Referat Dermatosis Vesikobulosa Kronik
Referat Dermatosis Vesikobulosa Kronik
Disusun oleh :
030.09.226
Pembimbing :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai
“Dermatosis Vesikobulosa Kronik” guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti di RSUD Karawang.
Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
pembimbing saya dr. Nurhasanah , Sp. KK yang telah banyak memberikan masukan dan
meluangkan waktu untuk membimbing saya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................... 5
A. Pemfigus .............................................................................................................. 6
a. Pemfigus Vulgaris ................................................................................... 7
b. Pemfigus Eritematosa ............................................................................. 13
c. Pemfigus Foliseaus ................................................................................. 14
d. Pemfigus Vegetans ................................................................................. 16
B. Pemfigoid Bulosa ................................................................................................ 17
C. Dermatitis Herpetiform ....................................................................................... 24
D. Chronic Bulous Disease of Childhood ................................................................ 30
E. Pemfigoid Sikatrisial ........................................................................................... 31
F. Pemfigoid Gestationis ......................................................................................... 33
3
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi dari dermatosis vesikobulosa adalah berbagai penyakit kulit yang manifestasi
kliniknya ditandai terutama oleh adanya vesikel dan bula, yang termasuk golongan ini
adalah(1):
1. Pemfigus
2. Pemfigoid Bulosa
3. Dermatitis Herpetiformis
4. Chronic Bullous Disease of Childhood
5. Pemfigoid Sikatrisial
6. Pemfigoid Gestationis
Di dalam referat ini kita akan membahas satu persatu penyakit ini secara sistematis,
baikdari definisi, etiologi, pathogenesis, gejala klinis , serta penatalaksanaanya..
4
BAB II
A. PEMFIGUS
Definisi
Istilah Pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) yang berarti lepuh atau
gelembung, merupakan kelompok penyakit berbula kronik, menyerang kulit dan membran
mukosa yang secara histologik di tandai dengan bula intraepidermal, dimana akibat dari
autoantibodi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan
hilangnya adhesi antara keratinosit melalui proses yang disebut akantolisis. Dan secara
imunopatologik ditemukan antibody terhadap komponen desmosome pada permukaan
keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun yang bebas di dalam sirkulasi darah(1).
Pemphigus dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering adalah usia
pertengahan. Pemphigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di
kalangan Yahudi. Penemuan antibodi dalam sirkulasi terhadap keratinosit pada tahun 1964
oleh Beutner dan Jordon memberikan pengertian tentang pemfigus yang ternyata adalah
penyakit autoimun yang menyerang kulit dan mukosa.
1. Pemfigus vulgaris
2. Pemfigus eritematous
3. Pemfigus foliaseus
4. Pemfigus vegetans
Menurut letak dan celah, pemfigus dibagi menjadi 2 yaitu di suprabasal ialah
pemfigus vulgaris dan pemfigus vegetans, dan di stratum granulosum ialah pemfigus
eritematous dan pemfigus foliaseus. Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas
yaitu(1,2):
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan mudah pecah,
pada penekanan,
2. Bula tersebut meluas (tanda Nikolski positif),
3. Akantolisis selalu positif
5
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat
ditemukan di dalam serum, meupun terikat di epidermis.
1.1.1 Epidemiologi
PV merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus). Penyakit ini
tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua
jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan (decade ke-4 dan ke-5) tetapi
(1)
dapat juga mengenai semua umur, termasuk anak. Di india penyakit ini banyak mengenai
anak-anak jika dibandingkan di Negara barat. Di Negara – Negara timur seperti India, Cina,
Malaysia, dan Timur Tengah kasus pemfigus pliang umum adalah pemfigus blistering. Ras
Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika
selatan, PV ini ebih sering pada bangsa India dibanding pada bangsa kulit hitam dan berkulit
putih. PV jarang sekali terjadi pada orang barat. (1,2,3)
1.1.2 Etiopatogenesis
6
Gambar 1. Struktur Desmosome dan Desmoglein dalam taut antarsel epitel
Pengaruh faktor lingkungan dan cara hidup individu belum dapat dibuktikan
berpengaruh terhadap PV, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetic pada
kebanyakan kasus. (1,4,5,6)
7
Gambar 2. Perbandingan Pemphigus Vulgaris dan Folliaceus.
Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibody IgG pada permukaan
keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara
sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang
merupakan gambaran pada penyakit PV. (2,5,7)
Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di kulit
kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi yang
8
disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai pioderma pada kulit
kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder.
Semua selaput lender dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput lender
konjungtiva, hidung, farings, larings, esophagus,uretra, vulva, dan serviks. Kebnyakan
penderita menderita stomatitis aftosasebelum di diagnosis pasti ditegakkan. Lesi mulut ini
dpat meluas dan menggangu pada waktu penderita makan oleh karena rasa nyeri.
Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri pada
kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan meninggakan
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan parut.
Gambar 3 dan 4. Lesi Pemphigus Vulgaris di mukosa mulut dan gambaran erosif disertai
krusta pada punggung setelah bula pecah
9
1.4 Histopatologi
1.1.5 Imunologi
Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi interselular tipe IgG dan C 3.
Pada tes imunofloresensi tidak langsuog didapatkan (antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang
pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi positif pada permulaan
penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan tetap positif pada waktu yang lama
meskipun penyakitnya telah membaik.(1)
1.1.6 Diagnosis
10
2.1 Imunofloresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsy diwarnai dengan cairan flouresens.
Pemeriksaan ini dinamakan direct immunoflourescence (DIF). DIF menunjukan
deposit antibodi imonureaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF
biasanya menunjukan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam
maupun sekitar lesi.(5)
11
Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemfivulgaris karena keadaan umumnya baik,
dinding bula tegang, letaknya disubepidermal, dan terdapat lgG linear.
1.1.8 Penatalaksanaan
1.1.8.1 Medikamentosa
1.1.9 Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam
tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.(1)
Keadaan umum penderita baik. Lesi mula-mula sedikit dan dapat berlangsung
berbulan-bulan, sering disertai remisi. Lesi kadang-kadang terdapat di mukosa. Kelainan kulit
berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama dan krusta di muka menyerupai
kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Hubungannya dengan
lupus eritematosus juga terlihat pada pemeriksaan imunofloresensi langsung. Pada tes
tersebut didapati antibodi di interseluler dan juga di membrana basalis. Selain di muka, lesi
12
juga terdapat di tempat-tempat tersebut selain kelainan yang telah disebutkan juga terdapat
bula yang kendur. Penyakit ini dapat berubah menjadi pemfigus vulgaris atau foliaseus.(1)
1.2.2 Histopatologi
Gambaran histopatologiknya identik dengan pemfigus foliaseus. Pada lesi yang lama,
hiperkeratosis folikular, akantosis, dan diskeratosis stratum granulare tampak prominen.(1)
Selain dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa, penyakit ini mirip lupus
eritematosus dan dermatitis seboroika. Pada lupus eritematosus, kecuali eritema dan skuama
juga terdapat atrofi, telangiektasia, sedangkan skuamanya lekat dengan kulit. Di samping itu
terdapat sumbatan keratin dan biasanya tidak ada bula.(1)
1.2.4 Pengobatan
1.2.5 Prognosis
Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemfigus, karena itu prognosisnya lebih
baik daripada pemfigus vulgaris.(1)
1.3.1 Definisi
Pemfigus foliaseus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik dengan
karakteristik ada lesi krusta.(1)
Umumnya terdapat pada orang dewasa, antara umur 40 - 50 tahun. Gejalanya tidak
seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi temporer. Penyakit
mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit eksudatif, kemudian
13
memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka,
dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika. Kemudian menjalar simetrik dan
mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah terdapatnya eritema yang
menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding kendur
hanya sedikit, agak berbau. Lesi di mulut jarang terdapat.(1)
Gambar 6. Gambaran bercak eritematous dengan krusta kasar yang menyerupai dermatitis
seboroik pada Pemphigus Folliaseus.
1.3.3 Histopatologi
1.3.5 Pengobatan
1.3.6 Prognosis
Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus yang
lain. Penyakit akan berlangsung kronik. .(1)
14
1.4 Pemfigus vegetans
1.4.1 Definisi
Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.
1.4.2 Klasifikasi
1. Tipe Neumann
1. Tipe Neumann
Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali timbulnya pada usia lebih muda.
Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang lain.(1)
Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang kentfur, menjadi erosi
dan kemudian menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah intertrigo.
