Anda di halaman 1dari 33

RESPONSI KASUS PENYAKIT DALAM

Oleh:
M. Nauval Marom
Sarah Yasmin R.
Yolenta Andika B.

0
Pembimbing:
dr. Bogi Pratomo W., Sp.PD-KGEH

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang
2016

1
ABSTRAK

Ramadhani, Jatrifia. Maulidyananta, Hafishtyawan. Baihaqi, Faathir. 2016. Diverticulosis.


Laporan Kasus, Program Studi Pendidikan Dokter, Laboratorium Ilmu Penyakit
Dalam, Rumah Sakit Umum dr. Syaiful Anwar. Pembimbing: dr. Syifa Mustika, SpPD

Penyakit divertikular (PD) merupakan kelainan dimana terjadi herniasi


mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang
lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus dinding kolon.Pada divertikulosis 80%
penderita tidak bergejala (asimptomatik). Keluhan yang bisa didapat adalah nyeri,
obstipasi, dan diare oleh karena adanya gangguan motilitas dari sigmoid.Pada
pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan lokal ringan dan sigmoid sering dapat diraba
sebagai struktur padat,dapat teraba massa seperti sosis yang tegang pada sigmoid yang
terkena. Rectal touché dilakukan untuk mengetahui adanya nyeri tekan, penyumbatan,
maupun darah. Kolonoskopi merupakan cara diagnostik yang penting terutama untuk
membedakan sumber perdarahan seperti kanker kolorektal atau kelainan lainnya.Terapi
konservatif antara lain dengan makanan berserat/cereal bran seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan, pengurangan asupan daging atau makanan berlemak, tambahan serat 30-
40 gram/hari atau pemberian laktulosa. Terapi farmakologis dengan Proton Pump
Inhibitor (PPI) dan antibiotik spektrum luas. Pembedahan dilakukan pada pasien yang
menunjukkan tanda-tanda peritonitis atau obstruksi loop tertutup. Komplikasi yang
dapat muncul adalah perdarahan rektum (hematokezia), abses, perforasi, dan
peritonitis, fistula, dan obstruksi Usus.

Kata kunci: diverticulosis, diverticulitis, hematoschezia

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan dan
kematian yang tinggi diberbagai negara terutama di negara berkembang.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian
penyakit diare yang tinggi karena tingginya morbiditas dan mortalitas (Magdarina,
2010). Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan
yang terjadi dengan bagian feces tidak terbentuk (Nettina, 2001). Diare adalah
kondisi frekuensi defekasi yang lebih dari 3 kali sehari, serta konsistensi feses
yang cair (Widjaja, 2002). Menurut Smeltzer (2002) diare dapat terjad akut
ataupun kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu
(Widjaja, 2002). Penyakit diare disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
kondisi lingkungan, perilaku orang tua dan pemenuhan nutrisi. Kebanyakan dari
masyarakat selama ini hanya memahami bahwa diare terjadi dikarenakan
makanan yang sudah tercemar.
Berdasarkan waktu, diare dapat dibagi atas akut dan kronik. Diare
akut, sudah jelas masalahnya baik dari segi patofisiologi dan pengobatan, di
mana penyebab terbanyak yaitu infeksi. Sedangkan pada diare kronik,
diagnosis dan pengobatannya lebih rumit daripada diare akut. Angka
morbiditas diare kronik diantara semua penderita diare yang dirawat di
rumah sakit di Jakarta utara sekitar 1%. Diare kronik merupakan suatu
sindrom yang penyebab dan patogenesisnya sangat multi kompleks.

1.1 Rumusan Masalah

Bagaimanakah faktor risiko, gejala, penegakan diagnosis, dan


penatalaksanaan ditinjau dari segi teori dan klinis pada pasien dengan diare
kronis?

3
1.2 Tujuan

Untuk mengetahui faktor risiko, gejala, penegakan diagnosis, dan


penatalaksanaan ditinjau dari segi teori dan klinis pada pasien dengan diare
kronis

1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk menambah pengetahuan dokter muda rotasi Ilmu Penyakit Dalam
mengenai diare kronis yang merupakan kompetensi 3A sesuai SKDI 2012
melalui metode laporan kasus.
1.4.1 Untuk menambah pengetahuan dokter muda rotasi Ilmu Penyakit Dalam
mengenai mengenai cara pencegahan diare kronis setelah mengetahui
faktor risiko timbulnya diare kronis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan


frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek
atau cair (Bagian ilmu kesehatan anak FK UI,1998). Diare merupakan suatu
keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari
dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz,
2006).Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi
perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga
kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002)
Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
Maka pengertian diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang encer. Menurut (Suharyono, 2008), diare
kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2
minggu lebih.

2.2 Epidemiologi

Data divisi gastroenterologi FKUI/RSUPNCM Jakarta menunjukkan


prevalensi diare kronik sebesar 15% dari seluruh pemeriksaan kolonoskopi
selama 2 tahun (1995-1996). Talley dkk melaporkan prevalensi diare kronik
pada populasi usia lanjut yaitu antara 7% sampai dengan 14%. Diperkirakan
pada masyarakat Barat didapatkan prevalensi diare kronik4-5%.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :


a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes

5
(2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa
diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat
dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2)
Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang
berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila
cairan yang hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama
dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten
atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari
30 hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang
bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.
Klasifikasi Diare Kronik berdasarkan penyebabnya terdiri dari:
a. Diare Inflamasi
Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases
yang berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa
intestinal. Pada beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia,
hipoglobulinemia, protein losing enterophaty. Mekanisme inflamasi ini
dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi
intestinal.
Pada pasien tanpa penyakit sistemik, adanya fases yang berisi cairan
atau darah tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon atau proktitis
ulcerative. Terjadinya diare kronik yang berdarah dapat disebabkan oleh
Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease. Manisfestasi ekstraintestinal yang
timbul arthritis, lesi pada kulit, uveitis atau vaskulitis.
Diare yang terjadi pada IBD penyebabnya adalah kerusakan absorbsi
permukaan epitel dan pelepasan kedalam sirkulasi oleh sekretagogue
seperti leukotriens, prostaglandins, histamin dan sitoksin lain yang
merangsang sekresi intestinal atau system saraf enteric.

6
Diare inflamasi dapat dilihat pada pasien dengan enterokolitis radiasi
kronik akibat iradasi malignansi terhadap tractus urogenital wanita atau
prostat pria. Sekmen yang biasanya terlihat adalah ileum terminal, caecum
dan rektosigmoid.
Kolonoskopi dapat melihat menyempitnya lumen, ulcerasi, perubahan
inflamasi difus dan karakteristik mukosa telengiektasi yang dapat
menyebabkan perdarahan berat.
Diare juga terjadi sebagai hasil malabsorbsi asam empedu yang
disebabkan oleh inflamasi ileal atau pertumbuhan bakteri dari striktur
instestinal atau stasis.
Gastroentroenteritis Eosinophilic ditandai oleh infiltrasi beberapa
bagian traktus gastrointestinal oleh eosinophil. Gambaran klinik berupa :
diare, nyeri abdomen, neusea, muntah, penurunan berat badan,
eosinophilia perifer, steatorea dan protein losing enterophaty. Pada protein
losing enterophaty berat, dapat terjadi edema ferofer, asites dan
anasaarka. Penyakit ini merupakan variasi penyakit termasuk infeksi, IBD,
kondisi yang berhubungan dengan abstruksi limfatik dan akhir-akhir ini
terkait dengan infeksi yang disebabkan oleh HIV/AIDS. 1,5,6
b. Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya
aiabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotic yang mendesak
cairan kedalam lumen intestinal. Peningkatan volume cairan lumen
tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien dan obat
sebagai cairan yang aggal dicerna dan diabsorbsi.
Pada umumnya penyebab diare osmotic adalah malabsorbsi
lemak atau karbohidrat. Malabsorbsi protein secara klinik sulit diketahui
namun dapat menyebabkan malnutrisi atau berakibat kepada defisiensi
spesifik asam amino. Variasi kelainan ini dihubungkan dengan malabsorbsi
dan maldigesti. Maldigesti intraluminal terjadi oleh karena insufisiensi
eksoktrin pancreas jika kapasitas sekresi berkurang sampai 90%. Keadaan ini
terjadi pada pankreatitis kronik, obstruksi duktus pancreas,
somastostaninoma, kolestasis dan bacterial overgrowth.

7
Diare osmotic dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik terhadap
makanan tertentu seperti buah,gula/manisan, permen karet,makanan diet
dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak ddiabsorbsi seperti sorbitol
atau fruktosa. Kelainan congenital spesifik seperti tidak adanya hidrolase
karbohidrat atau defisiensi lactase pada laktosa intolerans dapat juga
menyebabkan diare kronik.
Malabsorbsi mukosa terjadi pada celiac sprue atau enteropati sensitive
glutein. Pasien dengan celiac sprue memiliki presentasi atipik yaitu gangguan
pertumbuhan, otot kecil, distensi abdomen, defisiensi besi, retardasi dan
anoreksia. Pada tropical sprue ditandai dengan malabsorbsi dan perubahan
histologik usus halus berupa atrofi villus, hiperplasia kripta, kerusakan epitel
permukaan dan infiltrasi mononuclear ke lamina propria.
Malabsorbsi Intestinal (Whipp;e’s Disease) disebabkan tropehyma
whippeli, umumnya terjadi pada usia dewasa. Manisfestasi berupa artralgia,
demam, menggigil, hipotensi, limfadenopati dan keterlibatan sistem saraf.
A betalipoproteinemia disebabkan karena tidak adanya Apo B akibat
defek formassi kilomikron. Pada anak-anak dengan kelainan ini ditandai
dengan steatore, sel darah merah akantositik,ataksia,pigmentosa retinitis.
Steatore disebabkan juga oleh Giardia,Isospora,Strogyloides dan kompleks
mycobacterium avium. Steatore yang disebabkan oleh obet terjadi kerusakan
pada enterosit misalnya kolkisine, neomisin dan paraaminosalisilic acid.
Limpangiektasia menyebabkan protein losing enterophaty dengan steatorea,
tetapi absorbsi karbohidrat tetap baik misalnya pada post mukosal
obstruction of lymphatic channels. Penyakit ini dapat congenital atau didapat
misalnya trauma,limfoma,karsinoma atau Penyakit whipple.
Reseksi Intestinal yang luas dapat menyebabkan short bowel syndrome
berupa steatore akibat tidak adekuatnya absorbsi, menurunnya transit time,
dan menurunnya pool garam empedu. Faktor lain yang mungkin mendukung
diare dan short bowel syndrome adalah efek osmotic cairan non absorbsi,
hipersekresi gaster dan beberapa penyebab dari pertumbuhan bakteri.1,4,6
c. Diare Sekretori

8
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena
abnormalitas cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan
dengan makanan yang dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa.
Pada keadaan ini tidak ada malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat
diukur dengan unsure ion normal tanpa adanya osmotic gap pada feses.
Diare sekretori terjadi pada Carcinoid tumor traktus gastrointestinal
sebagai suatu: Sindrom Carcinoid yaitu: episodic flushing, telangiectatic skin
lesions, sianosis, pellagra like skin lesions, bronchospasm dan cardiac murmur
yang disebabkan right sided valvular lesions. Sindrom ini terjadi akibat
substans vasoaktif sebagai secretagogue poten intestinal, misalnya seratonin,
histamin, katekolamin, prostaglandin dan kinin.
Sepertiga kasus diare ini adalah Sindroma Zollinger Ellison dan simtom ini
terjadi 10% kasus. Diare terjadi karena sekresi dengan volume tinggi asam
hidroklorik, maldigesti lemak akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya
pH asam empedu.
Pada adenoma pankreatik sel non beta, diare ini terjadi akibat sekresi
vasoaktif intestinal polypeptide(VIP) dihubungkan dengan Watery Diarrhea
Hypoklemia Achlorhydria (WDHA) yang sering terjadi diare massif,
akhlohidria, hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia tanpa
hiperparatiroidisme. Beberapa kasus dijumpai adanya flushing,miopati atau
nefropati.
Carcinoma Medular pada thyroid mungkin sekali menggambarkan
sindrom multiple neoplasia endokrin type II a dengan feokromositoma dan
hiperparatiroidisme. Diare ini dimediasi oleh kalsitonin yang dihasilkan oleh
tumor. Adanya diare pada medullari tumor menunjukkan suatu prognostic
yang buruk.
Mastosiosis Sistemik diare terjadi akibat mediasi histamin atau
amalabsorbsi yang disebabkan oleh infiltrasi mukosa intestinal oleh sel mast.
Diare yang disebabkan oleh Adenoma Villous pada rectum atau rektosigmoid
biasanya terjadi pada tumor yang besar dengan diameter 3-4 cm. Sering juga
disertai dengan hipokalemia.

9
Kolitis limfositik dan Kolitis kollagenous, karakteristik penyakit ini ditandai
lesi histologik berupa infiltrasi sel inflamasi dan limfosit intraepithelial ke
lamina propria dan adanya subepitelial kolagen band pada colitis kolagen.
Gambaran mukosa kolonoskopi normal.
Diare Sekretori berat dapat terjadi pada reseksi atau bypass dari ileum
distal sedikitnya 100 cm. Diare terjadi akibat stimulasi sekresi kolon oleh
garam empedu dihidroksi yang absorbsinya pada illeum terminal (diare
kolerik). Dengan mencegah kontraksi kandung empedu dan membawa
sejumlah besar empedu ke intestine melalui puasa dapat mengeliminasi diare
ini. Jika lebih dari 100 cm direksesi, sintesis hepatic tidak dapat
mempertahankan pool asam empedu intraluminal secara memadai daan
steatore terjadi. Asam empedu yang menyebabkan diare dapat terjadi
sesudah kolisistektomi karena kehilangan kapasitas penyimpanan dari
kandung empedu.
Kasus yang jarang adalah malabsorbsi primer asam empedu idiopatik
(primer) dari Illeium terminal. Terjadinya diare sekretorik ini dapat
diterangkan. Transit usus halus yang cepat meningkatkan asam empedu kolon.
Kejadian ini dapat juga terjadi pada diare post vogotomi pada 30% pasien
yang menjalani prosedur drainase vagotomi trunkal untuk ulkus peptikum.
Diare ini berkurang pada vogotomi gaster proksimal
d. Perubahan Motilitas Intestinal (Altered Intestinal Motility)
Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan perubahan
motilitas intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable Bowel Syndrome. Diare ini
ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri abdomen, passase mucus dan rasa tidak
sempurna dalam defaksi. Pada beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan
kejang perut yang berkurang dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan
motilitas intestinal. Diare terjadi akibat pengaruh fekal atau obstruksi tumor
dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses atau obstruksi.
Penyakit Neurologi sering dihubungkan dengan diare, disebabkan
perubahan kontrol otonom dari fungsi defekasi. Diare yang banyak dan
inkontinen sering terjadi pada pasien Diabetes tipe I yang dihibungkan dengan
neuropati berat, nefropati dan ertinopati. Faktor tambahan termasuk

10
pertumbuhan sekunder bakteri terhadap dismotilitas intestinal, insufisiensi
eksokrin pancreas, celiac sprue(jarang), traumatic neuriphaty, the shy Drager
Syndrome atau lesi pada cauda equina.
e. Diare Factitia (Factitious Diarrhea)
Diare ini terjadi pada pasien yang diduga memiliki riwayat penyakit
psikiatrik atau tanpa riwayat penyakit diare sebelumnya. Penyebabnya dapat
berupa infeksi intestinal, penggunaan yang salah terhadap laktsantia. Pasien
ini umumnya wanita dengan diare kronik berat, nyeri abdomen, berat badan
menurun, oedem perifer dan hipokalemia. Kejadian ini terjadi pada sekitar 15
% pasien diare kronik.

2.4 Patogenesis
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari
mekanisme/patofrsiologi dibawah ini :
1. Diare Osmotik: terjadi peningkatan osmotik isi lumen usus.
2. Diare Sekretorik terjadi peningkatan sekresi cairan usus.
3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: terjadi gangguan
pembentukan micelle empedu.
4. Defek sistem perhrkaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:
terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif (padaNa+-
K+AIP ase) di enterosit, gangguan absorbsi Na+ dan air.
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: terjadi motilitas yang
lebih cepat, tak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi.
6. Gangguan permeabilitas usus: teg'adi kelainan morfologi usus
pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus
halus dan usus besar terhadap air dan garam/elektrolit
terganggu.
7. Eksudasi cairan, elektrolit dan mukus berlebihan: terjadi
peradangan dan kerusakan mukosa usus.
Patogenesis Diare kronis: lebih kompleks dan faktor-faktor yang
menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

11
12
2.4. Gambaran Klinis

Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases yang
berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada
beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losing
enterophaty. Mekanisme inflamasi ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan
meningkatnya sekresi intestinal.
Pada pasien tanpa penyakit sistemik, adanya fases yang berisi cairan atau darah
tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare
kronik yang berdarah dapat disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease.
Manisfestasi ekstraintestinal yang timbul arthritis, lesi pada kulit, uveitis atau vaskulitis.
Diare yang terjadi pada IBD penyebabnya adalah kerusakan absorbsi permukaan
epitel dan pelepasan kedalam sirkulasi oleh sekretagogue seperti leukotriens,
prostaglandins, histamin dan sitoksin lain yang merangsang sekresi intestinal atau system
saraf enteric.
Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases yang
berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada
beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losing
enterophaty. Mekanisme inflamasi ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan
meningkatnya sekresi intestinal.
Pada pasien tanpa penyakit sistemik, adanya fases yang berisi cairan atau darah
tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare
kronik yang berdarah dapat disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease.
Manisfestasi ekstraintestinal yang timbul arthritis, lesi pada kulit,uveitis atau vaskulitis.
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena
abnormalita cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan dengan

13
makanan yang dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa. Pada
keadaan ini tidak ada malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat diukur
dengan unsure ion normal tanpa adanya osmotic gap pada feses.
1 Gejala pada kolitis tergantung pada penyebab yang menndasarinya,
umumnya antara lain:

2 - Kembung dan peningkatan udara usus.

3 - Perdarahan saat gerakan usus. Harus dibedakan dengan ambeien yang


mengalami perdarahan.

4 - Tenesmus atau nyeri akibat peregangan pada pergerakan usus.

5 - Nyeri perut bisa memberat dan berkurang. Nyeri bertambah saat diare dan
kemudian berkurang.

6 - Nyeri bisa berlangsung terus menerus

7 - Demam, menggigil dan tanda-tanda infeksi lain sesuai dengan penyebab


kolitisnya.

2.5 Diagnosis

Pendekatan diagnostik Diare Kronik, anamnesa dan pemeriksaan fisik


yang teliti dapat mendasari katagori patofisiologi yang menuntun diagnosa kerja.
Pemeriksaan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan tahap awal
(dasar) yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
sederhana, tinja serta urin, dan lalu pemeriksaan tahap lanjutan yang lebih
rumit. Dengan pemeriksaan tahap awal sudah dapat ditetapkan masalah,
bahkan diagnosis kerja, sehingga pemilihan pemeriksaan tahap lanjutan lebih
terarah. Tujuan pemeriksaan tahap awal yaitu membedakan penderita
menjadi diare organik atau fungsional. Bila dengan pemeriksaan awal ini
belum membantu menunjukkan diagnosis pasti, perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan.
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis etiologik.
Dalam melakukan anamnesis, perlu ditanyakan hal-hal seperti:
1. Waktu dan frekuensi diare: Diare pada malam hari atau sepanjang

14
hari, tidak intermiten, atau diare timbul mendadak, menunjukkan adanya
penyakit organik. Lama diare kronik kurang dari 3 bulan juga mengarahkan
kita pada penyakit organik. Perasaan ingin buang air besar yang tidak bisa
ditahan mengarah ke penyakit
2. Bentuk tinja: Bila terdapat minyak dalam tinja, tinja pucat
(steatorea) menunjukkan insufisiensi pankreas dan kelainan proksimal
ileosekal. Diare seperti air dapat terjadi akibat kelainan pada semua tingkat
sistem pencernaan, tapi terutama dari usus halus.
3. Keluhan lain yang menyertai diare: Deskripsi dan lama keluhan
harus diperinci karena diperlukan dalam menegakkan diagnosis kausa diare.
4. Banyak obat dapat menimbulkan diare misal: Laksan, Antibiotika
(neomisin dll.), anti kanker, anti depresan, Anti hipertensi(beta blocker ACE
inhibitor, Hidralazine), Anti konvulsan (Valproic Acid), Obat penurun kolesterol
(cholestyramine dll), obat diabetes melitus (biguanide), Obat saluran cerna
(Antasida, Mg++, Antagonis reseptor H2, Prostaglandin eksogen, 5 -ASA),
colchicine, diuretika, teofilin, prostigmin dll.
5. Makanan/minuman: Makanan dapat menimbulkan diare melalui
mekanisme osmotik yang berlebihan atau proses alergi.
6. Lain lain : Berat badan menurun dapat te{adi pada diare organik
maupun fungsional, disebabkan napsu makan yang menurun, tetapi yang
paling banyak ditemukan yaitu pada malabsorpsi nutrien, neoplasma dan
iskemia usus.
Kolonoskopi dan ileoskopi: Pemeriksaan ini tidak dilakukan rutin pada
setiap diare kronik, tetapi membantu dalam menegakkan diagnosis terutama
dalam mendapatkan diagnosis patologi anatomi dengan biopsi mukosa usus

2.8 Tatalaksana

Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap penyakit yang mendasari.


Sejumlah agen anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin
dapat digunakan dengan aman pada keadaan gejala stabil.
1. Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis
maksimum 16 mg/hari.
2. Dhypenoxylat dengan atropin : diberikan 3-4 kali per hari.

