Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam
dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian
bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala
keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status gizi korban
bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan
lanjut usia (Kemenkes RI, 2012).

Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah
terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari
aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Salah satu gunung api aktif
yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV
yaitu “Awas”. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi
yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung
Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A.

Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan
prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana
transportasi serta fasilitas umum lainnya. "salah satu permasalahan yang sampai saat
ini masih dihadapi dalam upaya penanggulangan bencana terutama untuk memenuhi
kebutuhan dasar bagi masyarakat dan korban bencana adalah kebutuhan pangan,
khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai gizi yang memenuhi standar
minimal terutama pada kelompok rentan akibat rusaknya sarana pelayanan
kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan
sanitasi lingkungan yang buruk (Kemenkes RI, 2012)

Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan


rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana),
pada situasi bencana, dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap

1
tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak
lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi
pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui
intervensi sesuai masalah gizi yang ada (Kemenkes RI, 2012)

1.2 Rumusan Masalah

1. Dimana letak geografis gunung sinabung?


2. Bagaimana kronologi kejadian gunung meletus sinabung?
3. Siapa prioritas yang harus diselamatkan pada saat gunung meletus sinabung?
4. Bagaimana surveilans gizi pada saat bencana gunung meletus sinabung?
5. Berapa presentase yang menderita sakit akibat terjadinya gunung meletus
sinabung?
6. Bagaimana penanganan gizi kelompok rentan?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui letak geografis gunung sinabung


2. Untuk mengetahui kronologis kejadian gunung meleus sinabung
3. Untuk mengetahui prioritas yang harus diselamatkan saat gunung meletus
sinabung
4. Untuk mengetahui surveilans gizi pada saat bencana gunung meletus sinabung
5. Untuk mengetahui presentase yang menderita sakit akibat terjadinya gunung
meletus sinabung
6. Untuk mengetahui penanganan gizi kelompok rentan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Letak Geografis Gunung Api Sinabung

Gunung sinabung berada di Sumatra Utara tepatnya di kabupaten Karo, Berastagi.


Gunung api Sinabung berada di kecamatan Naman Terandi dimana di bawah
gunung api ini terdapat danau kecil yang bernama danau Laukawar dan bilamana
ada orang yang mau mendaki gunung api Sinabung, danau Laukawar adalah jalan
titik pendakian terdekat.

2.2 Kronologi Kejadian Gunung Meletus Sinabung

Gunung api Sinabung merupakan gunung api dengan tipe Strato atau berlapis.
Gunung api Sinabung mempunyai ketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut
dan digolongkan dalam tipe B. Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak
tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010.

Pada tanggal 27 Agustus 2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis.
Pada tanggal 29 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB (28 Agustus 2010,
17.15 UTC), gunung Sinabung mengeluarkan lava.Status gunung ini dinaikkan
menjadi Awas. Dua belas ribu warga disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8
lokasi. Abu Gunung Sinabung cenderung meluncur dari arah barat daya menuju
timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu dari Gunung Sinabung. Satu
orang dilaporkan meninggal dunia karena gangguan pernapasan ketika mengungsi
dari rumahnya.

Pada tanggal 3 September, terjadi 2 letusan. Letusan pertama terjadi sekitar pukul
04.45 WIB sedangkan letusan kedua terjadi sekitar pukul 18.00 WIB. Letusan
pertama menyemburkan debu vuklkanis setinggi 3 kilometer. Letuasn kedua terjadi
bersamaan dengan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa hingga 25 kilometer di
sekitar gunung ini.

3
Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, sampai 18 September 2013,
telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal 15 September 2013
dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Pada 17 September 2013,
terjadi 2 letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini melepaskan awan panas dan
abu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya akan peningkatan aktivitas
sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya. Hujan abu mencapai kawasan
Sibolangit dan Berastagi. Tidak ada korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga
pemukiman sekitar terpaksa mengungsi ke kawasan aman.

Akibat peristiwa ini, status Gunung Sinabung dinaikkan ke level 3 menjadi Siaga.
Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29 September
2013 status diturunkan menjadi level 2, Waspada. Namun demikian, aktivitas tidak
berhenti dan kondisinya fluktuatif.

Memasuki bulan November, terjadi peningkatan aktivitas dengan letusan-letusan


yang semakin menguat, sehingga pada tanggal 3 November 2013 pukul 03.00
status dinaikkan kembali menjadi Siaga. Pengungsian penduduk di desa-desa
sekitar berjarak 5 km dilakukan.