Lesi oral hampir selalu ditemukan. Perjalanan penyakitnya lebih lama daripada pemfigus
vulgaris, dapat terjadi lebih akut, dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih dominan dan
dapat fatal. (1)
15
Histopatologi Tipe Neumann
Lesi dini sama seperti pada pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul proliferasi
papil-papil ke atas, pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-abses
intraepidermal yang hampir seluruhnya berisi eosinofil. (1)
2. Tipe Hallopeau
Perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi
primer ialah pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan menutupi
daerah yang luas di aksila dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas
ialah granulomatosis seperti beledu. (1)
1.4.4 Pengobatan
1.4.5 Prognosis
2. PEMFIGOID BULOSA
2.1 Pendahuluan
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua
dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa,
tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan
dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian
atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB
16
memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan
awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen
dari jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.(10)
Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody
IgG yang terikat pada basement membrane zone.2,3,4,5
2.2 Epidemiologi
Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun .
Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan laporan di
sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi
lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut memasukkan
anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona membran basal. Tidak ada
predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki kecenderungan terkena penyakit
Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis
dan Jerman.6
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
Antigen P.B. merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,
diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z. (basal membrane zone) epitel gepeng
berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis,
strukturnya berbeda dengan desmosom.
17
Terdapat 2 jenis antigen P.B. ialah yang de-jhgan berat molekul 230 kD disebut
PBAgl (P.B. /Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230
lebih banyak ditemukan daripada PB180.
Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan
alternatif kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi
pemisahan epidermis dan dermis.
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibody terhadap antigen
Pemphigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik komplemen.
Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-
produk sel menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya leukosit dan protease sel mast mengakibatkan
pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran
basal pada lesi pemfigoid bulosa, menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen
ekstraseluler dari PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.
18
2.5 DIAGNOSA
Gambar 9. Lesi polimorfik, papulovesikel dan urtikaria pada fase non bulosa.
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit
normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat
papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang,
diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari,
meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris,
dan dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut.
Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih
jarang, miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa
hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada
sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik. Penyakit
PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara sporadik, dapat
generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai,
19
walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis.
Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.4
Gambar 10. Fase bulosa yang ditandai dengan gambaran bulae yang tegang.
Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula besar,
tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan
mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal maupun
generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan
arciform.3
20
Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah3.
Gambar 11. Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema. Predileksi di
lengan.
2.6 Histopatologi
2.7 Imunologi
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita
di B.M.Z. (Basement Membrane Zone). (1)
21
Gambar 12 dan 13. Direk dan Indirek Imunoflorensi pada Pemphigoid Bulosa
Penyakit ini dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis. Pada
pemfigus keadaan umumnya buruk, dinding bula kendur, generalisata, letak bula
intraepidermal, dan terdapat IgG di stratum spinosum.
Pada dermatitis herpetiformis, sangat gatal, iruam yang utama ialah vesikel
berkelompok, terdapat IgA tersusun granular. (1)
2.9 Pengobatan
2.10 Prognosis
22
3. DERMATITIS HERPETIFORMIS
3.1 Pendahuluan
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan oleh
sensitivitas terhadap gluten. Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, yang
mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total vili usus kecil. Hanya
20% pasien DH yang memiliki gejala intestinal dari Celiac disease. Penyakit kulit maupun
pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi gluten dan membaik dengan penggantian
diet yang mengandung gluten. Ada hubungan genetik yang kuat, dengan 90% dari Celiac
disease dan pasien DH, yaitu memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel
DQA1*0501 dan DQB1*02, dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal.1
Prevalensi terjadinya dermatitis herpetiformis pada populasi bangsa Caucasian yaitu
10-39 per 100.000 orang. Dermatitis herpetiformis bisa terjadi pada semua umur, tapi yang
tersering pada umur 30 – 40 tahun.2
Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah papulovesikel
pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi netrofil pada papilla
dermis disertai formasi vesikel pada epidermal-dermal junction, deposisi granular IgA pada
papilla dermis pada kulit normal di sekitar lesi, respon kulit tetapi bukan penyakit kulit akibat
terapi Dapson.1
Remisi spontan dapat terjadi pada 10% pasien, tetapi kebanyakan remisi yang terjadi
berhubungan dengan pengurangan konsumsi gluten. Pengobatan dengan sulfone memberi
respon cepat pada pasien DH anak dan dewasa.1,3
3.2 Epidemiologi
Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi pada penduduk Eropa Utara. Jarang terjadi
pada penduduk Afrika-Amerika dan Asia. Berdasarkan studi di Finlandia (1978), tingkat
prevalensi DH adalah 10,4/100.000 orang dan insidensi per tahun adalah 1,3/100.000 orang.
