Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG PAP SMEAR DAN IVA


TAHUN 2018

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3
1. Ayu Sastia (160204078)
2. Balbina (160204075)
3. Hafizzudin (160204081)
4. Lena (160204084)
5. Purnama (150206089)
6. Reynhand (160204063)
7. Theresia Yuni (160204016)
8. Yessi (160204067)
9. Yosi Meichy (160204012)

Dosen Pembimbing :
Ns. Lasma Rina Sinurat M.Kep

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN T.A 2017/2018

PROPOSAL
SUSUNAN ACARA PENYULUHAN
TENTANG PAP SMEAR DAN IVA
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Penyuluhan Tentang PAP SMEAR dan IVA


Lama Pertemuan : 60 Menit
Sasaran : Mahasiswa
Hari/ Tanggal : Kamis, 5 Juli 2018
Sub Pokok Bahasan :
a. Pengertian PAP SMEAR
b. Wanita yang di anjurkan PAP SMEAR
c. Waktu dan Syarat pemeriksaan PAP SMEAR
d. Kenadala PAP SMEAR
e. SOP PAP SMEAR
f. Pengertian IVA
g. Syarat IVA
h. Variabel yang mempengarhi pemeriksaan IVA
i. SOP IVA

A.Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan diharapkan teman-teman semua dapat


memahami tentang PAP SMEAR dan IVA

B.Tujuan Instruksional

1. Memahami Pengertian PAP SMEAR


2. Mamahami Wanita yang di anjurkan PAP SMEAR
3. Mamahami dan Menjelaskan Waktu dan syarat pemeriksaan PAP SMEAR
4. Memahami dan menjelaskan Kendala PAP SMEAR
5. Memahami dan menjelaskan SOP PAP SMEAR
6. Memahami dan menjelaskan Pengertian IVA
7. Memahami dan menjelaskan Syarat IVA
8. Memahami dan menjelaskan variabel yang mempengaruhi IVA
9. SOP IVA

C.Pokok Materi penyuluhan

a. Pengertian PAP SMEAR


b. Wanita yang di anjurkan PAP SMEAR
c. Waktu dan Syarat pemeriksaan PAP SMEAR
d. Kenadala PAP SMEAR
e. SOP PAP SMEAR
f. Pengertian IVA
g. Syarat IVA
h. Variabel yang mempengaruhi pemeriksaan IVA
i. SOP IVA

A. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Penyuluhan
Tahap Kegiatan Peserta Waktu
Penyuluhan
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
Pendahuluan 3. Menjelaskan TIU dan TIK 3. Memperhatikan 30’
4. Apersepsi 4. Menjawab dan
menjelaskan
Menjelaskan :
a. Pengertian PAP SMEAR 1. Mendengarkan
b. Wanita yang di anjurkan PAP 2. Mendengarkan
SMEAR
3. Mendengarkan
c. Waktu dan Syarat pemeriksaan
4. Mendengarkan
PAP SMEAR
Penyajian d. Kenadala PAP SMEAR
e. SOP PAP SMEAR 50’
Materi
f. Pengertian IVA 5. Mendengarkan
g. Syarat IVA
h. Variabel yang mempengaruhi
pemeriksaan IVA
i. SOP IVA

1. Mengevaluasi (memberikan pertanyaan) Menjawab


a. Pengertian PAP SMEAR
pertanyaan dengan
b. Wanita yang di anjurkan PAP
lisan
SMEAR
c. Waktu dan Syarat pemeriksaan PAP
SMEAR
d. Kenadala PAP SMEAR
e. SOP PAP SMEAR
f. Pengertian IVA
g. Syarat IVA
h. Variabel yang mempengaruhi
Penutup 30’
pemeriksaan IVA
i. SOP IVA

2. Menyimpulkan isi materi yang


disampaikan
3. Mengucapkan salam
Mendengarkan

Menjawab salam
penutup

B. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab

C. Media
Leaflet, Powerpoint, Video, Infokus, Laptop
MATERI
A. Pengertian PAP SMEAR
Definisi Pap Smear
Pap smear merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher
rahim dengan menggunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, serta
hasil yang akurat. (Wijaya, 2010) Pap smear merupakan cara yang mudah, aman dan
untuk mendeteksi kanker serviks melalui pemeriksaan getah atau lendir di dinding
vagina. Sedangkan samadi, 2010 mengatakan Pap smear merupakan salah satu deteksi
dini terhadap kanker serviks, yang prinsipnya mengambil sel epitel yang ada di leher
rahim yang kemudian dilihat kenormalannya.
Tujuan Pemeriksaan Pap Smear
Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau pemeriksaan Pap Smear ini adalah untuk
menemukan adanya kelainan pada mulut leher rahim. Meskipun kanker tergolong
penyakit mematikan, namun sebagian besar dokter ahli kanker menyebutkan bahwa dari
seluruh jenis kanker, kanker servik termasuk yang paling bisa dicegah dan diobati
apabila terdeteksi sejak awal. Oleh karena itu, dengan mendeteksi kanker servik sejak
dini diharapkan dapat mengurangi jumlah penderita kanker serviks (Wijaya, 2010).
Beberapa tujuan dari pemeriksaan Pap Smear yang dikemukakan oleh Sukaca, 2009
yaitu
1. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.
2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks
3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks
4. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
5. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada
lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.
6. Untuk mengetahui tingkat berapa keganasan kanker serviks