Letusan-letusan terjadi berkali-kali setelah itu, disertai luncuran awan panas sampai
1,5 km. Pada tanggal 20 November 2013 terjadi enam kali letusan sejak dini hari.
Erupsi (letusan) terjadi lagi empat kali pada tanggal 23 November 2013 semenjak
sore, dilanjutkan pada hari berikutnya, sebanyak lima kali. Terbentuk kolom abu
setinggi 8000 m di atas puncak gunung. Akibat rangkaian letusan ini, Kota Medan
yang berjarak 80 km di sebelah timur terkena hujan abu vulkanik. Pada tanggal 24
November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung dinaikkan ke level tertinggi,
level 4 (Awas). Penduduk dari 21 desa dan 2 dusun harus diungsikan.

Status level 4 (Awas) ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014. Guguran
lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari 2014.
Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran
awan panas terus-menerus sampai hari berikutnya. Hal ini memaksa tambahan
warga untuk mengungsi, hingga melebihi 20 ribu orang.

4
Setelah kondisi ini bertahan terus, pada minggu terakhir Januari 2014 kondisi
Gunung Sinabung mulai stabil dan direncanakan pengungsi yang berasal dari luar
radius bahaya (5 km) dapat dipulangkan. Namun demikian, sehari kemudian 14
orang ditemukan tewas dan 3 orang luka-luka terkena luncuran awan panas ketika
sedang mendatangi Desa Suka Meriah, Kecamatan Payung yang berada dalam zona
bahaya I

Pada tanggal 7 September, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini merupakan


letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif pada tanggal 29 Agustus 2010.
Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu vulkanis ini tersembur
hingga 5.000 meter di udara.

2.3 Prioritas Yang Harus Diselamatkan Pada Saat Gunung Meletus Sinabung

Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi bencana
adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat dakibatkan adanya
kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi
menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak, ibu yang
sedang mengandung/menyusui, penyandang cacat (disabilitas) dan orang-orang
lanjut usia.

2.4 Surveilens Gizi Pada Saat bencana Gunung Meletus Sinabung

Dibutuhkan data yang akurat berkaitan dengan kondisi pangan dan gizi pengungsi
dan pasca pengungsi. Untuk tujuan ini, cara yang harus dilakukan adalah
pemantauan konsumsi pangan dan status gizi pengungsi dan pasca pengungsi.
Inilah yang dikenal sebagai surveilens gizi.

Tujuan surveilens gizi, antara lain, adalah memantau keadaan konsumsi pangan dan
gizi, mengidentifikasi kelompok yang berpotensi berisiko mengalami masalah gizi
(sistem peringatan dini), mengidentifikasi kecenderungan status gizi korban setiap
waktu, dan memantau hasil intervensi gizi yang sudah dilakukan.

Pemantauan gizi dapat dilakukan melalui survei cepat (rapid survey) di lokasi-
lokasi pengungsian atau di tempat relokasi pengungsi. Pemantauan status gizi

5
dilakukan oleh tenaga gizi atau nutrisionis yang terlibat dalam penanganan bencana
dan pengungsi. Perhatian lebih harus diberikan kepada kelompok umur yang rentan
secara pangan dan gizi, yaitu bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan
yang berusia lanjut.

Indikator yang digunakan dalam pemantauan status gizi bayi dan adalah
perbandingan berat badan terhadap (BB/TB). Indikator ini sensitif untuk
mendeteksi masalah gizi dalam masa singkat. Artinya, kekurangan asupan pangan
dan gizi pada yang terjadi pada masa pengungsian akan tercermin pada berat badan
dikaitkan dengan tinggi badannya.

Sementara itu, untuk ibu hamil dan ibu menyusui, indikator yang digunakan adalah
ukuran lingkar lengan atas (LiLA). Indikator ini mendeteksi risiko ibu menderita
kekurangan energi kronis. Khusus untuk ibu hamil dan ibu menyusui, pemantauan
status gizi lain, seperti kadar Hb untuk mendeteksi apakah ibu mengalami anemia
atau tidak, perlu dilakukan.

Khusus untuk kejadian kasus gizi buruk, pemantauannya dilakukan setiap saat,
sedangkan pemantauan status gizi secara umum dilanjutkan secara berkala satu
bulan sekali sampai keadaan darurat dinyatakan berakhir oleh pihak yang
berwewenang. Upaya ini sangat diperlukan agar dampak gizi buruk pada bayi dan
balita di masa mendatang dapat diminimalisir.

Sehubungan dengan kejadian erupsi gunung Sinabung di Kab. Karo Provinsi


Sumatera Utara yang telah berlangsung selama + 4 bulan, Direktorat Bina Gizi
berkoordinasi dengan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan telah melaksanakan
serangkaian kegiatan untuk mendukung penanganan gizi di lokasi pengungsian.
Pada bulan Desember 2013, tim dari Direktorat Bina Gizi telah melakukan
kunjungan ke lokasi bencana untuk memfasilitasi kegiatan gizi di lokasi
pengungsian. Pada bulan Januari 2014, kegiatan dilanjutkan oleh 2 tim.

6
- Agenda Kegiatan

 Melakukan pertemuan koordinasi dengan Kepala Dinas, Kepala Bidang Kesga


dan Kepala Seksi Gizi di Kantor Dinas Kesehatan Kab. Karo untuk
merencanakan kegiatan gizi di lokasi pengungsian.
 Melakukan pengecekan bantuan bahan makanan, penyelenggaraan dapur
umum, pengukuran antropometri dan menyusun jadwal konseling ASI/MP
ASI.
 Melakukan pertemuan koordinasi lanjutan dengan Kepala Dinas, Kepala
Bidang Kesga dan Kepala Seksi Gizi di Kantor Dinas Kesehatan Kab. Karo
untuk menindaklanjuti rencana kegiatan di lokasi pengungsian yang telah
disusun sebelumnya.
 Melakukan pendampingan bagi petugas gizi dari Dinas Kesehatan Karo yang
bertugas di pos kesehatan pada posko pengungsian .

- Hasil Kegiatan

1) Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sampai dengan 21


Januari 2014, jumlah pengungsi telah mencapai 8.967 KK, dengan 28.536 jiwa,
kelompok rawan seperti ibu hamil sebanyak 203 orang, bayi/balita 869 orang
dan Lansia 1.573 orang.
2) Kegiatan gizi yang telah dilakukan di lokasi bencana bertujuan
mempertahankan dan meningkatkan status gizi pengungsi khususnya kelompok
rawan balita dan ibu hamil. Kegiatannya meliputi :
o Pendistribusikan 27 ton MP-ASI dan 3 ton PMT bumil ke lokasi
pengungsian.
o Pemantauan bantuan bahan makanan dan dapur umum

Berdasarkan laporan dari Kepala Gudang Logistik, stok pangan masih mencukupi,
namun ditemukan 1 bantuan berupa minuman ringan yang sudah kadaluarsa.

7
- Dukungan Pemberian Makan Bayi dan Anak
 Konseling menyusui
Kegiatan konseling menyusui telah dilaksanakan oleh 7 konselor menyusui
yaitu Kristina Butar Butar, SKM (Dinkes Provinsi Sumatera Utara), dr. Sri
Aleniwa Br Ginting, Sp.A (RSU Kabanjahe), dr. Leni Perangin-angin (RSU
Kabanjahe), Simapasari (Dinkes Karo) dan Rosen Br Sembiring, Remona Br
Bangun, Sukmawati Br Ginting (Puskesmas Kabanjahe) pada tanggal 23
Januari 2014 di Pos Pengungsian Paroki, GBKP Kodim dan Mesjid Agung
Kabanjahe.
 Peragaan Pengolahan MPASI darurat berbahan biskuit MP-ASI
 Pemberian suplementasi gizi : Pemberian suplementasi gizi pada situasi
bencana tetap dilakukan.
1) Bayi 6-11 bulan diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI (warna biru)
dan kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) untuk anak 12-59 bulan
2) Ibu nifas diberikan 2 kapsul vitamin A selama masa nifas
3) Ibu hamil diberikan tablet tambah darah.
 Pemeriksaan kesehatan dan pengukuran antropometri di lokasi pengungsian
1) Untuk memantau perkembangan status kesehatan dan gizi kelompok
rawan khususnya balita dan ibu hamil telah dilaksanakan penimbangan
berat badan balita dan pengukuran LiLA ibu hamil di lokasi pengungsian
Paroki, GBKP Kodim dan Mesjid Agung (Data sedang diolah)
2) Hasil pengukuran tersebut, perlu dikonfirmasi dengan indeks
antropometri lainnya yaitu PB/U-TB/U dan BB/PB-BB/TB sehingga
dapat lebih sensitif untuk memantau perkembangan status gizi balita.

2.5 Presentase yang Menderita Sakit Pada Saat Bencana Gunung Meletus
Sinabung

Erupsi Gunung Sinabung mempengaruhi status kesehatan pengungsi. Angka


kesakitan meningkat, berdasarkan data pada tanggal 3 November 2013 hingga 7
Februari 2014, jumlah kunjungan di pos kesehatan sebanyak 121.731 orang,
dengan rincian penyakit gastritis sebanyak 22.591 orang yang terdiri dari orang
dewasa dan lansia, ISPA sebanyak 77.000 orang yang terdiri dari bayi dan balita,

8
conjunctivitis sebanyak 3.248 orang, diare sebanyak 3.448 orang yang rata-rata
terdiri dari balita, hipertensi sebanyak 3573 orang yang terdiri dari orang dewasa
dan lansia, ansietas sebanyak 1.415 orang dan penyakit lainnya 9.966 orang.
Penyakit itu muncul akibat debu vulkanik yang keluar setiap terjadi erupsi, serta
minimnya fasilitas kebutuhan dasar bagi pengungsi seperti mandi, cuci dan kakus
(MCK) yang tidak sesuai dengan jumlah pengungsi.

Untuk menekan dan mencegah jatuhnya korban pasca erupsi, perlu dilakukan
berbagai upaya dari semua sektor termasuk sektor kesehatan. Upaya–upaya
kesehatan dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah. Namun
demikian, upaya yang bertujuan memberikan pelayanan bagi masyarakat korban
bencana dapat terhambat bila berjalan sendiri dan tidak ada hubungan saling
keterkaitan. Oleh karena itu semua upaya yang dilakukan harus dikoordinasikan
agar berjalan sinergi dan memberi dampak yang lebih maksimal bagi korban
bencana. Bencana erupsi Gunung Berapi telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa
dan pengungsi serta kerusakan fasilitas umum. Dampak tersebut membutuhkan
upaya yang terkoordinasi dari semua sektor, termasuk koordinasi di sektor
kesehatan (Imran, 2012).

Banyak sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana Gunung Sinabung


termasuk yang berhubungan dengan kesehatan korban bencana. Oleh karenanya
penanganan kesehatan pada saat bencana haruslah memperhatikan koordinasi lintas
sektoral yang terkait. Sektor tersebut diantaranya Dinas Kesehatan Kabupaten
Karo, Dinas Kesehatan Propinsi, Kementerian Kesehatan melalui Pusat
Penanggulangan Krisis dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
sebagai komando tanggap darurat.

2.6 Penanganan Gizi Kelompok Rentan Pada Saat Bencana Gunung Meletus

Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak
usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.

9
A. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan

Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan
kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus.
Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok
tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi
pada situasi bencana.

Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali


lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian
terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh
karena itu penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi
bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.

Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan
Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut:

1) Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)


a. Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap diberikan pada
situasi bencana
b. PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam situasi bencana
c. PMBA dalam situasi bencana harus dilakukan dengan benar dan tepat
waktu
d. Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah yang dibantu
oleh Dinas Kesehatan setempat yang mempunyai tenaga terlatih
penyelenggara PMBA dalam situasi bencana
e. Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau keterbatasan
tenaga pelaksana PMBA dalam situasi bencana, dapat meminta bantuan
tenaga dari Dinas Kesehatan lainnya
f. PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan ibu, bayi dan
anak
g. Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat untuk
mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak termasuk bayi dan anak
piatu

10
h. Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan
aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak
i. Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam
pengadaan ransum

2) Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana


a. Penilaian Cepat

Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut:

o Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah


dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu
o Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat awal fase
pertama sebagai bagian dari menghitung kebutuhan gizi
o Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang terlibat dalam
penanganan bencana
o Penilaian cepat dilakukan dengan mencatat, mengolah dan
melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi
dan anak termasuk bayi piatu
o Instrumen penilaian cepat meliputi:
- Profil penduduk terutama kelompok rentan dan anak yang
kehilangan keluarga
- Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasuk pemberian ASI
Eksklusif dan MP-ASI serta bayi piatu
- Keberadaan susu formula, botol dan dot
- Data ASI Eksklusif dan MP-ASI sebelum bencana
- Risiko keamanan pada ibu dan anak

Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan informasi, dilakukan


pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari analisis
faktor risiko penyebab masalah gizi dalam situasi bencana.

b. Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA


o Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di pengungsian

11
o Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya
Masyarakat/Non Government Organization (LSM/NGO) kesehatan
memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu
untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi
o Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian,
Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya
yang ada dilokasi bencana
o Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta
o Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki bayi atau
anak yang menderita masalah gizi

3) Kriteria Bayi 0-5 bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu
Formula atau PASI
a. Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan
profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis).
b. Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi
bencana
c. Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI)
d. Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang
menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui
bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya.

4) Cara Penyiapan Dan Pemberian Susu Formula


a. Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun
b. Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, mencuci alat
dengan menggunakan sabun
c. Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan
menyimpannya dengan benar
d. Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan menakar
menggunakan botol susu)
e. Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan air bersih, jika
memungkinkan gunakan air minum dalam kemasan.

12
f. Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling menyusui.