Onset penyakit ini terjadi sekitar umur 40 tahun, tapi dapat terjadi pada umur 2-90 tahun.
Anak-anak dan remaja jarang mendapat penyakit ini. DH lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Rasio pria : wanita adalah 2:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi
pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Dari 1979 sampai 1996, insidensi familial DH
di Finlandia dipelajari secara prospektif. DH didiagnosis pada 1018 pasien dan 10,5% pada
satu atau lebih keturunan pertama.1
Pada tahun 1987, studi prevalensi DH di US hanya dilakukan di Utah dan prevalensi
yang ditemukan adalah 11,2/100.000 orang, menggambarkan lebih dominan terjadi pada
23
keturunan Eropa Utara. Insidensi selama tahun 1978 sampai 1987 adalah 0,98/100.000 orang
per tahun. Onset umur rata-rata pada laki-laki adalah 40,1 tahun dan wanita 36,2 tahun.
Rasio pria : wanita adalah 1,44:1. Pada studi banding lain di Utah, prevalensi DH lebih
tinggi didapatkan pada keturunan pertama yang diketahui pasien DH. Temuan ini
berhubungan dengan HLA yang mendukung predisposisi genetik terhadap sensitivitas
gluten.1
3.3 Definisi
Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan residif, ruam
bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai
rasa sangat gatal.
3.4 Etiologi
Pada D.H. tidak ditemukan antibodi IgA terhadap papila dermis yang bersirkulasi
dalam serum. Komplemen diaktifkan melalui jafur alternatif. Fraksi aktif C5a bersifat sangat
kemotaktik terhadap neutrofil.
Sebagai antigen mungkin ialah gluten, dan masuknya antigen mungkin di usus halus,
sel efektomya ialah neutrofil. Selain gluten juga yodium dapat mempengaruhi timbulnya
remisi dan eksaserbasi. Tentang hubungan kelainan di usus halus dan kelainan kulit belum
jelas diketahui.
24
3.6 Gejala klinis
D.H. mengenai anak dan dewasa. Perbandingan pria dan wanita 3:2, terbanyak pada
umur dekade ketiga. Mulainya penyakit biasanya perlahan-lahan, perjalanannya kronik dan
residi Biasaya berlangsung seumur hidup, remisi sponta terjadi pada 10 - 15% kasus.
Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat predileksinya ialah
di pung gung, daerah sakrum, bokong, daerah ekstenso di lengan atas, sekitar siku, dan lutut.
Ruan berupa eritema, papulovesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan sistemik.
Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh karena itu disebu herpetiformis yang berarti
seperti herpes zoster Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinai atau sirsinar. Dinding
vesikel atau bula tegang.
Gambar 14 dan 15. Lesi polimorf dari Dermatitis Herpetiform berupa vesikel yang
berkelompok dan simetris.
25
Gambar 16. Predileksi lesi dermatitis herpetriform
Kelainan intestinal
Pada lebih dari 90% kasus D.H didapati spectrum histopatologik yang menunjukan
enteropati sensitive terhadap gluten pada jejunum dan ileum. Kelainan yang didapat
bervariasi dari infitrat mononuclear ( limfosit dan sel plasma) di lamina propia dengan atrofi
vili yang minimal hingga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus
disertai steatore. Dengan diet bebas gluten kelainan tersebut akan membaik.
3.7 Histopatologi
D.H. dibedakan dengan pemfigus vulgaris V (P.V.), pemfigoid bulosa, dan Chronic
Bulous Diseases of Childhood (C.B.D.C.).
26
Pada P.V. keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama ialah bula yang
berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak. Pada gambaran
histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel intraepidermal. Terdapat IgG di stratum
spinosum.
P.B. berbeda dengan D.H. karena ruam yang utama ialah bula, tak begitu gatal, dan
pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di subepidermal.
Supaya lebih jelas, perbedaan antara pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa, dan dermatitis
herpetiformis dicantumkan pada tabel 26-1.
C.B.D.C. terdapat pada anak, kelainan utama ialah bula, tak begitu gatal, eritema
tidak selalu ada, dan dapat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA yang linear.
3.9 Pengobatan
Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini melibatkan
penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian dari diet pasien DH.
Mungkin diperlukan dua atau lebih tahun untuk deposit IgA bawah kulit untuk benar-benar
jelas.16
Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh dimulai
sebelum ada diagnosis pasti DH. Memulai diet tanpa pemeriksaan lengkap tidak
disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk mengkonfirmasi DH bisa
negatif jika seseorang berada di diet GF untuk jangka waktu tertentu. Untuk diagnosis yang
valid, gluten perlu dikonsumsi kembali oleh pasien selama beberapa minggu sebelum
pemeriksaan lengkap. DH adalah suatu penyakit keturunan autoimun sehingga konfirmasi
DH akan membantu generasi mendatang sadar akan risiko dalam keluarga.16
Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon).
Pilihan kedua yakni sulfapiridin.15
Dapsone
Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari. Jika ada perbaikan akan
tampak dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Efek
sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia.
Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg
sehari umumnya tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb,
jumlah leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika
27
klinis menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan
kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis
diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari
sekali, lalu menjadi seminggu 1x.15
Sulfapiridin
Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih
banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan
akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air. Efek
samping hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan. Khasiatnya kurang
dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.15
3.10 Prognosis
Sebagian besar penderita akan mengalami D.H. yang kronis dan residif.
28
Histopatologi Bula intraepidermal Celah ditaut dermal- Celah subepidermal,
dengan akantolisis epidermal, bula di terutama netrofil
subepidermal,
endapan eusinofil
Imunoflorensi IgG dan Komplemen IgG di BMZ IgA granuler di papil
di epidermis dermis
Enteropati - - +
Peka Gluten - - +
Terapi Prednison 60- Prenison 40- DDS 200-300mg/hari
150mg/hari, adv 60mg/hari
sitostatika (MTX
atau siklofosfamid)
Tabel 1. Perbedaan Pemfigus Vulgaris, Pemfigoid Bulosa dan Dermatitis Herpetiformis
4.1 Pendahuluan
Selain pemfigoid bulosa dan dermatitis hepetiformis rupanya ada bentuk peraihan
antara keduanya yang disebut dermatosis linear IgA. Umumnya penyakit ini terdapat pada
anak dan disebut C.B.D.C oleh karena itu istiah tersebut dipakai sebagai judul.
4.2 Definisi
C.B.D.C. ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak usia kurang dari 5
tahun ditandai dengan adanya bula dan terdapatnya deposit IgA linear yang homogen pada
epidermal basement membrane.
4.3 Etiologi
Belum diketahui pasti. Sebagai pencetus ialah infeksi dan antibiotik, yang sering ialah
penisilin.
Penyakit mulai pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun. Keadaan umum
tidak begitu gatal. Mulai penyakitnya dapat mengalami remisi dan eksaserbasi. Kelainan kulit
berupa vesikel atau bula, terutama bula, berdinding tegang di atas normal atau eritematosa,
29
cenderung bergerombol dan generalisata. Lesi tersebut sering tersusun anular disebut sluster
jewels configuration. Mukosa dapat dikenali. Umumnya tidak didapati enteropati seperti pada
dermatitis herpetiformis.
Gambar 17, 18 dan 19. Lesi Bula pada Chronic Bulous Disease of Childhood
4.6 Pengobatan
5. PEMFIGOID SIKATRISIAL
5.1 Definisi
Pemfigoid sikatrisial (P.S.) ialah dermatosis autoimun bulosa kronik yang terutama
ditandai oleh adanya bula yang menjadi sikatriks terutama dimukosa mulut dan konjungtiva.
5.2 Epidemiologi
30
5.3 Gejala klinis
Keadaan umum penderita baik. Berbeda lengan pemfigoid bulosa, P.S. jarang
mengalami remisi. Kelainan mukosa yang tersering ialah mu-lut (90%), disusul oleh
konjungtiva (66%), dapat juga di mukosa lain, misalnya hidung, farings, tarings, esofagus,
dan genitalia. Permulaan penyakit mengenai mukosa bukal dan gingiva, palatum mole dan
durum biasanya juga terkena, kadang-kadang lidah, uvula, tonsil, dan bibir ikut terserang.
Bula umumnya tegang, lesi biasanya tertihat sebagai erosi. Lesi di mulut jarang meng-ganggu
penderita makan.
Simtom okular meliputi rasa terbakar, air mata yang berlebihan, fotofobia, dan sekret
yang mukoid. Kelainan mata ini dapat diikuti simblefaron, dan berakhir dengan kebutaan
disebabkan oleh kekeruhan kornea akibat kekeringan, pembentukan jaringan parut oleh
trikiasis, atau vaskularisasi epitel kornea.
