Anda di halaman 1dari 83

PROPOSAL

KEGIATAN RONDE KPERAWATAN


DI RUANG SHOFA MARWAH
RUMAH SAKIT ISLAM A. YANI SURABAYA

Disusun Oleh :

1. Arief Candra Permana (1120018101)


2. Nazamuddin Zakky Wahyudi (1120018048)
3. Cicik Andri Ani (1120018049)
4. Dewi Kumala Sari (1120018070)
5. Shobibatur Rohmah (1120018029)
6. Rivana Ristanova (1120018019)
7. Medyasa Anggraeni (1120018038)
8. Efita Nirmalasari (1120018098)
9. Nurul Fatmalia (1120018026)
10. Alifatul Lailatus Sa’adah (1120018028)
11. Sakina Kasturi S. Balido (1120018030)
12. Sofia Kamala (1120018117)
13. Faradhillah Zahrah (1120018043)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ronde keperawatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan kilen yang dilaksanakan oleh perawat, disamping
pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan
tetapi pada kasus tertentu harus dilaksanakan oleh perawat primer dan atau
konsuler, kepala ruangan, perawat assosciate, yang perlu juga melibatkan seluruh
anggota tim keperawatan dengan melibatkan klien secara langsung sebagai fokus
kegiatan (Nursalam, 2014). Kegiatan ini mempunyai karakteristik yaitu: klien
dilibatkan langsung, klien merupakan fokus kegiatan, PP/PA dan konselor
melakukan diskusi. Konselor memfasilitasi kreatifitas dan membantu
mengembangkan kemampuan PP dan PA dalam meningkatkan kemampuan
mengatasi masalah keperawatan. adapun kriteria klien yang dilakukan ronde adalah
sebagai berikut : klien dengan penyakit kronis, penyakit langka atau baru, klien
dengan penyakit komplikasi, klien dengan penyakit akut dan klien dengan
permasalahan keperawatan yang belum terselesaikan.
Ronde keperawatan merupakan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam masalah dan kebutuhan pasien serta sebagai proses belajar bagi perawat
dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat kritis perawat akan tumbuh dan terlatih
melalui suatu transfer pengetahuan dan mengaplikasikan konsep teori ke dalam
praktik keperawatan. Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk
mencapai hal tersebut adalah dengan rode keperawatan. dimana ronde keperawatan
merupakan sarana bagi perawat baik perawat perawat primer maupun perawat
assosciate untuk membahas masalah keperawatan termasuk konsultan
keperawatan. Salah satu tujuan dari kegitan ronde keperawatan adalah
meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan. pelaksanaan
kegiatan ronde keperawatan inidapat meningkatkan kepuasan klien terhadap
pelayanan keperawatan di Ruang Shofa Marwah RS Islam Surabaya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Setelah dilakukan ronde keperawatan, masalah keperawatan yang dialami
klien dapat diatasi.
2. Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan ronde keperawatan, perawat mampu:
a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis dalam pemecahan masalah
keperawatan klien.
b. Memberikan tindakan yang berorientasi pada masalah keperawatan klien.
c. Meningkatkan kemampuan validatas dan pasien.
d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan .
e. Meningkatkan kemampuan justifikasi.
f. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
g. Meningkatkan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
h. Melaksanakan asuhan keperawatan secara menyeluruh.

C. Manfaat
1. Bagi Klien :
a. Membantu menyelesaikan masalah klien mempercepat masa
penyembuhan.
b. Mengurangi masa rawat inap.
c. Memberikan perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien.
d. Memenuhi kebutuhan pasien.
2. Bagi Perawat :
a. Dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor
perawat.
b. Menjalin kerjasama tim antar multidisiplin.
c. Menciptakan perawatan keperwatan profesional.
3. Bagi Rumah Sakit :
a. Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit
b. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan
c. Meningkatkan loyalitas konsumen terhadap rumah sakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ronde keperawatan
1. Pengertian
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada
kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan/atau konselor, kepala
ruangan, dan perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim
kesehatan (Nursalam, 2015).

2. Karakteristik Ronde
1 Pasien dilibatkan secara langsung
2 Pasien merupakan fokus kegiatan
3 PP, PA dan konselor melakukan diskusi bersama
4 Konselor memfasilitasi kreativitas
5 Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP
dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah (Nursalam, 2015).

3. Tujuan Ronde Keperawatan


1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah klien melalui pendeketan berfikir kritis dan diskusi.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilaksanakan untuk keperawatan, perawat mampu:
a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis
b. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
c. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawanan
d. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawanan
e. Meningkatkan kemampuan justifikasi
f. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja (Nursalam, 2015).
4. Manfaat Ronde Keperawatan
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4. Terjadinya kerjasama antar tim kesehatan
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan
benar (Nursalam, 2015).

5. Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk ronde keperawatan adalah pasien yang mempunyai
kriteria sebagai berikut:
1. Masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan
keperawatan
2. Pasien dengan kasus baru atau langka (Nursalam, 2015).

6. Tim Pelaksana Ronde Keperawatan


1. Kepala Ruangan
2. PP 1
3. PA 1, 2, dan 3
4. Perawat Konselor
5. Tim Kesehatan yang lain (Dokter, Ahli Gizi)

7. Peran Masing-Masing Anggota


1. PP dan PA:
a. Menjelaskan keadaan dan data demografi pasien
b. Menjelaskan masalah keperawatan utama
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat
e. Menentukan tindakan selanjutnya
f. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil
g. Menggali masalah - masalah pasien yang belum terkaji

2. Peran Perawat Konselor:


a. Memberikan justifikasi
b. Memberikan reinforcement
c. Menilai kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional
tindakan
d. Mengarahkan dan koreksi
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari

8. Metode
1 Diskusi
2 Bed Side Teaching

9. Alat Bantu
1 Sarana diskusi : alat tulis, hand out (materi ronde
keperawatan), laptop
2 Status atau dokumentasi keperawatan pasien.
10. Alur Ronde Keperawatan

TAHAP PRA PP
RONDE

1. Penetapan Pasien

2. Persiapan pasien:
a. Informed Concent
b. Hasil Pengkajian /
Validasi data

1. Apa diagnosis keperawatan


TAHAP 2. Data apa yang mendukung?
PELAKSANAAN 3. Penyajian Masalah 3. Bagaimana intervensi yang
DI NURSE sudah dilakukan?
STATION 4. Apa hambatan yang
ditemukan?

TAHAP RONDE DI Validasi data di Bed Pasien


BED PASIEN

TAHAP PP,
konselor,
PELAKSANAAN
KARU
DI NURSE
STATION
Lanjutan diskusi
di Nurse Station

Simpulan dan
TAHAP PASCA
rekomendasi
RONDE (Nurse
G solusi masalah
Station)

Gambar 2.1: Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan (Nursalam, 2015)


Keterangan:
1) Pra Ronde
a. Menentukan kasus dan Topik
b. Menentukan tim ronde
c. Mencari sumbet atau literatur
d. Membuat proposal
e. Mempersiapkan pasien : informed concent dan pengkajian
f. Diskusi : apa diagnosa keperawatan, apa data yang mendukung, bagaimana
intervensi yang sudah dilakukan, dan apa hambatan yang ditemukan selama
perawatan
2) Pelaksanaan ronde
a. Penjelasan tentang pasien oleh kepala tim yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau serta
memilih prioritas yang perlu didiskusikan
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
c. Pemberian justifikasi oleh kepala tim atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan
3) Pasca ronde
a. Evaluasi pelaksanaan ronde, revisi dan perbaikan.
b. Kesimpulan dan rekomendasi penegakan diagnosis dan intervensi
keperawatan selanjutnya.

11. Kriteria Evaluasi


1 Struktur
a. Persyaratan administrative (alat, informed concent, dll)
b. Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya
2 Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang
telah ditentukan.

3 Hasil
a. Klien merasa puas dengan hasil pelayanan
b. Masalah klien dapat teratasi
c. Perawat dapat :
1) Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis
2) Meningkatkan kemampuan validasi dan pasien
3) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien
5) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
6) Meningkatkan kemampuan justifikasi
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

B. Konsep Dasar Dsypnea 1. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Di dalamnya
terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara
sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang
memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan
baik melalui batuk ataupun bersin.

1. Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.
Saluransaluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan
dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam
rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini
tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran
mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla,
palatinus, dan os. Sphenoidale.
Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan
menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior.
Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa. Dasar cavum nasi
dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale.
Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi
yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari
sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam
bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan
melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana
mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka
kedalam cavum nasi :
1) Lubang hidung.
2) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior.
3) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan
media dan diantara concha media dan inferior. 4) Sinus frontalis,
diantara concha media dan superior 5) Ductus nasolacrimalis,
dibawah concha inferior.
6) Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring
melalui appertura nasalis posterior.

2. Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi
dan pencernaan.
3. Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,
glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan
bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas
:
a) Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan
2 cartilago arytenoidea.
b) Membrana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan
os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang
bekerja pada plica vokalis.
Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher
sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior,
penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah
adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar
cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide à menghubungkan batas atas dan cornu superior
ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas
bawah deng Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada
basis cartilago cricoidea.
4. Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang
dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago
thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping
epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk
laring.
5. Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar
dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan
cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago
thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.
Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin
trachea I.
6. Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis
cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio
sudut piramid yang menonjol kedepan.

7. Membrana Mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari
selsel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
8. Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang
terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara
bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago
arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan.
membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak
terlibat dalarn produksi suara
9. Otot
Otot - otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea,
dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan
dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus
cranialis X (vagus).
10. Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan
sehingga udara dapat keluar - masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis
terpisah lebar.
11. Fonasi
Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara
yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan
bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis. Gambaran klinis
Laring dapat tersumbat oleh :
a) Benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil.
b) Pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap
atau pada reaksi alergi,
c) Infeksi, misalnya difteri.
d) Tumor, misalnya kanker pita suara.
12. Trachea atau batang tenggorok
Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm
dengan lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah
pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir
setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau
sampai kira - kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20
lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

13. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.

b. Fisiologi
1. Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian :
a) Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk
melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi
: volume rongga dada naik/lebih besar tekanan rongga dada turun
/ lebih kecil.
b) Menghembuskan udara (ekspirasi) Tidak banyak menggunakan
tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif yaitu terjadi
relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga
dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik / lebih besar.
2. Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Ventilasi
Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari
alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya
udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara
atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang,
diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan
ekspirasi merupakan gerakan pasif. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ventilasi :

1) Tekanan udara atmosfir


2) Jalan nafas yang bersih
3) Pengembangan paru yang adekuat
b) Difusi
Difusi yaitu pertukaran gas - gas (oksigen dan
karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru - paru. Proses
keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan /
konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan / konsentrasi
yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan
dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat
rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas - gas yang terdapat pada
masingmasing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi
proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara
alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40
mmHg. Faktor - faktor yang mempengaruhi difusi :
(1) Luas permukaan paru
(2) Tebal membran respirasi
(3) Jumlah darah
(4) Keadaan/jumlah kapiler darah
(5) Afinitas
(6) Waktu adanya udara di alveoli.
c) Transpor
Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke selsel
jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh
ke kapiler. Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke
jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan
kembali ke paru - paru. Secara normal 97 % oksigen akan
berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan
dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 %
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel - sel. Faktor -
faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
(1) Curah jantung (cardiac Output / CO)
(2) Jumlah sel darah merah
(3) Hematokrit darah
(4) Latihan (exercise)
d) Volume paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi
polmonar. Spirometri mengukur folume udara yang memasuki
atau meninggalkan paru - paru. Variasi volume paru dapat
dihubungkan dengan :
(1) Status kesehatan
(2) Tingkat kekuatan otot pernapasan
(3) Tingkat kompliansi
e) Sirkulasi pulmonary
Dimulai dari arteri pulmonary yang menerima darah dari
vena yang membawa campuran oksigen dari vertikel kanan.
Sisterm ini tergantung pada kemampuan pompa vertikel kanan
yang mengeluarkan darah sekitar 4-6 liter/menit darah mengalir
dari arteri pulmonary ke kapiler pulmonary tempat darah kontak
dengan membrane kapiler-alveolor dan berlangsung pertukaran
gas dan pernapasan. Darah yang kaya O2 bersikulasi melalui
venula pulmonary dan vena pulmunar kembali ke atrium kiri.
f) Distribusi
Paru - paru menerima curah jantung total dari vertikel kanan
dan tidak mengalirkan darah dari suatu daerah lain kecuali
hipoksia alveolar.
g) Transportasi Oksigen
Terdiri dari sistem paru dan kardiovaskuler. Proses ini
bergantung pada jumlah oksigen yang masuk keparu-paru
(ventilasi, aliran darah keparu - paru dan jaringan) perfusi,
kecepatan difusi dan kapasitas membawa oksigen.

2. Definisi Dsypnea a. Definisi


Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi
ketika melkaukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa
penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan
istilah “Shortness Of Breath” (Price and Wilson, 2006).
1) Dyspnea akut dengan awal yang tiba – tiba merupakan penyebab umum
kunjungan ke ruang gawat darurat.
2) Dyspnea kronis (menahun dapat disebabkan oleh asma, penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema,inflamasi paru – paru, tumor dan
kelainan pita suara.

b. Etiologi
Dsypnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti
jika ruang fiisologi meningkat maka akan menyebabkan gangguan pada
pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi
makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati
ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam
keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka
pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan
terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance
paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama
inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal.

Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston
atau iritan yang sama. Hal - hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain
:
1) Faktor psikis.
2) Peningkatan kerja pernapasan.
a) Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis
metabolik). Sifat fisik yang berubah (Tahanan elastis paru meningkat,
tahanan elastis dinding toraks meningkat, peningkatan tahanan
bronkial).
3) Otot pernapasan yang abnormal.
Penyakit otot (kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi). Fungsi mekanis
otot berkurang. Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada
lima hal antara lain :
a) Oksigenasi jaringan menurun.
b) Kebutuhan oksigen meningkat
c) Kerja pernapasan meningkat.
d) Rangsangan pada sistem saraf pusat.
e) Penyakit neuromuskuler.
Etiologi yang lain :
(1) Sesak Nafas karena Faktor Keturunan
Pada asalnya memang seseorang tersebut memiliki paru – paru dan organ
pernapasan lemah. Ditambah kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagian-
bagian tubuh akan memulai fungsi tidak normal. Tetapi, ini tidak otomatis
membuat tubuh menderita, sebab secara alami akan melindungi diri
sendiri. Namun demikian, sistem pertahanan bekerja ekstra, bahkan
kadang-kadang alergi dan asma timbul sebagai reaksi dari sistem
pertahanan tubuh yang bekerja terlalu keras.
(2) Sesak Nafas karena Faktor lingkungan
Udara dingin dan lembab dapat menyebabkan sesak nafas. Bekerja di
lingkungan berdebu atau asap dapat memicu sesak nafas berkepanjangan.
Polusi pada saluran hidung disebabkan pula oleh rokok yang dengan
langsung dapat mengurangi suplai oksigen.
(3) Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan
Sesak nafas karena kurangnya asupan cairan sehingga lendir pada paru –
paru dan saluran nafas mengental. Kondisi ini juga menjadi situasi yang
menyenangkan bagi mikroba untuk berkembang biak. Masalah pada
susunan tulang atau otot tegang pada punggung bagian atas akan
menghambat sensor syaraf dan bioenergi dari dan menuju paru – paru.
(4) Sesak Nafas karena ketidakstabilan emosi
Orang – orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cenderung
untuk sering menahan nafas atau justru menarik nafas terlalu sering dan
dangkal sehingga terengah – engah. Dalam waktu yang lama, kebiasaan
ini berpengaruh terhadap produksi kelenjar adrenal dan hormon yang
berkaitan langsung dengan sistem pertahanan tubuh. Kurang pendidikan
bisa juga menyebabkan sesak nafas. Pengetahuan akan cara bernafas yang
baik dan benar akan bermanfaat dalam jangka panjang baik terhadap fisik
maupun emosi seseorang.

c. Patofisiologi
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti
jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada
pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi
makin meningkat sehingga terjadi sesak napas.
d. WOC

e. Manifestasi Klinis
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai
dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea
dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru
interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru
(emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru
tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit
peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada. Batuk adalah
gejala umum penyakit pernapasan, hal ini disebabkan oleh Stimulasi refleks
batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret pada
saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan
pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok
(Chandrasoma, 2006).
Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi
penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai
adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna,
volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah.
Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik,
pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli
paru.
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku
tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga
pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada
tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati
kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit
menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler
(Price dan Wilson, 2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu / intermiten, nonmusikal,
dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran
napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis,
bronkiektasis. Wheezing / mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi,
durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati
saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis
kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat
inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding
dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub
adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan
banyak (Reviono, dkk, 2008).
1) Batuk dan produksi skutum
Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya
tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali.
2) Dada berat
Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada
berat diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai
alasan lain untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang
bera dibagian dada. Rata-rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada
seseorang yang memegang jantungnya.
3) Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul
ktika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda
seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar saat
ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya
muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada saluran
napas yang besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan pita suara.
4) Napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.

f. Tes Diagnostik (Rontgen, Lab, dsb.)

g. Penatalaksanaan Medis
1) Penanganan Umum Dispnea
a) Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring
dengan bantal yang tinggi.
b) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat
sesaknya.
c) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang
diderita.
2) Terapi Farmako
a) Olahraga teratur
b) Menghindari alergen
c) Terapi emosi
3) Farmako
a) Quick relief medicine
b) Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran
pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat
serangan datang. Contoh : bronkodilator
c) Long relief medicine.
d) Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak
nafas, mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol
untuk jangka waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk
inhalasi.
h. Proses Penyembuhan
Cara Mengatasi Sesak Nafas
Apabila anda mengalami sesak nafas, maka hal itu harus segera mendapat
perhatian hal itu dikarenakan sesak napas menyebabkan rasa yang tidak nyaman
karena sulitnya bernafas sehingga tubuh kurang mendapatkan oksigen, dan
yang terburuk dapat menyebabkan kematian. Bila anda mengalami gangguan
pernafasan, lakukanlah latihan di bawah ini yang dapat membantu melegakan
pernafasan anda. Lakukan latihan ini dua kali sehari, lima sampai sepuluh menit
sampai anda terbiasa melakukannya.
1) Pernafasan perut
a) Berbaring dengan enak dan letakkan bantal di bawah kepala. Tekuk lutut
dan rilekskan perut.
b) Tekan perut dengan satu tangan perlahan tetapi cukup keras untuk
menciptakan tekanan. Letakkan tangan lain di dada.
c) Lalu bernafaslah perlahan dari hidung dengan menggunakan otot-otot
perut. Tangan yang berada di atas perut harus diangkat pada saat
menarik nafas dan letakkan kembali pada saat membuang nafas. Tangan
yang lain tetap berada di atas dada dan usahakan agar tidak bergerak-
gerak.
2) Bernafas melalui mulut
a) Bernafaslah perlahan melalui hidung untuk menghindari tertelannya
udara. Tahan nafas anda sambil menghitung satu, 1000, dua, 1000, tiga,
1000.

b) Majukan bibir anda seperti hendak bersiul. Lalu, buang nafas pelanpelan
melalui bibir yang dimajukan sambil menghitung satu, 1000, dua, 1000,
tiga, 1000, empat, 1000, lima, 1000, enam, 1000.
c) Anda harus membuat suara siul perlahan saat membuang nafas. Nafas
yang dibuang melalui bibir yang dimajukan akan mengurangi kecepatan
bernafas dan membantu menghilangkan udara yang lama terperangkap
dalam paru-paru.
d) Saat melakukan pernafasan melalui mulut selama aktivitas, tarik nafas
sebelum bergerak, dan buang nafas saat aktivitas. Bila ritme cara
menghitung di atas tidak tepat, temukan cara menghitung sendiri yang
lebih cocok. Harus terus diperhatikan agar selalu membuang nafas lebih
lama daripada saat menarik nafas.
Cara lain untuk Mengatasi Sesak Nafas bisa dilakukan dengan cara
berikut :
(1) Jalan keluar untuk mengatasi sesak nafas yang paling cepat adalah berada
pada lingkungan hijau dan lapang. Jika tidak memiliki kemampuan untuk
sering pergi keluar kota, ke gunung atau laut, tanamlah pohon berdaun
hijau lebat di sekitar tempat tinggal yang akan memproduksi banyak
oksigen dan menyerap polusi. Setiap saat menemukan lingkungan hijau
dan bersih, berjalan kakilah dan hirup udara dalam-dalam
(2) Para penyandang sesak nafas kronis sebaiknya menghindari konsumsi
bahan susu berlebihan, gula putih, permen, tepung dan nasi putih. Jika
nafas sudah mulai teratur, makanan itu dapat dikonsumsi dalam jumlah
sedikit untuk melihat reaksi tubuh. Dalam waktu yang sama konsumsi buah
dan sayuran dalam jumlah banyak. Minum air hangat 6-8 gelas per hari.
(3) Jika sesak nafas diiringi flu atau demam, makanlah sup yang dibumbui
bawang merah, bawang putih, lada, kayu manis, jahe dan cengkih. Bumbu
tersebut dapat membantu membuka sumbatan pada saluran nafas.
(4) Mengelola emosi sangat penting untuk menyembuhkan masalah
pernafasan. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti berpikiran positif,
menghilangkan ketakutan yang tidak beralasan, bahkan sering tersenyum
akan sangat membantu. Namun demikian cara mengelola emosi yang tepat
hanya diketahui oleh pribadi masing-masing.
(5) Olahraga yang menggerakkan punggung atas dan dada sangat membantu
mengalirkan darah dan energi penyembuhan. Perlu diingat jika kita
merawat tubuh dan pikiran, imbal baliknya adalah kenikmatan yang tak
terkira.
(6) Untuk mengatasi sesak napas, biasanya obat yang diberikan adalah
obatobatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.
(7) Untuk menghindari sesak napas terjadi secara berulang, perlu diketahui dan
diobati penyebab terjadinya sesak napas, misalnya; obat tbc bila sesak
napas karena penyakit tbc, obat asma bila karena penyakit asma.
Sedangkan sesak napas yang sifatnya ringan pada wanita hamil, tidak
memerlukan obat pereda sesak napas. Sesak napas yang ringan umumnya tidak
berbahaya dan tidak mempengaruhi jumlah oksigen yang didapat bayi dalam
kandungan. Namun bila wanita hamil tersebut mengalami sesak napas yang berat
dan atau mempunyai penyakit asma, konsultasikanlah segera ke dokter kandungan
untuk mendapatkan penanganan yang tepat bagi ibu dan bayi yang dikandungnya.
Untuk mengatasi sesak napas pada wanita hamil disarankan untuk menjaga postur
tubuh dengan benar, seperti duduk atau berdiri dengan tegak, kurangi dan
perlambat pergerakkan anda, seperti berjalan dengan lebih lambat, memberi
sandaran pada tubuh bagian atas saat tidur.
Cara Mengatasi Sesak Napas dengan Obat Tradisional / Obat Herbal : Daun
kemangi biasanya digunakan sebagai lalapan atau sebagai menghilangkan bau
amis. Ternyata tidak hanya itu, daun kemangi juga berkhasiat untuk mengatasi
sesak napas, batuk rejan, dan rematik. Berikut cara meramunya.
(a) Ambil daun kemangi secukupnya
(b) Remas-remaslah sampai lumat, kemudian berilah 1 sendok makan minyak
tanah.
(c) Remas kembali sarnpai minyak tanah dan daun kemangi bersatu. Oleskan
ramuan ke dada, leher, dan punggung. Tidak begitu lama, ramuan akan
bereaksi dan sesak napas pun akan berkurang.

3. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Identitas


Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,
batuk.
d) Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga
pasien
3) Pola kesehatan fungsional
Hal - hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan
oksigen.
b) Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami
kelemahan otot pernafasan.
c) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d) Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e) Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f) Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu
atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
g) Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/
kurus).
h) Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i) Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j) Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.

4) Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran: kesadaran menurun
b) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c) Head to toe
a. Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli
atau endokarditis)
b. Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
c. Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
d. Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada
kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
e. Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan dsypnea adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau
hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
3. Intervensi Keperawatan
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas
3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas 1) Buka jalan napas pasien 1. Ventilasi maksimal membuka area
yang efektif, dengan kriteria hasil: atelectasis.
Respiratory Status: Airway patency 2) Posisikan pasien untuk 2. Posisi membantu memaksimalkan
Tujuan memaksimalkan ventilasi. ekspansi paru dan menurunkan
No Indikator Awal upaya pernafasan.
1 2 3 4 5 3. Mencegah obstruksi /aspirasi.
3) Identifikasi Pasien untuk perlunya
1. Pengeluaran 2 √ pemasangan alat jalan napas
sputum pada buatan
jalan napas 4) Keluarkan secret dengan suction 4. Penurunan bunyi nafas dapat
2. Irama napas 2 √ 5) Auskultasi suara napas, catat bila menunjukan atelektasis. Ronki
sesuai yang ada suara napas tambahan menunjukan akumulasi secret /
diharapkan 6) Monitor rata-rata respirasi setiap ketidakmampuan untuk
3. Frekuensi 2 √ pergantian shift dan setelah membersihkan jalan nafas yang
pernapasan dilakuakan tidakan suction dapat menimbulkan penggunaan otot
sesuai yang aksesoris pernafasan dan
diharapkan peningkatan kerja pernafasan.
b. Suksion Jalan Napas
1) Auskultasi jalan napas sebelum 1. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Keterangan:
dan sesudah suction Penghisapan dapat diperlukan bila
1. Keluhan ekstrim pasien tidak mampu mengeluarkan
2. Keluhan berat secret.
3. Keluhan sedang 2. Penurunan bunyi nafas dapat
2) Informasikan keluarga tentang
4. Keluhan ringan menunjukan atelektasis.
prosedur suction
5. Tidak ada keluhan 3. Ventilasi maksimal membuka area
3) Berikan O2 dengan menggunakan
atelektasis dan meningkatkan
nasal untuk
memfasilitasi suksion gerakan secret kedalam jalan nafas
nasotrakheal besar untuk dikeluarkan.
4) Hentikan suksion dan berikan 4. Mencegah pengeringan mukosa,
oksigen bila Pasien menunjukkan membantu pengenceran sekret
bradikardi
peningkatan saturasi oksigen
5) Atur intake untuk cairan 5. Pemasukan tinggi cairan membantu
mengoptimalkan keseimbangan. untuk mengencerkan sekret,
6) Jelaskan pada pasien dan membuatnya mudah dikeluarkan.
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas Airway management
3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, 1) Buka jalan napas Pasien 1. Pengkajian merupakan dasar dan data
dengan kriteria hasil: 2) Posisikan Pasien untuk dasar berkelanjutan untuk memantau
Respiratory Status: Ventilation memaksimalkan ventilasi. perubahan dan
Tujuan 3) Identifikasi Pasien untuk mengevaluasi intervensi
No Indikator Awal perlunya pemasangan alat jalan 2. Memposisikan pasien semi fowler
1 2 3 4 5 napas buatan supaya dapat bernafas optimal.
1. Auskultasi 2 √ 4) Keluarkan secret dengan suction 3. Deteksi terhadap pertukaran gas dan
suara napas 5) Auskultasi suara napas, catat bila bunyi tambahan serta kesulitan
sesuai ada suara napas tambahan bernafas (ada tidaknya dispneu) untuk
2. Bernapas 2 √ 6) Monitor penggunaan otot bantu memonitor intervensi
mudah pernapasan 4. Dapat memperbaiki / mencegah
3. Tidak 2 √ 7) Monitor rata-rata respirasi setiap memburuknya hipoksia
pergantian shift dan setelah 5. Memberikan rasa nyamandan
didapatkan
dilakuakan tidakan suction mempermudah pernapasan
penggunaan
6. Deteksi status respirasi
otot tambahan
Vital sign Status Vital sign monitoring Vital sign monitoring
Tujuan 1) Observasi adanya tanda 1. Manifestasi distres pernapasan
No Indikator Awal tanda hipoventilasi tergantung pada/indikasi derajat
1 2 3 4 5 2) Monitor adanya kecemasan pasien keterlibatan paru dan status
1. Tanda Tanda 2 √ terhadap oksigenasi kesehatan umum
vital dalam 3) Monitor vital sign 2. Takikardia biasanya ada sebagai
rentang normal 4) Informasikan pada pasien dan akibat demam/dehidrasi tetapi dapat
(tekanan darah, keluarga tentang tehnik relaksasi sebagai respons terhadap hipoksemia
nadi, untuk memperbaiki pola nafas. 3. Selama periode waktu ini, potensial
pernafasan) 5) Ajarkan bagaimana batuk efektif komplikasi fatal (hipotensi/syok)
Keterangan: 6) Monitor pola nafas dapat terjadi.
1. Keluhan ekstrim 4. Perubahan frekuensi jantung atau TD
2. Keluhan berat menunjukkan bahwa pasien
3. Keluhan sedang mengalami pasien mengalami nyeri,
4. Keluhan ringan khusunya bila alasan lain untuk
5. Tidak ada keluhan perubahan tanda vital telah terlihat.

III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 1) Posisikan pasien untuk 1. Ventilasi maksimal membuka area
24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan memaksimalkan ventilasi atelectasis.
kriteria hasil: 2) Pasang mayo bila perlu 2. Posisi membantu memaksimalkan
Respiratory Status : Gas exchange 3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu ekspansi paru dan menurunkan
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit 4) Keluarkan sekret dengan batuk atau upaya pernafasan.
Respiratory Status : ventilation suction 3. Mencegah obstruksi/aspirasi.
5) Auskultasi suara nafas, catat adanya 4. Penurunan bunyi nafas dapat
suara tambahan menunjukan atelektasis. Ronki
6) Atur intake untuk cairan menunjukan akumulasi secret /
mengoptimalkan keseimbangan. ketidakmampuan untuk
7) Monitor respirasi dan status O2 membersihkan jalan nafas yang
8) Catat pergerakan dada,amati dapat menimbulkan penggunaan otot
Vital Sign Status kesimetrisan, penggunaan otot aksesoris pernafasan dan
tambahan, retraksi otot peningkatan kerja pernafasan
Tujuan supraclavicular dan intercostal 5. Pemasukan cairan yang banyak
No Indikator Awal 9) Monitor suara nafas, seperti dengkur membantu mengencerkan sekret,
1 2 3 4 5 10) Monitor pola nafas : bradipena, membuatnya mudah dikeluarkan.
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
1. Mendemonstrasi 2 √ cheyne stokes, biot
kan peningkatan 11) Auskultasi suara nafas, catat area
ventilasi dan penurunan / tidak adanya ventilasi dan
oksigenasi yang suara tambahan
adekuat 12) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
2. Memelihara 2 √
kebersihan paru 13) Observasi sianosis khususnya
paru dan bebas membran mukosa
dari tanda tanda
distress
pernafasan
3. Mendemonstrasi 2 √
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis
dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah,
tidak
ada pursed lips)
4. AGD dalam 2 √
batas normal
5. Status 2 √
neurologis
dalam batas
normal
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
4. Evaluasi
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan
untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang
merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik
rencana perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon
pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.
Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan.

B. Konsep Dasar DM Tipe II 1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas


Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada
daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukanduodenum dan ekornya
menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.
Pankreas terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan
umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan
depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh
lympa.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukogen langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta
dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya.
Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta
mengekresi somatostatin.
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus
unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh
darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara
spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk
polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan
ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat
membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang
tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan
endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 2005). Sel alfa
yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin
(Pearce, 2012)

Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :


a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk
getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas
adalah :
1. Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan
polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan
monosakarida.
2. Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam
amino.
3. Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan
gliserol gliserin.
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam
pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara
alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans
langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang
membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh
pancreas adalah insulin dan glukagon
1. Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan
oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam
amino yang memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin
adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan
konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak
2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam
hati dengan bentuk glukagon.
b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah
normal.

c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap


hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang
disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan
glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap
hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
(1) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
(2) Mengurangi konsentrasi gula darah
(3) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan
insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi
glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai
berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah : a)
Pemecahan glikogen (glikogenesis)
b) Peningkatan glukogenesis
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah
mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon
dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat
menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100
ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat
banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon
membantu melindungi terhadap hypoglikemia.

2. Definisi Diabetes Melitus a. Pengertian


Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,2009). Sedangkan menurut Francis dan John (2012), Diabetes
Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddarth, 2013). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner & Suddarth, 2013).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO, 2015).Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang
ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1
– 6 % (Adam, 2014).
Dari berbagai definisi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa diabetes
mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal
(hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup
insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik.
Sementara itu National Diabetes Data Group of The National Institutes of
Health mengklasifikasikan diabetes mellitus sebagai berikut :
1) Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau
tipe juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi
insulin untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut
juvenile onset, karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe
ini terjadi destruksi sel beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin
absolut. Mereka cenderung mengalami komplikasi metabolik akut berupa
ketosis dan ketoasidosis.

2) Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes


melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin
secara absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia
dewasa dan ada kecenderungan familiar. NIDDM dapat berhubungan
dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap
memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3) Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational.
Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana
meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam
amino dan glukosa pada janin yang mengurangi keefektifitasan insulin.
4) Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu.
Yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat
– obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik
tertentu. Umumnya obat – obatan yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia
antara lain: diuretik furosemid (lasik), dan thiazide, glukotikoid, epinefrin,
dilantin, dan asam nikotinat (Long, 2006).

b. Etiologi
Berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 2015 adalah :
1) DM Tipe I (IDDM)
a) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus
b) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetic
2) DM Tipe II (NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa dengan keadaan obesitas.
Obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target
insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif
dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
3) DM Malnutrisi
a) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak.
b) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas
4) DM Tipe Lain
a) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas.
b) Penyakit hormonal seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon)
yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak.
Sedangkan secara umum ada 4 penyebab terjadinya diabetes melitus yaitu :
1. Faktor keturunan
Faktor keturunan dapat menyebabkan terjadinya DM karena pola familial
yang kuat (keturunan) mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel beta
pankreas yang memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam
sekresi insulin maupun kerja insulin (Long, 2006).
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas yang
bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga
mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali
dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin. (
Sjaifoellah, 2006 : 692 )
2. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat terjadi karena insulin
diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan fosfat yang melintasi
membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi kekurangan insulin akibat
kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan gangguan dalam metabolisme
karbohidrat, asam amino, kalium dan fosfat (Long, 2006).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan
oleh jarinagan perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa
hormon. Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang
dibentuk sel betha pulau pancreas. ( Sjaifoellah, 2006 : 692 )
3. Kegemukan atau obesitas
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena
insiden DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan
meningkat pada mereka yang mengalami perubahan makanaan secara
berlebihan. Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena jumlah
reseptor insulin menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa
dan hiperglikemia (Price dan Wilson, 2012).
Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan
intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes
mellitus dan insulin insufisiensi relative. (Sjaifoellah, 2006 : 692).
4. Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin. Perubahan karena
usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat mendukung terjadinya DM karena
toleransi glukosa secara berangsur – angsur akan menurun bersamaan dengan berjalannya
usia seseorang mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya
keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya pelepasan
insulin dari sel–sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas perifer
terhadap insulin (Long, 2006). Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif insulin).
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai


pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,2012). Diabetes Mellitus tipe II disebut
juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanakkanak.
Menurut Sjaifoellah (2006), Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM
tipe II, diantaranya adalah:
(1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
(2) Obesitas
(3) Riwayat keluarga
(4) Kelompok etnis
(5) Gaya hidup
c. Patofisiologi dan WOC
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah
akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuhsembuh, infeksi vagina
atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi)( Pearce,
2012).
d. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Sjaifoellah (2006)yaitu:
1) Poliuria
2) Polidipsi
3) Polifagia
4) Penurunan BB
5) Kelemahan, keletihan dan mengantuk
6) Malaise
7) Kesemutan pada ekstremitas
8) Infeksi kulit dan pruritus
9) Timbul gejala ketoasidosis dan samnolen bila berat
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai
menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala
pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa
tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang
berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang
berkepanjangan, biasanya terjadi pada merekayang berusia diatas 40 tahun
tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja.
Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai
keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine
sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah
tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur,
luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi
wanita, impotensi pada pria.
Gejala Diabetes Melitus tipe 2 menurut Long (2006), yaitu :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.

b) Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak
minum.
c) Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan
glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat
dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1) Pemeriksaan elektrolit
Elektrolit yang didapatkan pada penderita diabetes mellitus bisa kurang
maupun lebih dari kadar normal. Normalnya elektrolit pada tubuh adalah
sebagai berikut :
a) Kalium : 3,6-5,6mEg/l
b) Natrium : 137-145mEq/l
c) Klorida : 98-107mEg/l
2) Pemeriksaan hematologi
a) Laju endap darah (LED)
Normalnya LED pada pria antara 0 – 15 mm/jam dan pada wanita antara
0 – 20 mm/jam. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan
meningkat.

b) Hemoglobin
Normalnya Hb pada pria antara 13,0 – 16,0 dan pada wanita antara 12,0
– 14,0. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
c) Leukosit
Normalnya leukosit pada yang dihasilkan tubuh bernilai antara 5.000 –
10.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan
meningkat.
d) Trombosit
Normalnya trombosit pada pria yang dihasilkan tubuh bernilai antara
150.000 – 400.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya
akan meningkat.
3) Pemeriksaan gula darah
Orang dengan diabetes melitus kadar gula darahnya meningkat lebih dari
200 mg/dl. Pemeriksaan gula darah antara lain : a) Gula Darah Puasa ( GDP
)
Pemeriksaan gula darah dimana pasien sebelum melakukan pengambilan
darah dipuasakan selama 8 – 12 jam. Semua pemberian obat dihentikan
terlebih dahulu.
b) Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD 2PP)
Pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkankan karena
makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi
dalam jangka waktu 2 jam, sebelum pengambilan darah pasien perlu
duduk beristirahat tenang tidak melakukan kegiatan apapun dan tidak
merokok. Obat-obat hipoglikemi yang dianjurkan dokter harus tetap
dikonsumsi.
c) Gula Darah Sewaktu ( GDS)
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa memerhatikan kapan terakhir
pasien makan.
PARAMETER BAIK SEDANG BURUK
GDP 80 – 100 mg/dl 110 – 125 mg/dl ≥126 mg/dl
GD 2PP 80 – 144 mg/dl 145 – 179 mg/dl ≥180 mg/dl
GDS < 110 mg/dl 110 – 199 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Tabel 2.1 Nilai Parameter Gula Darah
4) Pemeriksaan leukosit
Normalnya kadar leukosit dalam tubuh berdasarkan jenisnya :
a) Basofil :0–1%
b) Eusinofil : 1 – 3%
c) N. Segmen: 50 – 75 %
d) N. Batang : 2 – 3 %
e) Limfosit : 25 – 40 %
f) Monosit : 3 – 7 %
5) Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah
untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara
pemeriksaan darah.
6) Pemeriksaan HbA1c
Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan
kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari(
Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan
maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan (Darwis Y,
2005, Soegondo S, 2004).
Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali
dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti
nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan
menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2014).
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien
DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap
awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan
terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2013)

PARAMETER BAIK SEDANG BURUK


HbA1c 2,5 – 6,0 % 6,1 – 8,00 % > 8,00 %
Tabel 2.2 Nilai Parameter HbA1c

f. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik.
Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi
farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan
kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi
kondisi ini.
a. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal
Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
1) KH 60 –70 %
2) Protein 10 –15 %
3) Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui
perhitungan mennurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10%
kg
1) BB ideal x 30% untuk laki-laki
BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari: a)
Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
b) Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
c) Berat : 400 – 900 Kkal/jam
2) Kebutuhan basal dihitung seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase
kalori basal:
a) Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
b) Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
c) Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
d) Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau
menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal 3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat
sebagai berikut:

a) Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal


b) Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal
c) Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 6) Memberikan
modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan Prinsip
diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori Keterangan
:
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit
VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:

a) J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
b) J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c) J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
(a) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
(b) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
(c) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
(d) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
(e) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
(f) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
(g) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
(a) Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
(b) Normal : BB X 30 kalori sehari
(c) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
(d) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona
sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam
tahun).
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam


sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
c. Pengelolaan farmakologi
a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
a. kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
b. kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
i. Menghambat absorpsi karbohidrat
ii. Menghambat glukoneogenesis di hati
iii. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler b)
Insulin
Indikasi penggunaan insulin :
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10)DM dan underweight
11)DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa factor antara lain: a. lokasi suntikan ada 3 tempat
suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha.
Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari
tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
b. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam
waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot
yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
c. Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan
d. Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100
ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

2). Pemijatan (Masage), Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.


3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi
insulin.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat : regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
b. Insulin kerja sedang : NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat : PZI (Protamine Zinc Insulin)
4. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

g. Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah penyakit Diabetes Melitus, yakni :
1. Lakukan lebih banyak kegiatan fisik
Ada banyak manfaat berolahraga secara teratur. Latihan olahraga dapat
membantu meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, Yng
membantu kadar gula darah dalam kisaran normal.
2. Dapatkan banyak serat dalam makanan.
Makanan berserat tidak hanya mengurangi resiko diabetes mellitus denga
meningkatkan control gula darah tetapi juga mrnurunkan resiko penyakit
jantung dan menjaga berat badan tetap idealdenga membantu merasa
kenyang.
3. Makanlah kacang-kacangan dan biji-bijian.
Biji-bijian dapt mengurangi resiko diabetes dan membantu kadar gula darah.
Dalam sebuah study pada 83.000 perempuan, konsumsi kacangkacangan
tampaknya menunjukkan beberapa efek perlindungan terhadap
perkembangan diabetes.
4. Turunkan berat badan.
Sekitar 80% penderita diabetes kegemukan dan kelebihan berat badan. Jika
terjadi kelebihan berat badan, pencegahan diabetes tergantung pada
penurunan berat badan. Setiap kg penurunan berat badan dapat
meningkatkan kesehatan. Dalam sebuah penelitian orang dewasa yang
kegemukan mengurangi resiko diabetes sebesar 16% untuk setiak kilogram
penurunan berat badan.
5. Perbanyak minum produk susu rendah lemak.
Para penderita obesitas, semakin banyak susu rendah lemak yang dikonsusmsi, semakin
rendah resiko sindrom metabolic.
6. Kurangi kosumsi gula.
Konsumsi gula saja tidak terkait dengan penembangan diabetes tipe 2.
Namun, setelah disesuaikan dengan berat badan dan variable lainnya,
tampaknya ada hubungan antara minum-minuman serat gula. Seorang yang
minum satu atau lebih minuman bergula sehari, memilihi resiko terhadap
diabetes daripada orang yang kadang-kadang atau tidak minumminuman
bergula.
7. Hindari merokok.
Merokok tidak hanya berkontribusi pada penyakit jantung dan
menyebabkan penyakit paru-paru tetapi juga terkaitt jjuga dengan diabetes.
Merokok lebih dari 20 batang sehari dapat meningkatkan resiko diabetes
lebih darii tiga kali lipat dibandingkan yang tidak merokok. Merokok secara
lagsung menurunkan kemampuan utuk memanfaatkan insulin. (WHO,
2015)

h. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 2009) adalah
1) Akut
a) Hipoglikemia dan hiperglikemia
b) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
d) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth & Brunner, 2013).
2) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a) Neuropati diabetic
b) Retinopati diabetic
c) Nefropati diabetic
d) Proteinuria
e) Kelainan coroner
f) Ulkus/gangren (Soeparman, 2007, hal 377) Terdapat lima grade ulkus diabetikum
antara lain:
(1) Grade 0 : tidak ada luka
(2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
(3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
(4) Grade III : terjadi abses
(5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
(6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

3. Konsep Asuhan Keperawatan a. Pengkajian


1) Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, pendidikan
terakhir, agama, status perkawinan, tinggi badan, berat badan, penampilan
umum, ciri – ciri tubuh, alamat, orang terdekat yang mudah dihubungi,
hubungan dengan klien, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan
nomer rekam medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama luka yang tidak kunjung sembuh dan kelemahan tubuh.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengkajian riwayat kesehatan yang
kaji dari awal klien mengalami sakit, selama sakit, sampai pengkajian di
rumah sakit. Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh
poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-
kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus,
pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria.
4) Riwayat Kesehatan Terdahulu
a) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
b) Riwayat ISK berulang.
c) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
d) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien diabetes melitus mengalami sakit diabetes melitus karena adanya
riwayat anggota keluarga yang menderita diabetes melitus juga.
6) Riwayat lingkungan
Riwayat pengkajian lingkungan merupakan pengkajian untuk mengkaji
keadaan lingkungan tempat tinggal sekitar yang bertujuan mengetahui
apakah ada hal – hal yang dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya
penyakit.

7) Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas / istirahat Gejala :
(1) Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan
(2) Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur Tanda :
(1) Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas
(2) Letargi / disorientasi, koma
(3) Penurunan kekuatan otot
b) Sirkulasi
Gejala :
(1) Adanya riwayat hipertensi
(2) Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
(3) Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda :
(1) Takikardia
(2) Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
(3) Nadi yang menurun / tidak ada
(4) Disritmia
(5) Krekels
(6) Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
c) Integritas Ego
Gejala :
(1) Stress, tergantung pada orang lain
(2) Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda :
(1) Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala :
(1) Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
(2) Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
(3) Nyeri tekan abdomen
(4) Diare
Tanda :
(1) Urine encer, pucat, kuning : poliuri
e) Makanan / cairan
Gejala :
(1) Hilang nafsu makan
(2) Mual / muntah
(3) Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
(4) Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
(5) Haus
(6) Penggunaan diuretic (tiazid) Tanda :
(1) Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala :
(1) Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda :
(1) Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati
g) Pernafasan
Gejala :
(1) Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung ada tidaknya infeksi) Tanda
:
(1) Lapar udara
(2) Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
(3) Frekuensi pernafasan
h) Keamanan
Gejala :
(1) Kulit kering, gatal; ulkus kulit

Tanda :
(1) Demam, diaphoresis
(2) Kulit rusak, lesi / ilserasi
(3) Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak
8) Pemeriksaan Penujang
a) Pemeriksaan elektrolit pada penderita diabetes mellitus bisa kurang maupun lebih
dari kadar normal.
b) Laju endap darah (LED) pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
c) Hemoglobin pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
d) Leukosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
e) Trombosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat
(dehidrasi)
f) Gula darah pada pasien diabetes melitus akan meningkat lebih dari 200 mg/dl.
g) Pemeriksaan Urine pada pasien diabetes melitus biasanya terdapat gula dan aseton
positif, berat jenis dan osmolaritas meningkat.
h) Pemeriksaan HbA1c pada penderita diabetes ditemuka kadar HbA1c dalam tubuh
antara 6,1 – 8,00 %. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang
tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang
i) Insulin darah menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat
pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin
j) Pemeriksaan fungsi tiroid terdapat peningkatan aktivitas hormon tiroid yang
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
k) Kultur dan sensitivitas kemungkinan ditemukan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
9) Terapi
a) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Contoh glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida micronized (5 mg/tablet),
glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30 mg/tablet).
b) Golongan Biguanid / Metformin
c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
d. Insulin
Contoh regular insulin, cristalin zink, dan semilente, NPH (Netral Protamine
Hagerdon), PZI (Protamine Zinc Insulin)

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Proses inflamasi/ peradangan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi ekstra sel.
5) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, penurunan kekuatan
otot
7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah perifer
terganggu, proses penyakit DM.
8) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan glukosa intrasel menurun.
9) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
10) Kelemahan berhubungan dengan status penyakit
11) Deficit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya
c. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) NIC Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri 1. Meringankan atau mengurangi
keperawatan selama 2 x 24 jam a. Observasi isyarat non verbal, ketidaknyamanan, nyeri sampai pada tigkat
diharapkan nyeri berkurang : khususnya pada mereka yang tidak mampu kenyamanan yang dapat
1. Tingkat nyeri berkomunikasi efektif diterima oleh pasien
2. Tingkat kenyamanan b. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif
3. Pengendalian nyeri dengan dengan meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan
1. Klien mampu mengontrol nyeri. penyakit, dan faktor presipitasinya.
2. Klien mampu mengenali c. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi
(skala, intensitas,tanda) ketidaknyamanan prosedur.
d. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
3. Klien menyatakan rasa nyaman setelah
menjadi lebih berat.
nyeri berkurang
2. Manajemen sedasi:
4. Klien mampu melaporkan nyeri
a. Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru 2. Memberikan sedatif,
berkurang dengan menggunakan memantau respons pasien, dan
dengan sikap yang mendukung
manajemen nyeri. memberikan dukungan
b. Libatkan pasien dalam pengambilan keputussan
yang menyangkut aktifitas keperawatan fisiologis yang dibutuhkan
c. Gunakan pendekatan yang positif untuk selama prosedur diagnostik
mengoptimalkan respon pasien terhadap analgesik atau terapeutik.
3. Pemberian analgesik:
a. Pilih anakgesik yang diperlukan untuk kombinasi 3. Menggunakan agens-agens
dari analgesik. farmakologi untuk mengurangi
b. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk atau menghilangkan nyeri

pengobatan nhyeri secara teratur.


c. Monitior TTVsebelum dan sesudah.
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen lingkungan 1. Memantau keadaan pasien agar
selama 2x 24 jam diharapkan resiko infeksi a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien tidak terpapar oleh lingkungan
dapat teratasi : b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai yang dapat memperburuk
1. Pengendalian resiko 2. kondisi fisik dan fungsi kognitif. peradangan.
Control Infeksi dengan c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya.
dengan kriteria hasil: d. Berikan penjelasan pada pasien adanya perubahan
1. klien bebas dari infeksi. status kesehatan dan penyebab.
2. Klien mampu menjelaskan metode untuk 2. Wound Care 2. Untuk mengetahui keadaan
mencegah infeksi. a. Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan luka dan perkembangannya
3. Klien mampu mengenali perubahan bau luka
status kesehatan. b. Bersihkan luka dengan normal salin
4. Klien mampu menjelaskan faktor resiko
c. Rawat luka dengan konsep steril
dari lingkungan / perilaku personal.
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk melakukan
perawatan luka
e. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala dari infeksi
f. Kolaborasi pemberian antibiotic
3. Infection Control 3. Meminimalkan risiko infeksi
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
b. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjung
c. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
d. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
e. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung
tangan selma kontak dengan kulit yang tidak utuh
f. Berikan terapi antibiotik bila perlu
g. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor
h. Kaji temperatur tiap 4 jam
i. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
j. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit
dengan hati-hati
k. Ajarkan keluarga bagaimana mencegah infeksi
3. Setelah dilakukan asuhan 1. Nutrition Management 1. Untuk membantu atau
keperawatan selama 2x24 jam a. Kaji adanya alergi makanan menyediakan asupan makanan
diharapkan: b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan dan cairan diet seimbang.
a. Status Gizi : Asupan makanan dan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Cairan c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
b. Status Gizi : Asupan Gizi d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
c. Massa Tubuh vitamin C
Dengan Kriteria Hasil : e. Berikan substansi gula
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
dengan tujuan serat untuk mencegah konstipasi
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi g. Berikan makanan yang terpilih (sudah
badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
c. Mampumengidentifikasi kebutuhan h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
nutrisi makanan harian.
d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
e. Menunjukkan peningkatan fungsi j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
pengecapan dari menelan k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang yang dibutuhkan
berarti
2. Nutrition Monitoring 2. Untuk menganalisis data pasien
mengumpulkan dan
a. BB pasien dalam batas normal untuk mencegah dan
b. Monitor adanya penurunan berat badan meminimalkan kurang gizi.
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen Asam-Basa 1. Meningkatkan keseimbangan
selama 1x24 jam diharapkam Risiko a. Monitor status hidrasi (kelembapan membrane asam - basa dan mencegah
Kekurangan cairan dapat teratasi dengan mukosa, nadi adekuat TD ortostatis. komplikasi akibat
kriteria hasil : b. Monitor tanda-tanda vital ketidakseimbangan asam-basa
1. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi pada c. Monitor intake cairan atau makanan dan dihitung
pasien intake kalori
2. Pasien menyatakan pemahaman tentang 2. Manajemen Elektrolit 2. Meningkatkan keseimbangan
perlunya mempertahankan asupan cairan a. Monitor sstatus nutrisi elektrolit dan mencegah
yang adekuat b. Berikan penggantian nesogastrik sesuai output. komplikasi akibat dari kadar
3. Turgor kulit baik yakni kulit pasien c. Monitor cairan elektrolit klien elektrolit serum yang tidak
lembab d. Berikan cairan elektrolit normal atau yang tidak
4. Pasien tampak tidak lemas atau tidak diharapkan
terlihat lemah dan tidak bertenaga 3. Pemantauan Elektrolit 3. Mengumpulkan dan
a. Monitor respons pasien terhadap pemberian cairan. menganalisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan
elektrolit
4. Manajemen Cairan
4. Meningkatkan keseimbangan
a. Pemberian cairan IV.
cairan dan mencegah
b. Monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume komplikasi akibat kadar cairan
cairan. yang abnormal atau yang tidak
diharapkan

5. Pemantauan Cairan 5. Mengumpulkan dan


a. Monitor status cairan termasuk intake dan output menganalisis data pasien untuk
cairan mengatur keseimbangan cairan
6. Manajemen Cairan/Elektrolit 6. Mengatur dan mencegah
a. Monitor masukan makanan atau cairan komplikasi akibat perubahan
b. Monitor serum dan elektrolit urine kadar cairan dan elektrolit
c. Monitor riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi
7. Manajemen Hipovolemia 7. Mengembangkan volume cairan
a. Monitor tingkat Hb dan hematokrit intravaskular pada pasien yang
b. Tawarkan makanan yang dapat mendukung mengalami penurunan volume
penyembuhan klien cairan
8. Terapi Intravena (IV) 8. Memberikan dan memantau
a. Kolaborasikan pemberian cairan IV cairan dan obat intravena
b. Pemberian cairan IV
c. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
d. Pelihara IV line
9. Manajemen Nutrisi 9. Membantu atau menyediakan
asupan makanan dan cairan
a. Dorong pasien untuk menambah intake oral
dalam diet seimbang
b. Kolaborasikan dengan tim medis lainnya untuk
mengatur diet klien
10. Pemantauan Nutrisi
a. Monitor status nutrisi klien 10. Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
b. Pertahankan catatan intake dan output akurat
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi

11. Meningkatkan
11. Manajemen Syok, Volume keadekuatan perfusi jaringan
a. Kolaborasi dengan dokter guna pemberian obat untuk pasien yang mengalami
georetik
gangguan volume intravaskular
b. Monitor tanda-tanda vital
yang berat
c. Monitor status hemodinamik
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Pelindunga infeksi 1. Pencegahan dan mendeteksi dini
2x24 jam diharapkan kerusakan a. Pantau tanda dan gejala infeksi infeksi pada jaringan.
integritas jaringan teratasi a. b. Kaji suhu tubuh, denyut jantung, drainase,
Integritas jaringan penampilan luka
b. Penyembuhan luka Dengan c. Pantau hasil laboratorium
Kriteria hasil : d. Amati penampilan praktik hygiene untuk
a. Perfusi jaringan normal perlindungan terhadap infeksi.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi 2. Pencegahan ulkus dekubitus 2. Mencegah ulkus dekubitus
c. Ketebalan dan tekstur jaringan normal a. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan pada individu yang beresiko.
d. Klien menunjukkan pemahaman dalam terhadap terjadinya ulkus
proses perbaikan kulit dan mencegah b. Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga
terjadinya cidera hygiene personal
e. Klien menunjukkan proses penyembuhan c. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang agar
luka tidak terjadi infeksi
3. Perawatan luka
3. Mencegah komplikasi luka dan
a. Berikan terapi antibiotic kepada klien
meningkatkan penyembuhan
b. Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan.
luka.
6. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Terapi latihan fisik; ambulasi. 1. Meningkatkan dan membantu
2x24 jam diharapkan hambatan a. Kaji kebutuhan terhadap bantuan dalam berjalan untuk
mobilitas fisik dapat teratasi pelayanan kesehatan mempertahankan fungsi tubuh.
a. Ambulasi b. Kaji kebutuhan belajar pasien.
b. Performa mekanika tubuh c. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat
c. mobilitas dengan kriteria bantu mobilitas.
hasil : d. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang
1. performa posisi tubuh bagus nyaman.
2. klien meningkat dalam aktivitas fisik e. Instruksikan pasien untuk melakukan ambulasi
3. klien mengerti tujuan dari peningkatan secara mandiri. 2. Memfasilitasi penggunaan
mobilitas 2. Promosi mekanika tubuh. postur dan pergerakan dalam
4. klien tidak menggunakan alat bantu a. Instruksikan pasien untuk menyanggah berat aktivitas sehari-hari.
mobilisasi. badannya dan memperhatikan kesejajaran tubuh
yang benar.
b. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur
dan mekanika tubuh yang benar saat beraktivitas
c. Berikan penguatan positif selama aktifitas.
3. Terapi latihan fisik: mobilitas. 3. Menggunakan pergerakan
a. Ajari pasien untuk melakukan terapi fisik dan tubuh aktif dan pasif untuk
okupasi untuk mempertahankan dan meningkatkan mempertahankan fleksi bilitas
mobilitas. sendi.
b. Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam.
c. Berikan analgesic sebelum memulai latihan fisik.
d. Ajarkan pasien senam diabet.
7. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen sensasi perifer. 1. Mencegah atau meminimalkan
selama 2x24 jam diharapkan ketidakefektifan a. Kaji ulkus statis dan gejala selulitis. cidera atau ketidaknyamanan
perfusi jaringan perifer teratasi: b. Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpulan atau pada pasien.
a. Status sirkulasi panas atau dingin.
b. Perfusi jaringan Dengan c. Pantau parestesia.
Kriteria Hasil : d. Anjurkan pasien untuk memantau bagian tubuh
1. Klien dapat mendemonstrasikan status saat pasien mandi, duduk dan berbaring.
sirkulasi (TD dbn) 2. Surveilans kulit. 2. Mengumpulkan dan
2. Klien mendemonstrasikan kemampuan a. Lakukan pengkajian komprehensif menganalisis data pasien untuk
kognitif (memproses informasi, membuat terhadap sirkulasi perifer. mempertahankan integritas
keputusan dengan benar). b. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat kulit.
3. Menunjukkan fungsi sensori motori yang melakukan latihan fisik.
utuh. c. Beri obat nyeri atau analgesic.
d. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit.
e. Monitor adanya tromboplebitis.
8. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen energy 1. Mengatur energy klien untuk
selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Tentukan penyebab keletihan memulihkan keadaan klien
teratasi: b. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas sehingga dapat beraktivitas
1. Toleransi aktivitas c. Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas kembali.
4. Energy psikomotorik d. Pantau respon nutrisi untuk memastikan
5. Kebugaran fisik sumbersumber energy yang adekuat
Dengan Kriteria Hasil: e. Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan
1. Mentoleransi aktivitas yang bisasa lamanya waktu tidur dalam jam
dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi 2. Terapi aktifitas. 2. Respons fisiologis terhadap
aktivitas, ketahanan, penghematan a. Bantu klien dalam mengidentifikasi aktifitas yang gerakan yang memakan
energy, kebugaran fisik, energy dapat dilakukan. energy dalam aktifitas
psikomotorik. b. Bantu klien untuk mengindefikasi kekurangan seharihari.
2. Klien menunjukkan toleransi aktivitas dalam beraktifitas.
3. Klien mendemonstrasikan penghematan c. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan.
energy. d. Monitor respons fisik, emosi, sosial, dan spiritual.
e. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medis dalam
merencanakan program terapi yang tepat.
9. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Edukasi kesehatan. 1. Mengembangkan dan
selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan memberikan bimbingan
teratasi: pasien tentang proses penyakit DM tipe II. dengan pengalaman belajar
a. Pengetahuan : proses penyakit b. Jelalskan patofisiologi dari penyakitndan untuk memfasilitasi proses
b. Pengetahuan : kebiasaan hidup sehat bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi adaptasi secara sadar perilaku
Dengan kriteria hasil : fisiologi dengan cara yang tepat. yang kondusif untuk kesehatan
1. Pasien dan keluarga c. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat. penyuluhan:
menyatakan pemahaman tentang DM d. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
tipe II. dengan cara yang tepat.
2. Paisen dan keluarga mampu 2. Penyuluhan: Prosedur/ terapi.
melaksanakan prosedur dengan benar. a. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan. 2. Mempersiapkan pasien untuk
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan b. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin memahami dan
kembali apa yang dijelaskan perawat. diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasalah mempersiapkan secara mental
yang akan datang. terhadap prosedur dan
penanganan.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasanya muncul
dengan adanya terapi.
d. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second openion dengan cara yang
tepat.
3. Penyuluhan: individual. 3. Membantu perencanaan,
a. Bina hubungan saling percaya. intervensi, implementasi dan
b. Bangun kredibilitas sebagai guru. evaluasi program penyuluhan.
c. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar.
d. Ikut sertakan keluarga dan orang terdekat.
10. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Terapi Aktivitas 1. Memprogamkan dan
selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Observasi adanya pembatasan klien membantu dalam aktivitas
teratasi: dalam beraktivitas. fisik.
a. Toleransi aktivitas b. Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat.
b. Penghematan energy Dengan c. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktifitas.
kriteria hasil : d. Bantu aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
1. Kecemasan menurun. 2. Manajemen energy. 2. Mengatur penggunaan energy
2. Glukosa darah adekuat a. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengenali untuk mengobati dan
3. Istirahat cukup tanda dan gejala keletihan. mencegah keletihan dan
4. Klien mampu mempertahankan b. Ajarkan pengaturan aktifitas dan teknik manajemen mengoptimalkan energy.
kemampuan berkosentrasi. waktu untuk mencegah keletihan.
5. TD dbn (120/80mmHg), S : 37oC, RR : c. Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dapat
16-20x/mnt, N : 70-90x/mnt. mengganggu fungsi kognitif.
d. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang cara untuk
meningkatkan asupan makanan yang berenergi
tinggi.
3. Manajemen alam perasaan. 3. Memberikan keamanan
a. Bantu aktifitas sehari-hari. stabilisasi, pemulihan dan
b. Batasi stimulus lingkungan untuk memfasilitasi pemeliharaan pada pasien.
relaksasi.
c. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab
kelemahan.
d. Beri dukungan positif terhadap kondisi klien.
11. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Bantuan perawatan diri/ hygiene. 1. Membantu pasien untuk
selama 2x24 jam diharapkan masalah a. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktifitas. memenuhi hygine pribadi.
teratasi: b. Fasilitasi pasien untuk berpakaian, berhias,
a. Status perawatan diri menyisir rambut.
b. Toleransi aktivitas c. Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber
c. Tingkat kelemahan Dengan kriteria dalam perencanaan tindakan.
hasil : 2. Mandi. 2. Membersihkan tubuh yang
1. Klien mampu melakukan tugas fisik yang a. Memantau jumlah dan jenis bantuan yang berguna untuk relaksasi dan
paling mendasar dan perawatan pribadi dibutuhkan. penyembuhan.
secara mandiri. b. Menyediakan artikel pribadi yang diinginkan
2. Klien mampu mempertahankan (deodorant, sikat gigi, sabun mandi, sampo, dan
kebersihan pribadi. lotion).
3. Klien mampu untuk melakukan aktifitas c. Memfasilitasi diri mandi pasien sesuai
kehidupan sehari-hari. kenyamanan.
4. Klien mampu menyiapkan makanan d. Menyediakan lingkungan yang terapiutik.
dengan mandiri. 3. Perawatan diri aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS). 3. Kemampuan untuk melakukan
a. Memonitor kemampuan pasien untuk beraktifitas. tugas fisik yang paling
b. Menyediakan kebutuhan pasien dalam melakukan mendasar dan aktifitas
aktifitas.
perawatan pribadi secara
c. Memfasilitasi pemeliharaan rutin dalam aktifitas
pasien sehari-hari. mandiri.
d. Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya
dapat mengasumsikan perawatan diri.
BAB 3
KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN

A. Pelaksanaan Kegiatan
Topik : Klien dengan Obs. Dsypnea + DM Tipe II
Sasaran : Klien Ny. P, usia 65 tahun yang dirawat di ruang Marwah
Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya dengan diagnose medis
“Obs. Dsypnea + DM Tipe II”.

Kronologis : Ny. P berusia 65 tahun datang ke RS Islam A. Yani


Surabaya 27 Februari 2019 dengan keluhan sesak nafas dari
2 jam yang lalu, mual dan pusing, perut kembung. Ny. P
mengeluh nyeri kepala sampai kebelakang, seperti ditusuk –
tusuk dengan skala nyeri 3 danhilang timbul terus menerus.
GDA di UGD 189 mg/dL. Ny. P MRS dengan diagnosa Obs.
Dsypnea + DM Tipe II.
Hari / Tanggal : Jum’at, 01 Maret 2019
Tempat : Ruang Marwah

B. Tujuan Ronde Keperawatan


1. Tujuan Umum :
Menjelaskan masalah - masalah klien yang belum teratasi yaitu
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi pada paru.
2. Tujuan Khusus :
a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi
b. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
c. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah
pasien
C. Pengorganisasian
Kepala Ruangan : Nurul Fatmalia, S.Kep
Perawat Primer : Efita Nirmalasari, S.Kep
Perawat Associate 1 : Shobibatur Rohmah, S.Kep
Perawat Assosiate 2 : Sofia Kamala, S.Kep

D. Pembimbing Akademik : Iis Noventi, S.Kep.,Ns.,M.Kep


E. Materi
1. Teori asuhan keperawatan klien dengan Obs. Dsypnea + DM Tipe II
2. Masalah - masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan Dsypena
Obs. Dsypnea + DM Tipe II

F. Metode
1. Diskusi
2. Bed Side Teaching

G. Media
1. Proposal
2. Materi yang disampaikan secara lisan
H. Mekanisme Kegiatan
NO TAHAP WAKTU PENANGGUNG TEMPAT
JAWAB
1. Pra Ronde:
1) Menentukan kasus dan topik Kepala Ruangan Ruang Shofa
28 – 02 - 2019
2) Menentukan Tim Ronde Marwah
3) Informed concent
4) Membuat proposal
2. Ronde : Kepala ruangan Nurse station
1) Salam pembukaan Ruang Shofa
10 menit
2) Memperkenalkan tim ronde dan menjelaskan tujuan kegiatan ronde Marwah
3) Mempersilahkan PP menyampaikan masalah
3. Ronde (penyajian masalah): Nurse station
1) Memberi salam Perawat primer Ruang Shofa
4) Menyampaikan identitas klien, masalah keperawatan, prioritas masalah yang 10 menit Marwah
perlu didiskusikan, data penunjang, intervensi yang sudah dilakukan, evaluasi
keberhasilan dan dasar pertimbangan yang dilakukan ronde
4. Ronde (validasi data): Karu, PP,PA, Bed pasien
1) Memberi salam dan memperkenalkan tim ronde kepada pasien dan keluarga Konselor,
2) Validasi data yang telah disampaikan oleh PP pembimbing
10 menit
3) Diskusi antara tim ronde dan keluarga pasien
4) Menentukan tindakan pada masalah prioritas
5. Post Ronde:
1) Melanjutkan diskusi dan masukan dari tim. Karu, PP,PA, Nurse station
2) Menyimpulkan untuk menentukan tindakan keperawatan pada masalah 10 menit Konselor, Ruang Shofa
prioritas yang telah ditetapkan pembimbing Marwah
3) Merekomendasikan inteervensi keperawatan 4) Penutup
B. Kriteria Evaluasi 1. Evaluasi struktur
1) Pelaksanaan ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Shofa Marwah
RS. Islam A. Yani Surabaya
2) Koordinasi dengan pembimbing klinik dan akademik
3) Menyusun proposal
4) Menetapkan kasus
5) Perawat yang bertugas dalam melaksanakan ronde keperawatan
2. Evaluasi Proses
1) Kelancaran kegiatan
2) Peran serta perawat yang bertugas
3) Pelaksaan ronde keperawatan sesuai dengan rencana dan alur yang telah
ditentukan
3. Evaluasi Hasil
1) Klien puas dengan hasil pelaksanaan ronde keperawatan
2) Masalah klien dapat teratasi

Resume Keperawatan
Data Umum
Nama Pasien : Ny.P
Usia : 65 tahun
No RM : 37.xx.xx
Alamat : Bluru permai AL-18 Sidoarjo
Tgl MRS : 27.02.2019 Jam : 22.00

Keluhan Utama : pusing, sesak napas


Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan seasak napas dari 2 jam yang
lalu, mual dan pusing, perut kembung.
Riwayat penyakit dahulu : DM,HT,Stroke Ringan
Riwayat penyakit keluarga : tidak terdapat penyakit keluarga.
Perkembangan vital sign
Rata-rata tensi pasien dari tanggal 27 februari sampai 28 februari 2019, sistole
150 mmHg dan diastole 100 mmHg. Nadi antara 100 x/menit. Selama perawatan
suhu pasien rata rata (36°-37,5°C), dan respiratory rate rata-rata
23x/menit
Pemeriksaan Fisik
B1 :
Hidung : I : Hidung bersih tidak ada polip, tidak ada sekret, menggunakan nasal
kanul 4 lpm.
P : tidak ada nyeri tekan, tumor atau benjolan, tidak ada sinusitis

Trakea I : Bentuk simetris, pergerakan simetris tidak ada jejas/bekas luka,


:
tidak ada benjolan, tidak ada deviasi, tidak ada disfagia
P : Tidak ada nyeri tekan
Suara Wheezing (-)
napas Ronchi (-)
tambahan : Rales (-)
Crackles (-)
Bentuk I : Dada simetris, ada retraksi dinding dada
dada : P : sonor pada seluruh lapang paru
P : taktil fremitus dada kanan meningkat
A : tidak ada suara nafas tambahan

B2 :
Suara jantung : I : Ictus cordis tidak tampak
P : Kardiomegali
P : Pekak
A : S1 S2 tunggal
Edema : Tidak ada
Palpebra (-)
Anasarka (-)
Esktremitas atas (-)
Ascites (-)
CRT : < 2 detik

B3
Kesadaran : composmentis
GCS : E : 4, V : 5, M : 6, Total : 15
Mata
Sklera : Putih
Konjungtiva Merah muda
Pupil : Isokor
Leher : I : Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
P : tidak ada benjolan

Persepsi sensosri
Pendengaran : Kiri : baik, pasien menjawab sesuai dengan pertanyaan
Kanan : baik, pasien menjawab sesuai dengan pertanyaan

Penciuman : Pasien masih bisa membedakan bau


Pengecapan : Manis (√)
Asin (√)
Pahit (√)
Penglihatan : Kiri : Kurang baik, pasien tidak bisa membaca jarak jauh
Kanan : Kurang baik, pasien tidak bisa membaca jarak jauh
Perabaan : Panas (√)
Dingin (√)
Tekan (√)

B4 :
Produksi urin : 300 ml/hari
Warna : Kuning
Frekuensi : 2-4 kali/hari
Bau : Khas urin
Keluhan : Tidak ada masalah
Alat bantu : Tidak ada

B5 :
Mulut dan Mukosa lembab, tidak ada lesi disekitar rongga mulut, warna
tenggorokan: palatum merah muda, tidak ada peradangan, stomatitis (-),
faringitis (-), tonsilitis(-)

Abdomen : I: Tidak ada luka, tidak ada jejas, bentuk perut simetris,
turgor kulit perut menurun
A: Suara bising usus 10x/menit
P : Terdengar suara timpani pada bagian perut
P : Nyeri tekan pada ulu hati

Rectum : Klien mengatakan tidak ada hemoroid


BAB : Belum BAB sejak 5 hari
Konsistensi: -
Keluhan : Belum BAB
Alat bantu : Tidak ada
Diet khusus NT DM KVRG

B6 :
Pergerakan sendi : Bebas
Parese : Tidak
Paralise : Tidak
Kekuatan otot : 5555
5555

5555 5555
Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan
Warna kulit : Kemerahan (√)
Ikterik (-)
Cyanosis (-)
Pigmentasi (-)
Pucat (-)
Akral : Hangat (√)
Dingin basah(-)
Dingin kering (-)
Turgor : buruk/menurun
(√) baik (-) cukup
(-)
Oedem : Anasarka
Pengkajian Psikososial :
Ekspresi klien terhadap penyakitnya klien terlihat agak murung. Klien kooperatif
ketika diajak berkomunikasi.

Personal Hygiene dan kebiasaan :


Klien seka-saka 2x sehari. Klien berganti pakaian setiap hari.

Daftar Masalah Keperawatan :


1. Pola nafas tidak efektif
2. Gangguan rasa nyaman nyeri
3. Ketidakseimbangan Kadar Gula Darah

Riwayat pemberian terapi


TERAPI DOSIS CARA JAM JAM JAM
O2 nasal 4 lpm
ceftriaxone 2x1 IV 04:00 16:00
ozid 1X1 IV 20:00
ondancentron 2x4mg IV 04.00 16:00
Sanmag 3x1 Oral 07.00 12.00 18.00
furosemid 1-0-0 Oral 07.00
Hasil Laboratorium
Tanggal : 28 Februari 2019

PARAMETER HASIL NILAI NORMAL

WBC 10,7 x 10^3 /UL 3,6 – 11.00

HGB 11,6 g/dL 11,7-15,5

RBC 4,79 x 10^6 /UL 3,50-5,50

HCT 37,2% 35,0-47,0


MCV 77,7 fL 80,0-100,0
MCH 24,2 pg 27,0 -34,0
MCHC 31,1 gr/dl 32,0-36,0
RDW-CV 14,6 % 11,0-16,0
RDW-SD 41,8 fL 35,0 – 56,0
PLT 200x10^3/UL 150-440
MPV 10,4 fL 6,5-12,0
RDW 15,5 9,0-17,0
Faal Ginjal
Kreatinin 0,90 0,6-1,3

Faal Hati
Albumin 3,7 3,4-5
Serum Elektrolit
Natrium 138,9 135-148

Kalium 3,88 3,5-5,1


Chlorida 105,0 98-107

Hasil USG Abdomen :


Hepar : Membesar, permukaan licin, sudut tajam, echoparenchyme normal
meningkat homogen, IHBD/CBG tidak tampak dilatasi, Tak tampak adanya tumor
ataupun cyste (Asites -)
Gall Blandder : Normal, dinding tak menebal, tak tampak batu,
Pancrease : Normal, tak tampak mess
Lien : Normal
Ginjal kanan dan kiri: Besar normal, intensitas echocortex tak meningkat, batas
sinus-corteks jelas, calycea system tan tampak actasis, tak tampak mess.
Bladder : normal, tak tampak mass/ batu
Uterus : lesi hipoechoic dengan klasifikasi ukuran 2,71 x 4.5 cm Kesimpulan
:
1. fatty liver
2. Myoma uteri

Hasil Foto Thorax AP


Cor : Membesar, Aorta Klasifikasi (+) Pulmo :
Tak tampak infiltrat
Bronskovaskular pattern baik
Sinus Costopherenicus kanan dan kiri tajam Kesimpulan
:
Cardiomegali dengan aorta sklerosis

EVIDENCE BASED NURSING (EBN)

Judul : Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion Efektif


Menurunkan Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure
Penulis : Novita Nirmalasari
NurseLine Journal Vol. 2 No. 2 Nopember 2017: 159-165

Dsypnea merupakan manifestasi klinis congestive heart failure (CHF) akibat


kurangnya suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Merupakan faktor
penting yang memengaruhi kualitas hidup pasien. Penimbunan tersebut membuat
jantung tidak mampu memompa darah dengan maksimal. Dampak perubahan
terjadi peningkatan sensasi dyspnea pada otot respiratori. Penatalaksanaan non
farmakologi berupa tindakan bertujuan menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan
gagal jantung. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh deep breathing exercise
dan active range of motion terhadap dyspnea pada pasien CHF. Penelitian
menggunakan desain quasi experimental pre-post test dengan kelompok kontrol
melibatkan 32 responden dengan teknik stratified random sampling. Alat ukur
penelitian menggunakan modified Borg scale. Intervensi dengan memberikan deep
breathing exercise sebanyak 30 kali dilanjut dengan active range of motion
masingmasing gerakan 5 kali. Intervensi sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari.
Waktu penelitian bulan April-Juni 2017 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Analisis data menggunakan paired t-test
menunjukkan p<0,001 pada kelompok intervensi dan p=0,001 pada kelompok
kontrol. Analisis dengan Mann Withney menunjukkan hasil intervensi deep
breathing exercise dan active range of motion lebih efektif daripada intervensi
standar rumah sakit atau semi fowler dalam menurunkan dyspnea (p=0,004,
alfa=0,05). Peneliti merekomendasikan penerapan deep breathing exercise dan
active range of motion sebagai bentuk pilihan intervensi dalam fase inpatient untuk
mengurangi dyspnea pada pasien CHF.

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


FAKULTAS KEPERAWATAN KEBIDANAN
Jl Smea no 57 telp (031)8291920 – 087849401630

SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN RONDE KEPERAWATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :
Adalah suami / istri/ orang tua / anak dari pasien:
Nama :
Umur :
Alamat :
Ruang :
No.RM :
Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan.

Surabaya, Maret 2019

Perawat yang menerangkan Penanggung Jawab

( ) ( )

Saksi-saksi:

1. ( )

2. ( )

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC.


Harahap. 2005. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan
Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2000. Nursing Outcome
Classification (NOC). Philadelphia : Mosby.
Muttaqin. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan.
Salemba Medika : Jakarta.
NANDA. 2012. NANDA Internasional: Diagnosis Keperawatan Definisi Dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai