Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan Karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dan tak
lupaucapan terima kasih sebesar-besarnya.

kepada teman-teman kami telebih terhadap Dosen pembimbing kami yang dengan penuh
sabar membimbing kami dalam mengerjakan makalah dengan tema kata Pengantar
Anatomi Fisiologi.Atas kepeduliannya serta bimbingannya kami mengucapkan banyak
kata terima kasih kiranya makalah ini dapat menjadi sumber pembelajaran kita semua
dalam menambah ilmu pengetahuan.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anatomi ialah bidang sains yang berkaitan dengan struktur tubuh manusia.
Anatomi juga dikenali sebagai morfologi atau sains bentuk. Bidang ini mula dikaji
sejak 2300tahun dahulu dan masih berkembang sehingga kini. Perkataan
anatomi berasal dari pada perkataan Greek yang bermaksud memotong atau
membelah anggota badan untuk melihat strukturnya. Selain itu, anatomi terbagi
menjadi beberapa subdisiplin seperti anatomi kasar (gross) dan mikroskopik.
Anatomi kasar mengkaji tentang struktur tubuh yangdapat dilihat dengan mata kasar
seperti struktur tulang, paru-paru dan otot. Anatomi mikroskopik (histologi) ialah
kajian tisu dengan bantuan mikroskop. Dilihat dari sudut kegunaan, bagian paling
penting dari anatomi khusus adalah yang mempelajari tentang manusia dengan
berbagai macam pendekatan yang berbeda. Dari sudut medis, anatomi terdiri dari
berbagai pengetahuan tentang bentuk, letak, ukuran, dan hubungan berbagai struktur
dari tubuh manusia sehat sehingga sering disebut sebagai anatomi deskriptif atau
topografis. Kerumitan tubuh manusia menyebabkan hanya ada sedikit ahli anatomi
manusia profesional yang benar-benar menguasai bidang ilmu ini, sebagian besar
memiliki spesialisasi di bagian tertentu seperti otak atau bagian dalam.
BAB II
ISI

2.1 Anatomi Fisiologi


Anatomi ialah bidang sains yang berkaitan dengan struktur tubuh manusia.
Anatomi juga dikenali sebagai morfologi atau sains bentuk. Dilihat dari sudut
kegunaan, bagian paling penting dari anatomi khusus adalah yang mempelajari
tentang manusia dengan berbagai macam pendekatan yang berbeda. Dari sudut medis,
anatomi terdiri dari berbagai pengetahuan tentang bentuk, letak, ukuran, dan
hubungan berbagai struktur dari tubuh manusia sehat sehingga sering disebut sebagai
anatomi deskriptif atau topografis. Kerumitan tubuh manusia menyebabkan hanya ada
sedikit ahli anatomi manusia profesional yang benar-benar menguasai bidang ilmu
ini, sebagian besar memiliki spesialisasi di bagian tertentu seperti otak atau bagian
dalam. Anatomi topografi harus dipelajari dengan pembedahan dan pemeriksaan
berulang kali pada tubuh manusia yang telah meninggal (kadaver) Anatomi bukan
sekedar ilmu biasa, namun harus benar-benar mempunyai keakuratan yang tinggi
karena dapat digunakan dalam situasi yang darurat. Anatomi berkait rapat dengan
fisiologi yaitu mengkaji fungsi struktur tubuh badan. Sebagai contoh, tulang-
tulang kaki yang panjang dan tebal seperti femur, tibia danfibula dapat menyokong
berat badan kita.

2.2 definisi kolestasis

Kolestasis berasal dari bahasa Yunani, KOLE artinya empedu dan STASIS artinya
tetap di tempat. Secara definisi, kolestasis diartikan sebagai kondisi di mana aliran
empedu terhambat.
Dalam keadaan normal, cairan empedu yang dihasilkan oleh sel hati akan dialirkan
masuk ke dalam kantong empedu. Di dalam kantong ini cairan empedu ditampung untuk
sementara waktu. Jika ada makanan di dalam usus, kantong empedu akan memompa
cairan empedu yang ada di dalamnya. Cairan kemudian akan mengalir lewat saluran
empedu dan masuk ke dalam usus halus. Di usus halus, cairan empedu membantu
pencernaan lemak. Selain itu, cairan empedu juga berfungsi memberi warna pada tinja
sehingga tampak kekuningan atau kecoklatan.
2.3 ETIOLOGI

Kolestasis terjadi jika aliran cairan empedu mengalami hambatan di titik mana saja,
mulai dari tempat produksi di hati sampai ketika akan masuk ke usus halus.Ada banyak
kondisi yang bisa menjadi penyebab hambatan aliran cairan empedu, antara lain adalah:

1. Penyakit hati, contohnya hepatitis, sirosis, atau kanker hati;


2. Penyakit lain seperti penyempitan saluran empedu (atresia biliaris), batu empedu, kanker
saluran empedu, kanker pankreas, peradangan pankreas (pankreatitis), dan lain-lain;
3. Obat-obatan tertent

2.4 PATOFISIOLOGI

Empedu adalah sebuah medium yang bahan dasarnya air, mengandung ion-ion anorganik dan
berbagai senyawa organik. Transport zat-zat terlarut menuju kanalikulus dilakukan oleh
transporter spesifik yang menimbulkan gradien osmotik sehingga air mengalir melalui jalur
paraseluler.
Mekanisme transport ini sifatnya saling melengkapi (redundant) sehingga tidak ada satu
transporter pun yang bersifat esensial dan defek pada satu jenis transporter tidak diduga
menyebabkan kegagalan pembentukan empedu. Kolestasis klinis membutuhkan amplifikasi dari
defek-defek tersebut.
Mekanisme utama amplifikasinya adalah retensi garam empedu hidrofobik yang dapat
menyebabkan kerusakan membran dan hambatan fungsi membran sel. Meningkatnya jumlah
garam empedu yang tertahan menekan sintesis garam empedu baru.
Retensi kolesterol menyebabkan peningkatan proporsi kolesterol di membran sel yang
mengganggu fluiditas sel dan fungsi protein membran. Kelainan pada membran akan
menyebabkan retensi lebih banyak zat berbahaya dan akhirnya kegagalan mekanisme ekskresi
empedu. Retensi garam empedu juga menyebabkan kerusakan membran di seluruh tubuh,
terutama pada hati. Jika terjadi retensi, garam empedu hidrofobik akan menjadi bagian dari
membran sel dan mengubah fungsinya.
Pasien kolestasis kronik dapat menunjukkan sindrom serupa asma tetapi tidak responsif
terhadap terapi asma. Mengi (wheezing) akan hilang setelah kolestasisnya diatasi sehingga
diduga sindrom ini bersifat sekunder. Salah satu pendapat menyatakan bahwa retensi garam
empedu menyebabkan iritasi membran saluran nafas dan gambaran asma tersebut. Mekanisme
serupa menyebabkan mimisan yang berulang pada pasien kolestasis, tanpa ada abnormalitas
koagulasi dan anatomi hidung.

2.5 WOC

2.6 Manifestasi klinis

Terhambatnya aliran empedu akan menyebabkan cairan empedu, yang terdiri dari terdiri dari
garam empedu, pigmen empedu (bilirubin) serta lemak, menumpuk dalam darah. Akibatnya
timbul berbagai macam gejala.Kadar pigmen empedu (bilirubin) yang tinggi di dalam darah akan
menyebabkan gejala kuning pada kulit atau mata. Selain itu, pigmen tersebut akan membuat
warna urin menjadi seperti teh pekat dan membuat kulit gatal-gatal.
Di lain pihak, karena cairan empedu tidak masuk ke usus, maka warna tinja menjadi lebih pucat
dan tinja banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut steatorrhea ditandai dengan bau tinja
yang sangat busuk. Penyerapan vitamin D dan kalsium ikut terganggu. Akibatnya tulang menjadi
rapuh. Gangguan penyerapan vitamin K dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan.
Selain gejala utama di atas, seringkali ditemukan gejala penyerta seperti mual, muntah, hilang
napsu makan, nyeri perut, dan demam.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk
membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan
dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan : 1) Laboratorium rutin dan khusus untuk
menentukan etiologi
dan mengetahui fungsi hati (darah, urin, tinja); 2) Pencitraan, untuk menentukan patensi aluran

Khusus
Untuk toksoplasma diberikan kombinasi
1. Pirimetamin 1 mg/kgbb/hr selama 2-6 bl, kemudian 1 mg/kgbb/hr selang sehari selama 1 th
2. Sulfadiazin 100 mg/kgbb/hr dibagi menjadi 2 dosis selama 1 th Asam folinik 10 mg, 3x per
mgg. untuk mencegah toksitas pirimetami
mpedu dan menilai parenkim hati;
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia lier. )
Pemeriksaan laboratoriumb) Pemeriksaankhusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan
upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini idak lebih
baik dari pemeriksaan visuali- sasi tinja(9,12) . Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar biliru- bin
dalam empedu hanya 10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam
empedu di dalam cairan duodenum dapat enentukan adanya atresia bilier (13)
a) P meriksaan rutinPada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan cake recipes
b) Pemeriksaankhusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup
sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini idak lebih baik dari pemeriksaan visuali-
sasi tinja(9,12) . Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar biliru- bin dalam empedu hanya 10%,
sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat enentukan adanya atresia bilier (13)

c) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) mcrupakan paya
diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan olesta- sis
intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan,dapat dil kukan pemeriksaan
kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan olangiografi dianggap
sebagaibaku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik denganatresia bilier.
2.8 PENATALAKSANAAN

Terapi Non-Farmakologi
1 Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan hati ke dalam usus dan melindungi hati dari zat
toksis dengan asam ursodeoksikotat (UDCA) 10-16 mg/kgbb/hr dibagi 3 dosis
2. BedahHanya untuk atresia biliaris ekstrahepatik (ABEH)

2.8 Komplikasi kolestasis

apabila tak ditangani dengan segera dapat menimbulkan komplikasi di kandung empedu.
Komplikasi ini dapat menghambat proses penyerapan lemak yang mana juga menjadi
kendaraan vitamin seperti A, B, E dan K.
Komplikasinya radang kandung empedu, dan murphys sign-nya positif. Terutama kalau dia
sudah timbul radang.
Murphys sign adalah pemeriksaan untuk menentukan adanya radang dan batu empedu dengan
menggunakan ibu jari/jari telunjuk yang diletakkan antara tepi kanan abdomen. Selain itu batu
empedu juga menyerang organ lain yaitu pankreas.
"Saluran empedu akan bertemu saluran pankreas di bawah, jadi kalau batunya itu besar atau
sumbatannya meningkat, bisa timbul pankreatitis (peradangan pancreas)
Proses peradangan ini tidak selalu disebabkan oleh batu empedu. Ada juga hal-hal lain yang
memicu radang kandung empedu.
"Ada juga proses radang yang tanpa batu empedu, bisa dari luka bakar atau dari sepsis, infeksi
yang berat. Contohnya pada demam berdarah sendiri dia bisa timbul radang kandung empedu,"
Proses peradangan ini tidak selalu disebabkan oleh batu empedu. Ada juga hal-hal lain yang
memicu radang kandung empedu.
"Ada juga proses radang yang tanpa batu empedu, bisa dari luka bakar atau dari sepsis, infeksi
yang berat. Contohnya pada demam berdarah sendiri dia bisa timbul radang kandung empedu,"
"Ada dua kolestasis, intrahepatik (dalam hati) dan ekstrahepatik (luar jalur hati). Yang pertama
paling sering virus hepatitis A, B dan C makanya pasien kuning tapi tidak ada gangguan di sistem
empedunya.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
2.9 PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian
pasien post operatif meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler periferatau stasis vaskuler
(meningkatkan resiko pembentukan trombosis)
2. Integritas ego
Gejala : Perasaan camas, takut, marah, apatis. Factor-faktor stress multiple misalnya financial,
hubungan, gaya hidup
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka rangsanganstimulasi simpasis
3. Makanan atau cairan
Gejala : Insufisiensi pangkreas/ DM (Predisposisi untuk hihipeglikemia ketoasidosis)
malnutrisi(termasuk obesitas) membrane mukosa yang kering( pembatasan pemasukan/prosedur
puasa pra operasi)
4. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis, merokok
5. Keamanan
Gejala : alergi/ sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan defisiensi umum
Tanda : munculnya proses infeksi

2.10 DIAGNOSA KEPERAWATAN

. 1. Pola nafas tidak efektif b/d neuromuskuler, ketidak seimbangan preseptual atau kognitif,
peningkatan ekspasi paru obstruksi trachea bronchea
2. Perubahan proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan farmasi,
hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang berlebihan, stress fisiologis
3. Kekurangan volume cairan , resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan tubuh
secara oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
4. Nyeri akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuletal

3.1 INTERVENSI
Intervensi adalah rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menaggulagi
masalah sesuai dengan diagnose keperawatan.

INTERVENSI
 Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala hiperekstensi rahang aliran udara
fangial oral
R/ mencegah obstruksi jalan nafas
 Auskultasi suara nafas. Dengarkan ada atau tidak adanya suara nafas
R/ kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mulut/lidah dan dapat dibenahi
dengan mengubah posisi ataupun penghisapan
 Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu pernafasan, perluasan
rongga dada retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran darah.
 Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan
R/ elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya espirasi dan munta. Posisi yang
benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada
diafragma.

3.2 IMPLEMENTASI

Implementasi adalah pengelolaan dari perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.

3.3 EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
mencapai tujuan keperawatan dimulai dan kebutuhan untuk dimodifikasi, tujuan untuk intervensi
keperawatan diterapkan.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post operatif yaitu :
1. Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau tanda—tanda
hipoksia lainnya.
2. Meningkatkan tingkat kesadaran.
3. Keseimbangan cairan tubuh skuat.
4. Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
BAB IV
PENUTUP

3.4 Kesimpulan
3.5 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai