Anda di halaman 1dari 12

Ragam Litbang

Jurnal olahan Pertanian


temulawakVol.
dalam
36 No.
mendukung
1 Juni 2017:
.... (Aniswatul
1-12 Khamidah et al.) 1
DOI: 10.21082/jp3.v36n1.2017.p1-12

RAGAM PRODUK OLAHAN TEMULAWAK UNTUK MENDUKUNG


KEANEKARAGAMAN PANGAN

Various Food Products of Temulawak (Curcuma xanthorrihza Roxb)


to Support Food Diversification

Aniswatul Khamidah, Sri Satya Antarlina, dan Tri Sudaryono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur


Jalan Raya Karangploso km 4 Malang 65101, Indonesia
Telp. (0341) 494052, Faks. (0341) 471255
E-mail: aniswatul.bptp@gmail.com; bptp-jatim@litbang.pertanian.go.id

Diterima: 2 April 2016; Direvisi: 8 Februari 2017; Disetujui: 3 Maret 2017

ABSTRAK PENDAHULUAN

Temulawak (Curcuma xanthorrihza Roxb) termasuk golongan


tanaman rempah yang memiliki manfaat untuk meningkatkan
nafsu makan dan sebagai antikolesterol, antiinflamasi, antianemia,
S alah satu komoditas rimpang yang banyak digunakan
sebagai pengobatan adalah temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb). Tanaman ini di Jawa dan Madura
antioksidan, dan antimikroba. Kurkuminoid sebagai zat utama yang dikenal dengan temulawak, sementara di Sunda disebut
berwarna kuning dalam temulawak diketahui memiliki banyak
koneng gede (Mahendra 2005). Temulawak tumbuh
manfaat bagi kesehatan. Selain digunakan untuk pengobatan,
dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m
temulawak berpeluang dikembangkan dalam industri pangan,
terutama sebagai pewarna alami dalam makanan. Komponen
di atas permukaan laut (Rukmana 2004).
terbesar dalam temulawak adalah pati 41,45% dan serat 12,62%. Temulawak termasuk famili Zingiberaceae dan satu
Temulawak juga mengandung minyak atsiri 3,81% dan kurkumin dari sembilan jenis tanaman obat unggulan yang juga
2,29%. Temulawak dapat dikembangkan menjadi berbagai produk bermanfaat sebagai kosmetik (Nurjannah et al. 1994;
olahan pangan, antara lain simplisia, tepung, pati, minuman instan, Hernani 2001). Temulawak dapat mengatasi gangguan
kue kering, manisan, mi, kerupuk, stek, cake, dodol, dan permen hati, meningkatkan produksi dan sekresi empedu, anti-
jeli. Makalah ini memaparkan kandungan rimpang temulawak, inflamasi, penambah nafsu makan, obat asma,
manfaat, penanganan pascapanen, dan berbagai produk olahan antioksidan, menghambat penggumpalan darah, dan
temulawak. menurunkan kadar SGPT dan SGOT (Syahid dan
Kata kunci: temulawak, manfaat, produk olahan, keanekaragaman Hadipoentyanti 2001; Afifah dan Tim Lentera 2003).
pangan Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, tinggi
tanaman bisa mencapai 2 m. Rimpang terdiri atas rimpang
induk (empu) yang berbentuk jorong (gelendong)
ABSTRACT bewarna kuning tua atau cokelat kemerahan (bagian dalam
bewarna jingga cokelat) dan rimpang cabang yang keluar
Temulawak or javanese ginger (Curcuma xanthorrihza Roxb) is a dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil dan tumbuh
rhizome herb that has medical benefits for increasing appetite and
menyamping (warnanya lebih muda) (Dalimartha 2000).
as an anticholesterol, antiinflammatory, antianemia, antioxidant
Luas panen temulawak di Indonesia pada tahun 2014
and antimicrobe. Curcuminoid, a yellow substance in temulawak,
has many health benefits. Besides for medicine, temulawak is used
tercatat 1.317,8 ha pada produksi dan produktivitas
for food industry material mainly as natural dyes in food. The main 0.00191 t/ha (Ditjen Hortikultura 2015). Di Jawa Timur,
components of temulawak are starch (41.45%) and fiber (12.62%). produksi temulawak mengalami peningkatan dari 7,89 juta
Temulawak also contains essential oils (3.81%) and curcumin ton pada tahun 2014 menjadi 14,08 juta ton pada tahun
(2.29%). Temulawak can be processed into various food products 2015. Luas panen temulawak di Jawa Timur juga
such us dried chips/simplicia (for steeping herbs), flour, instant mengalami peningkatan, pada tahun 2014 seluas 476,04 ha
drink, cookies, sweets, noodles, crackers, stick, cake, dodol and jelly dan pada tahun 2015 mencapai 835,7 ha. Produktivitas
candy. This paper describes composition, benefits, post-harvest temulawak di Jawa Timur juga meningkat dari 1,63 kg/ m2
handling and a variety of food products of temulawak. pada tahun 2014 menjadi 1,68 kg/m2 pada tahun 2015
Keywords: Javanese ginger, benefits, food product, food (BPS Provinsi Jawa Timur 2016). Data tersebut
diversification menunjukkan temulawak mempunyai peluang besar
untuk dikembangkan, baik sebagai tanaman obat
2 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 1 Juni 2017: 1-12

