesehatan seseorang yang menyangkut dengan
budaya atau adat.
Riwayat penyakit sekarang(1)

Anamnesis yang terperinci mengenai trauma perlu dilakukan sehingga dapat mengetahui

mengenai waktu, lokalisasi, dan cara terjadinya trauma.

Keluhan utama yang dihadapi pasien adalah Amir mengalami kecelakaan yang

menyebabkannya pingsan kurang dari 10 menit dan mengalami amnesia retrograde (tidak mengingat hal

yang terjadi sebelum kejadian).

Hal pertama yang perlu kita tanya, lihat, dan amati adalah memeriksa keadaan atau kesadaran

anak, apakah anak menangis, gelisah, sadar, diam saja. Lalu kita tanyakan kepada yang membawa

pasien atau anak ini ke rumah sakit tentang apa yang telah terjadi kepada anak ini, kemudian jika karena

kecelakaan kapan kejadiannya terjadi serta yang utama adalah mengetahui waktu tepat kejadian

berlangsung. Kita lihat apakah anak pingsan, ada muntah atau tidak, dan ada kejang atau tidak. Jika

terdapat muntah pada anak atau pasien maka kita lihat apakah muntahnya menyemprot, jika muntah

yang keluar berupa darah atau makanan maka kemungkinan terdapat trauma pada saluran cerna berupa

perdarahan lambung atau trauma pada dada. Jika ada darah pada muntah maka kita lihat warnanya

apakah darahnya merah segar atau merah gelap.

Pemeriksaan fisik dan mental(2)

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui atau mendapat perkiraan tentang

lokasi dan luas kerusakan yang terjadi. Trauma langsung lebih sering menyebabkan fraktur dan

hematoma. Adanya lucid interval menyatakan adanya gaya biomekanik yang kurang berarti, dan apabila

timbul perburukan beberapa waktu kemudian mungkin disebabkan oleh kerusakan sekunder berupa

pembengkakan otak difus atau hematoma intrakranial. Sebagian besar pada anak memperlihatkan

adanya gangguan kesadaran sebentar yang sering disertai kejang fokal kemudian timbul kegelisahan,

mengantuk, dan muntah-muntah. Oleh karena itu ada beberapa hal yang penting untuk diobservasi

adalah:
Keadaan umum(2)

 dilihat kesan sakit, tingkat kesadaran, warna kulit, postur tubuh, cara berjalan, cara duduk dan

berbaring, cara bicara, sikapnya, dan penampilannya. Kehilangan kesadaran pada pasien ini

disebabkan oleh hematoma yang meluas menyebabkan tertekannya bebrapa lobus otak ke arah

bawah dan dalam . Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari

gyrus hypokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium . Keadaan ini menyebabkan

timbulnya tanda-tanda neurologic. Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formasio

retikularis Medulla Oblangata menyebakan hilangnya kesadaran.

Tanda vital(2)

Pemeriksaan tanda vital berupa suhu, denyut nadi, tekanan darah, dan pernafasan. Hiperventilasi

dan nadi yang cepat sering ditemukan pada anak yang gelisah. Meskipun anak terlihat pucat, tetapi bila

tekanan darah normal maka prognosis lebih baik. Apabila terdapat hipotensi maka harus dipikirkan

adanya perdarahan abdominal (misalnya ruptura hati atau limpa), terutama setelah kecelakaan

kendaraan. Apabila terdapat tekanan darah yang meningkat disertai bradikardia dan timbulnya

pernapasan yang tidak teratur menandakan adanya tekanan intrakranial. Nadi yang cepat disertai

hipotensi dan pernapasan yang irregular mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi batang otak pada

fraktur oksipital. Jika keadaan ini terjadi maka dapat menimbulkan edema paru yang hebat.

Kepala (2)

Perhatikan adanya luka, hematom, fraktur impresi, ubun-ubun yang tegang dan membenjol dan

ukuran lingakaran kepala. Jika terdapat nyeri atau kekakuan kepala pada leher harus dipikirkan adanya

kemungkinan fraktur leher atau perdarahan subaraknoid.

