Anda di halaman 1dari 4

PPN pemakaian sendiri dan cuma-cuma

Oleh Raden Agus Suparman - October 10, 2011


Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak adalah pemakaian untuk kepentingan
Pengusaha sendiri, Pengurus, atau diberikan kepada anggota keluarganya atau
karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi
sendiri, selain pemakaian Barang Kena Pajak untuk tujuan produktif [Pasal 1
angka 1 KEP-87/PJ/2002]. Pemakaian sendiri termasuk penyerahan yang
terutang PPN. Artinya jika barang tersebut merupakan Barang Kena Pajak [BKP]
maka atas penyerahan yang terutang PPN. Tetapi jika bukan BKP tentu
penyerahannya juga menjadi tidak terutang PPN.

Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan


tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi
sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau
pembeli [Pasal 1 angka 3 KEP-87/PJ/2002]. Sama seperti pemakaian sendiri,
pemberian cuma-cuma juga merupakan penyerahan terutang PPN. Keputusan
Dirjen Pajak No. KEP-87/PJ/2002 merupakan penjabaran dari Keputusan Menteri
Keuangan No. 567/KMK.04/2000 yang mengatur tentang nilai lain. Walaupun
Keputusan Menteri Keuangan No. 567/KMK.04/2000 sudah dicabut dengan
Peraturan Menteri Keuangan No. 75/PMK.03/2010 tentang nilai lain sebagai DPP
PPN, tetapi Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-87/PJ/2002 belum dicabut. Saya
berpendapat, KEP-87/PJ/2002 tetap berlaku karena KMK-567/2000 dan PMK-
75/2010 sama-sama mengatur nilai lain sebagai DPP PPN. Jadi substansi yang
diatur sama. Sehingga penjabaran dari pemberian cuma-cuma tidak
bertentangan dengan aturan diatasnya.

"Cara berpikir" KEP-87/PJ/2002 nampaknya memisahkan antara BKP untuk


tujuan produktif dan BKP untuk tujuan konsumtif. BKP untuk tujuan produktif
belum terutang PPN atau tidak termasuk pengertian pemakaian sendiri
sebagaimana dimaksud di UU PPN. Hal ini ditegaskan di Pasal 2 KEP-
87/PJ/2002, yang berbunyi:

Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau


pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk
tujuan produktif belum merupakan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa kena Pajak sehingga tidak terutang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Kenapa dianggap belum merupakan penyerahan?
Filosofi yang saya dapat seperti ini:
1. PPN adalah pajak atas konsumsi sehingga penanggung PPN adalah end-user.
2. Non-end-user boleh mengkreditkan PPN dengan maksud "menggeser"
ke end-user.

PPN atas pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri adalah "koreksi" atas
pajak masukan yang pernah di"geser". Awalnya dia berposisi non-end-user,
sehingga pajak masukan boleh dikreditkan. Tetapi kemudian berubah jadi end-
user, sehingga atas pajak masukkan yang pernah dikreditkan harus dibayar lagi
dengan dikenakan PPN. Berapa DPP-nya? Sebesar cost atau harga pokok yang
dibebankan. Asumsi yg digunakan adalah jumlah biaya sama dengan pembelian
yang pajak masukkanya dikreditkan. Walaupun hasilnya sama, tetapi istilah yang
digunakan oleh KEP-87/PJ/2002 bukan cost tetapi harga jual dikurangi laba
kotor.

Saya dulu tidak mengerti kenapa PPN atas jasa boleh dikreditkan. Padahal yang
namanya jasa tidak bisa digeser. Berbeda dengan barang yang atas
"kepemilikan" barang tersebut bisa berpindah-pindah atau bergeser dari
produsen ke konsumen. Harusnya jasa itu melekat kepada yang penerima
manfaat, sehingga atas PPN-nya tidak boleh dikreditkan karena perusahaan
penerima manfaat sebagai end-user. Sampai ada salah satu dosen yang
menjawab bahwa end-user itu sektor rumah tangga atau orang pribadi yang
membeli barang tidak untuk memproduksi barang.

Sehingga semua PKP (pengusaha kena pajak) sebenarnya bukan end-user.


Aturan umumnya, PKP boleh mengkreditkan semua pajak masukan. Tetapi bisa
juga PKP bertindak sebagai end-user. Kondisi PKP bertindak sebagai end-user
menurut definisi pemakaian sendiri dan pemberian cuma adalah:
[a.] pemakaian untuk kepentingan sendiri,
[b.] diberikan kepada anggota keluarganya atau karyawannya, atau
[c.] diberikan tanpa imbalan pembayaran

Ketiga penyerahan tersebut sudah selaras dengan UU PPN karena ketiga


penyerahan tersebut berseberangan dengan kegiatan produksi, distribusi,
pemasaran, dan manajemen. Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN mengatakan
bahwa Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi
pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Bagian penjelasan mengatakan:

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang


langsung berhubungan dengan kegiatan
usaha adalah pengeluaran
untuk kegiatan produksi, distribusi,
pemasaran, dan manajemen. Ketentuan
ini berlaku untuk semua bidang usaha.
Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan
juga harus memenuhi syarat bahwa
pengeluaran tersebut berkaitan dengan
adanya penyerahan yang terutang
Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena
itu, meskipun suatu pengeluaran telah
memenuhi syarat adanya hubungan
langsung dengan kegiatan usaha, masih
dimungkinkan Pajak Masukan tersebut
tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila
pengeluaran dimaksud tidak ada
kaitannya dengan penyerahan yang
terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Sehingga jelas bahwa bagi pengeluaran (pembelian atau pajak masukan) yang
bukan kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen tidak dapat
dikreditkan. Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma tentu tidak ada
hubungannya dengan kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen
sehingga atas pajak masukan yang sudah dikreditkan harus ditagih lagi dengan
cara dikenakan PPN. Sedangkan untuk tujuan produktif walaupun masih bisa
disebut pemakaian sendiri, karena bertujuan produktif maka boleh dikreditkan.

salam

Anda mungkin juga menyukai