STTD PART 1 Pedoman Kapasitas Jalan Indon PDF
STTD PART 1 Pedoman Kapasitas Jalan Indon PDF
DAFTAR ISI
ii
Gambar 16. Hambatan samping sedang.............................................................................. 45
Gambar 17. Hambatan samping tinggi ................................................................................. 45
Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi ..................................................................... 46
Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT ................. 60
Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur......... 60
Gambar 21. DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari DJ ................................... 61
Gambar 22. Contoh alinemen horisontal .............................................................................. 68
iv
PRAKATA
Pedoman kapasitas Jalan Luar Kota ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para
penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di
tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas
jalan, khususnya ruas Jalan Luar Kota.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal ………… di Bandung,
oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga
terkait.
PENDAHULUAN
v
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan ahli transportasi, serta workshop permasalah MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu
lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam
Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi,
2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas. Indonesia menyusun sendiri pedoman perhitungan
kapasitas, dan
3) masih cukup banyak kendaraan-kendaraan fisik.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran dari MKJI'97 tentang kapasitas Jalan Luar Kota yang
selanjutnya akan disebut Pedoman Kapasitas Jalan Luar Kota sebagai bagian dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan kota
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas simpang APILL
6) Kapasitas simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan.
Pemutakhiran perangkat lunak MKJI’97 tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan
terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell
(dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet
tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
vi
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis ruas Jalan Luar Kota untuk desain yang baru,
peningkatan ruas Jalan Luar Kota yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu
lintas ruas Jalan Luar Kota.
vii
Kapasitas Jalan Luar Kota
1. Ruang Lingkup
Manual ini menetapkan ketentuan mengenai perencanaan dan evaluasi ruas Jalan Luar
Kota, meliputi kapasitas jalan (C), dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat
kejenuhan (DJ), waktu tempuh (TT), kecepatan tempuh (V), dan derajat iringan (DI). Pedoman
ini dapat digunakan pada Jalan Luar Kota dengan kelas Jalan Kecil dan Jalan Sedang
dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T.
2. Acuan normatif
Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
arus jam rencana (QJR)
arus lalu lintas yang digunakan untuk (kend./jam) perancangan: QJP = LHRT k
3.2
arus lalu lintas (Q)
jumlah kendaraan bermotor (sering juga disebut volume) yang melalui suatu titik pada jalan
per satuan waktu, dinyatakan dalam kend./jam (Qkend) atau smp/jam (Qsmp) atau LHRT
3.3
bis besar (BB)
bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak gandar 5,0 – 6,0 m
3.4
derajat iringan (DI)
rasio antara arus kendaraan dalam peleton terhadap arus total
3.5
1 dari 84
derajat Kejenuhan (DJ)
rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan
3.6
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan
dengan pengaruhnya kepada kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk
kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0)
3.7
faktor K (k)
faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak
3.8
faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi dari
lebar bahu
3.9
faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar lajur (FCW)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
3.10
faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FCPA)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah (hanya untuk jalan dua
arah tak terbagi)
3.11
faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar lajur (FVW)
penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat lebar lajur
3.12
faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FVSF)
faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping dan lebar
bahu
3.13
faktor penyesuaian kecepatan akibat kelas fungsi jalan (FVFJ)
faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat kelas fungsional jalan (arteri,
kolektor atau lokal) dan guna lahan
3.14
faktor skr (Fskr)
faktor untuk mengubah arus dalam kendaraan campuran menjadi arus ekivalen dalam skr,
untuk analisis kapasitas
3.15
2 dari 84
fungsi jalan (FJ)
fungsi jalan sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Jalan Nomor 38 tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan adalah:
- Jalan Arteri,
- Jalan Kolektor,
- Jalan Lokal, dan
- Jalan Lingkungan
3.16
guna lahan (GL)
pengembangan lahan di sepanjang jalan. Untuk tujuan perhitungan, guna lahan ditentukan
sebagai persentase dari segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk
bangunan
3.17
hambatan samping (HS)
hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu
lintas, misalnya pejalan kaki (bobot = 0,6), penghentian kendaraan umum atau kendaraan
lainnya (bobot = 0,8), kendaraan masuk dan keluar lahan di samping jalan (bobot = 1,0), dan
kendaraan lambat (bobot = 0,4)
3.18
iringan atau peleton (B)
kondisi arus lalu lintas bila kendaraan bergerak beriringan (peleton) dengan kecepatan yang
sama karena tertahan oleh kendaraan yang berjalan paling depan (pimpinan peleton)
CATATAN waktu antara ke depan < 5 detik.
3.19
kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum (skr/jam) yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan
tertentu dalam kondisi tertentu (sebagai contoh: geometrik, lingkungan, lalu lintas dan lain-
lain)
3.20
kapasitas dasar (C0)
kapasitas suatu segmen jalan (skr/jam) untuk suatu set kondisi jalan yang ditentukan
sebelumnya (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan)
3.21
kecepatan arus bebas (VB),km/jam
terdapat dua kondisi kecepatan arus bebas yang dimaksud dalam pedoman ini, yaitu:
- Kecepatan rata-rata teoritis dari arus lalu lintas pada waktu kerapatan mendekati nol
atau sama dengan nol, yaitu tidak ada kendaraan di jalan.
- Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain
(yaitu kecepatan dimana pengemudi mereasa nyaman untuk bergerak pada kondisi
geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen
jalan tanpa lalu lintas lain).
3 dari 84
3.22
kecepatan arus bebas dasar (VBD)
kecepatan arus bebas (km/jam) suatu segmen jalan untuk suatu set kondisi ideal (geometrik,
pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan) yang ditentukan sebelumnya
3.23
kecepatan tempuh (V), km/jam
Kecepatan rata-rata arus lalu lintas
3.24
kelas hambatan samping (KHS)
tabel 4 memuat ketentuan tentang klasifikasi hambatan samping:
3.25
kelas Jarak Pandang (KJP)
jarak pandang adalah jarak maksimum dimana pengemudi (dengan tinggi mata 1,2 m)
mampu melihat kendaraan lain atau suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu (1,3 m).
Kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan persentase dari segmen jalan yang mempunyai
jarak pandang >300 m. Ketentuan kelas jarak pandang adalah ditunjukkan pada Tabel 3.
3.26
kendaraan (kend.)
unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda
4 dari 84
3.27
kendaraan berat menengah (KBM)
kendaraan bermotor dengan dua as, dengan jarak gandar 3,5-5,0 m (termasuk bis kecil, truk
dua gandar dengan enam roda, sesuai klasifikasi kendaraan Bina Marga)
3.28
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 - 3,0 m (termasuk
kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga)
3.29
kendaraan tak bermotor (KTB)
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta
dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). KTB termasuk kendaraan lambat. Catatan:
Dalam manual ini kend. tak bermotor tidak dianggap sebagai unsur lalu lintas tetapi sebagai
unsur hambatan samping
3.30
kerapatan (density)
jumlah kendaraan dalam suatu arus lalu lintas dalam satu kilometer, Kend./Km
3.31
lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
arus (atau Volume) lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus
lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut (365)
3.32
lebar bahu (LB)
lebar bahu (m) di samping jalur jalan, diperuntukkan sebagai ruang untuk kendaraan
berhenti sementara, tidak untuk jalur pejalan kaki, dan dapat digunakan oleh kendaraan
lambat
3.33
lebar bahu efektif (LBE)
lebar bahu (m) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai, setelah dikurangi untuk
penghalang, seperti: pohon, kios samping jalan, dsb.
CATATAN Lihat catatan pada LEBAR JALUR EFEKTIF
Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut:
* Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan) / 2
* Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar)
Bahu hanya digunakan oleh kendaraan dalam kondisi darurat, misalnya menyediakan
keleluasaan bergerak, parkir sementara, berhenti darurat
3.34
lebar lajur (LJ)
lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu
5 dari 84
3.35
lebar jalur efektif (LJE)
lebar jalur (m) yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir
CATATAN Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif.
3.36
median
Bangunan atau ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang ber-
lawanan
3.37
panjang jalan (L)
panjang segmen jalan atau ruas jalan (km)
3.38
pemisahan arah (PA)
pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan sebagai persentase dari arus total
pada masing-masing arah sebagai contoh 60:40
3.39
satuan kendaraan ringan (skr)
satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai kendaraan yang berbeda telah diubah
menjadi arus kendaraan ringan dengan menggunakan ekr
3.40
segmen Jalan Luar Kota
ciri-ciri segmen Jalan Luar Kota adalah tanpa perkembangan yang menerus pada kedua
sisinya, meskipun terdapat perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah
makan, pabrik, atau perkampungan. Kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap
perkembangan yang permanen.
3.41
segmen jalan kota atau semi perkotaan
suatu segmen jalan yang pada satu atau kedua sisinya ada perkembangan yang permanen
dan menerus dan menyeluruh, berupa pengembangan koridor atau lainnya. Jalan, dalam
atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk >100.000jiwa, dan jalan dalam daerah
perkotaan dengan penduduk <100.000jiwa tetapi mempunyai perkembangan samping jalan
yang permanen dan menerus, digolongkan kelompok jalan kota. Indikasi dari daerah
perkotaan atau semi perkotaan adalah arus lalu lintas puncak pagi dan sore umumnya lebih
tinggi dari jam-jam lain, didominasi oleh jenis kendaraan kecil dan sepeda motor dan
persentase truk berat yang kecil, peningkatan arus jam sibuk terlihat cukup signifikan
khususnya perubahan pada arah arus lalu lintas, dan adanya kereb.
3.42
sepeda motor (SM)
6 dari 84
sepeda motor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.43
tipe alinemen jalan
gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan, ditentukan oleh jumlah naik dan turun
(m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang alinemen jalan (lihat Tabel 1)
3.44
tipe jalan
konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, terdapat lima tipe jalan untuk Jalan Luar Kota, yaitu:
- 2 lajur 1 arah (2/1)
- 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2TT)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2T)
- 6 lajur 2 arah terbagi (6/2T)
3.45
tipe medan jalan
penggolongan tipe medan sehubungan dengan topografi daerah yang dilewati jalan,
berdasarkan kemiringan melintang yang tegak lurus pada sumbu segmen jalan (lihat Tabel
2)
Tabel 4. Ketentuan tipe median
3.46
truk besar (TB)
truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua)
< 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.47
7 dari 84
unsur lalu lintas
benda (kendaraan bermotor dan tidak bermotor) atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu
lintas
3.48
waktu antara (headway / h)
waktu (detik) antara dua kendaraan yang berjalan pada satu arah beriringan
3.49
waktu tempuh (TT)
waktu total (jam, menit, atau detik), yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui
suatu panjang jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti
4. Ketentuan
4.1.1 Umum
Pedoman kapasitas ini hanya dapat digunakan untuk tipe jalan dengan karakteristik
geometrik yang sesuai dengan ketetapan dalam pedoman ini. Tipe jalan tersebut sesuai
dengan spesifikasi penyediaan prasarana jalan (Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun
2006 tentang Jalan) dan khususnya Permen PU tentang Persyaratan Teknis Jalan. Pada
MKJI 1997, tipe jalan ini tidak terkait langsung dengan sistem klasifikasi fungsi jalan menurut
Undang-undang nomor 13 tahun 1980 tentang jalan dan Undang-undang nomor 14 tahun
1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah yang mengikutinya
yang berlaku saat itu.
Untuk masing-masing tipe jalan yang ditentukan, cara perhitungan dapat digunakan untuk
Analisis operasional, perencanaan, dan perancangan jalan pada alinemen jalan:
-antara dua simpang dan arus lalu lintas dalam segmen tidak terpengaruh oleh
simpang tersebut, dan
- mempunyai bentuk geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang
seragam (homogen) di seluruh panjang segmen.
Jika karakteristik jalan berubah secara signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas
segmen, sekalipun tidak ada simpang di dekatnya.
8 dari 84
Karakteristik jalan yang penting adalah:
- segmen Jalan Luar Kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari segmen
jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik
dan karakteristik lainnya yang tidak terlalu berbeda; dan
- simpang utamanya tidak terlalu berdekatan.
Panjang segmen dapat mencapai puluhan kilometer, yang penting adalah menetapkan batas
segmen dimana terdapat perubahan karakteristik jalan yang signifikan, walaupun segmen
yang dihasilkan jauh lebih pendek.
Segmen harus berubah jika tipe medan berubah, walaupun karakteristik geometrik, arus lalu
lintas, dan hambatan sampingnya tetap sama. Perubahan kecil pada geometrik jalan,
misalnya lebar jalur lalu lintas berbeda sampai dengan 0,5m, tidak merubah segmen,
terutama jika perubahan kecil tersebut hanya terjadi sedikit.
Pedesaan tidak dianggap sebagai daerah perkotaan, kecuali jika jalan melalui pusat desa
yang mempunyai karakteristik samping jalan sesuai dengan jalan perkotaan/semi perkotaan.
Dalam hal demikian, analisis kapasitas untuk jalan perkotaan dan semi perkotaan harus
digunakan.
Jika Jalan Luar Kota bertemu dengan satu atau lebih simpang, terutama jika simpang
bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang-simpang
tersebut harus diperhitungkan apakah segmen tersebut diakhiri oleh simpang tersebut atau
simpang tersebut dapat diabaikan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut:
- Hitung waktu tempuh, dengan menggunakan prosedur Jalan Luar Kota, seolah-olah
tidak ada gangguan dari simpang-simpang. Lakukan analisis seolah-olah tidak ada
simpang (waktu tempuh tak terganggu).
- Untuk setiap simpang utama sepanjang jalan tersebut, hitung tundaan, dengan
menggunakan prosedur yang sesuai (Lihat Bab lain dari manual ini tentang Simpang
bersinyal dan Simpang tak bersinyal).
- Tambahkan tundaan simpang pada waktu tempuh tak terganggu, untuk mendapatkan
waktu tempuh keseluruhan (dan jika diperlukan, konversikan ke kecepatan rata-rata
dengan membagi jarak keseluruhan (km) dengan waktu tempuh keseluruhan (jam).
9 dari 84
4.1.4.1 Geometrik
- Lebar jalur lalu lintas: bertambahnya lebar jalur lalu lintas dapat meningkatkan
kapasitas.
- Bahu: kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu sedikit meningkat dengan
bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap yang
dekat atau pada tepi jalur lalu lintas.
- Median: median yang baik meningkatkan kapasitas.
- Lengkung vertikal: mempunyai dua pengaruh yaitu 1) makin berbukit suatu jalan
makin lambat kendaraan bergerak khususnya di tanjakan, ini biasanya tidak
diimbangi di turunan, dan 2) puncak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua
pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.
- Lengkung horisontal: jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk
bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus untuk meyakinkan bahwa ban mampu
mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan.
- Jarak pandang: apabila jarak pandang cukup panjang, pergerakan menyalip akan
lebih mudah dilakukan dan kecepatan serta kapasitas menjadi lebih tinggi. Jarak
pandang sebagian besar tergantung dari lengkung vertikal dan lengkung horisontal,
tetapi juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari adanya
tumbuhan, pagar, bangunan, dan lain-lain.
- Pejalan kaki;
- Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain;
- Kendaraan tak bermotor (misal becak, gerobak sampah/dagangan, kereta kuda); dan
- Kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan persil di samping jalan;
10 dari 84
4.1.4.5 Fungsi jalan dan guna lahan
Fungsi jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas, karena mencerminkan sifat
perjalanan yang terjadi di jalan. Pengaruh dari fungsi jalan sehubungan dengan karakteristik
perkembangan guna lahan sepanjang jalan, diterangkan pada Langkah B4.
4.2.1 Pendekatan
Pendekatan menjelaskan tentang Tipe perhitungan, Tingkat Analisis, Periode Analisis,
Analisis untuk Jalan terbagi dan tak terbagi.
11 dari 84
2) Analisis kapasitas atau nilai arus maksimum yang dapat disalurkan pada suatu
kualitas arus lalu lintas tertentu yang dipertahankan;
3) Analisis penetapan lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk menyalurkan
arus lalu lintas tertentu, pada tingkat kinerja yang dapat diterima, sesuai keperluan
perencanaan; dan
4) Perkiraan pengaruh dari suatu perencanaan terhadap kapasitas dan kinerjanya,
misalnya pemasangan median, atau modifikasi lebar bahu.
- Analisis Perancangan:
Sasaran utama perancangan adalah memperkirakan jumlah lajur jalan yang dibutuhkan
untuk menampung suatu perkiraan LHRT. Rincian geometrik serta masukan lainnya
dapat berupa anggapan atau didasarkan pada persyaratan teknis jalan yang berlaku.
Metode yang digunakan dalam analisis operasional dan analisis perencanaan adalah sama,
yang berbeda utamanya adalah dalam rincian masukan dan keluarannya. Metode yang
digunakan dalam analisis perancangan mempunyai latar belakang teoritis yang sama, tetapi
telah sangat disederhanakan karena data masukan terincinya dianggap tidak ada.
Prosedur yang diberikan dalam bab ini juga memungkinkan analisis operasional dikerjakan
pada satu dari dua tipe segmen jalan yang berbeda:
- Segmen alinemen umum: Dalam hal ini segmen digolongkan dalam tipe alinemen
yang menggambarkan kondisi umum lengkung horisontal dan vertikal dari segmen:
datar, bukit atau gunung.
- Segmen Kelandaian khusus: Adalah bagian jalan yang curam dan menerus, dapat
menjadi bagian jalan yang “memperkecil” kapasitas dalam kedua arah, mendaki dan
menurun. Bagian jalan ini dapat tidak diperhitungkan kinerjanya secara penuh apabila
bagian yang curam digolongkan ke dalam tipe alinemen umum. Oleh karena itu,
analisis operasional pada bagian jalan dengan kelandaian khusus dilakukan terpisah.
Prosedur kelandaian khusus pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan 2/2TT karena
tipe jalan yang mengalami masalah terburuk pada kasus kelandaian. Prosedur
menganalisis pengaruh kelandaian jalan sebagai dasar tindakan perbaikan, seperti
pelebaran jalur atau penyediaan suatu lajur pendakian.
Untuk perancangan, di mana arus biasanya diberikan hanya dalam LHRT, telah disiapkan
tabel untuk mengubah arus secara langsung dari LHRT menjadi ukuran kinerja dan
sebaliknya, untuk kondisi tertentu.
12 dari 84
4.2.1.4 Analisis untuk jalan terbagi dan tak terbagi
Untuk jalan tak terbagi, seluruh analisis (selain analisis untuk kelandaian khusus) didasarkan
atas arus total dua arah, menggunakan satu set formulir analisis. Untuk jalan terbagi, analisis
didasarkan pada arus untuk masing-masing arah.
- Kendaraan ringan (KR), meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up dan jeep;
- Kendaraan berat menengah (KBM), meliputi truk dua gandar dan bus kecil;
- Bus besar (BB);
- Truk besar (TB), meliputi truk tiga gandar atau lebih, truk tempelan, dan truk
gandengan; dan
- Sepeda motor
Kendaraan tak bermotor dianggap hambatan samping, dan dimasukkan ke dalam faktor
penyesuaian hambatan samping.
Ekr untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinemen dan arus
lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Ekr sepeda motor ada juga dalam
masalah jalan 2/2TT, tergantung pada lebar efektif jalur lalu lintas. Semua ekr kendaraan
yang berbeda pada alinemen datar, bukit, dan gunung disajikan dalam tabel pada Bagian 3,
Langkah A-3.
Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dimana hubungan
antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan tertentu telah
ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih
sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus ~ 0. Kecepatan arus bebas
kendaraan berat menengah, bus besar, truk besar dan sepeda motor juga diberikan sebagai
rujukan (untuk definisi lihat Bagian 1.3). Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya
adalah 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.
( ) ……………………………………………………..1)
keterangan:
13 dari 84
VB adalah kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
(km/jam)
VBD adalah arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinemen yang
diamati (lihat Bagian 2.4 di bawah, km/jam)
VB,W adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FVB,HS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu
FVB,KFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan. Karena kurangnya lokasi
yang arusnya mendekati kapasitas segmen jalan sendiri (sebagaimana ternyata dari
kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan
menganggap suatu hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan, dan arus (lihat
Bagian 2.3.1). Persamaan umum untuk menentukan kapasitas adalah:
.......................................................................................2)
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)
FCW adalah faktor penyesuaian lebar jalan
FCPA adalah faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCHS adalah faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
...................................................................................................................................3)
Derajat kejenuhan dinyatakan tanpa satuan, dihitung dengan menggunakan arus dan
kapasitas yang masing-masing dinyatakan dalam skr/jam. Derajat kejenuhan digunakan
untuk analisis kinerja lalu lintas berupa kecepatan, sebagaimana dijelaskan dalam prosedur
perhitungan Bagian 3 Langkah D-2, dan untuk perhitungan Derajat Iringan (lihat Bagian
2.2.6.).