31
5.5 Diagnosis banding
Pada permulaan perjalanan penyakit, P.S. dibedakan dengan pemfigus vulgaris, liken
planus oral, eritema multiforme, penyakit Behcet, dan ginggivitis deskuamativa. Bila terdapat
manifestasi alat lainnya, seperti kelainan mata, maka diagnosisnya tidak sulit. Pemeriksaan
imunofluoresensi dari lesi di mulut dapat menyokong diagnosis.
5.6 Pengobatan
6. PEMFIGOID GESTATIONIS
6.1 Definisi
Pemfigoid getationis (P.G.), adalah dermatosis autoimun dengan ruam polimorf yang
berkelompok dan gatal, timbul pada masa kehamilan, dan masa pascapartus.
6.2 Etiologi
Etiologinya ialah autoimun. Sering bergabung dengan penyakit autoimun yang lain,
misalnya penyakit Grave, vitiligo, dan alopesia areata.
6.3 Epidemiologi
Hanya terdapat pada wanita pada masa subur. Insidensnya menurut Kolodny, 1 kasus
per 10.000 kelahiran.
Gejala prodromal, kalau ada, berupa demam malese, mual, nyeri kepala, dan rasa
panas dingin silih berganti. Beberapa hari sebelum timbul erupsi dapat didahului dengan
perasaan sangat gatal seperti terbakar.
32
Biasanya tertihat banyak papulo-vesikel yang sangat gatal dan berkelompok. Lesinya
polimorf terdiri atas eritema, edema, papul, dan bula tegang. Bentuk intermediate juga dapat
di-temukan, misalnya vesikel yang kecil, plakat mirip urtika, vesikel berkelompok, erosi. dan
krusta. Kasus yang berat menunjukkan semua unsur polimorf, tetapi terdapat pula kasus yang
ringan yang hanya terdiri atas beberapa papul eritematosa, plakat yang edematosa, disertai
gatal ringan.
Tempat predileksi pada abdomen dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki
dapat pula mengenai seluruh tubuh dan tidak si metrik. Selaput lendir jarang sekali terkena.
Erupsi sering disertai edema di muka dan tungkai. Kalau melepuh pecah, maka lesi akan
menjadi lebih merah ; dan terdapat ekskoriasi dan krusta. Sering pula diikuti radang oleh
kuman. Jika lesi sembuh akan meninggalkan hiperpigmentasi, tetapi kalau ekskoriasinya
dalam akan meninggalkan jaringan parut. Kuku kaki dan tangan akan mengalami lekukan
melintang sesuai waktu terjadinya eksaserbasi. Kadang-kadang didapati leukositosis dan
eosinofilia sampai 50%.
6.5 Pengobatan
Tujuan pengobatan ialah menekan terjadi nya bula dan mengurangi gatal yang timbul.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 - 40 mg per hari dalam dosis terbagi
rata.
33
Takaran ini perlu dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan penyakit yang
meningkat pada waktu melahirkan dan haid, dan akan menurun pada waktu nifas.
6.6 Prognosis
Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran
mati dan kurang umur akan meningkat.
Jika penyakit timbul pada masa akhir kehamilan maka akan lama sembuh dan
seringkali timbul pada kehamilan berikutnya
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiryadi, Benny E., Dermatosis Vesikobulosa., Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005.
2. Wojnarowska F et al. Immunobulosa disease. Burn T et al, ed. Rook’stextbook of
dermatology. 7th edition. Australia : Blackwell publication ; 2004;2033-91.
3. Siregar. S.R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004; 204-08.
4. Hert M, ed. Autoimmune disease of the skin : pathogenesis,diagnosis,management.
2nd revised edition.Austria : Springer-verlag Wien; 2005;60-79.
5. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine (two vol. set). 7th ed.
New York: McGraw-Hill;2008:459-74.
6. Hall JC, ed. sauer’s Manual of skin Disease. 8th edition. Lippincott Williams &
Wilkins.2000;232-36.
7. Amagai M. Pemfigus. In:Bolognia JL,Jorizzo JL,Rapini RP (eds). Dermatology.
Spain:Elsevier.2008;5;417-29.
8. James WD, Berger TG, Elston DM,eds. Andrews Disease of the Skin Clinical
Symptoms. 10th ed. Phildelphia.Saunders Elsevier;2006;581-93.
9. Brown, Robin Graham, Tony Burns. Dermatologi Lectures Notes. Edisi Kedelapan.
Erlangga Medical Series.2002;144-46.
35