Anda di halaman 1dari 52

PERBANDINGAN INFORMASI ANATOMIS ANTARA TEKNIK

POTONGAN TALAIRACH LINE DENGAN CORPUS


CALLOSUM LINE PADA MRI BRAIN TUMOR AXIAL T1 WI
DAN T2 FLAIR

Proposal Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana
Terapan Teknik Radiologi

Diajukan oleh :

MUHAMMAD ILHAM SANTOSO


NIM. P1337430214018

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
201
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan memberikan dampak

yang sangat signifikan dalam sistem pencitraan medis terutama pada

organ otak yang menggunakan alat Magnetic Resonance Imaging (MRI).

MRI dapat didefinisikan sebagai penggunaan medan magnet dan

gelombang radio untuk mendapatkan citra matematis yang direkonstruksi.

Citra ini mewakili perbedaan di antara berbagai jaringan pasien dalam

jumlah nukleus dan pada tingkat di mana nukleus ini pulih dari rangsangan

oleh gelombang radio dengan adanya medan magnet. (Kenneth L.

Bontrager, 2014).

Pada prinsipnya hampir seluruh organ tubuh dapat diperiksa pada

MRI, mulai dari kepala sampai kaki. Setiap jaringan mempunyai

karakteristik yang khas pada T1 dan T2, sehingga bila ada perbedaan

intensitas dari jaringan normal, mudah diketahui bahwa hal tersebut adalah

kelainan. Hampir 90% pemeriksaan pada kepala dan vertebra sedangkan

sisanya 10% untuk pemeriksaan organ yang lain (Rasad, 2011).

Salah satu pemeriksaan MRl Brain rutin adalah pada kasus tumor.

Tumor otak adalah suatu lesi ekpansif yang bersifat jinak (benigna)

ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak

kepala (intracranial) atau disumsum tulang belakang (medulla spinalis).

Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer

maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu

1
sendiri disebut tumor otak primer dan berasal dari organ-organ lain seperti

kanker paru, payudara, prostase, ginjal dan lain-lain disebut tumor otak

sekunder (Mayer,sa,2002). Tumor otak adalah sebuah lesi terletak pada

intrakranial yang menempati ruang didalam tengkorak (Bruner and

Suddarti,2002). Tumor otak adalah neoplasma yang berasal dari sel saraf,

neuro ephitelium, saraf cranial, pembuluh darah, kelenjar pineal, hipofisis

(Donna L wong,2002).

Sekuen yang digunakan dalam memeriksa otak untuk MRI otak

khususnya pada kasus Tumor adalah dengan menggunakan teknik

sekuens T1-Weighted Image dan T2-Weighted Image

(Bontrager,2001;Westbrook,1999). T1-Weighted image digunakan untuk

melihat anatomi dari otak sedangkan T2-Weighted image bertujuan untuk

melihat patologi atau kelainan yang terjadi pada daerah otak.

Pada sekuen T1-Weighted Image ini, keadaan anatomi otak

nampak jelas sehingga akan lebih mudah untuk dievaluasi, oleh sebaba itu

sekuen T1-Wheighted Image sangat banyak digunakan untuk menilai

anatomi baik pre maupun post kontras. Pada Sekuen T1-Weighted Image

dapat menampakkan kriteria anatomi otak secara maksimal seperti white

matter, gray matter, sulcus, gyrus, sehingga diharapkan dengan kelima

anatomi tersebut dapat mendeteksi kelainan khususnya yang berkaitan

dengan kelima anatomi tersebut.

Untuk sekuens T2-Weighted Image menggunakan Fast Spin Echo

(FSE) untuk mempersingkat waktu (Westbrook,1999). Namun demikian

tidak seperti semua kelainan atau lesi dapat dideteksi dengan T2-Weighted

Image.Untuk mengatasi hal tersebut maka dalam pemeriksaan MRI otak

2
dikembangkan suatu teknik dari Inversion Recovery yang disebut dengan

(FLAIR) Fluid attenuated inversion recovery. Gambaran diagnostik FLAIR

adalah gambaran diagnostik yang berasal dari pembobotan T2 dengan

penekanan pada sinyal Cerebro Spinal Fluid (CSF).

Dalam pencitraan MRI Otak terdapat beberapa potongan yaitu

axial, sagital dan coronal. Dimana masing masing potongan mempunyai

patokan atau teknik mengiris yang berbeda. Cara mengiris pada beberapa

potongan sangat menentukan dalam mendeteksi kelainan anatomis dari

otak terutama pada bentuk anatomis otak sendiri. Pada saat ini telah

dilakukan beberapa penelitian tentang teknik mengiris pada potonganaxial

otak, akan tetapi masih sangat terbatas (Weiss,2003).

Menurut Moeller (2003) sudut potongan axial pada MRI Otak sejajar

dengan margin dari Corpus Callosum dan telah digunakan sebagai garis

referensi standar pada pemeriksaan MRI Otak di kebanyakan rumah sakit.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Weiss dkk (2003)

disebutkan bahwa pencitraan otak masih banyak varian hasil citra anatomi.

Pada penelitian tersebut Talairach Line menjadi salah satu parameter

standart untuk membuat potongan Axial pada MRI Otak. Talairach Line

adalah garis yang melewati tepi superior anterior komisura dan inferior

posterior komisura, Menurut Weiss dkk (2003) Talairach Line memiliki

keunggulan tersendiri dibandingkan Corpus Callosum karena garis

referensi Talairach adalah pilihan yang jelas dan telah menjadi standar de

facto untuk neurostereotaxis dan studi pencitraan fungsional otak selain itu,

Memilih jalur referensi Talairach memungkinkan cakupan otak lebih efisien

3
dan konsisten daripada yang biasanya diperoleh dengan potongan aksial

konvensional.

Selain kelebihan, menurut Weiss (2003) teknik potongan ini juga

memiliki potensi kekurangan dibandingkan teknik potongan konvensional

seperti referensi Talairach menambahkan kira-kira 15 ° ± 10 ° angulasi ke

bidang aksial magnet. Hal ini dapat menambah tekanan pada sistem

gradien, dan orientasi miring tiga kali mungkin tidak sesuai dengan semua

urutan pulsa.

Dari pengalaman selama dilapangan, peneliti mendapati bahwa

pemeriksaan MRI Otak khususnya dengan kasus tumor merupakan

pemeriksaan yang cukup sering ditemui. Namun pencitraan anatomis MRI

Otak pada potongan axial seringkali diketahui perbedaan pengambilan

teknik mengiris saat pembuatan potongan axial. Sebagai contoh di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung menggunakan teknik

potongan Talairach Line dan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Ken Saras

Semarang menggunakan teknik potongan Corpus Callosum Line.

Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan informasi citra

anatomis antara teknik pemeriksaan MRI Otak pada Kasus Tumor

potongan axial T1-Weighted Image dan T2 FLAIR dengan menggunakan

MRI 1.5 Tesla

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membahas lebih mendalam

dengan latar belakang seperti diatas, dan peneliti ingin menuangkannya

dalam Skripsi dengan judul: “Perbandingan Informasi Anatomis Antara

4
Teknik Potongan Talairach Line Dengan Corpus Callosum Line Pada MRI

Brain Tumor Potongan Axial T1 WI DAN T2 FLAIR”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan informasi citra anatomis antara teknik potongan

Corpus Callosum Line dan Talairach Line pada pemeriksaan MRI otak

dengan kasus Brain Tumor pada potongan axial T1 WI dan T2 Flair ?

2. Manakah informasi anatomis yang lebih baik antara teknik potongan

Corpus Callosum dengan Talairach Line pada pemeriksaan MRI otak

dengan kasus Brain tumor pada potongan axial T1 WI dan T2 Flair ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan informasi citra anatomis antara teknik

potongan Corpus Callosum Line dan Talairach Line pada pemeriksaan

MRI otak dengan kasus Brain Tumor pada potongan axial T2 Flair

2. Untuk mengetahui informasi anatomis yang lebih baik antara teknik

potongan Corpus Callosum dengan Talairach Line pada pemeriksaan

MRI otak dengan kasus Brain tumor pada potongan axial T2 Flair

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Bagi Pembaca

Pembaca dapat memperoleh informasi dan pengetahuan

tentang perbedaan informasi citra anatomis antara teknik potongan

5
Corpus Callosum Line dan Talairach Line pemeriksaan MRI Brain

Tumor dengan potongan axial T2 FLAIR.

b. Bagi Rumah Sakit

Dengan Skripsi ini dapat memberi masukan dan saran yang

berguna bagi rumah sakit, dalam hal ini instalasi Radiologi pada

umumnya dan radiografer pada khususnya mengenai perbedaan

informasi citra anatomis antara teknik potongan Corpus Callosum

Line dan Talairach Line pada pemeriksaan MRI Otak potongan

axial T1-Weighted Image maupun T2 FLAIR sehingga dapat

menghasilkan citra MRI Otak yang optimal.

c. Bagi Akademi

Menambah wawasan bagi akademi dan mahasiswa Program

Studi Sarjana Terapan Teknik Radiologi Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang mengenai perbedaan informasi

citra anatomis antara teknik potongan Corpus Callosum Line dan

Talairach Line pada kasus pemeriksaan MRI Brain Tumor dengan

potongan axial T2 FLAIR.

2. Manfaat Praktis

Untuk menambah informasi, pengetahuan, dan wawasan

mengenai perbedaan informasi citra anatomis antara teknik potongan

Talairach Line dan Corpus Callosum Line pada pemeriksaan MRI Otak

dengan kasus tumor dengan potongan axial T1 WI dan T2 FLAIR

sehingga dapat menghasilkancitra MRI Otak yang optimal. Menambah

wawasan dan pengetahuan peneliti pada khususnya, pembaca pada

umumnya.

6
E. Keaslian Penelitian

1. Sang-Han Choi dkk. (2017) “Anterior Commissure - Posterior

Commissure Revisited”.

Dalam penelitian ini, diungkapkan bahwa Talairach Line adalah

jalur referensi yang dapat direproduksi dan berfungsi sebagai standar

untuk gambar aksial otak manusia. persamaan dengan penelitian ini

adalah melakukan perbandingan teknik untuk menghasilkan suatu citra

anatomi. Perbedan dengan penelitian ini adalah fokus anatomi yang

diteliti hanya khusus pada daerah anterior dan posterior comisurre saja

bukan mencakup seluruh bagian otak dan penggunaan MRI 7 Tesla

2. Brian (2017) “Perbandingan Informasi Anatomis Antara Teknik

Potongan Corpus Callosum Line dan Talairach Line Pada Pemeriksaan

MRI Otak Potongan Axial T1WI”

Dalam penelitian ini di jelaskan bahwa menurut hasil Mean Rank

dari kuisioner yang dibuat menunjukkan bahwa garis referansi

Talairach line pada pemeriksaan MRI Brain normal dengan pesawat

0.3 Tesla memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan

garis referensi Corpus Callosum.

Persamaan dengan penelitian ini adalah membandingkan teknik

potongan corpus callosum line dan talairach line pada pemeriksaan

MRI Otak potongan axial T1WI, Perbedaan dengan penelitian ini

adalah tambahan sekuen T2 FLAIR untuk melihat patologis tumor

dalam otak, perbedaan tempat penelitian serta penggunaan kekuatan

pesawat MRI yang lebih tinggi yaitu 1.5 Tesla.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetik resonansi Imaging adalah suatu teknik penggambaran

penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom

hydrogen. Teknik penggambaran MRI relatif komplek, karena

gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter.

Modalitas MRI tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran

potongan coronal, sagital maupun axial tanpa banyak memanipulasi

tubuh pasien. (Notosiwoyo,2004)

2. Komponen Dasar MRI

a. Magnet Utama

Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet

yang besar, yang mampu menginduksi jaringan atau obyek

sehingga mampu menimbulkan magnetisasi dalam obyek.

Beberapa jenis magnet utama adalah:

1) Permanent Magnet

Gambar 2.1 Permanent Magnets System (Westbrook dan


Kaut, 2011)

8
Permanen magnet dibuat dari bahan-bahan ferromagnetic

yang umum digunakan sebagai pembuat magnet permanen

adalah campuran antara alumunium, nikel, dan kobalt, disebut

juga alnico. Permanen magnet tidak memerlukan listrik.

kadangkala dirancang dengan model terbuka dan sangat umum

digunakan pada pasien-pasien klaustrophobia, obesitas,

ataupun pasien dengan pemeriksaan musculo skeletal dan

teknik intervensional yang sulit dilakukan dengan MRI yang

tertutup (Westbrook dan Kaut, 2011).

2) Resistive Magnet

Gambar 2.2 Resistive Magnets (Westbrook dan Kaut, 2011)

Magnet jenis ini dibangkitkan dengan memberikan arus

listrik melalui kumparan. Resistive magnet lebih ringan

dibandingkan dengan permanen magnet, sementara kuat

medan magnet maksimum yang dihasilkan kurang dari 0,3

Tesla.

9
3) Super Conducting Magnet

Super conducting magnet menggunakan bahan yang

terbuat dari miobium dan titanium. Bahan tersebut akan menjadi

superconductive pada temperatur 4K (Kelvin) dengan

memberikan arus listrik melalui kumparan-kumparan. Untuk

menjaga kemagnetan kumparan harus dalam temperatur yang

sangat dingin. Biasanya digunakan helium cair yang disebut

juga dengan cryogen bath. Kuat medan magnet yang dihasilkan

berkisar antara 0,5-4 Tesla untuk pencitraan diagnostik, dan

lebih dari 9 Tesla untuk penelitian spectroscopic dan high

resolution.

b. Koil Gradien

Gradient Coil masing-masing dipasok oleh setidaknya satu atau

dua buah, amplifier kuat. Sebagai gradien ditetapkan pada suhu

kamar namun gradien dengan daya tinggi mungkin memerlukan

pendingin air. Masing-masing dari tiga komponen set gradien

dapat digerakkan untuk menciptakan kemiringan di bidang

statis di sumbu x, y atau z secara umum.

Kumparan gradien digunakan untuk pengkodean spatal dan

pada pita pencitraan tertentu seperti GMN. Pada gradien echo

sequences juga digunakan untuk rephase spin dan

menghasilkan gema

Namun secara definisi, gradien hanyalah sebuah kemiringan,

dalam hal ini kemiringan sangat linier di medan magnet

10
kekuatan di seluruh volume pencitraan dalam directon

partcular. Untuk memahami bagaimana kekuatan medan

magnetc bisa diubah, kita perlu mempertimbangkan faktor-

faktor yang mengubah kekuatan a

elektromagnet

c. Koil Radio Frekuensi

Frekuensi Koil yang umum digunakan, yaitu koil penerima

dan koil pemancar-penerima (transceiverreceiver coil). Dengan

medan magnet yang tinggi akan lebih efisien menggunakan koil

transceiver jika dibandingkan dengan penggunaan koil penerima

saja, karena koil transceiver hanya membutuhkan energi Radio-

Frekuensi (RF) yang kecil untuk menghasilkan magnetisasi

transversal, sehingga SAR (Specific Absorbtion Rate) terhadap

pasien dapat dikurangi. Koil pemancar berfungsi memancarkan

gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi.

Sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output

dari sistem setelah eksitasi terjadi (Woordward, Peggy, 1995).

Semakin dekat objek terhadap koil, kemampuan koil

menerima sinyal semakin baik. Receive Only Coils, koil jenis ini

hanya menerima sinyal, didesain untuk dapat ditempatkan pada

organ-organ tertentu seperti caudorectal untuk melihat prostat,

rectum, atau uterus. Koil jenis ini disebut juga local coil. Beberapa

jenis koil diantaranya :

11
1) Koil Volume.

Koil Volume dapat menangkap sinyal lebih besar dari jaringan

yang tereksitasi sehingga Signal to Noise Ratio (SNR) menjadi

lebih baik. Koil ini merupakan koil transceiver yang berfungsi

sebagai pemancar sekaligus penerima, digunakan untuk

pemeriksaan kepala, ekstremitas, abdomen, dan pelvis.

2) Koil Permukaan (Surface Coil)

merupakan penguat sinyal yang diterima dan dapat

ditempatkan dekat dengan objek (sumber sinyal). Surface

coiljuga meningkatkan SNR.

3) Koil Linier

merupakan koil yang sensitif terhadap perubahan arah medan

magnet atau perubahan medan magnet sepanjang axis.

4) Koil Kuadrat

merupakan koil yang sensitif terhadap perubahan medan

magnet sepanjang axis ganda. Koil Phased Array, disebut juga

multicoil yang dapat mencakup objek lebih besar tanpa

menimbulkan noise sebagaimana jika digunakan dua koil yang

diletakkan berdekatan.

5) Koil Phased Array

Disebut juga multicoil yang dapat mencakup objek lebih besar

tanpa menimbulkan oise sebagaimana jika digunakan dua koil

yang diletakkan berdekatan.

12
d. Sistem Komputer

Sistem komputer digunakan sebagai pengendali sebagian

besar operasional peralatan MRI. Dengan kelengkapan perangkat

lunaknya, computer mampu melakukan tugas-tugas mulai dari input

data, pemilihan protokol pemeriksaan, pemilihan irisan, mengontrol

seluruh sistem, pengolahan data, penyimpanan data, pengolahan

citra, display citra sampai rekam data.

Gambar 2.3 Instrumen dasar MRI (Westbrook dan Kaut, 2011)

3. Dasar Pencitraan MRI

Atom terdiri atas inti atom dan orbit elektron. Inti atom terdiri atas proton

yang bermuatan +1 dan neutron yang tidak bermuatan. Sedangkan

elektron bermuatan -1. Sedangkan nomor atom menunjukkan jumlah

proton di dalam inti dan massa atom menunjukkan jumlah proton : dan

neutron di dalam inti (Westbrook, 2011).

13
a. Spinning

Spinning (gerakan berputar yang berotasi pada sumbunya)

dari suatu partikel bermuatan yaitu proton akan menghasilkan

momen dipol magnetic yang disebut juga dengan spin. Inti yang

paling banyak mendominasi jaringan tubuh adalah atom hidrogen(1

proton tanpa neutron). Atom hidrogen juga mempunyai momen

dipol magnetic yang kuat sehingga akan menghasilkan konsentrasi

yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal inilah yang

menyebabkan signal atom hidrogen yang dihasilkan lebih besar

(1000x lebih besar dari atom lain daripada yang lainnya), sehingga

atom inilah yang digunakan sebagai sumber signal dalam

pencitraan MRI (Westbrook, 2011).

b. Presesi

Tidak semua proton arahnya paralel dan anti paralel

terhadap medan magnet luar, bahkan mereka berputar dengan

cara tertentu, yang disebut dengan presesi (precession). Frekuensi

presesi adalah kecepatan angular dari presesi proton. Perputaran

pada atom dimana satu putaran dari suatu titik dan kembali ke titik

yang sama disebut Frekuensi Frekuensi presisi tidak konstan,

tergantung kekuatan medan magnet eksternal. Medan magnet luar

semakin kuat maka precessi semakin cepat dan frekuensi semakin

tinggi. Dalam keadaan normal, Spinning proton atom hidrogen

adaiah acak (random). Sehingga tidak menimbulkan magnetisasi

(magnetisasi sama dengan nol).

14
Jika Spinning proton diletakkan dalam medan magnet luar

yang sangat kuat maka akan mengalami precessi, yaitu pergerakan

spin proton yang unik seperti gangsing. Kecepatan atau frekuensi

precessi atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang

diberikan pada jaringan. Semakin besar kuat medan magnet yang

diberikan maka semakin cepat precessi proton. Frekuensi precessi

proton tergantung pada kuat medan magnet disebut dengan

frekuensi larmor.

c. Resonansi.

Resonansi terjadi apabila pada obyek diberikan gangguan

berupa gelombang radio yang mempunyai frekuensi yang sama

dengan frekuensi presisi Larmor obyek. Untuk keperluan klinis,

pembentukan citra didasarkan pada pemanfaatan atom hidrogen

dalam tubuh dengan kata lain agar fenomena resonansi terjadi

gelombang radio (RF) yang diberikan harus mempunyai frekuensi

Larmor yang sama dengan frekuensi larmor hidrogen, yaitu 42,57

MHz/Tesla. Pengaplikasian gelombang radio (RF) yang

menyebabkan resonansi terjadi eksitasi sebagai hasil dari

fenomena resonansi Nett Magnetitation Vector (NMV) menjadi

terotasi dari bidang longitudinal ke bidang transversal xy.

Magnetisasi pada bidang ini dikenal dengan magnetisasi

transversal.

Fenomena terpenting pada pencitraan MRI adalah peristiwa

resonansi magnetik dari suatu Spinning proton yang mengalami

precessi ketika berada pada medan magnet luar yang sangat kuat.

15
Syarat untuk menimbulkan fenomena resonance magnetic ini

adalah dengan menggunakan pulsa RF (yang dipancarkan oleh

suatu coil transmitter) yang sama dengan frekuensi larmor yang

dimiliki oleh proton atom hydrogen dalam tubuh. Dari peristiwa

resonance magnetik ini akan didapatkan signal yang pancarkan

oleh proton atom hidrogen tubuh yang kemudian ditangkap oleh coil

receiver dan selanjutnya signal ini akan diolah oleh komputer

menjadi sebuah citra (Westbrook, 2011).

4. Pembentukan Citra MRI.

Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang

dihasilkan proses magnetisasi atom dalam tubuh pasien. Sinyal yang

dapat diukur adalah sinyal dengan arah vector pada sumbu xy

(transversal). Pemutaran arah vektor magnet jaringan dan

pengambilan sinyalnya dijelaskan dalam rangkaian proses sebagai

berikut:

a. Pulsa Radio Frekuensi (RF)

Pulsa Radio Frekuensi (RF) merupakan gelombang

elektromagnetik yang memiliki frekuensi antara 180 MHz (Bushong,

1996). Pulsa RF akan meresonansi gerakan presesi proton.

Resonansi dapat terjadi apabila besarnya frekuensi RF yang

ditembakkan sama dengan besarnya frekuensi larmor dari atom.

Peristiwa resonansi mengakibatkan Net Magnetization Vector

(NMV) berada Pada bidang transversal. Magnetisasi transversal

akan menginduksi koil penerima sehingga dihasilkan sinyal

16
magnetic resonance (MR), dimana besarnya RF yang akan

ditembakkan ke atom adalah sama dengan frekuensi Larmor atom

tersebut (Westbrook,2011).

b. Waktu Relaksasi Longitudinal (T1) dan Transversal(T2)

Pada waktu pemancaran pulsa RF dihentikan, NMV akan

recovery ke bidang longitudinal sehingga muncul longitudinal

magnetization akibat longitudinal recovery. Seiring dengan itu, NMV

pada bidang transversal akan meluruh sehingga terjadi transversal

decay. Waktu yang dibutuhkan NMV untuk longitudinal recovery

sebesar 63% disebut T1, sedangkan waktu yang dibutuhkan NMV

untuk meluruh hingga 37% dari nilai awalnya disebut T2.

(Woodward,2001)

c. Sinyal FlD

Peristiwa tansversal decay diiringi oleh pelepasan energi

oleh proton ke lingkungan yang dikenal dengan peristiwa free

induction decay (FID). Energi yang dilepaskan proton berupa sinyal

yang selanjutnya ditangkap oleh koil penerima sebagai data awal

proses pembentukan citra.

d. Parameter MRI

1) Time Repetition(TR).

TR adalah rentang waktu yang diperlukan untuk terjadinya

longitudinal magnetization setelah pemancaran RF. TR akan

menentukan banyak sedikitnya relaksasi yang terjadi antara

aplikasi pulsa yang satu dengan aplikasi pulsa berikutnya. TR

yang digunakan dalam MRI bisa dipilih oleh radiografer mulai

17
berkisar 200 ms hingga lebih dari 2000 ms tergantung

pembobotan yang dipilih. T1 kontras baik didapatkan dengan

nilai TR yang pendek karena cukup untuk longitudinal recovery

sedikit jaringan. TR panjang akan menghasilkan nilai kontras

yang baik pada T2 Weigted.

2) Time Echo(TE).

Time Echo (TE) adalah rentang waktu yang dimulai dari

aplikasi RF hingga munculnya echo. Echo dihasilkan dari

aplikasi pulsa RF 90 sampai dengan sinyal terkuat dari aplikasi

rephase pulsa RF 180 saat menginduksi koil. Time Echo

menentukan seberapa banyak decay pada magnetisasi

transversal sebelum sinyal tersebut dibaca. Waktu

TEmempengaruhi waktu relaksasi T2 yang terjadi. Waktu TE

dapat diubah-ubah oleh radiografer tergantung pembobotan

citra yang dikehendaki. Waktu TE berkisar antara 10 ms hingga

lebih dari 80ms

3) Number of Signal Average (NSA).

Number of Signal Average (NSA) atau Number of Exitation

(NEX) adalah nilai yang menunjukkan jumlah pengulangan

pencatatan data selama akuisisi dengan amplitudo dan fase

enkoding yang sama. NEX mengontrol sejumlah data yang

masing-masing disimpan dalam lajur K space. Data tersebut

terdiri dari sinyal dan derau (noise). K space merupakan area

frekuensi spasial dimana sinyal berupa frekuensi yang berasal

dari pasien akan disimpan. (Westbrook,1998). Number of

18
Exitation (NEX) adalah cara yang umum digunakan dalam

meningkatkan Signal to Noise Ratio. Peningkatan NEX berarti

akan menambah sinyal secara linier sehingga menambah NEX

sebesar 2 kali hanya akan menambah SNR sebesar 42 kali,

atau SNR = √ NEX

4) Slice Thickness.

Slice thickness adalah tingkat ketebalan irisan/potongan.

Besarnya slice thickness akan mempengaruhi resolusi spasial

gambar yang dihasilkan. Slice thickness yang tipis akan

menghasilkan resolusi yang baik, namun pada besar FOV yang

sama akan membutuhkan waktu akuisisi data yang lebih lama

(Westbrook dan Kaut,2011).

5) Slice interval.

Slice interval adalah besarnya jarak antar slice. Slice

interval dibutuhkan untuk menghindari cross contamination.

Adanya overlapping RF antar slice dapat mempengaruhi proses

spatial resolusi sehingga dapat menurunkan SNR. Slice interval

yang digunakan adaah 20% dari sice thickness. (Thieme,2003)

6) Field Of View (FOV).

Field Of View (FOV) adalah luas anatomi yang akan

dijadikan gambaran. Menurut Nesseth (2000), FOV adalah

diameter area obyek yang akan direkonstruksi ke dalam

matriks. Besarnya FOV berpengaruh pada scan time kualitas

pencitraan. FOV yang besar akan menghasilkan pixel yang

besar, meningkatkan FOV berarti menurunkan resolusi spasial.

19
7) Flip angle (FA).

Flip angle (FA) adalah sudut yang ditempuh Net

Magnetitation Vector (NMV) pada waktu relaksasi. Nilai FA

akan mempengaruhi kekontrasan gambar, dimana besar

kecilnya dapat dibagi menjadi:

a) Sudut balik kecil (5°-30°), Sudut balik kecil menghasilkan

magnetisasi longitudinal besar setelah aplikasi pulsa RF

sehingga dapat mempersingkat waktu. Sudut kecil juga

menyebabkan magnetisasi transversal bernilai kecil

sehingga komponen steady state kecil pula. Keadaan

seperti ini akan mengurangi pembobotan T2*. Hasil gambar

lebih didominasi oleh pembobotan Proton Density (PD) jika

TR panjang dan TE pendek. Oleh karena itu untuk

memperoleh pembobotan T2GE TR dan TE harus panjang.

b) Sudut balik besar Sudut balik besar (75°-90°), menurut

Hashemi, 1997 dan (700-110“), menurut Westbrook, 1998

akan menghasilkan perbedaan T1 karakteristik dua jaringan

dengan baik. Untuk memperoleh pembobolan T1 maka

perbedaan T1 jaringan harus maksimal dan perbedaan T2

nya harus minimal. Pemulihan penuh (full recovery) harus

dihindari. Hal ini bisa dilakukan dengan mengatur parameter

FA besar, TR dan TE pendek.

c) Sudut balik sedang ( 30° 60°), Jika pada pembobotan T1

memerlukan FA yang besar, maka pada pembobotan T2*

diperoleh dengan peningkatan steady state. Oleh karena itu

20
faktor TR harus dipertimbangkan. Jika TR pendek ( :10

milidetik) makaNMV tidak cukup untuk melakukan peluruhan

magnetisasi transversal sebelum pulsa berikutnya.

Sehingga sisa magnetisasi transversal berkontribusi

terhadap sinyal berikutnya. TR pendek meningkatkan

pembobotan T2GE, sedangkan TE yang pendek akan

mengurangi pembobotan T2GE.

8) Matriks.

Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu

FOV (Field Of View). Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi

gambar, yaitu sisi yang berhubungan dengan jumlah sampel

frekuensi yang diambil, dan sisi yang berhubungan dengan fase

enkoding yang dibentuk. Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti

bahwa ada 256 sampel frekuensi yang diambil selama readout

dan sebanyak 192 fase enkoding yang dibentuk. Banyaknya

sampel frekuensi dan fase enkoding menentukan banyaknya

piksel dalam FOV. Matriks kasar memiliki sedikit piksel dalam

FOV, sedangkan matriks halus berarti banyak piksel dalam

FOV (Westbrook, 2011)

9) Bandwith.

Bandwidth adalah rentang frekuensi yang digunakan untuk

akuisisi data. Lebar bandwidth ditentukan oleh kekuatan

gradien readout dan data sampling rate yang secara khusus

berpengaruh pada sistem MRI. Bandwidth tidak mempengaruhi

21
kekuatan sinyal, tetapi berhubungan erat dengan banyaknya

derau. Jadi SNR dapat dipengaruhi oleh bandwidth.

5. Kontras Citra T1 Weighted Image (T1Wl)

Waktu relaksasi T1 lemak lebih pendek (180 ms) dari pada waktu

relaksasi T1 air (2500 ms), maka recovery lemak akan lebih cepat dan“

pada air sehingga komponen megnetisasi lemak pada bidang

longitudinal lebih besar dari pada magnetisasi longitudinal pada air.

Pada saat aplikasi pulsa RF akan menyebabkan komponen

magnetisasi longitudinal keduanya (lemak dan air) akan menuju bidang

transversal. Karena lemak memiliki komponen magnetisasi longitudinal

yang lebih besar maka komponen megnetisasi tranversal lemak juga

akan lebih besar yang akan tampak terang pada gambar.

Dengan demikian lemak memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi

dan tampak terang pada kontras citra T1. Sebaliknya air akan tampak

lebih dengan intensitas sinyal rendah dan akan tampak gelap pada

kontras T1. Citra demikian itu (lemak tampak terang dan air tampak

gelap) dalam MRI dikenal dengan T1 Wighetd Image (T1Wl) Untuk

menghasilkan kontras citra T1Wl, dipilih parameter wahtu TR yang

pendek (300-600 ms) dan waktu TE yang pendek (10-20ms)

(Westbrook dan Kaut, 2011)

6. T2 FLAIR (Fluid attenuated inversion recovery)

Sekuens ini menghasilkan gambaran diagnostik dari pembobotan

T2 dengan meniadakan intensitas sinyal CSF dengan menggunakan TI

22
(Time Inversion) antara 1800 sampai 2500 dan TE yang panjang.

Dengan meningkatkan nilai TE (Time Echo) sama halnya dengan

meningkatkan pembobotan T2.

Kelemahan dan keunggulan dari T2WI FSE dan FLAIR. Telah

banyak diketemukan melalui beberapa panelitian yang mengkaji lebih

dalam mengenai kedua teknik tersebut. T2WI FSE dapat

menampakkan karakteristik jaringan beserta tumor yang ada

diantaranya dan memiliki waktu akusisi yang relative pendek. T2WI

FSE lebih sensitive dalam mendeteksi adanya kelainan pada daerah

otak. Akan tetapi sekuens T2WI kurang mampu untuk menampakkan

kontras antara gray matter dan white matter. Sementara FLAIR waktu

scanning yang lama.Sekuens FLAIR memiliki keunggulan dalam

memperlihatkan adanya periventricular demyelinating plaques,

memperlihatkan gambaran diagnostik pembobotan T2 tanpa adanya

artefak, mampu mengidentifikasi kelainan seperti subarachnoid

hemorrhage (SAH), Meningoencephalitis and leptomeningeal

metatases (Herskovits, dkk ,2001 ; Galassi, dkk ; 2005, GE Healthcare,

2006 ).

7. Kualitas Gambar

Dalam MRI, ada empat factor-faktor yang mempengaruhi kualitas

gambar, yaitu:

23
a. Signal to Noise Ratio (SNR)

Yang dimaksud dengan SNR adalah perbandingan antara

besarnya amplitudo sinyal dengan amplitudo derau (noise). SNR

dipengaruhi oleh :

1) Densitas Proton daerah yang diperiksa, yaitu semakin tinggi

densitas proton, semakin tinggi nilai SNR-nya

2) Tebal Irisan, yaitu semakin besar ukuran ketebalan irisan atau

potongan akan menghasilkan volume voxel, maka akan

semakin tinggi pula nilai SNR

3) TR, TE, dan Flip angle

4) NEX ganda berarti jumlah data yang tersimpan pada K-Space

juga ganda. Namun karena deraunya acak, yaitu dimana saja

data dicatat, sedangkan sinyalnya tetap, maka NEX ganda

hanya meningkatkan SNR sebesar 1,4.

5) Receive BanaWidth (RBM) Semakin kecil bandwidth, maka

deraunya akan semakin mengecil.

6) Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan

obyek

b. Contrast to Noise Ratio (CNR)

CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling

berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah

yang patologis daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat

ditingkatkan dengan cara:

1) Menggunakan media kontras

2) Menggunakan pembobotan gambar T2

24
3) Memilih magnetization transfer

4) Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral

presaturation Spatial Resolution

c. Spatial Resolution

Besarnya matriks akuisisi mengontrol resolusi citra dan waktu

pencitraan (scan time). Spatial Resolution dapat diperoleh dengan

menentukan jumlah pixel (picture element) atau satuan pembentuk

gambar yang ditampilkan dalam Field Of View (FOV).

Spatial Resolution dapat dilukiskan sebagai berikut,

penggunaan pixel-pixel yang mewakili besarnya frekuensi encoding

mengontrol waktu scan. Resolusi, dalam arah frekuensi encoding

terdapat pada window width yang membaca data jaringan yang

dipilih. Misalnya, banyaknya data yang diambil menentukan

resolusi vertical. Resolution juga berhubungan dengan Signal to

Noise Ratio (SNR). Umumnya, resolusi citra sebanding dengan

pemilihan ukuran jaringan dalam arah frekuensi encoding.

Ukuran matriks pada sumbu frekuensi dapat dipilih dari 256

sampai 64 satuan. Ada banyak cara untuk mempertinggi Spatial

Resolution, salah satunya dengan menggunakan pixel-pixel kecil

yang memiliki suatu matriks pencitraan yang besar, namun nilai

SNR akan berkurang. Hal ini karena besarnya sinyal yang sama

harus diditribusikan keseluruh pixel yang banyak jumlahnya,

sehingga setiap pixel menerima sinyal yang kecil. Makin besar

ukuran matriks maka waktu pengambilan citranya semakin lama.

Pendekatan lainnya adalah bidikan (Zoom) pencitraan.

25
Dengan zoom pencitraan FOV berkurang sehingga volume

jaringan yang lebih kecil ditampilkan dalam pixel-pixel yang banyak,

tetapi SNR menurun. Penambahan permukaan kumparan (coil

suriace)akan menambah efiensi dalam memperbaiki resolusi

spasial tanpa perlu mengorbankan harga SNR. Permukaan

kumparan memberikan sensitivitas yang tinggi terhadap batas

FOV, sedangkan harga SNR tetap dan perbaikan resolusi tercapai

tanpa perlu menambah waktu pencitraan.

Faktor lain yang mempengaruhi Spatial Resolution adalah

ketebalan irisan. lrisan yang tebal cenderung menghasilkan

pembagian volume yang lebih besar, dimana hal ini dapat

menyarankan pembatasan obyek-obyek yang lebih kecil.

Penggunaan irisan tipis dapat mengatasi keadaan tersebut, tetapi

menyebabkan nilai SNR berkurang karena berkurangnya sinyal

pixel. Jadi penambahan ketebalan irisan akan memperoleh SNR

yang Iebih baik dan dapat mencakup suatu volume jaringan yang

besar, tetapi resolusi spatialnya kecil. Sebaliknya irisan yang tipis

memberikan resolusi yang lebih tinggi tetapi volume yang dapat

dicakup lebih kecil.

d. Waktu Pencitraan (scan time)

Waktu pencitraan, dipengaruhi oleh Time Repetition (TR), jumlah

phase encoding (Ny), dan NEX. Sehingga untk mengurangi waktu

dilakukan dengan cara :

1) TR sependek mungkin

2) Matriks yang kasar

26
3) NEX sekecil mungkin

8. Anatomi Otak

a. Anatomi Otak

Kepala terbagi menjadi dua bagian yaitu calvaria (cranium)

dan tulang wajah (face bone). Otak merupakan organ yang

dibentuk dan dilindungi oleh tiga membran yang disebut meninges.

Meninges (selaput otak) Meninges adalah sistem membran yang

melapisi sistem saraf pusat. Meningen tersusun atas unsur

kolagen dan fibril yang elastis serta cairan serebrospinal Meninges

terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu:

1) Durameter

Adalah selaput keras pembungkus otakyang berasal dari

jaringan ikat tebal dan kuat, di bagian tengkorak terdiri dari

selaput tulangtengkorak dan durameter propia dibagian dalam.

Durameter pada tempat tertentu menggandung rongga yang

mengalirkan darah ke vena dari otak, rongga ini dinamakan

sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisphere

otak.

2) Arakhnoid

Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter

dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon yang

berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.

27
3) Piameter

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan

jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui

struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Tepi falx

cerebri membentuk sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan

darah dari falx cerebri. Tentorium memisahkan cerebrum

dengan cerebellum

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena

merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari

saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (cranium)

yag dibungkus oleh selaput otak yang kuat . Secara garis besar

otak dibagi atas 3 bagian :(Faiz and Moffat, 2004)

1) Cerebrum (Otak besar)

Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari

otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas

rongga tengkorak. Pada otak besar ditemukan beberapa

lobus yaitu : lobus frontalis, lobus parietalis, lobus

temporalis , lobus oksipitalis.

2) Cerebellum ( Otak kecil)

Terletak pada bagian bawah dan belakang

tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh tissura

transversalis, dan dibelakang pons varoli.

28
3) Trunkus cerebri( Batang Otak)

Batang otak mempunyai fungsi yang sangat penting

yaitu untuk mengalirkan rangsangan dari otak ke sumsum

tulang belakang dan sebaliknya, seperti mengaturfungsi

hidup. Batang otak terdiri dari :

a) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat

diantara cerebellum dengan mesencefalon.

b) Mesencephalon, atap dari mesencepha/on terdiri atas 4

bagian yang menonjol ke atas, 2 di sebelah atas disebut

corpus quadrigeminus superior dan 2 di sebelah bawah

disebut corpus quadrigeminus inferior.

c) Pans Varoli, bagian yang menghubungkan

mesencefalon dengan pons varoli dan cerebellum,

terletak di depan cerebellum dl antara otak tengah dan

medulla oblongata, disini terdapat premotoksid yang

mengatur gerakan pernapasan dan refleks.

d) Medulla oblongata. Merupakan bagian dari batang otak

yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli

dengan medulla spinalis. Fungsi medulla oblongata,

merupakan organ yang menghantarkan impuls dari

medulla spinalis dan otak .

