Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN

PADA AN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS

Disusun Oleh:

1. Anggara Diant Putra NIM


(1730008)
2. Devan Fernanda NIM (1730016)
3. Novita Devi NIM (1730043)
4. Rendi Rivaldi NIM (1730046)
5. Silvi Zahrotul Laily NIM (1730051)
6. Siska Aniscara NIM (1730053)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


2018SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN

RONDE KEPERAWATAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Adalah Suami / Istri / Orang Tua / Anak dari Pasien :

Nama :

Umur :

Alamat :

Ruang :

No. RM :

Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah:

“Memberikan Persetujuan dan telah mendapatkan penjelasan yang


sejelasnya tentang maksud dilakukan Ronde Ruangan dan tidak akan
melakukan tuntutan / gugatan dikemudian hari atas tindakan tersebut”

Demikian persetujuan ini diberikan agar dipergunakan sebagaimana mestinya

Kepanjen, 14 Mei 2018

Perawat Yang Menerangkan Penanggung Jawab

( .............................................) ( .............................................)
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK PROFESI NERS

Nama : Kelompok 1 dan 2

Ruang : Empu Tantular RSUD Kanjuruhan Kepanjen

Tanggal : 14 Mei 2018

Judul : Laporan Ronde Keperawatan Departemen Manajemen

Disetujui oleh :

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

Ali Maghfur S.Kep,Ns Hardianto, M.Kep

Kepala Ruang Empu Tantular

M. Firdaus VS Amd. Kep


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ronde keperawatan merupakan suatu proses interaksi antara pengajar dan
perawat atau mahasiswa perawat dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde
keperawatan dilakukan oleh pengajar atau mahasiswa perawat dengan anggota
sifatnya atau mahasiswa untuk pemahaman yang jelas tentang penyakit dan
efek perawatan untuk setiap pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien yang dilakukan oleh perawat disamping
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.
Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau konselor,
kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga seluruh anggota tim
kesehatan (Nursalam, 2009).

B. Karakteristik Ronde Keperawatan


Karakteristik dari Ronde Keperawatan yaitu:
1. Pasien dilibatkan secara langsung.
2. Pasien merupakan fokus kegiatan.
3. PA, PP dan Konselor melakukan diskusi bersama.
4. Konselor memfasilitasi kreativitas.
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA dan PP
dalam meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.

C. Tujuan Ronde Keperawatan


Menurut Nursalam (2009), tujuan dari pelaksanaan ronde keperawatan
dibagi menjadi:
a. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis.

b. Tujuan Khusus
1. Menumbuhkan cara berfikir kritis (Problem-Based Learning PBL)
2. Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan keperawatan berasal
dari masalah klien.
3. Meningkatkan pola pikir sistematis
4. Meningkatkan validitas data klien
5. Menilai kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
6. Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi, menilai hasil
kerja, dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan (renpra)

D. Manfaat Ronde Keperawatan


Berikut adalah manfaat dari ronde keperawatan menurut Clement (2011):
1. Ronde keperawatan akan meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan pada perawat.).
2. Perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan pada
pasien berhasil atau tidak.
3. Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan
siswa perawat.
4. Membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien.
5. Ronde keperawatan juga meningkatkan kepuasan pasien.

E. Tipe-tipe Ronde Keperawatan


Berbagai macam tipe ronde keperawatan dikenal dalam studi kepustakaan.
Diantaranya adalah menurut Close & Castledine (2005) ada empat tipe ronde
yaitu matrons’rounds, nurse management rounds, patient comfort
rounds dan teaching rounds.
1. Matron rounds menurut Close & Castlide (2005) seorang perawat
berkeliling ke ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai jadwal
rondenya. Yang dilakukan perawat ronde ini adalah memeriksa standar
pelayanan, kebersihan dan kerapian, dan menilai penampilan dan
kemajuan perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien.
2. Nurse management rounds menurut Close & Castlide (2005) ronde
ini adalah ronde manajerial yang melihat pada rencana pengobatan dan
implementasi pada sekelompok pasien dan keluarga pada proses interaksi.
Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara perawat
dengan head nurse.
3. Patient comfort rounds menurut Close & Castledine (2005) ronde
di sini berfokus pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien di rumah
sakit. Fungsi perawat dalam ronde ini adalah memenuhi semua kebutuhan
pasien. Misalnya ketika ronde dilakukan malam hari, perawat menyiapkan
tempat tidur untuk pasien tidur.
4. Teaching rounds menurut Close & Castledine (2005) dilakukan
antara teacher nurse dengan perawat atau siswa perawat, dimana terjad
proses pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan untuk perawat atau
siswa perawat. Dengan pembelajaran langsung perawat atau siswa dapat
langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung pada pasien.

F. Mekanisme Ronde Keperawatan


1. Perawat membaca laporan mengenai pasien melalui status pasien
sebelum melakukan ronde keperawatan. Hal ini dilanjutkan Clament
(2011) bahwa perawat sebaiknya melihat laporan penilaian fisik dan
psikososial pasien 2-3 menit. Selain itu juga perawat menetapkan tujuan
yang ingin dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum
menemui asien, sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin dicapai
(Clament, 2011).
2. Perawat menentukan pasien yang akan dilakukan ronde
keperawatan. Hal itu disebut Sitorus (2006) sebelum dilakukan ronde
perawat primer (PP) menentukan 2-3 klien yang akan di ronde dan
ditentukan pasien yang akan di ronde. Sebaliknya dipilih klien yang
membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang relative lebih
kompleks (Sitorus, 2006).
3. Ronde keperawatan dilakukan pada pasien. Perawat melaporkan
kondisi, tindakan yang sudah dilakukan dan akan dilakukan, pengobatan,
serta rencana yang lain. Clement (2011) saat ronde keperawatan
melaporkan tentang kondisi pasien, asuhan keperawatan, perawat medis
dan prognosis. Selain itu juga menurutAnnual review of nursing
education dalam ronde keperawatan perawat mendiskusikan diagnosis
keperawatan yang terkait, intervensi keperawatan, dan hasil. Mengenai
masalah yang sensitive hendaknya tidak boleh dibicarakan dihadapan
pasien. Masalah yang sensitive sebaiknya tidak didiskusikan dihadapan
klien (Sitorus, 2006).
4. Waktu pelaksanaan ronde bermacam-macam tergantung kondisi
dan situasi ruangan. Sitorus (2006) menyebutkan waktu yang dilakukan
untuk melakukan keseluruhan ronde adalah setiap hari dengan waktu
kurang lebih 1 jam ketika intensitas kegiatan di ruang rawat sudah relative
tenang. Sedangkan menurut Atiken et al. (2010) pelaksanaan ronde
keperawatan diadakan dua hari setiap minggu dan berlangsung satu jam.