Mata (2)

Perhatikan besar dan reaksi pupil. Pada perdarahan subarakhnoid atau subdural sering terlihat

gambaran flame-shapped atau subhialoid pada perdarahan retina. Pada kasus ini terdapat midriasis pupil
dan hal ini disebabkan oleh adanya tekanan pada sirkulasi arteria yang mengenai nucleus saraf cranial 3

(oculomotorius)(3). Vena pada retina yang melebar dan tidak berdenyut merupakan gejala dini edema

pupil.

Telinga dan hidung (2)

Telinga dan hidung perlu diperiksa terhadap adanya perdarahan dan bocornya cairan

serebrospinal. Jika terjadi perdarahan telinga disertai dengan ekimosis di daerah mastoid mungkin akibat

dari fraktur basis kranii.

Ekstermitas dan abdomen(2)

Diperiksa terhadap kemungkinan perdarahan intra-abdominal. Pada dada dan perut perlu dilihat

terhadap tanda-tanda jejas atau memar. Pada anggota gerak kita periksa juga otot-ototnya. Refleks

pattelanya seperti apa, apakah ada kenaikkan, penurunan, atau normal. Apabila ada kenaikan reflex

patella maka kemungkinan ada lesi upper motor neuron. Pada kasus ini didapati tanda yaitu hemiparesis

tungkai kiri dan hal ini disebabkan ada lesi di traktus corticospinalis yang menjalar turun dari corticoneuron

di lobus frontal ke motor neuron di Medulla spinalis dan bertanggung jawab terhadap pergerakan otot

badan dan tungkai.(3)

Selain itu perlu juga memeriksakan jantungnya, bagaimana bunyi jantung satu dan dua, apakah

terdengar dengan jelas atau tidak, adanya bising atau murmur. Suara napas perlu diperhatikan

kenormalannya. Perhatikan anak atau pasien sakit atau tidak saat menarik napas. Dan yang paling perlu

diperhatikan adalah jika adanya cedera pada leher maka hal yang perlu kita lakukan adalah fiksasi pada

leher.

Pemeriksaan neurologis(2)

Pada pemeriksaan neurologis derajat kesadaran merupakan indikator beratnya kerusakan pada

otak. Derajat kesadaran harus dinyatakan dalam bentuk respons verbal dan kemampuan mengikuti

perintah. Pada anak dengan gangguan kesadaran dipergunakan skala Glasgow pediatrik dan pada anak

kecil dipergunakan skala verbal yang dimodifikasi.


Pada pemerikasaan selanjutnya adalah pemeriksaan saraf otak lainnya seperti bentuk pupil, refleks

cahaya, refleks kornea, refleks okulosefalik, refleks fisiologis maupun patologis.

Pemeriksaan mental :(2)

Pada pemeriksaan mental diperiksa hal berikut, yaitu :

 Tingkat kesadaran : secara sederhana tingkat kesadaran dibagi menjadi kesadaran yang normal

(kompos mentis), somnolen, sopor, koma-ringan dan koma. Maka, melalui pemeriksaan mental,

kita dapat menetapkan pasien tersebut termasuk ke dalam tingkat kesadaran yang mana, pada

kasus ini pasien kehilangan kesadaran yang disebabkan oleh adanya tekanan pada formatio

retikularis.
 Gambaran umum : penampilan, perilaku dan aktivitas psikomotor , dan sikap terhadap pemeriksa
 Atensi (pemusatan perhatian) : merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan)

perhatian pada masalah yang dihadapi.


 Orientasi : kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan pengalaman lampau. Dapat

berupa orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.


 Berbahasa : merupakan instrumen dasar bagi komunikasi pada manusia, dan merupakan dasar

dan tulang-punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat defisit pada sistem berbahasa,

penilaian faktor kognitif seperti memori verbal, interpretasi pepatah dan berhitung lisan menjadi

sulit dan mungkin tidak dapat di lakukan.


 Memori : menghubungkan masa lalu dan masa kini. Memori membuat kita mampu

menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu kepada

pengalaman lampau. Dapat dibagi menjadi memori segera, jangka pendek, dan jangka panjang.
 Pengetahuan umum
 Berhitung
 Abstraksi
 Pengenalan objek
 Praksia
 Respons emosional
 Pengendalian impuls
 Pertimbangan dan tilikan
 Bentuk dan isi pikiran
 Suasana perasaan (mood) dan afek

Pemeriksaan penunjang (4)


 Pemeriksaan radiologi : untuk mengetahui adanya fraktur tengkorak dan posisi spinal. Pada

kasus ini ditemui adanya impresi fraktur pada daerah fronto-parietal .