B. Wanita yang diajurkan Pap smear


Wanita Usia Subur (WUS) merupakan masa terpenting bagi wanita dan berlangsung kira-
kira 33 tahun dimana organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 17-45
tahun. Wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear ke dokter, baik bagi
mereka yang telah melakukan pertama kali berhubungan seksual maupun yang sudah
sering melakukan hubungan seksual (sudah menikah). Begitupun bagi mereka yang sama
sekali yang belum pernah berhubungna seksual. Karena pemeriksaan Pap Smear ini
dapat mendeteksi samapai 90% kasus kanker servik secara akurat dengan biaya yang
tidak terlalu mahal, dan sangat efektif untuk menurunkan angka kematian pada wanita
yang menderita kanker serviks.
Kehamilan juga tidak mencegah seorang wanita untuk melakukan pemeriksaan Pap
Smear karena prosedur Pap Smear dapat dilakukan secara aman selama kehamilan.
Sehingga, wanita hamil juga dapat menjalani test ini. Pemeriksaan Pap Smear tidak
direkomendasikan bagi wanita yang telah melakukan histerektomi (dengan pengangkatan
serviks) untuk kondisi yang jinak. Wanita yang pernah melakukan histerektomi tetapi
tanpa pengangkatan (histerektomi subtotal), sebaiknya melanjutkan skrining
sebagaimana halnya wanita yang tidak melakukan histeretomi (wijaya, 2010).
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear sebagai
berikut:
1. Wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum namun aktivitas
seksualnya tinggi.
2. Wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita HPV
(Human Papilloma Virus) atau kutil kelamin.
3. Wanita yang berusia diatas 35 tahun.
4. Sesering mugkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal
5. Sesering mugkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun
kanker serviks.
6. Wanita yang mengunakan pil KB (sukaca, 2009).

C. Waktu untuk Melakukan Pap Smear


Pemeriksaan Pap Smear dapat dilakukan kapan saja kecuali pada saat haid karena darah
atau sel dari dalam rahim dapat mengganggu keakuratan hasil pap smear, namun waktu
yang tepat untuk melakukan Pap Smear adalah satu atau dua minggu setelah berakhir
masa menstruasi.
Untuk wanita yang sudah menopause biasa melakukan pemeriksaan pap smear kapan
saja ( Dianada, 2008 ), Adapun waktu untuk melakukan Pap Smear secara teratur yang
dikemukan oleh Sukaca, 2009 yaitu :
1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum
menikah namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HPV (Human Papilloma Virus) atau kutil kelamin.
3. Setiap tahun untuk wanita yang berumur diatas 35 tahun.
4. Setiap tahun untuk wanita yang mengunakan pil KB.
5. Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun atau untuk wanita yang
telah menjalani histerektomi bukan karena kanker, jika 3 kali berturut-turut hasil pap
smear menunjukan negative.
6. Setahun sekali bagi wanita yang berumur 40-60 tahun.
7. Sesudah 2x pap tes hasilnya negative dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa
wanita yang resiko tinggi harus lebih sering menjalakan pap tes .
8. Sering mungkin jika hasil pap smear menunjukan abnormal sesering mungkin setelah
penilain dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks.

Syarat Pengambilan Pap Smear


Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan Pap Smear adalah sebagai
berikut :
1. Waktu pengambilan minimal 2 minggu setelah menstruasi dimulai dan sebelum
menstruasi berikutnya.
2. Berikan informasi sejujurnya kepada petugas kesehatan tentang riwayat kesehatan dan
penyakit yang pernah diderita
3. Hubungan intim tidak boleh dilakukan dalam 24 jam sebelum pengambilan bahan
pemeriksaan.
4. Pembilasan vagina dengan macam-macam cairan kimia tidak boleh dikerjakan dalam
24 jam sebelumnya.
5. Hindari pemakaian obat-obatan yang dimasukkan ke dalam vagina 48 jam sebelum
pemeriksaan.
6. Bila anda sedang minum obat tertentu, informasikan kepada petugas kesehatan,
karena ada beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil analisis sel.

D. Kendala Pap Smear (Romauli dan Vindari. 2011)


Dilakukan diatas hanya 5% perempuan di Indonesia yang bersedia melakukan
pemeriksaan pap smear banyak kendala. Hal tersebut terjadi antara lain:
1. Kurangnya tenaga terlatih untuk pengambilan sediaan.
2. Tidak tersedianya peralatan dan bahan untuk pengambilan sediaan.
3. Tidak tersedianya sarana pengiriman sediaan.
4. Tidak tersedianya laboratorium pemprosesan sediaan serta tenaga ahli
sitologi.

E. SOP Pap Smear


Tanggal Ditetapkan oleh :
Terbit Direktur Utama
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
......................
............
Pengertian Pap Smear merupakan cara yang digunakan untuk
pemeriksaan dini atau deteksi dini terhadap adanya
indikasi keganasan pada sistem reproduksi yaitu organ
serviks (mulut rahim) wanita.
Tujuan Untuk mengetahui ada atau tidaknya sel abnormal
pada mulut rahim (serviks)

Kebijakan Sebagai tindakan preventif terhadap penyakit kanker


serviks pada wanita.
Prosedur Persiapan Alat :
- Handscoon steril
- Handscoon bersih
- Underpad
- Objek Glass
- Pot 200 cc
- Alkohol 96%
- Spatula Wooden
- Brush
- Spekulum (cocor bebek)
- Korentang
- Kapas Cebok
- Kassa
- Gel
- Selimut
- Lampu Sorot
- Kom bersih
Prosedur Tindakan :
- Berikan penjelasan kepada pasien tentang
tujuan dan manfaat dilakukannya tindakan pap
smear.
- Pastikan pasien melakukan persyaratan yang
harus dilakukan sebelum pemeriksaan pap
smear, seperti : tidak melakukan coitus selama
3 hari dan tidak sedang dalam kondisi infeksi
atau keputihan.
- Lakukan persetujuan dilakukannya tindakan
pap smear dengan inform concern yang tersedia
di instansi RS.
- Setelah itu, arahkan pasien untuk dilakukan
tindakan di meja Gyn.

- Tutup vitrage untuk menjaga privasi pasien.


- Beritahu pasien untuk membuka pakaian dalam
bagian bawah kemudian berikan selimut agar
menutupi area vitalnya. Anjurkan pasien untuk
berbaring di meja Gyn.
- Berikan underpad sebagai alas untuk di area
bokong.
- Posisikan pasien litotomi atau trendenburg
sambil mengatur posisi bokong pasien agak
turun ke ujung bawah meja Gyn.
- Setelah posisi pasien nyaman, kemudian
nyalakan lampu sorot ke arah organ vagina
pasien.
- Dekatkan alat-alat yang akan digunakan oleh
psycian atau dokter yang akan melakukan
tindakan pap smear.
- Cucilah tangan terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan. Gunakan handscoon steril
kemudian sterilkan area luar vagina sebelum
dilakukan pap smear dengan kapas cebok.
- Bantu dokter untuk membuka alat steril, ambil
alat dengan bantuan korentang agar menjaga
sterilitas alat yang digunakan.
- Ambil spekulum sesuai ukuran dengan
korentang kemudian berikan gel sebagai
pelumas untuk lebih mudah membuka rongga
vagina.
- Setelah terbuka dan terlihat mulut rahim, fiksasi
spekulum.
- Ambil objek glass sebagai media untuk
mengambil secret serviks yaitu berupa
Apusan/ekto menggunakan spatula wooden dan
Sikatan/endo dengan menggunakan brush.
- Hasil pengambilan secret diatas permukaan
objek glass di rendam dalam kom kecil bersih
dengan liquid alkohol 96% selama ± 5 menit.
- Setelah selesai, tarik perlahan spekulum yang
digunakan dan bersihkan area vagina dengan
selembar kassa steril. Buka handscoon dan cuci
tangan setelah tindakan selesai.
- Matikan lampu sorot kemudian rapikan kembali
alat-alat yang digunakan.
- Bantu pasien untuk merapikan diri setelah
pemeriksaan.
- Berikan pengantar pemeriksaan histologi pada
dokter yang memeriksa agar mengisi
keterangan bahwa pasien tersebut telah
dilakukan tindakan pap smear dan sebagai
pengajuan permohonan agar dilakukan
pemeriksaan laboratorium atas sampel pap
smear.
- Pasang handscoon bersih untuk mengambil
hasil rendaman secret kemudian pindahkan ke
dalam pot ukuran 200 cc kemudian tutup dan
beri label (nama, usia, no RM, dan tanggal)
- Pemeriksaan pap smear dan pengantar
laboratoriumnya di bawa ke laboratorium.
- Infokan ke pasien jangka waktu kapan hasil
pemeriksaan tersebut dapat diketahui hasilnya.

Unit Terkait Dokter /psycian spesialis Obgyn, bidan / perawat,


petugas laboratorium.

Faktor Resiko
Dari hasil penelitian mutakhir diketahui bahwa penyebab kanker serviks
adalah sebagai berikut :
1. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
Lebih dari 90% kasus kondiloma serviks, semua NIS, dan kanker serviks
mengandung DNA virus HPV. Dari 70 tipe HPV yang diketahui saat ini, ada
16 tipe HPV yang erat kaitannya dengan 2.9kejadian kanker serviks. Virus ini
ditularkan melalui hubngan seksual. Wanita yang beresiko terkena penyakit
akibat hubungan seksual juga beresiko terinfeksi virus ini sehingga
mempunyai resiko terkena kanker serviks.
2. Prilaku Seksual
Berdasarkan penelitian, risiko kenker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila
berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks, atau bila hubungan seks pertama
dibawah umur 15 tahun. Risiko juga meningkat bila berhhubungan seks
dengan laki-laki berisiko tinggi ( laki-laki yang berhubungan seks dengan
banyak wanita), atau laki-laki yang mengidap penyakit “jengger ayam”
(kondiloma akuminatum) di zakarnya (penis).
3. Rokok Sigaret
Wanita merokok mempunyai risiko 2 kali lipat terhadap kanker serviks
dibandingkan degan wanita bukan terkandug nikotin dan zat lainnya yang
terdapat didalam rokok. Zat-zat tersebut dapat menurunkan daya tahan serviks
dan menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga timbul kanker
serviks, disamping merupakan kokarsinogen infeksi virus.
4. Trauma Kronis Pada Serviks
Trauma ini terjadi karena persalinan yang berulang kali (banyak anak), adanya
infeksi, dan iritasi menahun.
5. Kontrasepsi Oral dapa Meningkatkan risiko
1, 5-2, 5 kali bila diminum dalam jangka panjang, yaitu lebih dari 4 tahun.
6. Defisiensi Zat Gizi
Beberapa penelitian dapat menyimpulkan bahwa dfisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya NIS 1 da NIA 2, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terkena kanker serviks pada wanita yang rendah
konsumsi beta karoten dan vitamin (A, C, dan E).

F. Pengertian IVA
Definisi IVA
IVA merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks yang mempunyai kelebihan
yaitu kesederhanaan teknik dan kemampuan memberikan hasil yang segera. IVA bisa
dilakukan oleh semua tenaga kesehatan, yang telah mendapatkan pelatihan (Depkes
RI, 2007). Metode ini sudah dikenalkan sejak tahun 1925 oleh Hans Hinselman dari
Jerman tetapi baru diterapkan tahun 2005. IVA adalah pemeriksaan serviks secara
visual menggunakan asam cuka dengan mata telanjang untuk mendeteksi
abnormalitas setelah pengolesan asam cuka 3-5% (Depkes RI, 2007). Perubahan
warna pada serviks dapat 12 menunjukkan serviks normal (merah homogen) atau lesi
pra kanker (bercak putih). Dalam waktu sekitar 60 detik sudah dapat dilihat jika ada
kelainan, yaitu munculnya plak putih pada serviks. Tujuannya adalah untuk melihat
adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut
rahim. IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah
zona transisional seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo (Rasjidi, 2008).
Data terkini menunjukkan bahwa pemeriksaan visual serviks menggunakan asam
asetat (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam mendeteksi penyakit
dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan hambatan tekhnis. IVA dapat
mengidentifikasi lesi derajat tinggi pada 78% perempuan yang didiagnosa memiliki
lesi derajat tinggi dengan menggunakan kolposkopi 3,5 kali lebih banyak daripada
jumlah perempuan yang teridentifikasi dengan mengunakan Tes Pap (Depkes RI,
2009). Nilai sensitifitas IVA lebih baik, walaupun memiliki spesifisitas yang lebih
rendah. IVA merupakan praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya
rendah dibandingkan dengan penapisan lain dengan beberapa alasan antara lain
karena aman, murah, mudah dilakukan, kinerja tes sama dengan tes lain, dapat
dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan, memberikan hasil yang segera
sehingga dapat diambil keputusan segera untuk penatalaksanaannya, peralatan mudah
didapat, dan tidak bersifat invasif serta efektif mengidentifikasikan berbagai lesi
prakanker (EmiliaO et al, 2010).
Sasaran IVA
Depkes RI, 2007 mengindikasikan skrining deteksi dini kanker serviks
dilakukan pada kelompok berikut ini :
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
menjalani tes sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun sebelumnya atau
lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes sebelumnya.
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan
gejala abnormal lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.
Sedangkan untuk interval skrining, (Depkes RI, 2007) merekomendasikan :
a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka
sebaiknya dilakukan pada perempuan antara usia 35 – 45 tahun.
b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan,
skrining hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali.
c. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.
d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan
usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.
e. Interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan
negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika hasilnya positif maka
dilakukan ulangan 1 tahun kemudian Menurut Yayasan Kanker
Indonesia (YKI) Jatim (2012),