5) Pengelolaan Bantuan Susu Formula Atau Pengganti Air Susu Ibu (Pasi)
a. Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa
bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot pada korban bencana
tidak diperlukan.
b. Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari
Kepala Dinas Kesehatan setempat.
c. Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi
secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan
setempat
d. Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula untuk
menghindari keracunan dan kontaminasi

Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan

 Baduta tetap diberi ASI


 Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan atau
makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan
 Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang
mempunyai nilai gizi tinggi.
 Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6-11
bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59
bulan “ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah
pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut
tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A”.
 Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan
 Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat
pengungsian

13
B. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan
1) Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya
menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko
terjadinya diare, infeksi dan keracunan.
2) Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan
dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di
tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan.
3) Pemberian kapsul vitamin A.
4) Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga
yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat
diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah.
Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-
kacangan dan minyak sayur.

C. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui

Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal dan 17 g
protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energy 500 kkal dan 17 g
protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu makanan
untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel berikut:

Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi
dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI
serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.

D. Penanganan Gizi Lanjut Usia

Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah
dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan
faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan.
Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau
biskuit.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Gunung sinabung berada di Sumatra Utara tepatnya di kabupaten Karo,


Berastagi. Gunung api Sinabung berada di kecamatan Naman Terandi.
Surveilans Gizi yaitu Cara yang harus dilakukan adalah pemantauan konsumsi
pangan dan status gizi pengungsi dan pasca pengungsi. Inilah yang dikenal
sebagai surveilens gizi.

 Pemantauan status gizi dilakukan oleh tenaga gizi atau nutrisionis yang terlibat
dalam penanganan bencana dan pengungsi. Perhatian lebih harus diberikan
kepada kelompok umur yang rentan secara pangan dan gizi, yaitu bayi, balita,
anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan yang berusia lanjut.

 Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sampai dengan 21


Januari 2014, jumlah pengungsi telah mencapai 8.967 KK, dengan 28.536 jiwa,
kelompok rawan seperti ibu hamil sebanyak 203 orang, bayi/balita 869 orang
dan Lansia 1.573 orang.

 Erupsi Gunung Sinabung mempengaruhi status kesehatan pengungsi. Angka


kesakitan meningkat, berdasarkan data pada tanggal 3 November 2013 hingga 7
Februari 2014, jumlah kunjungan di pos kesehatan sebanyak 121.731 orang,
dengan rincian penyakit gastritis sebanyak 22.591 orang yang terdiri dari orang
dewasa dan lansia, ISPA sebanyak 77.000 orang yang terdiri dari bayi dan
balita, conjunctivitis sebanyak 3.248 orang, diare sebanyak 3.448 orang yang
rata-rata terdiri dari balita, hipertensi sebanyak 3573 orang yang terdiri dari
orang dewasa dan lansia, ansietas sebanyak 1.415 orang dan penyakit lainnya
9.966 orang

 Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak
usia 24-59 bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.

15
 Penanganan pada bayi, beri ASI Ekslusif pada bayi usia 0-6 bulan, beri menu
seimbang pada ibu menyusui, penambahan kalori sebanyak 800 kkal, 600 untuk
produksi ASI 200 untuk aktivitas, jika bayi tidak ada ibunya maka beri susu
formula jangan lupa lihat tanggal kadaluwarsanya, untuk bayi usia > 6 bulan beri
makanan tambahan seperti buah-buahan dan bubur, dan beri kapsul vitamin A

 Penanganan pada Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak
300 kkal dan 17 g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energy
500 kkal dan 17 g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari, tablet tambah
darah, dan berikan susu formula untuk ibu ibu hamil untuk penambahan Fe (zat
besi)

 Penanganan pada usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi
dan mudah dicerna. Berikan gizi seimbang sesuai dengan kondisi kesehatan
lansia tersebut dengan menanyakan apakah memiliki riwayat penyakit, beri
makanan sesuai umur seperti makanan yang lunak contoh bubur atau biskuit.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sinabung

Prof. Dr. Albiner Siagian. “Gizi Darurat Pengungsi Sinabung “.


http://harian.analisadaily.com/opini/news/gizi-darurat-pengungsi-
sinabung/5102/2014/02/10. (diakses tanggal 20 September 2017)

Wicaksono, Kukuh. “Laporan Kunjungan Direktorat Gizi ke Bencana Gunung


Sinabung”.http://gizi.depkes.go.id/laporan-kunjungan-direktorat-gizi-ke-bencana-
gunung-sinabung. (diakses tanggal 20 September 2017)

Buku-pedoman-kegiatan-gizi-dalam-penanggulangan-bencana.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai