Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah PDF
Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah PDF
PENATALAKSANAAN
PENYAKIT JANTUNG
BAWAAN TANPA
BEDAH
1.2 Permasalahan
Di Indonesia, dengan penduduk sekitar 220 juta dan estimasi 40.000 kasus
PJB baru per tahun, hanya sekitar 2% kasus yang tertangani dengan memadai,
merupakan angka terendah di antara negara regional lainnya. Fasilitas dan
ketersediaan sumber daya manusia masih menjadi masalah besar karena dengan
kebutuhan 440 ahli kardiologi anak, baru 20 orang yang mampu disediakan.
Mengacu pada Standar Internasional, Indonesia seharusnya membutuhkan 46
senter kardiologi anak. Namun, hingga kini baru ada 4 senter saja yang aktif
melakukan intervensi kardiologi anak, yaitu Pusat Jantung Nasional/RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita dan RS. Dr. Cipto Mangunkusumo keduanya di
Jakarta, RS Dr.Soetomo Surabaya, dan RS Dr. Sardjito Yogyakarta.8
Prosedur intervensi dan kateterisasi pediatrik dilakukan oleh dokter ahli yang
mempunyai kompetensi melalui pelatihan khusus mengacu pada modul yang
disusun dan disahkan oleh kolegium terkait.
Permasalahan lain adalah masalah biaya yaitu prosedur intervensi non-
bedah yang masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan operasi. Namun
pada pembedahan, biaya tersebut belum mengikutsertakan biaya tidak langsung
akibat masa rawat pasca-operasi yang lebih panjang, terganggunya aktivitas
orangtua ditambah dengan efek psikologis pasien dan keluarganya.8
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membuat assessment/penilaian berdasarkan kedokteran berbasis bukti (Evidence-
based medicine) dalam tata laksana penyakit jantung bawaan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Terwujudnya kajian ilmiah berdasarkan kedokteran berbasis bukti (Evidence-
based medicine) tentang tatalaksana penyakit jantung bawaan tanpa bedah.
2. Terwujudnya rekomendasi dalam menetapkan kebijakan program yang
berkenaan dengan tatalaksana penyakit jantung bawaan tanpa bedah.
BAB II
METODOLOGI PENILAIAN
Level of evidence
Ia. Meta-analisis randomized controlled trials
Ib. Minimal satu randomized controlled trials
IIa. Minimal satu non-randomized controlled trials
IIb. Studi kohort dan / atau studi kasus control
IIIa. Studi cross-sectional
IIIb. Seri kasus dan laporan kasus
IV. Konsensus dan pendapat ahli
Derajat Rekomendasi
A. Evidence yang termasuk dalam level Ia atau Ib
B. Evidence yang termasuk dalam level IIa atau IIb
C. Evidence yang termasuk dalam level IIIa, IIIb, atau IV
2.3 Ruang Lingkup
Kajian kardiologi intervensi non-bedah ini dibatasi pada penanganan 3 (tiga)
penyakit jantung bawaan yang cukup tinggi prevalensinya yaitu duktus arteriosus
persisten (DAP), defek septum atrium (DSA) dan defek septum ventrikel (DSV).
BAB III
TATA LAKSANA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN TANPA BEDAH
2) Adanya lubang pada sekat pembatas antara kedua serambi atau bilik jantung
(septum), sehingga terjadi pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi
lainnya. Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi dibanding sisi
kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran
darah ke paru berlebihan/banjir (contoh: DSA = defek septum atrium/lubang di
sekat serambi , DSV = defek septum ventrikel/lubang di sekat bilik). Pirau ini juga
bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh
pulmonal tetap terbuka (DAP= duktus arteriosus persisten). Karena darah
mengalir dari sirkulasi darah bersih ke sirkulasi darah kotor, maka penampilan
pasien tidak biru (asianosis). Namun beban volume yang berlebihan pada
jantung kiri atau kanan akibat pirau yang besar dapat menimbulkan gagal jantung
kiri maupun kanan. Tanda-tanda gagal jantung kiri adalah: debaran jantung
kencang, cepat lelah, sesak napas, pada bayi sulit menyusu, pertumbuhan
terganggu, sering menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Dalam
kondisi seperti tersebut di atas, perlu diberikan obat-obatan untuk mengurangi
beban volume pada jantung, yakni obat diuretik (memperlancar kencing) dan
obat vasodilator (pelebar pembuluh darah).
A. Defek septum atrium (DSA)
Lubang DSA kini dapat ditutup dengan tindakan non bedah , yakni
memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui kateter dari pembuluh
darah vena di lipat paha. Alat penyumbat tersebut antara lain adalah
Amplatzer Septal Occluder (ASO). Namun pada sebagian kasus, DSA
sekundum, DSA tipe sinus venosus atau DSA primum, tak dapat ditangani
dengan metode ini, dan memerlukan pembedahan.
B. Defek Septum Ventrikel (DSV)
Pada DSV tertentu seperti DSV perimembran dan muskular, defek dapat
ditutup dengan tindakan non-bedah dengan memasang alat penyumbat
antara lain Amplatzer Membranous/Muscular VSD Occluder (AVO) yang
dimasukkan melalui kateter dari pembuluh darah vena di lipat paha. Namun
pada jenis Sub-Arterial Doubly Commited (SADC) tetap diperlukan
pembedahan.
C. Duktus arteriosus persisten (DAP)
DAP juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan
penyumbat Amplatzer duct occluder (ADO) atau okluder janin lain. Bila DAP
sangat besar atau DAP pada neonatus atau bayi kecil dibawah 6 kg, tindakan
bedah masih merupakan pilihan utama. DAP pada bayi prematur dapat
dirangsang penutupannya dengan menggunakan obat anti-postaglandin
seperti indometasin atau ibuprofen.
3) Pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang jantung dalam posisi
tertukar (pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan pembuluh
darah pulmonal/paru keluar dari bilik kiri). Kelainan ini disebut transposisi arteri
besar (TGA = transposition of the great arteries) dan ditemukan dua sirkulasi
darah yang paralel. Untuk kelangsungan hidup bayi dengan PJB jenis ini
diperlukan percampuran darah antara jantung kiri dan kanan, yang mana akan
diperoleh melalui DAP, DSA atau DSV. Pada jenis yang tidak disertai DSV saat
usia neonatus perlu diberikan obat prostaglandin E-1 untuk mempertahankan
duktus arteriosus tetap terbuka. Namun obat ini sifatnya hanya sementara, dan
harus segera diikuti dengan tindakan pembuatan lubang di sekat serambi secara
non bedah dengan balon. Tindakan ini disebut balloon atrial septostomy (BAS).
3.2.2.2 Oklusi
Prosedur ini merupakan tindakan untuk menutup lubang atau pembuluh darah,
seperti pada:
Defek septum atrium
Defek septum ventrikel
Duktus arteriosus persisten
Langkah diagnostik 25
1. Anamnesis
Gambaran klinis pada DAP tergantung besarnya pintasan dari kiri ke kanan.
Bila ukuran defeknya kecil, umumnya asimtomatik, dan bila ukuran defek
besar biasanya terdapat gejala gagal jantung kiri berupa sesak napas, sulit
minum, berat badan sulit naik, ISPA berulang, ateletaksis, dan tanda gagal
jantung kongestif lanjut.
2. Pemeriksaan fisik
DAP kecil tidak terdapat gejala, biasanya laju nadi dan tekanan darah
normal, pada auskultasi terdengar bising kontinyu di sela iga 2 -3
parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri.
DAP sedang, gejala terlihat pada umur 2–5 bulan, yaitu : masalah minum;
ISPA berulang; namun berat badan normal.
DAP besar, gejalanya: takikardi dan dispnea sejak minggu pertama lahir.
Sering dijumpai hiperaktifitas prekordium, thrill sistolik pada bagian kiri
atas tepi sternum, dan tekanan nadi lebar dan kuat.
3. Pemeriksaan penunjang
EKG: pada DAP kecil dan sedang, EKG dapat normal atau menunjukkan
tanda hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy = LVH), sedangkan
pada DAP besar dapat menunjukkan tanda LVH atau hipertrofi kedua
ventrikel kiri dan kanan (biventricular hypertrophy = BVH).
Foto Rontgen Toraks : pada DAP kecil, foto Rontgen toraks masih
normal, sedangkan pada DAP sedang sampai besar akan tampak
kardiomegali, pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta asendens,
serta gambaran peningkatan vaskular paru (plethora).
Ekokardiografi : dapat mengukur besar duktus, dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri. Makin besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri.
Medikamentosa 25
1. Pada neonatus kurang bulan atau cukup bulan dapat diberi Indometasin,
dosis 0,2 mg/kgBB pada hari pertama, selanjutnya 0,1 mg/kg mulai hari ke-2
sampai hari ke-7. Dosis ibuprofen adalah 10 mg/kg pada hari pertama,
selanjutnya 5 mg/kg pada hari ke-2 dan ke-3. Efek obat akan optimal bila
pemberian dilakukan sebelum usia 10 hari.
2. DAP sedang dan besar disertai gagal jantung, diberi diuretik, kalau perlu
ditambah digitalis atau inotropik yang sesuai. Pada neonatus dan bayi
dengan berat badan kurang dari 6 kg, bila gagal jantung tidak teratasi dengan
medikamentosa, dianjurkan operasi ligasi. Pada bayi dengan berat badan
lebih atau sama dengan 6 kg dan anak ataupun dewasa, DAP dapat ditutup
dengan memasang alat transkateter.
3. Walaupun DAP kecil dan tidak memberikan keluhan, tetap harus ditutup baik
secara bedah ataupun non bedah dengan memasang alat karena mudah
terjadi endokarditis infektif.
4. Pada DAP yang besar dengan hipertensi pulmonal yang sudah lanjut
sehingga terjadi aliran pirau dari kanan ke kiri dan sudah terjadi penyakit
vaskular paru, maka DAP tidak dianjurkan ditutup.
5. Profilaksis terhadap endokarditis bakterial subakut perlu diberikan bila ada
tindakan seperti cabut gigi, sirkumsisi atau tindakan bedah minor lainnya.
Algoritma Tata Laksana Duktus Arteriosus Persisten 25
DAP
Reaktif Nonreaktif
Berhasil Gagal Gagal Berhasil
Berat ≥ 6 kg
Menutup Operasi
spontan ligasi
Transcatheter Closure Konservatif
Gambar 2. Kiri. Amplatzer Duct Occluder setelah dikeluarkan dari bungkusnya. Alat ini berbentuk
kerucut dengan pulmonary end pada dasar gambar. Terdapat female end pada screw-system untuk
melekatkan alat tersebut ke delivery cable pada bagian sisi pulmonary end alat tersebut. Tengah.
Amplatzer Duct Occluder yang berada di antara jari operator (dokter ahli). Kanan. Terlihat bagian
27
pulmonary end dari alat tersebut.
2. Gianturco coil
Terbuat dari stainlessteel dan mengandung dakron. Alat ini disimpan dalam
casing. Jika alat ini keluar dari casing, akan membentuk spiral yang terdiri dari 2
sampai 5 loop. Gianturco coil, digunakan untuk menutup DAP kecil, yaitu ukurannya
kurang dari 3 mm. Untuk menutup DAP, kadang-kadang diperlukan lebih dari satu
coil. Ada 2 ukuran coil yang sering digunakan untuk menutup DAP adalah ukuran 5
cm X 8 mm (casing merah) dan 5 cm X 5 mm (casing biru). Harga coil relatif murah.
Kekurangannya adalah tidak bisa dikontrol atau ditarik kembali setelah lepas dari
casing dan mudah mengalami embolisasi (terlepas ke dalam arteri pulmonalis atau
aorta).
Gambar 5. Nit-occluder
Prosedur pemasangan Amplatzer Duct Occluder 28
1. Pasien dibaringkan di meja kateterisasi, dan kamera X-Ray (mesin
angiografi) akan digunakan selama prosedur berlangsung.
2. Seorang asisten memonitor rekaman jantung melalui EKG. Selama
pemasangan EKG, elektroda-elektroda ditempatkan di permukaan kulit di
atas jantung dan di tempat lain pada ekstremitas atas dan bawah.
Pemasangan EKG membantu mengevaluasi antara tekanan nadi, irama
jantung per menit, dan aliran impuls listrik pada otot jantung. Prosedur ini
berlangsung selama 1-2 jam.
3. Pemasangan kateter ini membutuhkan anestesia umum ataupun lokal. Pada
anak besar atau dewasa, pemasangan ADO dapat dilakukan dengan
anestesi lokal.
Gambar 6. Tempat insisi pada pemasangan initial kateter
28
pada Amplatzer Duct Occluder
28
Gambar 8. Delivery sheath bersama cable ditarik secara bersama-sama.
10. Bagian distal ADO dikembangkan dengan menarik delivery sheath (tanpa
menarik cable), sehingga ADO mengembang sendiri di dalam DAP begitu
ADO terlepas dari delivery sheath (Gambar 9).
11. Setelah diyakini posisi ADO duduk baik di dalam ampula DAP pada
visualisasi angiografi aorta desendens, maka ADO dilepaskan dari delivery
cable.
12. Saat tindakan di kamar kateterisasi diberikan antibiotika profilaksis injeksi
intravena amoksilin 50 mg/kgBB dan saat di ruang perawatan 8 jam
kemudian diberikan lagi 25 mg/kgBB.
28
Gambar 9. Diagram tempat ADO diletakkan
24
Gambar 10. Defek Septum Atrium (DSA)
Langkah diagnostik25
1. Anamnesis
Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan gejala klinis
dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2
dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB
jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika DSA-nya
cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke jantung bagian kanan,
lalu ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian ke paru sehingga terjadi
gagal jantung kanan. Beberapa gejala yang mungkin timbul adalah: anak
mudah lelah, lemas, berkeringat, pernapasan menjadi cepat, napas pendek-
pendek, pertumbuhannya akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai
gangguan medis lain atau masalah jantung lainnya sehingga sering tidak
terdiagnosis.32
2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan:
Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke-10
Pada auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap pada
saat inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah
pulmonal. Pada pirau dari kiri ke kanan besar dapat terdengar bising mid-
diastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.34
3. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90º sampai 180º),
hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan pola
rsR’ pada V1.
Foto Rontgen toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan
ventrikel kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda
peningkatan vaskular paru.
Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek, dimensi
atrium kanan, ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis. Dengan
Doppler berwarna dapat dilihat aliran/pirau.
Algoritma Tata Laksana Defek Septum Atrium34
DSA Sekundum
HP(-) HP(+)
Evaluasi pada Gagal Gagal
Umur 5-8 th Jantung (-) Jantung (+)
PVD(-) PVD(+)
Medikamentosa
Kateterisasi
Hiperoksia
FR < 2 FR ≥ 2 Berhasil Gagal
Reaktif Non-
Berat ≥ 10 kg reaktif
Operasi
Konservatif
Sampai 5 tahun yang lalu, semua DSA hanya dapat ditangani dengan
operasi/ bedah jantung terbuka. Operasi penutupan DSA, baik dengan jahitan
langsung ataupun tidak langsung menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40
tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat,
menyusul ditemukannya mesin pintasan jantung-paru (cardio-pulmonary bypass)
setahun sebelumnya.37 Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang
tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang baik, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan
survival (ketahanan hidup) pasca-operasi mencapai 98% dalam pemantauan 27
tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang
dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka angka ketahanan hidupnya
akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti
peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.38,39,40,41 Namun demikian, tindakan
operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang
cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif
kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan
untuk menemukan alternatif baru penutupan DSA dengan tindakan intervensi non-
bedah (tanpa operasi), dalam hal ini, alat yang pernah diteliti antara lain Straflex
device, Helex device dan yang terakhir Amplatzer septal occluder. Beberapa alat
tersebut sebelumnya telah menjalani percobaan klinis, di bawah ini akan dibahas
satu per satu berdasarkan urutan alfabet seperti di bawah ini.
Amplatzer septal occluder (ASO).
ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang sendiri (self
expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci yang
teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm. Di
dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang dapat
merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan
akan tertutup sempurna. Diameter pusat lempeng berkisar dari 4-40 mm dengan
tebal 1-2 mm. Lempeng atrium kanan dan kiri adalah 12-16 mm dan lebih besar 8-
10 mm dari pusat lempeng. Tergantung pada ASO yang akan digunakan, ASO
dimasukkan ke dalam delivery sheath yang berukuran 6-12 French dengan
menggunakan delivery cable yang terhubung ke pusat lempeng atrium kanan ASO
dengan sistem mur mikro. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat
persetujuan dari American Food and Drug Administration (FDA) pada bulan
Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002. Di
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama periode September 2002 –
September 2008 telah dilakukan pemasangan ASO pada 177 pasien DSA, terdiri
dari 46 pasien laki-laki dan 131 perempuan, usia antara 2 – 59 tahun. Implantasi
ASO berhasil dilakukan pada 154 (87%) pasien. Komplikasi embolisasi terjadi pada
7 (6%) pasien, 3 di antaranya berhasil dikeluarkan dengan kateter pengait
sedangkan sisanya diambil saat dilakukan operasi penutupan DSA. Tidak
ditemukan kematian pada prosedur ini.42 Di PJT RSCM sejak tahun 2002, telah
dilakukan penutupan DSA pada 76 kasus. Pasien terdiri dari 53 perempuan dan
23 laki-laki dengan berat badan berkisar antara 8 sampai 75 kg, dengan rata-rata
20 kg. Angka kematian juga dilaporkan nol. Tindakan ini juga sudah dilakukan di
RS Dr. Soetomo Surabaya.
Gambar 11. Penutupan DSA dengan pemasangan ASO (Courtessy of dr. Poppy S. Roebiono,
SpJP(K))
Button Device.46
Pada tahun 1990, Sideris et al melaporkan penggunaan alat baru ”button device”
untuk penutupan DSA. Alat ini memiliki tiga komponen: occluder, counteroccluder,
dan loading wire. Occluder-nya adalah busa poliurethane berbentuk bujur sangkar
yang ditopang oleh dua diagonal, kawat berselubung teflon dengan diameter 0,018
inci. Kawat berbentuk X jika sedang tidak terlipat, dan bila terlipat ketika dalam
posisi masuk letaknya akan hampir sejajar. Laporan mengenai keberhasilan alat ini
masih terbatas. Selain itu alat ini belum menjalani percobaan klinis dari IDE dan
juga belum mendapat persetujuan dari FDA.
Gambar 14. Button device
Starflex/Bard clamshell/cardioseal.46
Bard clamshell (USCI, Billerica, Massachusetts) septal occluder device, yang
diperkenalkan oleh Lock et al., merupakan modifikasi dari double umbrella device
yang dipergunakan pada DAP oleh Rashkind dan juga merupakan pendahulu
beberapa alat yang sekarang sedang menjalani percobaan klinis. Alat ini memiliki
dua bujur sangkar ganda berbentuk payung poliester yang saling berhadapan dan
ditopang oleh empat lengan yang meluas dari tengah ke samping. Alat ini telah
digunakan oleh sekitar 800 pasien dan menunjukkan hasil yang baik. Namun, pada
penggunaannya terdapat komplikasi berupa patah pada lengan alat yang cukup
signifikan sehingga menyebabkan residual shunts, embolisasi lanjut atau
pembentukan massa fibrotik kecil di dinding atrium kiri pada 1-2% kasus. Oleh
karena itu, alat ini ditarik dari peredaran. Alat baru yang dinamakan Cardioseal di
desain ulang untuk menurunkan komplikasi di atas. Kerangka yang menyusunnya
terdiri atas MP35N logam campuran yang secara radial menyebar ke 4 lengan
penopangnya, dengan 2 engsel pada masing-masing lengan untuk mengurangi
kelemahan pada logam. Pada percobaan klinis, insidens patah lengan dan residual
shunts berkurang, tetapi tidak dapat dihilangkan. Modifikasi alat yang lebih baru
yang diberi nama Starflex mulai dikenalkan. Alat ini mampu menutup DSA hingga
diameter 25 mm. Saat ini, Starflex sedang menjalani percobaan di beberapa
senter.
Gambar 17. Starflex
Secara anatomi, DSA primum dan DSA tipe sinus venosus dengan anomali
drainase vena pulmonalis tidak cocok untuk penutupan dengan transkateter.
Untungnya, sebagian besar DSA sekundum dapat ditutup dengan Amplatzer septal
occluder (ASO). DSA yang paling ideal untuk dilakukan penutupan dengan
transkateter menggunakan ASO adalah bila diameter lubangnya kurang dari 20 mm
dan memiliki batas yang tegas terhadap katup mitral, dasar aorta dan orifisium vena
cava serta sinus koronarius agar mampu menunjang pinggang atrium.36
Prosedur Penutupan DSA Transkateter
Penutupan DSA transkateter pada anak dan orang dewasa dilakukan dengan
anestesia umum menggunakan transesophageal echocardiography (TEE)
intraprosedural sebagai penuntun di laboratorium kateterisasi. Sebagai alternatif TEE
adalah penggunaan intracardiac echocardiography yang memiliki keuntungan tidak
memerlukan anestesia umum selain memberikan gambaran lebih superior dan
terutama daerah infero-posterior. Namun demikian, karena pemakaian probe
intrakardiak bersifat disposable, biayanya menjadi lebih mahal. Pendekatan yang
dilakukan selalu melalui vena femoralis dan jarang sekali ditemukan kesulitan dalam
melewati DSA dengan berbagai tipe kateter. Prosedur angiografi atrium kiri tidak
rutin dilakukan karena berdasarkan pengalaman hanya menambahkan sedikit
gambaran detail anatomi yang diberikan oleh TEE intraprosedural.36
Peran transesophageal echocardiography (TEE)
TEE merupakan pemeriksaan yang penting dan dengan pemeriksaan ini
memungkinkan dilakukan penilaian yang menyeluruh dan akurat pada morfologi
DSA tanpa mengganggu sterilitas lapangan operasi atau mengganggu
fluoroskopi. Tepi septum dapat divisualisasi dengan jelas dan jarak dari tepi
defek ke vena pulmonal kanan, vena kava inferior dan superior, sinus koronaria
serta katup mitral dapat dengan mudah diukur. Variasi septum atrium seperti
fenestrasi dan aneurisma yang mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan
transthoracic echocardiography terutama pada pasien dewasa dapat
diidentifikasi dengan baik oleh TEE. Fenestrasi di septum atrium menyulitkan
prosedur jika pengukuran dilakukan secara kurang hati-hati karena dilakukan
melalui defek yang lebih kecil. Jadi jika terdapat fenestrasi, masuknya guide wire,
balon pengukur serta delivery sheet harus dilakukan melalui defek mayor.
Setelah alat dimasukkan, pemeriksaan TEE digunakan untuk menilai posisi alat,
hubungannya dengan daerah sekitar dan stabilitasnya. Sisa pirau (residual
shunts) juga paling baik diperlihatkan melalui TEE. Sisa pirau yang terjadi setelah
penutupan harus diperiksa dengan colour Doppler echocardiograhy dan berikut
ini adalah pengklasifikasiannya :
- trivial : diameter kurang dari 1 mm
- kecil : diameter 1-2 mm
- sedang : diameter 3-4 mm
- besar : diameter lebih dari 4 mm.43
Agar alat yang dimasukkan dapat optimal, secara rutin pemasukan alat
dilakukan dibawah anestesia umum dengan penuntun transesophageal
echocardiography. Penilaian menyeluruh mengenai defek, tepi sekitar dan
struktur jantung yang tersisa dilakukan sebelum kateter dimasukkan. Kateterisasi
jantung kiri dan kanan secara rutin dilakukan dan kemudian dilakukan penilaian
derajat aliran pirau kiri ke kanan. Heparin diberikan secara rutin kepada semua
pasien. Angiografi dilakukan pada vena pulmonal kanan atas pada posisi
hepatoklavikular untuk menilai letak dan ukuran defek. Pengukuran defek dengan
balon untuk memperoleh diameter DSA saat teregang dilakukan dengan
menggunakan balon pengukur yang ditiup sampai terlihat pinggang dan tidak
terlihat pirau lagi pada TEE. Ukuran ASO yang dipilih adalah hasil pengukuran
diameter defek saat teregang ditambah 2 – 4 mm. Diberikan terapi antibiotik
profilaksis injeksi intravena amoksilin (50 mg/kgBB) menjelang penutupan serta 8
dan 16 jam setelah penutupan. Di senter lain, semua pasien diberikan asam
asetilsalisilat (ASA) 5mg/kg sebelum prosedur dilakukan. Selain rekomendasi
untuk terapi profilaksis endokarditis infektif, diberikan ASA selama enam bulan
setelah pemasangan alat.47
Hal lain yang juga penting adalah memilih ukuran ASO yang sesuai
dengan ukuran defek. Ukuran ASO yang terlalu besar menyebabkan penonjolan
yang hebat (mushrooming) pada diskus yang mengalami retensi ke dalam
atrium. Ukuran alat yang terlalu kecil dapat menyebabkan pintasan yang
menetap atau bahkan embolisasi.48
Komplikasi
Jenis dan tingkat komplikasi berbeda-beda pada masing-masing alat. Komplikasi
mayor meliputi semua kejadian yang menyebabkan hal berikut ini: (1) kematian; (2)
dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa sehingga memerlukan terapi
segera; (3) memerlukan intervensi bedah; dan (4) menimbulkan lesi fungsional atau
anatomik yang bersifat permanen dan signifikan akibat tindakan kateterisasi.
Sedangkan komplikasi minor didefinisikan sebagai kejadian sementara dan dapat
diatasi dengan terapi spesifik. Berikut ini tabel yang memperlihatkan tingkat dan jenis
komplikasi pada masing-masing alat yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Tabel 1. Komplikasi yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Walsh et Sideris 33 1 1 0 1
al. (4)
ASO 39 1 1 1 0
Sievert et ASDOS 154 11 2 11 0 5 2 infectious
al. (5) endocarditis,
2 thrombus
formation
Carminati CS 79 3 3 2 0
et al. (6)
SF 38 1 1 1 0
Berger et ASO 61 1 1 1 0
al. (7)
Chan et ASO 100 0 0 1 transient
al. (8) ST elevation,
1 transient
AB block, 1
presumed
deep vein
thrombosis, 1
presumed
TIA
Waight et ASO 77 3 2 0 1
al. (9)
Hijazi et ASO 18 1 1 0
al. (10)
Penelitian yang dilakukan oleh Massimo Chessa et al. pada tahun 1996-2001
menemukan insidens komplikasi sebanyak 8,6 %. Malposisi/embolisasi merupakan
komplikasi yang paling sering ditemukan yakni sebesar 3,5 %. Aritmia merupakan
komplikasi tersering kedua (2,6%). Komplikasi lain adalah pembentukan trombus di
diskus atrium kiri yang terjadi segera setelah prosedur dilakukan. Untuk menghindari
komplikasi ini kebijakan yang dilakukan adalah memberikan anti-agregasi trombosit
oral yang diberikan 1 hari sebelum prosedur. Komplikasi lainnya (diseksi vena iliaka
kanan, hematoma pada lipat paha, perdarahan retrofaring) berkaitan dengan
kesalahan manajemen selama prosedur.49
Analisis perbandingan pembedahan dengan kardiologi intervensi non-bedah
Faktor Prosedur
Perbandingan aspek prosedur pada semua pasien diperlihatkan pada Tabel
2. Anak yang mengalami penutupan dengan transkateter menjalani anestesia
yang lebih singkat, lama rawat inap yang lebih singkat, tidak memerlukan
perawatan di ICU, pemakaian analgesia yang lebih singkat dan nyeri pasca
tindakan yang lebih ringan daripada pasien yang mengalami pembedahan. Enam
anak yang berada dalam kelompok operasi memerlukan transfusi darah untuk
bypass kardiopulmonal primer. Produk-produk darah jarang diperlukan oleh
pasien yang menjalani penutupan dengan transkateter.
Tabel. 2 Karakteristik pasien yang menjalani pembedahan dengan
transkateter.
Device Surgical p
closure closure Value
Number 43 19
Anaesthetic time (min) 92 170 <0.01
(70– (147–
115) 180)
ICU stay (hours) 0 20 (18– –
21)
Hospital stay (hours) 29 88 (78– <0.01
(28– 112)
30)
Post-procedure pain score 1.2 4.9 <0.001
(0.4– (3.1–
3.0) 7.7)
Analgesia after 48 hours 0/43 13/19 <0.001
(68%)
Gambar 17. Perbandingan biaya penutupan DSA. Meliputi biaya ruang operasi, laboratorium,
anestesi, and Amplatzer septal occluder.
Berdasarkan data yang tersedia, lebih dari 150 pasien dengan DSV dilakukan
penutupan transkateter dengan menggunakan Rashkind double umbrella,71,72 The
Bard clamshell,67The Button device,68The Amplatzer septal occluder, Amplatzer duct
occluder or Amplatzer muscular VSD Occluder73,74 atau The Gianturco coils.75
DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (20%) atau dapat merupakan
bagian dari PJB kompleks; seperti tetralogi Fallot dan transposisi arteri besar. DSV
merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada kelainan kromosom. Gangguan
hemodinamik yang terjadi pada DSV disebabkan akibat pirau kiri ke kanan melalui
defek (lubang) pada sekat/dinding ventrikel.76
Secara anatomis DSV diklasifikasikan sesuai dengan letak defeknya, yaitu :
1) DSV perimembran, 2) muskular dan 3) sub-arterial doubly committed.76
Berdasarkan fisiologi, klasifikasi DSV adalah sebagai berikut: 1) DSV defek
kecil dengan resistensi vaskular paru normal, 2) DSV defek sedang dengan
resistensi vaskular paru bervariasi, 3) DSV defek besar dengan peningkatan
resistensi vaskular paru ringan sampai sedang, 4) DSV besar dengan resistensi
vaskular paru tinggi. Sebelum kardiologi intervensi non-bedah berkembang,
sebagian besar DSV ditata laksana dengan pembedahan, namun risikonya lebih
tinggi karena harus menggunakan mesin pintasan jantung-paru. Komplikasi yang
dapat terjadi sama dengan pada penutupan DSA, ditambah dengan kemungkinan
terjadinya blok atrioventrikular total, kerusakan katup aorta, atau sumbatan pada
aliran alur keluar ventrikel kiri.76
24
Gambar 20. Defek Septum Ventrikel.
Langkah Diagnostik76
A. Anamnesis
1. DSV kecil umumnya menimbulkan gejala yang ringan, atau tanpa gejala
(asimtomatik). Umumnya pasien dirujuk karena ditemukannya bising jantung
(murmur) secara kebetulan. Anak tampak sehat. Pada auskultasi S1 dan S2
normal, teraba thrill, bising pansistolik derajat IV/6 dengan punktum
maksimum di interkostal 3-4 pada garis parasternal kiri.
2. DSV sedang dapat menimbulkan gejala yang ringan berupa takipnea dan
takikardia ringan. Bayi sering mengalami kesulitan minum dan makan, dan
sering mengalami ISPA. Pada pemeriksaan fisis ditemukan takipnea, retraksi
interkostal atau suprasternal. Pertambahan berat badan sangat lambat.
Ditemukan thrill. S1 dan S2 normal, ditemukan bising pansistolik intensitas
keras di interkostal 3-4 parasternalis kiri. Bising mid-diastolik sering
ditemukan di apeks.
3. DSV besar, gejala timbul setelah 3-4 minggu. Terlihat gejala dan tanda gagal
jantung kiri. Bayi mengalami takikardia, takipnea, hepatomegali. Pasien
tampak sesak, tidak biru, gagal tumbuh, banyak keringat dan sering
mengalami ISPA berulang. Bising pansistolik akan terdengar bernada rendah
dan tidak terlokalisasi.
B. Pemeriksaan Penunjang76
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada DSV kecil, gambaran EKG normal. Pada DSV besar akan ditemukan
LVH atau BVH.
2. Foto Rontgen toraks
Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal dengan
corakan vaskular paru normal. Pada DSV sedang, terdapat
kardiomegali dan peningkatan corakan vaskular paru dan tampak
penonjolan segmen pulmonal.
Pada DSV besar, terdapat kardiomegali, peningkatan corakan
vaskular paru dan pembesaran ventrikel kanan.
3. Ekokardiografi
Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan Doppler berwarna dapat
ditentukan besar defek, arah pirau, dimensi ruang jantung dan fungsi
ventrikel.
4. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada DSV besar untuk menilai besarnya
pirau dari kiri ke kanan (QP/QS) dan tingginya resistensi vaskular paru agar
dapat ditentukan apakah masih bisa ditutup atau tidak.Saat ini kateterisasi
pada DSV lebih ditujukan pada tindakan penutupan transkateter.
Medikamentosa76
1. DSV kecil tanpa gejala tidak perlu terapi.
2. Pada gagal jantung diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2 mg/kgBB/hari,
vasodilator misalnya kaptopril 0,5 – 1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu
dapat ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian makanan berkalori
tinggi dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT).
Anemia diperbaiki dengan preparat besi.
3. Menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik profilaksis terhadap
infeksi endokarditis.
4. Penutupan DSV dapat dikerjakan dengan intervensi non-bedah
menggunakan Amplatzer VSD occluder atau dengan tindakan bedah.
Kath
PVD(-) PVD(+)
Reaktif Non-
reaktif
Evaluasi dalam
6 bulan
Konservatif
Gambar 21. Amplatzer yang digunakan untuk penutupan transkateter pada DSV. A,
Amplatzer septal occluder; B, Amplatzer PDA occluder; C, Amplatzer muscular VSD
occluder; D, new concentric Amplatzer VSD occluder; E and F, new eccentric Amplatzer
VSD occluders.
Gambar 22
2. Cari DSV dan dorong Terumo wire masuk ke dalam DSV dan
menyeberang ke ventrikel kanan lalu dorong masuk ke arteri pulmonalis
atau masuk ke atrium kanan lalu ke vena kava superior. Setelah kateter
JR masuk ke dalam ventrikel kanan, Terumo guide wire dapat juga diganti
dengan soft J tipped Amplatzer noodlewire 0,035 inchi untuk kemudian di
dorong ke atrium kanan untuk akhirnya ke vena kava superior atau ke
arteri pulmonal (Gambar 23).
Gambar 23
3. Dorong keluar Amplatzer noodlewire di vena kava superior agar mudah di-
snare (Gambar 24).
Gambar 24
4. Masukkan kateter MP 2 melalui sheath yang ada di vena femoralis
bersama dengan Amplatz snare masuk ke vena kava superior, alat snare
dibuka dengan mendorongnya keluar dari kateter. Kemudian ujung
noodlewire di snare, lalu ditarik sampai keluar dari vena femoralis.
5. Masukkan dilator ke dalam delivery sheath dan pastikan dengan terkunci
dengan baik
6. Masukkan delivery sheath bersama dilator menyusuri noodlewire dari
vena femoralis ke atrium kanan sampai bertemu dengan kateter JR.
7. Gerakkan sistem tersebut sebagai satu kesatuan sampai ujung dilator
mencapai aorta asenden (Kissing catheter technique) (Gambar 25)
Gambar 25
8. Tarik dilator sampai sedikit di bawah ujung delivery sheath.
9. Pelan-pelan tarik kembali delivery sheath sampai ujungnya setinggi katup
aorta.
10. Dorong Amplatzer noodlewire dari kateter JR sehingga terbentuk loop
yang masuk ke ventrikel kiri, kemudian delivery sheath didorong sehingga
ujungya masuk menyusuri loop tadi, masuk ke ventrikel kiri (Gambar 26)
Gambar 26
11. Tarik Amplatzer noodlewire keluar melalui vena atau arteri femoralis
Penempatan alat
1. Pilih alat yang sama ukuranya dengan ukuran DSV
2. Masukkan delivery cable ke dalam pusher catheter, lalu masukkan ke
dalam loading catheter yang sudah dipasang katup hemostasis.
3. Pasangkan AVO pada ujung delivery cable.
4. Putar AVO ke kiri agar marker pengunci pada AVO masuk ke dalam
marker yang ada pada pusher catheter.
5. Pasang plastic versa, tarik kabel kuat-kuat, lalu plastic versa dikunci.
6. Loading AVO ke dalam loading catheter dengan menarik pusher catheter.
Waktu me-loading AVO, sebaiknya dilakukan di dalam garam larutan
NaCl 0,9%.
7. Flush catheter dengan normal salin untuk membuang gumpalan udara di
dalam AVO.
8. Masukkan loading catheter ke dalam delivery sheath, dorong pusher
catheter sampai ujung distal AVO membuka di apeks ventrikel kiri.
9. Tarik delivery system secara bersaman sampai lempeng kiri menyentuh
septum.
10. Buka bagian proksimal AVO dengan menarik delivery sheath tanpa
menarik pusher catheter (Gambar 27)
Gambar 27
11. Periksa ulang posisi lempeng ventrikel kiri. Pita penanda sebaiknya
diarahkan ke apeks ventrikel kiri
12. Gunakan ekokardiografi transesofagus untuk mengevaluasi pintasan sisa
atau insufisiensi katup
13. Jalankan angiogram ventrikel kiri dan aortogram untuk melihat posisi dan
mengevaluasi pintasan
14. Buka pengunci pin versa, kemudian mundurkan posisi pin versa beberapa
sentimeter, lalu kunci kembali
15. Dorong pin versa agar AVO terlepas dari pusher catheter.
16. Lepaskan AVO dari delivery cable dengan memutar pin vise berlawanan
arah dengan jarum jam
17. Ulangi angiografi ventrikel kiri
18. Buat angiografi di aorta asenden untuk mengevaluasi regurgitasi pada
katup aorta
Pemasangan Amplatzer Muscular VSD Occluder (AMVO) untuk DSV tipe muskular78
Pemasangannya menggunakan teknik kateter (pendekatan melalui sisi kanan atau
kiri). Pendekatannya tergantung pada lokasi dari DSV tipe muskular. Umumnya
defek pada bagian atas septum dapat dilakukan pendekatan melalui vena femoralis,
sedangkan defek rendah lebih mudah ditutup dengan cara pendekatan transjugular.
Teknik kateter harus dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum dan
ekokardiografi transesofagus.
Tahap-tahapnya :
1. Vena femoralis kanan atau vena jugularis dan arteri femoralis kiri ditusuk
dengan cara yang biasa menggunakan abbocath no 22, kemudian dilakukan
pemasangan sheath. Setelah itu dimasukkan kateter dan dilakukan evaluasi
hemodinamik termasuk oksimetri dan tekanan di tiap ruang jantung.
2. Defek diperlihatkan pada ekokardiografi, dan jarak defek ke apeks dan katup
aorta diukur. Ukuran defek yang diukur dengan alat ekokardiografi dilaporkan
sama baiknya dengan ventrikulogram kiri.
3. Kateter JR 4 F dimasukkan melalui arteri femoralis kiri, melewati katup aorta
dan DSV masuk ke ventrikel kanan.
4. Ke dalam kateter tadi dimasukkan Terumo guidewire 220 cm lalu
dimanipulasi sehingga guidewire masuk ke arteri pulmonalis. (Gambar 28).
Gambar 28
5. Dari vena femoralis kanan, kateter MP2 bersama dengan alat snare
dimasukkan untuk menarik guidewire keluar dari sheath melalui vena
femoralis kanan. Teknik ini membentuk arterio-venous continuous access
wire (Gambar 29).
Gambar 29
6. Delivery sheath dengan dilatornya dimasukkan melewati akses vena
menyusuri guidewire untuk masuk melewati DSV dan masuk ke dalam
ventrikel kiri. Medium kontras disuntikkan untuk memastikan bahwa ujung
sheath dalam posisi yang benar di dekat apeks ventrikel kiri.
7. AMVO dipasang pada delivery cable, kemudian di-loading ke dalam loading
catheter dalam cairan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Loading catheter
dimasukkan ke dalam delivery sheath, kemudian didorong sampai ujung
distal AMVO membuka di ventrikel kiri. Delivery sheath beserta kabel ditarik
sampai lempeng kiri AMVO menyentuh septum. Untuk membuka bagian
proksimal AMVO, delivery sheath ditarik tanpa menarik delivery cable,
sehingga AMVO membuka di dalam DSV (Gambar 30).
Gambar 30
8. Bila ekokardiografi sudah memperlihatkan alat dalam posisi yang benar, alat
dilepaskan dari delivery cable. Jika tidak memuaskan, alat dapat dimasukkan
kembali ke dalam sheath-nya dan dapat diganti dengan ukuran yang lebih
besar atau kecil.
Gambar 31. Angiogram pada anak umur 9 bulan, dengan berat badan 8,4 kg selama
penutupan dengan transkateter pada DSV tipe muskular menggunakan Amplatzerâ
muscular VSD occluder, A, angiogram ventrikel kiri pada ke 4 ruangan jantung
menunjukkan 7,2 mm DSV tipe mid-muskular (panah). B, gambar a7 Fr Cook Sheath dari
vena jugularis interna kanan pada DSV dengan sebuah exchange guide wire
menunjukkan sebuah arterio-venous loop dari vena jugularis keluar menuju arteri
femoralis. C, gambar ini menunjukkan mengantar alat tersebut (panah) keluar dari bagian
distal selubung selama menarik alat dari vena jugularis.
LV disc dimasukkan kedalam ventrikel kiri. D, angiogram pada ventrikel kiri selama posisi
LV Disc telah diletakkan pada tempatnya. E, gambar alat yang telah dikeluarkan dari
kateter (panah). F, angiogram pada ventrikel kiri setelah alat dipasang dan tidak ada
residual shunt.
Gambar 32. Angiogram Ventrikel kiri pada ke 4 ruangan jantung pada DSV tipe mid-
muskular dengan diameter 6,3 mm pada anak umur 13 tahun, dengan berat badan 40 kg
(DSV tipe muskular didapat) setelah pembedahan untuk memperbaiki hypertrophic
cardiomyopathy diikuti dengan Operasi Kono setelah 5 tahun. Rasio Qp/Qs = 2,3 : 1 dan
tekanan sistolik A.pulmonalis 55 mmHg. B, gambar arterio-venous wire loop yang masuk
melalui A.femoralis menuju DSV dan keluar melalui V. Jugularis interna kanan. C, gambar
Amplatzer MVSD dengan diameter 10mm yang dikeluarkan dari kateternya (selubung),
dimana kateter delivery masih di posisinya. D, angiogram pada ventrikel kiri setelah
lempeng ventrikel kiri diletakkan (panah) pada ventrikel kiri. E, gambar penempatan
lempeng ventrikel kanan (panah). F, angiogram pada ventrikel kiri untuk melihat alat
sudah diletakkan pada posisinya. G, gambar setelah alat dikeluarkan dari kateternya
(panah). H, angiogram pada ventrikel kiri 10 menit setelah alat pada posisinya dan
minimal foaming hilang setelah beberapa hari dan tekanan A. Pulmonalis turun menjadi
38 mmHg.
Terdapat perbedaan biaya antara beberapa senter, baik untuk tindakan intervensi
non-bedah ataupun bedah. Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan biaya antara
RSCM dan RS Jantung Harapan Kita.