 Pemeriksaan CT-Scan : Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan

potensi cedera intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi

dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah

temporoparieta, tetapi pada kasus ini terdapat di daerah fronto-parietal. Densitas darah yang

homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis

fraktur pada area epidural hematoma.


 Pemeriksaan MRI : MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser

posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat

menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang

dipilih untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis kerja : epidural hematoma

Diagnosis banding : (4)

 Hematoma subdural

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan araknoid. Secara

klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang

lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh

parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya disertai dengan

perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan

ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.


 Hematoma Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya.

Penatalaksanaan Hematoma Epidural(3)

Otak yang mengalami cedera sangat sensitif terhadap deviasi dalam lingkungan fisiologiknya.

Bahkan episode hipotensi, hipoksia atau peningkatan ICP yang hanya terjadi dalam waktu singkat dapat
sangat membahayakan otak tersebut. Penanganan awal pada penderita cedera neurologik ditujukan pada
(1)
pengamanan jalan napas serta ventilasi dan oksigenasi yang memadai.

Tindakan yang dilakukan pada kondisi darurat seperti melakukan dekompresi yaitu pengurangan atau

penghentian pendarahan bila terjadi pendarahan, dengan melakukan elevasi kepala sebesar 30˚ dari

tempat tidur setelah tidak adanya cedera di spinal (posisi trandelainberg terbalik) untuk mengurangi

tekanan intracranial. Selain itu dapat juga ditangani dengan kraniotomi adalah suatu tindakan membuka

tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Selanjutnya dapat

dilakukan penanganan dengan obat-obatan diantaranya pemberian Manitol 20% dengan dosis 1-3 mg/kg

berat badan per hari, Deksametason , Trihidroksi metil amilum metana untuk menurunkan tekanan intra

cranial dan Fenitoin untuk mencegah luka sekunder akibat kejang serta tindakan operatif lain yang

diperlukan jika keadaan pasien memburuk. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila terjadi hal sebagai

berikut :

• Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

• Keadaan pasien memburuk

• Pendorongan garis tengah > 3 mm(4)

Prognosis

Prognosis Hematoma Epidural menjadi baik apabila cepat ditangani. Pada kasus ini prognosisnya

dibedakan menjadi ad fungsionam, ad vitam, dan ad sanasionam.

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad vitam : ad bonam
Ad sanasionam : ad bonam

Secara umum, kasus cedera otak tergantung pula pada tingkat kesadaran korban ketika di bawa

ke rumah sakit. Jika skor GCS 3-4 maka prognosis 85% meninggal tapi jika skor GCS 12 ke atas maka

rognosis untuk ad vitam masih terbilang baik.

Tindak lanjut (follow up)(5),(6)

Pasien disarankan untuk menjalani rawat inap jika memenuhi beberapa kriteria, antara lain:

Kehilangan kesadaran, defisit neurologis, perubahan status mental, dan sakit kepala berat menunjukkan

tanda-tanda dehidrasi, pendarahan, gangguan pernapasan, fraktur tengkorak, muntah, dan hematom.

Hasil laboratorium

1. Serum sodium : < 130 mEq/L atau > 150 mEq/L

2. Serum potassium : < 2.5 mEq/L atau > 5.5 mEq/L

3. Serum kalsium : < 7.0 mg/dL

4. Serum bilirubin : > 15.0 mg/dL indirect atau total bilirubin

5. Arterial blood pH < 7.30 or > 7.55 (identified within the last 48 hours)

6. White blood count < 3,000 µ/L or > 16,000 µ/L

7. Hemoglobin (Hgb) < 9 g/dL atau > 20 g/dL

8. Hematocrit (Hct) < 24% or > 55%

Tanda vital

9. Suhu : > 3 tahun - 17 tahun > 104° F (40° C) dengan WBC > 16,000µ/L

10. Denyut nadi: beats per menit(bpm) : > 3 tahun – 12 tahun < 60 or > 160 bpm
11. Pernapasan : > 3tahun - 12 tahun < 15 or > 40/menit