G. Tahapan Ronde Keperawatan (Nursalam, 2016)

Tahap pra………………………. PP

PENETAPAN PASIEN

PERSIAPAN PASIEN :
o Informed consent
o Hasil pengkajian/validasi
data
Tahap Pelaksanaan
dinurse station………….PENYAJIAN MASALAH  Apa diagnosis
MASLA keperawatan
 Apa data yang
mendukung
 Bagaimana intervensi
yang dilakukan ?
 Apa hambatan yang
Tahap pelaksanaan di Kamar pasien
VALIDASI DATA di
tempat tidur pasien

Diskusi PP
Konselor, KARU

Lanjutan - diskusi
di nurse station

Pasca Ronde……………………………………………. Kesimpulan dan Rekomendasi


Solusi masalah

Keterangan
1. Pra Ronde
a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan
masalah yang langka)
b. Menentukan tim ronde
c. Mencari sumber atau literature
d. Membuat proporsal
e. Mempersiapkan pasien: Informed concernt dan pengkajian
f.Diskusi: Apakah diagnosis keperawatan?; Apa data yang mendukung?;
Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?; dan Apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan?
2. Pelaksanaan Ronde
a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan
dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau
kepala ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan
dilakukan
3. Pasca Ronde
a. Evaluasi, revisi dan perbaikan.
Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis; intervensi
keperawatan selanjutnya

H. Hal Yang Dipersiapkan dalam Ronde Keperawatan


Supaya ronde keperawatan yang dilakukan berhasil, maka bisa dilakukan
persiapan sebagai berikut:
a. Menentukan kasus dan topic (masalah yang tidak teratasi dan
masalah yang langka)
b. Menentukan tim ronde keperawatan
c. Mencari sumber / literature
d. Membuat proposal
e. Mempersiapjan pasien inform consent dan pengkajian
f. Diskusi: apa diagnosis keperawatan, apa data yang mendukung,
bagaimana intervensi yang sudah dilakukan, apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan.

I. Peran Masing-masing Anggota Tim Ronde Keperawatan


1. Peran Perawat Primer dan Perawat Associate
a. Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
b. Menjelaskan diagnosis keperawatan.
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
d. Menjelaskan hasil yang didapat.
e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) dari tindakan yang diambil.
f. Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji.
2. Peran Perawat Konselor
a. Memberikan justifikasi.
b. Memberikan reinforcement.
c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan
dan rasional tindakan.
d. Mengarahkan dan koreksi.
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Clement, I. (2011). Management nursing services and education.Edition 1. India:


Elsevier.
Nursalam. 2009 Manajeman keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan
professional. Salamba Medika: Jakarta.

Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 1: Matrons
rounds. Britsh Journal of Nursing.Vol 14, No 15.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 2: Nurse
management rounds. Britsh Journal of Nursing.Vol 14, No 16.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part : Teaching rounds
for nurses. Britsh Journal of Nursing.Vol 14, No 18.
Aitken, L., Burmeister E., Clayton S., Dalais C., & Gardner G (2010). The
impact of nursing rounds on the practice environment & nurse satisfaction in
intensive care: pre-test post-test comparative study. International Journal of
Nursing Studies. 48 (2011) 918-925.BAB II
RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPARAWATAN PADA PASIEN
PADA AN. M DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO KEJANG
BERULANG
DI RUANG EMPU TANTULAR RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

Topik : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Keperawatan


Resiko Kejang Berulang pada Diagnosa KDS + ST Epilepsi + CA
Encephalitis

Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien An. M

Hari / Tanggal : Senin, 14 Mei 2018

Waktu : 60 menit

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi, yaitu resiko infeksi
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah yang belum teratasi
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer, tim
kesehatan lain
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai
masalahpasien
B. Sasaran
Pasien An. M Usia: 2,9 tahun yang di rawat di kamar observasi Ruang Empu
Tantular RSUD Kanjuruhan Kepanjen
C. Materi
Terlampir
D. Metode
Diskusi
E. Media
1. Dokumen / Status Pasien
2. Sarana Diskusi : Kertas, Bulpoin
3. Materi yang disampaikan secara lisan
F. Kegiatan Ronde Keperawatan

Waktu Tahap Kegiatan Pelaksanaan


1. Hari Pra Ronde Pra Ronde Penanggung Jawab:
Sebelum 1. Menentukan kasus dan topik 1. Ana Fitri
Ronde 2. Menetukan Tim ronde 2. Atmaja
3. Menentukan Literatur 3. Choirul
4. Membuat proposal
Imami
5. Mempersiapkan pasien dengan pemberian
4. Chyntia
informed consent
5. Ratna
6. Vidia
5 Menit Ronde (Nurse Pembukaan Kepala Ruang
Station) 1. Salam pembuka
2. Memperkenalkan diri Tim Ronde
3. Menjelaskan tujuan ronde
4. Mengenalkan pasien secara sepintas
30 Menit Penyajian Masalah PP
1. Memberi salam dan memperkenalkan
pasien dan keluarga kepada tim ronde
2. Menjelaskan riwayat penyakit dan
keperawatan pasien
3. Menjelaskan masalah pasien dan rencana
tindakan yang telah dilaksanakan dan serta
menetapkan prioritas yang perlu didiskusikan

Validasi Data ( Bed Pasien ) :


1. Mencocokan dan menjelaskan kembali data Karu, PP, Perawat
yang telah disampaikan dengan wawancara, Konselor
observasi dan pemeriksaan keadaan pasien
secara langsung dan melihat dokumentasi
2. Diskusi antar anggota tim dan pasien
tentang masalah keperawatan tersebut di bed
pasien
3. Pemberian justifikasi oleh perawat primer
atau konselor atau kepala ruang tentang masalah
Karu, PP, Perawat
pasien
Konselor
10 Menit Pasca Ronde 1. Melanjutkan diskusi dan masukan dari tim Karu, Seupervisor,
(Nurse 2. Menyimpulkan untuk melakukan tindakan Perawat Konselor,
Station) keperawatan pada masalah prioritas yang telah Pembimbing
ditetapkan
3. Merekomendasikan intervensi keperawatan
4. Penutup
G. Kriteria Evaluasi
1. Struktur
a. Ronde keperwatan dilaksanakan di Ruang Empu Tantular
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya
2. Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang ditentukan
3. Hasil
a. Pasien puas dengan hasil kegiatan
b. Masalah pasien dapat teratasi
c. Perawat dapat :
1) Menumbuhkan cara berpikir yang kritis dan sistemik
2) Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
3) Meningkatkan kemempuan menentukan diagnosa
keperawatan
4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan
yang berorientasi pada masalah pasien
5) Meningkatkan kemampuaan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
6) Meningkatkan kemmpuan justifikasi
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
H. Pengorganisasian
1. Kepala Ruangan : Vidia Desy Pujilestari
2. PP I : Ratna Wahyuningsih
PP II : Chintya Rachmadianing
PP III : Choirul Imami
3. PA I : Ana Fitri N.S
PA II : Atmaja Ibah Salim
4. Pembimbing I : Bapak Ali Maghfur, S.Kep.Ns
Pembimbing II : Bapak Hardianto, S.Kep.Ns
5. Supervisor : Bapak Firdaus, Amd.Kep
I. Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Senin, 14 Mei 2018
Tempat : Ruang Empu Tantular RSUD Kepanjen
Jam : 10.00 WIB
BAB III

LAPORAN PENDAHULUAN

KDS, ST EPILEPSI & CA ANCEPHALITIS

A. DEFINISI
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang
demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan,
yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem
saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana
kejang demam dari Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI, kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam (febris convulsion/stuip/step) yaitu kejang yang timbul
pada waktu demam yang tidak di sebabkan oleh proses di dalam kepala (otak:
seperti meningitis atau radang selaput otak, ensifilitis atau radang otak) tetapi
diluar kepala misalnya karena ada nya infeksi di saluran pernapasan, telinga
atau infeksi di saluran pencernaan. Biasanya dialami anak usia 6 bulan sampai
5 tahun. Bila anak sering kejang, utamanya dibawah 6 bulan, kemungkinan
besar mengalami epilepsy. Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38) (Sujono Riyadi, 2013).

B. ETIOLOGI
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran
kemih.
Selain demam yang disebabkan oleh berbagai sebab, faktor lain yang
berperan dalam etilogi kejang demam, yaitu usia, riwayat keluarga, faktor
prenatal (usia saat ibu hami, riwayat pre eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara,
pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia
kehamilan, partus lama, cara lahir), dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik,
trauma kepala).
1. Demam
Demam terjadi apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai di atas
37,80C aksila atau diatas 38,3 0C rektal. Demam dapat disebabkan oleh
berbagai sebab, tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam
merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam. Demam disebabkan
oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang
demam.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Amalia dkk pada tahun 2013
didapatkan hasil bahwa 97,3% anak yang mengalami kejang demam memiliki
suhu lebih dari 37,8 C dan sebanyak 2,7 % anak mengalami kejang demam
0

pada suhu <37,8 C. Pada penelitian Kowlesser dan Fobes mendapatkan


0

bangkitan kejang demam terjadi rata-rata pada kenaikan suhu berkisar 38,9 C 0

- 39,9 C (40-46%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu 37 C - 38,9 C


0 0 0

sebanyak 11% penderita dan sebanyak 20% penderita kejang demam terjadi
pada suhu tubuh diatas 40 C. Dalam teori Kharis juga menyatakan bahwa
0

demam akibat infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan


kejang demam (80%).
Pada demam tinggi akan mengakibatkan hipoksi jaringan termasuk
jaringan otak, sehingga pada keadaan hipoksi akan kekurangan energi. Hal ini
akan mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamate
oleh selglia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na+ kedalam
sel meningkat dan timbunan asam glutamate ekstrasel. Tumpukan asam
ekstarsel akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel
terhadap ion Na+ ke dalam sel di permudah dengan adanya demam sebab
demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel.
Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan
mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran
sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping ini demam dapat merusak neuron
GABAergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.

2. Usia
Pada masa otak belum matang mempunyai eksitabilitas neuron lebih
tinggi dibandingkan yang sudah matang. Pada masa ini disebut sebagai
develommental window dan rentan terhadap bangkitan kejang. Eksitator lebih
dominan dibandingkan inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan antara
eksitator dan inhibitor. Anak yang mendapatkan serangan bangkitan kejang
pada usia awal develommental window mempuyai waktu lebih lama fase
eksitabilitas neural di bandingkan anak yang mendapatkan serangan kejang
demam pada usia akhir masa development window. Apabila anak mengalami
stimulasi berupa demam pada otak fase ekstabilitas akan mudah terjadi
bangkitan kejang developmental window merupakan masa perkembangan
otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berusia 2 tahun. Sehingga anak
yang dibawah umur 24 bulan mempunyai resiko mengalami kejadian kejang
demam.
Arnold (2000) dalam penelitiannya mengidentifikasikan bahwa
sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam, terjadi dalam satu
kelompok usia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun dengan demam tanpa
infeksi intrakranial, sebagian besar (90%) kasus terjadi pada anak antara usia
6 bulan sampai dengan 5 tahun dengan kejadian paling sering pada anak usia
18 sampai 24 bulan. Faktor resiko anak mengalami kejang demam berulang
pada usia kurang dari 1 tahun sebanyak 50%, dan pada anak usia lebih dari 3
tahun sebanyak 20%(28). Pada penelitian yang dilakukan oleh Fuadi dkk,
juga menyebutkan bahwa usia anak <2 tahun memiliki faktor resiko lebih
tinggi mengalami kejang demam.
3. Riwayat Keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik dengan kejang
demam, tetapi nampaknya perwarisan gen secara autosomal dominan paling
banyak ditemukan. Penetrasi autosomal dominan di perkirakan sekitar 60%
-80%. Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyai risiko untuk bangkitan kejang demam
sebesar 20% - 22%. Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai
riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan
kejang demam meningkat menjadi 59 - 64%, tetapi sebaliknya apabila kedua
orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka
risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih
banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.
Penelitian yang dilakukan oleh Talebian et.al yang memperoleh hasil
bahwa sebesar 42,1% kejadian kejang demam pada bayi disebabkan oleh
riwayat keluarga yang juga positif kejang demam. Penelitian yang dilakukan
oleh Amalia et.al juga didapatkan hasil sebanyak 81,3% anak dengan kejang
demam meiliki riwayat dengan kejang demam.
4. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat
badanya saat lahir kurang dari 2.500 gram ( sampai dengan 2.499 gram ).
Menurut Fuadi, 2010 BBLR dapat menyebabkan afiksia atau iskemia otak
dan pendarahan intraventrikuler, iskemia otak dapat menyebabkan kejang.
Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu
hipoglikemia dan hipokalesemia. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan
otak pada perinatal, adanya kerusakan otak, dapat menyebabkan kejang pada
perkembangan selanjutnya. Trauma kepala selama melahirkan pada bayi
dengan BBLR kurang 2500 gram dapat terjadi pendarahan intrakranial yang
mempunyai risiko tinggi untuk terjadi komplikasi neurologi dengan
manisfestasi kejang.
Dalam penelitian Amalia et.al didapatkan hasil bahwa 70,3% anak
dengan kejang demam memiliki riwayat BBLR dan sebanyak 29,7% tidak
pernah mengalami trauma persalinan. Dengan demikian berat badan lahir
rendah mempunyai resiko dengan kejadian kejang demam. Sejalan dengan
penelitian Forsgren L, Sidenvall R, Blomquist HM, mendapatkan bahwa bayi
lahir dengan berat badan kurang 2500 gram berisiko 3,4%, sedangkan bayi
lahir berat badan di atas 2500 gram berisiko 2,3% untuk timbul bangkitan
kejang demam. Bayi lahir kurang bulan (preterm) berisiko 3 kali untuk terjadi
kejang demam dibanding bayi lahir aterm.
5. Trauma Persalinan
Trauma persalinan akan menimbulkan asfiksia perinatal atau
pendarahan intracranial. Penyebab yang paling banyak akibat gangguan
prenatal dan proses persalinan adalah asfiksia, yang akan menimbulkan
lesi pada daerah hipokampus dan selanjutnya menimbulkan kejang. Pada
asfiksia perinatal akan terjadi hipoksia dan iskemia di jaringan otak.
Keadaan ini dapat menimbulkan bangkitan kejang baik pada stadium akut
dengan frekuensi tergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia janin dan
lamanya asfiksia berlangsung. Persalinan sukar dan lama juga
meningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
Manifestasi klinik dari cedera mekanik dan hipoksia dapat berupa kejang.
Penelitian Kharis di RSUP. Dr. Kariadi Semarang menunjukkan
bahwa bayi yang lahir premature lebih besar pada kelompok kasus sebesar
21 % dibanding pada kelompok kontrol sebesar 14%. Didapatkan juga
bahwa anak yang lahir premature mempunyai risiko untuk menderita
kejang demam 4,9 kali lebih besar dibanding anak yang lahir tidak
premature. Bayi yang lahir premature perkembangan organ – organ
tubuhnya kurang sempurna sehingga belum dapat berfungsi dengan
sempurna. Bayi premature dapat mengalami trauma lahir sehingga terjadi
pendarahan intraventrikuler, keadaan ini akan menimbulkan gangguan
struktur serebral dengan kejang sebagai salah satu manifestasi klinisnya.

C. KLASIFIKASI
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.
1. Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang dari 15
menit), tonik-klonik. dan terjadi kurang dari 24 jam, tanpa gambaran fokal
dan pulih dengan spontan. Kejang demam sederhana merupakan 80% di
antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks biasanya menunjukkan gambaran kejang
fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau berulang lebih
dari 2 kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi anak tidak sadarkan
diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8% kejang demam. Kejang fokal
adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang
demam lebih dari 1 kali kejang selama 24 jam. Kejang lama adalah kejang
yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

D. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi,
angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–7%,
sedangkan di Jepang 9–10%. Dua puluh satu persen kejang demam durasinya
kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan
22% lebih dari 24 jam.2 Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam
berulang dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi
usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9–35% kejang demam pertama kali adalah
kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut berkembang ke arah
epilepsy.

E. MEKANISME KEJANG DEMAM


Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan
sitokin yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat
seiring kejadian demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam
biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen
endogen atau lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai
pirogen eksogen. LPS menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro-
dan anti-inflamasi sitokin tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), IL-6,
interleukin-1 receptor antagonist (IL-1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2).
Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel endotelial circumventricular akan
menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) yang akan mengkatalis
konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian menstimulus pusat
termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam
juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen endogen,
yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal
(glutamatergic) dan menghambat GABA- ergic, peningkatan eksitabilitas
neuronal ini yang menimbulkan kejang.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis
adalah 0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
b. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
c. Bayi >18 bulan – tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas, misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat
darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi
baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray
kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema

G. PEMERIKSAAN DAN OBSERVASI


Pada kejang demam sederhana, anak <18 bulan sangat disarankan untuk
dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal,
sedangkan pada anak >18 bulan tidak harus observasi di rumah sakit jika
kondisi stabil, keluarga perlu diberitahu jika terjadi kejang berulang maka
harus dibawa ke rumah sakit. Pada kejang demam sederhana, pemeriksaan
darah rutin, elektroensefalografi, dan neuroimaging tidak selalu dilakukan.
Pemeriksaan pungsi lumbal dilakukan pada pasien umur <18 bulan, dengan
meningeal sign serta pasien dengan kecurigaan infeksi SSP.
Pada kejang demam kompleks, pemeriksaan difokuskan untuk mencari
etiologi demam. Semua kejang demam kompleks membutuhkan observasi
lebih lanjut di rumah sakit. Pungsi lumbal serta beberapa tindakan seperti
elektroensefalografi dan CT scan mungkin diperlukan.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Saat Kejang
Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat
dan saat pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, dengan cara pemberian secara perlahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal
yang dapat diberikan adalah 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau jika kejang terjadi di rumah adalah diazepam rektal
0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Jika anak di bawah usia 3 tahun dapat diberi diazepam
rektal 5 mg dan untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5
mg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan phenytoin
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal. Jika dengan phenytoin kejang belum berhenti, maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung apakah kejang demam sederhana atau kompleks
dan faktor risikonya.

2. Pemberian Obat pada Saat Demam


a. Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun
para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali,
3-4 kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat
menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5 0 C. Dosis
tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat
pada 25-39% kasus. Phenobarbital, carbamazepine, dan phenytoin
saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
3. Pemberian Obat Rumatan
Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan salah satu
ciri sebagai berikut:
a. Kejang lama dengan durasi >15 menit.
b. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
dan hidrosefalus.
c. Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
c. Kejang demam dengan frekuensi >4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya
keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan
bahwa anak mempunyai fokus organik.
Pengobatan Rumat
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko
berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah valproic acid.
Berdasarkan bukti ilmiah, kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, oleh karena itu pengobatan rumat
hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia
kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan
phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.

4. Edukasi pada Orang Tua


Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan
tak jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang
tua perlu diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta
petunjuk dalam keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu
komunikasi antara orang tua dan keluarga penjelasan terutama pada:
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberi informasi mengenai risiko berulang.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus
diingat risiko efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah
mungkin tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien
Inisial klien : Pendidikan Ayah :
Jenis Kelamin : Pendidikan Ibu :
Umur : Agama :
Anak ke : Suku/Bangsa :
Nama Ayah : Tanggal masuk rumah sakit :
Nama Ibu : Diagnosis Medis : Febris konvulsi
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1. Keluhan Utama : biasanya anak demam tinggi
2. Lama Keluhan :
3. Upaya untuk mengatasi :
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
1. Prenatal : pemeriksaan kehamilan, imunasasi, proses kelahiran, dsb
2. Operasi :
3. Alergi :
4. Pola kebiasaan : makan dan minum
5. Tumbuh kembang
c. Riwayat kesehatan keluarga
1. Penyakit keturunan
2. Komposisi keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
b. Keadaan umum : biasanya anak mengalami kelemahan
c. Kesadaran : biasanya kesadaran anak somnolent, apatis atau sopor
d. GCS
e. Tanda-tanda vital :
Suhu, RR biasanya mengalami peningkatan
SaO2 biasanya menurun
4. Pola Kebutuhan Dasar
1) Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
2) Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan
3) Integritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
4) Eliminasi
Inkontinensia epirodik
5) Makanan atau cairan
Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
6) Neurosensori
Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
7) Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
8) Pernafasan
Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mulus
Fase posektal : Apnea
9) Keamanan
Riwayat terjatuh
Adanya alergi
10) Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
Perubahan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d proses penyakit
2. Pola nafas tidak efektif b.d kekakuan otot pernafasan
3. Resiko tinggi cedera b.d spasme otot ekstremitas

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering
penyakit keperawatan 2 x 24 jam mungkin
2. Monitor warna kulit
diharapkan tidak terjadi
3. Monitor TD, N, RR
hipertermi atau 4. Monitor penurunan tingkat
peningkatan suhu tubuh kesadaran
5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
dengan kriterian hasil :
a. Suhu tubuh membatasi pengunjung
6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai
dalam rentang normal
kebutuhan
(36,5-37,5 c)
7. Berikan edukasi kepada keluarga
b. Nadi dalam
tentang kompres hangat
rentang normal
8. Kolaborasi dengan dokter dalam
c. RR dalam
pemberian obat penurun panas
rentang normal
d. Tidak ada
perubahan warna
kulit dan sianosis
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor frekuensi nafas
2. Auskultasi suara nafas
efektif b.d kekakuan keperawatan 2 x 24 jam
3. Atur posisi pasien untuk
otot pernafasan diharapkan tidak terjadi
mengoptimalkan ventilasi
hipertermi atau 4. Monitor warna kulit
5. Monitor tekanan darah dan nadi
peningkatan suhu tubuh
6. Berikan edukasi kepada keluarga
dengan kriterian hasil :
tentang hal yang dapat memicu
a. RR dalam
kejang
rentang normal.
7. Kolaborasi dengan dokter tentang
b. Menunjukkan
pemberian bronkodilator atau
jalan nafas yang
pemasangan oksigen
paten
c. Tidak ada
sianosis
d. Tanda-tanda vital
dalam rentang normal

3 Resiko tinggi cedera Setelah dilakukan asuhan 1. Sediakan lingkungan yang


b.d spasme otot keperawatan 2 x 24 jam aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan dan
ekstremitas diharapkan tidak terjadi
keamanan pasien
hipertermi atau
3. Menghindarkan
peningkatan suhu tubuh
lingkungan yang berbahaya
dengan kriteria hasil : 4. Memasang side rail tempat
a. Tidak
tidur
terjadi kejang. 5. Membatasi pengunjung
b. Tidak 6. Memberikan penerangan
terjadi cedera yang cukup
7. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
8. Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Hidayah, Nurul. 2015. Pengetahuan Ibu Mengenai Penanganan Pertama Kejang


Demam Pada Anak Di Kelurahan Ngaliyan Semarang. Semarang. Skripsi
Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Dipnegoro

Marwan, Roly. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanganan Pertama


Kejadian Kejang Demam Pada Anak Usia 6 Bulan – 5 Tahun Di
Puskesmas. Caring Nursing Journal. Issn : 2580-0078

Arief, Rifqi Fadli. 2015.Penatalaksanaan Kejang Demam.Cdk-232/ Vol. 42 No. 9.

Talakua, Wilsa Dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang
Demam Di Ruang Dahlia Rs Panti Wilasa Citarum Semarang. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. M
Umur : 2,9 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Bululawang
MRS : 8 Mei 2018

No. Reg : 450100

Diagnosa Medis : KDS + ST Epilepsi + Encephalitis

II. KELUHAN UTAMA


a. Keluhan utama saat MRS
Anak tidak sadar dikarenakan kejang
b. Saat pengkajian
Keluarga mengatakan anak masih tidak sadar.

III. RIWAYAT KESEHATAN


1) Riwayat Penyakit sekarang
Keluarga mengatakan pada tanggal 7 Mei 2018 anak mengalami panas,
pada tanggal 8 Mei 2018 jam 13.10 anak mengalami kejang selama kurang
lebih 1,5 jam dan di bawa ke klinik, lalu pada jam 16.32 di bawa ke IGD
RSUD Kanjuruhan dengan kondisi tidak sadar.
2) Penyakit yang lalu
Keluarga mengatakan anak memiliki riwayat kejang pada usia 1,5 tahun.

3) Penyakit keluarga
Keluarga mengatakan bahwa ibunya memiliki riwayat kejang dan kakak
pasien juga memiliki riwayat kejang,
IV. RIWAYAT POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN KLIEN
1. Pola Aktivitas Sehari-hari

No. Kebutuhan Dasar Saat Dirumah Saat Pengkajian

1. Nutrisi : Cairan dan  Makan 3x/hari  Pasien terpasang


Makanan dengan nasi, lauk dan NGT, susu
sayur dimasukkan lewat
NGT 10-15cc setiap
 Minum ± 600cc/ hari
4 jam

2. Eliminasi :

BAB 1x/hari Pasien menggunakan


pempers, BAB 1x/hari

BAK ± 4x / hari
Pasien pasien
menggunakan pempers.
BAK ± 3x / hari

3. Aktivitas Pasien bermain seperti Pasien tidur di tempat


biasa dengan kakak tidur

4. Istirahat / tidur Pasien tidur malam jam ± Pasien dalam keadaan


21.00. tidak sadar

5. Personal hygine Mandi 2x/hari Selama di RS pasien


tidak mandi, hanya
Gosok gigi 2x/hari diseka.
Keramas 2 hari sekali

2. Riwayat Psikologi
a. Pola Komunikasi
Pasien belum sadar dan belum bisa diajak berkomunikasi.

b. Orang yang paling dekat


Orang tua pasien

c. Keluarga yang bisa dihubungi


Tn. I

d. Hubungan dengan orang lain atau interaksi sosial


Hubungan dengan orang lain bagus.

3. Riwayat Spiritual
-

V. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum
Klien tampak lemah

GCS : E:4 V:4 M:4

Kesadaran : Apatis

2) Pemeriksaan Tanda-tanda vital


Nadi : 90 x/ menit (tgl 11-5-2018)

Suhu : 36,8 °C (tgl 11-5-2018)

RR : 24x/menit (tgl 11-5-2018)

SPO2 : 98% (tgl 11-5-2018)

3) Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Mata kanan dan kiri simetris, peradangan (-), konjungtiva anemis (-),
pupil isokor.

b. Hidung
Perdarahan (-), tidak ada kotoran (-), pembengkakan (-), polip (-),
terpasang NGT

c. Mulut
Kelainan kongenital (-), lesi (-), perdarahan (-), mukosa bibir kering
pecah-pecah, gigi bersih (+).

e. Telinga
Lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan (-), perdarahan (-), telinga bersih
(+).
f. Kepala
Inspeksi : luka (-), perdarahan (-), trepanasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
g. Leher
Inspeksi : leher simetris (+), peradangan (-), jaringan parut (-), massa
(-), dan terdapat bintik bintik putih di area leher
Palpasi :pembesaran kelenjar limfe (-), posisi trakea (-),
pembesaran vena jugularis (-)
4) Pemeriksaan Thorak / Dada
a. Pemeriksaan Paru
Inspeksi : normal chest, bentuk dada simetris, retraksi
intercostan(+)
Palpasi :-
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
Ronchi Wheezing

 -
 - - -
 - - -
ka ki ka ki

b. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : tampak ictus cordis di ICS V

Palpasi : dinding thorak teraba kuat

Perkusi : batas jantung kanan atas ICS II linea para sternalisde


dextra, batas jantung kanan bawah ICS IV linea para
sternalis dextra, batas jantung kiri atas ICS II linea para
sternalis sinistra, batas jantung kiri bawah ICS IV linea mid
clavikula sinistra.

Auskultasi : BJ I tunggal, BJ II tunggal, bunyi jantung tambahan (-)


5) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : acites (-), tidak terdapat massa (-)

Auskultasi : Tidak ada peningkatan ataupun penurunan bising usus.

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : Tympani

6) Pemeriksaan Genetalia dan Rectal


Bersih (+)

7) Pemeriksaan Tulang Belakang


Lesi (-), tidak ada kelainan bentuk, nyeri tekan (-)

8) Pemeriksaan Ekstrimitas
Inspeksi : otot kanan dan kiri simetris, deformitas (-), fraktur (-),
terdapat bintik-bintik merah di telapak tangan dan kaki,
pada tangan kanan diujung jari tengah terdapat luka,
kedua kaki mengalami kekakuan

Palpasi : oedema, akral terasa hangat

 -
- -

ka ki

9) Pemeriksaan Integument
Inspeksi : Warna kulit normal, kulit lembab, tidak ada lesi, terdapat
bintik-bintik merah di telapak tangan dan kaki, tampak
berkeringat

Palpasi : Turgor kulit baik

10) Pemeriksaan Neurologis


A. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
GCS : E:4 V:4 M:4
Kesadaran : apatis
B. Pemeriksaan Nervus Kranial
1. Pemeriksaan Nervus Olfaktorius (N I)
Tidak terkaji
2. Pemeriksaan Nervus Optikus (N II)
Anak dapat berkedip, sehingga bola mata tidak kering
3. Pemeriksaan Nervus Okularis (N III, IV, VI)
a) Pemeriksaan Gerakan Bola Mata
Bola mata anak dapat bergerak mengikuti gerakan cahaya.
b) Pemeriksaan Pupil
Diameter pupil ±3 mm, pupil isokor, pupil bereaksi terhadap
cahaya.
4. Pemeriksaan Nervus Trigeminus (N V)
Anak merapatkan gigi dengan kuat.
5. Pemeriksaan Nervus Facialis (N VII)
Muka bagian kiri dan kanan pasien simetris.
6. Pemeriksaan Nervus Akustikus (N VIII)
Tidak terkaji
7. Pemeriksaan Nervus Glosofaringeus (N IX)
Tidak terkaji
8. Pemeriksaan Nervus Vagus (N X)
Anak mampu makan per oral, dapat menelan tidak tersedak
9. Pemeriksaan Nervus Aksesorius (N XI)
Muskulus sternokleidomastoideus menegang pada sisi kanan dan kiri
saat ditolehkan. Bahu simetris.
10. Pemeriksaan Nervus Hipoglossus (N XII)
Pada saat sebelum sakit, anak dapat berbicara dengan baik.
C. Pemeriksaan Refleks
Babinsky : (-) Ibu jari tidak bergerak keatas dan jari-jari lainnya
Membuka
Graphs : (-) Anak tidak dapat menggengam dengan kuat
Tonicneck : (-) Anak tidak dapat menoleh ke kanan dan kiri
Burning : (+) Anak dapat mengikuti sumber cahaya

TERAPI MEDIS
1. Infuse D5 ¼ NS 1000cc/24 jam
2. IV phenitoin 3 x 30 mg s.d 2 x 24 jam
3. Dexametason 2 x 3,2 mg
4. Antrain 3 x 100 mg
5. Ranitidine 2 x 16 mg
6. Ceftriaxon 2 x 500 mg
7. Piracetam 3 x 100 mg
8. Ondansentron 3 x 1,5 mg
9. Omeprazole 2 x 10 mg
10. Gentamicin Sulfate 2 x 1 oles
11. Fisioterapi
Fungsi terapi
1. Infuse D5 ¼ NS berfungsi untuk meningkatkan kondisi pasien dengan
meningkatkan volume darah yang memiliki kandungan natrium klorida.
2. Phenytoin berfungsi untuk mencegah dan mengontrol kejang (juga disebut
antikonvulsan atau obat anti epilepsi)
3. Dexametason berfungsi untuk mengobati kondisi seperti arthritis,
gangguan darah, sistem kekebalan tubuh, reaksi alergi, masalah kulit, dan
gangguan usus.
4. Antrain berfungsi sebagai obat anti nyeri dan obat anti demam.
5. Ranitidine berfungsi mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri diuluh hati akibat ulkus dan masalah asam lambung
yang tinggi.
6. Ceftriaxon berfungsi untuk mengatasi berbagai infeksi bakteri.
7. Piracetam berfungsi untuk meningkatan kemampuan kognitif tanpa
menimbulkan rangsangan pada otak dan tidak menyebabkan rasa mengantuk.
8. Ondansentron berfungsi untuk mencegah serta mengobati mual dan
muntah.
9. Omeprazole berfungsi untuk mengatasi perut dan kerongkongan yang
diakibatkan oleh asam lambung.
10. Gentamicin Sulfate berfungsi untuk menangani infeksi akibat
bakteri dengan cara membunuh sekaligus mencegah pertumbuhan bakteri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal : 8 Mei 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI
Darah rutin
Hemoglobin 12,2 g/dl 10,8 – 15,6
Hematokrit 35,2 % 33 – 45
Index Eritrosit
MCV 72,4 Fl 74-102
MCH 25,1 Pg 23-34
MCHC 34,7 g/dl 28-36
Eritrosit 4,85 juta/cmm 4,0-5,0
Leukosit 16.000 sel/cmm 8.000-13.500
Trombosit 350.000 sel/cmm 229.000-553.000
Hitung jenis leukosit
Eusinofil 0,1 % 1-5
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 85,4 % 25-80
Limfosit 8,4 % 25-50
Monosit 5,9 % 1-6
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 521 Mg/dl 74-100
Tanggal : 9 Mei 2018

Jam : 08.40

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium (Na) 144 Mmol/l 136-145
Kalium (K) 4,1 Mmol/l 3,5-5,0
Klorida (Cl) 113 Mmol/l 98-106

Tanggal : 9 Mei 2018

Jam : 20.53

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 116 mg/Dl 74-100

Tanggal : 11 Mei 2018

Jam : 15.08

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


KIMIA KLINIK
Ureum 17 mg/dL 16-38
Kreatinin 0,20 mg/dL 0,3-0,7

CT Scan Foto Thorax

Tanggal: 11 Mei 2018 Tanggal : 14 Mei 2018

1. Kesan Encephalitis Pneumonia

2. Odema Serebri

ANALISA DATA

Nama : An. M
Usia : 2,9 tahun

Dx. Medis : KDS

No. Reg : 450100

Tgl/jam Data penunjang Penyebab/Etiologi Masalah

11-5-18 DS:
Keluarga mengatakan anak Gaya mekanik pada Resiko kejang
pernah kejang pada usia 1,5 otak berulang
tahun
Muatan listrik lepas
Do : dari sel saraf
 Belum bisa diajak
komunikasi Gangguan kesadaran
 Kedua Kaki mengalami
kekakuan Riwayat kejang yang
 Pemeriksaan lalu
Laboratorium
Tanggal : 8 Mei 2018
Glukosa Darah Sewaktu
521 Mg/Dl
 Foto Thorax
Tanggal : 11 Mei 2018
Kesan Encephalitis
Odema serebri

DS : Resiko infeksi
Luka pada ujung jari
-

DO : Virus / bakteri
masuk
 Akral terasa hangat
 Tampak berkeringat Inflamasi
 Pada tangan kanan
diujung jari tengah Suhu tubuh meningkat
terdapat luka
 Terdapat bintik
bintik putih di area
leher
Pemeriksaan
laboratorium tanggal 8
Mei 2018
 Leukosit 16.000
sel/cmm
 Eosinofil 0,1%
 Neutrofil 85,4%
 Limfosit 8,4%

DS : Ketidakseimbangan
Tidak sadar nutrisi kurang dari
-
kebutuhan tubuh
DO : Terjadi aspirasi

 Mukosa bibir kering Muntah


pecah-pecah
 Pasien terpasang Ketidakmampuan
NGT menelan makanan
 Pasien mendapatkan
susu per NGT
 BBI
(2 x n) + 8
(2 x 2,9) + 8
= 5,8 + 8
= 13,8 kg
BB sekarang 9 kg

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang yang lalu


2. Resiko infeksi b.d ketidakefektifan pertahanan sekunder
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan makanan
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Resiko kejang berulang Setelah dilakukan asuhan 1. Sediakan lingkungan yang aman
b.d riwayat kejang keperawatan 2 x 24 jam untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan dan
yang lalu diharapkan tidak terjadi
keamanan pasien
kejang dengan kriteria
3. Pasang side rail tempat tidur
hasil : 4. Batasi pengunjung
a. Tidak terjadi 5. Anjurkan keluarga untuk
kejang menemani pasien
b. Tidak terjadi 6. Edukasi tentang penyakit kepada
cedera keluarga
7. Observasi setiap jam
8. Kolaborasi dalam pemberian obat
2 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Batasi pengunjung
2. Cuci tangan setiap sebelum dan
ketidakefektifan keperawatan 2 x 24 jam
sesudah melakuka tindakan
pertahanan sekunder diharapkan tidak
keperawatan
mengalami infeksi
3. Kaji suhu badan setiap 4 jam
dengan kriteria hasil : 4. Monitor kadar leukosit
a. Klien bebas dari 5. Monitor tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan keluarga mencegah
tanda dan gejala
terjadinya infeksi
infeksi
7. Kolaborasi dalam pemberian obat
b. Jumlah leukosit
dalam batas normal
c. Suhu dalam batas
normal (36,5-3750C)

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan makanan sedikit tapi


nutrisi kurang dari keperawatan 2 x 24 jam sering
2. Monitor membran mukosa bibir
kebutuhan tubuh b.d diharapkan tidak terjadi
3. Monitor turgor kulit
ketidakmampuan penurunan berat badan 4. Monitor kadar Hb dan Ht
5. Ajarkan keluarga bagaimana
menelan makanan berlebih dengan kriteria
membuat catatan makanan harian
hasil :
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
a. Adanya
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
peningkatan berat
yang dibutuhkan pasien
badan sesuai dengan
7. Kolaborasi dengan dokter dalam
tujuan
pemberian obat
b. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
c. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Dx dan Implementasi Evaluasi


Tanggal
1 1. Menyediakan lingkungan yang S : Keluarga mengatakan anak pernah
11-05-2018 aman untuk pasien kejang usia 1,5 tahun
2. Mengidentifikasi kebutuhan dan
keamanan pasien O : Belum bisa diajak komunikasi
3. Memasang side rail tempat tidur Kedua Kaki mengalami kekakuan
4. Membatasi pengunjung
Side Rail terpasang
5. Menganjurkan keluarga untuk
IV phenitoin 3 x 30 mg s.d 2 x 24 jam
menemani pasien
6. Menjelaskan tentang penyakit Dexametason 2 x 3,2 mg
kepada keluarga Keluarga mengatakan anak pernah kejang
7. Melakukan observasi setiap jam pada usia 1,5 tahun
8. Melakukan Kolaborasi dalam Foto Thorax tanggal : 11 Mei 2018
pemberian obat kesan Encephalitis, odema serebri
IV phenitoin 3 x 30 mg s.d 2 x 24
jam A : Masalah belum teratasi
Dexametason 2 x 3,2 mg
P : Lanjutkan intervensi no 1-8
2 1. Membatasi pengunjung S : Keluarga mengatakan pasien tidak
11-05-2018 2. Melakukan cuci tangan setiap panas
sebelum dan sesudah melakuka
tindakan keperawatan O : Akral terasa hangat, tampak
3. Mengukur suhu badan setiap 4 berkeringat, pada tangan kanan diujung
jam
jari tengah terdapat luka, terdapat
4. Mengecek kadar leukosit
5. Mengecek tanda dan gejala bintik bintik putih di area leher
infeksi pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Mei
6. Mengajarkan keluarga untuk 2018 Leukosit 16.000 sel/cmm, Eosinofil
cuci tangan 6 langakah 0,1%, Neutrofil 85,4%, Limfosit 8,4%,
7. Melakukan kolaborasi dalam Suhu: 36,80C
pemberian obat Ceftriaxon 2 x 500
mg, gentamicin sulfate 2x1 oles A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi no 1-7

3 1. Memberikan makanan S : Keluaga mengatakan anak sudah


11-05-2018 sedikit tapi sering setiap 4 jam diberikan susu
2. Mengecek membran
mukosa bibir O: Mukosa bibir kering pecah-pecah,
3. Mengecek turgor kulit pasien terpasang NGT, pasien
4. Mengecek kadar Hb dan mendapatkan susu per NGT setiap 4 jam
Ht BBI
5. Mengajarkan keluarga
(2 x n) + 8
bagaimana membuat catatan
(2 x 2,9) + 8
makanan harian
6. Melakukan kolaborasi = 5,8 + 8
dengan ahli gizi untuk = 13,8 kg
menentukan jumlah kalori dan BB sekarang 9 kg
nutrisi yang dibutuhkan pasien Pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Mei
yakni diet cair berupa susu 10- 2018
15cc Hemoglobin 12,2 g/dl, Hematokrit 35,2 %
7. Melakukan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian A: Masalah belum teratasi
obat berupa Infuse D5 ¼ NS P: Lanjutkan intervensi no 1-7
1000cc/24 jam

Dx dan Implementasi Evaluasi


Tanggal
1 1. Menyediakan lingkungan yang S : Keluarga mengatakan anak masih
12-05-2018 aman untuk pasien belum sadar
2. Mengidentifikasi kebutuhan dan
keamanan pasien O : Kesadaran : apatis
3. Memasang side rail tempat tidur Belum bisa diajak komunikasi
4. Membatasi pengunjung Kedua Kaki mengalami kekakuan
5. Menganjurkan keluarga untuk
Side Rail terpasang
menemani pasien
6. Menjelaskan tentang penyakit IV phenitoin 3 x 30 mg s.d 2 x 24 jam
kepada keluarga Dexametason 2 x 3,2 mg
7. Melakukan observasi setiap jam
8. Melakukan Kolaborasi dalam A : Masalah belum teratasi
pemberian obat
IV phenitoin 3 x 30 mg s.d 2 x 24 P : Lanjutkan intervensi no 1-8
jam
Dexametason 2 x 3,2 mg
2 1. Membatasi pengunjung S : Keluarga mengatakan pasien tidak
12-05-2018 2. Melakukan cuci tangan setiap panas
sebelum dan sesudah melakuka
tindakan keperawatan O : Akral terasa hangat, tampak
3. Mengukur suhu badan setiap 4 berkeringat, luka pada jari mengering,
jam kuku terpotong, terdapat bintik-bintik
4. Memotong kuku pasien putih dileher, pemeriksaan laboratorium
5. Mengecek tanda dan gejala
tanggal 8 Mei 2018 Leukosit 16.000
infeksi
6. Mengajarkan keluarga untuk sel/cmm, Eosinofil 0,1%, Neutrofil
cuci tangan 6 langakah 85,4%, Limfosit 8,4%, Suhu: 36,40C,
7. Melakukan kolaborasi dalam keluarga bisa cuci tangan
pemberian obat Ceftriaxon 2 x 500
mg, gentamicin sulfate 2x1 oles A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi no 1-7

3 1. Memberikan makanan sedikit S : Keluaga mengatakan anak sudah


12-05-2018 tapi sering setiap 4 jam diberikan susu
2. Mengecek membran mukosa
bibir O: Mukosa bibir kering pecah-pecah,
3. Mengecek turgor kulit pasien terpasang NGT, pasien
4. Mengecek kadar Hb dan Ht
mendapatkan susu per NGT setiap 4 jam,
5. Mengajarkan keluarga
Infuse D5 ¼ NS 1000cc/24 jam
bagaimana membuat catatan
makanan harian
6. Melakukan kolaborasi dengan A: Masalah belum teratasi
ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan P: Lanjutkan intervensi no 1-7
pasien yakni diet cair berupa susu
10-15cc
7. Melakukan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat
berupa Infuse D5 ¼ NS 1000cc/24
jam
DAFTAR PUSTAKA

Nanda NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis. Jilid 2. Diterjemahkan Oleh Amin Huda. N, Hardhi
Kusuma.Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai