Makalah Gizi Darurat Selesai
Makalah Gizi Darurat Selesai
PENDAHULUAN
Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam
dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian
bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala
keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status gizi korban
bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan
lanjut usia (Kemenkes RI, 2012).
Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah
terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari
aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Salah satu gunung api aktif
yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV
yaitu “Awas”. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi
yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung
Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A.
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan
prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana
transportasi serta fasilitas umum lainnya. "salah satu permasalahan yang sampai saat
ini masih dihadapi dalam upaya penanggulangan bencana terutama untuk memenuhi
kebutuhan dasar bagi masyarakat dan korban bencana adalah kebutuhan pangan,
khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai gizi yang memenuhi standar
minimal terutama pada kelompok rentan akibat rusaknya sarana pelayanan
kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan
sanitasi lingkungan yang buruk (Kemenkes RI, 2012)
1
tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak
lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi
pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui
intervensi sesuai masalah gizi yang ada (Kemenkes RI, 2012)
2
BAB II
PEMBAHASAN
Gunung api Sinabung merupakan gunung api dengan tipe Strato atau berlapis.
Gunung api Sinabung mempunyai ketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut
dan digolongkan dalam tipe B. Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak
tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010.
Pada tanggal 27 Agustus 2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis.
Pada tanggal 29 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB (28 Agustus 2010,
17.15 UTC), gunung Sinabung mengeluarkan lava.Status gunung ini dinaikkan
menjadi Awas. Dua belas ribu warga disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8
lokasi. Abu Gunung Sinabung cenderung meluncur dari arah barat daya menuju
timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu dari Gunung Sinabung. Satu
orang dilaporkan meninggal dunia karena gangguan pernapasan ketika mengungsi
dari rumahnya.
Pada tanggal 3 September, terjadi 2 letusan. Letusan pertama terjadi sekitar pukul
04.45 WIB sedangkan letusan kedua terjadi sekitar pukul 18.00 WIB. Letusan
pertama menyemburkan debu vuklkanis setinggi 3 kilometer. Letuasn kedua terjadi
bersamaan dengan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa hingga 25 kilometer di
sekitar gunung ini.
3
Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, sampai 18 September 2013,
telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal 15 September 2013
dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Pada 17 September 2013,
terjadi 2 letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini melepaskan awan panas dan
abu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya akan peningkatan aktivitas
sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya. Hujan abu mencapai kawasan
Sibolangit dan Berastagi. Tidak ada korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga
pemukiman sekitar terpaksa mengungsi ke kawasan aman.
Akibat peristiwa ini, status Gunung Sinabung dinaikkan ke level 3 menjadi Siaga.
Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29 September
2013 status diturunkan menjadi level 2, Waspada. Namun demikian, aktivitas tidak
berhenti dan kondisinya fluktuatif.
Letusan-letusan terjadi berkali-kali setelah itu, disertai luncuran awan panas sampai
1,5 km. Pada tanggal 20 November 2013 terjadi enam kali letusan sejak dini hari.
Erupsi (letusan) terjadi lagi empat kali pada tanggal 23 November 2013 semenjak
sore, dilanjutkan pada hari berikutnya, sebanyak lima kali. Terbentuk kolom abu
setinggi 8000 m di atas puncak gunung. Akibat rangkaian letusan ini, Kota Medan
yang berjarak 80 km di sebelah timur terkena hujan abu vulkanik. Pada tanggal 24
November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung dinaikkan ke level tertinggi,
level 4 (Awas). Penduduk dari 21 desa dan 2 dusun harus diungsikan.
Status level 4 (Awas) ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014. Guguran
lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari 2014.
Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran
awan panas terus-menerus sampai hari berikutnya. Hal ini memaksa tambahan
warga untuk mengungsi, hingga melebihi 20 ribu orang.
4
Setelah kondisi ini bertahan terus, pada minggu terakhir Januari 2014 kondisi
Gunung Sinabung mulai stabil dan direncanakan pengungsi yang berasal dari luar
radius bahaya (5 km) dapat dipulangkan. Namun demikian, sehari kemudian 14
orang ditemukan tewas dan 3 orang luka-luka terkena luncuran awan panas ketika
sedang mendatangi Desa Suka Meriah, Kecamatan Payung yang berada dalam zona
bahaya I
2.3 Prioritas Yang Harus Diselamatkan Pada Saat Gunung Meletus Sinabung
Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi bencana
adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat dakibatkan adanya
kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi
menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak, ibu yang
sedang mengandung/menyusui, penyandang cacat (disabilitas) dan orang-orang
lanjut usia.