G. Adapun syarat-syarat untuk dilakukannya tes IVA, antara lain:


a. Sudah pernah melakukan pengaruh seksual
b. Tidak sedang datang bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan pengaruh seksual
Peralatan dan Bahan Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan dimana saja yang mempunyai sarana seperti antara
lain meja periksa ginekologi dan kursi, sumber cahaya / lampu yang memadai agar cukup
menyinari vagina dan serviks, speculum/cocor bebek, rak atau nampan wadah alat yang
telah didesinfeksi tingkat tinggi sebagai tempat untuk meletakkan alat dan bahan yang
akan dipakai, sarana pencegahan infeksi berupa tiga ember plastik berisi larutan klorin,
larutan sabun dan air bersih bila tidak ada wastafel (Depkes RI, 2010).
Persiapan bahan antara lain kapas lidi atau forcep untuk memegang kapas, sarung tangan
periksa untuk sekali pakai, spatula kayu yang masih baru, larutan asam asetat 3-5 %
(cuka putih dapat digunakan), dan larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi alat dan
sarung tangan serta formulir cacatan untuk mencatat temuan (Depkes RI, 2007). Adapun
tindakan pemeriksaan IVA, yakni (Rasjidi I, 2008):
a. Yakinkan pasien telah memahami dan menandatangani informed concent
b. Pemeriksaan menggunakan speculum untuk memeriksa secara umum
meliputi dinding vagina, serviks, dan fornik.
c. Posisikan klien dalam posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk
dan kaki melebar)
d. Pasang cocor bebek/speculum yang sudah disterilisasi dengan air hangat.
Masukkan ke vagina secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat rahim.
e. Siapkan penerangan lampu 100 watt untuk memeriksa menampakkan
serviks untuk mengenali tiga hal yaitu curiga kanker, curiga infeksi,
serviks normal dengan daerah transformasi yang dapat atau tidak dapat
ditampakkan.
f. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah
untuk menyerapnya.
g. Pulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%
secara merata. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel normal,
bahkan akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan
ekstraseluler ini bersifat hipertonik akan menarik cairan dari intraseluler
sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat.
h. Setelah minimal 1 menit, sebagai akibatnya, jika permukaan epitel
mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi
dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna
putih, yang disebut epitel putih/acetowhite (Nuranna et al, 2008).

Temuan asesmen hasil pemeriksaan IVA harus dicatat sesuai kategori yang
telah baku sebagaimana terangkum dalam uraian berikut ini (Depkes RI, 2007
dan Nuranna et al, 2008):
1. Hasil Tes-positif : Bila diketemukan adanya Plak putih yang tebal berbatas
tegas atau epitelacetowhite (bercak putih), terlihat menebal dibanding
dengan sekitarnya, seperti leukoplasia, terdapat pada zona transisional,
menjorok kearah endoserviks dan ektoserviks
2. Positif 1(+): Samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang
ireguler pada serviks. Lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut
(angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari
sambungan skuamos.
3. Positif 2 (++): Lesi achetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas
sampai ke sambungan skuamokolumnar. Lesi acetowhite yang luas,
circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat. Pertumbuhan pada serviks
menjadi acetowhite.
4. Hasil tes-negatif:
a. Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu
b. Bila area bercak putih yang berada jauh dari zona transformasi. Area
bercak putih halus atau pucat tanpa batas jelas.
c. Bercak bergaris-garis seperti bercak putih.
d. Bercak putih berbentuk garis yang terlihat pada batas endocerviks.
e. Tak ada lesi bercak putih (acetowhite lession)
f. Bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi.
g. Garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamokolumnar.
5. Normal:
a. Titik-titik berwarna putih pucat di area endoserviks, merupakan
epitel kolumnar yang berbentuk anggur yang terpulas asam asetat
b. Licin, merah muda, bentuk porsio normal.

6. Infeksi:
a. Servisitis (inflamsi, hiperemisis)
b. Banyak fluor, ektropion, polip.

2. Kanker:

Kelebihan IVA
Adapun kelebihan dari metode IVA, antara lain:
a) Mudah, praktis, sederhana, dan murah
b) Sensitivitas dan sensitifitas cukup tinggi
c) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,
dan dapat dilakukan oleh bidan ataupun tenaga medis terlatih

2.3 Teori Perilaku Lawrence Green


Teori pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Teori Perilaku Lawrence
Green (1980). Menurut Teori Lawrence L. Green dalan Notoatmodjo (2003), perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu, faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor
penguat.

2.3.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)


Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya
perilaku atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini antara
lain pengetahuan, pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk
bertindak (Notoatmodjo, 2012). Berikut faktor predisposisi yang berhubungan
dengan perilaku kesehatan :

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar


masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara
(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan
atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh
pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran
melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang


terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda
(Notoatmodjo, 2012).

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dilakukan oleh seseorang


untuk memperoleh penghasilan guna melangsungkan kehidupannya. Pekerjaan
disini berhubungan erat dengan sumber mata pencaharian dan finansial.
Apabila seseorang memiliki pekerjaan yang layak dengan dengan penghasilan
yang cukup maka akan terpenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan
terhadap pelayanan kesehatan.

2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pendukung adalah kemampuan/keahlian dan sumber-sumber yang


diperlukan untuk menciptakan atau memunculkan perilaku kesehatan yang
terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya ketersediaan sarana pelayanan
kesehatan dan prasarana atau fasilitas-fasilitas, personalia, sekolah-sekolah,
klinik maupun sumber-sumber sejenis. Faktor-faktor pendukung juga berkaitan
dengan aksesibilitas berbagai sumber daya, biaya, jarak, sarana transportasi
yang ada dan waktu pemakaian sarana kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
Berikut faktor pendukung yang berhubungan dengan perilaku kesehatan
sebagai berikut:

1. Keterjangkauan Jarak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya
suatu perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang
baik belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan
faktor lain yaitu jauh dekatnya dengan fasilitas kesehatan. Jarak
fasilitas kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk akan
mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan sebaliknya jarak
yang relatif lebih dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan
kesehatan.

2.3.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap dan


perilaku secara umum seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
(Notoatmodjo, 2012). Berikut faktor pendorong yang berhubungan dengan
perilaku kesehatan sebagai berikut :

1. Dukungan Petugas Kesehatan


Perilaku pemanfaatan fasilitas atau produk kesehatan juga sangat dipengaruhi
oleh petugas kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat kesehatan
dan ingin memanfaatkannya dapat terhalang karena sikap dan tindakan petugas
kesehatan yang tidak ramah dan memotivasi individu yang akan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
1. Dukungan Suami/ Keluarga
Dukungan yang diberikan oleh suami/keluarga dapat membangkitkan rasa
percaya diri untuk membuat keputusan. Dukungan yang diberikan antara lain
berupa motivasi untuk menggunakan metode IVA. Sikap suai/keluarga yang 21
paling baik menyangkut tujuan memberikan izin untuk melakukan
pemeriksaan deteksi dini kaker serviks dengan metode IVA Dalam kaitan ini
dukungan suami/keluarga merupakan pengaruh yang positip. Bentuk dukungan
tersebut juga didasari pemikiran suami/keluarga yang merasa IVA sebagai alat
yang efektif untuk deteksi dini kanker serviks. Sedangkan sikap
suami/keluarga yang menyatakan tidak mendukung istri mengikuti program
KB karena kemungkinan pengetahuan dari suami/keluarga yang kurang
terhadap pemeriksaan deteksi dini kanker serviks terutama belum begitu
paham dengan metode IVA, keuntungan dan kerugian IVA.

H. Variabel – Variabel yang Berpengaruh Terhadap Pemaanfaatan Pemeriksaan IVA


1. Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan hasil dari tahu dan terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebelum orang menghadapi perilaku baru, di dalam diri
seseorang terjadi proses berurutan yakni : Awareness (kesadaran) yaitu di mana
seseorang menyadari terlebih dahulu terhadap stimulus. Interest (merasa tertarik)
yaitu di mana seseorang tertarik terhadap objek atau stimulus tersebut bagi dirinya.
Trail yaitu seseorang mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yaitu domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh


pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakuan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang
tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan penting
sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan
yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali seseorang mendapat
isyarat yang cukup kuatuntuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan
yang dimilikinya. Pengetahuan merupakan faktor yang penting namun tidak
memadai dalam perubahan perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks penting diketahui oleh
masyarakat khususnya wanita untuk meningkatkan kesadaran dan merangsang
terbentuknya perilaku kesehatan yang diharapkan dalam hal ini perilaku
pemafaatan deteksi dini kanker serviks. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
(Sakanti&Anggiasih, 2007) bahwa orang yang berpengetahuan baik, sebanyak
85,71% melakukan pemeriksaan pap smears.

2. Sikap
Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang
atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu
itu biasa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Kalau yang
timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif,
sedangkan kalau perasaan tak senang maka disebut sikap negatif. Kalau tidak
timbul apa-apa, berarti sikap netral (Wirawan, 2009). ` Sikap adalah perasaan
mendukung maupun perasaan tidak mendukung pada suatu objek. Secara
umum, sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penilaian emosional/efektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya) di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang objek itu)
serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Selain bersifat positif atau
negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Sikap tidak
sama dengan perilaku, perilaku tidak selalu mencerminkan sikap. Sikap
seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang
objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya
(Sarwono, 2012).

Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu
mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang
memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya (Sarwono,
1997). Dalam hal ini, sikap positif wanita terhadap pentingnya deteksi dini
kanker serviks, belum tentu akan diikuti dengan perilaku yang positif yaitu
melakukan deteksi dini kanker serviks. Penelitian yang dilakukan oleh Purba,
Evy M, 2011 menyebutkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara
sikap ibu dengan pemanfaatan papsmears pada PUS yaitu sebanyak 65,3%
atau P value sebesar 0,154.
3. Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan
Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung. Seperti halnya pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan 24
metode IVA tentulah memerlukan sarana dan prasarana seperti Puskesmas,
tenaga kesehatan terlatih, alat-alat pemeriksaan dan lain-lain. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan
(Green, 2005). Sedangkan di wilayah Puskesmas Prembun yang mulai tahun
2007 telah dijadikan puskesmas percontohan pelayanan pemeriksaan IVA,
maka sarana dan prasarananya telah disiapkan/disediakan untuk menunjang
kegiatan tersebut. Keterjangkauan mencapai tempat layanan tersebut, sangat
mendukung seseorang untuk melakukan tindakan. Hasil penelitian yang
dilakukan Taboo (2009) menunjukkan keterjangkauan pelayanan kesehatan
puskesmas dan jaringannya terkait dengan sumberdaya, letak geografis serta
sosial budaya masyarakat.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2010) menyatakan bahwa