sekaligus sebagai pewarna alami pada makanan karena dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (Choi et al.
masyarakat cenderung mengonsumsi bahan yang bersifat 2004). Selain itu menurut Yasni et al. (1994), -kurkumene
alami. Temulawak dalam olahan pangan juga berfungsi merupakan salah satu komponen aktif yang dapat
meningkatkan keanekaragaman pangan, sekaligus menurunkan trigliserida. Kurkumin berwarna kuning,
memperpanjang masa simpan karena temulawak cepat dan dengan bau yang karakteristik, rasa yang tajam, bersifat
mudah rusak. Dalam industri pangan, temulawak dapat antiseptik, dan dapat digunakan sebagai pewarna alami
diolah menjadi simplisia, tepung, pati, minuman instan, pada bahan pangan (Liang et al. 1985 dalam Yunilas dan
kue kering, manisan, mi, kerupuk, stick, cake, dodol dan Sinaga 2005).
permen jeli. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan Sebagai bahan baku obat dan zat pewarna alami,
kandungan rimpang temulawak, manfaat, penanganan temulawak dengan kandungan kurkumin tinggi namun
pascapanen, dan berbagai aneka olahan temulawak. memiliki kadar minyak atsiri yang cukup. Penelitian
Hadipoentyanti dan Syahid (2007) menunjukkan
kandungan kurkumin paling tinggi diperoleh pada
KANDUNGAN GIZI DAN MANFAAT perlakuan tanpa pemupukan, yaitu 4,1%. Tinggi
rendahnya kandungan kurkumin pada rimpang di
Temulawak sudah lama dikenal dan digunakan untuk antaranya ditentukan oleh jenis/varietas, umur panen, dan
pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan pengobatan pengolahan bahan. Sebagai contoh, kandungan kurkumin
penyakit. Berdasarkan kandungan aktifnya, temulawak pada Curcuma zedoaria berkisar 0,50,73% dan pada
dapat melancarkan air susu ibu (ASI) dan membersihkan Curcuma xanthorrhiza berkisar 1,62,2% (Rukmana 1995).
darah (Rukmana 2004). Selain itu temulawak dapat Menurut Ruslay et al. (2007), komponen aktif
memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi temulawak sebagai fraksi antioksidan yaitu
hati, pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak bisdemethoxycurcumin, demethoxycurcumin, dan
darah, dan menghambat penggumpalan darah (InfoPOM curcumin. Kurkumin memiliki aktivitas biologi yang tinggi
2005). dan berpotensi sebagai antioksidan (Jayaprakasha et al.
Rimpang temulawak berkhasiat sebagai laktagoga, 2005) karena adanya atom H dari senyawa fenolik
kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak (Priyadarsini et al. 2003). Kurkumin juga bermanfaat
atsiri temulawak berfungsi sebagai fungistatik pada sebagai zat antiinflamasi (antiradang) (Setiawan 2011) dan
beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada mikroba memiliki aktivitas hipokolesterolemik (Fujiwara et al.
Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp. Aktivitas 2008).
kolagoga temulawak ditandai oleh peningkatan produksi Selain kurkumin, senyawa fenol berfungsi sebagai
dan sekresi empedu yang bekerja secara kolekinetik dan antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal
koleretik. Pengeluaran cairan empedu yang meningkat bebas dan radikal peroksida sehingga dapat mencegah
menyebabkan partikel padat dalam kandung empedu penyakit kanker (Kelloff et al. 2000). Temulawak juga
berkurang. Peristiwa ini akan mengurangi kolik mengandung senyawa fitokimia yang memiliki efek yang
empedu, perut kembung karena gangguan metabolisme baik bagi kesehatan, antara lain alkaloid, flavonoid,
lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah fenolik, saponin, dan triterpennoid (Subagja 2014).
(Dalimartha 2000). Selain sebagai jamu dan obat, temulawak juga
Rimpang temulawak mengandung berbagai dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan cara
komponen kimia seperti kurkumin, pati 4854%, dan diambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan
minyak atsiri 312%. Minyak atsiri merupakan cairan yang untuk bayi dan orang yang mengalami gangguan
berwarna kuning atau kuning jingga, berbau tajam. pencernaan (Sastrapradja et al. 1981). Menurut
Komposisi minyak atsiri bergantung pada umur rimpang, Dalimartha (2000), pati temulawak dapat dikembangkan
teknik isolasi, tempat tumbuh, teknik analisis, varietas, dll sebagai sumber karbohidrat dalam berbagai macam
(Dalimartha 2000). makanan seperti bubur bayi dan kue.
Minyak atsiri dari rimpang temulawak mengandung Fraksi pati pada temulawak merupakan komponen
senyawa telandren, kamfer, borneol, sineal, xanthorrhizol, yang paling besar (4854%). Semakin tinggi tempat
isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren, dan tumbuh, semakin rendah kadar pati dan semakin tinggi
germakren. Kandungan senyawa dan kurkumin ini kadar minyak astirinya. Pati temulawak terdiri atas
menyebabkan temulawak berkhasiat untuk pengobatan kurkuminoid, protein, karbohidrat, abu, serat kasar, lemak,
(Taryono et al. 1987; Kurnia 2006 dalam Oktaviana 2010 kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, kadmium, dan
dan Khaerana et al. 2008). mangan (Sidik et al. 1985 dalam Dalimartha 2000).
Temulawak juga mampu menghambat pembelahan Pati temulawak berwarna putih kekuningan karena
sel-sel tumor dan pembentukan jaringan kista di paru- kaya akan kurkuminoid. Kadar protein pati temulawak
paru dan jaringan perut, serta memiliki aktivitas mencapai 1,5%, sedangkan protein pati jagung hanya
antiproliferasi terhadap sel kanker payudara MCF-7. 0,8%, protein pati gandum 0,6%, dan pati kentang 0,4%
Selain xantorrhizol, terdapat senyawa lain dari temulawak (Said 2007). Komposisi gizi temulawak dapat dilihat pada
yaitu á-kurkumen, ar-turmeron, dan -atlanton. Kurkumin Tabel 1.
Ragam olahan temulawak dalam mendukung .... (Aniswatul Khamidah et al.) 3

Tabel 1. Komposisi gizi temulawak. disortasi, dan disimpan. Penyortiran dengan cara
memisahkan rimpang yang sehat dari dengan yang rusak.
Kandungan Nilai (%)
Rimpang disimpan di gudang yang bersih dan tidak
Air 13,98 lembap. Penyimpanan menggunakan rak bertingkat
Minyak atsiri 3,81 dengan kemasan yang diberi identitas dan ruang simpan
Pati 41,45 berventilasi cukup (Rukmana 1995).
Serat 12,62
Abu 4,62
Abu tak larut asam 0,56
Sari dalam alkohol 9,48 RAGAM KEGUNAAN
Sari dalam air 10,90
Kurkumin 2,29 Temulawak bermanfaat bagi kesehatan. Selama ini.
Masyarakat enggan mengonsumsi temulawak karena
Sumber: Said 2007.
rasanya yang pahit (Sayuti 2015; 2016). Menurut
Dalimartha (2000) dan Subagja (2014), temulawak
mempunyai aroma yang tajam dengan, rasa pahit agak
PANEN DAN PASCAPANEN pedas.
Pengolahan temulawak menjadi berbagai pangan
Secara alami, temulawak tumbuh dengan baik di lahan olahan dapat menarik minat masyarakat untuk
yang teduh, namun juga mempunyai daya adaptasi yang mengonsumsi temulawak. Dalam bentuk produk olahan
luas di daerah beriklim tropis. Suhu udara yang baik untuk pangan, rasa dan aroma khas temulawak dapat tertutupi.
budi daya temulawak yaitu 19300C (Afifah dan Tim Penyajian dan pengemasan yang menarik meningkatkan
Lentera 2003). minat konsumen pada produk olahan temulawak. Produk
Penelitian Andini et al. (2015) secara in vitro terhadap makanan dengan fortifikasi temulawak mempunyai
kadar kurkumin temulawak menunjukkan peningkatan keunggulan dari sisi kesehatan. Masa simpan temulawak
konsentrasi unsur Mo menurunkan pertumbuhan jumlah juga meningkat sehingga akan meningkatkan nilai tambah
daun, tetapi meningkatkan kadar kurkumin (pada umur 9 temulawak.
minggu setelah tanam) dibandingkan dengan perlakuan Penggunaan temulawak sebagai pewarna alami bahan
tanpa unsur Mo. Kadar kurkumin dengan perlakuan 0,5 pangan diharapkan akan menggeser penggunaan
ppm dan 0,75 ppm Mo lebih tinggi dan berbeda nyata pewarna sintetis yang selama ini sering digunakan.
dibandingkan dengan tanpa Mo. Perlakuan tanpa Mo Peraturan penggunaan bahan pewarna yang diizinkan dan
memengaruhi aktivitas nitrat reduktase dalam yang dilarang untuk makanan sudah diatur melalui SK
pembentukan asam amino yang merupakan prekursor Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
dalam biosintesis kurkumin. tentang bahan tambahan makanan. Dalam kenyataannya
Temulawak berwarna putih kemerahan atau kuning, sering terjadi pemakaian bahan pewarna yang berbahaya
bertangkai 1,53 cm, berkelompok 34 buah. Sebagai bibit untuk makanan (Anzar 2016).
digunakan tanaman sehat berumur 12 bulan Hayani 2006). Zat pewarna terdiri atas zat pewarna alami dan sintetis
Produktivitas dan mutu temulawak bergantung pada (Agustina dan Amir 2012). Zat pewarna alami berasal dari
beberapa faktor, antara lain kesuburan tanah, teknik alam, baik dari tanaman, hewan, maupun metal. Pewarna
bercocok tanam, kondisi iklim, dan status air tanah sintetis diperoleh melalui proses yang menggunakan
(Khaerana et al. 2008). Umur panen juga berpengaruh bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau
pada kandungan xantorhizol temulawak. Menurut alleurared untuk warna merah. Pewarna sintetis yang
penelitian Sirait et al. (1985) dan Khaerana et al. (2008), boleh digunakan untuk makanan harus dibatasi (Putra et
kadar xantorhizol terus meningkat dan maksimal pada al. 2014).
umur 12 bulan. Penggunaan pewarna sintetis dalam bahan pangan
Pemanenan temulawak untuk mendapatkan membuat poduk lebih menarik, stabil, rata/homogen, dan
produktivitas yang tinggi yaitu pada umur 1012 bulan, mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau
dengan ciri batang dan daun sudah mengering (Rahardjo, berubah selama pengolahan, serta lebih murah (Putri et al.
2010), rimpang besar dan berwarna kuning kecokelatan 2012). Penggunaan pewarna sintetis pada produk
mengilat, kulit rimpang tidak mudah terkelupas/lecet, makanan dilarang dalam jangka panjang karena dapat
apabila rimpang dipatahkan terlihat serat dan beraroma menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan, seperti
menyengat yang khas (aromatis). Pertanaman yang baik kanker dan kerusakan otak (Winarno dan Sulistyowati
dan dipelihara secara intensif dapat menghasilkan 1994).
rimpang segar 1020 t/ha. Panen dilakukan pada musim Pemanfaatan pewarna sintetis yang berbahaya dapat
kemarau karena pada musim hujan menyebabkan rimpang menyebabkan gangguan kesehatan apabila melebihi
rusak dan kualitasnya menurun dengan bahan aktif yang batas yang telah ditentukan, seperti tumor, hiperaktif pada
rendah karena lebih banyak mengandung air. Setelah anak-anak, sistem saraf, alergi, radang selaput lendir pada
dipanen, rimpang dibersihkan dari tanah yang melekat, hidung, dan gangguan pencernaan (Yuliarti 2007).
4 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 1 Juni 2017: 1-12

Penggunaan zat pewarna tambahan tidak dapat proses sederhana herba tanaman yang banyak digunakan
diabaikan, walaupun masih ada beberapa zat pewarna dalam industri obat. Keunggulan simplisia adalah lebih
sintetis yang masih diizinkan dengan batas maksimum 70 tahan lama daripada dalam bentuk segar. Jika kadar air
300 ppm. Dampak pewarna sintetis yang berbahaya bahan tinggi mendorong enzim mengubah kandungan
seperti pewarna tekstil bagi anak-anak dapat kimia yang ada dalam bahan menjadi produk lain yang
menyebabkan kurang fokus dalam berpikir, mengontrol mungkin tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti
impuls dan bahkan menurunkan energi (Pipih et al. 2000). senyawa aslinya (Ma’mun et al. 2006).
Temulawak berpotensi sebagai pewarna alami pada Simplisia temulawak berwarna kuning kejinggaan
makanan karena warnanya kuning cerah. Kurkumin sampai cokelat kejinggaan dengan rasa agak pahit
bermanfaat bagi tubuh karena dapat menghambat (InfoPOM 2005).Tahapan pengolahan simplisia meliputi
pertumbuhan sel kanker (Cheah et al. 2006). Olahan pencucian, perajangan dengan pisau atau mesin,
pangan temulawak mempunyai nilai tambah yang pengeringan, dan pengemasan. Sebagian masyarakat
bermanfaat bagi kesehatan. telah menggunakan oven sebagai alat pengering
(Cahyonoet al 2011). Menurut Zahro (2009), simplisia
dikeringkan hingga mencapai berat konstan pada kadar
PRODUK OLAHAN air 1015%. Teknologi pengolahan simplisia dapat dilihat
pada Gambar 1.
Dalam industri pangan temulawak dapat diolah menjadi Rimpang yang sudah dikemas harus disimpan dalam
tepung, pati, minuman instan, dan manisan. Temulawak ruang yang tidak lembab, ventilasi baik, suhu tidak lebih
instan dan filtrat selanjutnya dapat diolah menjadi kue dari 30oC, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang
kering, mi, kerupuk, stick, cake, dodol, dan permen jei. menurunkan kualitas simplisia, memiliki penerangan yang
Bentuk olahan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai cukup (terhindar dari sinar matahari langsung), dan bebas
tambah dan konsumsi temulawak. hama. Tabel 2 menunjukkan persyaratan mutu simplisia
temulawak dan syarat temulawak kering untuk ekspor.
Simplisia Menurut penelitian Zahro (2009) metode pengeringan
mempengaruhi kualitas simplisia yang dihasilkan (Tabel
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai 3). Kadar kurkuminoid dari beberapa metode pengeringan
obat yang belum mengalami pengolahan, atau bisa berupa tidak berbeda nyata. Kadar total kurkuminoid hasil
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan pengeringan dengan oven dan oven lampu lebih kecil
menjadi tiga, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan dibandingkan dengan pengeringan matahari. Kurkuminoid
simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati berupa yang terdegradasi pada simplisia hasil pengeringan
tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat matahari hanya yang berada di permukaan.
tumbuhan (Depkes RI 1979). Simplisia merupakan bentuk

Rimpang temulawak

Sortasi, pencucian

Penirisan di ruang tertutup (tidak terkena matahari langsung)

Perajangan (arah irisan melintang agar sel yang


mengandung minyak atsiri tidak pecah

Rimpang diuapi dengan uap panas atau dicelup dalam air mendidih selama 1 jam

Pengeringan (tidak menumpuk), suhu 4060o C. 34 hari


Penggilingan

Pengemasan

Gambar 1. Tahapan pembuatan simplisia temu lawak (Pustaka Pertanian 2014).


Ragam olahan temulawak dalam mendukung .... (Aniswatul Khamidah et al.) 5

Tabel 2. Persyaratan mutu simplisia temulawak dan syarat temulawak kering untuk ekspor.

Variabel Syarat mutu simplisia1 Syarat temulawak kering untuk


temulawak ekspor 2

Kadar abu (%) 4,4 37


Kadar abu yang tidak larut dalam asam (%) 0,74 -
Kadar sari yang larut dalam air (%) 8,9 -
Kadar sari yang larut dalam etanol (%) 3,5 -
Kadar minyak atsiri minimum (%) - 5
Pasir kasar (%) - 1
Kelembapan maksimum (%) - 12
Warna - Kuning jingga sampai cokelat kuning jingga
Aroma - Wangi khas
Rasa - Mirip rempah dan agak pahit

1) 2)
Ketetapan Materia Medika Indonesia dalam Pustaka Pertanian (2014). Pustaka Pertanian, 2014

Tabel 3. Kualitas simplisia temulawak dari berbagai metode pengeringan.

Metode pengeringan

Variabel Oven suhu Oven lampu Sinar matahari dari Sinar matahari dari
(60o C) (suhu 30o C) pukul 08.0011.00 pukul 08.0015.00
(suhu 2830o C) (suhu 2845o C)

Warna Jingga kekuningan Jingga kekuningan Jingga kecokelatan Jingga kecokelatan


Infeksi jamur - - Terinfeksi jamur putih Terinfeksi jamur putih
Kadar total kurkuminoid 0,680,92 0,570,97 0,640,99 0,800,93
(% b/b)1)

1)
Kurkuminoid diekstraksi dari simplisia dengan pelarut etanol 96%.
Sumber: Zahro (2009).

Penelitian yang dilakukan Cahyono et al. (2011) Tabel 4. Tepung temulawak dengan pengupasan dan tanpa
menunjukkan bahwa perbedaan kondisi pengeringan pengupasan kulit ari.
memengaruhi simplisia yang dihasilkan. Simplisia yang
Pengupasan kulit Tanpa pengupasan
dikeringkan dengan oven memiliki warna lebih cerah Karakteristik
Ari kulit ari
dan remah daripada pengeringan dalam lampu. Pada
penelitian ini ekstraksi kurkuminoid dilakukan Rendemen sawut kering (%) 19,4 10,9
menggunakan etanol 95% dan defatisasi menggunakan Warna tepung temulawak Bersih Gelap dan kurang
petroleumeter. Hasil analisis Spektrofotometri UV-tampak bersih
memberikan kecenderungan bahwa kurkuminoid dari Sumber: Suharno (2012).
sampel kering lebih mudah terekstraksi daripada sampel
basah, karena pengeringan dapat meratakan penyebaran
kurkuminoid dalam rimpang temulawak, sehingga
memudahkan pelarut mengekstrak kurkuminoid. Pada Tepung
temulawak segar, kurkuminoid yang terdapat bersama
minyak atsiri di dalam oleorisin dan kurkuminoid tidak Pembuatan tepung temulawak dapat dilakukan dengan
merata bahkan memusat. Analisis kurkuminoid mengupas maupun tanpa mengupas kulit ari rimpang
menggunakan Kromatogram HPLC dapat mendeteksi temulawak (Suharno 2012). Perbedaan tepung temulawak
empat senyawa, yaitu kurkumin 6167%, demetoksi yang dihasilkan dengan perlakuan pengupasan dan tanpa
kurkumin 2226%, bisdemetoksi kurkumin13%, dan pengupasan kulit ari rimpang dapat dilihat pada Tabel 4.
turunan kurkuminoid 1011%. Urutan masing-masing Sifat kimia tepung temulawak dengan perlakuan
komponen tetap sama selama proses pengeringan, pengupasan kulit ari rimpang disajikan pada Tabel 5 dan
sehingga diduga metode pengeringan tidak mengubah tahapan pembuatan tepung temulawak pada Gambar 2.
struktur kimia komponen kurkuminoid yang satu ke yang Penelitian Oktaviana (2010) terhadap tepung
lainnya (Cahyono et al. 2011). temulawak dengan ayakan 80 mesh, kadar air 11,4312%
6 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 1 Juni 2017: 1-12

(dari temulawak umur 1012 bulan) menunjukkan Warna kain tidak berpengaruh terhadap komponen aktif
perlakuan pengeringan menggunakan solar dryer (sekitar simplisia temulawak
2835o C) yang menghasilkan kadar kurkuminoid, aktivitas Dalam bentuk tepung, masa simpan temulawak lebih
antioksidan, dan total fenol yang lebih besar daripada lama karena pengeringan akan mengurangi kadar air
pengeringan dengan sinar matahari langsung (sekitar bahan. Menurut penelitian Sugiarto et al. (2007)
2845o C). Penggunaan kain penutup mampu memper- pembuatan bubuk jahe merah dengan cara pencucian
tahankan kandungan kurkuminoid, aktivitas antioksidan, rimpang, perajangan (13 mm), pengeringan (55o C) sampai
dan total fenol dibandingkan dengan tanpa kain penutup. kadar air 5%, penggilingan dan pengayakan mempunyai
masa simpan 32 bulan apabila disimpan pada suhu 25o C
dan 18 bulan apabila disimpan pada suhu 30o C. Bubuk
jahe merah tersebut dikemas dalam kemasan HDPE.
Tabel 5. Sifat kimia tepung temulawak (kulit ari rimpang
dikupas).

Unsur kimia Jumlah (%) Pati


Kadar air 16,94
Pati merupakan kandungan kimia yang paling besar pada
Protein 8,12
Lemak 3,73 temulawak, berwarna putih kekuningan. Warna kuning
Vitamin E 1,64 berasal dari kurkumin yang masih bercampur dengan pati.
Kurkumin 1,41 Pati temulawak mudah dicerna. Kandungan kurkumin
yang sifatnya mudah dicerna memberi peluang bagi pati
Sumber: Suharno (2012).
temulawak untuk digunakan sebagai bahan pangan
olahan, misalnya sebagai campuran makanan bayi dan
pengental sirup (Sembiring et al. 2006).
Sortasi Di Dusun Ganggarok, Desa Pabuaran, Kecamatan
 Salem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pati temulawak
Pencucian dengan air bersih
dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan pangan, salah
satunya makanan tradisional yang disebut bubur aci

koneng berupa jeli yang dicampur dengan irisan kelapa
Pengupasan kulit ari (Agustina 2013).
 Pati temulawak diperoleh melalui tahapan
Pencucian dengan air bersih pengupasan, pemarutan, penambahan air dan
 penyaringan (proses ekstraksi) berkali-kali (2 kg
temulawak dibutuhkan air sekitar 1525 liter), dan
Penirisan
pengendapan ekstrak (4 jam), pembuangan air sehingga

diperoleh endapan, pengenceran endapan (diencerkan
Penyawutan, ketebalan 15 mm dengan air besih), pengendapan lagi sehingga diperoleh
 pati temulawak. Pati ini dicetak lalu dikeringkan.
Rendemen pati yang dihasilkan adalah 23% dengan
Sawut
kandungan karbohidrat 65,56%, lemak 0,10%, dan protein

0,27% (Agustina 2013).
Pengeringan dengan oven suhu 40 o C atau sinar
matahari yang ditutupi kain hitam
 Minuman Instan
Penataan rimpang agar tidak menumpuk

Berdasarkan SNI No. 01-4320-1996, serbuk minuman
tradisional adalah produk bahan minuman berbentuk
Rimpang dibalik secara berkala serbuk atau granula yang dibuat dari campuran gula dan

rempah dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
Penggilingan lain yang diizinkan. Minuman bubuk instan mudah larut
 dalam air dingin atau panas. Pada prinsipnya konsentrat
instan dibuat dengan bantuan gula yang merupakan
Pengayakan
media tempat melekatnya bahan, yang setelah kering akan

terikat mengelilingi gula dan mengikuti bentuk dari gula
Pengemasan tersebut (Charalambous dan Inglett 1981 dalam Pronika
2006). Pada pembuatan minuman instan ini terjadi
Gambar 2. Tahapan pembuatan tepung temulawak (Suharno kristalisasi, yaitu proses pemisahan dan alih massa dari
2012). fase cair menjadi kristal padat murni. Komponen-
Ragam olahan temulawak dalam mendukung .... (Aniswatul Khamidah et al.) 7

komponen yang dapat larut dalam larutan beralih melalui etanol yang digunakan untuk ekstraksi, dan semakin
kondisi yang disesuaikan menjadi larutan lewat jenuh banyak pula fenol total yang terekstrak .Senyawa fenolik
sehingga terjadi pembentukan kristal, umumnya terjadi beraktivitas sebagai antioksidan karena dapat mengikat
melalui penurunan suhu atau pemekatan larutan (Earle oksigen sehingga tidak tersedia untuk proses oksidasi.
2000). Selain itu juga dapat mengikat logam yang mampu
Dalam pengolahan minuman instan, rimpang mengatalis reaksi oksidasi (Khatun et al. 2006).
diekstraksi dengan air sehingga proses ekstraksi kurang Semakin tinggi fenol total pada instan temulawak
maksimal karena komponen tersebut larut dalam pelarut semakin tinggi aktivitas antioksidan. Selain itu kadar
organik, misalnya etanol. Komponen yang terekstraksi kurkumin juga semakin tinggi karena diekstraksi lebih
dalam etanol dapat dipisahkan dari pelarut etanol dengan banyak oleh etanol yang semakin banyak pula. Namun
pemanasan karena titik didih etanol sekitar 78,4o C atau demikian, minuman instan temulawak yang disukai panelis
lebih rendah dari titik didih air. Dengan demikian, adalah dengan rasio bubuk-etanol 1:5 (b/v) (Setyowati et
pengolahan minuman instan dengan proses kokristalisasi al. 2009). Tabel 7 menunjukkan syarat mutu serbuk
ekstrak dengan pengikat sukrosa dapat dilakukan pada minuman tradisional menurut Standar Nasional Indonesia
suhu di bawah 100o C, sehingga kerusakan komponen 01-4320-1996.
antioksidan dapat dicegah (Setyowati dan Suryani 2013). Dalam bentuk minuman instan, masa simpan
Tabel 6 menunjukkan kadar fenol total, aktivitas temulawak lebih panjang dibandingkan dengan bentuk
antioksidan, dan kurkumin pada minuman instan dari segar. Kusuma (2015) melaporkan umur simpan minuman
temulawak. instan temulawak dengan metode (Accelerated Shelf Life
Semakin besar rasio bubuk-etanol semakin tinggi Testing (ASLT) dan pendekatan Isotherm Sorpsi Lembab
kadar fenol total minuman instan karena semakin banyak (ISL) untuk kemasan PP 0,03 mm; PP 0,05 m; dan PE 0,03

Tabel 6. Kadar fenol total, aktivitas antioksidan, dan kurkumin pada minuman instan
temulawak.

Rasio bubuk Fenol total Aktivitas antioksidan Kurkumin


temulawak-etanol 80% (ppm) (% RSA) (ppm)

1:5 2249,492290,51 79,6480,58 285,70286,40


1:7 2482,052505,95 80,8281,14 301,43303,27
1:9 2672,572799,43 82,5682,88 321,04325,56

Sumber: Setyowati et al. (2009).

Tabel 7. Syarat mutu serbuk minuman tradisional menurut Standar Nasioal Indonesia 01-4320-1996.

Kriteria Satuan Persyaratan

Keadaan:
Warna Skor Normal
Bau Skor Normal, khas rempah-rempah
Rasa Skor Normal, khas rempah-rempah
Air, b/b % Maks. 3,0
Abu, b/b % Maks. 1,5
Jumlah gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b % Maks. 85,0
Bahan tambahan pemanis buatan -
Sakarin - Tidak boleh ada
Siklamat - Tidak boleh ada
Pewarna tambahan - Sesuai SNI 01-0222-1995
Cemaran
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 50
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
Cemaran mikroba:
Angka lempeng total koloni/g 3 x 103
Koliform APM/g <3

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1996).


8 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 1 Juni 2017: 1-12

mm berturut turut adalah 1197,4 hari, 1475,7 hari, dan 1013, Dalam pembuatan kue kering, selain gula pasir bisa
5 hari. Dari tiga kemasan yang digunakan, kemasan terbaik juga digunakan gula aren dan gula kelapa. Penggunaan
adalah jenis PP 0,05 mm. berbagai jenis gula ini akan memengaruhi daya terima
konsumen, baik rasa, aroma, maupun tekstur (Nurfalakha
2013).
Kue Kering

Kue kering memiliki kadar air yang minimal sehingga Manisan


tahan disimpan lebih lama daripada kue basah. Pada
umumnya bahan dasar kue kering adalah tepung terigu Pembuatan manisan temulawak mengacu pada teknologi
dan dapat disubstitusi oleh tepung lainnya untuk pembuatan manisan basah dari kunir putih hasil
mengurangi ketergantungan terhadap terigu (Fatkurahman penelitian Pujimulyani dan Wazyka (2009). Dalam
et al. 2012). Menurut SNI 01-2973-1992, kue kering adalah penelitian tersebut, rimpang dibersihkan, dikupas dan
produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang dicuci selanjutnya diblanching 100o C selama 5 menit
adonan, dengan bahan dasar terigu, lemak, bahan dalam media asam sitrat 0,05%, lalu diiris dengan
pengembang dengan atau tanpa bahan tambahan ketebalan 2 mm. Selanjutnya irisan rimpang direbus dalam
makanan lain yang diizinkan. Kue kering berukuran kecil, larutan gula 30% selama 10 menit. Tahap berikutnya
kadar airnya rendah, dan rasanya manis (Badan adalah perendaman dalam larutan gula secara bertingkat
Standardisasi Nasional 1992). (30%, 40%, dan 50% selama 3 hari. Manisan ini
Di Indonesia, konsumsi rata-rata kue kering adalah mempunyai kadar air 23,47%; kurkumin 39,28 ppm (bk);
0,40 kg/kapita/tahun (Rosmisari 2006 dalam Suarni 2009). fenol 257,44 ppm (bk); warna (absorbansi) 0,551; tekstur
Kue kering populer di masyarakat karena rasa dan 112,56 N dan deforasi 34,66%. Teknologi pengolahan
teksturnya disukai (Muflihati et al. 2015). manisan temulawak sudah dicoba oleh BPTP Jawa Timur
Pengolahan temulawak menjadi kue kering dengan cara merebus irisan temulawak bersama gula
diharapkan dapat meningkatkan konsumsi temulawak dengan perbandingan 1 : 2 (temulawak : gula) sampai
sebagai pangan fungsional. Kelebihan kue kering kadar air berkurang. Selanjutnya dilakukan pengemasan.
temulawak adalah mengandung kurkumin, dapat dibuat
dari sari temulawak atau temulawak instan.
Pengembangan temulawak instan dalam pembuatan kue Mi
kering diharapkan dapat mengurangi penggunaan tepung
Mi merupakan produk yang dibuat dari adonan terigu,
terigu, yang secara nasional terus meningkat. Temulawak
berbentuk spiral yang khas dengan diameter 0,071,25 inci
instan dapat menstubstitusi terigu sebanyak 25%.
(Matz 1992 dalam Pangesthi 2009, Yustiareni 2000). Mie
Rendemen kue kering temulawak sekitar 224% (Khamidah
disukai karena cara penyajiannya mudah dan cepat
2014). Formula kue kering dengan bahan baku temulawak
(Sugiyono et al. 2011). Mie temulawak dibuat dari sari
instan disajikan pada Tabel 8.
temulawak yang dicampur dengan adonan telur dan
Hasil penelitian Khamidah (2014) menunjukkan
garam, lalu dipipihkan dan dipotong dengan pemotong
secara umum panelis menyatakan kesukaannya pada kue
mie. Selanjutnya bahan direbus dalam air mendidih selama
kering temulawak, baik dari segi warna, aroma, rasa,
2 menit. Untuk mi kering, mi basah yang dihasilkan
maupun tekstur (Gambar 3).

4,136 4,045
3,682
3,454
3,136
Tabel 8. Komposisi formulasi bahan untuk menghasilkan
+ 180 g kue kering.

Komposisi Jumlah

Maizena 37,5 g
Terigu 100 g Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
Gula pasir halus 40 g parameter
Temulawak instan 25 g
Margarin 95 g Gambar 3. Nilai kesukaan panelis terhadap kue kering temulawak;
Susu bubuk 27 g Kriteria penilaian: sangat tidak suka (nilai 1), tidak suka (nilai 2),
Kuning telur 1 g cukup suka (nilai 3), suka (nilai 4), sangat suka (nilai 5).
Sumber: Khamidah (2014).
Sumber: Khamidah (2014).
Ragam olahan temulawak dalam mendukung .... (Aniswatul Khamidah et al.) 9

dikeringkan dalam oven atau di bawah sinar matahari. Mi tinggi dengan waktu yang singkat, sehingga penyerapan
temulawak l berwarna kuning keemasan, lebih menarik dari minyak semakin sedikit (Tjahjadi et al. 2011).
mi biasa. Pada saat menggoreng, air yang terikat oleh pati
Pembuatan mie kering dengan substitusi tepung ubi awalnya menguap akibat meningkatnya suhu minyak
jalar kuning (20%, 30%, 40%) dan tepung temulawak 2% goreng dan tekanan uap dalam adonan akan mendesak
menghasilkan mi dengan kandungan kurkumin 12,31 pati sehingga adonan mengembang dan membentuk
14,67 ppm (Larasati 2015). rongga-rongga udara dalam stick. Semakin tinggi
kandungan air adonan dan semakin tinggi kandungan
amilopektin tepung, semakin besar tingkat
Kerupuk pengembangan produk (Winarno 1997).
Permukaan stick setelah digoreng agak menggelem-
Kerupuk merupakan kudapan kering, ringan, dan berpori bung karena selama penggorengan berlangsung,
yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati sebagian minyak masuk ke dalam kerak dan mengisi ruang
cukup tinggi (Mustofa dan Suyanto 2011). Amilopektin kosong yang pada mulanya diisi oleh air sehingga
merupakan salah satu komponen pati yang berpengaruh terbentuk tekstur yang menggelembung (Ketaren 1986).
terhadap daya kembang dan kerenyahan kerupuk. Tekstur yang menggelembung pada stick membuat
Menurut Wahyuningtyas et al. (2014), semakin banyak produk ini mempunyai tekstur yang renyah.
penambahan tepung pisang dan semakin sedikit Penggunaan tepung gayam dengan perbandingan
komposisi tepung tapioka, kerenyahan kerupuk akan terigu dan tepung gayam 4:2,5 menghasilkan stick yang
berkembang. Penambahan tepung tapioka yang lebih renyah, tetapi warnanya cokelat (Saputri 2016). Untuk
banyak menghasilkan kerupuk yang lebih renyah. memperbaikinya dapat digunakan temulawak sebagai
Kerupuk dengan kandungan amilopektin yang lebih pewarna alami sekaligus pangan fungsional.
tinggi memiliki daya mengembang yang tinggi karena Menurut penelitian Tjahjadi et al. (2011), bahan baku
pada saat proses pemanasan terjadi gelatinisasi sehingga stick dapat disubtitusi dengan tepung sorgum. Semakin
terbentuk struktur yang elastis yang kemudian berkurang penggunaan terigu, semakin tidak kompak
mengembang pada tahap penggorengan (Alami 2006). adonan yang terbentuk karena menurut Taylor et al.
Proses pembuatan kerupuk meliputi pembuatan adonan, (2006) tepung sorgum tidak memiliki gluten sehingga tidak
pengukusan, pengeringan, dan penggorengan. Kerupuk dapat menahan air dan akibatnya adonan mudah
temulawak dibuat dari sari temulawak yang ditambahkan mengering.
pada adonan kerupuk. Selanjutnya dilakukan pencetakan,
pengukusan, dan pengeringan.
Cake Temulawak
Cake adalah produk semibasah yang dibuat melalui
Stick proses pemanggangan adonan (Masruroh 2009). Bahan
dasar cake adalah terigu, gula, telur, dan lemak. Cake tidak
Stick merupakan makanan ringan yang terbuat dari memerlukan tepung terigu protein tinggi (hardwheat).
adonan tepung yang digoreng, bentuknya panjang Terigu dengan kandungan protein rendah membantu
(Slamet 2010). Produk makanan ini diolah melalui proses proses pencampuran karena lebih mudah menyatu
penggorengan dan digemari masyarakat. Karena dengan bahan-bahan lain. Penggunaan terigu dapat
teksturnya yang renyah (Imam et al. 2014). disubstitusi dengan tepung yang lain (Handayani dan
Untuk mendapatkan tekstur yang renyah diperlukan Aminah 2011). Pembuatan cake temulawak bisa
terigu protein rendah sampai sedang. Gluten pada terigu menggunakan sari temulawak atau temulawak instan yang
berkontribusi dalam membentuk kerangka adonan yang ditambahkan pada tahapan paling akhir setelah semua
akan menghasilkan tekstur renyah (Sitohang et al. 2015). bahan dimasukkan agar aroma cake kuat. Adonan cake
Selain terigu, pembuatan stik juga dapat menggunakan temulawak terdiri atas tepung terigu, gula, telur, lemak,
tapioka. Menurut penelitian Imam et al. (2014), kadar dan temulawak instan/sari temulawak.
amilopektin tapioka berkisar antara 50-58%. Amilopektin
berperan dalam proses pemekaran (puffing) produk.
Makanan berbahan pati dengan kandungan amilopektin Dodol
tinggi ringan dan renyah.
Bahan baku stik adalah tepung temulawak, terigu, Dodol merupakan salah satu jenis makanan tradisional
tapioka, margarin, dan telur dicampur sampai terbentuk yang cukup populer di Indonesia. Pada umumnya dodol
adonan yang kalis, dipipihkan, dicetak lalu digoreng. dibuat dari bahan baku tepung ketan, gula merah, dan
Selain tepung temulawak, stick juga menggunakan sari santan kelapa yang dididihkan sampai kental. Makanan ini
temulawak yang dicampurkan terakhir sebelum terbentuk memiliki rasa manis dan gurih, berwarna cokelat dan
adonan kalis. Penggorengan dilakukan pada suhu yang bertekstur lunak sehingga digolongkan sebagai makanan
10 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 1 Juni 2017: 1-12

semi basah (Murtiningrum dan Cepeda 2011). Bahan yang Produksi Tanaman 3(7): 542546.
digunakan untuk membuat dodol temulawak adalah Anzar, L. 2016. Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Rodamin
B pada Sambal Botol yang Diperdagangkan di Pasar Modern
tepung ketan, gula merah, santan kelapa, margarin, dan
Kota Kendari. Skripsi. Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian
temulawak. Universitas Halu Oleo, Kendari. 46 hlm.
Atmaka, W., E. Nurhartadi, dan M.M. Karim. 2013. Pengaruh
penggunaan campuran karaginan dan konjak terhadap
Permen Jeli karakteristik permen jelly temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Jurnal Teknosains Pangan 2(2): 6674.
BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Jawa Timur. 2016. Indikator
Temulawak dapat diolah menjadi permen jeli (Atmaka et Pertanian Provinsi Jawa Timur 2015/2016. Katalog BPS
al. 2013). Hasil penelitian menunjukkan permen jelly yang 5102001.35. Surabaya. 120 hlm.
paling disukai panelis adalah yang dibuat dengan Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia.
penambahan ekstrak temulawak 1% dan campuran Mutu dan Cara Uji Biskuit. SNI. 01-2973-1992. Badan
karaginan dan konjak 3%. Ekstrak temulawak diperoleh Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1996. Syarat Mutu Serbuk Minuman
melalui penghancuran rimpang dengan air (temulawak: air Tradisional Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996.
= 1:1), lalu disaring dengan kain saring sehingga Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
diperoleh esktrak segar temulawak. Pada pembuatan Cahyono, B., M.D.K. Huda, dan L. Limantara. 2011. Pengaruh
permen jelly temulawak juga ditambahkan sukrosa, HFS, proses pengeringan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza
dan asam sitrat. Penambahan ekstrak temulawak 1% pada ROXB) terhadap kandungan dan komposisi kurkuminoid.
Reaktor 13(3): 165171.
permen jeli disukai panelis dari aspek warna, aroma, rasa,
Cheah, Y.H., H.L. Azimahtol, and N.R. Abdullah. 2006.
dan tekstur. Xanthorrhizol exhibits antiproliferative activity on MCF-7
breast cancer cells via apoptosis induction. J. Anticancer Res.
26: 45274534.
KESIMPULAN Choi, M.A., Kim S.H., Chung W.Y., Hwang J.K., and Park, K.K.
2004. Xanthorrhizol, a natural sesquiterpenoid from Curcuma
xanthorrhiza, has an anti-metastatic potential in experimental
Temulawak berpeluang dikembangkan sebagai pangan mouse lung metastasis model. J. Biochem. Biophys. Res. Comm.
fungsional karena selain budi dayanya mudah, juga 326(1): 210–217.
mempunyai manfaat untuk kesehatan. Temulawak Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Cetakan 1.
Jilid 2. Trubus Agriwidya, Jakarta. 214 hlm.
mengandung kurkumin, pati, dan minyak atsiri yang
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
dibutuhkan oleh tubuh. Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Dalam industri pangan, temulawak digunakan Makanan, Jakarta. hlm. 2830.
sebagai pewarna alami untuk menggeser penggunaan Ditjen Hortikultura. 2015. Statistik Produksi Hortikultura Tahun
pewarna berbahaya yang berdampak buruk bagi 2014. Kementerian Pertanian. www.hortikultura.pertanian.
go.id. [4 Desember 2015].
kesehatan. Temulawak dapat dikembangkan menjadi
Earle, R.L. 2000. Unit Operation in Food Processing. 2nd Edition
berbagai produk olahan pangan, antara lain simplisia, or Letter. Pergamen Press, New York.
tepung, pati, minuman instan, kue kering, manisan, mi, Fatkurahman, R., W. Atmaka, dan Basito. 2012. Karakteristik
kerupuk, stick, cake, dodol, dan permen jeli. sensoris dan sifat fisikokimia cookies dengan substitusi bekatul
beras hitam (Oryza sativa L.) dan tepung jagung (Zea mays L.).
Jurnal Teknosains Pangan 1(1): hlm. 4957.
Fujiwara, H., M. Hosokawa, X. Zhou, S. Fujimoto, K. Fukuda, K.
DAFTAR PUSTAKA Toyoda, Y. Nishi, Y. Fujito, K. Yamada, Y. Yamada, Y. Seino
and N. Inagaki. 2008. Curcumin inhibits glucose production in
Afifah, E. dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak; isolated mice hepatocytes. Diabetes Res. Clinical Practice 80:
Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Penerbit PT Agro Media 188191.
Pustaka, Jakarta. hlm. 76. Hadipoentyanti, E. dan S.F. Syahid. 2007. Respon temulawak
Agustina, T.E. dan M. Amir. 2012. Pengaruh temperatur dan waktu (Curcuma xanthorriza Roxb.) hasil rimpang kultur jaringan
pada pengolahan pewarna sintetis procion menggunakan reagen generasi kedua terhadap pemupukan. Jurnal Littri 13(3): 106
fenton. Jurnal Teknik Kimia 18(3): 5461. 110.
Agustina, W. 2013. Produksi pati temulawak sebagai alternatif Handayani, R dan S. Aminah. 2011. Variasi substitusi rumput laut
pemanfaatan temulawak untuk bahan baku produk olahan terhadap kadar serat dan mutu organoleptik cake rumput laut
pangan: Studi Kasus di Desa Pabuaran, Kecamatan Salem, (Eucheuma cottonii). Jurnal Pangan dan Gizi 2(3): 6774.
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Seminar Nasional dan Hayani, E. 2006. Analisis kandungan kimia rimpang temulawak.
Workshop Peningkatan Inovasi dalam Menanggulangi Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. hlm. 309
Kemiskinan. LIPI, Jakarta. hlm. 244250. 312.
Alami, E.N. 2006. Studi Pembuatan Kerupuk Jagung (Zea mays L.): Hernani. 2001. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb),
Kajian Penambahan Tepung Jagung dari Berbagai Varietas dan Tumbuhan Obat Indonesia; Penggunaan dan Khasiatnya. Pustaka
Konsentrasi Tepung Tapioka. Skripsi. Universitas Populer Obor. Jakarta. hlm. 130132.
Muhammadiyah Malang. 85 hlm. Imam, R.H., M. Primaniyarta, dan N.S. Palupi. 2014. Konsistensi
Andini, I.M., M. Roviq, dan E. Nihayati. 2015. Pertumbuhan dan mutu pilus tepung tapioka: Identifikasi parameter utama penentu
kadar kurkumin temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada kerenyahan. Jurnal Mutu Pangan 1(2): 9199.
ketersediaan unsur hara mikro (Mo) secara in vitro. Jurnal
Ragam olahan temulawak dalam mendukung .... (Aniswatul Khamidah et al.) 11

