Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

POLYCYSTIC LIVER DISEASE

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
DOKTER PEMBIMBING
dr. H. Suprapto, Sp.PD, FINASIM

Disusun Oleh:
Rika Erlinawati Sakinah
20120310093

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SETJONEGORO WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
REFERAT
POLYCYSTIC LIVER DISEASE

Telah dipresentasikan pada tanggal:

Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Rika Erlinawati Sakinah
20120310093

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Suprapto, Sp.PD, FINASIM


PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan kemudahan
yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat “Polycystic Liver Disease”.
Penulisan Referat ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. H. Suprapto, Sp.PD. selaku dokter pembimbing dan dokter Spesialis Penyakit
Dalam RSUD Wonosobo.
2. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD., M.Kes dan dr. Widhi, P.S., Sp.PD. selaku dokter
Spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo.
3. Seluruh perawat bangsal Cempaka, Flamboyan , IGD dan Poli Dalam di RSUD
Wonosobo.
4. Teman-teman coass interna atas dukungan dan kerjasamanya .
5. Teman-teman coass atas dukungan dan doanya.

Dalam penyusunan Referat ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan di masa
yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Wonosobo,

Penulis

3
DAFTAR ISI

4
BAB I
PENDAHULUAN

Polycytic Liver Disease (PLD) merupakan penyakit langka yang dihasilkan dari
malformasi embryonic ductal plate pada saluran empedu intrahepatik. Penyakit ini merupakan
penyakit herediter autosomal dominan maupun resesive yang ditandai dengan adanya beberapa
lesi kistik yang berasal dari empedu yang menempati 50% dari parenkim hati, mulai dari nodul
kecil mikroskopik sampai massa besar dengan ukuran 20-30 centimeter. Penyakit ini langka
dengan angka kejadian diperkirakan kurang dari 0,01% dan prevalensinya hanya 0,05-0,53%.
PLD biasanya mulai timbul pada dekade ke empat kehidupan dan jumlah serta ukuran kista
terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia.1
Mekanisme genetik atau defek dari sinyal pembentukan genetik merupakan penyebab
dari struktur ductal menjadi terpisah dari saluran empedu yang akhirnya akan mengakibatkan
pembentukan kista pada pasien dengan PLD. Biasanya, struktur empedu yang terpisah terdapat
di dalam tahap awal perjalan penyakit, namun tetap belum menunjukkan gejala atau
asimptomatik sampai mulainya pertumbuhan kista di usia dewasa.2
Penyakit ini terkait dengan dua penyakit genetik yang berbeda yaitu yang pertama
sebagai fenotipe utama dalam Isolated Polycystic Liver Disease (PCLD) dan sebagai
manifestasi ekstrarenal pada Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD). Pada
pasien ADPKD memiliki ginjal polikistik, dan kista hati timbul dalam 83% kasus, sedangkan
PLD merupakan presentasi utama dari PCLD. Pada tahap lanjut, pasien dengan PCLD atau
ADPKD akan mengalami pembesaran hepar yang massive yang akan menyebabkan timbulnya
gejala klinis dan komplikasi. Keluhan utama pada pasien PLD yaitu nyeri perut, distensi
abdomen dan gejala atipikal karena kista yang tebal akan mengakibatkan kompresi jaringan
atau menyebabkan kegagalan organ di sekitarnya. Faktor risiko utama untuk pertumbuhan kista
hati adalah jenis kelamin perempuan, penggunaan estrogen eksogen dan kehamilan kembar. 2
PCLD berhubungan dengan Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease
(ADPKD) atau Autosomal Recessive Polycystic Kidney disease (ARPKD). ADPKD adalah
penyakit yang mengancam jiwa, dengan prevalensi antara 1: 400 sampai 1: 1000. Hal ini
ditandai dengan perkembangan progresif dan pembesaran kista berisi cairan yang berasal dari
3% nefron, yang pada akhirnya terjadi gagal ginjal pada 50% dari individu yang terkena. Lebih
dari 85% kasus ADPKD disebabkan oleh mutasi pada gen PKD1, dengan sisa kasus tersebut
terkait dengan mutasi gen PKD2. Kista hati adalah manifestasi ekstra-ginjal yang paling umum
dari ADPKD dan ditemukan di 60-75% pasien ADPKD. Penyakit hati kistik pada AKDP

5
menyebabkan morbiditas yang signifikan dan menyumbang 10% dari kematian pasien
ADPKD.3
Secara umum kista hati jarang pada anak-anak, namun frekuensinya meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Biasanya PCLD asimtomatik, namun dapat menimbulkan gejala.
Gejala timbul disebabkan akibat dari efek massa atau dari komplikasi yang terkait dengan kista.
Gejala biasanya disebabkan oleh pembesaran hepar yaitu dyspnea, cepat kenyang, gastro-
esofagus reflux dan nyeri pinggang. Hal ini menyebabkan efek yang signifikan pada kualitas
hidup pasien. Komplikasi lain yang disebabkan oleh efek massa yaitu hati obstruksi vena
outflow, vena cava inferior dan kompresi vena portal, atau kompresi saluran empedu.3
Tujuan terapi pada PCLD adalah untuk mengurangi gejala dengan mengurangi volume
hepar. Pilihan bedah saat ini yaitu laparoskopi fenestrasi kista dengan atau tanpa reseksi hepar
dan orthotopic transplantasi hepar (OLT). Kemajuan yang signifikan dalam teknik bedah telah
meningkatkan keberhasilan pada pasien PLD. Namun, pemilihan pendekatan terapi yang tepat
tetap menjadi tantangan klinis, dan belum ada data yang optimal mengenai terapi yang paling
baik.4

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit hati polikistik adalah gangguan bawaan yang ditandai oleh banyak kista
berbagai ukuran yang tersebar di seluruh hepar. Ketidaknyamanan pada perut disebabkan
karena pembengkakan hati dapat terjadi. namun, kebanyakan pasien PLD tidak memiliki
gejala (asimptom). Dalam beberapa kasus, penyakit hati polikistik dapat terjadi secara
acak tanpa sebab yang jelas (sporadis), dan sebagian besar kasus diwariskan sebagai sifat
genetik autosomal dominan. Terkadang kista yang ditemukan dalam hepar berkaitan
dengan adanya penyakit autosomal dominan ginjal polikistik (AD-PKD), bahkan setengah
dari pasien dengan ADPKD mempunyai kista hepar. Namun pada pasien PLD jarang
memiliki kista ginjal.5
B. Epidemiologi
PLD memiliki prevalensi kurang dari 0,01% dan ADPKD memiliki prevalensi 0,2%
dari populasi umum. PLD dan ADPKD disebabkan karena gen autosomal dominan dan
75% -90% pasien dengan ADPKD mempunyai gejala PLD. PLD ini dikaitkan dengan
mutasi empat gen. Dua gen (PKD1, lokus 16p13.3, encoding polycystin-1 dan PKD2,
lokus 4q21, dan encoding polycystin-2) lebih dominan berhubungan dengan penyakit
ginjal dan jarang pada PLD. Mutasi PKD1 terjadi pada 85% -90% dari keseluruhan kasus,
sedangkan mutasi pada PKD2 terjadi pada 10% -15% pasien. Dua mutasi gen yang lain
(PRKCSH, lokus 19p13.2, pengkodean protein kinase C substrat 80K-H atau hepatocystin
dan SEC63, lokus 6q21, pengkodean protein Sec63) hanya terjadi pada PLD, namun
mutasi ini hanya terjadi pada 25% - 40% dari keseluruhan kasus PLD.6
Characteristic ADPKD associated PLD Isolated PLD
Prevalence 0.20% <0.01%
Type of inheritance AD AD
Gene mutated PKD1; PKD2 PRKCSH; SEC63
Encoded product Polycystin-1; Polycystin-2 Hepatocystin;Sec63 protein
Chromosome locus 216p13.3; 4q21 19p13.2; 6q21
Tabel 1. Perbandingan Epidemiologi dan Karakteristik Mutasi Genetik antara
ADPKD dan Isolated PLD6