14 dari 84
4.2.2.5 Kecepatan tempuh (V)
Ukuran utama kinerja segmen jalan adalah kecepatan tempuh, karena mudah dipahami dan
diukur, dan merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisis
ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang (space mean
speed) dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan:
....................................................................................................................................4)
keterangan:
V adalah kecepatan ruang rata-rata kendaraan ringan (km/jam)
L adalah panjang segmen (km)
TT adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan (jam)
Peleton didefinisikan sebagai gerakan dari kendaraan yang beriringan dengan waktu antara
(gandar depan ke gandar depan dari kendaraan yang di depannya) dari setiap kendaraan,
kecuali kendaraan pertama pada peleton, sebesar < 5 detik. Kendaraan tak bermotor tidak
dianggap sebagai bagian peleton. Derajat iringan adalah fungsi dari Derajat kejenuhan
seperti dijelaskan dalam prosedur perhitungan, Bagian 3 Langkah D-3.
( ) ( )
[ ( ) ] .................................................................................................5)
( ) ( )
[( )
] ....................................................................................................................6)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas (km/jam)
K adalah kerapatan (skr/jam), dihitung sebagai
Kj adalah kerapatan pada saat jalan macet total
K0 adalah kerapatan pada saat kapasitas
L, m adalah konstanta
Untuk jalan 2/2TT, hubungan kecepatan-kerapatan seringkali mendekati linier dan dapat
digambarkan dengan model linier yang sederhana.
Data dari survei lapangan telah dianalisis untuk mendapatkan hubungan khas antara
kecepatan vs kerapatan pada segmen jalan tak terbagi dan jalan terbagi dengan
menggunakan model ini. Kerapatan pada sumbu horisontal telah diganti dengan derajat
kejenuhan, dan sejumlah lengkung telah digambar untuk mewakili beberapa kecepatan arus
bebas agar hubungan tersebut dapat digunakan sebagaimana ditunjukan pada Bagian 3,
Langkah D di bawah.
16 dari 84
Gambar 1. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 4/2T
17 dari 84
Gambar 3. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 2/2TT
18 dari 84
Gambar 5. Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan; (hanya) untuk jalan
2/2TT
Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, pedoman menyajikan hubungan kecepatan arus bebas
sebagai fungsi dari alinemen vertikal yang dinyatakan dalam bentuk naik+turun (m/km) dan
alinemen horisontal yang dinyatakan sebagai lengkung (rad/km).
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk empat lajur
dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi antara 12 sampai dengan 15 meter.
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas yang dipisahkan oleh
median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,00 -
3,75 m.
20 dari 84
(Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan
kendaraan bermotor)
Median Ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50%
Tipe alinemen jalan Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan
Kelas hambatan samping Rendah
Kelas fungsi jalan Jalan arteri
Kelas jarak pandang A
Jalan 6/2T dengan karakteristik umum yang sama sebagaimana diuraikan untuk tipe jalan
4/2T, dapat dianalisis dengan menggunakan pedoman ini.
4.2.5.1 Tujuan
Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna pedoman dalam memilih
penyelesaian masalah-masalah umum dalam perancangan, perencanaan, dan
pengoperasian jalan dengan menyediakan tipe dan denah standar Jalan Luar Kota pada
alinemen datar, bukit, dan gunung serta penerapannya pada berbagai kondisi arus.
Disarankan, untuk perencanaan jalan baru, sebaiknya digunakan analisis biaya siklus hidup
perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu lintas tahun dasar, lihat bagian 2.5.3b.
Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang perencanaan
dan perancangan yang akan diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas
Jalan Luar Kota seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini.
Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan yang sudah ada, saran diberikan dalam
bentuk kinerja lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.5.3c.
Rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan memastikan derajat
kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran mengenai
masalah berikut ini, berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu lintas:
- Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu lintas terhadap kesela-
matan lalu lintas dan asap polusi kendaraan;
- Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan; dan
- Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus.
a) Umum
Dokumen standar jalan Indonesia yang dirujuk di atas menetapkan tipe jalan dan
penampang melintang untuk jalan baru yang tergantung pada faktor-faktor berikut:
Untuk setiap kelas, jalur lalu lintas standar, lebar bahu dan parameter alinemen jalan
dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual ini memperhatikan tipe jalan, rencana
geometrik dan tipe alinemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda
dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas.
Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu
atau beberapa alasan berikut:
22 dari 84
1. Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek
rekayasa setempat.
2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.
3. Untuk memperoleh kinerja lalu lintas tertentu.
4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.
b) Pertimbangan ekonomi
Tipe jalan yang paling ekonomis (bagi jalan umum atau jalan bebas hambatan) ditetapkan
berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan pada Bab 1 Bagian 5.2.1.c.
Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling ekonomis Jalan Luar Kota
yang baru diberikan pada Tabel 7 di bawah sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas
hambatan samping untuk dua hal yang berbeda:
Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun ke 1) yang didapatkan, menentukan penampang
melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau
pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini untuk berbagai tipe
alinemen.
Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk
pembuatan jalan baru
Kondisi Rentang ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 (jam puncak)
Tujuan perencanaan dan analisis operasional untuk peningkatan ruas Jalan Luar Kota,
umumnya berupa perbaikan-perbaikan kecil terhadap geometrik jalan untuk memperta-
hankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 6 sampai dengan Gambar 8
menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus
lalu lintas total (kedua arah) Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung dengan
hambatan samping rendah atau tinggi. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas
masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif
anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas
jalan yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak melampaui derajat
kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana. Lihat juga Bagian 4.2 tentang analisis
kinerja lalu lintas untuk tujuan perancangan.
24 dari 84
Gambar 6. Kinerja pada Jalan Luar Kota pada alinemen datar
25 dari 84
Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit
26 dari 84
Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung
Tingkat kecelakaan lalu lintas untuk Jalan Luar Kota telah diestimasi dari data statistik
kecelakaan di Indonesia seperti telah diterangkan pada Bab I (Pendahuluan). Pengaruh
umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut:
27 dari 84
- Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter
pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit).
- Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu
lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelebaran lajur lalu lintas.
- Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25-
30%.
- Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi
tingkat kecelakaan sebesar 15-20 %.
- Meluruskan tikungan yang tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar
25-60 %.
- Median (pemisah tengah) yang berfungsi memisahkan lalu lintas dua arah, dapat
mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %.
- Median penghalang atau median sempit (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang
untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka
berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
material.
Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan
sebesar faktor ( )
e) Pertimbangan lingkungan
Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berhubungan erat dengan arus lalu lintas dan
kecepatan. Pada arus lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya
kecepatan, sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat arus lalu lintas mendekati kapasitas
(derajat kejenuhan >0,8), kondisi arus tersendat "stop dan jalan" yang disebabkan oleh
kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buang dan juga kebisingan jika
dibandingkan dengan kinerja lalu lintas yang stabil.
Alinemen jalan yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah
emisi gas buangan dan kebisingan.
28 dari 84
- Bahu jalan tidak dipakai oleh pejalan kaki atau kendaraan fisik yang dapat
menghalangi kelancaran arus lalu lintas, sebaiknya difasilitasi diluar bahu jalan untuk
kepentingan keselamatan.
- Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus
dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan
jarak pandang yang terbatas, misalnya di tikungan.
Tabel 10. Ambang arus lalu lintas (tahun ke 1, jam puncak) untuk jalur pendakian pada
kelandaian khusus (umur rencana 23 tahun)
Ambang arus lalu lintas (kend./jam) tahun 1, jam puncak
Panjang
Kelandaian
3% 5% 7%
0,5 km 500 400 300
> 1 km 325 300 300
29 dari 84
Formulir-formulir berikut digunakan untuk perhitungan.
F1-JLK: Data:
- Kondisi umum
- Geometrik jalan
Perhatikan bahwa Langkah B, C dan D (lihat Gambar 9) pada jalan terbagi dikerjakan
terpisah untuk masing-masing arah.
30 dari 84
Gambar 9. Ringkasan prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan
perencanaan
31 dari 84
5. Prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan
Sasaran dari analisis operasional untuk suatu segmen jalan, dengan kondisi geometrik, lalu
lintas, dan lingkungan yang ada saat ini atau yang akan datang/dituju, dapat berupa satu
atau keseluruhan dari:
- penentuan kapasitas;
- penentuan derajat kejenuhan lalu lintas saat ini atau yang akan datang;
- penentuan kecepatan yang berlaku di jalan tersebut (hanya untuk jalan 2/2TT); dan
- penentuan derajat iringan yang akan berlaku di jalan tersebut.
Sasaran utama dari analisis perencanaan adalah untuk menentukan lebar jalan yang diperlu-
kan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang dikehendaki. Ini berarti lebar jalur lalu
lintas atau jumlah lajur, tetapi dapat juga untuk memperkirakan pengaruh dari perubahan
perencanaan, seperti rencana membuat median atau meningkatkan bahu jalan. Prosedur
perhitungan yang digunakan untuk analisis operasional dan untuk perencanaan adalah
sama, dan mengikuti prinsip yang dijelaskan pada Bagian 5.2.
Bab ini memuat instruksi langkah demi langkah yang dikerjakan untuk analisis operasional
atau perencanaan, dengan menggunakan Formulir F1-JLK, F2-JLK, F3-JLK, dan F3-JLK-KK.
Formulir kosong untuk difotokopi diberikan dalam Lampiran.
a) Penentuan segmen
Bagilah jalan dalam segmen-segmen. Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang
jalan yang mempunyai karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya. Titik dimana
karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen. Setiap segmen dianalisis
secara terpisah. Jika beberapa alternatif (keadaan) geometrik sedang diteliti untuk suatu
segmen, masing-masing diberi kode khusus dan dicatat dalam formulir data masukan yang
terpisah (F1-JLK dan F2-JLK). Formulir analisis yang terpisah (F3-JLK dan jika perlu F3-JLK-
KK) juga digunakan untuk masing-masing keadaan. Jika periode waktu terpisah harus
dianalisis, maka nomor terpisah harus diberikan untuk masing-masing keadaan, dan harus
digunakan formulir data masukan dan analisis yang terpisah.
Segmen jalan yang sedang dipelajari harus tidak terpengaruh oleh simpang utama atau
simpang susun yang mungkin mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya.
Segmen dapat dibedakan dalam alinemen biasa (keadaan biasa) dan 'kelandaian khusus',
lihat b) di bawah.
b) Kelandaian khusus
Pada tahap ini harus ditentukan apakah ada bagian jalan yang merupakan kelandaian
khusus yang memerlukan analisis operasional terpisah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat
satu atau lebih kelandaian menerus sepanjang jalan yang menyebabkan masalah kapasitas
atau kinerja yang berat dan di mana perbaikan untuk mengurangi masalah ini sedang
dipertimbangkan (misalnya pelebaran atau penambahan lajur pendakian). Masing-masing
32 dari 84
kelandaian dapat dijadikan segmen terpisah dan masing-masing dianalisis sendiri dengan
prosedur untuk 'analisis kelandaian khusus'. Segmen adalah dari bagian bawah kelandaian
sampai pundaknya. Umumnya, kelandaian khusus tidak kurang dari 400m tetapi tidak
mempunyai batasan panjangnya. Bagaimanapun, segmen kelandaian khusus harus
merupakan tanjakan menerus (turunan pada arah yang berlawanan) yaitu tanpa bagian
datar atau menurun, dan harus mempunyai kelandaian paling sedikit rata-rata 3 persen
untuk seluruh segmen: kelandaian tidak perlu konstan sepanjang seluruh segmennya.
Kelandaian pendek (sampai sekitar 1 km panjang) biasanya hanya akan dianalisis terpisah
jika sangat curam, sedangkan kelandaian yang lebih panjang mungkin memerlukan analisis
terpisah sekalipun kurang curam, karena efek pengurangan kecepatan yang terus menerus,
khususnya pada kendaraan berat.
Meskipun suatu kelandaian curam menyebabkan masalah kapasitas dan kinerja yang
penting, tidaklah digolongkan 'kelandaian khusus' jika satu atau seluruh dari kondisi berikut
berlaku:
- hanya diperlukan analisis perancangan, bukan analisis operasional;
- jika tidak ada niat untuk mempertimbangkan penyesuaian rencana geometrik untuk
mengurangi pengaruh kelandaian;
- jika lengkung horisontal cukup besar untuk menyebabkannya, pada pendapat ahli
menjadi penentu utama tunggal dari kapasitas dan kinerja, bukan kelandaiain.
Dalam hal-hal tersebut di atas segmen tidak dianggap sebagai segmen 'kelandaian khusus'
terpisah dan kelandaian dimasukkan pada analisis umum segmen yang lebih panjang di
mana segmen tersebut merupakan bagiannya, dengan karakteristik kelandaian ditentukan
dari tipe alinemennya.
33 dari 84
5.1.2 Langkah A-2: Kondisi geometrik
Kelas
% segmen dengan jarak pandang
Jarak pandang
minimum 300 m
A > 70%
B
C 30 - 70%
< 30%
Catatan: Jarak pandang berhubungan dengan jarak pandang menyalip yang diukur dari
tinggi mata pengemudi (1,2m) ke tinggi kendaraan penumpang yang datang (1,3m).
c) Alinemen vertikal
Buatlah sketsa penampang vertikal jalan dengan skala memanjang yang sama dengan
alinemen horisontal di atasnya. Tunjukkan kelandaian dalam % jika tersedia. Masukkan
informasi tentang naik+turun total dari segmen (m/km) jika tersedia. Jika segmen
merupakan kelandaian khusus, isikan keterangan tentang kelandaian rata-rata dan panjang
kelandaian.
34 dari 84
d) Tipe alinemen
Tentukan tipe alinemen umum dari Tabel 12 dengan menggunakan informasi tercatat untuk
lengkung horisontal (rad/km) dan naik serta turun vertikal (m/km), dan masukkan hasilnya
dengan melingkari tipe alinemen yang sesuai (datar, bukit, atau gunung) pada formulir.
Jika lengkung horisontal dan nilai naik + turun dari ruas yang diteliti tidak sesuai dengan
penggolongan alinemen umum pada Tabel 12, maka tidak ada tipe alinemen umum yang
dipilih (Tabel 19 akan dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas). Jika data
alinemen tidak ada, gunakan penggolongan tipe medan (Bina Marga) atau pengamatan
visual untuk memilih tipe alinemen umum.
