Anda di halaman 1dari 3

Usulan Perbaikan Supervisi Fasilitatif

Standard

Meskipun Supervisi Fasilitatif diyakini merupakan refreshing dari metode Kendali Mutu, namun
demikian dalam tahap awal ini tentu saja masih banyak dirasakan kekurangan. Terbukti pada
saat probolinggo presentasi karena diletakkan di awal menjadi ajang curhat 3 kabupaten IMHI.
Beberapa presentasi yang digelar di hari II juga masih ada perbaikan-perbaikan yang
dikumpulkan untuk menjadikan metode ini makin sempurna.

Hambatan

1. Sumberdaya Manusia (Man), pelaksanaan supfas ini menuntut struktur organisasi


standar untuk KIA diterapkan dengan baik, terutama ketenagaan. Seharusnya memang
untuk KIA diperlukan sedikitnya seorang bikor, yang merupakan bawahan langsung dari
Koordinator KIA. Bidan Koordinator (bikor) ini bertugas melaksanakan pemantauan
rutin kepada bidan-bidan di desa, bidan praktek swasta, bidan rumah sakit yang ada di
wilayahnya. Ini yang masih sulit untuk Probolinggo. Bidan dua orang di satu Puskesmas
oleh pemda ada diurutan kesekian prioritas, yang penting adalah bidan desa merata dulu
setiap desa.
Demikian pula beban kerja bidan di desa juga dirasakan sebagai hambatan. Kepadatan
kegiatan yang sering dirasakan tumpang tindih dan mengambil data yang sama, dengan
demikian kepentingan integrasi data juga merupakan kebutuhan.
2. Pendanaan (Money), klasik. Di Supfas diperlukan adanya intervensi yang dilaksanakan
bertingkat mulai dari tingkat bidan di desa, puskesmas induk sampai dengan dinas
kesehatan kabupaten. Bila terjadi kekurangan alat, tentu saja harus dilakukan
penambahan dan mengikuti mekanisme yang biasa harus menunggu 1 tahun lagi baru
usulan tahun ini bisa terlaksana. Untuk keperluan yang bersifat darurat, harus dipikirkan
ada mekanisme cadangan dana yang bisa digerakkan tiap 3 bulan (bila menggunakan
periode 3 bulanan).
Selain itu perlu dipikirkan lagi operasional kegiatan seperti uang jalan petugas, uang
pertemuan dan untuk pengadaan materi ceklis supfas itu sendiri.
3. Metode (methode) saya bahas duluan karena sebagian besar pembahasan justru nanti ada
di materialnya.
Metode yang dirasakan hambatan adalah waktu pelaksanaan yang terlalu dekat, yaitu
tiap 3 bulan.
4. Materi (material) adalah mengenai ceklis supfas itu sendiri. Karena cukup banyak akan
saya masukkan subjudul tersendiri.

Usulan Perbaikan Ceklis

Pendekatan Manajemen Mutu

Manajemen Mutu pada Ceklis ini tidak semata-mata menggunakan pendekatan proses, akan
tetapi juga input dan proses. Dengan pemikiran saya yang sederhana, rasanya kok jadi
berlebihan ya? Saya hanya mendalami 2 jenis manajemen mutu sejauh ini :

1. Pendekatan Output. Ini yang biasanya pake 6 langkah pemecahan masalah (Problem
Solving Cycle).
2. Pendekatan Proses. Ini dulu jadi dasarnya program Quality Assurance yang tenar
dengan Health Project. Bahkan sampai sekarang BKKBN tiap tahun masih rajin bikin
buku dengan metode ceklis terhadap pelayanan KB.

Input biasanya tidak dimasukkan ceklis. Dan dalam pendekatan output juga dijadikan penyebab
masalah. Kenapa di dalam ceklis ini disebutkan ada pendekatan output, di bagian belakang
ceklis Pelayanan ANC ditanyakan dalam Manajemen Program (7 pertanyaan). Menurut saya
disinilah yang tidak konsisten. Teori gitu ..

Dalam kenyataannya saya akan menggunakan pendekatan output (Problem Solving Cycle) pada
saat berhadapan dengan masalah-masalah kesehatan di Kecamatan Krejengan. Yang biasanya
kami hitung setahun sekali dari standar pelayanan minimal. Ini adalah output pelayanan.
Pendekatan ini dulu terkenal dengan nama PROSPEK. Menurut beberapa orang di dinkes ini
sudah evidence based. Meskipun memang ngga pake solving cycle standar a la Quality
Assurance.

Kami juga menggunakan pendekatan proses dalam beberapa hal seperti Kuesioner MTBM dan
beberapa kuesioner KB dan Imunisasi. Yang paling advance kami gunakan di Kelompok
Budaya Kerja. KBK menggunakan checksheet sebagai alat dalam mencari kelemahan SOP yang
diterapkan. Sayang KBK ini kurang mendapat dukungan dari Dinas Kesehatan. Padahal dalam
pelaksanaannya sangat diperlukan bimbingan dari Dinas Kesehatan. Misalnya pada langkah
pertama dari TULTA, penyampaian hasilnya diharuskan disupervisi oleh 3 pimpinan keatas,
berarti kalo di puskesmas, tim saya harus disupervisi seksi puskesmas, kabidang yankes dan
kepala dinas. Wheeww .. mimpi kali ..