Dibutuhkan data yang akurat berkaitan dengan kondisi pangan dan gizi pengungsi
dan pasca pengungsi. Untuk tujuan ini, cara yang harus dilakukan adalah
pemantauan konsumsi pangan dan status gizi pengungsi dan pasca pengungsi.
Inilah yang dikenal sebagai surveilens gizi.
Tujuan surveilens gizi, antara lain, adalah memantau keadaan konsumsi pangan dan
gizi, mengidentifikasi kelompok yang berpotensi berisiko mengalami masalah gizi
(sistem peringatan dini), mengidentifikasi kecenderungan status gizi korban setiap
waktu, dan memantau hasil intervensi gizi yang sudah dilakukan.
Pemantauan gizi dapat dilakukan melalui survei cepat (rapid survey) di lokasi-
lokasi pengungsian atau di tempat relokasi pengungsi. Pemantauan status gizi
5
dilakukan oleh tenaga gizi atau nutrisionis yang terlibat dalam penanganan bencana
dan pengungsi. Perhatian lebih harus diberikan kepada kelompok umur yang rentan
secara pangan dan gizi, yaitu bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan
yang berusia lanjut.
Indikator yang digunakan dalam pemantauan status gizi bayi dan adalah
perbandingan berat badan terhadap (BB/TB). Indikator ini sensitif untuk
mendeteksi masalah gizi dalam masa singkat. Artinya, kekurangan asupan pangan
dan gizi pada yang terjadi pada masa pengungsian akan tercermin pada berat badan
dikaitkan dengan tinggi badannya.
Sementara itu, untuk ibu hamil dan ibu menyusui, indikator yang digunakan adalah
ukuran lingkar lengan atas (LiLA). Indikator ini mendeteksi risiko ibu menderita
kekurangan energi kronis. Khusus untuk ibu hamil dan ibu menyusui, pemantauan
status gizi lain, seperti kadar Hb untuk mendeteksi apakah ibu mengalami anemia
atau tidak, perlu dilakukan.
Khusus untuk kejadian kasus gizi buruk, pemantauannya dilakukan setiap saat,
sedangkan pemantauan status gizi secara umum dilanjutkan secara berkala satu
bulan sekali sampai keadaan darurat dinyatakan berakhir oleh pihak yang
berwewenang. Upaya ini sangat diperlukan agar dampak gizi buruk pada bayi dan
balita di masa mendatang dapat diminimalisir.
6
- Agenda Kegiatan
- Hasil Kegiatan
Berdasarkan laporan dari Kepala Gudang Logistik, stok pangan masih mencukupi,
namun ditemukan 1 bantuan berupa minuman ringan yang sudah kadaluarsa.
7
- Dukungan Pemberian Makan Bayi dan Anak
Konseling menyusui
Kegiatan konseling menyusui telah dilaksanakan oleh 7 konselor menyusui
yaitu Kristina Butar Butar, SKM (Dinkes Provinsi Sumatera Utara), dr. Sri
Aleniwa Br Ginting, Sp.A (RSU Kabanjahe), dr. Leni Perangin-angin (RSU
Kabanjahe), Simapasari (Dinkes Karo) dan Rosen Br Sembiring, Remona Br
Bangun, Sukmawati Br Ginting (Puskesmas Kabanjahe) pada tanggal 23
Januari 2014 di Pos Pengungsian Paroki, GBKP Kodim dan Mesjid Agung
Kabanjahe.
Peragaan Pengolahan MPASI darurat berbahan biskuit MP-ASI
Pemberian suplementasi gizi : Pemberian suplementasi gizi pada situasi
bencana tetap dilakukan.
1) Bayi 6-11 bulan diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI (warna biru)
dan kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) untuk anak 12-59 bulan
2) Ibu nifas diberikan 2 kapsul vitamin A selama masa nifas
3) Ibu hamil diberikan tablet tambah darah.
Pemeriksaan kesehatan dan pengukuran antropometri di lokasi pengungsian
1) Untuk memantau perkembangan status kesehatan dan gizi kelompok
rawan khususnya balita dan ibu hamil telah dilaksanakan penimbangan
berat badan balita dan pengukuran LiLA ibu hamil di lokasi pengungsian
Paroki, GBKP Kodim dan Mesjid Agung (Data sedang diolah)
2) Hasil pengukuran tersebut, perlu dikonfirmasi dengan indeks
antropometri lainnya yaitu PB/U-TB/U dan BB/PB-BB/TB sehingga
dapat lebih sensitif untuk memantau perkembangan status gizi balita.
2.5 Presentase yang Menderita Sakit Pada Saat Bencana Gunung Meletus
Sinabung
8
conjunctivitis sebanyak 3.248 orang, diare sebanyak 3.448 orang yang rata-rata
terdiri dari balita, hipertensi sebanyak 3573 orang yang terdiri dari orang dewasa
dan lansia, ansietas sebanyak 1.415 orang dan penyakit lainnya 9.966 orang.
Penyakit itu muncul akibat debu vulkanik yang keluar setiap terjadi erupsi, serta
minimnya fasilitas kebutuhan dasar bagi pengungsi seperti mandi, cuci dan kakus
(MCK) yang tidak sesuai dengan jumlah pengungsi.
Untuk menekan dan mencegah jatuhnya korban pasca erupsi, perlu dilakukan
berbagai upaya dari semua sektor termasuk sektor kesehatan. Upaya–upaya
kesehatan dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah. Namun
demikian, upaya yang bertujuan memberikan pelayanan bagi masyarakat korban
bencana dapat terhambat bila berjalan sendiri dan tidak ada hubungan saling
keterkaitan. Oleh karena itu semua upaya yang dilakukan harus dikoordinasikan
agar berjalan sinergi dan memberi dampak yang lebih maksimal bagi korban
bencana. Bencana erupsi Gunung Berapi telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa
dan pengungsi serta kerusakan fasilitas umum. Dampak tersebut membutuhkan
upaya yang terkoordinasi dari semua sektor, termasuk koordinasi di sektor
kesehatan (Imran, 2012).
2.6 Penanganan Gizi Kelompok Rentan Pada Saat Bencana Gunung Meletus
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak
usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.
9
A. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan
Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan
kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus.
Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok
tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi
pada situasi bencana.
Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan
Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut:
10
h. Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan
aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak
i. Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam
pengadaan ransum
11
o Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya
Masyarakat/Non Government Organization (LSM/NGO) kesehatan
memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu
untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi
o Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian,
Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya
yang ada dilokasi bencana
o Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta
o Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki bayi atau
anak yang menderita masalah gizi
3) Kriteria Bayi 0-5 bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu
Formula atau PASI
a. Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan
profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis).
b. Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi
bencana
c. Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI)
d. Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang
menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui
bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya.
12
f. Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling menyusui.
5) Pengelolaan Bantuan Susu Formula Atau Pengganti Air Susu Ibu (Pasi)
a. Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa
bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot pada korban bencana
tidak diperlukan.
b. Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari
Kepala Dinas Kesehatan setempat.
c. Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi
secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan
setempat
d. Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula untuk
menghindari keracunan dan kontaminasi
13
B. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan
1) Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya
menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko
terjadinya diare, infeksi dan keracunan.
2) Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan
dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di
tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan.
3) Pemberian kapsul vitamin A.
4) Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga
yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat
diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah.
Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-
kacangan dan minyak sayur.
Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal dan 17 g
protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energy 500 kkal dan 17 g
protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu makanan
untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel berikut:
Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi
dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI
serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.
Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah
dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan
faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan.
Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau
biskuit.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemantauan status gizi dilakukan oleh tenaga gizi atau nutrisionis yang terlibat
dalam penanganan bencana dan pengungsi. Perhatian lebih harus diberikan
kepada kelompok umur yang rentan secara pangan dan gizi, yaitu bayi, balita,
anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan yang berusia lanjut.
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak
usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.
15
Penanganan pada bayi, beri ASI Ekslusif pada bayi usia 0-6 bulan, beri menu
seimbang pada ibu menyusui, penambahan kalori sebanyak 800 kkal, 600 untuk
produksi ASI 200 untuk aktivitas, jika bayi tidak ada ibunya maka beri susu
formula jangan lupa lihat tanggal kadaluwarsanya, untuk bayi usia > 6 bulan beri
makanan tambahan seperti buah-buahan dan bubur, dan beri kapsul vitamin A
Penanganan pada Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak
300 kkal dan 17 g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energy
500 kkal dan 17 g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari, tablet tambah
darah, dan berikan susu formula untuk ibu ibu hamil untuk penambahan Fe (zat
besi)
Penanganan pada usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi
dan mudah dicerna. Berikan gizi seimbang sesuai dengan kondisi kesehatan
lansia tersebut dengan menanyakan apakah memiliki riwayat penyakit, beri
makanan sesuai umur seperti makanan yang lunak contoh bubur atau biskuit.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sinabung
Buku-pedoman-kegiatan-gizi-dalam-penanggulangan-bencana.pdf
17