29
Gambar 2.4. Anatomi otak potongan Axial (n30.com, 2016)

Keterangan :
1. Dura 13. Superior Sagital Sinus
2. Skull 14. Grey Matter
3. Corpus Callosum 15. Gyri
4. Caudate Nucleus 16. Sulci
5. Interior Capsule 17. Thalamus
6. Temporalis Muscle 18. Globus Pallidus
7. Claustrum 19. Putamen
8. External Capsule 20. Column of Formix
9. Third Capsule 21. Lateral Ventricle
10. Caudate Nucleus 22. Septum Pellucidum
11. Lateral Ventricle 23. Falx Cerebri
12. White Matter

Otak mempunyai empat sistem ventrikel, yaitu dua ventrikel

yang ada di daerah superior cavities, yaitu right dan left lateral

ventricles. Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh septum pellucidum.

Kemudian ada dua buah ventrikel lagi yaitu third ventricles dan

fourth ventricles. Ventikel lateral dihubungkan oleh foramen

Monroe (foramen interventriculer) dengan ventrikel ketiga.

30
Ventrikel ketiga dihubungkan oleh aquaductus Sylvius dengan

ventrikel keempat.

Gambar 2.5 Potongan Sagital MRI Otak (mrimaster.com, 2013)

Keterangan :

1. Thalamus 7. Pons
2. Grey Matter 8. Hipothalamus
3. Splenium Corpus Callosum 9. Genu Corpus Callosum
4. Cerebellum 10. Caudate Nucleus
5. Fourth Ventricle 11. Lateral Ventricle
6. Cerebral Arthery 12. Body Corpus Callosum

Gambar 2.6 Potongan Axial MRI Brain (mrimaster.com, 2013)

Keterangan :

31
1. Grey Matter 10. Superior Sagital Sinus
2. Frontal Horn Lateral Ventricle 11. Falx Cerebri
3. Putamen 12. White Matter
4. Thalamus 13. Chorodial Vessel
5. Internal Cerebral Veins 14. Internal Cerebral Vein
6. Choloroid Plexus 15. Caudate Nucleus Head
7. Occipital Horn Lateral Ventricle 16. Corpus Callosum
8. Splenium of Corpus Callosum 17. Frontal Sinus
9. Straight Sinus

9. Teknik Potongan Axial MRI Otak

a. Corpus Callosum Line (Moeller dan Reif, 2003)

Corpus Callosum berukuran kira-kira 10 cm dan berbentuk C,

seperti kebanyakan struktur supratentorial, dengan lengkungan

lengkung ke atas yang lembut. Ini menjadi posterior yang lebih

tebal

Gambar 2.7 Corpus Callosum Line (Moeller dan Reif, 2003)

32
b. Talairach Line (Weiss dkk, 2003)

Adalah teknik potongan yang serupa dengan garis orbitomeatal

yang biasa digunakan pada CT maupun MRI, meskipun Talairach

Line biasanya ~ 9 derajat lebih curam daripada garis

orbitomeatal.Ini didefinisikan bahwa Talairach sebagai garis yang

melewati tepi superior commissure anterior (AC) dan tepi inferior

commissure posterior (PC) 1-2. Deskripsi alternatif dan yang

kurang umum yang digunakan oleh Schaltenbrand

menggambarkan garis tengah titik tengah komissure anterior dan

posterior, menghasilkan sudut yang sedikit dangkal 1,3 derajat

Gambar 2.8 Potongan Talairach Line (Weiss dkk, 2003)

10. Prosedur Pemeriksaan MRI Brain (Moeller dan reif, 2003)

a. Persiapan Pasien

1) Minta pasien pergi ke toilet sebelum dimulai pemeriksaan

2) Menjelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien

33
3) Memberikan penyumbat telinga pasien atau pelindung telinga

untuk melindungi pasien dari rasa tidak nyaman yang

diakibatkan oleh pesawat MRI

4) Mintalah pasien untuk mengeluarkan sesuatu yang mengandung

logam (gigi palsu, alat bantu pendengaran, jepit rambut,

perhiasan tubuh, cincin telinga, dll.)

5) Jika perlu letakkan jalur intravena (mis., Investigasi tumor atau

multiple sclerosis)

6) Pastikan pasien sudah mengerti dan mengisi kuesioner (dengan

referensi khusus untuk benda logam)

b. Positioning Pasien

1) Pasien supine isocentre di atas meja pasien

2) Kepala diletakkan di dalam koil diatur lurus sehingga garis inter

pupillary (lPL) paralel dengan meja pemeriksaan, pastikan tidak

ada rotasi dan ushakan pasien tetap rileks serta dibantu dengan

alat fiksasi seperti head streps

3) Emergenzy buzzer diberikan kepada pasien dan dijelaskan

kapan harus digunakan

4) Gerakkan meja ke dalam gantry sehingga pertengahan koil tepat

pada pertengahan magnet

5) Head alignment diatur dengan longitudinal alignment light

berada di mid line dan horizontal alignment light melalui nasion

6) Koil dimasukkan ke dalam gantry kemudian pasien dipastikan

dalam keadaan nyaman.

34
7) Pintu ditutup rapat agar terhindar dari interfensi RF

8) Dibuat Sekuens 1 dan 2 dibuat irisan axial T1WI dan T2WI

SE/FSE dengan medium slices/gap (5 mm/2,5mm) dari foramen

magnum sampai ke permukaan superior otak (vertex). Slices

diatur paralel dengan garis antara anterior ke posterior tepi dan"

Corpus Callosum. Mengacu pada penelitian Weiss (2003) slice

diatur sejajar garis Talairach Line (garis yang menghubungkan

supero anterior commissura dan infero posterior commissural)

image localizer.

9) Sekuens 3 dibuat irisan coronal Flair, dengan medium slices/gap

(5mm/2,5mm) dari cerebellum hingga lobus frontalis.

10) Sekuens 4 dibuat irisan sagital T1WI SE/FSE dengan medium

slices/gap (5 mm/2,5mm) dari temporal lobes kanan sampai

dengan kiri

11) Sekuens 4b dibuat irisan axial PDWI slices diatur paraiei dengan

garis antara anterior ke posterior tepi dari Corpus Callosum.

11. Struktur Karakteristik MRI otak

a. White matter

White matter otak tersusun oleh serabut saraf myelin yang

menghubungkan daerah gray matter dan tersusun oleh unsur air

(70%), protein (10%) dan phospholipid (20%). White matter pada

telencephalon dan diencephalon tampak dalam irisan axial, sagital

dan coronal, kecuali bagian Corpus Callosum dan fomix. Dalam

irisan axial tampak centrum semiovale, cortex gray matter dan

35
lateral ventricle. Sedangkan pada irisan coronal, tampak jalur

serabut white matter mengarah ke inferomedial menuju

intemalcapsuldan Corpus Callosum. Dalam irisan coronal ini juga,

Corpus Callosum terpotong axial sedangkan intemal capsul

dikelilingi oleh basal ganglia dan thalamus dari gray matter. Corpus

Callosum juga tampak dalam irisan sagital. Sedangkan jalur white

matter dalam mid otak dan otak stem, tampak sangat baik dalam

irisan axial. (Woodward dan Freimarck cit. Fatimah, 2008)

b. Gray Matter

Cortex gray matter secara khas berupa konfigurasi gyrus

dapat dilihat dengan MRI dari berbagai irisan. Dalam bagian tengah

otak gray matter dikelilingi oleh white matter sehingga dapat

dengan mudah dikenali. Insula tampak jelas karena adanya kontras

gambaran white matter di bagian medial dan cairan cererebrospinal

dalam tisura sylvii, substantia nigra, red nucleus di bagian lateral

mid otak dan dentate nucleus cerebellum tampak dikelilingi oleh

jalur white matter. Gray matter tersusun dari (80%), Protein (10%)

dan phospholipids (9%).

Secara umum karena white matter memiliki kandungan air

yang lebih sedikit maka waktu relaksasi T1 dan T2 akan lebih cepat

daripada gray matter. Pada T1WI gray matter tampak gambaran

intermediate (abu-abu) yang lebih gelap dari white matter.

Sedangkan pada T2WI gray matter tampak lebih terang dari white

matter.

36
B. KERANGKA TEORI

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI Otak

Sagital Axial Coronal


S a g i t a l

T1WI T2 FLAIR

Talairach Line Corpus Callosum

Informasi Citra MRI Brain

C. HIPOTESIS

Ho : Tidak ada perbedaan informasi citra anatomis antara teknik

potongan Corpus Callosum Line dan Talairach Line pada

pemeriksaan MRI Otak potongan axial T1WI dan T2 FLAIR

Ha : Ada perbedaan informasi citra anatomis antara teknik potongan

Corpus Callosum Line dan Talairach Line pada pemeriksaan MRI

Otak potongan axial T1WI dan T2 FLAIR

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rencana Penelitan

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan

experimen yang bertujuan untuk membandingkan informasi citra

anatomi antara teknik potongan Corpus Callosum Line dan Talairach

Line pada pemeriksaan MRI Brain Tumor potongan axial T1WI dan T2

FLAIR.

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Santo Borromeus Bandung Jawa Barat.

3. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah dua orang Dokter Ahli Radiologi yang

memiliki kompetensi dan berpengalaman lebih dari 5 tahun dalam

memberikan expertise MRI dengan masa kerja yang hampir sama,

yang bertindak sebagai responden dalam menilai informasi citra

anatomis pada gambar MRI hasil ekspertise di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Santo Borromeus Bansung.

38
B. Kerangka Penelitian

Variable Bebas Variable Terikat

Teknik potongan Corpus Informasi anatomi MRI Otak


Callosum Line dan Talairach Line Kasus Tumor Potongan axial
dengan sekuen T1WI dan T2
FLAIR

Variable Kontrol

a. FOV
b. Time Repetition
c. Slice Thickness
d. Interval Gap
e. Matrix
f. NEX

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Teknik potongan Corpus Callosum Line dan Talairach Line dengan

sekuen T1WI dan T2 FLAIR

2. Variabel Terikat

Informasi anatomi MRI Otak Kasus Tumor Potongan axial

3. Variabel kontrol

a. FOV

b. Time Repetition

c. Slice Thickness

d. Interval Gap

e. Matrix

f. NEX

39
D. Populasi dan Sample

a. Populasi

Populasi yang digunakan adalah seluruh citra MRI Brain pada

berbagai varian kasus di RS Santo Borromeus Bandung pada bulan

Januari-Maret.

b. Sample

Sample penelitian ini adalah 2 kelompok sample

berpasangan. Jumlah sample pada penelitian ini mengikuti jumlah

sample yang dikembangkan oleh Roscoe (Sugiyono, 2010), Bahwa

untuk penelitian eksperimen dan kelompok kontrol maka jumlah

anggota sample masing masing antara 10 sampai 20. Maka peneliti

menggunakan 10 Pasien sebagai sample.

E. Definisi Operasional

1. Talairach Line (AC/PC Line)

Talairach Line / Anterior Commissure - Posterior Commissure

(garis AC-PC), juga disebut garis bicommissural, telah diadopsi

sebagai standar yang nyaman oleh komunitas neuroimaging, dan

dalam banyak kasus adalah bidang referensi untuk pencitraan axial

dalam pemindaian sehari-hari. Pembuatan bidang gambar standar

memudahkan perbandingan antardaerah tersebut.

2. Corpus Callosum

Corpus Callosum terletak di dekat pusat otak, struktur ini adalah

bundel terbesar serat saraf yang menghubungkan belahan otak kiri dan

40
kanan, seperti jembatan. Arus lalu lintas di kedua arah, tetapi

kendaraan di atas celah, itu adalah informasi. Corpus Callosum adalah

dekat pusat otak dan ditutupi oleh belahan otak.

3. Informasi citra

Infromasi citraa dalah hasil pengamatan terhadap kualitas

citra.Kualitas citra yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada

Hori,dkk(2003) dengan mengukur secara kualitatif dengan melihat

kejelasan (conspiculity) lesi, ada tidaknya artefak dan kontras citra

secara umum dengan skala pengukuran ordinal.

Pada kuisioner, diberikan skor tertinggi 3 dengan artian “Jelas” bila

informasi citra anatominya tegas, jelas, terang, mudah dilihat oleh

observer. Diberikan nilai 2 “Cukup Jelas” bila informasi citra anatominya

tampak, namun tidak sejelas yang diberiniiai 3, dan diberi skor 1

dengan arti “Tidak Jelas” bila informasi citra kurang jelas atau bahkan

observer sulit menemukan informasi yang dimaksud pada Citra yang

diamati.

4. Field or View(FOV)

Field of View (FOV) adalah luas anatomi yang akan dijadikan

gambaran.FOV adalah diameter area obyek yang akan direkonstruksi

kedalam matriks. Besarnya FOV berpengaruh pada scan time kualitas

pencitraan. FOV yang besar akan menghasilkan pixel yang besar,

meningkatkan FOV berarti menurunkan resolusi spasial.

5. Time Repelition(TR)

TR adalah rentang waktu yang diperlukan untuk terjadinya

longitudinal magnetization setelah pemancaran RF. TR akan

41
menentukan banyak sedikitnya relaksasi yang terjadi antara aplikasi

pulsa yang satu dengan aplikasi pulsa berikutnya.. T1 kontras baik

didapatkan dengan nilai TR yang pendek karena cukup untuk

longitudinal recovery sedikit jaringan. TR yang digunakan pada

sekeuns T1 adalah 400 ms. TR panjang akan menghasilkan nilai

kontras yang baik pada T2 Weighted Image.

6. Number of Signal Average (NSA)

Number of Signal Average (NSA) atau Number of Exitation (NEX)

adalah nilai yang menunjukkan jumlah pengulangan pencatatan data

selama akuisisi dengan amplitudo dan fase enkoding yang sama. NEX

mengontrol sejumlah data yang masing-masing disimpan dalam lajur K

space data tersebut terdiri dari sinyal dan derau (noise). K space

merupakan area frekuensi spasial dimana sinyal berupa frekuensi yang

berasal dari Pasien akan disimpan. NSA yang digunakan dalam MRl

Otak adalah 4

7. Slice Thickness Slice

thickness adalah tingkat ketebalan irisan/potongan. Besarnya slice

thickness akan mempengaruhi resolusi spasial gambar yang

dihasilkan. Slice thickness yang tipis akan menghasilkan resolusi yang

baik, namun pada besar FOV yang sama akan membutuhkan waktu

akuisisi data yang lebih lama. Slice Thickness yang digunakan dalam

MRI Otak adalah 7 mm.

8. Matriks

Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu FOV

(held of view). Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi gambar, yaitu

42
sisi yang berhubungan dengan jumlah sampelf rekuensi yang diambil,

dan sisi yang berhubungan dengan fase enkoding yang dibentuk.

Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti bahwa ada 256 sampel frekuensi

yang diambil selama read out dan sebanyak 192 fase enkoding yang

dibentuk. Banyaknya sampel frekuensi dan fase enkoding menentukan

banyaknya piksel dalam FOV. Matriks kasar memiliki sedikit piksel

dalam FOV, sedangkan matriks halus berarti banyak piksel dalam FOV.

9. lnterval Gap

lnterval gap adalah Jarak antara irisan satu dengan irisan yang

lainya yang digunakan dalam pemeriksaan MRI Otak lnterval Gap yang

digunakan dalam MRI Otak adalah 8 mm.

F. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

a. Pesawat MRI GE 1.5 Tesla

b. Head Coil

c. Strap dan alat bantu fiksasi

d. Ear Plug

e. Selimut

f. Meja kontrol MRI

g. Printer

h. Alat Tulis

i. Kuisioner

43
2. Bahan

Sample yang diambil pada penelitian ini adalah menggunakan

pasien yang memiliki keluhan tumor di otak

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pasien tidak memerlukan persiapan dikarenakan tidak menggunakan

media kontras. Kemudian Pasien datang ke Instalasi Radiologi. Pasien

akan di anamnase dan ditanya oleh radiografer tentang logam yang

tertanam dalam tubuh ada atau tidak. Melepas benda yang

mengandung logam dan mengganti baju dengan baju Pasien yang

telah disediakan. Memberikan penjelasan kepada Pasien bahwa

pemeriksaan MRI membutuhkan waktu yang lama, menimbulkan

suara bising, dan tidak boleh bergerak khususnya pada organ yang

diperiksa selama pemeriksaan.

2. Prosedur Pemeriksaan

a. Persiapan Pemeriksaan

1) Perjanjian satu hari sebelum pemeriksaan.

2) Mengisi lembar prescreening pemeriksaan MRI.

3) Menginstruksikan Pasien untuk mengenakan baju Pasien dan

melepaskan benda-benda yang mengandung logam seperti

gigi palsu, kalung, anting, dan jepit rambut.

4) Memasangkan penutup telinga.

44
5) Memberikan penjelasan kepada Pasien bahwa Pemeriksaan

MRI membutuhkan waktu yang lama, menimbulkan suara

bising, dan tidak boleh bergerakkhususnya pada organ yang

diperiksa selama pemeriksaan.

b. Registrasi Pasien

Mengisi data Pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin,

berat badan, nomor register, jenis pemeriksaan, nama Dokter

pengirim dan nama Dokter radiolog.

c. Positioning Pasien

1) Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan posisi

kepala berada dalam head coil.

2) Kepala disesuaikan sehingga garis inter pupillary pararel

dengan meja pemeriksaan.

3) Pasien diposisikan sehingga arah sinar yang membujur

luruspada midline, dan arah sinar yang horizontal melewati

nasal

4) Tali pengikat dan busa digunakan untuk mencegah

pergerakan.

d. Tahap Pelaksanaan

1) Pada tahap ini diawali dengan pemeriksaan MRI Otak dengan

memilih teknik potongan corpus callosum line dan talairach

line.

2) Pemilihan sekuens pertama yang digunakan pada sekuens

T1 WI

3) Pemilihan sekuen kedua adalah sekuens T2 FLAIR

45
4) Setelah proses scanning selesai, pada hasil citra axial T1 WI

dan T2 FLAIR kemudian di cetak dan kemudian diberikan

kepada responden

5) Mempersiapkan kuisioner yang diberikan pada masing-

masing dokter Spesialis Radiologi.

6) Citra yang telah di cetak satu persatu ditampilkan pada light

case untuk dievaluasi oleh dokter Spesialis Radiologi secara

bergantian.

7) Dokter Spesialis Radiologi diminta untuk meneliti citra

anatomis dari masingmasing Pasien satu persatu, khususnya

untuk melihat kejelasan (conspicuity), ada tidaknya artefact,

serta menilai kontras citra secara umum (keseluruhan).

8) Dalam memberikan penilaian, dokter Spesialis Radiologi

memberikan tanda check list (√) pada kuisioner yang telah

disediakan.

9) Cara penelitiannya adalah dokter Spesialis Radiologi diminta

untuk mengamati masing-masing gambar seobjektif mungkin

dengan memberikan nilai pada kolom yang disediakan sesuai

dengan standar nilai yang telah ditentukan pada checklist

yaitu:

a) Nilai 1 berarti ”tidak jelas”, apabila citra yang diamati tidak

jelas bahkan observer sulit menemukan informasi yang

dimaksud pada citra anatomis yang diamati.dan sedikit

terdapat artefact.

46
b) Nilai 2 berarti ”cukup jelas” diberikan apabila citra

anatomis yang diamati tampak, tetapi dengan bentuk

cukup jelas, batas cukup tegas dan sedikit terdapat

artefact.

c) Nilai 3 untuk radiograf berarti ”Jelas", diberikan apabila

citra anatomis yang diamati tampak jelas, berbatas tegas

dan mudah diliha tdan tidak terdapat artefact.

47
Tabel 3.1 Nilai informasi citra anatomis MRI Otak
Berilah penilaian hasil MRI Otak Potongan Axial T1 WI dan T2
FLAIRdi bawah ini dengan mengisi angka pada kolom kolom
dibawah ini
Sample
1/2/3/4/5/6/7/8/9/10/11/12

Nilai yang diberikan

T2 T2
No Kriteria Anatomi dan Patologis T1 WI T1 WI
FLAIR FLAIR

A B A B A B A B

1 Sulcus

2 Gyrus

3 Cisterna

4 Falx Cerebri

5 Vascular

6 Tumor

Keterangan :
A. Perlakuan A yaitu teknik potongan corpus callosum line
B. Perlakuan B yaitu teknik potongan talairach line pada sekuens

48
H. Pengolahan dan analisis data

1. Pengolahan Data

Mengumpulkan checklist hasil kuisioner penilaian citra anatomi MRI

Otak axial T1WI dan T2 FLAIR dengan teknik corpus callosum dan

talairach line oleh dua orang dokter Spesialis Radiologi

2. Analisis Data

Adapun langkah dalam analisa data adalah sebagai berikut:

a. Hasil data yang telah dikumpulkan dari penilaian responden diuji

dengan statistik Cohen’s Kappa untuk mengetahui tingkat

kesepakatan dari penilaian kedua responden. Kemudian dianalisis

dengan menggunakan uji satistik non parametrik Wilcoxon karena

data berupa ordinal sampel berpasangan untuk pengujian

terhadap hipotesa dan melihat tingkat perbedaan infrcmasi citra

anatomis meliputi : kejelasan organ pada sulcus, gylus, cistema,

falk cerebri, vascular, dan kejelasan patologis tumor.

b. Menganalisa hasil uji statistik. dengan perincian sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui perbedaan informasi citra anatomis MRI

Otak Axial T1Wl dan T2 FLAIR dengan teknik potongan corpus

callosum line dan talairach line, dilakukan analisa tingkat

kepercayaan (level of significance) dengan nilai p value <0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perbedaan

informasi citra anatomis antara teknik potongan corpus

callosum line dan talairach line pada pemeriksaan MRI Otak

potongan axial T1 Weighted image dan T2 FLAIR. Dan bila p

49
value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada

perbedaan informasi citra anatomis antara teknik potongan

corpus callosum line dan talairach line pada pemeriksaan MRI

Otak potongan axial T1Wl dan T2 FLAIR.

2) Untuk mengetahui informasi citra anatomis yang lebih baik MRI

Otak antara teknik potongan corpus callosum line dan talairach

line pada potongan axial T1Wl dan T2 FLAIR menggunakan uji

statistik non parametrik Wiicoxon dengan melihat nilai mean

rank tertinggi merupakan suatu tanda informasi anatomis

optimal.

50
DAFTAR PUSTAKA

Bushong, Stewart C., 1996, Magnetic Resonance Imaging, Physical and


Biological Principles, Second Edition, Mosby, Washington DC.

Weiss, Kenneth L, Hai Pan, Judd Storrs, William Strub, Jane L. Weiss, Li Jia and
Peter Eldevik, 2003, Clinical Brain MR Imaging Prescriptions in Talairach
Space : Technologist-and Computer-Driven Methods Volume 24:922-929,
AJNR Am J Neuroradiol.

Hashemi, H. Ray and Bradley, G. William, 1997, MRI The Basics, Williams &
Wikins Company, USA .

Mitchell, Donald G, 1999, MRI Principles, WB Saunders Company, Philadelphia,


Pennsylvania.

Mulyono Notosiswoyo, Susy Suwati, 2004, Pemanfaatan Magnetic Resonance


Imaging (MRI) Sebagai Sarana Diagnosa Pasien, Media Litbang
Kesehatan Volume XIV Nomor 3.

Westbrook, Catherine, Kaut, Carolyne and John Talbot, 2011, MRI in Practice,
Fourth Edition, Blackwell Science Ltd, United Kingdom.

Woodward, Peggy, and Freimarck, Roger, 1995, MRI fro Technologists, McGraw
Hill, Inc, New York, USA.

51

Anda mungkin juga menyukai