InfoPOM. 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Badan Nurjanah, N., S. Yuliani, dan A.B. Sembiring. 1994. Temulawak
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 6(6): 112. (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Review Hasil-hasil Penelitian
November. 2005. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat X(2): 4357.
Jayaprakasha, G.K., L.J.M. Rao, and K.K. Sakariah. 2005. Chemistry Oktaviana, P.R. 2010. Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan
and biological activities of C. longa. Trends Food Sci. Technol. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Temulawak (Curcuma
16: 533548. xanthorrhiza Roxb.) pada Berbagai Teknik Pengeringan dan
Kelloff, G.J., J.A. Crowell, V.E. Steele, R.A. Lubert, W.A. Malone, Proporsi Pelarutan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
C.W. Boone, L. Kopelovich, E.T. Hawk, R. Lieberman, J.A. Sebelas Maret, Surakarta
Lawrence, I. Ali, J.L. Viner, and C.C. Sigman. 2000. Progress in Pangesthi, L.T. 2009. Pemanfaatan pati ganyong (Canna edulis)
cancer chemoprevention: Development of diet-derived pada pembuatan mie segar sebagai upaya penganekaragaman
chemopreventive agents. Symposium on Diet, Natural Products pangan nonneras. Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner 1(1): 1
and Cancer Prevention: Progress and Promise. J Nutr. American 7.
Society for Nutritional Science 130(2): 467471. Pipih, Juli, Siswati. 2000. Uji toksisitas zat warna rhodamin B
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. terhadap jaringan hati mencit (Mus musculus) galur Australia.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Jurnal Toksikologi Indonesia 1(3): 18-27.
Khaerana, M. Ghulamahdi, dan E.D. Purwakusumah. 2008. Pengaruh Priyadarsini, K.I., D.K. Maity, G.H. Naik, M.S. Kumar, M.K.
cekaman kekeringan dan umur panen terhadap pertumbuhan Unnikrishnan, J.G. Satav, and H. Mohan. 2003. Role of phenolic
dan kandungan xanthorrhizol temulawak (Curcuma OH and methylene hydrogen on the free radical reactions and
xanthorrhiza Roxb). Buletin Agronomi 36(3): 241247. antioxidant activity of curcumin. Free Radical Biology and
Khamidah, A. 2014. Uji preferensi kue kering temulawak mendukung Medicine 35(5): 475484.
diversifikasi pangan. Prosiding Seminar Nasional Perhorti, Pujimulyani, D. dan A. Wazyka. 2009. Sifat antioksidasi, sifat kimia
Malang 5-7 November 2014. hlm. 725733. dan sifat fisik manisan basah dari kunir putih (Curcuma mangga
Khatun, M., S. Eguchi, T. Yamaguchi, H. Takamura, and T. Matoba. Val.). Agritech Jurnal Teknologi Pertanian 29(3): 167173.
2006. Effect of thermal treatment on radical-scavenging Pustaka Pertanian. 2014. Cara Pengolahan Simplisia Temulawak.
activity of some spices. Food Sci. Technol. Res. 12(3): 178 Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. http://hkti.org/cara-
185. pengolahan-simplisia-temulawak.html. [17 Desember 2015].
Kusuma, N.W. 2015. Pendugaan Umur Simpan Minuman Instan Putra, I.R., Asterina, dan L. Isrona. 2014. Gambaran zat pewarna
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Menggunakan merah pada saus cabai yang terdapat pada jajakan yang dijual di
Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) Pendekatan Isotherm sekolah dasar negeri Kecamatan Padang Utara. Jurnal Kesehatan
Sorpsi Lembab (ISL). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Andalas: 3(3): 297303. http://jurnal.fk.unand.ac.id. hlm. [12
Sebelas Maret, Surakarta. Februari 2016]
Pronika, N. 2006. Formulasi Konsentrasi Instan dari Campuran Putri, Ni Komang LP., N.L. Suriani, dan D.A. Yulihastuti. 2012.
Sari Lidah Buaya, Wortel dan Markisa. Skripsi. Fakultas Pertanian Penentuan jenis dan kadar zat pewarna merah pada makanan
Universitas Sumatera Utara, Medan. 74 hlm. yang beredar di sekolah dasar di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan
Larasati, S. 2015. Eksperimen Pembuatan Mie Kering Tepung Terigu Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Biologi XVI(2):
Substitusi Tepung Ubi Jalar Kuning dengan Penambahan Tepung 4851.
Temulawak. Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Rahardjo, M. 2010. Penerapan SOP budidaya untuk mendukung
Teknik Universitas Negeri Semarang. temulawak sebagai bahan baku obat potensial. Perspektif 9(2):
Ma’mun, S. Suhirman, F. Manoi, B.S. Sembiring, Tritianingsih, M. 7893.
Sukmasari, A. Gani, Tjitjah F., dan D. Kustiwa. 2006. Teknik Rukmana, R. 1995. Temulawak: Tanaman Rempah dan Obat.
pembuatan simplisia dan ekstrak purwoceng. Laporan Penerbit Kanisius. Jakarta. 14: 1617 dan 32.
Pelaksanaan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. hlm. 314 Rukmana, R. 2004. Temu-Temuan. Penerbit Kanisius, Jakarta. hlm.
324. 14.
Mahendra, B. 2005.13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. hlm. 95. Ruslay, S., F. Abas, K. Shaari, Z. Zainal, Maulidiani, H. Sirat, D.A.
Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Israf, and N.H. Lajis. 2007. Characterization of the components
Masruroh. 2009. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning terhadap present in the active fractions of health gingers (Curcuma
Kualitas Cake Tepung Singkong. Skripsi. Teknologi Jasa dan xanthorrhiza and Zingiber zerumbet) by HPLC-DAD-ESIMS.
Produksi Fakultas Teknik Univeristas Negeri Semarang. 101 Food Chem. 104(3): 11831191.
hlm. Said, A. 2007. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Penerbit Sinar
Muflihati, I., Lukitawesa, B. Narindri, Afriyanti, dan R. Mailia. Wadja Lestari, Jakarta. 61 hlm.
2015. Efek substitusi tepung terigu dengan pati ketan terhadap Saputri, A.T. 2016. Uji Organoleptik Kue Stik dari Kombinasi Tepung
sifat fisik cookies. Seminar Nasional Universitas PGRI Terigu dan Tepung Gayam dengan Perbandingan Berbeda. Skripsi.
Yogakarta. hlm. 355359. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Murtiningrum dan G.N. Cepeda. 2011. Penggunaan bahan pengisi Muhammadiyah Surakarta.
dalam perbaikan sifat fisikokimia dan organoleptik dodol buah Sastrapradja, S., B.P. Naiola, E.R. Rasmadi, Roemantyo, E.K.
merah (Pandanus conoideus L) sebagai sumber -karoten. Soepardjono, dan E.B. Waluyo. 1981. Tanaman Pekarangan.
Agritech 31(1): 1420. Balai Pustaka, Jakarta. hlm. 68.
Mustofa, K.A. dan A. Suyanto. 2011. Kadar kalsium, daya kembang Sayuti, N.A. 2015. Optimasi konsentrasi CMC Na dan sukrosa pada
dan sifat organoleptik kerupuk onggok singkong dengan variasi formulasi sirup dari bahan temulawak. Jurnal Terpadu Ilmu
penambahan tepung cangkang rajungan (Portunus Pelagicus). Kesehatan 4(1): 610.
Jurnal Pangan dan Gizi 2(3): 114. Sayuti, N.A. 2016. Pengaruh carboxymethyl celullose natrium
Nurfalakha, T. 2013. Pengaruh penggunaan jenis gula terhadap sebagai pengental terhadap stabilitas sirup temulawak (Curcuma
kualitas pembuatan kue jahe dari tepung jagung. Food Science xanthorriza Roxb). Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional
and Culinary Education Journal (FSCEJ) 2(2): 5562. http:// 1(1): 913.
journal.unnes.ac.id/sju/index.php/fsce. [4 April 2016] Sembiring, B. Br., Ma’mun, dan Edi I.G. 2006. Pengaruh kehalusan
bahan dan lama ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak
12 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 1 Juni 2017: 1-12

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Buletin Littro XVII(2): 53 Syahid, S.F. dan E. Hadipoentyanti. 2001. Pertumbuhan dan produksi
58. rimpang temulawak di polibag yang benihnya hasil kultur in
Setiawan. 2011. Berbagai Sumber dan Atlas Tumbuhan Obat vitro. Jurnal Biologi Indonesia III(2): 118125.
Indonesia. Gramedia, Jakarta. Taryono, E.M., S. Rahmat, dan A. Sardina. 1987. Plasma nutfah
Setyowati, A., Ch. L. Suryani, dan A. Wazyka. 2009. Pengaruh tanaman temu-temuan. Edisi Khusus Ballittro 3(1): 4756.
perlakuan pendahuluan terhadap kecepatan pengeringan dan Taylor, J.R.N., T.J. Schober, and S.R. Bean. 2006. Novel food and
kadar antioksidan bubuk Zingiberaceae (jahe merah, temulawak, non-food uses for sorghum and millets. J. Cereal Sci. 44: 252
kunyit). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi 271.
Berbasis Bahan Baku Lokal, Yogyakarta. hlm. 5359. Tjahjadi, C., B.D. Sofiah, T.M. Onggo, Anas, dan D. Pratiwi. 2011.
Setyowati, A dan C.L. Suryani. 2013. Peningkatan kadar kurkuminoid Pengaruh imbangan tepung sorgum genotipe 1.1 yang diperoleh
dan aktivitas antioksidan minuman instan temulawak dan kunyit. dari lamanya penyosohan dan tepug terigu terhadap karakterstik
Agritech 33(4): 363370. inderawi stik bawang. Bionatura - Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan
Sirait, M., Moesdarsono, dan A. Gana. 1985. Pemeriksaan kadar Fisik 13(2): 177187.
xanthorrhizol dalam Curcuma xanthorrhiza Roxb. Simposium Wahyuningtyas, N., Basito, dan W. Atmaka. 2014. Kajian
Nasional Temulawak, Bandung, 1718 September 1985. karakteristik fisikokimia dan sensoris kerupuk berbahan baku
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm. tepung terigu, tepung tapioka dan tepung pisang kepok kuning.
8284. Jurnal Teknosains Pangan 3(2): 76–85.
Sitohang, KA., Z. Lubis, dan L.M. Lubis. 2015. Pengaruh Winarno, F.G. dan Sulistyowati. 1994. Bahan Tambahan untuk
perbandingan jumlah tepung terigu dan tepung sukun dengan Makanan dan Kontaminan. Gramedia, Jakarta.
jenis penstabil terhadap mutu cookies sukun. Jurnal Rekayasa Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Pangan dan Pertanian. Ilmu dan Teknologi Pangan 3(3): 308 Utama, Jakarta.
315. Yasni, S., K. Imaizumi, K. Sin, M. Sugano, G. Nonaka, and Sidik.
Slamet, A. 2010. Optimasi perendaman dalam larutan CaCl2 terhadap 1994. Identification of an active principle in essential oils and
sifat fisik dan tingkat kesukaan stick pisang. Jurnal AgriSains hexane-soluble fractions of Curcuma xanthorrhiza Roxb.
1(1): 3139. showing triglyceride-lowering action in rats. Food Chem.
Suarni. 2009. Prospek pemanfaatan tepung jagung untuk kue kering Toxicol. 32(3): 273278.
(cookies). J. Litbang Pert. 28(2): 6371. Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Andi,
Subagja, H.P. 2014. Temulawak Itu Ajaib! Rimpang Ajaib Pembasmi Yogyakarta.
Beragam Penyakit. Cetakan Pertama. Penerbit FlashBooks, Yunilas, E.M dan O. Sinaga. 2005. Pengaruh pemberiaan tepung
Yogyakarta. 148 hlm. temulawak (Curcuma Xanthorrizha Roxb) dalam ransum
Sugiarto, I. Yuliasih, dan Tedy. 2007. Pendugaan umur simpan bubuk terhadap kualitas karkas ayam broiler umur 6 minggu. Jurnal
jahe merah. Jurnal Teknik Industri Pertanian 17(1): 711. Agribisnis Peternakan 1(2): 6266.
journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/view/4211/2862. [4 Yustiareni, E. 2000. Kajian Substitusi Terigu Oleh Tepung Garut dan
Juni 2014]. Penambahan Tepung Kedelai dalam Pembuatan Mie Kering.
Sugiyono, E. Setiawan, E. Syamsir, dan H. Sumekar. 2011. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pengembangan produk mie kering dari tepung ubi jalar (Ipomoea 63 hlm.
batatas) dan penentuan umur simpannya dengan metode isoterm Zahro, L., B. Cahyono, dan R.B. Hastuti. 2009. Profil tampilan
sorpsi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XXII(2): 164 fisik dan kandungan kurkuminoid dari simplisia temulawak
170. (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada beberapa metode
Suharno. 2012. Pasca Panen Temulawak. Balai Pengkajian Teknologi pengeringan. Jurnal Sains & Matematika 17(1): 2432. http://
Pertanian Yogyakarta. http://yogya.litbang.deptan.go.id/ind/ eprints.undip.ac.id/2348/. [5 Agustus 2015].
index.php?option=com_content. [4 Juni 2014].

Anda mungkin juga menyukai