Gambar 10. Gambaran istilah geometrik yang digunakan untuk jalan terbagi
Isikan lebar efektif rata-rata lajur lalu lintas untuk sisi A dan sisi B pada tempat yang tersedia
dalam Tabel di bawah sketsa. Isikan juga lebar bahu efektif W S = lebar rata-rata bahu untuk
jalan dua lajur tak terbagi, W S = jumlah bahu luar dan dalam per arah untuk jalan terbagi dan
WS = jumlah lebar dan bahu kedua sisi untuk jalan satu arah seperti di bawah:
Jalan tak terbagi: WS = (W SA + W SB)/2
Jalan terbagi: Arah 1: WS1 = W SAO + W SAI; Arah 2: WSBO + W SBI
Jalan satu arah: WS = W SA + W SB
35 dari 84
f) Kondisi permukaan jalan
Bahu jalan: Bagian dalam (median) dan luar (sisi jalan) jika jalan terbagi
- Jenis perkerasan
- Beda tinggi rata-rata (perbedaan antara permukaan) antara jalur lalu lintas dan bahu
- Penggunaan bahu digolongkan dalam: dapat digunakan lalu lintas, parkir, atau untuk
berhenti darurat saja.
Petunjuk berikut digunakan untuk penggolongan di bawah:
Lalu lintas: Lebar bahu ≥ 2m dan mempunyai mutu perkerasan yang sama seperti
jalur lalu lintasnya dan tanpa beda tinggi permukaan.
Parkir: Bahu dengan mutu perkerasan lebih rendah atau perkerasan kerikil
dengan lebar ≥ 1,5m dan sedikit beda tinggi permukaan.
Darurat: Bahu dengan permukaan buruk, dan/atau dengan beda tinggi yang
besar terhadap jalur lalu lintas sehingga tidak nyaman untuk masuk. (>
10cm).
Jika bahu mempunyai jenis perkerasan dan pondasi yang sama dengan jalur lalu lintas, dan
tanpa beda tinggi terhadap jalur lalu lintas (lihat pada Kondisi permukaan jalan di bawah),
lebar bahu yang diperkeras harus ditambahkan pada lebar jalur lalu lintas jika menghitung
lebar efektif jalur lalu lintas dalam tabel penampang melintang dalam Formulir F1-JLK.
Secera konsekuen lebar yang sama juga harus dikurangkan dari lebar bahu jika perhitungan
lebar bahu efektif dilakukan dalam tabel yang sama.
Analisis ini menganggap bahwa jalur lalu lintas diperkeras dan dalam kondisi sedang sampai
baik. Oleh karena itu manual ini tidak sesuai untuk meramal kecepatan pada jalan dengan
perkerasan yang buruk (IRI >6), atau untuk jalan kerikil.
Isikan keterangan tentang tindakan pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen
jalan yang dipelajari seperti:
- Batas kecepatan (km/jam);
- Larangan parkir dan berhenti;
- Pembatasan terhadap jenis kendaraan tertentu;
- Pembatasan kendaraan dengan berat dan/atau beban gandar tertentu;
- Alat pengatur lalu lintas/peraturan lainnya.
36 dari 84
Gunakan formulir F2-JLK untuk mencatat dan mengolah data masukan mengenai arus dan
komposisi lalu lintas. Untuk kelandaian khusus, ikuti langsung butir b).
Ekr
Tipe Arus total
alinemen (kend./-
SM
jam) KBM BB TB
37 dari 84
Lebar jalur lalu lintas(m)
< 6m 6 - 8m > 8m
38 dari 84
Gambar 11. Ekr untuk jalan tak terbagi
39 dari 84
Gambar 12. Ekr untuk jalan terbagi
a.3) Hitung parameter arus lalu lintas yang diperlukan untuk analisis
- Hitung nilai arus lalu lintas per jam rencana QJP dalam smp/jam dengan mengalikan
arus dalam kendaraan/jam pada Kolom 2, 4 ,6, 8, dan 10 dengan ekr yang sesuai
pada Baris 1.1 dan 1.2, dan masukkan hasilnya pada Kolom 3, 5, 7, 9, dan 11; Baris
3-5. Hitung arus total dalam skr/jam dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 14.
- Hitung pemisahan arah (SP) sebagai arus total (kend./jam) pada Jurusan 1 pada
Kolom 13 dibagi dengan arus total pada Jurusan 1+2 (kend./jam) pada Kolom yang
sama. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 13 Baris 6. SP = QJP,1/ QJP,1+2
- Hitung faktor satuan kendaraan ringan Fskr = Qskr/Qkend dengan pembagian jumlah
pada Kolom 14 baris 5 dengan jumlah pada Kolom 13, Baris 5. Masukkan hasilnya
ke dalam Kolom 14 Baris 7.
b) Arus dan komposisi lalu lintas untuk kelandaian khusus pada jalan 2/2TT
Gunakan formulir F2-JLK seperti diterangkan di bawah. Data arus lalu lintas per kendaraan
per jam harus tersedia.
b.1) Tentukan emp untuk arah mendaki (arah 1) dan masukkan pada Baris 1.1
- Ekr Kendaraan Ringan (KR) selalu 1,0.
- Ekr Bus Besar (BB) adalah 2,5 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam dan 2,0
untuk keadaan lainnya.
- Gunakan Tabel 16 atau Gambar 13 di bawah untuk menentukan ekr Kendaraan
Berat Menengah (KBM) dan Truk Besar (TB). Jika arus lalu lintas dua arah lebih
besar dari 1.000 kend./jam nilai tersebut dikalikan 0,7.
- Ekr untuk Sepeda Motor (SM) adalah 0,7 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam
dan 0,4 untuk keadaan lainnya.
Gambar 13. Ekr KBM dan TB, pada kelandaian khusus mendaki
41 dari 84
Tabel 16. Ekr KBM dan TB pada kelandaian khusus mendaki
ekr
Panjang Gradient (%)
(km)
3 4 5 6 7
KBM TB KBM TB KBM TB KBM TB KBM TB
0,50 2,00 4,00 3,00 5,00 3,80 6,40 4,50 7,30 5,00 8,00
0,75 2,50 4,60 3,30 6,00 4,20 7,50 4,80 8,60 5,30 9,30
1,00 2,80 5,00 3,50 6,20 4,40 7,60 5,00 8,60 5,40 9,30
1,50 2,80 5,00 3,60 6,20 4,40 7,60 5,00 8,50 5,40 9,10
2,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,40 7,50 4,90 8,30 5,20 8,90
3,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,20 7,50 4,60 8,30 5,00 8,90
4,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,20 7,50 4,60 8,30 5,00 8,90
5,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,20 7,50 4,60 8,30 5,00 8,90
b.2) Tentukan ekr untuk arah menurun (arah 2) dan masukkan pada Baris 1.2
Tentukan ekr untuk arah menurun dari Tabel 13 atau Gambar 11 dengan anggapan
sama seperti untuk alinemen datar.
b.3) Masukkan data arus lalu lintas yang telah digolongkan
Masukkan nilai arus lalu lintas (Q kend./jam) untuk setiap tipe kendaraan kedalam
Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10, Baris 3 arah 1 mendaki, Baris 4 arah 2 menurun.
b.4) Hitung parameter lalu lintas yang diperlukan untuk analisis
Hitung parameter berikut dengan cara yang sama seperti untuk alinemen umum langkah
a.3):
- Nilai arus lalu lintas dalam skr/jam untuk arah 1 (mendaki) dan untuk arah 2 (menu-
run) dimasukkan pada Kolom 3, 5, 7, 9 dan 11; Baris 3 dan 4. Tambahkan Baris 3
dan 4 untuk mendapatkan arus total pada Arah 1+2 dalam skr/jam, yang dimasukkan
pada Baris 5.
- Pemisahan arah.
Tentukan Kelas Hambatan Samping sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Formulir
F2-JLK dengan melingkari kelas yang sesuai di dalam tabel pada bagian terbawah:
Jika tersedia data rinci tentang hambatan samping, ikuti langkah 1-4 di bawah:
1. Masukkan pengamatan (atau perkiraan jika analisis adalah untuk tahun yang akan
datang) mengenai frekuensi kejadian hambatan samping per jam per 200 m pada
kedua sisi segmen yang dipelajari, ke dalam Kolom (23) Formulir F2-JLK:
- Jumlah pejalan kaki berjalan sepanjang atau menyeberang jalan.
- Jumlah penghentian kendaraan dan gerakan parkir.
- Jumlah kendaraan bermotor yang masuk/keluar dari lahan samping jalan dan jalan
samping.
- Arus kendaraan lambat, yaitu arus total (kend./jam) sepeda, becak, delman, pedati
dan kendaraan lambat lainnya.
42 dari 84
2. Kalikan frekuensi kejadian pada Kolom 23 dengan bobot relatif dari jenis kejadian
tersebut pada Kolom 22 dan masukkan frekuensi berbobot dari kejadian pada Kolom
24.
3. Hitung jumlah kejadian berbobot, termasuk semua jenis kejadian dan masukkan
hasilnya pada baris terbawah Kolom (24).
4. Tentukan kelas hambatan samping dari Tabel 17 berdasarkan hasil dari langkah 3.
Jika data rinci kejadian hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat
ditentukan sebagai berikut:
1. Periksa uraian tentang 'kondisi khas' dari tabel A-4:1 dan pilih salah satu yang terbaik
untuk menggambarkan keadaan dari segmen jalan yang dianalisis.
2. Pelajari foto pada Gambar 14 s.d. Gambar 18 yang mewakili kekhasan, kesan
pandangan rata-rata dari masing-masing kelas hambatan samping, dan pilih salah satu
yang paling sesuai dengan kondisi sesungguhnya, kondisi rata-rata lokasi untuk
periode yang dipelajari.
3. Pilih kelas hambatan samping berdasarkan gabungan pertimbangan pada langkah 1)
dan 2) di atas.
43 dari 84
Gambar 14. Hambatan samping sangat rendah
44 dari 84
Gambar 16. Hambatan samping sedang
45 dari 84
Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi
Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada jalan dengan kelandaian
khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi,
analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah
jalan satu arah yang terpisah.
Kecepatan arus bebas kendaraan ringan digunakan sebagai ukuran kinerja. Kecepatan arus
bebas jenis kendaraan lainnya ditunjukkan juga pada Tabel 18, dan dapat digunakan untuk
keperluan lainnya seperti analisis biaya pemakai jalan. Lihat juga langkah B-5 b).
Mulai dengan langkah B-1, apabila segmen yang dipelajari adalah segmen alinemen biasa.
Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah B-6.
Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis menentukan kecepatan arus bebas, dengan data
masukan dari Langkah A (Formulir F1-JLK dan F2-JLK).
( ) ....................................................................7)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/jam)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam)
FVB-W adalah penyesuaian kecepatan untuk lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam),
penambahan
FVB-HS adalah faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping, perkalian
FVB-FJ adalah faktor penyesuaian untuk kelas fungsi jalan, perkalian
46 dari 84
5.2.1 Langkah B-1: Kecepatan Arus Bebas Dasar
Tentukan kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan untuk kondisi lapangan dengan
menggunakan Tabel 18. Perhatikan bahwa untuk jalan dua-lajur dua-arah, kecepatan arus
bebas dasar adalah fungsi dari kelas jarak pandang (dari Formulir F1-JLK). Jika kelas jarak
pandang tidak tersedia, anggaplah pada jalan tersebut kelas jarak pandang adalah B.
Masukkan kecepatan arus bebas dasar ke dalam Kolom 2 dari Formulir F3-JLK.
Tabel 18. Kecepatan arus bebas dasar (VBD) untuk Jalan Luar Kota pada alinemen
biasa
Tipe jalan/
Tipe alinemen/ Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
(Kelas jarak pandang) KR KBM BB TB SM
Enam-lajur terbagi
- Datar 64 64
83 67 86
- Bukit 52 58
71 56 68
- Gunung 40 55
62 45 55
Empat-lajur terbagi
- Datar 78 65 62 64
81
- Bukit 68 55 51 58
66
- Gunung 60 44 39 55
53
Empat-lajur tak terbagi
- Datar 74 63 78 60 60
- Bukit 66 54 65 50 56
- Gunung 58 43 52 39 53
Kecepatan arus bebas untuk jalan delapan-lajur dapat dianggap sama seperti jalan enam--
lajur dalam sesuai Tabel 18.
Untuk jalan dua-lajur dua-arah pengaruh alinemen horisontal dan vertikal adalah lebih besar
dari pada terhadap tipe jalan lainnya. Jika tersedia data rinci tentang naik+turun (m/km) dan
lengkung horisontal (rad/km) untuk segmen jalan yang dipelajari, Tabel 19 dapat digunakan
sebagai alternatif dari Tabel 18 untuk mendapatkan kecepatan arus bebas dasar yang
lebih tepat pada kondisi datar (gunakan naik+turun = 5 m/km) dan pada kondisi lapangan.
47 dari 84
Tabel 19. Kecepatan arus bebas dasar (VBD) KR sebagai fungsi dari alinemen dengan
kelandaian khusus, pada tipe jalan 2/2TT
Nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya bagi tipe jalan yang lain sebagai fungsi dari
alinemen horisontal dan vertikal dapat didekati dengan mengalikan perbedaan antara
kecepatan arus bebas dasar dan sesungguhnya dari tipe jalan 2/2TT dengan suatu
konstanta (lihat di bawah) dan kemudian mengurangkan hasilnya dari kecepatan arus dasar
tipe jalan tersebut. (Lihat sub-bagian 5.4.2 untuk masalah dasar dari setiap tipe jalan)
Nilai konstanta adalah:
- Konstanta untuk 6/2T = 1,45
- Konstanta untuk 4/2T = 1,3
- Konstanta untuk 4/2TT = 1,2
Contoh:
Hitung VB untuk jalan 4/2TT dengan kondisi fisik naik+turun = 15m/km dan lengkung
horisontal = 1,5rad/km.
Dari Tabel 18, untuk tipe jalan 4/2TT, VBD = 74 km/jam; dan untuk tipe jalan 2/2TT (KJP = A),
VBD = 68 km/jam.
Dari Tabel 19, untuk alinemen 2/2TT, VBD = 62 km/jam.
Faktor penyesuaian untuk tipe jalan 4/2TT, FVB = (68 - 62) x 1,2 = 7,2 km/jam
VB untuk 4/2TT = 74 - 7,2 = 66,8 km/jam.
