PENDAHULUAN
B. Fokus Penelitian
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa ditinjau dari
teritori dan lingkungan kos-kosan
2. Tujuan Khusus
· Gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa di kost yang diawasi (kost
khusus) dan tidak diawasi (kost campur)?
· Sikap mahasiswa terhadap teritorinya di kost-kostan?
· Faktor apa saja yang melatarbelakangi perilaku seks pranikahmahasiswa di
lingkungan kos-kosan
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi psikologi sosial sebagai sumber
penelitian yang akurat terhadap perilaku sosial remaja yang tinggal dilingkungan
kampus.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi remaja, orang tua, pengelola kos-
kosan dan universitas sebagai berikut :
a. Manfaat bagi Remaja : Mengetahui sifat dan karakter pada masa remaja
sehingga remaja tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
b. Manfaat bagi Orang Tua : Mengenal perilaku dan kepribadian remaja sehingga
dapat melakukan edukasi dini dan perhatian lebih kepada anak-anaknya yang
berada pada masa remaja.
c. Manfaat bagi Pengelola Kos-kosan : Lebih memperhatikan desain kos,
memperhatikan warga kosserta menerapkan peraturan-peraturan yang dapat
mencegah terjadinya seks bebas di kos-kosan.
d. Manfaat bagi Universitas : Mengetahui kondisi pergaulan mahasiswa di
lingkungan sekitar universitas, sehingga dapat memberikan rekomendasi kos-
kosan yang baik kepada mahasiswa baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Remaja
Masa Remaja (adolescence) ialah periode perkembangan transisi dari masa
anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10-12
tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Masa remaja bermula dengan
perubahan fisik yang cepat, pertumbuhan tinggi dan berat badan yang dramatis,
perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti
pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara.
Pada masa perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat
menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis, dan semakin banyak
waktu yang diluangkan di luar keluarga.
Konsep Storm and Stress view dari G. Stanley Hall mengatakan bahwa
masa remaja ialah masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian
suasana hati. Remaja adalah manusia yang sedang berada pada suatu periode
kehidupan puber, tepatnya ketika seseorang berada pada masa transisi antara masa
kanak-kanak dan masa pemulaan dewasa. Pada saat itu seorang remaja sedang
meninggalkan sifat kekanak-kanakan menuju alam dewasa yang memikul
tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban tertentu dalam masyarakat
Menurut Darajat (dalam Willis,1994) remaja adalah usia transisi dimana
seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh
ketergantungan, akan tetapi belum mampu keusia kuat dan penuh tanggung jawab
baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat, adapun masa usia remaja
dimulai pada usia 13 sampai 21 tahun..
Menurut Monks dan Knoers (2002), suatu analisis yang cermat mengenai
semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung
antara umur 12- 21 tahun, dengan pembagian 12 -15 tahun masaremaja awal, 15 -
18 tahun untuk masa remaja pertengahan dan 18 -21 tahun untuk remaja akhir.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Remaja
(adolescence) adalah masa transisi atau perahlihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa yang ditandai adanya aspek fisik, psikis, dan psikososial secara kronologis
usia remaja bekisar antara usia 12 sampai 21 tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja.
Menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (dalam Dariyo, 2004) bahwa secara
umum terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja yaitu
a. Faktor Endogen
Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan fisik dan psikis
dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh
orang tuanya, misalnya postur tubuh, bakat, minat, kecerdasan, kepribadian, dan
sebagainya.
b. Faktor Eksogen
Dalam pandangan ini menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan
indivudu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu
sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
B. Pengertian Teritori
C. Kost-kostan
Rumah Kost adalah sebuah hunian yang dipergunakan oleh sebagian
kelompok masyarakat sebagai tempat tinggal sementara atau sebuah hunian yang
sengaja didirikan oleh pemilik untuk disewakan kepada beberapa orang dengan
system pembayaran per bulan. Menurut pemerintah atau dinas perumahan rumah,
kos dapat memiliki ciri-ciri atau diartikan sebagai berikut:
o Perumahan pemondokan/rumah kost adalah rumah yang penggunaannyasebagian
atau seluruhnya dijadikan sumber pendapatan oleh pemiliknyadengan jalan
menerima penghuni pemondokan minimal 1 (satu) bulandengan memungut uang
pemondokan;
o Pengelola rumah kost adalah pemilik perumahan dan atau orang ygmendapatkan
izin dari pemilik untuk mengelola rumah kost;
o Penghuni adalah penghuni yg menempati rumah kost sekurang-kurangnya 1(satu)
bulan dgn membayar uang pemondokan;
o UangPemondokan/ kost adalah harga sewa dan biaya lainnya yg dibayaroleh
penghuni dgn perjanjian.
Tempat kost yang dihuni ada yang diawasi ibu kost maupun tidak diawasi.
· Kost yang diawasi adalah anak-anak kost tinggal satu rumah (bersama) dengan
pemilik kost, dan pemilik kost tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam
berkunjung yang dibatasi hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus
untuk menerima tamu.
· Kost yang tidak diawasi atau tidak ada pemilik kostnya, rumah tersebut dibuat
dengan banyak kamar-kamar yang diisi oleh perempuan dan laki-laki (campur),
dan tidak ada peraturan-peraturan seperti tempat khusus menerima tamu atau
batas waktu berkunjung sehingga mereka dapat berbuat sesuka hatinya, misalnya
dengan mengajak tamu langsung masuk ke dalam kamar.
Susan Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa terjadi
perubahan perilaku secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan adanya
rumah kost campur, pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas
mengekpresikan nafsu mudanya bersama lawan jenis satu kost.
D. Seks Pra Nikah
Perilaku seksual adalah manifestasi dari adanya dorongan seksual yang
dapat diamati secara langsung melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-
tahap perilaku seksual dari tahap yang paling ringan hingga yang paling berat
(Purnomowardani dan Koentjoro, 2000).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan lawan jenis. Bentuk-bentuk
tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2004)
Menurut Taufik, perilaku seksual pranikah di Indonesia terjadi mulai dari
beberapa tahapan yaitu dari mulai menunjukkan perhatian pada lawan jenis,
pacaran, berkencan, lips kissing, deep kissing, genital stimulation, petting, hingga
sexual intercourse.
Menurut Scanzoni dan Szanconi (dalam Hadi, 2006) hubungan seks
pranikah yang dilakukan pria dan wanita yang belumperkawinan, dimana nantinya
merekaakan menikah satu sama lain atau masing-masingakan menikah dengan
orang lain.Jadi tidak hanya terbatas pada orang yang berpacaran saja. Hubungan
seksual iniumumnya terjadi diantara mereka yang telahmeningkat remaja menuju
dewasa. Hal inisangat mungkin terjadi mengingat pada saatseseorang memasuki
masa remaja mulai timbul dorongan-dorongan seksual didalamdirinya. Apalagi
pada masa ini minat merekadalam membina hubungannya terfokus pada
lawan jenis.
Sedangkan menurut Melodina(1990) mengatakan bahwa hubungan
sekspranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang
belummenikah atau yang belum mereka terikat oleh tali perkawinan. Perilaku
seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling
menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan (Indirijati,
2001).
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa seks pranikah atau pre-marital sex merupakan aktivitas seksual yang
dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah menurut hukum maupun
menurut agama. Bentuk-bentuk aktivitas seksual prnikah yang dilakukan biasanya
beragam pula. Mulai dari sekedar pegangan tangan, berciuman, berangkulan,
petting (salning menggesekkan kelamin), sampai yang paling mengkhawatiran,
yakni melakukan hubungan kelamin (sex intercourse).
1. Usia
Penelitian Fisgher dan Hall menunjukan bahwa remaja menengah dan remaja
akhir, cenderung lebih memiliki sikap permisif dibandingkan remaja awal, dimana
pengaruh orang tua masih cukup besar mempengaruhi sikap mereka tetapi
Chilman menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah akan mulai terjadi jika
seseorang sudah berusia 16 tahun atau seseorang yang mengalami masa pubertas
lebih cepat (Rice, 1990). Terlepas dari kedua pendapat diatas,. Reiss dan Miller
(dalam Hadi, 2006) mengungkapkan adanya suatu kecenderungan bahwa semakin
meningkatnya usia seseorang maka tingkat perilaku seks pranikah semakin
meningkat.
2. Jenis Kelamin
Pria cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah
dibandingkan wanita (Faturochman, 1992). Roche dalam penelitiannya
menemukan bahwa pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpamemperhatikan
keterlibatan emosional dalam hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih
mementingkan kualitas hubungan sehingga pada wanita keterlibatan emosional
mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya.
3. Agama
Sekuat-kuatnya mental seseorang remaja agar tidak tergoda dengan polahidup
seks bebas jika remaja terus mengalami godaan dalam kondisi yangbebas dan
tidak terkontrol, tentu saja suatu saat akan tergoda pula untukmelakukannya.
Godaan semacam ini akan lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng
mental agamanya atau sistem religius yang tidak kuat dalam diri individu. Clayton
dan Bokermier menemukan bahwa sikaptidak permisif terhadap hubungan seksual
pranikah dapat dilihat dari
aktifitas keagaaman dan religiusitas (Rice, 1990).
4. Pendidikan
Pendidikan memiliki hubungan yang significant dan negatif dalam
keserbabolehan dalam perilaku seks pranikah (Faturochman,1992). Ini berarti
dengan semakin tingginya seseorang maka akan semakin tidak permisif terhadap
perilaku seks pranikah. Di barat kenyatannya yang terjadi justru sebaliknya.
tingkat pendidikan cenderung significant dan positif terhadapa perilaku seks
pranikah. Hal ini ada kaitannya dengan pola berfikir mereka, dimana mereka
memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang perilaku seks yang bertanggung
jawab, misalnya tentang penggunaan alat pencegah kehamilan. Hal ini
menyebabkan mereka merasa dapat menyalurkan hasrat seksual walaupun belum
menikah, tetapi dengan cara yang lebih bertanggung jawab (Sarwono, 2000).
Mereka yang
terjerumus dalam seks bebas tersebut sesungguhnya hanya didorong rasa
ingin tahu dan coba-coba.
5. Kelas Sosial
Secara umum kelas sosial dianggap permisif terhadap perilaku seksual
pranikah. Pada kenyataannya Reiss menemukan bahwa pada kelas sosial ekonomi
bawah, menengah, dan atas dari segmen konservatif, maka kelas bawah justru
lebih konservatif. Di lain pihak jika yang diteliti segmen liberal, justru kelas sosial
atas yang cenderung permisif. Bayer, Klassen & Levit (dalam Etikariena, 1998)
mengatakan pada temuan terakhir menyebutkan bahwa kelas sosial ekonomi tidak
menunjukan hubungan yang tinggi terhadap perilaku seks pranikah.
8. Media
Maraknya tontonan dan bacaan –bacaan porno baik melalui TV, VCD,
maupun internet dan media-media lainnya yang membuat terdorong untuk
mencoba melakukan dan merasakan sensasi-sensai seksual, hingga akhirnya
melakukan seks bebas pranikah
· Dapat menyebabkan kehamilan yang tak diinginkan (KTD). Ini terjadi karena
oragan reproduksi remaja sudah bekerja dengan baik. Apalagi jika
memalkukannya tanpa pengaman.
· Bisa memicu terjadinya aborsi, terutama jika kehamilan yang tidak diinginkan
akibat seks bebas itu benar-benar mengganggu ketenangan.
· Dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit menular (PMS). Diantaranya
seperti sifilis, AIDS, dan kanker mulut rahim.
· Mengakibatkan dampak yang bersifat psikologis. Diantaranya trauma, rasa
bersalah, takut ditinggal pasangan, dan kehilangan dukungan sosial baik dari
keluarga, teman, maupun lingkungan sekitar.
