Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Modernisasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan dalam cara

berfikir dan dalam pola hidup masyarakat luas. Perubahan tersebut, akan

membawa konsekuensi dibidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.

Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan

selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri

dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan, keharmonisan

fungsi jiwa, yaitu sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan

merasa bahagia ( Dalami, 2010 : 29).

Terjadinya perang, konflik, dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan

merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan

berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. Menurut data World Health

Organization (WHO), masalah gangguan kesehata jiwa diseluruh dunia

memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001)

menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang didunia mengalami

masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia

yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara wilayah Asia Tenggara

hampir satu pertiga dari penduduk diwilayah ini pernah mengalami gangguan

neuropsikiatri. Buktinya, bisa kita kita cocokan dan lihat sendiri dari data

Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 1995 saja, di Indonesia

diperkirakan sebanyak 264 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami

gangguan jiwa. Dari berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan


jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang

berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental (Yoseph, 2007:30)

Bencana yang tidak habis-habisnya pun, baik yang dibuat oleh

manusia maupun kejadian alam merupakan sumber stressor yang berat

mengakibatkan terjadinya berbagai masalah kesehatan jiwa dari yang ringan

sampai yang berat. Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa masalh

psikososial seperti kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada orang yang

mengalami bencana. Bahkan keadaan yang lebih berat seperti depresi dan

psikosis dapat terjadi jika orang yang mengalami masalah psikososial tidak

ditangani dengan baik (Keliat, 2010:2). Menurut data kesehatan di Aceh,

hampir 90% korban gempa bumi dan tsunami Aceh yang selamat mengalami

gangguan jiwa. Penyakit mental yang mereka derita ternyata tak hanya karena

kehilangan harta benda dan anggota keluarga akibat tsunami. Gangguan

mental warga Aceh yang ditemukan juga diperkuat oleh trauma masa silam

saat konflik dan perang yang berkepanjangan di Serambi Mekah ( Yoseph,

2007:35)

Gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental, emosi,

pikiran, kemauan, perilaku psikosomati, dan verbal, yang menjelma dalam

kelompok gejala klinis yang disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan

terganggunya fungsi humanistic individu (Dalami, 2010:6). Gangguan-

gangguan tersebut menunjukkan seperti klien berbicara sendiri, mata melihat

kekanan-kekiri, jalan mondar-mandir, sering tersenyum sendiri dan sering

mendengar suara-suara ( Maramis,2005).


Ganguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang

mepengaruhi berbagai area fungsi tubuh, termasuk berpikir dan

berkomunikasi, menerima, dan mengintepretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi, dan berprilaku dengan sikap yang dapat diterima secara

sosia. Gejala umum dari skizofrenia adalah waham, asosiasi longgar,

halusinasi, Ilusi, depersonalisasi, afek datar, ambivalensi, avolusi, alogia,

ekopraksi, pemikiran konkrit (Isaacs, 2005:151). Berdasarkan data dari

Amerika serikat terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut,

20% samapai 50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan

10% diantaranya berhasil bunuh diri, dan angka kematian pasien skizofrenia 8

kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya ( Yoseph,

2007 : 59).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu,

berupa suara, penglihatan, atau penghiduan,. Klien merasakan stimulus yang

sebetulnya tidak ada. Selain itu perubahan persepsi sensori : halusinasi bisa

juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang sesuatu objek, gambaran, dan

pikiran yang terjadi tanpa adanya rangsang dari luar meliputi semua sistem

pengindraan, pendengaran, penciuman, perabaan, atau pengecapan.

Dari data yang yang telah di dapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.

Soeroyo magelang di dapat data sebagai berikut :


10 BESAR DIAGNOSA PASIEN RAWAT INAP (JIWA)

TAHUN 2009

NO KODE DIAGNOSA L P JUMLAH

KASUS

1 F20.3 Undifferentiated 904 627 1531

schizphrenia

2 F20.0 Paranid schizophrenia 259 75 334

3 F20.5 Residual schizophrenia 129 54 183

4 F25.1 Schizophenia disorder, 58 61 119

depressive type

5 F25.0 Schizoaffective disorder, 31 44 75

manic type

6 F32.3 Severe depresive episode 27 23 50

with pshychoticsymtoms

7 F23.2 Acute schizophenia,like 28 19 47

psykotic disorder

8 F23.1 Acute polymorphyc 27 15 42

psycotyc disorder with

symtoms of schizophrenia

9 F31.2 Bipolar affective disorder, 18 12 30

curent episode manic with

pshycotic symtoms

10 F25.2 Schizoaffective disorder, 7 10 17


mexed type

Jumlah 1488 940 2428

Dari data diatas dapat disimpulkan tingginya angka schizoprenia tak

terinci menempati jumlah yang paling banyak yaitu 1.531 penderita dan

halusinasi masuk kedalam data dalam jumlah tersebut. Oleh karena itu

penulis tertarik untuk memberikan asuhan keprawatan kepada klien dengan

gangguan persepsi sensori halusinasi.

B. Tujuan

1. Tujuan Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) adalah penulis dapat

memberikan Asuhan Keperawatan secara optimal pada klien dengan

gangguan persepsi sensori halusinasi.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian dengan benar pada klien

dengan gangguan persepsi sensori halusinasi.

b. Penulis mampu membuat pohon masalah gangguan persepsi sensori

halusinasi .

c. Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori halusinasi.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada klien dengan

gangguan persepsi sensori halusinasi.


e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan

persepsi sensori halusinasi.

3. Manfaat

1. Manfaat bagi Penulis

Sebagai sarana menambah pengetahuan, pengalaman serta

keterampilan penulis dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada

klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi

2. Manfaat bagi Institusi

Diharapkan karya tulis ilmiah ini menjadi bahan masukan dalam

proses belajar mengajar khususnya mata ajar Keperawatan Jiwa dalam

asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori

halusinasi

3. Manfaat bagi Rumah Sakit

Untuk dapat meningkatakan mutu pelayanan kesehatan dalam

pemberian Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan persepsi

sensori halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai