Anda di halaman 1dari 79

tatangmanguny's blog

A BLOG OF YOGYAKARTA STATE-


UNIVERSITY'S BLOGS : TATANG M. AMIRIN'S
BLOG

01/11/2010 BY TATANG M. AMIRIN

SKALA LIKERT: PENGGUNAAN DAN


ANALISIS DATANYA
Tatang M. Amirin, 31 Oktober 2010; 4 Januari 2011

Banyak orang yang bingung jika menggunakan Skala Likert [baca biasa likert,
walau ada yang baca laikert--kata Wikipedia], dan bahkan salah larap. Skala
Likert digunakan untuk membuat angket, tapi kadang-kadang salah isi yang
disasar untuk dihimpun dengan Skala Likert tersebut. Likert itu nama orang,
lengkapnya Rensis Likert, pendidik dan ahli psikologi Amerika Serikat. Jadi,
skala ini digagas oleh Rensis Likert, sehingga disebut Skala Likert.

Kalau begitu mari kita mulai dengan memperjelas apa dan untuk apa Skala
Likert itu.

Pengertian dan Kegunaan Skala Likert

Skala itu sendiri salah satu artinya, sekedar memudahkan, adalah ukuran-
ukuran berjenjang. Skala penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai
sesuatu yang pilihannya berjenjang, misalnya 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. 
Skala Likert juga merupakan alat untuk mengukur (mengumpulkan data
dengan cara “mengukur-menimbang”) yang “itemnya” (butir-butir
pertanyaannya) berisikan (memuat) pilihan yang berjenjang.

Untuk apa sebenarnya Skala Likert itu? Skala Likert itu “aslinya” untuk
mengukur kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang terhadap sesuatu
objek, yang jenjangnya bisa tersusun atas:

sangat setuju

setuju
netral antara setuju dan tidak

kurang setuju

sama sekali tidak setuju.

Pernyataan yang diajukan mengenai objek penskalaan harus mengandung isi


yang akan “dinilai” responden, apakah setuju atau tidak setuju. Contoh di
bawah ini pernyataannya berbunyi “Doktrin Bush merupakan kebijakan luar
negeri yang efektif.” Objek khasnya adalah efektivitas (kefektivan) kebijakan. 
Responden diminta memilih satu dari lima pilihan jawaban yang dituliskan
dalam angka 1-5, masing-masing  menunjukkan sangat tidak setuju (1), tidak
setuju (2), netral atau tidak berpendapat (3),  setuju (4), sangat setuju (5).

The Bush Doctrine is an e�ective foreign policy [Doktrin Bush merupakan


kebijakan luar negeri yang efektif].

Strongly Disagree—1—2—3—4—5—Strongly Agree

[Sangat tidak setuju --1--2--3--4--5--Sangat setuju]

Based on the item, the respondent will choose a number from 1 to 5 using the
criteria below [Dengan memperhatikan butir pernyataan, responden (orang yang
ditanyai) harus memilih angka 1 sampai dengan 5 dengan berdasarkan patokan
berikut]:

1 – strongly agree [sangat setuju]

2 – somewhat agree [agak setuju]

3 – neutral/no opinion [netral/tak berpendapat]

4 – somewhat disagree [agak tidak setuju]

5 – strongly disagree [sangat tidak setuju]

Apa artinya? Artinya setujukah responden bahwa kebijakan luar negeri Bush
itu sebagai kebijakan yang efektif (memecahkan masalah luar negeri AS)? Jadi,
responden tinggal milih: setuju atau tidak setuju, atau tak memilih keduanya
(netral saja, tidak berpendapat).
Salah Tafsir: Asal ada Setuju–Tidak Setuju

Tidak sedikit mahasiswa dan peneliti lain yang hanya melihat Skala Likert itu
sebagai angket pilihan setuju–tidak setuju. Jadi, jika pilihan jawabannya
setuju-tidak setuju, maka itu namanya Skala Likert. Lalu, segala macam
pernyataan dimintakan kepada responden untuk memilih menjawab setuju
atau tidak setuju. Ini contohnya:

Salat itu penting, karena salat itu merupakan tiang agama.

1. Sangat setuju (SS)

2. Setuju (S)

3. Setuju tidak, tidak setuju pun tidak, alias netral (N)

4. Tidak setuju (TS)

5. Sangat tidak setuju (STS)

Jelas isi pernyataan itu bukan sesuatu yang harus disetujui atau tidak disetujui.
Itu pengetahuan, pengetahuan agama, yang  diajarkan oleh para ustad dan
kiyai. Jadinya itu soal “murid” tahu atau tidak tahu bahwa salat itu penting,
dan pentingnya itu karena (dengan alasan) merupakan tiang agama (“ash-
shalatu imaaduddin“), bukan harus setuju atau tidak setuju.

Kedua, itu tidak bisa dijenjangkan kesetujuan-ketidaksetujuannya, karena


tidak logis. Kalau misalnya “setuju” salat itu penting, apa bedanya dengan
“sangat setuju.” Jika jawabannya diubah jadi “setuju–agak setuju,” makna dari
agak setuju itu apa, tak jelas. Tentu tidak bisa ditafsirkan bahwa  jika agak
setuju berarti menunjukkan menurut responden salat itu agak penting, dan jika
setuju sekali berarti salat itu sangat amat penting, dan sebaliknya.

Ketiga, ada dua isi yang harus disetujui atau tidak disetujui di dalam satu
pernyataan itu, yaitu: (1) salat itu penting, dan (2) salat itu tiang agama. Ini
tidak boleh terjadi dalam penyusunan angket, sebab akan membingungkan.
Salat mungkin bisa dianggap penting (setuju bahwa penting), tapi alasannya
sebagai tiang agama tidak setuju,  setujunya karena ia rukun Islam kedua.
Jadi, jawabannya apa? Setuju, atau tidak setuju, atau netral saja?

Sebentar, biar jelas. Responden setuju bahwa solat itu penting, tapi tidak
setuju kalau sebabnya karena ia tiang agama. Lantas yang harus dipilih setuju
atau tidak setuju (karena ia punya dua pilihan: setuju penting, tapi  tidak
setuju sebagai tiang agama).

Lain halnya dengan masalah “hukum potong tangan bagi pencuri,” misalnya
(sekedar misal, lho), kan ada orang setuju, ada yang tidak setuju. Jadi,
pernyataannya bisa dirumuskan, misalnya, “Orang yang mencuri harus
dihukum potong tangan.” Jawabannya (SS – S – N – TS -STS). Pernyataan
“pencuri harus dipotong tangan” itu isinya hanya satu, tidak dua: (1) pencuri
dan (2) potong tangan. Beda kan dengan contoh di atas (1) solat itu penting,
dan (2) solat itu tiang agama–digabung menjadi: Solat itu penting karena solat
itu tiang agama.

Nah, karena berkaitan dengan setuju (S) dan tidak setuju (TS), maka bisa jadi
ada orang yang netral (N) atau tidak berpendapat. Netral artinya setuju ya
tidak, tidak setuju pun tidak juga. Tidak memihak pada kesetujuan ataupun
ketidaksetujuan. Ekstrimnya, tidak berpendapat.

Jadi, bisa ada yang agak setuju, tapi tidak setuju banget, ada juga yang agak
setuju, tapi tidak setuju banget. Ya cuma seperti itu gambarannya.

Contoh: Anggota DPR disuruh memilih apakah setuju Gubernur DIY itu dipilih.
Pilihan jawabannya ekstrim: setuju atau tidak setuju. Jadi, hanya ada tiga
pilihan: S – N – TS. Jika S berarti setuju Gubernur DIY dipilih. Jika TS artinya
tidak setuju melalui pemilihan. Yang tidak “berani” menyatakan setuju atau
tidak setuju, ya pilih N (netral). Jika ada 30% yang menyatakan S, 60%
menyatakan TS, dan 10% N, maka hasilnya berupa pernyataan bahwa sebagian
besar anggota DPR tidak setuju Gubernur DIY dipilih. Hanya seperti itu.
Jangan dicari reratanya, lucu!

Karena berkaitan dengan kesetujuan-ketidaksetujuan, maka yang


dipertanyakan haruslah yang “populer,” yang sudah terkonsumsi masyarakat,
yang masyarakat (responden) tahu. Kalau tidak tahu bagaimana ia akan
menyatakan setuju dan tidak setuju.

Ini contoh (sekedar contoh).

Pemerintahan SBY tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Semua orang Indonesia “terlibat” dalam pemerintahan SBY, terkena


pemerintahan SBY, dan tahu (merasakan) seperti apa berada di bawah
pemerintahan SBY. Jadi, pasti bisa menjawab.

Pernyataan ” SBY patut mendapatkan Hadiah Nobel” pun bisa untuk dimintakan
persetujuan dan “pertidaksetujuan” responden, tetapi respondennya tertentu,
yang paham seluk beluk pemberian hadiah Nobel. Mbah Marijan (alm) dan
embah-embah lain setara Mbah Marijan mungkin tak tahu.

Coba tanyakan pada orang kebanyakan Indonesia: Setuju atau tidak jika
demokrasi Indonesia diubah menjadi demokrasi-teokratis? Mbah Maridjan
(kalau masih hidup) lebih baik semedi daripada menjawab.

Nah, itulah sebabnya Skala Likert suka disebut (dan memang tergolong) skala
sikap, skala tentang sikap, yaitu sikap setuju dan tidak setuju terhadap sesuatu
(yang bisa disetujui dan tidak disetujui).

Skala Likert ada kalanya “menghilangkan” tengah-tengah kutub setuju dan


tidak setuju. Responden dipaksa untuk “masuk” ke “blok” setuju atau tidak
setuju.  Ini contohnya.

Mahasiswa boleh tidak ikut kuliah, asal sungguh-sungguh belajar mandiri.

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

Pertanyaan dibuat demikian agar orang berpendapat, tidak bersikap netral


atau tidak berpendapat.

“Skala” dalam Skala Likert

Berapa jenjang skala dibuat dalam Skal Likert? Itu amat tergantung pada
“kata-kata” yang digunakan di dalam butir (item) Skala Likert. Kalau
digunakan model verbal (kata-kata) setuju–tidak setuju, maka paling tidak ada
tiga, yaitu setuju–netral–tidak setuju. Perubahan lebih banyak tentu akan
mengikuti kutubnya (kutub setuju dan kutub tidak setuju). Jadi, jika ditambah,
akan menjadi, misalnya: sangat setuju–setuju–netral–tidak setuju–sangat tidak
setuju (ada 5 skala). Tentu bisa jadi tujuh jika ditambahi lagi dengan sangat
setuju sekali dan sama sekali tidak setuju. Atau tambahannya berupa “agak
setuju” (sebelum setuju) dan “agak tidak setuju” (sebelum tidak setuju). Jika
digabungkan, maka jadi sembilan skala (jenjang).

1. Sangat setuju sekali

2. Sangat setuju

3. Setuju

4. Agak setuju

5. Netral

6. Agak tidak setuju

7. Tidak setuju

8. Sangat tidak setuju

9. Sama sekali tidak setuju

Bentuk Skala Likert

Skala Likert yang dikenal sebetulnya tidak disusun seperti angket yang
pilihannya ke bawah seperti beberapa contoh di atas, melainkan seperti ini.

LIKERT SCALES
Please circle the number that represents how you feel
about the computer software you have been using
[Lingkarilah angka yang mencerminkan penilaian Anda
mengenai piranti lunak komputer yang telah Anda
pergunakan]
I am satis�ed with it (memuaskan)Strongly disagree
—1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree

(Sangat tidak setuju)                                                   


(Sangat setuju)

It is simple to use (mudah digunakan)Strongly disagree


—1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree
It does everything I would expect to do (bisa untuk apa
saja) Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly
agree
I don’t notice any inconsistencies as I use it (tidak bikin
kisruh) Strongly disagree —1—2—3—4—5—6
—7—Strongly agree
It is very user friendly (dapat membantu siapa saja)
Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly
agree
Responden ditanya tentang kepuasan mereka terhadap produk komputer.
Responden diminta melingkari angka-angka yang berderet yang menunjukkan
“sangat setuju” (angka 7) atau “sangat tidak setuju” (angka 1) dengan
pernyataan yang tertera sebelumnya .  Di antara kutub-kutub itu ada angka
pilihan.  Masing-masing menunjukkan derajat kestidaksetujuan atau
kesetujuan. Semakin dekat ke angka 1 semakin dekat dengan tidak setuju, dan
sebaliknya. Ingat angka itu bukan skor!

Item (Butir Pertanyaan/Pernyataan) Serupa dan Tak serupa Skala Likert

Ada “angket” yang semodel dengan Skala Likert, seperti di bawah ini.

Seberapa sering Anda meminjam buku dari perpustakaan?

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Sangat sering

Pertanyaan angket ini pun berjenjang, mirip dengan Skala Likert. Tentu itu
bukan skala sikap. Itu angket biasa, angket deskriptif yang isinya punya
jenjang ( intensitas meminjam buku dari perpustakaan). Perhatikan
jenjangnya. Ada tengah-tengahnya seperti netral dalam skala sikap. Oleh sebab
itulah angket (butir angket) seperti itu suka disebut juga sebagai “mirip Skala
Likert.”

Pertanyaan angket berikut, kendati ada jenjang, bukan Skala Likert dan bukan
mirip Skala Likert. Kuncinya terletak pada titik tengah pilihan jawaban ( di sisi
yang satu positif, di sisi yang lain negatif; di sisi yang satu tinggi di sisi yang
lain rendah). Item tentang usia berikut tidak bersifat seperti itu, hanya
perjenjangan biasa, tidak ada kutub ekstrim dan tengah-tengahnya.

Usia Bapak/Ibu saat ini:

a. di atas 80 tahun

b. 61 – 70 tahun

c. 51 – 60 tahun

d. 41 – 50 tahun

e. 31 – 40 tahun

Menganalisis data Skala Likert

1. Analisis Frekuensi (Proporsi)

Nah, yang sering dilakukan kesalahan adalah pada saat menganalisis data dari
Skala Likert. Ingat, Skala Likert berkait dengan setuju atau tidak setuju
terhadap sesuatu. Jadi, ada dua kemungkinan. Pertama, datanya data ordinal
(berjenjang tanpa skor). Angka-angka hanya urutan saja. Jadi, analisisnya
hanya berupa frekuensi (banyaknya) atau proporsinya (persentase). Contoh
(pilihan “netral” dalam angket ditiadakan) dengan responden 100 orang:

Yang sangat setuju 30 orang (30%)

Yang setuju 50 orang (50%)

Yang tidak setuju 15 orang (15%)

Yang sangat tidak setuju 5 orang (5%).

Jika digabungkan menurut kutubnya, maka yang setuju (gabungan sangat


setuju dan setuju) ada 80 orang (80%), dan yang tidak setuju (gabungan
sangat tidak setuju dan tidak setuju) ada 20 orang (20%).

2. Analisis Terbanyak (Mode)

Analisis lain adalah dengan menggunakan “mode,” yaitu yang terbanyak.


Dengan contoh data di atas, maka jadinya “Yang terbanyak (50%) menyatakan
setuju” (Dari data yang sangat setuju 15%, setuju 50%, netral 20%, tidak
setuju 10%, sangat tidak setuju 5%).

Skala Likert Sebagai Skala Penilaian


Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi nilai
terhadap sesuatu. Contohnya skala Likert mengenai produk komputer di atas,
komputer yang baik atau tidak. Terhadapnya bisa diberlakukan angka skor.
Jadi, yang dianalisis skornya. Dalam contoh di atas angka 7 sebagai skor
tertinggi. Datanya bukan ordinal, melainkan interval.

Ingat! Pilihan ordinal setuju–agak setuju–netral–kurang setuju–tidak setuju tak


bisa diskor. Misalnya setuju diberi skor 5, agak setuju 4, netral 3, kurang
setuju 2, dan tidak setuju 1.

Kenapa?

Pertama, tidak logis, yang netral lebih tinggi skornya dari yang tidak setuju.
Padahal yang netral itu sebenarnya tidak berpendapat. Kedua, coba jika ada
dua orang yang ditanya, yang satu menjawab setuju (skor 5), yang satu lagi
menjawab tidak setuju (skor 1).  Berapa reratanya? [5 + 1] : 2 = 3. Skor 3 itu
sama dengan netral. Lucu, kan?! Simpulannya kedua orang responden bersikap
netral. Padahal realitanya yang satu setuju, yang satu tidak. Nah, ini bisa
terjadi juga dengan yang sangat setuju (skor 5) 20 orang, setuju (skor 4) 25
orang, netral (skor 3) 10 orang, tidak setuju (skor 2) 25 orang, dan sangat
tidak setuju (skor 1) 20 orang. Berapa rerata skornya? Pasti 3 (netral). Jadi,
semua orang (diwakili 100 orang sampel) bersikap netral. Lucu, kan?!!!
Padahal yang netral hanya 10 orang (10%)!!!

Skala Penilaian

Di atas dicontohkan Skala Likert untuk penilaian (menilai produk komputer).


Sebenarnya tidak perlu menggunakan Skala Likert, cukup skala penilaian
(rating scale). Responden diminta menilai produk itu dengan membubuhkan
nilai (skor) jika ada kolom kosong untuk menilai, atau memilih skor tertentu
yang sudah disediakan. Jadinya skornya bisa bergerak dari 0 sampai dengan 
10 sebagai skor tertinggi.

Contohnya mengenai kepuasan konsumen terhadap layanan perpustakaan di


bawah ini. Responden cukup diminta melingkari angka skor sesuai dengan
penilaiannya.

1. Kemudahan menemukan koleksi       1  2  3  4  5  6  7  8  9  10

2. Kenyamanan ruangan                             1  2  3  4  5  6  7  8  9  10

3. Layanan petugas                                        1  2  3  4  5  6  7  8  9  10

Analisisnya bisa menggunakan dua macam, proporsi (persentase) dan mode


(terbanyak menilai berapa), dan rerata atau means (rerata skornya berapa),
dan termasuk pengkateorian puas atau tidak puas.

Jelasnya:

Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor tertentu
secara keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang terbanyak (mode)
dari responden memilih pada skor berapa.

Kedua, hitung skor dari keseluruhan butir (responden yang menjawab


dikalikan skor), lalu disusun reratanya. Rerata skor itu (bilangannya tentu
akan 0 – 10) termasuk kategori tinggi atau rendah. Sebelumnya tentu sudah
disusun kategorisasinya. Jadi,  jika rerata skornya misalnya 7,76, angka 7,76
itu termasuk kategori rendah, sedang, ataukah tinggi? Ingat, skor terendah
berapa, dan skor tertinggi berapa! Jadi, 7,76 dari rentangan skor 1 – 10 tentu
termasuk tinggi (tapi tidak sangat tinggi, kan?!)

Contoh Lain Skala Likert

Ini contoh Skala Likert yang menggali taraf kepercayaan diri (rasa harga diri)
karyawan.

Skala “Self-Esteem” Karyawan

Here’s an example of a ten-item Likert Scale that attempts to estimate the level
of self esteem a person has on the job. Notice that this instrument has no
center or neutral point — the respondent has to declare whether he/she is in
agreement or disagreement with the item [Ini contoh Skala Likert yang terdiri
atas 10 butir pernyataan yang berusaha mengukur taraf harga-diri seseorang dari
pekerjaannya. Perhatikan bahwa instrumen ini dhilangkan titik tengah atau
netralnya, sehingga responden mau tidak mau harus memberikan pernyataan tegas
apakah ia setuju atau tidak setuju dengan isi butir pernyataan].

INSTRUCTIONS: Please rate how strongly you agree or disagree with each of
the following statements by placing a check mark in the appropriate box
[Petunjuk: Berikan penilaian seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan isi
pernyataan berikut dengan cara membubuhkan tanda centang pada kotak kolom
yang sesuai].

1. I feel good about Strongly Somewhat Somewhat Strongly


my work on the job. disagreee disagree agree agree
(Saya merasa pekerjaan (Sama (agak tidak (agak (Sangat
saya dalam sekalI tidak setuju) setuju) setuju)
menjalankan tugas setuju)
baik)
2.  On the whole, I get Strongly Somewhat Somewhat Strongly
along well with others disagreee disagree agree agree
at work. (Secara (Sama (agak tidak (agak (Sangat
umum, dengan sekali tidak setuju) setuju) setuju)
teman-teman setuju
sepekerjaan saya
merasa baik-baik saja)
3. I am proud of my Strongly Somewhat Somewhat Strongly
ability to cope with disagreee disagree agree agree
di�culties at work (Sama (agak tidak (agak (Sangat
(Saya merasa bangga sekali tidak setuju) setuju) setuju)
dengan kemampuan setuju
saya mengatasi berabgai
masalah pekerjaan
saya).
4. When I feel Strongly Somewhat Somewhat Strongly
uncomfortable at disagreee disagree agree agree
work, I know how to (Sama (agak tidak (agak (Sangat
handle it (Jika saya sekali tidak setuju) setuju) setuju)
merasa tidak nyaman setuju
kerja, saya tahu
bagaimana
mengatasinya).
5. I can tell that other Strongly Somewhat Somewhat Strongly
people at work are disagreee disagree agree agree
glad to have me there (Sama (agak tidak (agak (Sangat
(Saya bisa tegaskan sekali tidak setuju) setuju) setuju)
bahwa teman kerja saya setuju
merasa senang mereka
 bekerja dengan saya).
6. I know I’ll be able Strongly Somewhat Somewhat Strongly
to cope with work for disagreee disagree agree agree
as long as I want (Saya (Sama (agak tidak (agak (Sangat
tahu saya bisa sekali tidak setuju) setuju) setuju)
selesaikan tugas setuju
pekerjaan saya asal
saya mau) .
7. I am proud of my Strongly Somewhat Somewhat Strongly
relationship with my disagreee disagree agree agree
supervisor at work (Sama (agak tidak (agak (Sangat
(Saya merasa bangga sekali tidak setuju) setuju) setuju)
tentang hubungan saya setuju
dengan atasan saya di
tempat kerja).
8. I am con�dent that I Strongly Somewhat Somewhat Strongly
can handle my job disagreee disagree agree agree
without constant (Sama (agak tidak (agak (Sangat
assistance (Saya yakin sekali tidak setuju) setuju) setuju)
saya bias selesaikan setuju
tugas pekerjaan saya
tanpa selalu mendapat
bantuan).
9. I feel like I make a Strongly Somewhat Somewhat Strongly
useful contribution at disagreee disagree agree agree
work (Saya merasa (Sama (agak tidak (agak (Sangat
saya punya andil baik sekali tidak setuju) setuju) setuju)
terehadap tempat kerja setuju
saya).
10. I can tell that my Strongly Somewhat Somewhat Strongly
coworkers respect me disagreee disagree agree agree
(Saya bisa tegaskan (Sama (agak tidak (agak (Sangat
bahwa rekan kerja saya sekali tidak setuju) setuju) setuju)
menghargai saya). setuju
Sumber:

Hall, Shane. 2010. “How to Use the Likert Scale in Statistical Analysis.” Online,
diunduh 31 Oktober, 2010.

Markusic, May�or. 2009. “Simplifying the Likert Scale.” Online, diunduh 31


Oktober 2010.

Trochim, William M.K. 2006. “Likert Scaling.” Research Methods Knowledge


Based. Diunduh 31 Oktober 2010

Wikipedia. 2010. “Likert Scale.” Online, diunduh 31 Oktober 2010.

This entry was posted in PENGUMPULAN DATA. Bookmark the permalink.

300 thoughts on “SKALA LIKERT:


PENGGUNAAN DAN ANALISIS DATANYA”

Ze�ry | 28/12/2010 at 12:41


Pak Tatang yth, sekali lagi saya kagum dengan kemampuan Bapak
membuat penjelasan yang sederhana dan mudah dimengerti. Terima kasih
banyak

Reply

tatang m. amirin | 28/12/2010 at 15:00


Ah, itu kan hanya mengatakan apa yang dikatakan orang, cuma
“disundakeun,” kitu! Terima kasih kembali. Semoga sukses juga.

Reply

Rezki | 19/01/2011 at 12:19


aslamualaikum

bapak, ketemu saya lagi, hehehhe


jgn bosen ya pak, saya nanya terus nich,
pak boleh ga saya pake skala likert 1-5
1 =sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = cukup suka
4 = suka
5= sangat suka

terus penentuan banyaknya skala 1-3, 1-5, 1-7 ditentukan oleh apa?
terima kasih banyak bapak tatang :)

Reply

tatang m. amirin | 19/01/2011 at 13:32


Memang suka apa? Suka itu sama dengan senang (“prefer”), apa suka
lawannya benci? Baca lagi deh skala likertnya, supaya jelas: Saya sangat
suka nasi timbel, Rezki lebih suka nasi gudeg. Kan, beda dengan: saya
tidak suka orang Israel, Rezki sih netral, suka tidak, tak suka juga tidak.
Nah suka dalam makna yang mana? Suka-suka, deh! Hehehe…
Angka itu angka simbul, apa angka nilai? Ya pakai logika aja:
Bagaimana menerjemahklan arti 6 jika itu soal “kesukaan” (suka nasi
gudeg apa tidak). 7 artinya sangat suka, 6 agak sangat suka, 5 suka, 4
… dst. Memang ada “agak sangat suka” dalam pembicaraan sehari-hari?
Kan gak ada. Gitu, jadi pakai kebiasaan sehari-hari dalam berbahasa.
Baru diangkakan (bisa skor, bisa cuma sekedar simbul saja). Kalau skor,
ya yang lazim, jangan gunakan 1-4 (itu skor di PT: A = 4). Skor di
masyarakat kan tertinggi 10. Di sekolah-sekolah biasanya begitu, sih!

Reply

jundighorib1 | 26/05/2014 at 10:32


Kang, kalau saya pakai skala 1-4 bagaimana?

tatang m. amirin | 27/05/2014 at 22:52


Pakai kebiasaan kesehariannya dulu, baru skala.

Rezki | 19/01/2011 at 14:46


1-5 rating scale pak,
jadi untuk menunjukkan prefered menggunakan skala 1-5 yang benar
seperti apa?

Reply

tatang m. amirin | 19/01/2011 at 19:51


Kutub ekstrimnya paling suka (5) versus paling tidak suka (1). Jangan
lupa, rating scale artinya “penilaian,” sehingga angka itu menunjukkan
“skor” (rate). Bukan setuju versus tidak setuju (angka = simbul). Anda
lebih suka makan apa? (1) gudeg, (2) bebek goreng, (3) uduk, (4) SGPC,
(5) tumpang. Angka itu hanya simbul, walaupun preferensi
(kelebihsukaan). Tapi, makan nasi gudeg suka atau tidak suka (1 sama
sekali tidak suka – 5 sangat suka sekali, 4? Ya, agak suka, lah).

Reply

Trisa | 28/01/2011 at 19:56


Pak, apa pertimbangan kita menghilangkan pilihan netral?
Misalnya:
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Tidak Setuju
4. Sangat Tidak Setuju

Kalau netral dihilangkan, bolehkah kita sebut “Skala Likert yang


disederhanakan/dimodi�kasi oleh peneliti”?

Terima Kasih

Reply

tatang m. amirin | 30/01/2011 at 08:35


Biar orang tidak ragu atau “tak menjawab.” Harus pilih: setuju atau
tidak setuju. Pilih makan gudeg atau nasi uduk, kangan gak pilih, wong
adanya cuma dua itu. Skala Likert itu juga suka dihilangkan netralnya,
coba dibaca lagi contoh-contohnya. Tapi, jangan sembarang dihilangkan
kalau memang ada (logis) netral.

Reply

sofree | 03/02/2011 at 21:28


Artkelnya buagusss banget pak..
Tanya pak:
dalam menilai sikap pake skala likert.. angka (1-5) kan simbol
trus gimana koding dan skoring (untuk analisis statistik) .. ketika variabel
sikap di korelasikan dg suatu variabel lain.
sebelumnya trims pak.. boleh ngga kontak bapak lewat email?

Reply

tatang m. amirin | 04/02/2011 at 16:47


Karena itu cuma koding, jadi dianggap sebagai variabel diskrit/nominal
(ada yang setuju, ada yang tak setuju, ada yang netral; seperti ada yang
beragama islam, ada yang katolik, ada yang kristen dsb). Gunakan
teknik nonparametrik atau yang sesuai.

Reply

sofree | 04/02/2011 at 18:04


maaf pak masih pemula..
terus kesimpulan akhirnya nantinya gimana (saran)bapak?
sikap itu apakah dikategori menjadi skap baik, sikap jelek?(or sikap
positif sikap negatif) misal 50% responden bersikap
benar(sebagaimana seharusnya)..hehe bingung sendiri saya pak..

note.
rencana buat metodologi penelitian “PSP
(pengetahuan,Sikap,Perilaku) petugas” kemudian dihubungkan
dengan “ketepatan waktu penyampaian laporan”

dee | 17/03/2011 at 12:43


pak mau tanya,skala likert itu apa mempengaruhi pengujian hipotesis??

Reply

tatang m. amirin | 17/03/2011 at 22:17


skala Likert hanya alat untuk mengumpulkan data, seperti yang lainnya,
tak lebih dari itu.

Reply

yuli | 12/04/2011 at 11:05


pak, saya mau tanya, bagaimana cara mengolah data mentah kuesioner
yang sudah diisi ke dalam tabel untuk diuji? terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 12/04/2011 at 18:56


Lha memang mau diuji apaan?
(1) Susun dalam distribusi frekuensi biasa, tertemukan (nantinya)
proporsi (persentase). Jadi, misal, mulai dari “men-tallies” kayak nyatet
skor pertandingan badminton atau voli atau tenis meja, yang menjawab
nomor 1 a ada berapa orang, 1b berapa orang, 1 c berapa orang dst.
Begitu juga yang menjawab 2a, 2b, 2c, 2d dst. Nanti jumlahnya masuk
dalam tabel distribusi frekuensi itu.
(2) Susun dalam tabel silang (cross tab), tertemukan perbandingan,
“hubungan” dsb
(3) Susun dalam tabel-tabel analisis statistik lainnya.
Itu saja, kali.

Reply

Nisa | 14/04/2011 at 17:05


Aslm.
Pak saya mahasiswa yg sedang menyusun skripsi.
Dalam skripsi saya, saya menggunkaan angket skala likert.
Saya agak bingung dengan cara pengolahan datanya.
Dari dosen saya skala penilaianx hrs ada 2 yaitu penilaian pernyataan
positif dan penilaian pernyataan positif. Misal untuk pernyataan positif
nilai Sangat Setuju = 4 nah untuk pernytaan negatif seperti apa??

Kemudian cara untuk mendapatkan hasil akhirnya seperti apa??

Soal angket saya ada 21 nomor kemudian respondennya ada 30 org..


nah cara menghitung nya seperti apa pak?
Sehingga bisa di interpretasikan dalam persenan??

Mksh banyak Pak jika bersedia untuk menjelaskan..


Saya sangat membutuhkannya..

Maap kalo panjang pertanyaanx ^^

Reply

tatang m. amirin | 14/04/2011 at 21:40


(1) Kalau diskor (pernyataan positif lawan negatif) kan jadi 5- 4 – 3 – 2
– 1. (Positif) Sangat setuju = 5, (negatif) sangat tidak setuju = 1.
Positif setuju = 3, negatif tidak setuju = 2. Karena sksor, maka
hitungan (analisisnya) pakai rerata (means), bukan persentase.
(2) Kalau bukan skor, sekedar kode, ya hitung saja dari 30 orang itu
yang menjawab kode 5 – 4- 3 – 2 – 1 atau 4 – 3 – 2 – 1 dari 21 butir
angket ada berapa orang. Hitung persentasenya = f : (21 x 30). Jadi,
kalau satu per satu butir angket, angket 1 ada berapa dari 30 yang
menjawab 4, 3, 2, dan 1. Persennya kan tinggal jumlah penjawab per
kode (4 atau 3 atau 2 atau 1) per 30 x 100%. Jadi jika yang menjawab
angket 1 butir kode 4 ada 15 orang kan berarti 15/30 x 100% = 1/2 x
100% = 50%. Buyinya: yang sangat setuju ada 50%.

Reply

septi | 05/05/2011 at 22:29


pak saya mahasiswa yang menyusun KTI saya mau tanya
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9….12 termasuk skala ap jika untuk mengukur frekuensi
melakukan misal 0 x/tahun, 1 x/tahun dst….??

Reply

tatang m. amirin | 06/05/2011 at 15:35


Yah itu sih bukan skala, itu bilangan kekerapan (frekuensi) aja.
Maksudnya berapa kali dalam setahun, berapa kali dalam sebulan,
berapa kali … dst. Bukan skala penilaian karena tidak menilai, hanya
hitungan biasa.

Reply

Danang Prasetya widodo | 12/05/2011 at 15:25


Pak, saya mohon info tentang pernyataan ahli yang membagi skala ke
dalam
Sangat Setuju, Agak Setuju, Netral, Agak Tidak Setuju dan Sangat Tidak
setuju karena dosen penguji saya menyalahkan saya kenapa pakai kata
“agak”. Mohon kalau ada artikelnya saya dikirimi ya Pak, kalau bisa hari
ini karena besok mau diajukan lagi ke beliau.. terima kasih banyak pak.
danang651@gmail.com

Reply

tatang m. amirin | 12/05/2011 at 16:18


Gak ada. Itu kan dari kebiasaan keseharian kita. Lha, tiap lokal mungkin
punya konteksnya sendiri. Jadi sangat tergantung kita menyebut apa
tentang “gradasi” kesetujuan: sangat setuju, setuju, netral . . . dst. Atau:
sangat setuju sekali, sangat setuju, setuju, netral. Kalau pusing kan
pusing sekali dan agak pusing, tidak ada “pusing” saja di antaranya.

Reply

erwan ari sufyan | 14/05/2013 at 23:37


dalam penggunaan bahasanya itu tidak baku. (meragukan)

lebih baik… saran saya. kalimat “AGAK” dihilangkan saja.


agar tidak membingungkan responden pengisi instrumen dan
penelitipun tidak jadi bingung juga dalam pemberian skor…

Reply

tatang m. amirin | 17/05/2013 at 13:19


Gunakanlah bahasa yang sehari-hari dipahami masayrakat
umum.Dalam bahasa Jawa, Sunda dll ada kata “rada” (sama dengan
agak), misalnya rada pinter (agak pintar). Itu baku bahasa seari-hari.
Bayangkan dengan “cukup baik,” itu dimaksudkan baik atau sedang?
Itu meragukan!

Iskandar AlQaid | 26/01/2014 at 15:58


maaf, setahu saya, penggunaan agak disitu hampir maksud dengan
sangat..oleh itu sahabat, angket 1 mewakili sangat tidak setuju; 2
mewakili tidak setuju; 3 mewakili netral; 4 mewakili setuju; dan 5
mewakili sangat setuju..jadi begini
5 Sangat Setuju (SS)
4 Setuju (S)
3 Netral/Tidak Pasti (N/TP)
2 Tidak Setuju (TS)
1 Sangat Tidak Setuju (STS)
selamat mencuba..sorry for interupted pak tatang, adakah penerangan
saya ini betul pak..saya anak malaysia kagum dengan penerangan
bapak..

Reply

tatang m. amirin | 26/01/2014 at 17:14


Untuk lima skala (level) betul sangatlah itu, tetapi untuk skala lebih
dari lima bisa kita kenakan kategori agak atau rada (nearly)– nearly
agree tidak sama dengan agree (belumlah lagi agree), lebih-lebih
strongly agree (sangat setuju). Trims.

indrawan | 10/06/2011 at 20:40


Artikelnya mudah dipahami pak. Saya ada pertanyaan nih, kalau skala
sangat tidak setuju 1 – 10 sangat setuju diubah menjadi sangat tidak setuju
1 – 5 sangat setuju dengan konversi 1-2 menjadi 1 3-4 menjadi 2 dstnya
apa bisa dilakukan? logikanya hanya perbandingan 2 : 1 tanpa mengubah
interpretasi sangat tidak setuju – sangat setuju. Terima kasih pak.

Reply

tatang m. amirin | 11/06/2011 at 11:12


Intinya kan SETUJU dan TIDAK SETUJU, ditengah-tengahnya NETRAL.
Terserah soal rantai jenjangnya, simbul angka kan hanya sekedar
simbul, diganti A B C D juga boleh, kok!

Reply

madieuy | 04/08/2011 at 13:46


Masalah selanjutnya adalah apakah tingkatan dr likert ini, ordinal atau
interval? Karena IMO ini menyangkut tools analisa yg dpt dilakukan. Fyi,
Analisis parametrik memiliki asumsi data minimal berskala interval.
Reply

tatang m. amirin | 22/08/2011 at 19:11


Dari paparan para ahli, hasil analisis data skala Likert bukan skor
pengukuran, tapi distribusi frekuensi. Ordinal, interval, rasio itu hasil
pengukuran.

Reply

wandy aishiteru | 06/09/2011 at 12:08


selamat siank mas.. nama saya wandy.. langsung saja ya mas… disini saya
sedang mengerjakan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana di salah satu
universitas swasta di kota Medan,, pada saat penyusunan skripsi ini saya
mengalami kendala, seperti saya bingung untuk membuat skala apa yang
cocok untuk pertanyaan saya… skripsi saya berjudul “HUBUNGAN AUDIT
OPERASIONA DAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
UNTUK MENINGKATKAN LABA PERUSAHAAN”, selain kendala saya dalam
menentukan skala,,, saya juga masih bingung untuk menentukan analisis
statistik apa yang cocok untuk judul seperti ini… terus mas, kira2 data
apa2 saja yang harus saya kumpulkan ketika mas membaca judul skripsi
yang saya buat…. mohon bantuannya ya mas.. karena tanggal 17-09-2011
ini saya akan menjalankan sidang… tetapi skripsi saya belum siap.. klo gk
sekarang mungkin saya akan terhempas ke gelombang kedua…
terima kasih sebesar2nya ya atas bantuan mas….

wandy aishiteru

Reply

tatang m. amirin | 08/09/2011 at 22:21


Waduh, variabel yang dikorelasikannya rada-rada kurang pas. Variabel
(yang mau dianggap sebagai variabel) X-nya ada dua: (1) audit
operasional, dan (2) pengelolaan persediaan barang dagangan; Yang
mau dianggap variabel Y-nya laba perusahaan. MUNGKIN harusnya :
hubungan (korelasi) audit operasional dan pengelolaan pbd dengan
peningkatan laba perusahaan. Audit operasional harus disakalakan
tinggi-rendah (entah ukuran baik-tidak baiknya apa, mungkin rutin-tak
rutin, cemrat tak cermat–saya tak tahu persis), pengelolaan juga
diskalakan tinggi-rendah (efektif tak efektif), laba juga tinggi rendah
(banyak sedikit, meningkat banyak meningkat sedikit atau menurun).
Jadi, diskor. Gitu. Ya udah kalau pakai skor ya gunakan analisis regresi
ganda.

Reply

Zulfa Devina | 07/09/2011 at 13:27


aslm w w,.
Aslm.
Pak saya mahasiswa yg sedang menyusun skripsi.
tentang evaluasi keberhasilan terapi
Dalam skripsi saya, saya menggunkaan angket skala likert.
Saya agak bingung dengan cara pengolahan datanya.
data di peroleh dari kuesioner dan kemudian di beri skala. dengan skor
tertinggi 45 dan terendah 1.
dan kriteria penaian evaluasi adalah 3 yaitu berhasil, cukup berhasil dan
tidak berhasil.
jadi bagaimana cara penggolahan dengan uji likert ?

Kemudian cara untuk mendapatkan hasil akhirnya seperti apa??

Soal angket saya ada 18 nomor kemudian respondennya ada 80 org..


nah cara menghitung nya seperti apa pak?
Sehingga bisa di interpretasikan dalam persenan??

Mksh banyak Pak jika bersedia untuk menjelaskan..


Saya sangat membutuhkannya..

Maap kalo panjang pertanyaanx ^^

Reply

Zulfa Devina | 07/09/2011 at 13:28


aslm w w,.
Aslm.
Pak saya mahasiswa yg sedang menyusun skripsi.
tentang evaluasi keberhasilan terapi
Dalam skripsi saya, saya menggunkaan angket skala likert.
Saya agak bingung dengan cara pengolahan datanya.
data di peroleh dari kuesioner dan kemudian di beri skala. dengan skor
tertinggi 45 dan terendah 1.
dan kriteria penaian evaluasi adalah 3 yaitu berhasil, cukup berhasil
dan tidak berhasil.
jadi bagaimana cara penggolahan dengan uji likert ?

Kemudian cara untuk mendapatkan hasil akhirnya seperti apa??

Soal angket saya ada 18 nomor kemudian respondennya ada 80 org..


nah cara menghitung nya seperti apa pak?
Sehingga bisa di interpretasikan dalam persenan??

Mksh banyak Pak jika bersedia untuk menjelaskan..


Saya sangat membutuhkannya..

Maap kalo panjang pertanyaanx ^^

Reply
tatang m. amirin | 08/09/2011 at 22:25
Weh, lah, ini jdi membingungkan. Skala likert tapi pakai skor, kan kata
ahlinya salah! Evaluasinya tiga kategori B – CB -TB. Ini kan untuk
diskor (skala penilaian, bukan skala likert), dengan skor (misal) 2 – 1 –
0. Angketnya 18, tapi kok skor tertinggi (total penjumlahan) jadi 45 dan
terendah 1? (apa skornya 3 – 2 -1 (3 x 18 = 45?). Cek lagi aja konsep
pengukuran (pengumpulan) datanya, ya!

Reply

Zulfa Devina | 09/09/2011 at 12:36


salahya pak,
penelitian saya dengan cara membandingkan antara sebelum dan sesudah
terapi pak.
dan saya beri skor supaya perbedaan antara 2 penelitian tersebut lebih
kelihatan.
dan skor 45 adalah nilai dari tertinggi dari objek penelitian saya
kemudian nanti di olah dengan rumus
Rs = (m – n) : b
rs adalah rentang skala
m adalah skor tertinggi
n adalah skor terendah
b adalah jumlah kategori

menurut pendapat bapak, analisa apa yang cocok untuk penelitian saya.
dan literatur dan buku apa yang bisa jadikan sebagai rujukan.
terima kasih ya pak.

Reply

tatang m. amirin | 11/09/2011 at 19:03


Lho, la yang dimunculkan itu analisis apa [Rs = (m - n) : b]? Kan itu
analisis yang ananda mucnulkan (cuma menurut rumus siapa?). Coba
konsultasi lagi lebih cermat dengan pembimbing, karena pembimbing
lebih tahu proposal ananda dibanding saya. Terus terang saya tak bisa
memahami seluruh proposal (rancangan) penelitian ananda.

Reply

bagasmur | 11/09/2011 at 23:16


wah,lumayan nih,cukup jelas dgn cntoh2nya.tp bagaimana sikap kita thd
pihak lain yg membenci analisis statistik dlm penelitian?serta adakah
smcam kritikan trhadap statistik?

Reply
tatang m. amirin | 12/09/2011 at 14:34
Sebenarnya tidak membenci, cuma statistik itu kan cuma alat analisis,
semuanya tergantung pada yang dianalisis, pada penelitiannya.
Kebermaknaan hasil penelitian lebih tinggi derajatnya dari alat
analisisnya, apapun alat analisisnya. Ilmu sejarah tentu tidak selalu
cocok menggunakan analisis statistik untuk mengembangkan ilmunya.
Ya, kan? Apalagi ilmu �lsafat!!!! Dan sebaliknya, ada penelitian yang
mau tidak mau harus menggunakan alat analisis statistik. Tren
konsumen produk dunia usaha, misalnya, kan cocoknya menggunakan
data kuantiatif dan analisis statistik.

Reply

bandung sihombing | 25/11/2011 at 11:14


1. bila kita menggunakan skala mirip skala likert dalam penelitian pada
umumnya disebut apa pak..? apa dituliskan menggunakan skala mirip
likert..?
2. bila variabelnya banyak mis. x1…x4 apakah diperbolehkan
menggunakan skala yang berbeda2…?

Reply

tatang m. amirin | 25/11/2011 at 18:43


(1) Ya, memang harus disebut skala mirip likert (aslinya skala sikap —
ada setuju ada netral ada tidak setuju–> diganti jadi, misal: sedikit
sekali —- sangat banyak).
(2) Memang mau pakai skala apa saja? Ya tergantung data dan tujuan
analisisnya!

Reply

jejesyam | 27/11/2011 at 10:52


assalamualaikum
pak mw tny nih kmrin pas saya sminar ada yg blg klo skala likert itu tdk
hny mnggunakan setuju ato tdk setuju tetapi lbh kpd dr yg negatif ke
positif, mohon pnjelasannya pak krn utk judul saya mmg tdk
memungkinkan utk menggunakan skala likert dlm kuesionernya. saya
malah menggunakan pernah dan tdk pnh tp pnjelasan d’atas mngatakan klo
itu ‘mirip skala likert’ pdhl di metpen saya mnggunakan skala
likert.makasie
wassalam

Reply

tatang m. amirin | 27/11/2011 at 16:59


Skala Likert aslinya untuk sikap: pro kontra –> pro Israel apa anti Israel
(pro – netral – anti; balik: anti – netral – pro); pro “black” apa anti
“black” (anti – neutral – pro); setuju orang Israel diberi kebebasan
membuka usaha di Indonesia (sama sekali tidak setuju — tidak setuju —
kurang setuju — netral — agak setuju — — setuju — sangat setuju).
Lalu orang membuat skala seperti skalanya Likert itu, pakai kata setuju
terhadap PENDAPAT : “Orang bijak itu bisa memahami perasaan oprang
lain” (STS – TS – KS – AS – S -SS). Karena iut berupa RENTANGAN ya
boleh diganti dengan apapun: “Orang miskin di Indonesia” (sangat
sedikit sekali — sangat sedikit – agak banyak — banyak sekali — sangat
banyak sekali). “Kesopansantunan orang Indonesia” (sangat rendah
sekali — sangat rendah — rendah — sedang — tinggi — tinggi sekali —
sangat tinggi sekali)

Reply

Iyan | 03/12/2011 at 14:36


Pa Tatang, mohon pencerahannya. Gini saya melakukan penelitian dan
pengembangan untuk membuat Module Speaking buat siswa. Nah, modul
itu divalidasi oleh 2 orang ahli dengan melingkari checklist yang saya
berikan.
Contohnya seperti ini
Critical Thinking Skill
The material promotes students to think critically rather than just
memorizing.
Score
01234
Dengan artian:
0=not applicable
1=poor
2=adequate
3=good
4=excellent
nah, sekarang saya bingung analisis dari data tersebut gimana? Jumlah
item yang harus diberi skor adalah 18. Dan pemberi skor ada 2 orang.
Ditunggu balasannya.

Reply

tatang m. amirin | 06/12/2011 at 17:23


“Baca” per aspek, arah kedua judge ke mana, apakah menilai ur module
not applicable or excellence, good or just adequate. Revise jika berada
pada simbul angka-angka rendah, karena pada aspek itu artinya module
lemah.

Reply

Iyan | 12/12/2011 at 20:57


Thanks Pak Tatang….Klo mo mampir ke warung gado-gado saya,
Monggo…hee

tatang m. amirin | 13/12/2011 at 03:25


Waaaah, mau, mau, mau! Di mana tuh warungnya?

Iyan | 05/12/2011 at 09:44


Gak ada jawaban ya, Pak…..:(

Reply

ary | 09/12/2011 at 07:06


assalamualaikum pak, saya mau bertanya tentang penentuan jenjang dalam
skala likert.
itu kan ada pilihan untuk menggunakan jenjang 3, 5, 7.
nah kebetulan saya menggunakan jenjang 7.
kemudian ditanya oleh dosen saya, kenapa kok menggunakan 7?
kenapa gak pake 3?
alasannya apa?
mohon bantuannya pak.
terimakasih sebelumnya

Reply

tatang m. amirin | 09/12/2011 at 15:23


Memang jenjang apa? Skor itu umumnya dari 0 – 10, atau
disederhanakan 0 – 5. Jenjang “setuju” aslinya kan bisa: (1) sama sekali
tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) agak tidak setuju, (4) antara
setuju/tidak setuju, (5) agak setuju, (6) setuju, (7) sangat setuju.
Sederhananya (1) tidak setuju, (2) netral, (3) setuju,

Reply

ary | 09/12/2011 at 16:36


ini pak “Masri Singarimbun dan E�endi (1995:110), menyatakan bahwa
biasanya seorang peneliti menginginkan range yang cukup besar, sehingga
informasi yang dikumpulkan lengkap. Ada peneliti yang menggunakan
jenjang 3 (1,2,3), jenjang 5 (1,2,3,4,5), jenjang 7 (1,2,3,4,5,6,7). Semakin
besar jawaban semakin besar kemungkinan terjadi kekosongan pada titik
ujung.”

nah kemudian saya pilih jenjang 5, karena saya melihat contoh punya
teman saya, saya tidak tau pasti knapa alasan memilih jenjang 5 itu.
kemudian dosen saya bertanya, knp kok pilih 5?
knp gak pilih 3 atau 7?
nah itu yg mau saya tanyakan.
Reply

tatang m. amirin | 09/12/2011 at 17:05


Ulangi, ya: ASLINYA mau apa, apa yang dijenjangkan, gitu. Apa arti 1,
apa pula arti 5? Pakai itu sebagai dasar, baru tetapkan jenjang
(disimbulkan dengan angka—ingat, angka cuma simbul menggantikan
verbal jenjang).

Reply

ary | 09/12/2011 at 17:52


jenjang “sesuai” pak (1) sangat sesuai, (2) cukup sesuai, (3) sesuai, (4)
tidak sesuai, (5) sangat tidak sesuai.
nah jd untuk jawaban kuesioner saya menggunakan (a) sangat sesuai, (b)
cukup sesuai, (c) sesuai, (d) tidak sesuai, (e) sangat tidak sesuai.
itu apa perbedaannya dengan yang menggunakan 3 (1) sesuai, (2) cukup
sesuai, (3) tidak sesuai,
atau dengan yg menggunakan 7 (1) sama sekali tidak sesuai, (2) tidak
sesuai, (3) agak tidak sesuai, (4) antara sesuai/tidak sesuai, (5) agak sesuai
(6) sesuai, (7) sangat sesuai

Reply

tatang m. amirin | 13/12/2011 at 03:13


Coba dicermati lagi penamaan jenjang”cukup sesuai” rasanya gak cocok
dalam bahasa Indonesia. “Cukup” itu tidak jelas. Kontrasnya “sesuai –
tidak-sesuai”, di tengah-tengahnya “antara sesuai dan tidak sesuai” (gak
ada sebenarnya istilah itu, kan?), mungkin di situ malah “cukupan” –>
sesuai – cukupan – tidaksesuai –> tarik ulur = sangat sesuai – sesuai –
cukupan – tidak sesuai – sangat tidak sesuai (5 jenjang). Jika 7, apa
sebutannya?! JADI, MULAI DARI TIGA, ADA TITIK TENGAH DI
ANTARA DUA KUTUB KIRI-KANAN, KIRI KAKAN HARUS SESUAI
SEBUTANNYA!!!

Reply

roni | 26/12/2011 at 10:46


ass .. pak, saya bikin kuesioner dengan kombinasi skala likert, setiap
variable saya menanyakan dengan 3 pertanyaan,
Misal variabel (kedekatan dengan kawasan industri) ; pertanyaanya ;
1.jarak antara kawasan pemukiman dengan kawasan industri diwilayah xx,
menurut anda ? a.sangat dekat b.dekat c.biasa saja d.jauh e jauh sekali.
2. posisi kawasan industri di wil xx ,secara geogra�s apkaah telah sesuai
keberadaannya dengan kawasan pemukiman ? a.sangat sesuai b.sesuai
c.biasa saja d.tidak sesuai e.sangat tidak sesuai
3.Kawasan industri mendorong pertumbuhan perumahan diwilayah xx..
a.sangat setuju b.setuju c.ragu d.tidaks etuju e sangat tidak setuju.
Pertayaannya ? apakah kuesioner dg pertanyaan tersebut dibenarkan,
bagaiman cara menghitung hasilnya ..? mohon penjelasan nya bapak ..?

Reply

tatang m. amirin | 30/12/2011 at 21:18


Kenapa harus tanya orang? Ukur sendiri saja jauh apa dekat (berpa km)
itu lebih konkrit. Kenapa harus tanya orang menumbuhkan
perumahan/tidak, observasi saja, itu lebih nyata! Kalau cari pendapat,
carilah pendapat (penilaian), bukan yang konkrit bisa diukur atau
diamati sendiri. Sorry, jadi mementahkan ya! Tapi itu lebih akurat!

Reply

kory | 03/01/2012 at 14:07


ulasan bapak hanya untuk mengukur sikap, yg pernah sy bc, likert juga bs
mengukur persepsi, 1=sangat tidak tepat…5= sangat tepat. tapi saya
bingung tentang penjelasan bacaan tersebut. bagaimana contoh pertanyaan
persepsi nya dan analisa datanya. tlg dijelaskan beserta contoh.

Reply

tatang m. amirin | 04/01/2012 at 16:33


Kan sudah dibilang, bisa untuk opini (pendapat, persepsi) juga, tapi
nama skalanya “skala mirip likert”, karena bukan skala likert asli yang
aslinya untuk mengukur sikap (setuju-netral-tak setuju). Bisa juga isi
pilihannya: sedikit – cukupan – banyak; rendah- sedang – tinggi, dan
sebagainya.

Reply

galuh | 13/01/2012 at 09:16


bapak, saya mahasiswa sedang mengerjakan laporan PKL.
saya bikin kuesioner dengan kombinasi skala liker, ini salah satu contoh
pertanyaan saya pak
Apakah anda nyaman dengan pelayanan PT. X ?
a. Sangat Nyaman
b. Nyaman
c. Kurang Nyaman
d. Tidak Nyaman
Pertayaannya ? apakah kuesioner dg pertanyaan tersebut dibenarkan ?
apakah boleh jika saya langsung memberi nilai untuk sangat nyaman=4 ,
nyaman=3 , kurang nyaman=2 dan tidak nyaman=1 ?
mohon penjelasannya bapak, terima kasih ^^

Reply
tatang m. amirin | 13/01/2012 at 18:31
Yang kurang yang di tengah-tengah tidak ada. Nilainya bisa 1 – 5.
jadinya. Tengah hilang tak apa, tapi nilai tetap 5 – 4 — 2 – 1 (nilai
tengah = cukup nyaman tak ada).

Reply

Ani | 06/03/2012 at 07:33


Yth bapak Tatang.
Yg ingin saya tanyakan disini berkaitan dengan jawaban bapak
untuk saudara Galuh. Pada pilihan jawaban kuisioner saudara Galuh
tidak menggunakan netral. Sebenarnya apa kelebihan dan
kelemahan penggunaan dari pilihan netral itu sendiri? Karena yang
saya lihat banyak penggunaan skala likert dengan pilihan netral.
Sementara menurut saya dan teman2 adanya pilihan netral bisa
menyebabkan koresponden untuk cenderung lebih memilih netral
(istilahnya: cari aman). Sehingga akan sulit untuk menyimpulkan
jawaban jika banyak yg menjawab netral.

tatang m. amirin | 06/03/2012 at 22:44


Netral itu tidak berpihak, tidak ke kiri, tidak ke kanan. Itu jika likert
digunakan persis sebagai skala (mengukur) sikap (pro kontra
terhadap sesuatu secara “emosional” bukan pendapat). Misalnya
apakah Anda setuju jika semua PT tidak diberi subsidi apapun dari
Pemerintah? (Karena Anda termasuk mhs sesuatu PT Anda secara
emosional terlibat!–Tentu ini tidak berlaku–menyeret sisi emosional–
pelajar yang tidak punya famili mhs PT). Skala MIRIP likert yang
lazim dibuat peneliti, tidak untuk mengukur (mendata) sikap,
melainkan menilai (jadilah skala penilaian atau rating scale), atau
mendata pendapat: “PSSI kalah 10 dari Bahrain itu memalukan
bangsa” (SS -S – Antara S dan TS – TS – STS). Coba dibaca lagi
dengan cermat!

rahmanitimorita | 07/02/2012 at 17:02


Assalamu’alaikum Pak Tatang, apa kabar? Masih ingat saya? Saya Rahmani
Timorita Yulianti Dosen FIAI UII. Artikel Bapak tentang Sakal Likert bagus
banget, sangat informatif. Kalau berkenan, tolong saya dikasih info tentang
buku metode penelitian yg khusus membahas analisis data dg skala likert,
terimakasih banget ya pak… wassalamu’alaikum

Reply

tatang m. amirin | 07/02/2012 at 21:58


Alykum salam. Tentu tak kan lupa, walau sudah tak pernah lagi ada
arisan yang biasa saya dan ibu ikut. Saya dapatkannya dari internet.
Coba saja. kalau buku, ya asal “reserach methodology” (quantitative)
biasanya ada.

Reply

Rahmani Ty | 07/02/2012 at 17:08


Assalamu’alaikum Pak Tatang, apa kabar? Masih ingat saya? Saya Rahmani
Timorita Yulianti Dosen FIAI UII. Artikel Bapak tentang Sakal Likert bagus
banget, sangat informatif. Kalau berkenan, tolong saya dikasih info tentang
buku metode penelitian yg khusus membahas analisis data dg skala likert,
terimakasih banget ya pak… wassalamu’alaikum
NB: tolong balas di facebook saya, syukron…

Reply

ASTIKA | 14/02/2012 at 12:27


Pak Tatang Yth:
saya mahasiswa yang sedang menyelesaikan KTI, sya mau menanyakan
beberapa hal.
1). Untuk mengukur sikap dengan skala likert, bgmana menentukan alat
ukurnya pak?
2). Dan devinisi untuk cara ukurnya bagaimana?
terimakasih.

Reply

tatang m. amirin | 28/02/2012 at 03:57


Walah, pertanyaannya kok membingungkan saya, tho!? Skala likert itu
ya alat ukur, untuk mengukur sikap. Lha, yang mau diukur apa? Ukur
saja dengan skala likert!

Reply

mesmes | 21/02/2012 at 17:59


Yth. Pa tatang
ass. saya mau tanya ne pa
apakah pengukuran skala likert bisa dianalisis dengan regresi ?
terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 28/02/2012 at 04:30


Memang mau diregresikan (dicari balik ke belakang faktor
penyebabnya) dengan apa? Harus ada dua variabel. Ingat: skala sikap
likert aslinya bukan skor, melainkan persen (proporsi): proporsi
(persentase) yang setuju, yang netral, yang tidak setuju! Lain halnya
jika “skala mirip likert” (misal “rating scale”–metinya tak disebut skala
likert)!

Reply

ilma� | 22/02/2012 at 13:35


permisi pak,

tulisan yang menarik sekali :)…

pak boleh saya minta bantuan? kira-kira dimana saya bisa dapat buku-buku
yang bapak gunakan sebagai referensi tulisan ini?

terima kasih
salam,

Reply

tatang m. amirin | 28/02/2012 at 04:33


Go blog! (maaf, bukan goblog, hehehe). Di intenet banyak juga kok
berbagai blog yang bisa ditelusuri! Kalau buku, saya belum sempat
menemukan (bukan belum menemukan, sejauh dari yang sudah dibaca,
terbatas, belum menemukan) yang membahas seperti itu.

Reply

afdholtea | 02/03/2012 at 05:30


Artikelnya bagus pak, mudah dimengerti dan dipahami, izin ngutip ya pak,.
Oh iya mengenai sumber :
Hall, Shane. 2010. “How to Use the Likert Scale in Statistical Analysis.”
Online, diunduh 31 Oktober, 2010.

Markusic, May�or. 2009. “Simplifying the Likert Scale.” Online, diunduh


31 Oktober 2010.

Trochim, William M.K. 2006. “Likert Scaling.” Research Methods


Knowledge Based. Diunduh 31 Oktober 2010

kalau bapak masih ada �le mentahnya tolong kirim ke afdholtea@upi.edu


Makasih ya Pak … Tetap Semangat Ngeblognya,.

Reply

tatang m. amirin | 03/03/2012 at 05:04


ambil sendiri aja di internet

Reply
Kristalinawati | 06/03/2012 at 00:13
Pak Tatang yang baik …
Salam kenal,
Saya mau tanya terkait penelitian saya tentang efektivitas pendidikan
lingkungan hidup dilihat dari tingkat pengetahuan, sikap, partisipasi aktif
siswa. Saya memberi tes pengetahuan kepada siswa tentang lingkungan,
dan memberi kuesioner dengan skala Likert ( STS, TS, RR, S, SS) untuk
mengetahui sikap siswa terhadap permasalahan lingkungan (dengan 30
pernyataan), dan saya juga memberikan kuesioner dengan skala mirip
Likert (dengan 20 pernyataan)untuk menyatakan frekuensi partisipasi aktif
(TP, JS, KK, SR, SL).

Yang ingin saya tanyakan:


Untuk menganalisis tentang sikap, dapatkah saya menjumlah total skor
yang dimiliki per responden (jumlah reponden 500), jika saya menganggap
STS bernilai 1 berarti sangat tidak peduli, TS =2 / tidak peduli, dst,
selanjutnya akan saya hitung persentase yang memikliki total skor antara
30 s/d 54, 55s/d 78, 80 s/d 102, 103 s/d 126, 127 s/d 150 untuk
mendapatkan kesimpulan efektivitas PLH dari sisi sikap? demikian juga
mengenai partisipasi aktif, dapatkah dianalisis demikian?

Terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 06/03/2012 at 02:41


Ubah skala sikap menjadi skala “kepedulian terhadap lingkungan” (SP,
P, AP, KP, TP –> P = peduli). Tinggi rendah kepedulian bisa diskor.
Lainnya (partisipasi = tinggi rendah; pengetahuan = tinggi rendah)
tentu bisa diskor. Selanjutnya gunakan analisis statisik yang sesuai! Jika
skor ya skor, jangan jadi persentase!

Reply

iwan | 09/03/2012 at 22:25


terima kasih pak atas infonya,

Reply

tatang m. amirin | 09/03/2012 at 22:40


Sama-sama

Reply

iwan | 09/03/2012 at 22:30


ass
kemaren saya disuruh ganti jenjangnya dari 5 ke 3
dimana yang 5 kemaren skalanya seperti ini : sangat setuju, setuju, kurang
setuju, tidak setujuh dan sangat tidak setuju. kalau di gantikan jenjang 3
bagaimana pak caranya ??
terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 09/03/2012 at 22:41


Setuju — antara setuju dan tidak setuju — tidak setuju. Kalau sikap:
setuju — netral — tidak setuju.

Reply

iwan | 10/03/2012 at 13:25


terima kasih pak.

andri | 13/03/2012 at 23:21


assalamualaikum pak.. :)
saya mau tanya, kbutulan saya sedang skripsi :D dalam skripsi saya
menggunakan skala likert dari, sangat tidak setuju (1) tidak setuju (2)
ragu-ragu (3) setuju (4) sangat setuju (5) apakah ragu2/netral itu
mempengaruhi kualitas dari uji validitas dan reabilitas ya pak ? soalnya
ada beberapa informasi yang menyatakan begitu :( apakah
ragu2/netralnya saya hilangkan pak ? klo tidak usah dihilangkan apa
alasannya pak ? skripsi saya ttg kecerdasan2 dan perilaku belajar trhdp
tingkat pemahaman akuntansi , maaf banyak tanya pak :D mohon
bantuannya pak.
terimakasih sebelumnya :)

Reply

tatang m. amirin | 16/03/2012 at 00:37


skala likert yang ada netral itu untuk SIKAP. Variabel penelitian Ananda
tidak ada sikap.

Reply

Noeril | 14/03/2012 at 13:49


assalamualaikum pak, saya sedang menggarap skripsi. saya ingin bertanya,
menurut bapak melihat judul skripsi saya “Persepsi Nelayan Desa Besuki
terhadap Pemasangan Rumpon Milik Pribadi di Perairan Besuki” bisakah
saya menggunakan skala likert? saya juga minta masukan dari bapak
tentang judul saya ini. terima kasih.

Reply
lia yulianti | 20/03/2012 at 11:46
assalamualaikum pak, judul TA saya kan pengaruh promosi dalam
meningkatkan penjualan….. Kepentingan dan yg dirasakan ( sangat
puas,puas,kurang puas,tidak puas) itu termasuk skala likert bukan pak???
terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 20/03/2012 at 23:56


Skala semacam likert, tapi untuk pendapat. Untuk menilai sebut saja
skala penilaian (rating scale). Stop!! Kok, jadi puas tak puas? Kan
promosi. Bisa intensitas promosi, bisa “komunikatif” (menarik, menjadi
tahu dan paham dsb).

Reply

anita | 20/03/2012 at 16:49


Assalamualaikum pak, saya mau nanya, untuk skala likert apabila untuk
penyataan tentang frekuensi kebiasaan sehari-hari dalam satu minggu saya
gunakan : Sangat sering, Sering, Kadang-kadang, jarang dan tidak pernah.
nah untuk menentukan frekuensi kebiasaan tersebut dalam satu minggu
untuk kriteria sangat sering, sering, kadang-kadang, jarang, tdk pernah
bagaimana ya pak?

Reply

tatang m. amirin | 21/03/2012 at 00:01


Itu bukan skala likert, hanya pilihan jawaban saja. Frekuensi dilihat dari
umum dalam seminggu. Kalau makan kan 3x sehari itu dah pol. Tapi
makan sate kambing mungkin hanya seminggu sekali atau sebulan
sekali. Lha yang seminggu sekian kali itu dijadikan patokan. Jadi jangan
gunakan sering tak sering, tapi jumlah (dalam angka). Misal ganti baju
(mahasiswa biasanya seminggu tiga kali, hehehe…. kalau mahasiswi
seminggu tujuh kali). Ganti celdal mungkin ada yang seminggu 14 kali,
ada yang 7 kali, bisa juga ada yang 3 kali. hehehe

Reply

Kifni | 03/04/2012 at 00:43


Permisi pak.
Perkenalkan saya Kifni, saya mahasiswa UNY juga dari FT.

Saya mau bertanya perihal kasus saya..

Rencana penelitian saya menggunakan kuesioner (kuesioner buatan orang


skala 1 – 7 : Strongly Agree – Strongly Disagree), kemudian saya ubah
skalanya menjadi 1 – 5 : Sangat setuju – Sangat tidak setuju). Apakah itu
boleh menurut kaidah penelitian?

Kemudian berdasarkan jumlah responden dan juga jumlah item dalam


kuesioner, saya buat interval nilai kuesioner, yang akan menentukan nilai
kualitatif (sangat baik, baik, cukup, buruk, sangat buruk).
Perhitungan interfal sesuai dengan kaidah penyusunan interfal kelas (hanya
saja jumlah kelas saya bulatkan supaya sama dengan jumlah pilihan
jawaban pada kuesioner = 5).
Apakah hal itu diperbolehkan menurut kaidah penelitian?

Kuesioner yang digunakan adalah untuk menentukan kualitas sebuah


produk. Dimana jawaban yang bersifat paling positif digambarkan dengan
jawaban “sangat setuju” pada kuesioner.

Terimakasih sebelumnya.

Reply

tatang m. amirin | 05/04/2012 at 20:29


Kalau kualitas produk, kenapa harus disetujui (larena ada netral) seperti
sikap?! gunakan saja skala penilaian (rating scale). Produk dinilai jelek
dan baik (1, 2, 3, 4, 5). Misalnya (motor) warna-warna cat yang
digunakan (sangat jelek 1, sangat baik 5, sedang 3). Kelembuatan suara
mesin (1 – 5). Keiiritan BBM (1 – 5). Lebih enak, kan?! Dengan begitu
maka analaisisnya pakai rerata (means atau Xbar/X palang atas). Jika
rerata berkisar 3,4 kan sedang, jika dekat 5 kan sangat baik.

Reply

hasan | 11/04/2012 at 21:57


mau tanya bapak,, kalo saya hendak menghitung tentang tingkat intensitas
dengan skala likert 7,, bagaimana interpretasi per tingkatan skalanya ?? 1
apa, 2 apa, 3 dst apa ??
makasii

Reply

tatang m. amirin | 13/04/2012 at 01:15


Lho, kok dibalik! Ya susun tingkatannya dulu, baru simbuli pakai angka
skala. Coba tebak nilai hasil belajar 3,75 itu tinggi apa rendah? Kalau di
SD ya rendah, sebab yang tinggi itu 10, kalau di PT ya tinggi, sebab
yang tertinggi IP itu 4.00.

Reply

hasan | 13/04/2012 at 21:23


masalahnya gini pak,, (wah jadi curhat ini..) saya kan skripsi S1 ini pak..
pake jurnal acuan (atau lebih tepatnya replikasi) terbitan scientdirect yang
kebetulan dsitu juga ada contoh kuisionernya pak.. dan dia pake skala
likert 7 dan tidak ada de�nisi skala 1 sampe 7 nya itu apa… cuma ada
keterangan (1=tidak pernah, dan 7=sangat sering) gt aja..

naah, karena itu sudah jurnal internasional,, yaudah saya langsung


replikasi aja dg variable tambahan yang saya usulkan,,, g pikir panjang
maslah skala likert…
setelah baca teori skala likert.. la kok ternyata harus ada de�nisi verbal nya
pada masing-masing skala… nah saya kan bingung ini pak… kuisioner ud
saya sebar dan ud komplit .. kbetulan juga saya ini melihat business to
business relationship.. jadi susah bgt nyari responden nya pak. g mungkin
juga saya ulangi nyari responden..
mohon pencerahannya bapak…
maturnuwun sanget.. :)

Reply

tatang m. amirin | 14/04/2012 at 01:20


Ya buat saja tiga ukuran pokok dulu : tidak pernah – kadang-kadang –
sering = 1 – 2 – 3. Buat rentangan di antaranya dengan geser angkanya,
tetap harus ada angka tengah-tengah yang disebut kadang-kadang. Jadi
1 – 2 – 3 – 4 – 5 (3 = kadang-kadang). 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 6 – 7 –> 4 =
kadang-kadang. Nah, silakan lanjutkan! Angka 1 pasti tidak pernah,
karena tidak pernah sama sekali pun tetap saja sama: tidak pernah.
Tapi, mestinya tidak pernah itu angka 0. Jadi, angka 1 mestinya
berbunyi sangat amat jarang sekali. Hehehehe. Dianggap tidak ada yang
tidak pernah. Tidak ada orang yang tidak pernah marah, pasti pernah,
gitu….

Reply

hasan | 14/04/2012 at 11:53


1=tidak pernah
2=pernah
3=jarang
4=kadang-kadang
5=sering
6=cukup sering
7=sangat sering

bagaimana seperti ini pak ??? apa menurut bapak sudah benar ???

Reply

tatang m. amirin | 14/04/2012 at 12:19


Sering dan kadang-kadang itu PERNAH juga kan, ngapain ada pernah
pada pomor 2?! Cukup sering dengan sering lebih sering mana?
Hehehe… Kepana tidak menggunakan kata AGAK –> agak murah, agak
malu, agak mendung ….

Reply
Pingback: Paradigma Penelitian Sosial « dianascyber

kendra | 18/04/2012 at 21:25


jika ingin mengidenti�kasi dukungan keluarga terhadap pemberian asi dan
dalam kuesioner berisi pernyataan-pernyataan yang harus dijawab ibu
dengan skala mirip likert, yang kemudian hasilnya akan dibagi dalam 2
kategori yaitu mendukung dan tidak mendukung, nah di kuesioner
sebaiknya menggunakan tidak pernah, kadang-kadang, selalu atau tidak
pernah, kadang-kadang, sering, selalu.. misalnya pernyataannya “keluarga
menjadwalkan ibu untuk menyusui”

Reply

tatang m. amirin | 20/04/2012 at 05:12


Kenapa pengkategoriannya mendukung dan tidak mendukung,
sementara pilihan jawabannya pernah tidak pernah? Itu namanya tidak
valid.

Reply

Syahrul | 22/04/2012 at 12:10


asslamualaikum, mohon ilmunya pak, saya mahasiswa yg sdg meneliti ttg
pgaruh motivasi trhadap prestasi belajar mahasiswa dalam bentuk nilai.
motivasi diukur dgn skla likert sdgkan prestasinya diukur dengan interval,
pertnyaannya bisa gk ya kita korelasikan kedua variabel tersebut? dan
metode analisis datanya kayak mana pak?
makasih.

Reply

tatang m. amirin | 22/04/2012 at 14:35


(1) Wah, harus benar dulu tuh istilah DIUKUR dengan skala likert dan
DIUKUR dengan interval, maksudnya apa itu?!
(2) Coba dipelajari lagi, skala likert (sejenis, semacam, serupa skala
likert) itu akan dinilai interval ataukah tidak.
(3) Kalau interval, ya korelasinya antara dua variabel interval (motivasi
interval, prestasi juga internval). Jadi, cari teknik korealsi antara
variabel interval!

Reply

adek | 22/04/2012 at 23:11


ass pak..
penelitian saya menggunakan skala likert, variabel saya tentang pelayanan,.
pilihan jawaban dari kuisioner saya adlh , puas, cukup puas dan tidak puas.
dan saya memberi skor untuk masing2 jawaban tsb sbb:
1=puas
2=cukup puas
3=tidak puas
jadi yang mau saya tanyakan apa boleh saya membuat pilihan jawaban
hanya 3 saja? dan bagaimana pengolahan datanya??
terima kasih pak, mhon maaf jika merepotkan

Reply

tatang m. amirin | 23/04/2012 at 20:19


Itu bukan skala likert, melainkan skala penilaian. Analisisnya bisa
persentase, bisa skor (kan nilai). Kalau pilihan cuma tiga, apa iya orang
menilai hanya dengan tiga tingkatan?! Nilai di SD saja sampai 10!

Reply

Choy | 28/04/2012 at 19:14


Pak kalo kita pake skala likert SS,S,R,TS,STS untuk mengukur perilaku bisa
gak?

Reply

tatang m. amirin | 28/04/2012 at 23:25


Perilaku apa? Apa ada perilaku yang disetujui? Ada sih: sangat suka
makan gule kambing atau sama sekali tidak suka (jika sangat suka,
jawab SS).

Reply

chika | 03/06/2012 at 14:59


selamat siang pa tatang.

saya chika, sedang mengerjakan skripsi mengenai perilaku konsumen. saya


ingin menanyakan pa, kan saya menggunakan skala likert 1-5. lalu dosen
saya menyuruh saya untuk melakukan analisa deskriptif pada jawaban
responden. saya melakukannya dengan menjumlahkan seluruh jawaban per
konstruk lalu dibagi 5. yang ingin saya tanyakan, bagaimana saya
mengkategorikan hasil tersebut sebagai kecenderungan tinggi atau rendah?
misal untuk variabel mengenai store image, rata2nya 3.57, apakah itu
kecenderungan tinggi atau rendah? bagaimana cara kita mengambil titk
tengah untuk menentukan pola kecenderungan?apakah bapak ada
sumbernya? karena dospem saya amat sangat sumber oriented, hehe.
terima kasih pa :)
Reply

tatang m. amirin | 03/06/2012 at 20:55


Angka 1-5 itu skor apa simbul? Kalau skor, intinya kan 1 = rendah, 3
= sedang, 5 = tinggi–di antaranya “agak” (agak rendah, agak
tinggi–atau ubah rendah = sangat rendah, tinggi = sangat tinggi; yang
di antara = rendah/tinggi). Jadi, kalau bawah dibuat 0,5 – 1,5 dan atas
dibuat 4,5 – 5,5 (bawah ditambah 0,5 ke bawah, atas ditambah 0,5 ke
atas)–ketemulah tengah-tengahnya 2,5 – 3,5. Jadi, 3,75 termasuk
kategori 3,5 – 4,5. Artinya?! Kalau simbul, gunakan persen. Persentase
terbanyak memilih simbul angka berapa (masing-masing angka dipilih
oleh berapa persen orang). Coba dibaca cara analisis data di blog. Untuk
kategorisasi lebih tepat, coba dibuka buku statistik deskriptif, hal
tendensi sentral.

Reply

Su Gama | 14/06/2012 at 12:49


Pak mw tanya,
1. bagaimana kalo respondennya ternyata tidak memberikan pendapat?
Misalnya: dari 30 pernyataan yang diisi cuma 25 pernyataan, bagaimana
perhitungannya?
2. Jika terdapat kasus 20% STS, 20% TS, 20% N, 20% S, 20% SS.
Bagaimana menarik kesimpulannya?
terimakasih.

Reply

tatang m. amirin | 14/06/2012 at 17:29


Tergantung, jika itu menghilangkan inti variabel, ya harus diulang.
Persen ya sebutkan persen!

Reply

safudin | 27/06/2012 at 16:06


kang bisa gak kasih contoh konkritnya, (pake data gitu maksudnya),
penjelasan tulisan kang Tatang yang ini ”
Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor
tertentu secara keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang
terbanyak (mode) dari responden memilih pada skor berapa.

Kedua, hitung skor dari keseluruhan butir (responden yang menjawab


dikalikan skor), lalu disusun reratanya. Rerata skor itu (bilangannya tentu
akan 0 – 10) termasuk kategori tinggi atau rendah. Sebelumnya tentu sudah
disusun kategorisasinya. Jadi, jika rerata skornya misalnya 7,76, angka
7,76 itu termasuk kategori rendah, sedang, ataukah tinggi? Ingat, skor
terendah berapa, dan skor tertinggi berapa! Jadi, 7,76 dari rentangan skor
1 – 10 tentu termasuk tinggi (tapi tidak sangat tinggi, kan?!)
Terus terang saya agak mumet menterjemahkan tulisannya, Kalo ndak
keberatan mohon di email saya (safudinbdl@gmail.com) kang Tatang.
Terima kasih sebelumnya

Reply

tatang m. amirin | 28/06/2012 at 02:40


Ya dibuka buku statistik paling sederhana, atuh! Pada bagian tendensi
sentral (mean, mode, median). Pasti deh banyak contohnya!

Reply

Nur Fatimah | 19/09/2012 at 01:24


Terima kasih Pak Tatang, penjelasannya clear, sangat membantu untuk
memahami penggunaan skala Likert. Salam kenal.

Reply

tatang m. amirin | 19/09/2012 at 19:54


Kembali.

Reply

Habibi | 13/10/2012 at 23:41


Ass, bapak perkenalkan saya Habib,
Saya ingin bertanya apakah skala likert dapat digunakan untuk kuesioner
semi terbuka?
Skala likert ingin saya gunakan dalam analisis variabel pemahaman
masyarakat terhadap bencana, hanya saja pertanyaan dalam kuesioner itu
semi terbuka.
Mohon penjelasannya…
Terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 14/10/2012 at 02:52


Skala likert untuk sikap, bukan untuk pendapat apalagi menggali data
terbuka. Mirip skala likert adalah skala penilaian (menilai sesuatu baik
tidak, memuaskan tidak, dsb.)

Reply

Habibi | 14/10/2012 at 13:19


Ada masukan tidak bapak untuk analisis variabel saya tersebut
dengan kuesioner semi terbuka?
tatang m. amirin | 17/10/2012 at 23:30
Skala likert itu kan opsi pilihan jawabannya sudah pasti (sangat
setuju — sama sekali tidak setuju). Apanya yang akan semi terbuka?
Kedua, kok jadi analisis variabel dengan kuesioner? Gak salah
tuh?!!! Hehehe…. analisis mah atuh pakai statistik apa kualitatif!

ul�arahmi | 30/11/2012 at 20:34


wah, ini teknik yang bagus sekali pak. Peneliti-peneliti yang diselimuti
kebingungan bisa bertanya langsung. Termasuk saya, =D.
Pak, dalam kasus penelitian saya. Saya mengembangkan produk
pembelajaran. Yang saya ukur adalah sikap siswa terhadap model yang
saya kembangkan dengan 4 skala (1-2-3-4). Tadi pada komentar
sebelumnya saya membaca bahwa dalam pengembangan dinilai
berdasarkan aspek. Jika sudah, bagaimana dengan pengolahan datanya.
Kan ada 4 skala, apakah bisa digabung atau terpisah. Misal, jumlahkah
semua skor yang diperoleh per item kemudian dibagi dengan skor
maksimal. (Skor maksimal itu dari mana?)

Seperti diskusi sebellumnya jika direratakan antar pendapat yang setuju


dan tidak setujua artinya bisa netral. Berarti dilakukan secara terpisah?
Mksdunya per skala, yang mengatakan setuju berapa persen, sangat setuju
berapa, tidak setuju berapa dan kurang setuju berapa persen. Mohon
diluruskan pak.

Reply

tatang m. amirin | 03/12/2012 at 22:20


Pertanyaan kunci adalah: kenapa produk pembelajaran harus disikapi?
Yang disikapi apanya? Bahkan: kok bisa produk pembelajaran
dikembangkan? Produk apa model? Kenapa model harus disikapi setuju
atau tidak setuju, kenapa tidak dinilai baik atau jelek?

Reply

Nancy | 05/12/2012 at 16:36


selamat malam pak,
saya sedang sedikit kebingungan dengan penelitian saya.
saya meneliti mengenai motivasi apa yg dimilik petani dalam berusahatani.
apakah skala likert dapat menjawab pertanyaan motivasi apa saja atau
hanya menjawab tingkat motivasinya ya pak?

Reply

tatang m. amirin | 07/12/2012 at 06:02


(1) Yang terpenting konsep motivasi dalam makna yang mana yang
akan diteliti.
(2) Motivasi jenjangnya tinggi-rendah (variabel kontinum: interval)
(4) Tetapkan indikator motivasi tinggi-rendah
(3) Gunakan angket biasa berskor tinggi-rendah untuk mengungkap
(4) Jika motivasi merupakan jenis (motivasi, alasan apa), gunakan
angket pilihan ganda–analisis persentase (banyaknya petani bermotivasi
tertentu)

Reply

suhe | 12/01/2013 at 10:47


permisi pak…
saya mau menanyakan sesuatu..
di dalam skala likert kan ada pernyataan NETRAL, bila saya tidak
menggunakannya di dalam kuesioner, argumen apa yang kuat untuk tidak
menggunakan pernyataan NETRAL itu??

Reply

tatang m. amirin | 15/01/2013 at 22:47


1. Kalau pendapat (opini) jangan pakai skala likert. “Anak muda jaman
sekarang tak tahu sopan-santun” (SS – S – S/TS – TS – STS). S/TS bukan
netral!
2. Kalau sikap (pro kontra, antipati simpati) ya pakai skala likert,
karena itu ada yang NETRAL tak memihak (pro tidak, kontra pun tidak).
“Anda setuju PSSI dibubarkan saja?” (SS-S-N-TS-STS) Anda boleh jawab
N (netral) kalau Anda merasa dibubarkan silakan, gak dibubarkan pun
mana gue pikirin!
3. Biar bersikap ekstrim S atau TS, maka N dihilangkan (disembunyikan,
tidak ditanyakan, tidak diberi pilihan itu). “Anda setuju jika kawin siri
dilegalkan saja saja?” Hayo, jangan “netral”!

Reply

okferdian dela dantes | 23/01/2013 at 20:41


Asalam kang,, perkenalkan nama saya okferdian, saya mahasiswa pertanian
Unand yang lg menulis skripsi,, saya sudah mencari pengertian skala likert
menurut para ahli tetapi susah banget ketemunya, mohon bantuannya.!!
wasalam

Reply

tatang m. amirin | 24/01/2013 at 20:59


Lha, ya dibaca buku-buku mengenai penelitian sikap, atuh!

Reply
ira | 27/01/2013 at 10:19
assalaikum alaikum pak,,sy ira yang sedang menyusun skripsi.
saya mau tanya pak tentang skala penilaian, kan saya peneltianku pakai
metode benchmarking, dan instrumen sy berupa checklist untuk
menentukan jumlah (persentase) tiap variabel yang saya akan teliti.
variabel yang sy teliti di antaranya adalah SUPERVISI, jawaban dri tiap2
subvariabel SUPERVISI tsb ada 3 yaitu: 1=tidak ada, 2= ada, tidak sesuai
dokumen, 3=ada, sesuai dokumen. nah, yg sy mau tnyakan adalah cara
untuk menentukan persentase dari variabel SUPERVISI itu sperti apa? dan
untuk pengkategoriannya sperti apa? (untuk skrg sy pake pengkategorianny
ada 2 yaitu baik dan buruk).
saya sangt berharap atas bantuan pak tatang membagi informasinya.
dan sy berterima kasih atas jawaban dari pak tatang :)

Reply

tatang m. amirin | 31/01/2013 at 01:25


(1) Yang ditanyakan ada dan tidak ada. Yang mau dicari jawaban baik
dan buruk. Lho?!!
(2) Jika tidak ada itu jelak, dan ada tapi tak sesuai dokumen itu agak
jelek, serta ada dan sesuai dokumen itu baik, jadi “nilainya”
bagaimana? Kan yang jelek 1, yang agak jelek 2, yang baik 3! Kenapa
jadi 2?
(3) Jika dinilai, kenapa dipersentase? Pakai “mean” (rerata).
(4) Nah, yang saya tidak tahu, supervisi versi Ananda yang mana?
Memandori? Apa kaitannya dengan ada dan tidak ada/seusai dan tidak
sesuai dokumen? Ah, yang ini bagian Ananda karena itu bidang
Ananda, dan teorinya sudah Ananda kuasai.

Reply

amy | 10/02/2013 at 23:50


aslmkm, wah pak saya merasa tertolong sekali ada blog ini, mohon
bantuannya pak…
saya buat skripsi dengan judul “gambaran performa tutor dalam metode
pembelajaran tutorial”
intinya mau melihat peran tutor yang telah dilaksanakan dengan baik dan
yang belum dilaksanakan dengan baik, ada 7 peran, setiap peran memiliki
beberapa item, saya menggunakan skala likert :
contoh satu pernyataannya : tutor mendengarkan seluruh pendapat
mahasiswa dengan aktif.
1. apakah pilihan jawaban yang sebaiknya digunakan pak “setuju-sangat
tidak setuju atau sangat baik-sangat kurang (menyatakan kualitas)?”
2. bisa gak pak nanti hasil penelitian nya itu bukan hanya persentase tiap
item yg setuju dll, tapi juga nentuin secara keseluruhan peran tutor di
tempat ini sudah baik atau belum baik atau
cukup dll? kalau bisa, bagaimana ya pak cara perhitungannya? Misalnya
kalau 100% dikatakan baik, 20% buruk,
terima kasih banyak pak

Reply

tatang m. amirin | 12/02/2013 at 00:53


Ganti aja skala-miriplikert (Likert-type scla), alias skala penilaian
(rating scale). Jawabannya sangat baik – sangat jelek. Stem
(pernyataannya): mendengarkan pendapat mahasiswa, menjelaskan
materi, memberi contoh atau ilustrsi, dan seterunsya, dalam bentuk
perbuatan. Atau pakai “cara”: cara tutor menjelaskan materi, cara tutor
mendengarkan pendapat amahasiswa, cara tutor menanggapi pendapat
mahasiswa. Karena rating scale, ya otomatis diskor. Gampang toh!

Reply

amy | 14/02/2013 at 13:07


terima kasih pak ^_^, maap nanya lagi pak, saya sudah baca tentang
rating scale, dari rating scale bisa mendapatkan skor akhir (performa
tutornya baik atau buruk).. tapi pesentase per item pernyataan
seperti skala likert tidak tergambarkan pak,
apakah bisa pak dalam penelitian menggunakan dua cara, skala
likert dan rating scale??
sehingga nanti hasilnya tidak hanya menggambarkan performa tutor
nya baik atau tidak, tapi juga menggambarkan persentase per item
pernyataan, sehingga tahu peran mana yang masih harus
ditingkatkan, terima kasih pak

tatang m. amirin | 15/02/2013 at 19:10


(1) Lucu, dua skala digunakan untuk dua hal beda, padahal satu itu
yang untuk semua itu tadi.
(2) Ya analisis aja per item, wong memang itu item-scale. Jadi akan
ketahuan cara ngajarnya (saja) baik atau tidak, penguasaan materi
(saja) baik atau tidak.
(3) Skalanya pakai angka skor enggak? Bisa enggak dihitung yang
menjawab angka 1, 2, 3 , 4 , 5? Coba ubah f (cacah orang yang
menjawab) jadi persen! Selesai, kan?!Lha, tapi persen itu untuk apa?
kalau antara tiem kan bisa dengan rerata skor?!

anitakristiana | 04/03/2013 at 09:55


Pagi pak tatang, saya anita. Ada 2 hal:
1. tentang skala interval dan ordinal. setuju-tidak setuju menurut saya bisa
diintervalkan, dengan menghilangkan netral tentunya, atau menganggap
netral sebagai “null”.

2. dengan rentang pilihan 1-10, apa maknanya kira2 jika seseorang


menjawab “5” untuk semua item? apakah hanya 2 kemungkinan: (1) tidak
punya sikap; dan (2) menjawab sembarangan? atau saya salah?

terima kasih sebelumnya pak tatang. mohon pencerahan.


anita

Reply

tatang m. amirin | 04/03/2013 at 11:13


(1) Pahami dulu apa ordinal apa interval, bukan persoalan setuju atau
tidak setuju. Interval itu hasil penskoran atau hasil mengukur yang
tidak punya nol mutlak (nihil), misalnya prestasi belajar. Yang punya
nol mutlak (nihil, kosong), misalnya tidak punya isteri, punya satu,
punya dua, punya tiga dst. atau tinggi tubuh dan berat badan serta
panjang jalan (dari titik nol kilometer, misalnya, atau dari satu titik
tertentu). Jadi tergantung yang diukur apa. Jenjang sekolah (SD, SMTP,
SMTA, PT) itu gejala ordinal tak bisa diskor.
(2) Mulailah dari gejala, jangan dari angka atau bilangan. Angka 5 tak
punya arti apa-apa kalau tidak jelas mewakili apa. Netral (pro tidak,
kontra tidak) tidak sama dengan tidak tahu, tak bisa menjawab, apalagi
menjawab sembarangan. Sikap netral (tidak memihak) bisa disimbulkan
0, tapi yang positif di atasnya (pro) disimbuli dengan +1, +2 dst,
sementara yang di bawahnya (anti, kontra) disimbuli dengan -1, -2 dst.
(3) Jadi, hati-hati menggunakan skala likert, dalam makna yang mana!
jangan dianggap jika setuju tidak setuju itu sama dengan skala likert!

Reply

anitakristiana | 04/03/2013 at 11:59


(1) “Interval itu hasil penskoran atau hasil mengukur yang tidak
punya nol mutlak (nihil), misalnya prestasi belajar. Yang punya nol
mutlak (nihil, kosong), misalnya tidak punya isteri, punya satu,
punya dua, punya tiga dst. atau tinggi tubuh dan berat badan serta
panjang jalan (dari titik nol kilometer, misalnya, atau dari satu titik
tertentu). (…………….) Jadi tergantung yang diukur apa. Jenjang
sekolah (SD, SMTP, SMTA, PT) itu gejala ordinal tak bisa diskor.”

yang saya kasih tanda (…………….) kalimatnya belum selesai pak.


mohon diselesaikan.

skala interval tidak punya nol mutlak, makanya saya usulkan


setuju-tidak setuju bisa juga diintervalkan. misal sangat tidak setuju
1, sangat setuju 10.
oya saya pikir2 lagi, netral tidak bisa diberi angka. jadi jika
diletakkan di tengah lalu dihara�ahkan penghitungannya, diberi
angka 3 dari 5 dst, itu salah menurut saya. netral adalah tidak
menjawab.

(2) saya ga bilang angka 5 itu sama dengan netral pak. saya cuma
bilang “5”.

(3) saya selalu berhati2 pak menggunakan skala likert. terima kasih
remindernya.

Kylua | 05/03/2013 at 12:16


Pak jika saya menggunakan skala likert dengan kategori:
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Hampir tidak pernah
Tidak pernah

Dengan alasan kesesuaian pertanyaan angket berdasar data yang dicari


adalah pengukuran fakta keefektifan. Skala likert dengan kategori tersebut
bisa digunakan tidak Pak?
Mohon berbagi Ilmunya kembali Pak. Terimakasi.

Reply

tatang m. amirin | 05/03/2013 at 21:51


Itu bukan skala-Likert, itu item-Likert. Jangan sebut skala Liket, skala
pengukuran saja, skala untuk mengukur tingkat keefektivan. Pertanyaan
pokok: apakah indikator (tanda) efektif itu selalu dan tidak pernah? Apa
itu efektif? Nah, Ananda harus bisa jawab!

Reply

mutiara pertiwi | 07/03/2013 at 11:34


assalamualaikum pak
dalam penelitian saya, saya adopsi kuesioner peneliti lain dengan skala
likert ya, tidak, ragu-ragu
boleh gak yaa kalo saya adopsi dengan tetap mencantumkan hasil uji
validitas dan reliabilitas namun saya modi�kasi dengan merubah skala
likertnya menjadi sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.
mohon pencerahan :)

Reply

tatang m. amirin | 09/03/2013 at 22:58


Tergantung yang diteliti apa, sama apa beda, jika sama, kenapa harus
dimodi�kasi? Skala asli cuma tiga: ya – ragu-ragu – tidak, itu tidak
sama dengan sangat setuju – setuju dan seterusnya. Lagian, apa sih yang
disetujui dan tidak disetujui? Sama tidak dengan ya dan tidak?

Reply
khusnul lintang (@khusnullintang) | 12/03/2013 at 18:40
Assalammualaikum pak tatang. nama saya khusnul.
saya mau tanyak pak. penelitian saya tentang aktivitas komunikasi yang
terbagi atas komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia. saya
menggunakan instrumen berupa kuesioner.
jadi jawaban dari masing-masing pertanyaannya berupa frekuensi seperti 1
kali, 2 kali,,,,,,, dst. saya ingin mengukurnya dngn sekala likert, penilaianya
Tinggi, Sedang dan Rendah.
masalahnya di masing2 jawaban pertanyaan pasti ada yang tidak
menjawab (0). jadi bagaimana cara menghitungnya pak?
mohon bantuannya pak tatang..
terimakasi..

Reply

tatang m. amirin | 12/03/2013 at 22:59


Ngapain malah gunakan skala mirip likert yang tak cocok untuk itu?
Ingat 1x, 2x, 3x, itu lebih ril daripada sering, jarang, kadang-kadang.
Lalu, kenapa jadi tinggi, sedang, rendah? Yang tinggi itu apa, yang
rendah itu apa? Tidak menjawab tidak sama dengan tidak pernah (nol,
nihil). Tidak menjawab ya tidak menjawab. Hehehe…. Hati-hati juga
mengukur tatap muka atau lewat media, 1x, 2x dst itu dalam kurun
waktu berapa lama (berapa hari, bulan, tahun terakhir)?

Reply

khusnul lintang (@khusnullintang) | 13/03/2013 at


23:03
yang menjadi tolak ukurnya dalam penelitian ini pak tinggi, rendah
dan sedang. artinya tingkat aktivitas dari pada masyarakat itu tinggi,
rendah atau sedang. gitu pak.

untuk kesemua akti�tas komunikasi tatap muka dan media itu di


ukur dalam waktu selama 1 bulan pak.

nah, saya sedikit bingung ini pak, soalnya pertanyaan di kuesioner


itu untuk masing2 poin dalam akti�tas komunikasi menggunakan
frekuensi (1x, 2x, 3x,….. dst). dan klw misalnya saya memakai
jawaban “sering, jarang, kadang-kadang”. itu bagaimana cara
menghitung skornya pak. masalahnya pasti ada yang dijawab oleh
masyarakat “tidak pernah” diantara beberapa poin pertanyaan
mengenai aktivitas komunikasi ini pak. mohon di bantu pak,
apakah saya harus menggunakan frekuensi (1x,2x…) atau
menggunakan jawaban sering, kadang2 dan jarang.

tatang m. amirin | 14/03/2013 at 16:44


Makanya, jangan pakai skala-likert, skala aja. skalanya 0, 1 ,2 ,3 ,4,
5 kali. atau 0, 1-2, 3-4, 5-6, 7-8,9-10. Uji coba dulu, tertinggi berapa
kali, baru buat intervalnya. angka itu sudah menunjuk bilangan skor,
nanti tinggakl ubah ke tidak pernah sampai sering kali, atau
aktivitas sangat rendah sampai sangat tinggi. Ulang, jangan gunakan
skala likert, jangan sebut skala likert, skala saja! Skala itu ya seperti
yang disebutkan itu contohnya.

fahmy | 01/04/2013 at 12:35


Pak tatang, saya mau bertanya tentang skrpsi saya
Saya membahas perilaku pencegahan dengan kategori dalam kuisioner
sering, kadang, tidak pernah
Kemudian untuk analisisnya perilaku pencegahan itu disebut baik, sedang,
buruk, total pertanyaan ada 20, skala trtinggi 20, trendah 0, bagaimana
saya menentukakn batasan baik,sedang dan buruk dengan skala likert??
Mohon bantuannya, saya bingung
Terima kasih pak

Reply

tatang m. amirin | 02/04/2013 at 08:22


Kenapa pertanyaan/jawaban sering, kadang, tak pernah, diubah jadi
baik tidak baik? Ya dipakai logika itu, kenapa?

Reply

adam | 01/04/2013 at 16:20


aslkm,,,, apa kbr bpk yg slalu tdk pernh lelah membalas pertanyaan dr
klien,,,,,
sya ad pertanyaan,,, sbelumnya pnelitian sya menggunakn 5 skla likert,
kmudian stlh naik sminar yg netralnya di hilangkan saran dr dosen, dan
mjd 4 skala likert,, yg ingin sya tnyakn adakah referensi dr para ahli untuk
skala 4 , krna yg sering saya bca kebanyakn 5,,,,,,,, mhon jwbn dr bpk
,,,,trims-

Reply

tatang m. amirin | 02/04/2013 at 08:24


Banyak, itu hanya agar responden mau menjawab esktrim, suka atau
tidak suka, simpati atau antipati. Buka internet, pasti ketemu!

Reply

Waka Waki | 02/04/2013 at 17:36


assalamualaikum…
yth. bapak Tatang, saya ingin meminta pendapat bapak mengenai skripsi
saya…
Saya mengukur salah satu variabel penelitian saya dengan salah satu
kuesioner dari Iran yang saya dapat dari salah satu jurnal internasional
yang digunakan untuk mencari lima perbedaan perilaku. Penskorannya
menggunakan 0-4 dari tidak pernah sampai sering sekali. Isi dalam jurnal
tersebut sudah tertera validitas, reliabilitas, internal konsistesi, serta
eigenvalue dari hasil faktor analisis (lengkap pokoknya pak.. hehe). Setelah
saya bimbingan dengan kedua dosen pembimbing saya, dosen pembimbing
2 saya mengijinkan saya untuk langsung terjun lapangan, sedangkan dosen
pembimbing 1 saya meminta saya untuk try out dahulu….
nah, saya jadi agak bingung pak…
mohon pendapatnya ya bapak Tatang. Apakah saya harus try out dahulu
kuesioner tersebut atau langsung terjun lapangan? oh iya, dalam jurnal
tersebut tidak tertera jenis item favorable/unfavorable untuk mencari skor
tiap item… jadi untuk penskorannya apakah saya hanya harus
menggunakan angka 0-4???
Terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 02/04/2013 at 23:10


(1) Perilaku di iran bisa jadi tidak sama dengan perilaku di Indonesia.
Jadi, tergantung universalitas perilaku itu. Karenanya perlu dikaji
cermati apakah cocok dengan Indonesia atau tidak. Itu mungkin alasan
pembimbing kenapa diminta try out dulu.
(2) Skor itu hanya simbolisasi dari “kandungan item.” Jadi cermati item
demi item, dan kenapa kandungan isi item opsi pilihannya tidak pernah
– sering sekali.
(3) Tahukah Ananda, bahwa “sering” (kekerapan melakukan) untuk
Ananda itu tidak sama dan sebangun dengan “sering” teman Anda
dalam melakukan sesuatu? Maksudnya, bagi Ananda mungkin jarang
minum kopi itu dimaksudkan hanya seminggu sekali saja tidak, tapi
teman Ananda yang peminum kopi, jarang itu jika sehari hanya minum
satu cangkir, wong biasanya tiga cangkir.

Reply

Waka Waki | 04/04/2013 at 15:53


karena item pada kuesioner berisikan perilaku-perilaku tertentu pak.
Kuesioner yang saya pakai digunakan untuk mengukur kecenderungan
seseorang dalam berperilaku, masing-masing nomor item mewakili 5 tipe
perilaku pak. Misalnya tipe A adalah item nomor 1, 4,6,14,19,23. Yang
saya masih bingung, apabila saya mencari skor opsi jawaban pada tiap item
dengan mengikuti konsep favorable/unfavorable, maka jika ada subjek
yang menjawab “tidak pernah” pada item yang masuk dalam tipe perilaku
A atau C yang notabenenya perilaku negatif dan tentunya kalimat item
mengarah pada unfavorable, dia yang memang tidak pernah melakukan
perilaku tersebut maka akan termasuk dalam tipe perilaku negatif itu pak,
karena skor pada item yang dijawab tersebut “4” (misalnya). Mohon
pencerahannya lagi ya pak? :)

Reply

tatang m. amirin | 06/04/2013 at 00:06


“Anda pernah galau?” (perilaku negatif): 0-tidak pernah, 1-jarang,
3-sering, 4-sangat sering. Jika 0 berarti tak pernah galau, kan?! Berarti
dia tidak termasuk tipe orang suka galau?!!! Semakin sering seseorang
berperilaku tertentu, berarti ia termasuk kategori perilaku itu. Cuma
menebak. Apa sih yang dimaksudkan ananda dengan
favorable/unfavorable (favorit tidak favorit–maksudnya preferensi
pilihan kesukaan, atau intensitas melakukan—kenapa ada positif negatif
dalam hal berperilaku). Lalu, pilihan jawabannya apa, cara
penskorannya gimana, kenapa pula harus diskor?
Perilaku negatif ( – ), perbuatan negatif (- ). Min kali min kan berarti
plus, kenapa jadi negatif???? Jadi orang tidak pernah mencuri (perilaku
negatif) kan bukan pencuri (positif). Sekali lagi, saya tak paham
perilaku yang diteliti (positif negatif itu seperti apa) dan bagaimana
ananda mengukur perilaku itu. Jadi, ya tak bisa komentar pasti!!!

Reply

Waka Waki | 09/04/2013 at 19:19


iya pak, kurang lebih seperti itu, semakin sering subjek memilih
pernyataan perilaku tertentu dengan jawaban sering/sering sekali,
maka ia termasuk dalam kategori tersebut. Perilaku positif dan
negatif yang saya tulis saat itu hanya perumpamaan saja pak,
sebenarnya ada lima kategori perilaku yang diukur dalam instrumen
yang saya gunakan.
terima kasih banyak pak Tatang. :D

tatang m. amirin | 11/04/2013 at 21:07


Terima kasih kembali

dila | 14/04/2013 at 15:59


aslm, saya mau bertanya bapak.
dalam kuesioner saya, saya menggunakan skala likert 1-5.
sebenarnya saya tidak mengerti kenpa menggunkan skla 1-5.
menurut mas, apa alasan seseorang menngunakan skala likert 1-5?
apa kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dgn skala 1-3, 1-4, pun
1-7?
jika dalam sidang saya ditanya, mengapa menggunakan likert skla 1-5,
kira-kira apa jawabn yang tepat bapak?
terimakasih banyaaaak :)
Reply

tatang m. amirin | 15/04/2013 at 23:31


Lihat asal-usulskala “gradasinya.” Jika tinggi – rendah, skalanya cuma
2. Jika tinggi – sedang – rendah ada 3. Jika sangat tinggi – tinggi –
sedang – rendah – sangat rendah, skalanya 5. Jika tambah ada teramat
sangat tinggi – teramat sangat rendah jadi ada 7. jangan angka dulu,
tapi “sakalanya” dulu. Nah, yang mana yang digunakan. Ingat jangan
dibalik dari angka!

Reply

dhede | 14/04/2013 at 18:45


pak mau tanya bedanya skala likert dan rating scale apa yah?

Reply

tatang m. amirin | 15/04/2013 at 23:31


Kan di tulisan sudah ada.