12. Tekanan darah:Systolic (mmHg)Diastolic (mmHg) > 6 tahun - 12 tahun < 80 or > 130 < 50 or > 90

Pada kasus trauma kepala, terkadang gejala-gejala seperti kejang, muntah, dll. tidak tampak

segera setelah terjadi trauma. Terkadang gejala tersebut tampak setelah beberapa menit atau bahkan

sampai berhari-hari. Periode ini dikenal sebagai LUCID INTERVAL. Untuk pasien yang tempat tinggalnya

jauh dari puskesmas, disarankan untuk menjalani rawat inap. Sedangkan untuk pasien yang tempat

tinggalnya dekat dengan puskesmas, dapat diijinkan pulang dengan catatan pasien harus diobservasi

penuh, dan jika mulai menunjukan gejala-gejala diatas, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit.

Informed consent

Langkah-langkah informed consent kepada keluarga pasien dan pasien sendiri:

1. Jelaskan kepada pihak keluarga hal-hal yang diderita pasien dan rencana tindakan yang akan

dilakukan. Harus dijelaskan pula garis besar teknik operasi yang dapat dimengerti oleh awam.

2. Jelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi apabila tidak dilakukan operasi atau operasi

terlambat dikerjakan.

3. Jelaskan komplikasi-komplikasi dan efek samping yang mungkin terjadi berikut dengan

probabilitas terjadinya.

4. Hal-hal tersebut dijelaskan oleh dokter yang menangani langsung pasien tersebut, misalnya oleh

dokter bedah saraf yang akan mengoperasi. Di samping itu dokter anaestesi juga harus

menjelaskan teknik pembiusan serta persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi.

5. Apabila pihak keluarga sudah memahami penjelasan-penjelasan tersebut dan menyetujui

dilakukan tindakan operasi maka keluarga menandatangani informed consent.

6. Demikian pula dokter operator dan dokter anaestesi setelah memberikan penjelasan juga harus

membubuhkan tanda tangan di formulir informed consent tersebut.

7. Informed consent sebaiknya juga ditandatangani oleh saksi.


8. Sebaliknya apabila pihak keluarga tidak menyetujui untuk dilakukan tindakan operasi maka harus

membuat pernyataan penolakan tindakan operasi yang harus pula ditandatangani.

9. Semua rangkaian informed consent harus memakai bahasa yang dimengerti oleh pasien dan

keluarganya.

Pembahasan (8)

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi

karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga

dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk

melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika

seseorang mendapat benturan yang hebat di kepala, kemungkinan akan terbentuk suatu lubang,

pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang

mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi

dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural

hematom.

Kesimpulan

Amir,laki-laki berusia 10 tahun yang mengalami kecelakaan diikuti dengan pingsan selama kurang dari 10

menit disertai dengan midriasi pupil dan hemiparesis tungkai kiri setelah dilakukan pemeriksaan radiologi

dan CT-Scan dapat disimpulkan bahwa ia menderita epidural hematom.

Daftar Pustaka
1. Matondang SC, Wahidiyat I, Sastroasmoro S,Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta : PT.Sagung

Seto,2000.1-34.
2. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. p. 449-50
3. Price, SA. Wilson, LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC;2005;p.1157-74
4. Asramamedikafkunhas. Epidural hematoma. [update, 2009 April]. Available from:

http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/04/epidural-hematom.html. Accessed, March 29,

2010.
5. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak. Editor: Wahab AS, 15 th

ed: Jakarta. EGC; 200.p 2095


6. Texas Health and Human Services. Medicaid Hospital Inpatient Screening Criteria. [updated, 2002

January 07]. Available from: http://www.hhs.state.tx.us/OIG/screen/SC_TOC.shtml. Accesed, April

3, 2010.
7. Bedah umum wordpress. Trepanasi-kraniotomi pada epidural hematoma. [update, 2009 April 01].

Available from: http://bedahumum.wordpress.com/2009/01/04/trepanasi-kraniotomi-pada-epidural-

hematoma-dan-subdural-hematoma/. Accessed, March 29 2010.

Anda mungkin juga menyukai