15
3. Kodein, paregoric : Disebabkan memiliki potensi additif, obat ini sebaiknya
dihindari. Kecuali pada keadaan diare yang intractable. Kodein dapat
diberikan dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-8 ml.
4. Klonidin : ∝ 2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit
intestinal. Diberikan 0,1-0,2 mg/hariselama 7 hari. Bermanfaat pada pasien
dengan diare sekretori, kriptospdidiosis dan diabetes.
5. Octreotide : Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal
dan absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptida
gastrointestinal. Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan
oleh VIPoma dan tumor carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik
yang berkaitan dengan AIDS. Dosis efektif 50mg –250mg sub kutan tiga kali
sehari.
6. Cholestiramin : Garam empedu yang mengikat resin, berguna pada pasien
diare sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau penyakit
ileum. Dosis 4 gr 1 s/d 3 kali sehari.
Secara garis besar tatalaksana diare kronis adalah sebagai berikut:

16
BAB III
LAPORAN KASUS

17
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. LS
Tanggal lahir : 11-08-1956
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Kedungkandang Malang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
No. Register : 11283373
MRS : 24 Maret 2016

3.2 Anamnesis (22-03-16)


Autoanamnesa
Keluhan utama :BAB lembek-cair

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan utama BAB lembek-cair, berwarna
kekuningan, air disertai ampas dan lendir. Pasien mengeluhkan BAB lembek-cair
sejak 5 bulan SMRS. BAB cair sebanyak 5-7 kali/hari. Tiap kali BAB volume +
150 cc, volume BAB + 2 gelas/hari. BAB darah (-). Nyeri perut (-) Alergi makanan
(-)

Pasien juga mengeluhkan mual muntah sejak 2 hari SMRS. Nyeri


dirasakan makin memberat 1 hari SMRS. Muntah hingga 10x/hari dengan
volume tiap kali muntah + 100 cc, muntah seperti makanan yang dimakan
disertai lendir. Setiap kali makan pasien merasa mual. Pasien juga mengeluhkan
nyeri di bagian ulu hati (+) dada terasa panas (+)

Paisen mengalami penurunan nafsu makan sejak mual. Pasien juga


merasakan lemas pada sekujur tubuh. Penurunan berat badan (+) 3-4 kg dalam
1 tahun terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sering periksa ke Dokter, namun berpindah-pindah. Diketahui
Riwayat DM (+) sejak 5 bulan, rutin mengkonsumsi OAD yang diminum sebelum
makan, namun pasien lupa nama obat yang dikonsumsi. Pasien sering merasa
perutnya tidak nyaman, sebah & kembung (+). Riwayat mengkonsumsi singkong

18
& kunyit dalam waktu lama untuk menghilangkan keluhan rasa tidak nyaman di
perut.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah & Ibu pasien menderita hipertensi, ibu meninggal karena stroke. Riwayat
Diabetes Mellitus pada keluarga disangkal, dan tidak didapatkan keluhan serupa dengan
pasien.
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak.
Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok. Pasien memiliki kebiasaan makan
sayur, nasi, lauk pauk tempe tahu.

3.3 Pemeriksaan Fisik (27-11-15)

BP = 140/90 PR = 110 bpm RR = 15 tpm Tax : 36,0°C


mmHg

General appearance: Moderately ill GCS 456 , looked normoweight

Head Pupil isokor 3mm/3mm Meningeal sign -


Pale conjunctiva +/+
Icterus Sclera -/-

Neck JVP R + 0 cmH2O 30 degree, lymphnode enlargement -

Chest Ictus invisible and palpable at ICS V at MCL Sinistra


LHM ~ ictus
Heart:
RHM ~ SL D
S1S2 single regular, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi: St: D=S SF NN Rh - - Wh - - Aus V V


Dy: D=S NN -- -- VV
Lung:
NN -- -- VV
Perkusi S S
SS
SS
Abdomen Flat, soefl,bowel sound (+) meningkat, liver span 8 cm.traube
space tympani, shifting dullness (-) , abdominal tenderness (-),
nyeri tekan lapang perut bawah (+)

19
Extremities Warm acral
Edema - - Anemis + +
- -

Rectum Rectal Toucher : tonus sfingter anii normal, mukosa licin, darah
(+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang (25-11-15)


Hematologi
Hasil Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 4.3 g/dL 11,4-15,1 g/dL


Eritrosit 1,45 106/mL 4,0-5,0
Leukosit 9,03 103/mL 4,7-11,3
Hematokrit 12,1 % 38-42
Trombosit 99 106/mL 142-424
MCV 83.4 fL 80-93
MCH 29,7 pg 27-31
MCHC 35,5 g/dL 32-36

Hasil CXR (25-11-15)

20
• Posisi AP, simetris, KV cukup, inspirasi cukup
• Jaringan lunak tebal, tulang dalam batas normal
• Trakea terletak di tengah
• Hemidiaphragm D dan S dome shaped
• Sudut phrenicocostalis D dan S runcing
• Jantung: letak normal, CTR 48%
• Paru: normal
Kesimpulan : hasil CXR normal

Hasil Endoskopi (27-11-2015)

21
Haemorroid Interna Normal Caecum

Hyperaemia, Oedema, Diverticle Rectum, Hyperaemia, Diverticle sigmoid

Kesimpulan:
Didapatkan gambaran hemoroid interna dan diverticulosis recti

22
2.3Problem Oriented Medical Record
Cue and Clue Problem List Initial Diagnose Planning Planning Therapy Monitoring and education
Diagnose
Wanita / 49 tahun 1. Chronic 1. 1. Kolitis - - IVFD NS 0,9% 500 cc : - Monitoring: vs, subyektif
Anamnesa: 2. 2. DM enteropati
Diarrhea Futrolit 2:1 20 tpm - KIE tentang penyakit,
- BAB lembek-cair disertai
- Diet lunak prognosa, komplikasi
lendir sejak 5 bulam SMRS
1800kkal/hari
sebanyak 5-7 kali/hari. Tiap
kali berak dengan volume
darah + 150 cc. BAB
darah (-)

Pem.fisik:
Abdomen:
BU (+) meningkat

Pem. Penunjang
Kolonoskopi: kolitis non-spesifik

Wanita / 49 tahun 1. 2. Dyspepsia 3. 2.1. Gastritis Endoskopi - IVFD NS 0,9% 500 cc : - Monitoring: VS, subyektif
Anamnesa: 4. 2.2 Peptic Ulcer Disease
Syndrome Futrolit 2:1 20 tpm - KIE tentang penyakit,
- Mual muntah (+) sejak 6 hari

23
SMRS. Muntah seperti - Diet lunak prognosa, komplikasi
makanan yang dimakan 1800kkal/hari
disertai cairan kuning yang - Inj. Lansoprazole 1x30
terasa pahit. Muntah + mg
10x/hari, tiap kali muntah + - Inj. Metoklopramide
100 cc
3x10 mg
- Nyeri dada & nyeri ulu hati
(+) - PO: Sucralfat syr 3xCI
- Riwayat mengkonsumsi
singkong & kunyit dalam
waktu lama

Pem.fisik:
Nyeri tekan epigastrium (+)

Wanita / 49 tahun 2. 3. Hiperglikemia5. 3.1 DM Tipe II - Captopril 3x12.5 mg VS


6. 3.2 Reactive
state - Furosemid 20 mg tab
Anamnesa:
- Riwayat DM (+) sejak 5 bulan (20-0-0)
yang lalu. Rutin kontrol,
mengkonsumsi OAD yang
diminum sebelum makan, pasien
lupa namanya.

24
Pem. Fisik:

Pem. Penunjang:
GDS: 332 mg/dL
GD 2 jam PP: 299 g/dL

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Teori Kasus

Faktor risiko Pada pasien terdapat faktor risiko


- Usia
divertikulosis yakni:
Usia <40 tahun ditemukan 2-5%,
- Usia pasien 72 tahun
usia 60 tahun 30%, usia >70 tahun - Riwayat kekurangan intake
50%, dan usia >80 tahun 80% sayur dan buah yang
- Diet kurang serat
mengandung banyak serat

Gambaran klinis Pada pasien ini didapatkan keluhan


- Hematokezia
utama berak darah dan juga nyeri pada
- Nyeri perut terutama pada LLQ
- Anemis lapang perut kiri bawah dan tengah
- Bising usus meningkat atau
bawah. Selainitu, didapatkan juga
menurun
keluhan badan lemas yang

Hasil lab: kemungkinan disebabkan oleh kondisi


anemia. Dari pemeriksaan fisik juga
- Anemia normokromik didapatkan adanya konjungtiva anemis
normositer (+/+) dan bising usus yang meningkat.
Pada pemeriksaan fisis
Dari pemeriksaan lab didapatkan
didapatkan nyeri tekan lokal ringan dan
anemia NN yang kemungkinan besar
sigmoid sering dapat diraba sebagai
disebabkan oleh proses perdarahan.
struktur padat. Tidak ada demam
maupun leukositosis bila tidak ada
radang. Bisa teraba tegang pada
kuadran kiri bawah, dapat teraba
massa seperti sosis yang tegang pada
sigmoid yang terkena. Pada
pemeriksaan fisis dilakukan rectal
touché ke dalam rectum untuk
mengetahui adanya nyeri tekan,
penyumbatan, maupun darah.
Didapatkan juga keadaan umum tidak
terganggu dan tanda sistemik tersering
berupa anemis (Sjamsuhidayat, 2007).

Penegakan diagnosis Hasil pemeriksaan kolonoskopi pada

26
Penegakan diagnosis divertikulosis pasien menunjukkan adanya kantong
ditegakkan dari sintesis data divertikel pada colon sigmoid dan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan daerah rektum.
pemeriksaan penunjang. Anamnesis
yang cermat dapat menentukan
diagnosis. Pada divertikulosis yang
harus ditanyakan tentang perubahan
pola defekasi, frekuensi, dan
konsistensi feses.Dalam anamnesis
tentang nyeri perut perlu dibedakan
antara nyeri kolik dan nyeri menetap,
serta hubungannya dengan makan dan
dengan defekasi. Perlu pula ditanyakan
warna tinja, terang atau gelap,
bercampur lender atau darah, dan
warna darah segar atau tidak. Juga
perlu ditanyakan apakah terdapat rasa
tidak puas setelah defekasi,
bagaimana nafsu makan, adakah
penurunan nafsu makan, dan rasa
lelah (Sjamsuhidayat, 2007).
Penegakan diagnosis dapat
dilakukan dengan kolonoskopi karena
predileksi terbanyak divertikulosis
adalah colon sigmoid 95%, hanya
sigmoid 65%, dekat sigmoid (sigmoid
normal) 4%, seluruh kolon 7%. Dari
pemeriksaan kolonoskopi dapat
ditemukan perdarahan pada saluran
kolon dan kantong divertikel.

27
Tatalaksana Pada kasus ini, diverticulosis
Non-farmakologis
ditatalaksana dengan stabilisasi
- Serat dengan intake 30-40
keadaan umum melalui pemberian IVFD
gram/hari (Akil, 2009)
- KIE mengurangi konsumsi NS 0,9% 500 cc 20 tpm dan oksigenasi
daging dan biji-bijian,
serta dengan O2 2 lpm via nasa canule. Injeksi
meningkatkan konsumsi sayur Kalnex 3x500mg IV diberikan untuk
dan buah-buahan.
menghentikan perdarahan, injeksi

Farmakologis metoclopramide 3x10 mg IV untuk

- PPI untuk menormalkan pH mengurangi mual, dan injeksi omeprazole


sehingga pembekuan darah 2x40 mg sebagai PPI untuk
dapat berlangsung optimal penghambatan asam lambung hingga
- Transfusi trombosit maupun
>6 dan menjaganya pada tingkat
pemberian faktor koagulasi
tersebut akan meningkatkan stabilitas
seperti asam traneksamat
pembekuan dan mengurangi kejadian
dapat juga diberikan untuk
perdarahan ulang
meningkatkan pembekuan
darah.
- Terapi simtomatis dapat juga
diberikan untuk mengatasi nyeri
maupun mual muntah pada
pasien. Untuk mengatasi mual
muntah dapat diberikan
antidopaminergik dan untuk
mengatasi nyeri dapat dengan
menurunkan motilitas usus
namun protap terapi ini belum
banyak dilakukan karena
kurangnya evidence seperti
antikolinergik. Selain itu, salah
satu tata laksana yang dapayt
diberikana adalah koreksi
elektrolit secara intravena.
Pembedahan
Selain terapi medikamentosa, dapat
juga dilakukan pembedahan. Pasien

28
yang memerlukan operasi segera
adalah yang menunjukkan tanda-tanda
peritonitis atau obstruksi loop tertutup.
Dilakukan dengan cara reseksi segmen
usus yang sakit, biasanya kolon
sigmoid, dan pengangkatan kolon
(kolostomi) tepat di sebelah proksimal
titik reseksi. (Sudoyo, 2006).

29
30
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Penyakit divertikular (PD) merupakan kelainan dimana terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi
dinding kolon yang lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus
dinding kolon.Divertikuliti: merupakan perforasi dari divertikel yang
diikuti oleh infeksi dan inflamasi.

2. Prevalensi dan insidensi PD semakin meningkat seiring pertambahan


usia.

3. Gambaran klinis seringnya asimtomatik. Gejala yang sering terjadi adalah nyeri
epigastrik yang tidak spesifik, rasa kembung , perdarahan, obstruksi Intestinal,
perforasi dan abses terlokalisir, malabsorbsi, anemia.

4. Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan lokal ringan dan sigmoid
sering dapat diraba sebagai struktur padat ataumassa seperti sosis
yang tegang pada sigmoid. Padarectal touché didapatkan nyeri tekan,
penyumbatan, maupun darah.

5. Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis melalui Barium Enema dan


Kolonoskopi.

6. Tatalaksana dilakukan dengan modifikasi diet, pemasangan NGT,


antispasmodic oksifensiklimin (daricon), antibiotic spektrum luas,
protein pump inhibitor. Selain itu dilakukan pembedahan pada pasien
yang menunjukkan tanda-tanda peritonitis atau obstruksi loop tertutup.

DAFTAR PUSTAKA

31
Error: Reference source not found

32

Anda mungkin juga menyukai