Anda di halaman 1dari 7

BABAD TULUNGAGUNG

”Kasan Besari Mbalelo”

(Perang Antara Pangeran Bedalem dengan Pangeran Lembu Peteng)

Pada zaman Majapahit hubungan antar daerah pedalaman sangat sulit sehingga keamanan di sebelah
selatan sungai brantas sukar di kuasai. Banyak pemberontakan sehingga timbul perguruan2 yang
bermanfaat mengajarkan ilmu. Demikian hubungan dengan perguruan dukuh Bonorowo dekat Campur
Darat yang dipimpin Kyai Patjet (Kiai Pacet). Suatu hari kyai Pacet mengadakan pertemuan dengan
muridnya memberikan wejangan ilmunya, lalu menceritakan bahwa diantara murid-muridnya ada yang
mendirikan perguruan sendiri tanpa memberitahukan gurunya (kyai Pacet). Karena merasa tertusuk
perasaannya dirinya yang mendirikan perguruan itu maka Kyai Kesan Besari pergi tanpa pamit
meninggalkan tempat pertemuan. Setelah kepergiannya Kyai Pacet menyuruh 2 orang muridnya yaitu
Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem untuk menasehati Kyai Kesan Besari agar menyadari dan mau
kembali ke Bonorowo. Apa sebab kyai Pacet menyuruh keduanya tidak lain karena kyai Pacet
mengetahui kedua muridnya diam-diam juga menjadi murid kyai Kasanbesari. Kyai Pacet berpesan
kepada keduanya supaya mereka tetap di Bonorowo untuk melanjutkan pelajarannya, sedangkan sang
kiai Pacet mengadakan semedi di dalam Goa. Sedangkan yang ditugaskan menjaga diluar adalah
Pangeran Lembu Peteng. Setelah pertarungan tersebut kyai Pacet mengerahkan semua muridnya guna
menangkap Kyai Kasanbesari dan Pangeran Kalang. Murid dari Kyai Pacet disebar ke seluruh penjuru
dengan dipimpin oleh Pangeran Lembu Peteng. Akhirnya Pangeran Lembu Peteng dan teman-temannya
dapat berjumpa dengan Kyaibesari dan Pangeran Kalang. Timbullah peperangan yang ramai. Akhirnya
Kyai Kasanbesari melarikan diri ke Ringinpitu, sedang Pangeran Kalang dikejar terus oleh Pangeran
Lembu Peteng. Pangeran Kalang lari ke Betak dan bersembunyi di tamansari Kadipaten Betak. Pada
waktu itu putera dari Bedalem yang bernama Roro Kembangsore sedang berada di Tamansari. Roro
Kembangsore merasa tidak keberatan bahwa Pangeran Kalang bersembunyi di ditu, karena Pangeran
Kalang masih pamannya (saudara kandung ayahnya). Kemudian datanglah Pangeran Lembu Peteng ke
Tamansari untuk mencari Pangeran Kalang. Di Tamansari Pangeran Lembu Peteng bertemu dengan Roro
Kembangsore. Putri Bedalem ini tidak mengakui bahwa pamannya bersembunyi disitu. Pangeran Lembu
Peteng tertarik akan kecantikan sang putri dan menyatakan asmaranya. Roro Kembangsore
mengimbanginya. Ketika kedua pasang merpati tersebut sedang dalam langen asmara (jatuh cinta),
maka Pangeran Kalang yang sedang bersembunyi di Tamansari dapat mengintip dan mengetahui
bagaimana tindakan kemenakannya terhadap Pangeran Lembu Peteng. Dengan diam-diam Pangeran
Kalang masuk ke dalam Kadipaten untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada kakaknya ialah
Pangeran Bedalem. Pangeran Bedalem setelah mendengar pelaporan dari adiknya, menjadi sangat larah
sekali, terus pergi ke Tamansari. Timbullah perang antara Pangeran Lembu Peteng dan Pangeran
Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat meloloskan diri bersama dengan Roro Kembangsore, tetapi
terus dikejar oleh Pangeran Bedalem.
BABAD TULUNGAGUNG