Reply

mia | 18/04/2013 at 09:34


assalamualaikum, pak. salam kenal. Bagaimana jika saya menggunakan 6
skala likert untuk pada skala sikap. bagaimana rentang penilaiannya
apakaah bisa dengan TH: 1, STS; 2, TS: 3, R: 4, S: 5, SS: 6 atau pilih STS,
TS, KS, AS, S, dan SS (1-6). apakah dasarnya kita sebagai peneliti membuat
skala likert tsb bisa 4, 5, 6, 7 dsb? apakah cukup dengan mengatakan untuk
menghindari bias sosial dengan kecenderungan responden menjwb skala
tengah, kmdn kita menghlgkan nilai tengah atau ada alasan lainnya? terima
kasih

Reply

tatang m. amirin | 19/04/2013 at 19:10


Mulai dari jenjang kategori umum (sangat baik- baik- sedang – jelek –
sangat jelek), jangan dari angka dulu! Skala sikap tidak ada tidak tahu
dan ragu-ragu!

Reply

Haidir | 22/04/2013 at 13:46


Pak, saya ingin tanya. Apa artinya setiap item jawaban itu. Misalnya, lebih
banyak yang “sangat setuju” atau yang memilih “tidak setuju” sebanyak 10
persen saja, bagaimana menafsirkannya. Salam

Reply
tatang m. amirin | 25/04/2013 at 23:46
Dari 100 orang yang setuju makan rujak cingur ada 10. Jadi,
simpulannya?!

Reply

aris | 23/04/2013 at 16:58


Pak Tatang, maaf saya mau mohon bantuannya untuk tugas penelitian.
Misalnya kita ingin menguji 3 produk untuk dinilai oleh 50 responden
terkait kriteria: kemasan, rasa dan bau menggunakan skala likert (1-5,
1:sangat buruk, 5: sangat baik), uji apa yang bisa dipakai guna menentukan
produk mana yang terbaik ditinjau dari (1) kemasan, (2) rasa, (3) bau dan
(4) ditinjau secara keseluruhan? kalau misalnya ingin mengetahui kriteria
mana yang menentukan, pakai uji apa ya?

Terimakasih atas bantuannya.

Reply

tatang m. amirin | 26/04/2013 at 00:00


Hitung saja skornya, gunakan mean (rerata skor), lalu bandingkan, per
item ataupun total.

Reply

dea | 29/04/2013 at 22:58


mohon bntuan nya pak ,
saya mau bertanya kalau skala likert apakah perlu di uji lg validitasnya ?

Reply

tatang m. amirin | 30/04/2013 at 01:16


validitas dilakukan untuk menguji isi yang akan diteliti, jika akan
mengukur sesuatu, jadi tergantung yang diukur

Reply

robert satria | 01/05/2013 at 08:58


mohon bantuannya pak..
saat ini saya sedang dihadapakan dengan pertanyaan dosen saya tentang
skala yang saya gunakan dalam penelitian skripsi sya pak, karna saya
menggunakan angket yang jawabannya
1. Tidak pernah

2. Jarang
3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Sangat sering

pertanyaannya apakah yang harus saya jawab atas pertanyaan dosen


tersebut
terima kasih sebelumnya pak.

Reply

tatang m. amirin | 01/05/2013 at 22:15


Lha, ananda menggunakan skala apa? Hehehe…. Kenapa harus disebut
skala?! Sebut saja angket dengan opsi (pilihan) jawaban TP – J – KD dst.
untuk mengukur ekkerapan (intensitas) melakukan sesuatu.

Reply

Alifatul Fitria Firdausinta | 17/04/2014 at 21:53


Salam pak, ,
Mohon maaf jika saya menimbrung di komentar ini
Saya juga sedang membuat instrumen untu penelitian tentang stres
dengan menawarkan ke lima opsi seperti yang disebutkan oleh
saudara Robert Satria yaitu ada Tidak pernah, jarang, kadang-
kadang, sering, selalu.
saya masih bingung dengan pertanyaan dosen saya tentang “apa
indikator yang membedakan antara kelima opsi tersebut?” misalnya
yang bikin rancu adalah jarang dan kadang-kadang, sering dan
selalu.
mohon penjelasanya bapak
terimakasih

tatang m. amirin | 18/04/2014 at 20:53


Wadduh, ukuran stres itu seperti apa? Kan ada stres sangat ringan
sekali ada stres berat sekali (macam caleg gagal). Itu saja sudah ada
klasi�kasi (tingkatannya). Nah, pertanyaannya, memang stres itu
bisa sering kali terjadi? Dalam ukuran berapa minggu, bulan, tahun,
selama pernah hidup? Coba Anda saya tanya, pernahkah Anda stres
(sejak bayi sampai sekarang)? Pasti Anda tak tahu, karena waktu
kecil gak tahu…….. Setahun terakhir? Apa ukurannya sering? Coba
deh suruh jawab berapa kali……………..? Itu saja, kan lebih mudah.
Coba jawab: Berapa kali dalam seminggu terakhir Anda minum susu
setelah makan (4 sehat 5 sempurna)? Coba tanya teman-teman,
paling-paling banyak yang gak minum! Yakin, deh! Stres juga
kayaknya begitu!
Siti | 11/05/2013 at 17:49
Pak….
saya mau bertanya….
Apakah perlu lagi di uji validitasnya, yang mau saya uji tentang persepsi,
sikap dan partisipasi masyarakat terhadap program raskin?
Klo boleh tau pake uji apa ya???
THxB4

Reply

tatang m. amirin | 11/05/2013 at 20:21


Konstruknya sudah benar belum? De�nisi operasional untuk
pengukuran sudah logis belum?

Reply

Siti | 12/05/2013 at 15:14


boleh gak pak untuk menguji persepsi sama partisipasi terhadap
program raskin, pake pilihan sangat setuju, setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju…?
Agak bingung pak membuat kuisionernya
mohon bantuannya pak…:)

tatang m. amirin | 13/05/2013 at 00:35


Yang disetujui dan tidak disetujui itu apa? Ngapain memang selalu
gunakan skala model likert, gunakan angket biasa, pilihan
jawabannya ke bawah, isinya tergantung yang ditanyakan. Tanya aja
dengan opsi jawaban lain, misalnya beras raskin termasuk baik atau
tidak baik, penetapan orang-orang miskinnya adil apa pilih
kasih…….

mirzal tawi | 30/05/2013 at 16:56


pak tatang, artikel sangat menarik, dan mudah dipahami, mohon izin share
pak?!

Reply

Amy | 31/05/2013 at 12:57


Aslmkm pak, saya mau tanya ^_^
Tentang range skor skala likert… yg menggunakan 5 skala, selalu, sering,
cukup sering, jarang dan tidak pernah
Misalnya responden 12 orang berarti skor tertinggi 60 (100%) dan skor
terendah 12 (20%).
Nah kebanyakan buku-buku buat range skornya 0-20% = tidak pernah,
21-40% =jarang, dst 80-100%= selalu.
Sedangkan apabila dijwb “1” smw nilai terendah = 20%, jika kurang
berarti ada data yg kosong maka data diekslusi, benar kan pak? Dengan
kata lain “tidak akan ada” skor dibawah 20%, berarti dikatakan skor “tidak
pernah” itu cuma tunggal pada skor 20%.
Mengapa tidak dibuat 20-40 =tidak pernah, 41-60=jarang, 61-80=cukup,
81-99%=sering dan “selalu” tunggal pada skor 100%
Atau dibuat 20-35%, 36-51%,dst, 84-100% (tapi memang jadi kurang rata
pembagian rangenya, yg lain spasi 15, yg 84-100% berlebih satu spasi 16
>_<, sehingga jadi ribet)

Jadi mohon pencerahannya pak alasan memilih range dimulai dari 0%,
sedangkan nilai dibawah 20% gak akan ada????? *terimakasih banyak pak,
maaf merepotkan*

Reply

tatang m. amirin | 31/05/2013 at 18:13


Itu yang membingungkan. Kenapa skor 60 sama dengan 100%, yang
100% itu apanya? Persen itu menunjukkan frekuensi, bukan skor!
Berapa persen orang yang sering, berapa persen orang yang tidak
pernah……… dst. Kategori persentasenya juga salah. Coba simak
dengan benar: Jika MAHASISWA MENGIKUTI KULIAH hanya 20% saja,
itu sama dengan TIDAK PERNAH ikut kuliaj? Sebaliknya, apakah jika
mengikuti kuliah hanya 80% saja dari seharusnya, itu sama dengan
SELALU kuliah? Ingat lagi, skor ya skor, bukan persen (frekuensi).

Reply

sakti | 01/06/2013 at 01:40


Bapak mau sekedar memastikan..
ketika pake skala Likert “sangat tidak setuju-sangat setuju” berarti tidak
akan bisa dibuat skornya? dan ituhanya distribusi frekuensi?
lalu apakah itu (Setuju-tdk setuju) dapat mewakili penelitian tentang
kepuasan pelayanan??

Reply

tatang m. amirin | 03/06/2013 at 00:10


Kenapa tidak tanya saja puas, tidak puas? (Persentase yang puas/tidak
puas). Atau minta konsumen memberi nilai layanan (skor memuaskan
tidak memuaskan).

Reply

mirzal tawi | 02/06/2013 at 02:05


Pak tatang, saya kutip tulisan bpk utk saya rilis pd blog saya, izin pak
ya??!!!makasih

Reply

tatang m. amirin | 03/06/2013 at 00:12


Silakan, dengan tidak lupa menyebut rujukan, biar sah…….

Reply

reza | 08/06/2013 at 19:32


pak saya mau tanya,
saya ada sebuah program mesin penjawab yang harus saya ukur
kesesuaiannya antara pertanyaan denga jawaban yang diberikan oleh
mesin, saya melakukan kuisioner untuk mengetes kesesuain tersebut,
kepada responden, yaitu:
saya memiliki kuisioner yang berisi 10 macam soal berserta jawabannya,
kemudian tugas dari responden hanya mengisi kesesuaian antara
pertanyaan dan jawaban yang saya berikan dengan skala 1-5(1 sangat tidak
sesuai dan 5 sangat sesuai), setelah saya mendapatkan hasil dari angket
tersebut, bagaimana cara menentukan presentase dari responden yang saya
dapat?sesuai atau tidaknya(dalam bentuk persen), mohon pencerahannya
pak,terimakasih,,

Reply

tatang m. amirin | 13/06/2013 at 20:29


Ya pelajari kembali bagaimana cara mencari persen, ini di sd sudah
diajarkan! Hehehe.

Reply

reza | 14/06/2013 at 20:13


bukan hanya menghitung persen maksud saya pak, jadi kan ada 5
kategori tu,nah bisa nggak dipersempit jadi 2 kategori(dari hasil
persentase 5 kategori tersebut) tidak sesuai sama sesuai,

tatang m. amirin | 15/06/2013 at 12:09


Semakin dikecilkan (disederhanakan), semakin tak jelas (detail,
lengkap).

Lisda | 15/06/2013 at 00:54


maaf pa, mohon bantuan nya….sya mhasiswa stikes husada borneo kalsel,
sedng mengerjakan KTI dgn judul “pengaruh gaya kepemimpinan manajer
unit kerja rekam medis terhadap produkti�tas kerja staf di rumah sakit”
untuk pengukuran gaya kepemimpinan sya menggunakan skala likert dgn
pilihan selalu=5, sering=4, jarang sekali=3, tidak pernah=1 jumlah
pertnyaannya ada 18………sya ingin menentukan gaya kepemimpinan apa
yg dipakai oleh manajer itu, sya membagi gaya kepemimpinan menjadi 3
dan masing2 gaya kpemimpinan dikuesioner mempunyai 6 pertanyaan.
hasil data nya berupa ap ya pa biar bisa di uji statistik untuk mengetahui
pengaruh trhdap produkti�tas kerja. produktivits krja mnghasilkan data
numerik yaitu tiap unit kerja menghasilkan…..rekam medis/hari. misal:
pendaftran= 170 rekam medis/hari, coding=50 rekam medis/hari. dan
kira2 uji statistik apa yg paling cocok untuk pnelitian sperti ini??
*mohon pencerhan pa :(

Reply

tatang m. amirin | 15/06/2013 at 12:10


Pemimpinnya cuma satu, bagaimana bisa berbeda pengaruhnya pada
bawahan! Kan gayanya sama!

Reply

Lisda | 20/06/2013 at 00:29


iya ya pak?? pdahal udah di acc sama dosen pembimbing, jadi bagusya
gmn pa? apa judulnya aja yang dignti?? terima kasih atas pencerhan nya pa
:)

Reply

tatang m. amirin | 21/06/2013 at 05:18


Aduh, kemarin tanya apa ya?

Reply

Lisda | 22/06/2013 at 18:52


heheee…….okee deh pa, terimakasih buat tanggapan yang kemaren, sngat
membantu :D

Reply

widya | 24/06/2013 at 10:36


nama sya widya, saya sedang melakukan penelitian dengan judul Analisis
Pengaruh TQM dan Partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial,
alat analisis sya adalah kuesioner dengan menggunakan skala likert 1-5
(negatif) akan tetapi dalam variabel X1 menggunakan tingkat tidak setuju-
sangat setuju, varaibel x2 menggunakan tingakat tidak satupun
anggaran-semua anggaran, sedangkan variabel Y menggunakan tingkat
sangat rendah-sangat tinggi, pertanyaan sya apa perbedaan dan persamaan
dari tingkatan tersebut? tolong penjelasannya… sebelumnya terima kash,
:)
Reply

tatang m. amirin | 25/06/2013 at 01:48


Lha, kenapa menggunakan tingkatan tersebut? Anda yang mestinya
lebih tahu! Lcak di landasan teori!

Reply

widya | 25/06/2013 at 09:42


sya menggunakannya tingkatan itu karna tingkatan itu sdah ada
dalam penelitian terdahulu sya, dan saya rasa penelitian terdahulu
sudah benar-benar truji kuesionernya sehingga sya
menggunankannya.

tatang m. amirin | 26/06/2013 at 22:05


Ya kalau sudah teruji, gunakan saja, termasuk analisisnya!
Hehehe…………. Widaya ni motivasinya kuat sekali, jadi Widya
punya motivasi tinggi, selalu tak mau menyerah, pantang dah
menyerah sebelum mencoba. Terasakankah beda kata-kata yang
digunakan untuk menyebut hal yang sebenarnya sama tadi?

kiky | 25/06/2013 at 09:27


pak saya ingin tanya bagaimana kita membedakan selalu dengan sering,
dan sering dengan kadang-kadang? mohon pencerahannya pak

Reply

tatang m. amirin | 26/06/2013 at 22:01


Kiky kalau makan siang selalu makan nasi, apa ada kalanya makan roti
saja? Kalau makan roti isi coklat sering enggak? Yah…….. antara selalu
dan sering kadang-kadang membingungkan juga, ya! Padahal itu bahasa
kehidupan sehari-hari, hanya perlu dirasakan saja.

Reply

sugiyanto | 25/06/2013 at 23:11


Pak saya staf keuangan UNY, sedang menulis ttg analisis pengaruh
lingkungan pengendalian thdp sistem pengendalian intern.. Rumusan
masalah 1. apakah unsur lingkungan pengendalian telah handal 2. Apakah
unsur lingkungan pengendalian berpengaruh thdp sistem pengendalian
intern. rencana data didapat dr kuesioner skala 1- 4 (STS,TS,S,SS) dg 85
pernyataan dan 75 responden, rentang skala 4-1 dibagi 4 =0,75. Dapatkah
diskor 4 – 0,75 = 3,25, dst. benar ato salah jika saya interpretasikan skor
>3,25 = handal, 2,56 – 3,25 cukup handal, 1,76 – 2,25 tidak handal dan 1
– 1,75 sangat tidak handal (untuk menjawab rumusan no 1). terima kasih.

Reply

tatang m. amirin | 26/06/2013 at 22:14


(1) Ini korelasi, apa bukan? (2) Jika korelasi pasti ada dua variabel
(apakah kedua aspek ini variabel: lingkungan pengendalian – sistem
pengendalian?). (3) Jadi, rumusan masalah 1 di luar jalur, karena sudah
tercakup di rumusan masalah 2. (3) Untuk mengukur pengaruh
(korelasi) kedua variabel itu diukur sendiri-sendiri. Misal: insentif
kehadiran dan kerajinan kerja, insentif diukur sendiri (tinggi rendah),
kerajinan diukur sendiri (tinggi rendah). (4) Siapa yang mengukur?
Kenapa yang ditanya responden, dengan pernyataan setuju dan tidak
setuju? (4) handal itu pasti ada handal tinggi (sangat handal) – sedang-
sedang handalnya – rendah handalnya (tidak handal). Kenapa skalanya
hanya 4? Jadi, baca lagi dengan cermat “KITA SUKA SALAH
MENGGUNAKAN SKALA LIKERT YANG HARUSNYA GUNAKAN SKALA
PENILAIAN!

Reply

nizam | 29/06/2013 at 11:47


Assalamualaikum

Maaf pak mau nanya. kalo skala likert bisa tidak untuk penilaian dalam
penelitian kualitatif yang menyatakan baik-cukup-buruk?

klo tidak bisa. teori yang menyatakan baik-cukup-buruk. ada tidak pak?

Reply

tatang m. amirin | 30/06/2013 at 00:24


Baik buruk itu ukuran moral, benar-salah itu ukuran ilmu. Skala Likert
itu aslinya untuk mengukur sikap (pro-kontra) terhadap sesuatu. Skala
mirip Likert terserah mau diisi skala apa saja. Coba pelajari lebih dalam
penelitian kualitatif: instrumennya peneliti (jadi tak ada angket atau
skala penilaian), tekniknya lebih terutama menggunakan wawancara
(umum) dan observasi (etnogra�: artefak budaya).

Reply

nizam | 30/06/2013 at 15:10


kalau untuk penelitian kualitatif yang bertema evaluasi terhadap software
itu kan harus menggunakan penilaian. bisakah menggunakan penilaian
dengan skala likert? judul skiripsi saya “EVALUASI SOFTWARE
NEWGENLIB SEBAGAI SOFTWARE SISTEM OTOMASI PEPRUSTAKAAN
BERBASIS OPEN SOURCE BERDASARKAN TEORI RICHARD W BOSS”
Reply

tatang m. amirin | 01/07/2013 at 23:32


Gunakan saja teori Boss. Gunakan model penelitian evluasi! Itu
kualitatif (bisa campuran, sih!)

Reply

Rico | 03/07/2013 at 02:00


Pak saya mau tanya… Dalam penelitian saya menggunakan skala Likert
untuk mengetahui kepuasan pemirsa menyaksikan salah satu program
berita di tv X. Jawaban untuk item instrumen yang saya gunakan Sangat
Puas-Sangat Tidak Puas.: Atau dengan skor: 1=SP 2=P 3=N 4=TP =STP.
Selanjutnya masing-masing indikator kepuasan dihitung dengan
menggunakan rumus:

Interval Kelas = Range/Jumlah Kelas +1

Range = Nilai tertinggi – Nilai terendah

Namun saya bingung dalam menentukan jumlah kelasnya, untuk sementara


ini jumlah kelas yang saya tentukan ada 3 kategori yaitu: Puas, Netral,
Tidak Puas, akan tetapi saya ditanya bagaimana menentulan jumlah
kelasnya sehingga ada 3 kelas seperti disebutkan? maksud saya hanya
menyederhanakan saja. Apa benar pak? kalau tujuannya hanya
menyederhanakan…

Mohon pencerahan pak Makasih sblmnya….

Reply

tatang m. amirin | 03/07/2013 at 20:53


(1) Kenapa menyimpang dari aslinya? Aslinya lima kategori kok
dijadikan 3. Penyederhanaan itu tidak membuat bagus (informatif). Jika
kategorinya hanya lulus dan tidak lulus (dua kategori), maka semua
mahasiswa yang lulus tak kelihatan pandainya. Tapi mahasiswa lulus
dengan kategori cumlaude kelihatan lebih pandai daripada yang lulus
sangat memuaskan dan memuaskan.
(2) Istilah “netral” hanya terkait sikap, tidak dengan kepuasan. Itu
kategori sedang (merasa puas tidak, tak puas pun tidak–hati-hati dengan
istilah cukup puas juga!).
(3) Yang aneh, kenapa sangat puas (SP) skornya jadi 1, sementara tidak
puas 4? Jadi, kalau Anda sangat bagus memberi jawaban ujian, maka
skornya 1 (=E), sementara kalau jelek sekali skornya 5 (= A).
Hehehe………….
(4) Jadi, pahami skala Likert berbanding skala penilaian!

Reply
ha�s | 05/07/2013 at 17:02
pak ada tidak skala likert kuisionerNYa punya jawaban YA dan TIDAK saja
pak??
atau pilihan jawaban harus lebih dari itu???
karena ada yang saya liat skala yang dipakai skala likert Nilai tertinggi 2
Nilai Terendah 1, dan jawaban kuisionernya YA dan TIDAK!
gmn penjelasanNYA,,,,,,,

Reply

tatang m. amirin | 08/07/2013 at 21:19


Itu skala terendah, bukan skala Likert, skala biasa aja!

Reply

aster | 28/08/2013 at 08:37


Ass. Kang nuhunkeun pituduhna….
SD SMP SMA Diploma Sarjana Total
(STS) 0 3 11 8 6 28
(TS) 0 5 18 18 15 56
(RR) 0 10 46 83 42 181
(S) 19 32 186 138 194 569
(SS) 11 20 119 73 61 284
jika persen kan menggunakan rumusnya apa?
terimaksih…..

Reply

tatang m. amirin | 28/08/2013 at 23:43


Kata murid SD rumus persen itu cuma satu, yaitu yang diajarkan di SD

Reply

pal gunadi | 12/10/2013 at 19:02


pak saya mau tanya, jika skala likert berdata ordinal dengan skala interval
1 sampai 5, sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak
setuju, tetapi data tidak ditransformasi ke interval. bagaimana ?
karena banyak saya lihat penelitian dgn skala likert data ordinal tapi
dilakukan metode parametrik

Reply

tatang m. amirin | 19/10/2013 at 22:15


Hitung persennya saja menurut kategori!

Reply
jhon hendri | 16/10/2013 at 07:44
Dear Pak Tatang,
Saya mau tanya untuk pilihan mirip likert: tidak pernah, jarang, kadang-
kadang, sering dan setiap waktu, bagaimana menetapkan jumlah frekuensi
untuk masing-masing pilihannya. Misalnya saya sedang mengamati kondisi
kesehatan responden dalam 4 minggu terakhir. Pertanyaannya: “Apakah
anda pernah mengalami sakit kepala?”. Untuk pilihan tidak pernah dan
setiap waktu pasti mudah. Tapi untuk jarang, kadang-kadang dan sering
sepertinya bisa berbeda-beda untuk tiap responden? Mohon
pencerahannya. terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 19/10/2013 at 22:24


yang lucu “setiap waktu” memang terus-terusan sakit? Coba pakai
hitungan lebih operasional, misalnya tiap hari dalam 4 minggu (28
hari), berapa hari sakit, berapa kali tidak sakit. Lalu hitung dengan
gunakan rentangan 0 – 28 kali/hari sakit, dimasukkan ke dalam
kategorisasi JS – J – K – S – SS. Hindari tidak pernah dan selalu atau
setiap waktu, karena pasti kategorinya bisa antara 0 – 5 (JS, bukan
tidak pernah) atau 24-28 (SS, bukan selalu).

Reply

Aida | 18/10/2013 at 12:38


Assalamualaikum,
Pak, Z izin meng-copy tulisannya ya…
Hatur nuhun.

Reply

tatang m. amirin | 19/10/2013 at 22:34


Mangga, kade ulah teu nyebat sumber, bilih kasebat eta tea………

Reply

Rewa Syamsuddin | 27/10/2013 at 14:55


Assalamu alaikum wr wb.
Pak saya mau nanya.
1). bagaimana cara data ordinal (jawaban benar salah) dimasukkan di data
interval?
2). bagaimana cara data ordinal (skala likert) pun dimasukkan kedalam
data interval?
Sebab ada teman saya mengatakan bahwa data ordinal bisa dikoneversi ke
dalam data interval melalui metode successive interval. Lalu bagaimana
pula dengan metode ini. Mohon pejelasannya pak, saya tidask ngeerti
Terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 03/11/2013 at 23:13


Hehe……….. dipelajari dengan cermat saja konsep dasarnya!

Reply

ANGGRAENI | 04/11/2013 at 13:42


Assalamu’alaikum pak Tatang..
Kalau ada 2 atau lebih variabel dalam satu penelitian diukur dengan skala
likert yg berbeda, misal variabel A,B,dan C, masing-masing menggunakan
skala 5, skala 7 dan skala 9, bisakah hasilnya diterima ?
Wassalamu’alaikum

Reply

tatang m. amirin | 05/11/2013 at 08:02


Ya kalau sendiri-sendiri tak masalah, hanya saja kemnapa da yang 5, 7,
dan 9? Itu artinya apa? Jangan sebut sebagai skor! Itu hanya koding
untuk yang disebutkan dengannya, misalnya 5 sangat baik (dari skala
1-5), 7 sangat baik (dri skala 1-7), 9 sangat baik (dari skala 1-9). Sekian
persen responden menyatakan sangat baik…..

Reply

najib | 20/11/2013 at 07:57


pak maaf saya masih bingung
apakah bisa dibilang skala likert/mirip likert termasuk ordinal dan
harus dikonversi ke skala interval untuk analisis lanjutan karena
pemberian nilai/simbul 1-5 tidak berartii apa apa?
karena ada yang menganggap likert termasuk sudah interval

mohon pencerahannya

Najib | 20/11/2013 at 14:09


pak maaf saya masih bingung
apakah bisa dibilang skala likert/mirip likert termasuk ordinal dan harus
dikonversi ke skala interval untuk analisis lanjutan karena pemberian
nilai/simbul 1-5 tidak berartii apa apa?
karena ada yang menganggap likert termasuk sudah interval

mohon pencerahannya

Reply
tatang m. amirin | 26/11/2013 at 20:04
Sejak awal harus jelas data yang akan digali interval apa ordinal, lalu
gunakan teknik mengumpulkan data yang tepat. Itu saja!

Reply

raymond | 24/11/2013 at 10:32


Artikel bapak ttg skala likert ini ckp menarik perhatian dan jg memberikn
saya pencerahn bg thesis saya. Saya adopsi model penelitian Lau n lee
m’ngenai loyalitas namun m’hilangkn interveningnya. Saya gunakn 6 skala
ordinal ( STS-TS-ATS-AS-S-SS ) tapi di draft saya lupa m’cantumkn
sumbernya siapa (namun saya jwb likert pas sidang).
Pertanyaan saya apakah ini t’masuk skala Likert atau ga? Karna dosen p’uji
tanya biasanya likert 3-5-7.
Mohon pencerahan lebih lanjutnya pak, apakah ada artikel2 yg m’dukung
p’gunakan 6 skala (ordinal) penelitian yg bisa jd referensi saya karna
sedikit penelitian yg menggunakannya.

Reply

tatang m. amirin | 26/11/2013 at 20:00


Jangan lupa skala model likert tak sama dengan skala liekrt. Leel mau
berapa saja gunakan logika keseharian menjenjangkan (tinggi rendah
dsb)

Reply

la | 09/12/2013 at 18:37
assalamu’alaikum pak
pak, maaf mau tanya. gunanya pertanyaan positif dan negatif dalam
penelitian itu apa?

Reply

tatang m. amirin | 10/12/2013 at 20:03


Gunakanlah pertanyaan positif. Itu lebih baik.

Reply

Skala Likert | 17/12/2013 at 21:46


TErima kasih pak penjelasannya, sangat bermanfaat sekali..

Reply

tatang m. amirin | 17/12/2013 at 23:02


Sama-sama, terima kasih sudah mampir.

Reply

harie | 18/12/2013 at 12:10


Askm, pa tatang. saya harie,
saya mau tanya, saya melakukan penelitian gaya belajar, dengan jumlah 36
nomer,
Gaya belajar yang saya gunakan Audio,Visual dan kinestetik.
nah yang saya bingung,bagaimana dari angket saya dapat menyatakan
bahwa anak ini gaya belajarnya audio, visual atau kinestetik.
mohon penjelasannya.
thanks

Reply

tatang m. amirin | 22/12/2013 at 00:36


Tergantung kepintaran membuat angket atuh! Namanya validitas
angket!

Reply

Nindi Kusuma Dewi (@nindi_kdewi) | 27/12/2013 at 11:11


assalamu’alaikum
pak tatang, saya nindi, sekarang sedang mengerjakan skripsi tentang
‘pengetahuan kanker payudara dan sadari terhadap eprilaku sadari pada
wanita pekerja di pabrik rokok”. untuk pengukuran pengetahuan sudah
jelas pak, tapi untuk pengukuran perilaku ini apa bisa pakai skala likert?
karena oleh dosbing disarankan untuk memberikan penilaian STS-TS-S-SS.
menurut bapak itu bagaimana? saya bingung pak, karena yang saya
baca-baca itu bisa pakai skala guttman juga. mohon pencerahannya pak.
terimakasih

Reply

tatang m. amirin | 27/12/2013 at 19:26


Sebenarnya perilaku paling pas ya dengan diamati diobservasi, tapi
perilaku yang sudah terjadi ya bisa diungkap pakai angket, tak harus
skala likert dan sejenisnya.

Reply

cici | 17/01/2014 at 21:06


assalamualaikum pak !
pak saya cici , sekarang saya sedang mengerjakan skripsi tentang
Kompetensi Mahasiswa dalam praktek Mengajar , apakah kira2 cocok
mengukur kompetensi mahasiswa dengan skala likert pak? pilihan yang
saya cantumkan di angket Sangat Baik=5, Baik=4, Cukup=3, Kurang
Baik=2, Sangat Kurang Baik=1
mohon penjelasannya pak

Reply

tatang m. amirin | 18/01/2014 at 17:41


Yang mengukur siapa, yang diukur siapa, mengukur apa? Itu bukan
skala likert, melainkan skala penilaian. Jadi, ya dinilai saja dengan skor
0 – 10 kompetensinya baik atau jelek (tinggi atau rendah). Yang diukur
tinggi (baik) rendah (jelek) itu apanya dari kompetensi? Itu konsep yang
harus matang dulu! Alat ukur belakangan!

Reply

zella | 23/01/2014 at 23:26


assalamualaikum, bapak.
maaf, pak, saya mau menanyakan mengenai aplikasi skala likert ini dalam
penelitian. apabila ada judul penelitian “gambaran sikap bidan tentang
pencegahan infeksi”. lalu bagaimana dengan analisa datanya, pak? saya
agak bingung bagaimana menentukan sikap responden menjadi sikap
positif dan negatif dari hasil kuesioner tersebut. saya bingung bagaimana
cara menggunakan rumus sikap positif = apabila t > t mean, dan negatif
apabila t < t mean. t dan t mean itu didapatkan dari mana, pak?
sebelumnya, terima kasih sekali untuk tanggapan bapak ^_^

Reply

tatang m. amirin | 24/01/2014 at 20:30


Pertegas dulu konsep (kata) sikap terhadap pencegahan infeksi itu apa:
pro (poisitif) atau kontra (negatif). Apanya yang disikapi positif negatif
oleh bidang tentang pencegahan infeksi? Memang ada bidan yang tidak
suka (anti terhadap) pencegahan infeksi?

Reply

moesarlin | 28/01/2014 at 23:16


ass…. pak, kl penilaian dalam manajemen usaha apa bisa menggunakan
skala likert. thanks mohon kon�rmasinya.

Reply

tatang m. amirin | 30/01/2014 at 21:20


Skala likert itu untuk sikap pro atau anti, maka ada netral di tengahnya.
Penilaian pakai skala penilaian aja (baca Sutrisno Hadi Metode Riset)

Reply
REZKI WULAN PERMATA SARI | 29/01/2014 at 08:07
Ass pak. kalo misalnya dari 10 pertanyaan dgn plihan jwaban skala likert
yg hasilnya sudah saya hitung menggunakan skor. untuk meranking
pertanyaan mana yg paling mempengaruh bagaimana ya pak? yg saya
ketahui bisa menggunakan uji kendall w. namun saya kesulitan memahami
rumusnya. mohon bantuannya pak.. trimakasih

Reply

tatang m. amirin | 30/01/2014 at 21:23


Skalanya interval apa ordinal? Kalau skor jadinya interval. Gak jelas
pertanyaan kok bisa mempengaruhi………….(????)

Reply

marwan | 29/01/2014 at 15:10


As, Pak untuk mengukur kekuatan hubungan variabel bebas dengan
variabel terikat apakah bisa menggunakan skala likert

Reply

tatang m. amirin | 30/01/2014 at 21:25


Pakai analisis statistik. Hehehehe. Kok Ananda jadi membuat bingung!
Variabelnya apa, tepatnya diukur dengan apa, itu dalil atau prinsipnya!

Reply

Raden Arjuna | 29/01/2014 at 22:52


Selamat malam, Pak. Nama saya Yanti mhs LT UNY. Saya menggunakan
rating scale untuk mendapatkan data intensitas. Pertanyaan saya, yang
dimasukkan dalam olah data nanti berupa jumlah skor atau harus diubah
dulu dalam rerata? Terima kasih.

Reply

tatang m. amirin | 30/01/2014 at 21:34


Baca lagi statistik tendensi sentral, ada mean (rerata), ada modus, ada
median. Masing-masing punya daya informasi berbeda. Kita perlu yang
mana? Contoh: Ada 10 orang, punya uang 5 jt 5 orang, 10 jt 3 orang, 15
juta 1 orang, 20 juta 1 orang. Rerata mereka punya uang 9 juta (cek lagi
kalau saya hitung). Harga motor cina 9 juta. Jadi semua orang bisa beli
motor cina, kontan. Benarkah itu?

Reply
Nurul | 04/02/2014 at 13:17
assalamualaikum pak, saya ingin bertanya jika penelitian “sikap konsumen
dalam memilih pintu kayu daripada substitusinya (alumunium dan plastik)”
itu bisa menggunakan skala likert tidak? jadi konsepnya ingin mengetahui
sikap konsumen lebih memilih antara pintu kayu atau substitusinya begitu
pak? trimakasih…

Reply

kamal lut� | 05/02/2014 at 08:52


pa mau tanya bisa ga sih skala likert dipake untuk mengukur penurunan
tingkat kecemasan matematematika? kalau bisa bagaimana cara
menganalisisnya? hatur nuhun..

Reply

tatang m. amirin | 07/02/2014 at 00:17


Kan cuma tanya: Lebih suka memilih: (a) pintu kayu, (b) pintu bukan
kayu. Selesai!

Reply

Po | 11/02/2014 at 11:47
pak saya mau tanya..
uji apa yang bisa saya gunakan untuk penelitian saya?
saya menggunakan skala likert (data ordinal), dan saya ingin menguji
apakah variabel independen saya berpengaruh terhadap variabel dependen.
Terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 12/02/2014 at 21:57


Buka di buku-buku statistik; variabel independennya apa (nominal,
ordinal, interval), begitu pula dependennya. Cari teknik untuk pasangan
(misal ordinal-ordinal) yang sesuai! Lalu, sampel berapa banyak? Bisa
parametrik bisa nonparametrik.

Reply

Po | 13/02/2014 at 21:36
independen variabelada 2: 1 nominal, 1 lg ordinal
variabel dependen hanya 1, nominal
sampel hanya 85, non parametrik
tatang m. amirin | 14/02/2014 at 00:12
Ya. Hehe, memang mau nanya apa? Gunakan teknik analisis
nonparametrik, gitu toh?

Po | 14/02/2014 at 09:25
mksd saya, baiknya saya memakai alat uji hipotesis yg mana?
apakah itu kendall tau apakah ada yang lain bgitu pak

Reply

Diana | 19/02/2014 at 22:01


Assalamualaikum wr. wb pak tatang
saya diana mw tanya ne pak, saya akan melakukan penelitian tentang
“Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak”
skala yang saya gunakan itu 1-10 point. dimana 1 untuk sangat tidak setuju
(STS) dan 10 untuk sangat setuju (SS). saya masih bingung pak untuk
memberikan pendapat apa yang diberikan jika responden itu menilai angka
di tengah2 angka 1-10 itu. sebelumnya makasih pak atas bantuannya :)

Reply

tatang m. amirin | 19/02/2014 at 23:02


Lha yang mau disetujui dan tidak disetujui apa? Kenapa pakai
skor/rentang? Padahal yang dicarti faktor yang mempengaruhi. Tanya
aja: Mau bayar pajak karena 1, 2, 3, dst…., tidak mau bayar pajak
karena 1, 2, 3, 4, dst).Anda suka lotek karena: (1) enak, (2) murah, (3)
sehat, (4) mudah, (5) mengenyangkan, (6)…………

Reply

Diana | 21/02/2014 at 08:07


misalnya pertanyaan yg saya ajukan sama responden tentang variabel
kesadaran membayar pajak itu seperti ” pajak merupakan sumber
penerimaan negara terbesar” terus jawabannya itu menggunakan 1-10.
dmna 1 itu STS dan 10 itu SS, dan yang saya masih binggung nentuin
pendapat apa yang pas untuk pendapat yang ada di tengah2 angka itu pak.
karna saya mau pake skala likert 5 point nggak boleh sama dosen saya
menurut beliau kurang pas klo angka’a cuma 5 sedangkan pendapat/angka
orang dalam memberikan setuju/tidak setuju itu berbeda2. mohon
bantuannya pak :) terimakasih

Reply

tatang m. amirin | 22/02/2014 at 18:49


Itu kan pendapat, kenapa harus setuju? Bagaimana kalau responden
tidak tahu, tidak punya pengetahuan tentang apa yang Anda tanyakan?
Kan gak bisa jawab, sama dengan Anda bertanya ke saya ini, karena
Anda tak tahu. Bisakah Anda saya tanyai setuju/sependapat? Coba
renungkan: Apa artinya jika ia jawab agak setuju (pendapatan utama
negara dari pajak). Apakah itu berarti “pajak agak sumber terbesar”
(artinya apa?). Apakah jika tengah-tengah (setuju tidak, tak setuju juga
tidak) artinya “terbesar tidak, terkecil juga tidak?) Logiknya jadi lucu!!!

Reply

lili sari | 28/02/2014 at 17:39


assalamu’alaikum wr. wb pak tatang
saya lili, mau nanya’ ini pak..
judul skripsi saya “analisis sistem akuntansi penerimaan kas pada pt. x”
skala yang saya gunakan:
4=sangat baik
3=baik
2=kurang baik
1=tidak baik
metode analisis data metode statistik deskriptif, dan analisis data kualitatif.
yang mau saya tanyakan, itu termasuk skala likert juga pak?
karena ini hanya 1 responden saja saya berikan kepada kepala bagiannya
langsung untuk menghitung rata-ratanya, mohon penjelasannya pak..

Reply

tatang m. amirin | 28/02/2014 at 17:53


Kok jadi respondennya hanya satu orang? Atuh yang gituan mah studi
kasus, orangnya namanya informan. Wawancara aja gak usah pakai
skala-skalaan. Baik tidaknya, bandingkan dengan standardnya.

Reply

lili sari | 04/03/2014 at 12:49


yang saya gunakan dalam penelitian ini berupa wawancara dengan
menggunakan kuesioner pak.. yang pertama saya gunakan dengan
jawaban alternativ YA/TIDAK beserta argumennya, dan yang kedua
saya gunakan dengan 4 skala penilaian tadi dengan responden yang
sama.. Menurut bapak gimana? terima kasih atas jawabannya pak,
:)

tatang m. amirin | 06/03/2014 at 22:17


wawancara apa angket, dua hal berbeda, tambah lagi skala
penilaian. kan jadi bingung
lili sari | 09/03/2014 at 00:02
iya pak saya sangat bingung, kalau angket berarti kita harus menggunakan
populasi dan sampel ya pak? gak bisa hanya 1 orang ya pak? terima kasih
pak sudah mau membalas pertanyaan saya, :)

Reply

adin nugroho | 11/03/2014 at 08:45


pak saya mau tanya, kalo mencari median dari 3 pertanyaan dengan skala
ya = 3, kadang-kadang = 2, tidak = 1 gimana ya pak ? saya masih
bingung mengkategorikannya pak.

Reply

tatang m. amirin | 11/03/2014 at 10:55


Dibaca di buku statitik, median itu apa.

Reply

susui | 12/03/2014 at 13:55


pak saya lgi nyusun skripsi, trus yg sya ukur tntang sikap menggunakan
skala likert
nah cra perhitungannya gmna pak ?
di DO skripsi sya tentang mendukung dan tidak mendukung turus cra
mencrai skore yg mndukung dri brpa sampai brapa dan sbliknya itu gmna
pak ?
sebenar na cra perhitungannya ada dibuku apa ?

Reply

tatang m. amirin | 15/03/2014 at 10:51


Baca cermat aja tulisan di blog ini!

Reply

bbloodsanguine | 24/03/2014 at 05:28


Bapak yang baik hatinya.. saya mau tanya ya..
skripsi sy tentang analisis prioritas strategi pemasaran.. kemudian alat
analisis yg sy gunakan adalah fuzzy analytic hierarchy process.. nah untuk
mendapatkan data, sy hanya butuh informan dr pihak perusahaan yakni
pemilik dan bagian pemasaran.. tapi sy mrasa kok kurang srek kalo smber
data sy dptkan dr informan saja, oleh krn itu sy mencoba menggunakan
responden dr persepsi konsumen (tujuannya hanya sbg bahan
pertimbangan perusahaan dlm memilih strategi).. alat analisis untuk
persepsi konsumen yg sy pakai adlh analisis deskriptif..
yg menjadi permasalahan, ketika dosen pembimbing 1 meminta untk
mengganti analisis deskriptif dengan cochran’s q tes.. menurut bapak yg
benar yg mana? krn setahu sy, cochran’s q tes digunakan ketika ada tmbal
balik antara kepuasan konsumen thdp atribut pemasaran.
atas responnya sy ucapkan terima kasih..
salam.. :)

Reply

tatang m. amirin | 24/03/2014 at 10:12


Cochran’s Q test is based on the following assumptions:
A large sample approximation; in particular, it assumes that b is “large”.
The blocks were randomly selected from the population of all possible
blocks.
The outcomes of the treatments can be coded as binary responses (i.e., a
“0” or “1”) in a way that is common to all treatments within each block.

Reply

thomas | 27/03/2014 at 14:30


selamat siang pak, saya sedang mengajukan skripsi tentang penghayatan
anak terhadap pola asuh orang tua, jadi nanti pertanyaan saya misalnya
1. ayah saya:………………
alternatif jawaban saya a. suka memaksa
b. suka diskusi
c. suka membiarkan

apakah bisa dihitung dengan menggunakan skala likert? terima kasih


bantuanya.

Reply

tatang m. amirin | 30/03/2014 at 01:37


Kok dibalik. Hitung ya hitung saja, pakai distribusi frekuensi atau
tendensi sentral lainnya.

Reply

Jesslyn W | 30/03/2014 at 13:10


Selamat siang pak, permisi mau tanya, kalo dependent variable saya
dihitung dengan cara menanyakan persentase misal,
“beri nilai dari 0-100%, berapa persen banyaknya pilihan baju
mempengaruhi keinginan anda untuk pergi”
nanti responden akan menjawab dalam bentuk persen seperti “30%” atau
“50%” yang menunjukan persentase pilihan baju mempengaruhi keputusan
mereka untuk pergi.
sedangkan independent variables saya dihitung menggunakan likert scale
biasa.
1. bagaimana cara menginput hasil dari persentase dependent variable
tersebut ke dalam spss?
2. apa bapak tahu apa nama metode pengukuran persentase yang saya
gunakan untuk menghitung dependent variable tersebut? awalnya saya
mengira constant-sum scale (ratio) namun ternyata salah.

terimakasih :)

Reply

tatang m. amirin | 31/03/2014 at 23:33


Kalu belum meneliti, cek “konstruk” persen untuk menyatakan motivasi
(niat beli pakaian, misalnya), cek juga kenapa yang satu pakai model
skala likert yang satu dianggap bukan serupa skala likert (persen).
Aanda tidak menyebut variabel independentnya apa. Jadi tak bisa
komen banyak!

Reply

andi | 30/03/2014 at 22:27


mau nanya pak kalau kita menggunakan skala likert sangat setuju, setujuh,
kurang setuju dan tidak setuju ini jenis penelitiannya termasuk kedalam
deskriptif kuantitatif atau bentuk deskriptif kualitatif ?
dan perlu tidak kita cari reabilitas dan validitasnya dengan rumus produk
moment?
kalau kita tidak m,enggunakan produk moment bagaimana pak\?

Reply

tatang m. amirin | 31/03/2014 at 23:36


Yamg diteliti apa dulu? Mau ngitung-itung apa tidak? Yang dihitung
bisa banyaknya orang yang menjawab S apa TS. Yang ma udiuji
reliabilitas dan validitas itu apanya, “konstruknya” apa?

Reply

adioz | 01/04/2014 at 01:00


pak mau tanya, kalau hasil dari BTB dan TTB banyak di nilai netral, artinya
apa ya pak? misal : TTB 36% Netral 55% BTB 9%

makasih :D

Reply

tatang m. amirin | 02/04/2014 at 09:31


Mereka gak mau jawab atau segan jawab atau memang tak tahu harus
jawab apa, hehehe……………. ganti instrumen!
Reply

MAS YADI | 28/04/2014 at 21:26


MAKASIH ILMUNYA PAK
PAK, SAYA MELAKUKAN PENILAIAN TINGKAT KEPUASAN PELAYANAN
SKOR PENILAIANNYA 4 (SANGAT PUAS), 3 (PUAS), 2 (TIDAK PUAS),
1(SANGAT TIDAK PUAS).
BENARKAH ANALISISNYA BISA MENGGUNAKAN PERSENTASE ATAU
SKOR

Reply

tatang m. amirin | 28/04/2014 at 23:13


Dua-duanya bisa. Berapa persen yang lulus UN? Berapa rerata skornya?
Itu contoh.

Reply

fajrin | 02/05/2014 at 07:05


pak mau tanya, apa bedanya antara jarang, kadang-kadang, dan sering jika
perhitungan tersebut di asumsikan dalam hitungan 1 mnggu? Kira-kira
berapa kali dalam 1 mnggu sesuatu itu disebut jarang, kadang-kadang, dan
sering? Mohon jwbnx pak. Saya bingung yang mw membedakan. Mkc pak.

Reply

tatang m. amirin | 22/05/2014 at 00:30


Ananda suka makan nasi berapa kali seminggu? Kalau anak yatim piatu
berapa kali? Kalau orang yang kolesterol berapa kali seminggu makan
telur? Relatif kan? Jadi sesuaikan dengan yang dipertanyakan.

Reply

purwo | 05/05/2014 at 15:36


asslkm pak. saya purwo nien, mahasiswa yang sg menggarap skrpsi. saya lg
mau nyebar angket aktualisasi diri. ada item negatif dAN item positif yg
pembagian nilainya positif 4,3,2,1 dan negatif 1,2,3,4. dg pilihan jawaban
SS, S, TS, STS. kalau seumpama saya tambhkn Ragu2 dengan nilai 3. kan
jadi 5 skala likert. apa mmpengaruhi banyak/tdknya item yg valid ? trmksh
pak sblmya mohon bantuannya

Reply

tatang m. amirin | 22/05/2014 at 01:00


Lha, yang disetujui apa yang tidak disetujui apa yang diragukan apa?!
Validitas bukan karena skala atau opsi skala, tapi pada konstruk
(konsep) variabel yang mau diukur. Apa konkritnya yang tampak kasat
mata dari aktualisasi diri?!

Reply

iyanharis | 14/05/2014 at 23:30


data skala likert pembagian nilai + 1,2,3,4 – 4,3,2,1. yg mau sy tanyakan,
untuk mengolah data tersebut ke SPSS apakah hrs dikonversi dulu atau
langsung dijumlahkan sj trus langsung dimasukkan ke SPSS? mhon
petunjuknya

Reply

tatang m. amirin | 22/05/2014 at 01:11


Lha itu nilai apa? SPSS itu hanya mesin hitung. GIGO jika data sampah
(garbage) dimasukkan (in), ya keluarnya (out) sampah juga!

Reply

Fauzi | 27/05/2014 at 23:17


Pak saya mahasiswa yang sedang skrip , ingin tanya . Penelitian saya
menggunakan skala Linkert yaitu
1. sangat tidak setuju
2. tidak setuju
4. setuju
5. sangat setuju
apa boleh pak ketika saya tidak memasukan pilihan ” ragu -ragu ” ?
jika boleh apakah angka skala tetap 1, 2, 4, 5? atau 1, 2, 3, ,4 ?
mohon panduanya pak
terima kasih…

Reply

tatang m. amirin | 31/05/2014 at 18:20


Kalau angka hanya simbul skala, ya tak apa-apa, boleh digantid engan
a, b, c, d, juga kok. Tapi kalau skosr nah itu yang masalah. Saya suka
tetap 1, 2, 4, 5 sesuai aslinya. Tapi kenapa diskor? Memang skor apa?
Kalau ada tiga orang yang satu setuju (3), satu tidak setuju (1), satu lagi
netral (2), skor reratanya (3+2+1 lalu dibagi3) jadi semua netral (2),
kan? Padahal aslinya tidak begitu!

Reply

Azepta Lesmana | 02/06/2014 at 02:17


Assalammualaikum.
Perkenalkan nama saya Asep Lesmana Mahasiswa dari Universitas Nusa
Bangsa Bogor.
Mohon bantuannya, Yang saya ingin tanya untuk skala likert. waktu saya
lagi bimbingan pada dosen saya ditanyakan tentang dapat dari mana
penentuan skor (0.00-0.99 rendah), (1.00-1.99 sedang), 2.00-3.00 tinggi)
contoh tabel Kategori Skala Likert dihubungkan dengan Kualitas Peran
No Kategori Skala Likert Kualitas Peran
1 2.00 – 3.00 Tinggi
2 1.00 – 1.99 Sedang
3 0.00 – 0.99 Rendah
Dan ini contoh kuisioner saya.

PERAN PENYULUH KEHUTANAN DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK


TANI
No responden :
Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :

I. Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Penyuluh Kehutanan


1. Bagaimana peran penyuluh di desa ini sangat membantu atau tidak ?
a. Sangat membantu (3)
b. Membantu (2)
c. Kurang membantu (1)
d. Tidak membantu (0)
2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i setuju, dengan pendapat bahwa hutan di
Desa Gede Pangrango ini akan semakin berkurang tanpa adanya upaya dari
peranan penyuluh?
a. Sangat setuju (3)
b. Setuju (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak setuju (0)
3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i setuju, bahwa kegiatan pemberdayaan
adalah tanggung jawab bersama ( Penyuluh, Masyarakat )?
a. Sangat setuju (3)
b. Setuju (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak setuju (0)

4. Apakah materi pemberdayaan kelompok tani dari penyuluh sudah sesuai


dengan kebutuhan Bapak/Ibu/Saudara/I?
a. Sangat setuju (3)
b. Ragu-ragu (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak setuju (0)

5. Apakah manfaat yang ingin di dapatkan Bapak/Ibu/Saudara/I, dari


kegiatan pemberdayaan?
a. Menambah pengetahuan. (3)
b. Mencari informasi baru. (2)
c. Sebagai cara bersosialisasi. (1)
d. Meningkatkan penghasilan. (0)

II. Motivasi
1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i setuju, jika program-program
pemberdayaan kelompok tani saat ini masih diperlukan?
a. Sangat setuju (3)
b. Setuju (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak seuju (0)
2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i setuju, jika masyarakat diikut sertakan
dalam setiap kegiatan pemberdayaan?
a. Sangat setuju (3)
b. Setuju (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak setuju (0)
3. Jila ada kegiatan pemberdayaan kelompok tani yang diadakan secara
rutin, apakah apakah Bapak/Ibu/Saudara/i setuju?
a. Sangat setuju (3)
b. Setuju (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak setuju (0)
4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i setuju, dengan ketentuan bahwa kegiatan
pemberdayaan dilaksanakan secara berkelompok?
a. Sangat setuju (3)
b. Setuju (2)
c. Tidak setuju (1)
d. Sangat tidak setuju (0)
5. Jika ada kegiatan penyuluhan tentang pemberdayaan di Desa, apakah
Bapak/Ibu/Sodara/i berminat untuk mengikutinya?
a. Sangat berminat (3)
b. Berminat (2)
c. Tidak berminat (1)
d. Sangat tidak berminat (0)

III. Kemauan
1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i mempunyai kemauan untuk mengikuti
kegiatan pemberdayaan kelompok tani?
a. Ya (3)
b. Ragu-ragu (2)
c. Tidak mau (1)
d. Sangat tidak mau (0)
2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia mengikuti anjuran dinas untuk
mengikuti kegiatan pemberdayaan dari penyuluh?
a. Sangat bersedia (3)
b. Bersedia (2)
c. Tidak bersedia (1)
d. Sangat tidak bersedia (0)
3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia jika di libatkan dalam kegiatan
pemberdayan kelompok tani?
a. Sangat bersedia (3)
b. Bersedia (2)
c. Tidak bersedia (1)
d. Sangat tidak bersedia (0)
4. Apakah Bapak/Ibu/Sodara/I selalu hadir dalam pertemuan kelompok?
a. Selalu hadir (3)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak hadir (1)
d. Tidak tahu (0)
5. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I selalu hadir jika kelompok tani secara
rutin mengadakan pertemuan untuk membahas kegiatan pemberdayaan
kelompok?
a. Selalu hadir (3)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak hadir (1)
d. Tidak tahu (0)

apakah benar contoh kuisioner saya?mohn bantuannya?/. Untuk


kelanjutannya saya menggunakan rumus chi square untuk mengetahui
tingkat peran penyuluh. yang saya bingung cara penghitungannya pada
kuisioner dan kenapa haus penentuannya pada skala likert (0.00-0.99
rendah), (1.00-1.99 sedang), 2.00-3.00 tinggi). mohn bantuanya.
trimakasih.
wassalammualaikum.

Reply

tatang m. amirin | 26/06/2014 at 20:43


1. Cek isi (de�nisi operasional, pengongkritan) konstruk motivsi dll.
apakah itu “tanda” motivasi?Cek juga contoh komentr keempat di
bawah!
2. Apa alasan membubuhkan skor 0, 1, 2, 3? Rentangan 0,00 –
1,00/1,00 – 2,00/2.00 – 3,00/ Kan skornya ada empat (0, 1, 2, 3,)
kenapa hanya jadi tiga kategori, bakal ada skor 0,00-0,99 enggak dari
data penelitian?
3. Yakin ada skor nol dalam arti tidak ada sama sekali atau nihil?
4. Apakah TAHU sama.serumpun (bagian dari) dengan HADIR?

Reply

ratnamaruti | 02/06/2014 at 05:06


pak bagaimana kalo saya ingin mengukur minat membaca siswa di
perpustakaan. saya bingung tiap sumber menyatakan hal yang berbeda
dalam hal pembuatan angket dan sekarang yang saya ingin ketahui yaitu
jika saya membuat angket berupa pertanyaan tetapi jawabannya tidak
beupa rentangan gimana contoh : apa alasan kamu berkunjung ke
perpustakaan sekolah?
a. untuk membaca buku
b. untuk mengerjakan tugas
c. untuk mencari ketenangan
d. untuk meminjam buku
apa yang harus saya lakukan untuk validitas dan reabilitas instrumennya?
lalu bagaimana saya harus mengolah atau menganalisis datany. mohon
jawabannya segera ya pak ke email saya juga boleh
ana.marutti@gamial.com

Reply

ratnamaruti | 02/06/2014 at 05:07


ana.marutti@gmail.com maksudnya pak

Reply

tatang m. amirin | 26/06/2014 at 20:45


Pahami dulu apa makna MINAT BACA, dan tentukan tanda-tanda
perilaku seseorang punya minat baca tinggi atau rendah. Ingat ada
orang punya MINAT beli sesuatu, tetapi karena tidak punya uang ia bisa
jadi TIDAK melakukan perbuatan terkait minat itu. Jadi, MINAT bukan
perbuatan!

Reply

nadias | 09/06/2014 at 00:50


selamat pagi pak, saya mau bertanya apakah skala likert dapat digunakan
untuk skala pengukura nominal dan ordinal? . dosen pembimbing saya
menyuruh saya memberi skor pada variabel2 yang akan saya teliti. seperti
peberian skor pada variabel usia (skala ordinal), status gizi (skala ordinal)
dan jenis kelamin (skala nominal).bagaimna menurut bapak sebaiknya??
mohon bantuannya.. terima kasih

Reply

tatang m. amirin | 26/06/2014 at 21:07


Kenapa harus pakai skala likert? “Anda laki-laki apa perempuan?”
(nominal), kan tidak harus dilikertkan!

Reply

eko budi | 09/06/2014 at 23:00


Assalamualaikum bapak
Perkenalkan saya Eko Budi Harsono
Mahasiswa akhir di Universitas Riau yang sedang kebingungan mengenai
penilaian hasil penhembangan materi saya
Dan akhirnya saya mendapatkan pencerahan setelah saya membaca tulisan
bapak di blog mengenai skala linker analisis fan penggunaaannya
Yg saya ingin tanyakan
Apakah semua yg bapak tulis di blog tersebut ada yang versi cetakan atau
di bukukan karena untuk referwnsi di skripsi saya
Dosen saya tidak akan menerima jika reverensinya tidak dari buku
Saya berharap tulisan bapak tersebut ada di dalam.buku yg bapak tulis
ataupun bapak tau ada buku yg bahasannya sama dengan penjelasan yg
amat rinci dari bakak tersebut
Saya mohon infonya mengenai buku tersebut judul pengarang dan
penerbitnya
Terimakasih semoga bapak berkenan menanggapi email saya ini
Wassalamualaikim wr wb

Reply

tatang m. amirin | 26/06/2014 at 21:13


Coba telusuri literatur teksbuk agar sumbernya meyakinkan.

Reply

eko budi | 09/06/2014 at 23:03


dan jika kita memakai skala 4 dengan menghilangkan bagian netralnya
bagaimana cara menghitung kualitas suatu produk/ materi pembelajaran
yg saya biat dengan menggunakan skala 4 tersebut
4 sangat baik
3 baik
2 tidak baik
1 sangat tidak baik

Reply

Tia Adjah Lach | 18/06/2014 at 08:28


bapak saya mau tanya, untuk skala likert dengan 5 katagori apakah bisa di
analisis dengan tabel silang ????? trus bagaimana langkah dengan spss
menghitung tabel silang.? mohon infonya

Reply

ardi | 20/06/2014 at 02:58


Pak yang saya mau tanyakan skla likert bisa menggunakan skla genap
tidak? Tolong penjelasannya pak, soalnya saya disuruh mencari jurnal yang
mengatakan bahwa skla likert menggunakan sampel genap. Terimakasih,
mohon bantuannya.

Reply
mesael | 21/06/2014 at 10:42
selamat siang pak,
saya menyusun skripsi tentang kepuasan kerja karyawan
saya memakai skala likert 1-5
1=sangat tidak setuju
2=tidak setuju
3=cukup
4=setuju
5=sangat setuju
dan saya mempunyai 25 pertanyaan dalam 1 lembar kuesioner, sedangkan
saya mempunyai 100 lembar kuesioner.
bagaimana ya pak cara pengolahan datanya,
rumusnya seperti apa?

trimakasih sebelumya
sya sangt mengharapkan penjelasan bapak untuk dpat menyelesaikan
skripsi ini,
trimakasih atas perhatian bapak

Reply

maria | 01/07/2014 at 20:52


salam bapak, saya mau tanya jika jumlah responden hanya 15 orang
, dapatkah digunakan skala likert?

Reply

Bambang Wijayanto | 04/07/2014 at 11:42


As Wr Wb pak Tatang, saya mau tanya : bagaimana cara mengubah skala
ORDINAL menjadi NINTERVAL agar dapat dilakukan regresi. Terima kasih
Bapak.

Reply

teguh | 31/08/2014 at 10:41


Assalammualaikum Wr.Wb Pak Tatang

Mohon bantuannya Nih. Sy sdg penelitian ttg Prilaku Anggaran pakai


v.moderasi dengan metode MRA. Total ada 5 variabel : X1 (Variabel
Independen), X2 X3 & X4 (Variabel Moderasi), dan Y (Variabel Dependen).

Untuk analisa data dengan bantuan SPSS, smentara N sekitar 50an dan
Kuesionernya dengan 7 skala Likert, X1=6pertanyaan, X2=7pertanyaan,
X3=3pertanyaan, X4=6pertanyaan dan Y=9pertanyaan.

Yang ingin saya tanyakan adalah ; Bagaimana cara mendapatkan nilai yang
akan mewakili masing2 variabel X1,X2,X3,X4 & Y sehingga sy dapat
melakukan pengolahan data (melakukan Uji Asumsi Klasik). Apakah hanya
dijumlahkan saja atau harus dibagi dulu dengan jumlah pertanyaannya.
Contoh, variabel X1 dengan 6 buah pertanyaan. Maka untuk X1 dilakukan
X1/6 , X2= X2/7, untuk X3 maka X3 dibagi 3, untuk X4 maka X4/4 begitu
pun dengan Y = Y dibagi 9, sehingga didapat rata-rata N dari masing-
masing variabel.

Apakah demikian ??? mohon dibantu dan kalau dapat kasih juga
rujukannya

Terima kasih sebelumnya buat Pak Tatang. wassalam

Reply

indra | 07/09/2014 at 01:20


mf pak,, setau sy skala likert itu khan cuman menyajikan hasil dri jawabn
responden dari indikator variabel,, jadi yang sy mau tanyakan, untuk
mendapat dari kesimpulan atau jawaban dr variabel itu atau dari tiap-tiap
indikator dari variabel
bagai mn?? mksi

Reply

Harrizki | 07/09/2014 at 17:48


Assalamu’alaikum. Mau tanya nih pak Tatang. Saya menggunakan skala
Likert 1-5, dengan komposisi Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2),
Tidak Tahu (3), Setuju (4), dan Sangat Setuju (5). Nah, yang jadi
permasalahan adalah sewaktu di interpretasikan hasil skala tersebut ke
dalam interpretasi kesuksesan. Untuk itu, kiranya bapak ada solusi dari
semua ini. Saya tunggu balasan dari bapak, dan bisa ke email saya balasnya
nanti. Terima kasih atas perhatiannya pak Tatang.
Wassalamu’alaikum.

Reply

Blog at WordPress.com. | The Misty Lake Theme.

Anda mungkin juga menyukai