Anda di halaman 1dari 17

KESETIMBANGAN FASA

Proses industri kimia melibatkan fluida dalam campuran sehingga dibutuhkan suatu proses
pemisahan untuk mendapatkan produk murni. Dalam reaksi kimia akan terbentuk suatu
kesetimbangan kimia, saat konversi reaktan sudah paling maksimum dan dalam pemisahan
akan terbentuk kesetimbangan fasa, saat kemurnian produk sudah mencapai nilai
maksimum. Kesetimbangan fasa tersebut digunakan dalam proses pemisahan seperti
distilasi, ekstraksi, absorpsi, dan lain-lain. Persamaan-persamaan termodinamika dapat
digunakan untuk menyelesaikan proses-proses tersebut sehingga dapat dihasilkan suatu
produk dengan kemurnian tinggi dan ekonomis. Beberapa hal yang terkait dengan
kesetimbangan adalah fugasitas dan akitivitas.

Dalam menentukan keadaan suatu fluida, dapat dihubungkan antara besaran intensif dan
ekstensif, termasuk perubahan akibat jumlah fluida tersebut. Secara umum, bentuk
persamaan yang terlibat adalah :
 X   X   X   X 
dX    dT    dP    dn1    dn2  ...(7.1)
 T  P , n j  P T , n j  n1  P ,T , n j  n2  P ,T , n j

X merupakan besaran termodinamika. Perubahan besaran termodinamika terhadap jumlah


mol dikenal dengan potensial kimia dengan lambang μ.

Seperti yang telah disebutkan dalam bab III, dalam penentuan kespontanan suatu reaksi
dan kesetimbangan dikenalkan suatu besaran lain yaitu energi bebas Gibbs (G). Dengan
menggantikan X pada persamaan (7.1) dengan G diperoleh :
 G   G   G   G 
dG    dT    dP    dn1    dn2  ...(7.2)
 T  P , n j  P T , n j  n1  P ,T , n j  n2  P ,T , n j

Pada sistem tertutup yang berisi fluida A yang memiliki fasa α dan β, energi bebas Gibbs
dari masing-masing fasa adalah :
   
 G   G   G   G 
dG    dT    dP    dn1    dn2  ...( 7.3)
 T  P , n j  P T , n j  n1  P , T , n j  n2  P ,T , n j
   
 G   G   G   G 
dG     dT    dP    dn1    dn 2  ...( 7.4)
 T  P , n j  P T , n j  n1  P , T , n j  n2  P ,T , n j

Bentuk persamaan tersebut dapat disederhanakan, menggunakan bantuan persamaan (3.20)


dan potensial kimia, menjadi :

49
dG   S  dT  V  dP    i dni .....(7.5)
dG    S  dT  V  dP    i dn i .....(7.6)

Jika energi Gibbs kedua fasa dijumlahkan akan diperoleh energi bebas Gibbs dari sistem
tertutup tersebut, yaitu :
dG   SdT  VdP    i dni   i dn i .....(7.7)

Saat proses berjalan steady state maka sistem akan berada pada tekanan dan temperatur
yang tetap. Jika sistem setimbang maka tidak ada perubahan energi bebas Gibbs, sehingga
diperoleh :
0   dn     dn  .....(7.8)
i i i i

    dn      dn .....(7.9)
i i i i

Perubahan jumlah dalam kedua fasa adalah sama besarnya, sejumlah fasa α yang berubah
menjadi fasa β sama banyaknya dengan sebaliknya, saat setimbang sehingga diperoleh :
 dn i  dni .....(7.10)

dengan memasukkan persamaan (7.10) ke (7.9) diperoleh :

   dn     dn .....(7.11)


i i i i

        .....(7.12)
i i

 
    .....( 7.13)
i i

Persamaan (7.13) dikenal sebagai syarat kesetimbangan fasa.

7.1. Fugasitas dan Koefisien Fugasitas


Fugasitas merupakan suatu istilah yang diajukan oleh Lewis untuk mempermudah
perhitungan energi bebas Gibbs gas nyata pada kondisi isotermal. Fugasitas memiliki
satuan sama dengan tekanan tapi bukan tekanan.
dG V .dP  RTd (ln P )  RTd (ln f ).....(7.14)

Untuk mendapatkan hubungan antara fugasitas dan tekanan, dikenalkan faktor koreksi
yaitu koefisien fugasitas, yang dinyatakan :

Jika fluida murni, maka yi = 1 sehingga Pi = P sehingga :


fi
i  .....(7.16)
P

50
Koefisien fugasitas dapat dihitung dengan metode analitik yaitu menggunakan persamaan
pangkat tiga, Lydersen, dan Pitzer.
1. Persamaan pangkat tiga (Soave)
- Komponen murni atau tunggal :
A Z B
ln  i  ( Z  1)  ln( Z  B )  ln  .....(7.17)
B  Z 
PV
Z  .....(7.18)
nRT
aP
A  2 2 .....(7.19)
RT
bP
B .....(7.20)
RT

a  0,4277
R 2TC2
PC
 2
1  (0,48508  155171  0,15613 2 )(1  Tr ) .....(7.21) 
RTC
b  0,08664 .....(7.22)
PC

- Komponen dalam campuran :


ˆ b
ln  i  i
( Z m  1)  l n( Z m  Bm )
bm
PVm
Z m  .....( 7 .2 4)
nRT
am P
Am  2 2
..... ( 7 .2 5)
R T
bm P
Bm  .... .( 7 .26 )
RT

1
2 2
R TC i
ai  0, 4 277  ( 0, 48 50 8  1
PC i

RTC
bi  0, 08 664 i
.... .( 7 .28)
PC i

am  ( 0 , 5
yi .ai ) 2
.....( 7 .2 9)
bm   yi .bi .... .( 7 .3 0)

2. Lydersen

 i  ( i ) Z C  0, 27 .10 D ( Z C  0, 27 ).....(7.31)
Untuk cairan dengan Tr < 0,8 atau gas dengan T r > 1,2 dan Pr > 1,2 dapat menggunakan
nilai D yang sama pada Pr = 1,2. Untuk komponen campuran penentuan Tr menggunakan
penjumlahan fraksi Tr dari masing-masing komponen, demikian pula dengan Pr.
T
Tr  .....(7.32)
 xiTCi
P
Pr  .....(7.33)
 xi PCi
Grafik untuk Lydersen disajikan pada gambar 7.1 (a) dan (b).

3. Pitzer
log( i )  (log( i )) 0  .(log( i ))1.....( 7.34)

51
Untuk komponen dalam campuran, perhitungan Tr dan Pr menggunakan persamaan (7.32)
dan (7.33). Grafik untuk Pitzer disajikan pada gambar 7.2 (a), (b).

Untuk gas ideal (pada tekanan rendah), fugasitas dari komponen akan sama dengan
tekanan total untuk komponen murni dan tekanan parsial karena nilai koefisien fugasitas
menjadi satu. Hal ini juga berlaku untuk cairan dan padatan. Dengan persamaan energi
bebas Gibbs pada temperatur tetap dan fugasitas diperoleh :
dG  Vdp  RTd (ln f ).....(7.33)
1
P
 f 

RT  VdP  ln f
Po
.....(7.34)
o 

Persamaan (3.4) adalah dikenal dengan nama koreksi Poynting dan dapat digunakan untuk
menghitung fugasitas padatan. Subscript o menunjukkan tekanan uap.

Komponen larutan yang memiliki fugasitas campuran yang sama dengan perkalian antara
fraksi dengan fugasitas komponen murninya disebut dengan larutan ideal. Akibatnya
koefisien fugasitas dari komponen tersebut di dalam campuran akan sama dengan koefisien
fugasitas dari komponen murninya.

52
Gambar 7.1 (a) Grafik Lydersen untuk koefisien fugasitas[2]

53
Gambar 7.1 (b) Grafik Lydersen untuk koefisien fugasitas[2]

54
Gambar 7.2 (a) Grafik Pitzer untuk koefisien fugasitas[2]

55
56
Gambar 7.2 (b) Grafik Pitzer untuk koefisien fugasitas[2]

fˆi  xi . f i .....(7.35)
fˆi x .f
  i i .....(7.36)
xi .P xi .P
 ˆ   .....( 7.37)
i

Bentuk persamaan (7.35) disebut dengan aturan Lewis / Randall dan berlaku untuk setiap
komponen dalam larutan ideal pada setiap kondisi.

Jika suatu komponen dalam larutan ideal adalah gas ideal maka persamaan (7.35) akan
berubah menjadi :
Pi  xi .P.....(7.37 )

Persamaan (7.37) merupakan persamaan yang menghitung tekanan parsial suatu komponen
di dalam larutan ideal dengan gas ideal sebagai fasa uapnya. Jika digabungkan dengan
hukum Dalton maka diperoleh :
Pi  xi .P  xi .Pi o .....(7.38)
 yi .P  xi .Pi o .....(7.39)

Nilai xi kedua sisi pada persamaan (7.38) berbeda nilainya karena sisi kiri menunjukkan
fraksi fasa uapnya (dari aturan Lewis/Randall) dan sisi kanan menunjukkan fraksi fasa
cairnya (dari Dalton). Supaya dapat dibedakan, fraksi pada fasa uap diganti dengan y. Hasil
persamaan (7.39) dikenal dengan nama hukum Raoult.

7.2 Aktivitas dan Koefisien Aktivitas


Aktivitas didefinisikan perbandingan antara fugasitas komponen (fi) terhadap fugasitas
komponen pada suatu keadaan standar (fio).
fˆi
aˆi  ....(7.40)
fi o
Untuk komponen murni, persamaan aktivitas sama seperti persamaan (7.40) tanpa tanda ^.
Aktivitas tidak memiliki satuan sehingga mengikuti satuan dari keadaan standar. Keadaan
standar dapat dipilih dari berikut :
1. fasa gas :
- gas ideal murni pada 1 atm,

57
- gas murni pada tekanan sistem.
2. fasa cair :
- cair murni pada tekanan 1 atm,
- cair murni pada tekanan sistem,
- cair murni pada tekanan uapnya.
3. fasa padat :
- padatan murni pada 1 atm.

Untuk mengukur perbedaan dari keadaan larutan ideal, digunakan koefisien aktivitas yang
didefinisikan sebagai berikut :

aˆi fˆi
i   .....(7.41)
xi xi . f io

Koefisien tersebut dapat ditentukan dengan persamaan-persamaan berikut :


1. Margules :
ln  A  xB2  A  2( B  A) x A .....(7.42)
ln  B  x A2  B  2( A  B ) xB .....(7.43)
A  ln  A, x A  0 .....(7.44)
B  ln  B , x A  0 .....(7.45)

2. Van Laar :
A
log  A  2
.....(7.46)
 A.x A 
1  
 B.xB 
B
log  B  2
.....(7.47)
 B.xB 
1  
 A.x A 
2
 x log  B 
A  log  A 1  B  .....(7.48)
 x A log  A 
2
 x log  A 
B  log  B 1  A  .....(7.49)
 xB log  B 

3. Wilson :

58
 A B 
ln  A   ln( x A  xB . A )  xB   .....(7.50)
 x A  xB . A xB  x A . B 
 A B 
ln  B   ln( xB  x A . B )  x A   .....(7.51)
 x A  xB . A xB  x A . B 
VB   aA 
A  exp .....(7.52)
VA  RT ) 
VA   aB 
B  exp .....(7.53)
VB  RT ) 

Aktivitas tersebut dapat digunakan dalam perhitungan energi bebas Gibbs dan tetapan
kesetimbangan reaksi kimia. Dengan menggunakan persamaan (7.14) dan pengertian
aktivitas diperoleh :
G f

 dG  RT  d (ln f ).....(7.54)
Go f o

 f 
G  G o  RT ln o .....(7.55)
 f 
G  RT ln a.....(7.56)

 G 
Untuk per perubahan jumlah mol maka     , persamaan (7.55) akan menjadi :
 n 
 f 
   o  RT ln o .....(7.57)
 f 

7.3 Hukum Raoult


Penggabungan antara aturan Lewis/Randall dan Dalton akan menghasilkan hukum Raoult
yang sudah dinyatakan pada persamaan (7.39). Hukum tersebut berlaku untuk
kesetimbangan fasa cair (l) dan uap (v) untuk larutan ideal dan gas ideal. Melalui syarat
kesetimbangan akan diperoleh hasil yang sama dengan persamaan (7.39). Dengan
pengertian persamaan (7.39) dan syarat kesetimbangan maka :
f i l  f i v .....(7.58)

Jika fugasitas fasa cair (l) dikaitkan dengan aktivitas dan fugasitas uap (v) dikaitkan
dengan koefisien fugasitas akan diperoleh :
l
ˆ V y P.....(7.59)
aˆ li . f i o   i i

59
Dengan pengertian larutan ideal dan gas ideal, ˆ i   i  1 , persamaan (7.59) akan berubah
menjadi :
l
ai f i o  yi P.....(7.60)

karena gas ideal terjadi saat tekanan rendah, nilai fugasitas akan sama dengan nilai tekanan
untuk fasa cair. Persamaan (7.61) akan menjadi :
ai Pi o  yi P.....(7.61)

Superscript o merupakan keadaan standar, yaitu tekanan uap jenuhnya. Koefisien aktivitas
merupakan suatu koreksi terhadap perubahan dari suatu larutan ideal, artinya jika larutan
ideal maka koefisien fugasitas akan bernilai 1 supaya aktivitas sama dengan fraksi
komponennya. Oleh karena itu, persamaan (7.61) akan berubah menjadi :
xi Pi o  yi P.....(7.62)

Persamaan (7.62) disebut dengan bentuk hukum Raoult.

Untuk suatu larutan yang fasa uapnya yang ideal, nilai koefisien fugasitas tidak akan satu
sehingga persamaan (7.61) akan menjadi :
ˆil xi Pi o  yi P.....(7.63)
Persamaan (7.63) disebut juga dengan bentuk hukum Raoult yang termodifikasi.

Untuk gas nyata, tekanan parsial dari suatu komponen merupakan perkalian suatu besaran
tertentu dengan fraksi cairnya. Besaran tertentu tersebut dikenal dengan nama besaran
Henry dan persamaan yang digunakan merupakan bentuk dari hukum Henry. Persamaan
tersebut adalah :
Pi  H i xi .....(7.64)

7.4 Aplikasi Hukum Raoult


Hukum Raoult sangat berguna dalam kesetimbangan uap-cair, yang banyak digunakan
aplikasi dalam industri seperti : proses distilasi, ekstraksi, absorpsi, dan lain-lain. Selain itu
hukum Raoult dapat menentukan tekanan dari suatu campuran uap-cair dalam
kesetimbangan dengan fraksi cair maupun fraksi uap :
- fraksi cair (x):

60
x i  1.....(7.65)
y1 P y2 P y P
 o
 o  ...  n o  1.....(7.66)
P1 P2 Pn
y1 y y 1
 o
 2o  ...  no  .....(7.67)
P1 P2 Pn P
1
P .....(7.68)
y
 Pio
i

- fraksi uap (y):


y i  1.....(7.69)
x1P1o  x2 P2o  ...  xn Pno
  1.....(7.70)
P
 x1P1o  x2 P2o  ...  xn Pno  P.....(7.71)
P x P i i
o
.....(7.72)

Beberapa aplikasi lain hukum Raoult adalah :


1. Pembuatan diagram fasa uap-cair,
2. Perhitungan tekanan dew, tekanan bubble, temperatur dew, dan temperatur bubble,
3. Perhitungan flash distillation.

7.4.1 Pembuatan Diagram Fasa


Diagram fasa merupakan diagram penting dalam proses distilasi karena membantu dalam
menentukan desain alat distilasi dan kemurnian tertinggi yang dapat diperoleh. Diagram
fasa dapat dinyatakan dalam diagram T-x-y dan P-x-y.
a. Diagram T-x-y
Diagram T-x-y adalah diagram yang terdiri dari kolom temperatur (T), fraksi cair (x)
dan fraksi uap (y). Temperatur akan menjadi sumbu vertikal dan fraksi akan menjadi
sumbu horisontal. Diagram ini biasa dinyatakan terhadap komponen yang mudah
menguap, A, (untuk campuran 2 komponen) dan nilai tekanan total selalu diketahui.
Langkah-langkah pembuatan diagram T-x-y :
1. Isilah baris paling atas dan paling bawah dari kolom fraksi cair dan uap,
yaitu 0 dan 1.
2. Isilah kolom T dengan terlebih dahulu menentukan T saat fraksi A = 0 dan
saat fraksi A = 1, kedua nilai T ini akan menjadi batas atas dan batas bawah

61
dari rentang T. T pada saat fraksi A = 0 dan saat fraksi A = 1 dihitung
dengan persamaan Antoine.
3. Isilah kolom fraksi cair dengan persamaan :
P  P1  P2  x1P1o  x2 P2o .....(7.73)
P diperoleh dari data yang sudah diketahui dan selalu sama untuk rentang T.
Pi o diperoleh dari persamaan Antoine dengan memasukkan setiap nilai T

dari kolom T.
4. Isilah kolom fraksi uap dengan persamaan hukum Raoult.
b. Diagram P-x-y
Diagram P-x-y terdiri dari kolom tekanan (P), fraksi cair (x), dan fraksi uap (y).
Diagram ini juga dinyatakan terhadap komponen mudah menguap, A, dan nilai
temperatur selalu diketahui. Tekanan akan menjadi sumbu vertikal dan fraksi menjadi
sumbu horisontal. Langkah-langkah pembuatan diagram adalah :
1. Isilah kolom fraksi cair dengan batas bawah 0 dan batas atas 1.
2. Isilah kolom Tekanan dengan persamaan :
P  P1  P2  x1P1o  x2 P2o  x1 ( P1o  P2o )  P2o .....(7.74)

Nilai Pi o diperoleh dengan memasukkan nilai temperatur pada persamaan


Antoine, nilainya sama untuk setiap data fraksi cair.
3. Isilah kolom fraksi uap dengan persamaan hukum Raoult.

7.4.2 Penentuan Titik Dew dan Bubble


Titik dew dan bubble terdiri dari tekanan dan temperatur. Titik dew merupakan titik
munculnya embun pertama kali dari suatu uap. Titik bubble merupakan titik munculnya
gelembung uap pertama kali dari suatu cairan.
a. Tekanan bubble.
Selalu diketahui temperatur (T) dan fraksi cair (x). Penentuan tekanan bubble
menggunakan persamaan (7.72).
b. Tekanan dew.
Selalu diketahui temperatur (T) dan fraksi uap (y). Penentuan tekanan dew
menggunakan persamaan (7.68).
c. Temperatur bubble.
Selalu diketahui tekanan (P) dan fraksi cair. Langkah-langkah penentuan adalah :

62
1. Tentukan tebakan T awal atau hitung dengan cara : T  xT i i
o
.....(7.75)

, To adalah temperatur jenuh yang dihitung dengan persamaan Antoine.


2. Hitunglah volatilitas relatif (α) dari setiap komponen dengan :
Pi o
 is  o .....(7.76)
Ps
Gunakan light key component atau heavy key component untuk pembanding
(s). Nilai Po adalah nilai tekanan jenuh yang diperoleh dari persamaan
Antoine dengan menggunakan T dari langkah no. 1.
3. Hitunglah Pi o dengan menggunakan persamaan (7.71) yang dimodifikasi :

xi Pi o  x j Pjo  ...  xn Pno P


o
 .....(7.77)
Pi Pi o
P
 xi ii  x j ji  ...  xn ni  .....(7.78)
Pi o
P
 Pi o  .....(7.79)
xi ii  x j ji  ...  xn ni

Persamaan tersebut menggunakan i komponen pembanding (s). Dapat juga


digunakan komponen yang lain, yang sesuai dengan light key component
atau heavy key component.
4. Nilai Pi o yang diperoleh dari langkah 3 dimasukkan dalam persamaan
Antoine untuk mendapatkan temperatur (T).
5. Bandingkan nilai T dari langkah 4 dengan T awal (langkah no 1). Jika sama
maka nilai T sudah diperoleh. Jika berbeda maka dilakukan iterasi dengan
mengulangi langkah 2 s.d 5, T yang digunakan untuk iterasi berikutnya
adalah hasil dari langkah 4.
d. Temperatur dew.
Selalu diketahui tekanan (P) dan fraksi uap (y). Langkah-langkah penentuan
adalah :
1. Tentukan tebakan T awal atau hitung dengan cara : T   yTi i
o
.....(7.75)

, To adalah temperatur jenuh yang dihitung dengan persamaan Antoine.


2. Hitunglah volatilitas relatif (α) dari setiap komponen dengan :
Pi o
 is  .....(7.76)
Pso

63
Gunakan light key component atau heavy key component untuk pembanding
(s). Nilai Po adalah nilai tekanan jenuh yang diperoleh dari persamaan
Antoine dengan menggunakan T dari langkah no. 1.
3. Hitunglah Pi o dengan menggunakan persamaan (7.67) yang dimodifikasi :

 y yj y  Po
Pi o  io  o  ...  no   i .....( 7.80)
P Pj Pn  P
 i
Po
 yi ii  y j ij  ...  yn in  i .....( 7.81)
P
 Pi  P  yi ii  y j ij  ...  yn in .....( 7.82)
o

Persamaan tersebut menggunakan i komponen pembanding (s). Dapat juga


digunakan komponen yang lain, yang sesuai dengan light key component
atau heavy key component.
o
4. Nilai Pi yang diperoleh dari langkah 3 dimasukkan dalam persamaan
Antoine untuk mendapatkan temperatur (T).
5. Bandingkan nilai T dari langkah 4 dengan T awal (langkah no 1). Jika sama
maka nilai T sudah diperoleh. Jika berbeda maka dilakukan iterasi dengan
mengulangi langkah 2 s.d 5, T yang digunakan untuk iterasi berikutnya
adalah hasil dari langkah 4.

7.4.3 Flash Calculation


Dalam proses distilasi, kadang dilakukan suatu penurunan tekanan di bawah tekanan
bubble supaya diperoleh campuran 2 fasa. Proses seperti ini disebut flash distillation.
Syarat terjadinya proses ini adalah : Pdew < P < Pbubble. Proses ini biasa diketahui fraksi
umpan (z), tekanan (P), dan temperatur (T). Perhitungan yang dilakukan adalah :
1. Lakukan pengecekan terhadap tekanan (P). Perhitungan untuk P dew dan Pbubble
menggunakan persamaan (7.68) dan (7.72) dengan menggantikan fraksi cair (x) dan
uap (y) dengan fraksi umpan (z).
2. Hitunglah tetapan kesetimbangan (Ki) dengan persamaan :
Pi o
Ki  .....(7.83)
P
3. Dengan peneracaan massa dan persamaan (7.83) diperoleh persamaan :

64
 zi K i 
  1  ( K   1.....(7.84)
 i V ) 

 z 
  1  ( K i  V )   1.....(7.85)
 i 

Persamaan (7.84) dan (7.85) digunakan untuk menghitung nilai V (mol fasa uap).
Persamaan yang digunakan dapat dipilih salah satu saja.
4. Hitunglah fraksi uap (y) dengan :
zi K i
yi  .....(7.86)
1  ( K i  1)V
5. Hitunglah fraksi cair (x) dengan :
yi
xi  .....(7.87)
Ki
Penentuan titik dew dan bubble serta flash calculation untuk hukum Raoult yang
termodifikasi menggunakan langkah-langkah yang sama dengan hukum Raoult. Hanya
perlu dilakukan perhitungan terhadap koefisien aktivitasnya.

Soal-soal latihan

1. Campuran aseton (1)/metanol (2)/air(3), hitunglah :


a. Pbubble : T = 65 oC, x1 = 0,3, x2 = 0,4
b. Pdew : T = 65 oC, y1 = 0,3, y2 = 0,4
c. Tbubble : P = 120 KPa, x1 = 0,3, x2 = 0,4
d. Tdew : P = 120 KPa, y1 = 0,3, y2 = 0,4
e. P-T flash : T = 65 oC, P = 0,5 (Pbubble + Pdew), z1 = 0,35, z2 = 0,4

2. Buatlah diagram fasa berikut ini :


a. Diagram P-X-Y untuk campuran etanol-air pada 110 oC
Diagram T-x-y untuk campuran etanol-air pada 200 Kpa.

65

Anda mungkin juga menyukai