(KYAI KASAN BESARI INGIN MEMBUNUH KYAI PATJET- ASAL NAMA GLEDUK dan MACANBANG)

Kyai kasanbesari yang hatinya tersinggung dan masih marah terhadap gurunya (Kyai Pacet) didatangi 2
utusan gurunya yaitu Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem. Pangeran bedalem menyatakan tidak
akan mencampuri urusan Kyai Kasanbesari dan Kyai Pacet dan akan pulang ke Betak.
SebaliknyaPangeran Kalang malah membakar semangat Kyai Kasanbesari untuk memberontak dan
membunuh gurunya. Setelah berunding maka berangkatlah mereka berdua ke bonorowo dengan tujuan
membunuh kyai pacet. Mereka berdua diam2 masuk ke goa tempat sang guru bersemedi tanpa
diketahui Pangeran Lembu peteng yang ditugasi menjaga goa. Alangkah terkejutnya karena dalam
penglihatan mereka tengah berjumpa dengan seekor singa yang siap menerkamnya. Kyai Besari dan
Pangeran Kalang dengan cepat keluar dari Goa dan lari tunggang langgang. Konon setelah kedua orang
tersebut lari Kyai Pacet memanggil Pangeran Lembu Peteng yang sedang berjaga di luar. dan
menanyakan mendengar apakah waktu kyai pacet bersemedi dan pangeran Lembu peteng menjawab
bahwa tadi mendengar suara “GEMLUDUG” dan setelah dilihatnya Kyai Pacet sedang memegang cahaya
yang kemudian berubah menjadi keris. Kemudian keris itu diberi nama Kyai Gledug sedang desa tempat
bersemedinya sekarang dinamakan GLEDUG. Selesai bersemedi kyai mengejar kedua muridnya tersebut.
Kyai Besari tahu dikejar mengeluarkan kanuragannya dengan membanting kemiri yang berubah menjadi
seekor harimau. Kyai Pacet mengimbangi dengan membanting bungkul gamparan yang berubah menjadi
ular besar dan kedua binatang itu berkelahi dan kyai Besari kalah. Tempat pertempuran keduanya
dinamakan MACANBANG. Namun kyai Besari berhasil melarikan diri sedang Kyai Pacet dan Pangeran
Lembu Peteng kembali ke padepokan. Selesai bersemedi Kyai Pacet segera mengejar kedua oramg yang
sedang berlari itu. Kyai Kasanbesari mengerti kalau dikejar, segera mengeluarkan ilmu kanuragannya
dengan membanting buah kemiri yang berubah menjadi seekor harimau. Kyai Pacet mengimbanginya
dengan membanting bungkul gempaan yang berubah menjadi ular besar. Kedua bintang itu berkelai,
harimau kanuragan dari Kyai Kasanbesari kalah dan berubah menjadi buah kemiri lagi. Tempat dimana
Kyai Kasanbesari menderita kekalahan oeh Kyai Pacet dinamakan desa Macanbang. KyaiKasanbesari
terus berlari melarikan diri, sedang Kyai Pacet bersama Pangeran Lembu Peteng kembali ke padepokan
untuk mengerahkan semua muridnya guna menangkap Kyai Kasanbesari dan Pangeran Kalang. Murid
dari Kyai Pacet disebar ke seluruh penjuru dengan dipimpin oleh Pangeran Lembu Peteng. Akhirnya
Pangeran Lembu Peteng dan teman-temannya dapat berjumpa dengan Kyaibesari dan Pangeran Kalang.
