Anda di halaman 1dari 7

Tugas ke 6 : 2 juni 2018

Lakukan kajian tentang regulasi tentang kosmetika secara global (EU, USA, Japan, Canada) dan
regional (ASEAN) serta bandingkan dengan regulasi di indonesia a.l terkait PerMenKes No.
1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Ijin Produksi Kosmetika dan PerMenKes
No.1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang notifikasi Kosmetika dan implementasinya sebagai berikut
:

- Apa latar belakang dan tujuan regulasi kosmetika tersebut, uraikan perbedaan dan
persamaannya. Dalam pengkajian regulasi sebutkan pengaturan yang terkait dengan (i)
persyaratan pre-market dan post-market (ii) kontrol atas bahan (daftar negatif, expert
commitee, laporan MESKOS dll) (iii) persyaratan pelabelan (iv) persyaratan pengujian dan
keamanan (GMP, penggolongan)
- Khusus di Indonesia, setelah harmonisasi ASEAN bidang kosmetika diberlakukan tahun 2011,
apa dampaknya untuk indonesia. Berikan kajian untuk tantangan dan dampak terkait.

Latar belakang regulasi kosmetika

Sekarang ini telah banyak produk kosmetika yang beredar di pasaran dengan berbagai macam merk
dan bentuk. Kosmetika tersebut memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda, seperti halnya
kosmetika penghilang bau badan yang kini dibuat dengan berbagai bentuk, misalnya parfum
berbentuk spray yang penggunaannya dengan cara disemprotkan, splash cologne dengan bentuk
cair uang penggunaanya dengan cara dipercikkan dan deodorant berbentuk rollon yang
penggunaannya dengan cara dioleskan,dll. Kosmetik terbagi atas kosmetik tradisional dan kosmetik
modern. Kosmetika Tradisional adalah kosmetika alamiah atau kosmetika asli yang dapat dibuat
sendiri langsung dari bahan-bahan segar atau yang telah dikeringkan, buah-buahan dan tanam-
tanaman disekitar kita. Kosmetika Modern adalah kosmetika yang diproduksi secarapabrik
(laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk mengawetkan kosmetika
tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat rusak.

Tujuan regulasi kosmetika

Regulasi kosmetika memiliki tujuan utama yaitu melindungi dan menjaga kepentingan masyarakat
dalam aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan dalam penggunaan kosmetik yang baik dan
aman.

Perbedaan dan persamaannya

(i) persyaratan pre-market dan post-market

(ii) kontrol atas bahan (daftar negatif, expert commitee, laporan MESKOS dll)
(iii) persyaratan pelabelan
Pelabelan yang memadai produk kosmetikal harus memastikan berikut rincian pada
label. Pelabelan Akurat termasuk penempatan yang jelas pada label produk
identitasnya, nama dan alamat pembuatan atau distributor nomor batch, isi nominal
atau kuantitas produk yang terkandung di dalamnya (berat atau volume), bahan-bahan
yang tercantum dalam urutan peringkat menggunakan nomenklatur khusus dan bahan
lainnya, jelas membedakan bahan aktif dan bahan lainnya, tanggal daya tahan
minimal jika kurang dari 30 bulan, periode setelah pembukaan jika daya tahan
melebihi 30 bulan. Pencegahan dan petunjuk penggunaan: Semua peringatan
keamanan yang terkait dengan penggunaan produk harus ditempatkan secara
mencolok pada label fungsi Produk, ingredient label dalam nomenklatur internasional
bahan kosmetik (INCI)

(iv) persyaratan pengujian dan keamanan (GMP, penggolongan)


Salah satu persyaratan utama dari Uni Eropa Cosmetics Directive adalah bahwa
produsen harus mempertahankan file informasi tentang produk mereka, termasuk
hasil uji keamanan, data pada setiap efek yang tidak diinginkan dan bukti untuk
klaim tertentu yang dibuat. File-file ini harus dibuat tersedia untuk otoritas
pengawas berdasarkan permintaan, dan memberikan bukti bahwa produsen telah
bertemu mereka bertanggung jawab atas keamanan produk. Tidak ada file
informasi produk tersebut diperlukan di bawah peraturan di pasar utama lainnya,
meskipun di Jepang dan Kanada produsen harus dapat membuktikan keamanan
produk (dan, di Jepang, kemanjurannya) berdasarkan permintaan. Dalam Amerika
Serikat, produsen dapat menempatkan produk di pasar tanpa data keamanan tetapi
seperti produk harus membawa peringatan khusus pada kemasan.

Khusus di Indonesia, setelah harmonisasi ASEAN bidang kosmetika


diberlakukan tahun 2011, apa dampaknya untuk indonesia. Berikan kajian
untuk tantangan dan dampak terkait.
Penerapan skema harmonisasi regulasi kosmetik di kawasan ASEAN telah membawa
dampak yang begitu besar baik bagi industri maupun perdagangan kosmetik di Indonesia.
Kendati memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah sehingga peluang untuk menjadi
produsen kosmetik sangat besar, tetapi kapasitas industri kosmetik dalam negeri belum bisa
mandiri karena sebagian besar bahan baku sintetis yang digunakan sebagai campuran
pembuatan kosmetik masih impor dari luar negeri. Akibatnya, penerapan harmonisasi lebih
banyak menjadi ancaman saat ini bagi eksistensi produsen kosmetik lokal karena persaingan
yang terjadi bukan hanya antar sesama produsen lokal tetapi juga dengan produsen kosmetik
asing. Sebaliknya, dengan penerapan harmonisasi ini konsumen lebih diuntungkan karena
kualitas produk kosmetik yang beredar di pasar semakin terjamin. Oleh karena itu, kini
konsumen tidak perlu merisaukan kandungan berbahaya pada kosmetik yang dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit.
Harmonisasi asean Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis
peredaran kosmetik di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN
Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN
untuk diterapkan di Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu
mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di pasaran (post
market surveillance).
Adapun tujuan Harmonisasi Regulasi Kosmetik tersebut adalah :
1. Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin
keamanan kualitas dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di
ASEAN.
2. Menghapus hambatan perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis
serta memberlakukan satu standar.
3. Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN.
AHCRS itu sebenarnya telah ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10 negara
anggota ASEAN. Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan
mutu, keamanan, dan klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.
Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui
harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi,
produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global.
Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang
wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan
harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011.
Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib
mendaftarkan produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem
pengawasan yang berlaku pun menganut kontrol produk sebelum beredar (pre market
control).
Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan
permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya.
Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik atau ASEAN Harmonized Cosmetics
Regulatory Scheme (AHCRS) ditandatangi oleh 10 negara ASEAN pada tanggal 2
September 2003. Isi dari AHCRS itu sendiri berisi dua schedule, yaitu:
1. ASEAN Mutual Recognition Arrangement of Product Registration Approval for
Cosmetic, yang diterapkan pada tahun 2003-2007.
2. ASEAN Cosmetic Directive (ACD), yang diterapkan mulai 1 Januari 2008 sampai
sekarang.
Setiap produsen kosmetik yang akan memasarkan produknya harus menotifikasikan
produk tersebut terlebih dahulu kepada pemerintah di tiap negara ASEAN dimana produk
tersebut akan dipasarkan
Setiap produsen yang menotifikasi produknya harus menyimpan data mutu dan
keamanan produk (Product Information File) yang siap diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas
pengawas Badan POM RI (atau petugas lain yang berwenang di tiap negara).
Perbedaan yang mendasar dari harmonisasi ASEAN dengan sistem terdahulu (sistem
registrasi) adalah, pada sistem registrasi ada pengawasan sebelum produk beredar (pre market
approval) oleh pemerintah, sedangkan pada harmonisasi ASEAN tidak ada, dan hanya ada
pengawasan setelah beredar (post market surveillance). Alasannya karena dari analisa
penilaian resiko, kosmetik merupakan produk beresiko rendah sepanjang peraturan/regulasi
kosmetik telah dipatuhi oleh produsen.
Hal tersebut menguntungkan produsen karena dapat mempersingkat proses untuk
memperoleh izin edar, karena tidak perlu evaluasi pre market terlebih dahulu, tetapi
konsumen tetap terlindungi karena adanya pengawasan post market berupa sampling dan
pengujian mutu dan keamanan dari Badan POM.
Industri kosmetik dituntut untuk bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan
keamanan produknya, untuk itu perusahaan kosmetik harus memahami semua ketentuan
ACD dan membuat database keamanan bahan dan produknya.
Produk kosmetik yang telah dinotifikasi berdasarkan harmonisasi ASEAN, dapat dilihat
dari nomor izin edarnya.
Nomor izin edar kosmetik (sistem registrasi), terdiri atas 12-14 digit:
2 digit huruf + 10 digit angka + 1-2 digit huruf (opsional, tergantung produk)
CD / CL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 E / L / EL
CD : kosmetik dalam negeri
CL : kosmetik luar negeri (impor)
Angka 1-10 : menunjukkan jenis kosmetik, tahun registrasi, dan nomor urut registrasi
E : kosmetik khusus untuk ekspor
L : kosmetik golongan 2 (resiko tinggi)
Nomor izin edar kosmetik harmonisasi ASEAN, terdiri atas 13 digit:
2 digit huruf + 11 digit angka
CA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
C : kosmetik
A : kode benua (Asia)
Angka 1-11 : kode negara, tahun notifikasi, jenis produk, dan nomor urut notifikasi.
Meskipun sekarang semua produk kosmetik wajib dinotifikasi, tetapi produk kosmetik
yang masih menggunakan nomor izin edar sistem registrasi masih berlaku dan dapat
dipasarkan. Untuk pendaftaran kosmetik baru, tidak digunakan lagi sistem registrasi tetapi
menggunakan sistem notifikasi.
ASEAN Cosmetic Directive (ACD) yaitu peraturan di bidang kosmetik yang menjadi
acuan peraturan bagi Negara ASEAN dalam pengawasan kosmetik yang beredar di ASEAN.
ACD merupakan aturan baku yang terdiri dari:
1. Artikel 1 : Ketentuan Umum
2. Artikel 2 : Definisi dan Ruang Lingkup Produk Kosmetik
3. Artikel 3 : Persyaratan Keamanan
4. Artikel 4 : Daftar Bahan Kosmetik, terdiri dari:
Negative list: daftar bahan yang dilarang
Positive list: daftar bahan yang diizinkan, meliputi: pewarna, pengawet, dan tabir
surya
5. Artikel 5 :
ASEAN Handbook of Cosmetic Ingredient (AHCI). Adalah daftar bahan kosmetik
yang masih diizinkan penggunaannya di Negara ASEAN tertentu, walaupun tidak
termasuk dalam daftar bahan kosmetik ASEAN. Negara anggota dapat menggunakan
bahan kosmetik yang tidak tercantum dalam daftar bahan yang diperbolehkan, dengan
syarat: maksimal digunakan selama 3 tahun harus dilakukan pengawasan terhadap
produk tersebut sebelum 3 tahun, bahan tersebut harus diusulkan untuk dimasukkan
ke dalam AHCI untuk dievaluasi keamanannya.
6. Artikel 6 : Penandaan
Informasi yang harus dicantumkan dalam label adalah:
Nama produk
Cara penggunaan
Daftar bahan yang digunakan
Nama dan alamat perusahaan
Negara produsen
Berat/isi netto
Kode produksi
Tanggal produksi/ tanggal kadaluwarsa
Peringatan, bila ada termasuk pernyataan asal bahan dari hewan.
7. Artikel 7 : Klaim Produk
Klaim didukung dengan data ilmiah dan formulasi dari bentuk sediaan. Penentuan
suatu produk termasuk dalam “kosmetik” atau “obat” didasarkan pada dua factor,
yaitu komposisi dan tujuan penggunaan dari produk tersebut. Klaim yang dimaksud
disini adalah klaim mengenai manfaat kosmetik dan bukan klaim sebagai obat/efek
terapi.
8. Artikel 8 : Product Information File (PIF)
Meliputi data kemanan dan data pendukung untuk komposisi dan pembuatan sesuai
dengan cara pembuatan kosmetik yang baik.
9. Artikel 9 : Metode Analisa
10. Artikel 10 : Pengaturan Institusional
11. Artikel 11 : Kasus Khusus
12. Artikel 12 : Implementasi
13. Aneks (Tambahan): Daftar Kategori Kosmetik
Persyaratan Penandaan Kosmetik ASEAN
Pedoman Klaim Kosmetik ASEAN
Persyaratan Registrasi Produk Kosmetik ASEAN
Persyaratan Impor/Ekspor Produk Kosmetik ASEAN
CPKB ASEAN

Anda mungkin juga menyukai