ada pengaruh yang bermakna antara kemudahan akses atau akes terhadap
pelayanan kesehatan ke tempat layanan pemeriksaan IVA (Puskesmas), yang
sesuai dengan teori determinan perilaku dari Green 2005, bahwa jarak,
ketersediaan transportasi sebagai faktor pemungkin yang memungkinkan
seseorang untuk melaksanakan suatu motivasi.
4. Dukungan Suami/ Keluarga
Tentukan perilaku kesehatan masyarakat tersebut (Green, 2005). Informasi
dapat diterima melalui petugas langsung dalam bentuk penyuluhan, pendidikan
kesehatan, dari perangkat desa melalui siaran dikelompok-kelompok
dasawisma atau yang lain, melalui media massa, leaflet, siaran televisi dan
lainlain. 25 Dalam hal ini perilaku pemanfaatan deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA pada WPUS juga dipengaruhi apakah wanita tersebut
sudah pernah mendapat informasi tentang hal tersebut atau belum. Tak beda
menurut Rohmawati (2011) keterpaparan individu t erhadap informasi
kesehatan akan mendorong terjadinya perilaku kesehatan.
Susanti (2002) mengatakan bahwa sebelum seorang individu mencari
pelayanan kesehatan yang profesional, ia biasanya mencari nasehat dari
keluarga dan teman-temannya. Peran keluarga sebagai kelompok kecil yang
terdiri individu-individu yang mempunyai pengaruh satu sama lain, saling
tergantung merupakan sebuah lingkungan sosial, dimana secara efektif
keluarga memberi perasaan aman, secara ekonomi keluarga berfungsi untuk
mengadakan sumbersumber ekonomi yang memadai untuk menunjang proses
perawatan, secara sosial keluarga menumbuhkan rasa percaya diri, memberi
umpan balik, membantu memecahkan masalah, sehinga tampak bahwa peran
dari keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan kesehatan.

5. Dukungan Petugas Kesehatan


Menurut WHO (1984) dalam Bascommetro (2009) apabila seseorang itu
penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatannya cenderung
untuk dicontoh. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut
kelompok referensi (reference group) antara lain; guru, alim ulama, kepala
adat (suku), kepala desa dan sebagainya. Petugas kesehatan (Bidan di Desa)
sebagai salah satu orang yang berpengaruh dan dianggap penting oleh
masyarakat sangat berperan dalam terjadinya perilaku kesehatan pada
masyarakat. Peran petugas kesehatan disini adalah memberikan pengetahuan
tentang kanker serviks dan pentingnya deteksi dini, serta memberikan motivasi
kepada wanita yang sudah menikah untuk melakukan deteksi dini kanker
serviks.
Factor dari tenaga kesehatan itu sebagai pendorong atau penguat dari individu
untuk berperilaku. Hal ini dikarenakan petugas tersebut ahli dibidangnya
sehingga dijadikan tempat untuk bertanya dan pemberi input/masukan untuk
pemanfaatan pelayanan kesehatan.

6. Dukungan Kader/ PKK


Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk
masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Ada
beberapa macam kader yang dibentuk sesuai dengan keperluan menggerakkan
partisipasi masyarakat atau sasarannya dalam program pelayanan kesehatan.
Salah satunya adalah kader promosi kesehatan. Kader promosi kesehatan
adalah kader yang bertugas membantu petugas puskesmas melakukan
penyuluhan kesehatan secara perorangan maupun dalam kelompok
masyarakat. Sebagai kader harus bisa memberi contoh dan bisa menyampaikan
pesan-pesan kesehatan yang di dapat melalui pertemuan-pertemuan rutin dan
pelatihan- pelatihan kesehatan di tingkat desa, puskesmas maupun dinas
kesehatan. Peran aktif dari kader dapat mempengaruhi ingin atau tidaknya
seseorang untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan
metode IVA.

7. Gebyar IVA
Melihat cakupan angka kematiaan akibat kanker leher rahim yang semakin
meningkat, maka Pemerintah Kabupaten Badung melakukan tindakan
pencegahan yaitu dengan memberikan sosialisasi pemeriksaan gratis kanker
leher rahim dengan metode IVA. Pemerintah Kabupaten Badung mengadakan
gebyar IVA atau kampanye gratis pemeriksaan IVA yang diadakan di
Puskesmas Mengwi 1 pada bulan November 2015. Dengan diadakannya
gebyar IVA, diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker leher
rahim. Dalam hal ini perilaku pemanfaatan pemeriksaan deteksi dini kanker
leher rahim dengan metode IVA pada WPUS juga dipengaruhi oleh apakah
masyarakat mengetahui atau tidak adanya gebyar IVA yang dilakukan oleh
Puskesmas Mengwi I. Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
Anonim, 2010, upaya sosialisasi IVA melalui pemeriksaan IVA secara gratis
belumlah optimal. Hal ini dikarenakan masih banyaknya daerah yang dicapai
belum merata

I. SOP IVA

PEMERIKSAAN IVA

No. :
Dokumen
SOP No.Revisi :
Tanggalterbit :
Halaman :

Pemerintah
Kabupaten ...................

PENGERTIAN 1. IVA (Insveksi visual dengan asam asetat) adalah


pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan cara
mengoleskan larutan asam asetat 3-5% pada serviks dan
seluruh SSK untuk Melihat Apakah terjadi perubahan sel-sel
abnormal(lesi pra kanker / lesi acetowhite)
2. SSK (sambungan skuamo kolummar adalah garis pertemuan
sel-sel skuamosa dan sel-sel kolummar tipis yang ada pada
permukaan serviks pertemuan ini merupakan zona
transformasi yaitu area paling rentan terhadap perubahan
abnormal sel.
3. Acetowhite adalah daerah dalam zonatransformasi yang
berubah menjadi putih ketika diolesi larutan asam asetat 3-
5%
TUJUAN Sebagai acuan dalam melaksanakan pemeriksaan IVA di unit
KIA
KEBIJAKAN SK Kepala Puskesmas Nomor.......
REFERENSI 1. Tapan Erik, 2005, Kanker, Antioksidan, Terapi, Elex Media
Komputindo , Jakarta
2. Departemen Kesehatan RI, 2007, Buku Pegangan Peserta
Pelatihan Pencegahan kanker leher rahim dan kanker
Payudara, JNPK-KR, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI, Buku Acuan Pencegahan kanker
leher rahim dan kanker Payudara, JNPK-KR, Jakarta.
PERSIAPAN ALAT 1. Meja gynekologi
2. Selimut
3. Meja dan alat tulis
4. Kursi
5. Troli
6. Status Pasien
7. Spekulum cocor bebek
8. Asam asetat
9. Lidi kapas
10. Lampu sorot
11. Sarung tangan steril
12. Larutan klorin 0,5 %
PROSEDUR 1. Petugas menyambut pasien dengan ramah
2. Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan dan menjelaskan
hal yang mungkin terjadi selama pemriksaan: rasa kurang
nayaman, sedikit nyeri, sedikit menggangu privasi pasien
3. Petugas membuat persetujuan tindakan yang akan dilakukan
4. Petugas meminta pasien untuk mengosongkan kandung
kemih membersihkan genetalia dan melepas pakaian dalam
5. Petugas menanggapi reaksi pasien
6. Petugas memposisikan pasien sesuai dengan prosedur
pemeriksaan
Petugas menjaga privasi pasien
PENATALAKSANAAN
1. Petugas memposisikan litotomi pasien di meja gynekologi
kemudian pakaikan selimut
2. Pasien menghidupkan lampu sorot, arahkan pada bagian
yang akan diperiksa
3. Petugas mencuci tangan di air mengalir dan mengeringkan
dengan handuk
4. Petugas memakai sarung tangan steril
5. Petugas memasang spekulum dan menyesuaikannya
sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat
6. Petugas memeriksa leher rahim apakah curiga kanker
serviks, servisitis, ada luka atau ada kelainan lainnya
7. Petugas membersihkan cairan, darah atau mukosa
menggunakan lidi kapas dari leher rahim. Kemudian
membuang lidi kapas ke tempat sampah medis
8. Petugas mengidentifikasi ostium uteri, ssk dan zona
transformasi
9. Petugas mencelupkan lidi kapas ke dalam larutan asam
asetat lalu mengoleskan pada leher rahim.Kemudian
membuang lidi kapas ke tempat sampah medis
10. Petugas menunggu minimal 1 menit agar asam asetat
terserap dan tampak perubahan warna putih yang disebut
lesi white
11. Petugas memeriksa SSK dengan teliti, memeriksa apakah
leher rahim mudah berdarah, mencari apakah terdapat plek
putih yang tebal dan meninggi atau lesi white
12. Bila perlu petugas mengoleskan kembali asam asetat atau
usap leher rahim dengan lidi kapas untuk menghilangkan
mukosa, darah atau detris membuang lidi kapas ke tempat
sampah medis
13. Bila pemeriksaan visual telah selesai petugas
membersihkan sisa cairan asam asetat dari leher rahim dan
vagina mengunakan lidi kapas baru untuk, dan kemudian
membuang lidi kapas ke tempat sampah medis
14. Petugas melepaskan spekulum dan melakukan
dekontaminasi dengan merendam spekulum dan sarung
tangan dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
15. Petugas meminta pasien untuk duduk, turun dari meja
periksa dan berpakaian
16. Petugas mencuci tangan dengan air mengalir dan
mengeringkan dengan handuk
17. Petugas mencatat hasil tes IVA dan temuan lain dalam
rekam medis pasien.
UNIT TERKAIT Unit KIA

Anda mungkin juga menyukai