Timbullah peperangan yang ramai. Akhirnya Kyai Kasanbesari melarikan diri ke Ringinpitu, sedang
Pangeran Kalang dikejar terus oleh Pngeran Lembu Peteng. Pangeran Kalang lari ke Betak dan
bersembunyi di tamansari Kadipaten Betak. Pada waktu itu putera dari Bedalem yang bernama Roro
Kembangsore sedang berada di Tamansari. Roro Kembangsore merasa tidak keberatan bahwa Pangeran
Kalang bersembunyi di ditu, karena Pangeran Kalang masih pernah pamannya (saudara kandung
ayahnya). Kemudian datanglah Pangeran Lembu Peteng ke Tamansari untuk mencari Pangeran Kalang.
Di Tamansari Pangeran Lembu Peteng bertemu dengan Roro Kembangsore. Putri Bedalem ini tidak
mengakui bahwa pamannya bersembunyi disitu. Pangeran Lembu Peteng tertarik akan kecantikan sang
putri dan menyatakan asmaranya. Roro Kembangsore mengimbanginya. Ketika kedua merpati tersebut
sedang dalam langen asmara, maka Pangeran Kalang yang sedang bersembunyi di Tamansari dapat
mengintip dan mengetahui bagaimana tindakan kemenakannya terhadap Pangeran Lembu Peteng.
Dengan diam-diam Pangeran Kalang masuk ke dalam Kadipaten untuk melaporkan peristiwa tersebut
kepada kakaknya ialah Pangeran Bedalem. Pangeran Bedalem setelah mendengar pelaporan dari
adiknya, menjadi sangat larah sekali, terus pergi ke Tamansari. Timbullah perang antara Pangeran
Lembu Peteng dan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat meloloskan diri bersama dengan
Roro Kembangsore, tetapi terus dikejar oleh Pangeran Bedalem. Kembali kepada kisah Kyai Besari yang
berhasil meloloskan dir dari peperangan dengan murid Kyai Pacet. Ia menuju ke desa Ringinpitu, rumah
Kyai Becak, yaitu pernah kakaknya. Pada waktu itu Kyai Becak sedang berada di pendopo bersama
dengan dua orang anaknya yang bernama Banguntulak dan Dadaptulak. Dengan kedatangan Kyai Besari
kedua anaknya tersebut lalu keluar untuk pergi ke ladang. Kyai Besari mengatakan bahwa
kedatangannya ke Ringinpitu bermaksud untuk meminjam pusaka ialah pusaka Ringinpitu yang
berbentuk tombak bernama Korowelang dengan alasan untuk kepentingan “NGIDERI PARI”. Kyai Becak
tidak meluluskan permintaan adiknya. Kyai Besari marah, akhirnya terjadi perang. Kyai Becak kalah dan
mati terbunuh. Besari terus pergi dengan membawa pusaka Korowelang. Waktu Dadaptulak dan
Banguntulak pulang dari ladang, mereka sangat terkejut melihat ayahnya berlumuran darah dan sudah
tidak bernyawa. Oleh sebab tidak ada orang lain yang datang di situ kecuali Kyai Besari, maka
Banguntulak dan Dadaptulak yakin bahwa pembunuh ayah mereka adalah Kyai Besari. Segera mereka
mengejarnya ke arah selatan dan dapat menemukannya. Terjadilah pertempuran. Banguntulak dan
Dadaptulak kalah. Banguntulak terluka dan berlumuran darah. Darahnya berbau langu. Maka tempat di
mana ia mati dinamakan Boyolangu. Sedangkan tempat dimana Dadaptulak meninggal dinamakan
Dadapan. Kyai Besari melanjutkan perjalanannya. Ia berjumpa dengan Pangeran Bedalem yang sedang
mengejar Pangeran Lembu Peteng. Pangeran Bedalem menceritakan tentang peristiwanya, yang mana
Kyai Besari dalam hal itu bersedia membantunya. Keduanya segera pergi mencari Pangeran Lembu
Peteng yang lari bersama dengan Roro Kembangsore. Pada waktu Pangeran Lembu Peteng dan Roro
Kembangsore sedang beristirahat di tepi sungai, datanglah Kyai Besari dan Pangeran Bedalem. Pangeran
Lembu Peteng dapat ditangkap dan dibunuh, lalu jenazahnya di buang ke dalam sungai. Roro
Kembangsore dapat meloloskan diri. Punakawan Pangeran Lembu Peteng yang telah mengasuhnya sejak
kecil memberitahukan hal tersebut kepada Kyai Pacet. Kyai Pacet segera mengirimkan utusan,ialah
Adipati Trenggalek yang diikuti oleh bekas punakawan Pangeran Lembu Peteng untuk mengadakan
pelaporan ke Mojopahit. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan perwira Mojopahit bersama
dengan Pangeran Suka yang ketika itu mendapat tugas dari Raja untuk mencari Putra yang
meninggalkan kerajaan tanpa pamit, ialah Pangeran Lembu Peteng. Adipati Trenggalek menceritakan
peristiwa terbunuhnya Pangeran Lembu Peteng. Setelah mengerti duduk perkaranya maka Perwira
Mojopahit bersama dengan Pangeran Suka tersebut ingin membuktikan tempat kejadian itu bersama-
sama dengan wadya balanya. Meskipun diadakan pengerahan tenaga untuk mencarinya, namun jazad
dari Pangeran Lembu Peteng tak jua ditemukan. Sungai dimana jenazah Pngeran Lembu Peteng dibuang,
oleh perwira Mojopahit diberi nama Kali Lembu Peteng. PERWIRA MADA MENCARI JEJAK PANGERAN
BEDALEM DAN KYAI BESARI Pangeran Bedalem setelah mendengar berita bahwa dia dikejar oleh bala
tentara Mojopahit, sangat ketakutan dan melarikan diri ke jurusan selatan. Karena takutnya maka
Pangeran Bedalem bunuh diri dengan menceburkan diri ke sebuah kedung. Kedung tersebut lalu diberi
nama Kedung Bedalem. Oleh karena Kadipaten Betak lowong, maka yang diangkat menggantikan
Pangeran Bedalem adalah Pangeran Kalang. Bala tentara Mojopahit disebar untuk mencri Kyai Besari.
Putra Mojopahit yang bernama Pangeran Suka dalam mengadakan operasi pencarian ini kena dirunduk
oleh Kyai Besari dan tergelincir masuk ke sebuah kedung hinga meninggal dunia. Kedung ini lalu
dinamakan Kedungsoko. Akhirnya Kyai Besari dapat diketemukan di desa Tunggul oleh Perwira Mada.
Oleh karena Kyai Besari tidak menyerah maka timbullah peperangan. Kyai Besari kalah dan terkena
pusakanya sendiri yaitu pusaka Korowelang. Dukuh tersebut oleh sang perwira dinamakan dukuh
Tunggulsari. Karena kecakapannya menumpas pemberontakan-pemberontakan dan kekeruhan-
kekeruhan konon sang perwira akhirnya diangkat menjadi Patih dan mendapat elar Patih Gajah Mada.

PANGERAN KALANG JATUH CINTA KEPADA RORO INGGIT

Setelah Pangeran Kalang menjabat Adipati di Betak, maka hatinya tertawan oleh Rr. Inggit, adik dari
Reta Mursodo janda almarhum pangeran Bedalem. Roro Inggit ingin dijadikan istrinya, tetapi menolak
dan retno Mursodo tidak menyetujuinya. Pangeran Kalang memaksanya. Roro Inggit bersama dengan
retno Mursodo meninggalkan Betak dan melarikan diri ke Plosokandang. Pangeran Kalang berusaha
mengejarnya, tetapi kehilagan jejak, sehingga ia mengeluarkan suatu maklumat, yang menyatakan
bahwa barang siapa ketempatan dua orang putri Kadipaten Betak tetapi tidak mau melapor, maka ia
akan dijatuhi hukuman gantung.

KYAI PLOSOKANDANDANG DIPERSALAHKAN

Salah seorang murid Kyai Pacet yang bernama Kyai Singotaruno, disebut pula Kyai Plosokandang, karena
berasal dari Plosokandang. Pada suatu hari ia bertemu dengan dua orang putri dari Kadipaten Betak,
yang tak lain adalah Rr, Inggit dan Retno Mursodo. Kedatangan putri Betak ini sengaja mencari
pengayoman dari Kyai Plosokandang. Segala sesuatu mengenai tindakan Pangeran Kalang oleh retno
Mursodo diceritakan semua, dan karena Kyai Singotaruno tidak berkeberatan melindunginya, meskipun
ia tahu bahawa tindakannya itu membahayakan dirinya. Adipati Kalang datang ke Plosokandang dan
bertanya apakah Kyai Singotaruno mempunyai tamu yang berasa dari Betak. Kyai Sin gotaruno
menjawab bahwa ia tidak mempunyai tamu seorangpun, tetapi Adipati Kalang tidak percaya, dan ingin
melihat ke belakang. Rr. Inggit dan Retno Mursodo ketika mendengar hal itu segera berkemas dan
melarikan diri ke arah barat. Adipati Kalang mengetahui hal itu, dan ia sangat marah kepada Kyai
Singotaruno. Ia dianggap salah dan dijatuhi hukuman gantung. RORO INGGIT BUNUH DIRI Oleh karena
Rr, Inggit takut bila sampai di pegang oleh Adipati Kalang, maka ia berputus asa dan terjun ke dalam
sebuah Beji atau Blumbang. Desa tempat Rr. Inggit bunuh diri oleh Pangeran Kalang dinamakan desa
Beji. Adapun Retno Mursodo terus melarikan ke gunung cilik. mBOK RORO DADAPAN Ketika Pangeran
Lembu Peteng perang melawan Kyai Besari, Rr.Kembangsore dapat memisahkan diri dan lari ke desa
Dadapan. Di desa tersebut ia menumpang pada seorang janda bernama mBok Rondo dadapan. mBok
Rondho mempunyai seorang anak laki-laki bernama Joko Bodho. Lama kelamaan Joko Bodho terpikat
oleh kecantika Rr. Kembangsore dan ingin sekali memperistrinya, tetapi selalu ditolak dengan halus oleh
Rr. Kembangsore. Oleh karena Joko Bodho selalu mendesak maka pada suatu hari ketika mBok Rondho
sedang bepergian , asalkan Joko Bodho mau menjalani tapa mbisu di sebuah gunung dekat desa itu.
Joko Bodho menyetujui perdyaratan tersebut dan pergi meninggalkan rumah. Ikatan janji ini tidak
diketahui oleh mBok Rondho Dadapan. Rr. Kembangsore juga pergi ke gunung cilik, maka ketika mBok
Rondho pulang, ia mendapati rumah telah dalam keadaan sepi, dan ternyata kosong. Ia pergi ke kesana-
kemari dan memanggil-manggil kedua anak tersebut. Tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya ditemukannya
Joko Bodho sedang duduk termenung menghadap ke arah bart. Dipanggilnya berulang kali tidak
mendapat jawaban, karena jengkelnya mBok rondho lupa dan mengumpat “bocah diceluk kok meneng
bae koyo watu”. Seketika itu juga kaena sabda mBok Rondho, Joko Bodho berubah menjadi batu. mBok
Rondho menyadari atas keterlanjuran kata-katanya, maka ia lalu berharap; “besok kalau ada ramainya
zaman gunung ini saya beri nama gunung Budheg”.