7
C. Etiologi
Beberapa kasus penyakit hati polikistik terjadi tanpa alasan yang jelas, namun sebagian
besar kasus diwariskan melalui gen autosomal dominan. Perubahan (mutasi) dalam dua
gen, satu di lengan pendek kromosom 19 (19p-13,2-13,1) dan satu di lengan panjang
kromosom 6 (6q21-Q23) yang diduga terkait dengan penyakit hati polikistik. Gen ini tidak
terkait dengan ADPKD. Kromosom dalam inti sel manusia, membawa informasi genetik
untuk setiap individu. Sel-sel tubuh manusia normal memiliki 46 kromosom. Setiap pasang
kromosom manusia diberi nomor dari 1 sampai 22 dan kromosom seks ya X dan Y. Pria
memiliki satu X dan satu kromosom Y dan perempuan memiliki dua kromosom X. Setiap
kromosom memiliki lengan pendek (p) dan lengan panjang (q). Kromosom 19p13.2-13.1
mengacu pada wilayah antara ikatan 13.1 dan 13.2 pada lengan pendek kromosom 19.
Kromosom 6q21-Q23 mengacu daerah antara band 21 dan 23 pada lengan panjang
kromosom 6. Setiap nomor ikatan tersebut menentukan lokasi dari ribuan gen yang hadir
pada setiap kromosom.7
PLD menunjukkan dua presentasi klinis utama yaitu penyakit hati polikistik
berhubungan dengan penyakit ginjal autosomal dominan polycystic dan penyakit hati
polikistik terisolasi. Kedua bentuk penyakit hati polikistik menunjukkan pola warisan
autosomal dominan. Pada PLD autosomal dominan (ADPLD) tidak terdapat keterlibatan
ginjal ketika disebabkan oleh mutasi protein gen kinase substrat 80K-H (PRKCSH) yang
mengkode hepatocystin protein. Sedangkan ADPLD yang menunjukkan keterlibatan ginjal
ketika disebakan oleh mutasi pada PKD1, encoding polycystin-1 (PC1) atau PKD2,
encoding polycystin-2 (PC2). Pada PLD yang terkait dengan penyakit ginjal polikistik,
proliferasi sel merupakan salah satu mekanisme utama dari cystogenesis, sedangkan pada
PLD terisolasi mekanisme utama dari cystogenesis yaitu terganggunya adhesi sel. 7

Gambar 1. Diagram Genetik PLD yang disebabkan karena Autosomal Dominan7

8
Gambar 2. Diagram Genetik PLD Subtipe Autosomal Resesif7

1. Polycystin 1 (PC1)
PC1 merupakan asam amino 4302 tipe I yang membran glikoproteinnya
mengandung domain ekstraseluler N-terminal panjang lebih dari 3000 asam amino, 11
domain transmembran dan sitoplasma C-terminus pendek (198 asam amino). PC1
berinteraksi dengan PC2 melalui C-terminus untuk membentuk kompleks heterodimeric.
Interaksi ini sangat penting untuk pengaturan fungsional dari kedua protein. Sebuah
peran langsung dari PC1 berperan dalam adhesi sel melalui interaksi homophilic dari
domain PKD. Seluruh ectodomain N-terminal memiliki sifat biomekanis sebagai
mechanosensor. Hal tersebut dapat menjadi kekuatan penghubung antara sel-sel atau
penempelan sel matrix selama tubulogenesis.8
2. Polycystin 2 (PC2)
PC2 merupakan kalsium channel dari jenis tipe II asam amino-968 yang membrane
glikoproteinnya mengandung enam domain transmembran, N-intraseluler dan C-
terminal. PC2 memiliki homolog yang signifikan terhadap transient receptor potential
(TRP) dan berfungsi sebagai kalsium non-selektif. Lokasi subselular dari PC2 terdapat
pada retikulum endoplasma (ER), membran plasma lateral dan silia primer. 8
3. Hepatocystin dan SEC63
Beberapa kista muncul berasal dari dilatasi progresif dari saluran abnormal pada
hamartoma empedu, yang merupakan hasil dari malformasi duktal plate pada tingkat
saluran empedu intrahepatik kecil. Saluran ini sudah mengalami kehilangan kontinuitas
dengan saluran empedu. PRKCSH terletak pada kromosom 19p13.2 dan mengkodekan
hepatocystin. Fungsi protein ini yaitu sebagai subunit pengaturan glucosidase II dan
terlibat dalam kontrol kualitas glikoprotein yang baru disintesis. 8

9
4. Fibrocystin/ polyductin
Fibrocystin / polyductin (FPC) adalah protein membran integral dengan fungsi
yang belum diketahui dan dikodekan oleh PKHD1. Gen ini terdiri dari 86 ekson
mencakup 470 kb pada kromosom 6p12 dan menghasilkan transkrip 16 kb. FPC
dikaitkan dengan tubuh basal / silia sel epitel. Pengamatan ini menunjukkan
kemungkinan bahwa FPC berfungsi dalam jalur molekuler umum di vivo. 8
Protein Fungsi

polycystin 1 mediasi adhesi sel pada sel-sel silia hepar dan ginjal
melalui interaksi dengan polycystin 2

polycystin 2 mediasi adhesi sel pada sel-sel silia hepar dan ginjal
melalui interaksi dengan polycystin 1

Hepatocystin dan mengganggu fungsi retikulum endoplasma dan


SEC63 menyebabkan dilatasi dari duktus empedu interlobular

cAMP mengatur peningkatan proliferasi cholangiocyte dan


sekresi cairan kista sekresi pada PLD. Dapat disupresi
oleh analog somatostatin.

Tabel 2. Fungsi Protein Utama pada PLD.9


D. Patogenesis dan Patofisiologi
1. Histologi
Tunas (divertikulum) hati timbul sebagai evaginasi ke arah ventral dari
endoderm di antara bakal lambung dan duodenum. Tunas hati kemudian
bercabang-cabang membentuk hati, percabangan bagian distal membentuk sel-sel
parenkim sekretori, bagian proksimal membentuk sel-sel duktus hepatikus. Pada
bagian akar tunas hati timbul tonjolan yang lain, yaitu tunas kantung empedu.10

Gambar 3. Turunan-turunan endoderm10

10
Saluran empedu berasal dari endodermal hepatic diverticulum.
Pengembangan sistem bilier ini dimulai dari minggu ke-8 kehamilan yaitu mulai
dari pembentukan hepatoblasts berlapis tunggal yang mengelilingi vena portal
(duktal plate). Kemudian terjadi duplikasi sel ductal plate yang akan membentuk
lapisan ganda yang melebar ke struktur tubular (saluran empedu primitive).
Diferensiasi hepatoblast menjadi fenotipe empedu dan tubulogenesis dirangsang
oleh Notch, TGF-β. Diferensiasi sel dari hepatoblasts ke cholangiocytes, tubulus
elongasi dan remodeling saluran empedu selesai pada 30 minggu kehamilan.
Sistem saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik kemudian bergabung dan
menjadi hepatic hilum. Selama tahun pertama kehidupan epitel empedu
intrahepatik semakin menjadi matur. PLD berkembang sebagai akibat dari
malformasi ductal plate. Malformasi tersebut dipengaruhi akan menentukan
fenotip, misalnya pada VMC yang diduga merupakan hasil dari involusi duktus
embrio pada tahap akhir. 10
Pembentukan saluran empedu memerlukan interaksi epitel mesenchymal
serta adanya faktor pertumbuhan dan faktor transkripsi untuk mengendalikan
migrasi sel yang tepat, adhesi dan diferensiasi sel cholangiocyte. Ekspresi dan
sinyal gen yang menyimpang akan menyebabkan defisiensi remodeling, dilatasi sel
ductal plate atau terputusnya sel ductal plate yang akan berkembang menjadi
struktur kistik empedu. Baru-baru ini terdapat klasifikasi penyebab PLD yaitu
akibat 1) diferensiasi hepatoblast normal, 2) kegagalan pematangan saluran
empedu, dan 3) gangguan ekspansi ductal plate.10

Gambar 4. Perkembangan hati dan pankreas manusia. A. Stadium sangat


awal. B. Stadium lanjut. C. Posisi kantung empedu dan duktus pankreas,
dan fusi kedua bagian pankreas menjadi pankreas tunggal10

11
2. Abnormalitas Silia Primer
Pada PLD terjadi silia primer yang abnormal. Cholangiocytes adalah satu-
satunya sel bersilia dalam hati. Silia primer dianggap sebagai organel
mechanosensory mampu memodulasi tingkat intraselular cAMP dan Ca2 +, ketika
dirangsang oleh aliran empedu. Silia primer juga mendeteksi perubahan
osmolaritas dan komposisi empedu. Polycystin-1 dan -2 terlokalisasi dalam silia
primer. Ketika gen bermutasi akan menyebabkan disfungsi silia dan pembentukan
kista. Cacat pada struktur silia, sensorik dan fungsi transduksi akan menyebabkan

12
Ca2+ menurun dan peningkatan cAMP. Hal tersebut menyebabkan
hyperproliferation, interaksi sel-matriks yang abnormal, sekresi cairan berlebih
sehingga terbentuklah cystogenesis.11
3. Proliferasi Cholangiocyte
Pada ADPKD proliferasi sel merupakan salah satu mekanisme utama
cystogenesis. Namun cystogenesis pada ADPLD melibatkan dari overekspresi
reseptor growth factor dan hilangnya adhesi, tapi tidak ada perubahan dalam
apoptosis atau proliferasi. Kesimpulannya cystogenesis terjadi karena 1)
peningkatan proliferasi sel dan apoptosis, 2) peningkatan sekresi cairan, 3)
abnormalitas interaksi sel-matrix, 4) abnormalitas struktur dan fungsi silia 5)
perubahan polaritas sel.8

Gambar 5. Proses cystogenesis8

E. Gejala Klinis
Hati polikistik dapat tumbuh hingga 10 kali dari ukuran normal dan dapat menekan
organ perut dan dada yang berdekatan. Gejala biasanya disebabkan oleh pembesaran
hati yaitu distensi perut, cepat kenyang, rasa penuh pada perut postprandial,
gastroesofagus reflux, dyspnoea, nyeri punggung, dan dapat menyebabkan gizi buruk
pada beberapa pasien.10
Salah satu jenis dari PLD yaitu Von Meyenburg Complexes atau disebut juga
microhamartomas, adalah nodul kistik jinak yang tersebar di seluruh hati dan biasanya
terletak interlobularly dan pada saluran empedu perifer di bawah kapsul Glisson. VMC
dapat terjadi pada PCLD maupun ADPKD. Secara histologi, VMC ditandai dengan
sisa-sisa malformasi ductal plate embrio kecil (<1,5 cm diameter) atau lebih besar yaitu
hamartomas (> 1,5 cm) yang digambarkan sebagai epitel kuboid reguler dan tertanam

13
dalam stroma berserat. Struktur yang berdilatasi awalnya berkomunikasi dengan
saluran empedu intrahepatik perifer, namun lama-kelamaan akan terpisah seiring
dengan perkembangan.10
VMC biasanya tetap asimptomatik selama hidup dan tidak memerlukan manajemen
atau pemeriksaan tindak lanjut. Manifestasi klinis seperti nyeri epigastrium, demam,
kolangitis dan jaundice muncul ketika komunikasi multicystic VMC dengan saluran
empedu menyebabkan obstruksi bilier.10

Gambar 6. VMC dan tingkatan klinis PLD.


F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan ketika kista hati lebih dari 20 yang tersebar di seluruh hati.
Jika pasien berasal dari keluarga dengan riwayat PCLD, diagnosis dapat ditegakkan
jika terdapat kista hati lebih dari empat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu USG
abdomen, CT-scan dan MRI.10

Gambar 7. Gambaran MRI pada PLD

14
Tidak ada kelainan yang spesifik pada uji laboratorium PLD. Gamma glutamyl
transferase (GGT) meningkat pada 51% pasien dan alkali fosfatase yang tinggi (AP)
terlihat pada 17% pasien PCLD. Peningkatan kadar AP dan GGT mencerminkan
aktivasi dari cholangiocytes. Transaminase serum normal atau hanya sedikit meningkat.
Bilirubin jarang meningkat tetapi dalam kasus-kasus lanjutan jaundice dapat timbul
akibat kompresi saluran empedu oleh kista. CA19-9, biomarker yang secara klinis
digunakan untuk membedakan jinak atau ganas dari gangguan gastrointestinal,
meningkat pada 45% pasien PCLD tanpa bukti keganasan. CA19-9 diproduksi oleh
kista epithelium akibatnya tingkat CA19-9 tinggi ada dalam cairan kista.12

Gambar 8. Algoritma diagnosis, management, dan konseling genetic pada PLD.

G. Terapi
Prinsip pengobatan PLD adalah untuk mengurangi gejala dengan cara
menurunkan volume liver. Pilihan terapi untuk PLD yaitu manajemen konservatif,
invasif, atau tindakan medis.12
1. Aspirasi dan skleroterapi.
Aspirasi-skleroterapi merupakan aspirasi kista diikuti oleh suntikan agen
sclerosing yang menyebabkan kerusakan pada lapisan epitel sehingga dapat
menghambat produksi cairan. Indikasi utama untuk aspirasi-skleroterapi adalah
kista hati yang besar. Kista dengan diameter >5 cm merupakan indikasi untuk
dilakukan terapi ini. Setelah aspirasi total isi kista, agen sclerosing disuntikkan.
Agen sclerosing yang paling umum digunakan adalah etanol, tapi minocycline dan
tetrasiklin juga sering digunakan. Agen-agen tersebut menghancurkan dinding kista

15
dengan pH yang rendah. Volume etanol yang digunakan bervariasi mulai dari 10%
sampai 25% dari volume cairan kista yang disedot, 12
2. Fenestrasi
Fenestration adalah teknik yang menggabungkan aspirasi dan pembedah kista
dalam prosedur tunggal. Prosedur ini dilakukan bersama dengan laparoskopi.
Dengan laparoskopi pandangan segmen hati cranially terletak terbatas, oleh karena
itu pasien dengan kista di segmen VII-VIII, hati bagian atas, tidak diindikasikan
untuk dilakukan prosedur ini. Dalam 92% kasus, prosedur ini berhasil, tetapi 24%
pasien mengalami kekambuhan. Operasi ulang diperlukan untuk pasien dengan
kekambuhan. Komplikasi utama fenestration yaitu asites, efusi pleura, perdarahan
arteri atau vena, dan kebocoran empedu. Secara keseluruhan morbiditas pada
prosedur ini adalah 23%. Mortalistas sebanyak 2% dan penyebab kematian adalah
syok ireversibel, dan abses hati. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan
prosedur yaitu riwayat operasi abdomen sebelumnya, kista yang mendalam, teknik
deroofing yang tidak lengkap, lokasi kista di segmen VII-VIII, dan adanya PLD
yang difus. 12
3. Reseksi Segmen Hepar
Reseksi hati segmental dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kista yang
banyak namun masih memiliki setidaknya satu segmen dengan dominan sel
parenkim hati yang normal. 12
4. Transplantasi Hati
Transplantasi hati adalah satu-satunya pilihan terapi kuratif pada pasien dengan
polikistik liver berat. Transplansi pada PLD diindikasikan pada pasien dengan
gejala yang menyebabkan penurunan kualitas hidup yang serius. Selain itu,
komplikasi yang tidak dapat diobati, seperti hipertensi portal dan kekurangan gizi
juga merupakan indikasi untuk dilakukan transplantasi hati. 12
5. Analog Somatostatin
Salah satu faktor potensial dalam peningkatan pertumbuhan kista adalah cAMP.
Sekretin merupakan agonis cAMP dalam cholangiocytes dan merangsang
perpindahan cairan dari saluran bilier ke membrane apical cholangiocytes. Epitel
bilier mempertahankan sekresi cAMP-dependent Cl dan HCO3 yang memfasilitasi
sekresi cairan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan cAMP mendorong sekresi
cairan dalam kista hati. Analog somatostatin mempunyai efek sebagai inhibitor
cAMP dan mengurangi sekresi cairan serta proliferasi sel cholangiocytes.

16
Analog somatostatin yang sering digunakan yaitu lanreotide dosis 120mg
setiap 4 minggu. Penggunaan lanreotide selama 6 bulan dapat menurunkan volume
hepar. Obat kedua yaitu octreotide dengan dosis 40mg setiap 4 minggu. 12

Gambar 9. Terapi PLD dan indikasinya

H. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi karena hepatomegali atau hasil dari pengobatan
invasive. Diperkirakan bahwa setengah dari pasien dengan penyakit hati lanjut
memiliki perdarahan kista, kista pecah atau infeksi kista. Manifestasi ini tampaknya
lebih sering pada ADPKD dibandingkan dengan PCLD. 10
1. Perdarahan
Perdarahan kista Intrahepatik bermanifestasi klinis nyeri akut di perut sisi kanan
atas. Kadang-kadang, sifat nyeri perut dapat kolik dan disertai muntah.
Ultrasonografi dapat membantu untuk menilai perdarahan kista. 10
2. Infeksi

17
Infeksi kista adalah komplikasi yang serius menuntut pengobatan dan risiko tinggi
kekambuhan. Kriteria diagnostik saat ini bergantung pada parameter klinis, biologi
dan radiologi termasuk nyeri perut, demam (> 38 ° C selama >3 hari), peningkatan
tingkat protein C-reaktif dan dari CT Scan tidak terbukti adanya perdarahan intra-
cystic spontan oleh CT-scan. Deteksi neutrofil dan agen infeksi dalam aspirasi
cairan kista menegaskan infeksi kista dan indikasi untuk pengobatan antibiotic. 10
3. Ruptur
Kista pecah adalah komplikasi yang jarang terjadi. Jika kebocoran darah
intraperitoneal terus berlanjut, intervensi bedah harus dilakukan untuk kontrol
hemostasis. 10
4. Hipertensi Portal dan Asites
Dalam stadium lanjut terdapat 2 proses yang menyebabkan hipertensi portal.
Pertama, adanya pengurangan outflow vena hepatik. Kedua, inflow vena porta
terkompresi oleh kista. Tanda-tanda hepatic vein outflow obstruction (HVOO)
adalah sakit perut, hepatomegali dan asites transudative (90-96%). Selain itu, kista
hati dapat menyebabkan aliran vena porta terhambat. Komplikasi sekunder dari
hipertensi portal adalah hasil dari fibrosis hati yang berat seperti varises esofagus,
splenomegali dan asites transudative. 10
5. Jaundice
Hipertensi portal dapat disertai dengan tanda-tanda lain dari gagal hati seperti
jaundice. Jaundice dapat terjadi pada semua tahap PLD, namun paling sering
terdapat pada PLD fase lanjut. Penyebab jaundice adalah obstruksi saluran empedu
intrahepatik atau ekstrahepatik oleh kista hati.10
I. Prognosis

18
BAB III
KESIMPULAN

PLD adalah kondisi menarik yang terjadi pada ADPLD atau lebih umum
sebagai manifestasi ekstra-ginjal pada ADPKD. Hal ini didukung oleh bukti yang
tersedia tentang epidemiologi, genetika, patogenesis, manifestasi klinis, dan
pengobatan PLD. Perlu ditekankan kembali bahwa sebagian besar pasien dengan PLD
tidak memerlukan intervensi medis, bedah atau tindak lanjut, tetapi manfaat dari
konseling dan pendidikan genetic lebih diperlukan. Sebaliknya, pasien dengan kista
hati lanjut dapat mengalami gejala yang mengarah ke morbiditas yang signifikan.
Terdapat berbagai teknik intervensi radiologi yang invasive minimal dan beberapa
pilihan operasi yang tersedia untuk pasien dengan penyakit polikistik yang parah dan
setiap prosedur memiliki indikasi tertentu, kontraindikasi serta komplikasi berdasarkan
ukuran dan lokasi kista. Dalam kasus yang parah, transplantasi hati dapat
dipertimbangkan dan pasien yang menjalani transplantasi hati memiliki peningkatan
kualitas hidup.
PLD adalah penyakit progresif dan beberapa pasien akan mengembangkan
gejala berat. Prosedur invasif dapat memberikan bantuan melalui pengurangan volume
pada kasus tertentu. Meskipun semua prosedur yang ada secara teknis layak untuk
dilkukan namun prosedur tersebut membawa risiko morbiditas yang cukup besar. Uji
klinis terbaru menunjukkan bahwa untuk mengurangi volume hati dapat menggunakan
obat octreotide atau lanreotide. Namun obat ini juga mempunyai kendala yaitu
harganya yang mahal.

19

Anda mungkin juga menyukai