Melihat cara yang berbeda ini maka tentunya agak aneh kalo satu ceklis menggunakan 2
pendekatan sekaligus. Usul saya sih lebih baik konsisten saja menggunakan pendekatan
proses. Jadi tidak perlu menanyakan tentang pencapaian dari program yang dilaksanakan oleh
Bidan di Desa.

Beberapa Hal yang berkaitan pertanyaan Ceklis

Ceklis memang sedang dalam tahap perbaikan, bahkan pada waktu kami sedang melaksanakan
pertemuan tersebut, ada kabar bahwa versi 2.0 nya sudah jadi. Tapi ternyata kami belum
seberuntung itu.

Satu, Beberapa hal yang dibahas dengan kaitannya pertanyaan-pertanyaan yang ada di ceklis
adalah :

 Pada ceklis ada isian Asuhan Bayi Baru Lahir (TTV, Kejang, ggg napas, hipotermia,
infeksi bakteri, ikterus, ggg sal. cerna, diare, berat badan rendah atau ASI) dan
Pelayanan Kes Bayi dan Anak Balita (TTV, Batuk atau Sukar bernapas, Diare, Demam,
Masalah Telinga, Gizi Buruk) semuanya tentang bagaimana bidan di desa sudah
melaksanakan hal-hal tertentu pada masing-masing poin diatas, misalnya pada kejang
apakah bidan melihat tanda-tanda kejang, apakah bidan melakukan tindakan mengatasi
kejang dll.

Ini agak menyulitkan karena didalam supervisi kita tidak selalu menemui setiap kasus yang
tercantum tersebut. Pada pelatihannya dulu, disebutkan bahwa yang tidak bisa dipantau dengan
menggunakan observasi dilaksanakan dengan melihat pencatatan (recording). Ini yang sulit.

 Karena sistem pencatatan yang ada tidak sama dengan jawaban yang dimaui.
 Recording tidak menjamin bidan yang mencatat melakukan tindakan sesuai dengan
standar.
 Petugas masih jauh dari definisi “rajin” untuk Recording Reporting. sebenarnya bukan
alasan – dan
 Tidak ada standar tertentu seperti pada ISO untuk menuntun recording.

Usulan terhadap keadaan ini adalah :

 Pertanyaan sebaiknya dilepaskan menjadi satu-satu sub ceklis dan bisa diambil bila
memang ada kasus pada observasi.
 Pertanyaan untuk melihat recording sebaiknya dipikirkan kembali dalam bentuk standar
recording, bukan dalam bentuk kasus-per-kasus seperti diatas.
 Atau bila memang yang dimaksud adalah pertanyaan tersebut disesuaikan dengan
MTBM atau MTBS mungkin bisa lebih disederhanakan menjadi apakah standar MTBM
dilaksanakan, dengan melihat status MTBM misalnya.
 Puskesmas perlu di-chalange untuk membuat SOP untuk setiap kasus yang pernah
ditanganinya, atau setiap kegiatan yang pernah dilakukan, dan terus melakukan
perbaikan terhadap SOP tersebut (KBK).

Dua, pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam ceklis konon tidak cukup sederhana. Beberapa poin
dalam c
eklis dijabarkan terlalu detil sehingga terasa sangat menyulitkan.

 Perubahan yang diharapkan adalah detil dari pekerjaan teknis bidan harusnya bisa
terjabar dalam instruksi kerja dan masing-masing instruksi kerja mempunyai metode
pengawasan tersendiri. Misalnya untuk standar Mencuci tangan, rasanya sih tidak perlu
tertuang sebagai item-per-item, tapi lebih baik hanya poin besarnya saja bidan sudah
mencuci tangan dengan benar misalnya.

Usulan yang diharapkan adalah :

 Perbaikan struktur ceklis dengan memberikan sub ceklis yang bisa dilaksanakan
tersendiri. Nilai kemudian bisa diakumulasi untuk menjadi indeks ketaatan terhadap
prosedur
 –lagi-lagi- mengharapkan puskesmas bisa memberikan prosedur dan instruksi kerja di
tiap bagian sehingga memudahkan pengawasan.

Tiga, pertimbangan kompetensi.

 Meskipun pada kenyataan untuk pasien di desa, terutama yang sangat sulit transportasi
masih dilayani oleh bidan di desa dalam hal pelayanan kesehatan rawat jalan biasa,
namun demikian untuk dijadikan standar tampaknya kita harus berpikir ulang dulu.

Di beberapa pertanyaan yang kaitannya dengan input disertakan beberapa obat baik oral maupun
injeksi yang sifatnya tidak darurat lagi. misalnya gentamicyn injeksi. Mungkin seharusnya itu
ada di Puskesmas termasuk penanganannya. Bila dalam ceklis standar diadakan tentu akan
menjadi pertanyaan akan diapakan, atau ada kemungkinan ada yang berpikir untuk
menggunakan.

 Sebaiknya pada perbaikan ceklis hal-hal yang mengundang pertimbangan kompetensi


ditiadakan saja.

Selain 3 hal diatas ada juga beberapa yang selalu terus diusulkan :

 Definisi Operasional dari item-item di ceklis


 Sasaran adalah polindes, bagaimana yang bukan polindes.
 Masalah rantai dingin di polindes
 Kelangsungan program secara rutin.

Nah demikianlah beberapa usulan yang juga mungkin sudah dituangkan dalam berbagai
pertemuan serupa dengan kabupaten IMHI lainnya. Semoga hal tersebut menjadi perbaikan bagi
ceklis dimaksud.

Salam.

Anda mungkin juga menyukai