RESI WINADI DI GUNUNG CILIK

Pada suatu hari Adipati Kalang mendengar bahwa di gunung cilik ada seorang pendeta wanita yang
menamakan dirinya Resi Winadi. Yang menjadi pendeta tersebut sebetulnya adalah Rr. Kembangsore.
Selain menjadi seorang pendeta ia juga menjadi seorang empu. Resi ini mempunyai dua orang abdi
kinasih yang bernama SARWO dan SARWONO. Pada suatu hari cantriknya yang bernama Sarwo disuruh
ke kadipaten Betak untuk mencoba kesaktian dan keampuhan pusaka yang dibuatnya sendiri untuk
diadu dengan pusaka milik Pangeran Kalang. Cara mengadunya adalah sebagai berikut! Kalau pusakanya
ditikamkan ke sebuah pohon beringindaunnya rontok dan pohonnya tumbang maka dialah
pemenangnya. Selanjutnya, bilamana resi Winadi yang kalah maka Resi bersedia tunduk dan mau
disuruh apa saja. Sebaliknya jika resi yang menang dan pangeran berkeinginan untuk memiliki pusaka
miliknya maka pangeran harus pergi sendiri ke Gunung cilik dan bila sudah mulai naik harus berjalan
jongkok, tidak boleh memandang wajah sang resi sebelum diperbolehkan. Setelah cntrik mengerti akan
tugas yang diberikan, berangkatlah ia. Kecuali menugasi Sarwo, Resi Winadi juga memberi
tugasSarwono untuk masuk ke tamansari Betak dengan menyamar untuk mencabut sumbat ijuk yang
ada di tamansari.