· Bisa membuat perkawinan terpaksa secara dadakan atau maried by accident
atau MBA.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode
Untuk menemukan model gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa
ditinjau dari teritori lingkungan kost-kostannya, dengan unsur-unsur pokok yang
harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian, maka digunakan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution:, 1988:5). Dalam
penelitian ini yang akan diamati adalah gambaran perilaku seks pranikah
mahasiswa ditinjau dari teritori lingkungan kost-kostannya serta apa yang melatar
belakangi perbuatan tersebut.
Peneliti menggunakan metode penilitian kualitatif karena permasalahan
belum jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak
mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial
secara mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori.
Dengan digunakan metode penelitian kualitatif, maka data yang didapat
akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan
penelitian dapat dicapai. Penggunaan metode kualitatif ini bukan karena metode
ini baru dan lebih “trendy”, tetapi memang permasalahan lebih tepat dicarikan
datanya dengan metode kualitatif. Dengan metode kuantitatif, tentu saja akan sulit
untuk mengetahui bagaimana privacy dan self-esteem pada remaja tunanetra,
karena hampir mustahil jika penelitian didasarkan pada kuesioner dan angket,
sehingga seluruh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab
dengan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif fakta-fakta yang tidak
tampak oleh indera akan sulit diungkapkan. Sedangkan dengan metode kualitatif,
akan dapat diperoleh data yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas
yang tinggi.
B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian disesuaikan dengan
fokus dan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data
dipilih, dan mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan
informan, yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dunia dari
pendiriannya. Peneliti tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan
data yang diinginkan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan
purposivesampling dengan sampel yang mudah ditemui (non-random). Adapun
kriteria mahasiswa kos yang dapat dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
Pada masa remaja akhir kira-kira berusia antara 18 - 23 tahun
Sedang atau pernah menjalin relasi heteroseksual
Belum menikah
Tinggal di tempat kos wilayah sekitar Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini menggunakan 2 orang untuk menjadi sampel
penelitian. Satu orang dari kos-kosan bunga (diawasi ibu kost)dan satu orang dari
kos-kosan matahari (tidak diawasi ibu kost).
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang utama digunakan
adalah observasi tersamar, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan
terianggulasi. Dalam observasi tersamar, peneliti secara rahasia melakukan
observasi, baik observasi terhadap bentuk kost-kostan, lingkungan kost-kostan,
serta observasi terhadap sumber data. Selain itu wawancara mendalam juga
dilakukan terhadap sumber data ataupun orang terdekat yang ada disekitarnya
(mis: ibu kost) dengan menggunakan wawancara tipe semistruktur. Studi
dokumentasi dan trianggualasi teknik juga diperlukan untuk menunjang
kesempurnaan data-data yang lain.
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang utama adalah peneliti
sendiri. Namun setelah fokus penelitian menjadi jelas mungkin akan
dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat digunakan
untuk menjaring data pada sumber data yang lebih luas, dan mempertajam serta
melengkapi data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.
http://thesis.binus.ac.ideCollseThesisdocBab22008-2-00079-
AR%20bab%202.pdf (27/05/2012. 15.30)
Nining Andriati. 2009 Gambaran Perilaku Remaja yang Diawasi Ibu Kost dan yang
Tidak Diawasi Ibu Kost tentang Hubungan Seksual Pranikah di Padang Bulan
Medan. Available online
athttp://prepository.usu.ac.idbitstream12345678914702109E02452.pdf(Diakses
tgl 29 Mei 2012)
Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. 2010
Shella Vidya Puspa. 2010. Hubungan antara Intensitas Cinta dan Sikap terhadap
Pornografi dengan Perilaku Seksual pada Dewasa Awal yang
Berpacaran. Available online
athttp://eprints.undip.ac.id/11115/1/intisari.pdf (Diakses tanggal 28 Mei 2012)
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi 5
Jilid II, Jakarta: Erlangga
Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo. 1995
Wanti Mutiara, et all. 2009.Perilaku Seksualdengan Orientasi Heteroseksual
Mahasiswa Kos di Kecamatan Jatinagor-Sumedang. Available online at
:http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/gambaran_perilaku_seksu
al_pada_mahasiswa_kos_di_kec_jatinangor.pdf(Diakses tanggal 28 Mei 2012)