KISAH RORO KEMBANGSORE

Roro Kembangsore adalah puteri Adipati Bedalem dari Kadipaten Bonorowo. Selain cantik, dia juga
dikenal amat ramah terhadap siapa saja. Para kawula alit di Bonorowo menyebut Roro Kembangsore
sebagai puteri berbudi luhur. Dikisahkan, karena kecantikan dan keluhuran budinya, banyak orang yang
menyukai Roro Kembangsore. Tak jelas kapan dan dengan cara apa sang putri meninggal dunia. Yang
pasti, hingga akhir hayatnya dia tetap dipuja, terutama oleh kaum hawa. Memang, sampai sekarang
masih banyak orang yang ngalab berkah di makamnya. Yang unik, entah siapa yang memulai, pemujaan
terhadap Roro Kembangsore itu kemudian tidak hanya dimanipulasi oleh kaum Hawa. Kaum Adam pun
tak ketinggalan memujanya. Lebih ekstrim lagi, pengkultusan tersebut kemudian dihubung-hubungkan
dengan masalah pesugihan. Menurut pantauan Misteri, tidak hanya pedagang tempe yang datang ke
makamnya dan menggelar ritual khusus supaya tempenya laris, tapi banyak juga artis lokal yang
melakukan ritual di tempat ini dengan maksud supaya lekas menjadi artis Ibukota. Bahkan, banyak juga
bisnismen kelas menangah yang juga melakukan ritual di sini. Dikisahkan pula, semasa pemerintahan
Adipati Bedalem, muncul kelompok sayap kiri dan sayap kanan dalam pemerintahannya. Pendukung
sayap kiri terdiri dari para berandal yang menginginkan terjadinya kekacauan selam pemerintahan
Adipati Bedalem. Motifnya jelas, yakni ingin menguasai seluruh wilayah Kadipaten Bonorowo.
Sementara terjadi kemelut politik, Roro Kembangsore selalu berbakti kepada ayahandanya tercinta. Dia
sering memberikan saran dan masukan berbobot kepada ayahandanya, dengan maksud, jangan sampai
memperhatikan usulan kelompok sayap kiri. Agaknya, dia tahu benar bila usulan tersebut ditanggapi,
akan mengacaukan jalannya roda pemerintahan. Karena tekanan yang sedemikian kuat dari kelompok
sayap kiri, saran dan usulan sang puteri tak mendapat tanggapan sang ayah, sebab Adipati Badelam
memang telah ada di bawah pengaruh golongan sayap kiri. Suatu ketika, Roro Kembangsore bertemu
dengan seorang putera penguasa Majapahit bernama Pangeran Lembupeteng yang tengah
mengembara sambil melihat situasi wilayah Kadipaten Bonorowo. Pertemuan dua insan ini
membuahkan tali persahabatan begitu erat. Bahkan setelah sekian lama saling bertemu, akhirnya
terjalinlah tali persaudaraan di antara keduanya. Sayangnya, hal ini ternyata menimbulkan rasa cemburu
seorang tokoh sayap kiri bernama Kalang. Padahal, menurut silsilah keluarga, Kalang sesungguhnya
masih berstatus paman Roro Kembagsore. Dalam suatu kesempatan yang baik, di depan Adipati
Bedalem, Kalang menebarkan fitnah dengan mengatakan bahwa puteri Roro Kembangsore telah
memadu kasih dengan Pangeran Lembupeteng. Atas laporan palsu ini, Adipati Bedalem berang. Dia
lantas memangil Pangeran Lembupeteng. Di situlah Adipati melampiaskan amarahnya dan mengusir
Lembupeteng dari wilayah Kadipaten Bonorowo. Selain diusir, Pangeran Lembupeteng juga dikucilkan
oleh kelompok sayap kiri. Itu sebabnya dia segera meninggalkan lingkungan Kadipaten untuk
melanjutkan pengembaraannya. Tak dinyana, kepergian Pangeran Lembupeteng ternyata diikuti oleh
Roro Kembangsore. Hal ini tentu menimbulkan kegaduhan. Raibnya Roro Kembangsore dari lingkungan
kadipaten, membuat Kalang tambah penasaran. Memang sejak lama Kalang memendam asmara yang
mendalam terhadap puteri berparas ayu dan berbudi luhur ini. Hanya karena rasa sungkannnya, Kalang
memendam hasrat ini. Namun, dia tak rela jika Roro Kembangsore jatuh ke dalam pelukan
Lembupeteng. Keinginan untuk memperisteri Roro Kembagsore tak terbendung. Setelah melakukan
pencarian cukup lama, Kalang berhasil menemukan jejak Pangeran Lembupeteng yang selama ini
dianggap sebagai penghalang utama dalam penggapai cintanya pada si cantik Roro Kembagsore.
Pertengkaran antara Kalang dengan Pangeran Lembupeteng tak terelakan. Mereka pun terlibat duel
yang sangat sengit. Sayangnya, Lembupeteng bukanlah lawan yang sebanding dengan Kalang. Pria yang
lagi kasmaran itu akhirnya kalah dalam pertarungan ini. Namun, bukan Kalang namanya bila tidak dapat
melampiaskan dendamnya pada Lembu Peteng. Dia meminta bantuan Kasan Besari, sahabat karibnya.
Berkat bantuan Kasan Besari, Pangeran Lembupeteng terluka oleh tombak Koro Welang. Karena
kesaktian tombak Koro Welang, tak berapa lama kemudian Pangeran Lembupeteng gugur dengan darah
membasahi ibu pertiwi Kadipaten Bonorowo. Walau begitu, Roro Kembangsore bisa lolos dari tangan
Kalang dengan cara melarikan diri. Jejaknya pun tak bisa diendus oleh Kalang dan antek-anteknya. Meski
tak bisa menyunting Roro Kembangsore, Kalang punya ambisi lain yang tak kalah besar, yakni ingin
menguasai wilayah Kadipaten Bonorowo. Ambisinya ini memang terwujud. Setelah dibantu Kasan Besari
dan antek-anteknya, Kalang berhasil menghabisi nyawa Adipati Bedalem. Dia kemudian memegang
tampuk pemerintahan sebagai Adipati. Pusat kegiatan pemerintahan Bonorowo segera dialihkan ke
Bethak. Sementara itu, selepas Adipati Badalem pralaya atau meninggal dunia, jejak Roro Kembangsore
juga berhasil dilacak. Sang putri pujuaan hati Kalang ini kemudian ikut pula diboyong ke Bethak.
Meskipun sang puteri berontak atas ajakan Adipati Kalang ini, namun dia tak memiliki kekuatan berarti.
Dia akhirnya harus menyerah. Setelah berdiam diri Bethak, sang putri tetap berupaya untuk tidak
bersedia dijadikan permaisuri oleh Adipati Kalang yang sesungguhnya masih pamannya sendiri. Lewat
berbagai cara, Roro Kembangsore akhirnya berhasil melarikan diri dari Kadipaten Bethak. Dia kemudian
mengembara. Disebutkan bahwa dia memilih untuk tidak menikah seumur hidupnya. Dikisahkan pula,
setelah mengetahui bahwa Kembagsore tak berada di taman keputren, sang Adipati menjadi berang.
Dengan muka merah, semua prajurit dikumpulkan dan diperintah untuk melakukan pencarian. Karena
keberangannya, sang adipati bahkan memberikan wewenang untuk mengumumkan sayembara kepada
khalayak ramai yang berbunyi antara lain: “Barang siapa dapat menemukan dan menangkap Roro
Kembangsore, supaya diserahkan kepada Adipati Kalang. Masyarakat yang berhasil melakasanakan,
akan diberi hadiah istimewa, diangkat sebagai Demang di daerah Bandil.” Gaung sayembara dari Adipati
Kalang terdengar pula oleh para begal. Para begal menanggapi dengan sungguh-sungguh dan penuh
suka cita. Di antara sesama begal saling berunding soal sayembara itu. Padahal selama ini mereka belum
pernah melihat wajah Roro Kembangsore. Para begal lalu menemukan akal akan mencegat setiap
wanita berparas cantik yang kebetulan lewat, untuk dikorek jati dirinya. Waktu terus berlalu. Suatu
ketika, dua orang begal berpapasan dengan seorang wanita berparas cantik dan berpenampilan lemah
lembut. Keduanya langsung menghentikan langkah wanita yang disangka sebagai Roro Kembangsore itu.
Nyatanya memang benar, wanita berparas cantik tersebut mengaku bernama Roro Kembangsore, puteri
mendiang Adipati Bedalem dari permaisurinya yang bernama Roro Mursodo. Mendengar pengakuan ini,
kedua begal itu tertawa ngakak menunjukkan kegembiraan. Roro Kembangsore segera mereka ringkus
dan mereka boyong untuk diserahkan pada Adipati Kalang. Roro Kembangsore tak menolak ajakan
kedua begal ini. Namun dengan syarat tertentu, yakni kedua begal harus adu kesaktian. Siapa yang
menang, dialah yang berhak menyerahkannya ke hadapan Adipati Kalang. Kedua begal tak keberatan
memenuhi syarat yang diajukan Roro Kembangsore. Keduanya kemudian saling adu kesaktian untuk
tampil sebagai pemenang. Selagi lomba adu kesaktian itu berlangsung sengit, secara diam-diam Roro
Kembangsore yang cerdik itu melarikan diri. Kedua begal akhirnya kaget demi melihat Roro
Kembangsore yang telah menghilang. Mereka segera menyadari kebodohannya, dan kemudian
bersepakat untuk melakukan pengejaran. Setelah gagal dalam pencarian, keduanya baru sadar bahwa
mereka telah menjadi korban tipu muslihat Roro Kembangsore. Meski dijanjikan sebagai permaisuri,
Roro Kembangsore tetap menolak menikah dengan Adipati Kalang. Baginya, daripada harus menikah
dengan Adipati Kalang, lebih baik tidak menikah selamanya.

Anda mungkin juga menyukai