5.2.2 Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas
Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas dari Tabel 20 berdasarkan lebar
lajur efektif (LLE) yang dicatat pada Formulir F1-JLK dan tipe alinemen. Masukkan faktor
penyesuaian tersebut pada Kolom (3). Hitung jumlah kecepatan arus bebas dasar dan
penyesuaian (VBD + VBW) dan masukkan hasilnya pada Kolom 4.
48 dari 84
Tabel 20. Faktor penyesuaian akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (FVLE)
terhadap kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen
Untuk jalan dengan lebih dari enam lajur, nilai-nilai pada Tabel 20 untuk jalan 6-lajur terbagi
dapat digunakan.
5.2.3 Langkah B-3: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan
samping
Tentukan faktor penyesuaian akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu
efektif sesuai Tabel 21 berdasar pada lebar bahu efektif dan tingkat hambatan sampingnya
dari Formulir F2-JLK. Masukkan hasilnya kedalam Kolom 5 Formulir F3-JLK.
49 dari 84
Tabel 21. Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu terhadap kecepatan
arus bebas KR (FVB-HS)
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan dengan enam lajur dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai FVBHS untuk tipe jalan 4/2TT dan 4/2T yang diberikan dalam
Tabel 21, dengan modifikasi sebagai berikut:
( ) .................................................................................8)
keterangan:
FVB6-HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk tipe jalan enam-lajur
(km/jam) akibat hambatan samping
FVB4-HS adalah penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat-lajur (km/jam)
akibat hambatan samping
5.2.4 Langkah B-4: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas
fungsional jalan (FVB,KFJ)
Tentukan faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan (dan tata guna lahan = pengem-
bangan samping jalan) sesuai Tabel 22, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK
Kolom 6.
50 dari 84
Tabel 22. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan (FVB,KFJ)
terhadap kecepatan arus bebas KR
FVB,KFJ
Fungsi
Tipe Jalan Pengembangan samping jalan
Jalan
0% 25% 50% 75% 100%
4/2T Arteri 1,00 0,99 0,98 0,96 0,95
Kolektor 0,99 0,98 0,97 0,95 0,94
Lokal 0,98 0,97 0,96 0,94 0,93
4/2TT Arteri 1,00 0,99 0,97 0,96 0,945
Kolektor 0,97 0,96 0,94 0,93 0,915
Lokal 0,95 0,94 0,92 0,91 0,895
2/2TT Arteri 1,00 0,98 0,97 0,96 0,94
Kolektor 0,94 0,93 0,91 0,90 0,88
Lokal 0,90 0,88 0,87 0,86 0,84
Untuk jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak-lajur), FVB,KFJ dapat diambil sama seperti
untuk jalan 4-lajur dalam Tabel 22.
Hitung kecepatan arus bebas KR dengan mengalikan faktor-faktor pada Kolom (4), (5) dan
(6) dari Formulir F3-JLK dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 7:
( ) .........................................................................9)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/m)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam)
FVBW adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam)
FVBHS adalah faktor penyesuaian akibat kondisi hambatan samping dan lebar bahu
jalan
FVBFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan
b) Kecepatan arus bebas tipe kendaraan yang lain
Walaupun tidak digunakan sebagai ukuran kinerja lalu lintas dalam pedoman ini, kecepatan
arus bebas tipe kendaraan lain, dapat ditentukan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Hitung penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan, (km/jam) yaitu perbe-
daan antara Kolom 2 dan Kolom 7:
.................................................................................................10)
keterangan:
FVB adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam
VB adalah kecepatan arus bebas KR, km/jam
51 dari 84
2. Hitung kecepatan arus bebas Kendaraan Berat Menengah (KBM) sebagai berikut:
⁄ ..........................................................11)
keterangan:
VBD,KBM adalah kecepatan arus bebas dasar KBM, km/jam (dari Tabel 18)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam
FVB adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam
5.2.6 Langkah B-6: Kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus, 2/2TT
(Hanya berlaku untuk tipe jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus).
Kecepatan arus bebas KR pada kelandaian khusus pada tipe jalan 2/2TT harus dihitung
secara terpisah untuk masing-masing arah (mendaki dan menurun), dan dibandingkan
dengan kecepatan untuk keadaan alinemen datar.
Gunakan Formulir F3-JLK-KK untuk menentukan kecepatan arus bebas pada kelandaian
khusus. Kondisi datar = arah 0; mendaki = arah 1; menurun = arah 2.
1. Masukkan nilai kelandaian rata-rata dan panjang kelandaian (formulir F1-JLK)
2. Tentukan kecepatan arus bebas dasar, VBD, KR untuk kondisi datar sbb:
a) dari Tabel 19, jika data lengkung horisontal (rad/km) tersedia, dengan
menggunakan naik+turun = 5 m/km;
b) dari Tabel 18, jika data lengkung horisontal (rad/km) tidak tersedia, Jika data kelas
jarak pandang (KJP) juga tidak tersedia, anggaplah KJP=B.
Masukkan ke dalam Kolom 2, kecepatan untuk alinemen horisontal pada baris terpisah
untuk arah 0:
3. Tentukan faktor penyesuaian yang diuraikan pada langkah B-2 sampai B-4 di atas, dan
masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK-KK Kolom 3 sampai 6. Hitung kece-
patan arus bebas untuk kondisi datar sesuai Langkah B-5 dan masukkan hasilnya (VB
DATAR) pada Kolom 7, Baris 0.
4. Tentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki VBD,NAIK dan dan menurun VBD,TURUN
secara terpisah dari Tabel 23 di bawah. VBD,NAIK dan VBD,TURUN adalah fungsi dari kelan-
daian dan panjang kelandaian dan berdasarkan pada kecepatan pendekat 68 km/jam
untuk kelandaian tersebut. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 2 pada baris untuk arah
1 (mendaki) dan arah 2 (menurun).
Tabel 23. Kecepatan arus bebas dasar mendaki, VBD,NAIK dan kecepatan arus bebas
menurun VBD,TURUN untuk KR pada kelandaian khusus tipe jalan 2/2TT.
52 dari 84
5. Bandingkan kecepatan arus bebas untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan
kecepatan mendaki dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan mendaki (VB,NAIK)
sebagai berikut:
a) Jika VB_DATAR < VBD_NAIK maka VBD_NAIK = VB,DATAR
Masukkan VB,NAIK pada Kolom 7 Baris 1.
b) Jika VB,DATAR > VBD,NAIK maka hitung kecepatan arus bebas mendaki untuk
kelandaian khusus sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Kolom 7:
( ) ( ) ..............12)
keterangan:
VB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, km/jam
VB,DATAR adalah kecepatan arus bebas untuk kondisi datar seperti dihitung di
atas.
Kelandaian adalah kelandaian rata-rata (%) segmen kelandaian khusus.
L adalah panjang segmen kelandaian khusus, km.
6. Bandingkan kecepatan arus bebas sesungguhnya untuk kondisi datar pada Kolom 7
dengan kecepatan menurun dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan menurun
(VB,TURUN) sebagai berikut:
a) Jika VB,DATAR < VBD,TURUN maka VB,TURUN = VB,DATAR
Masukkan VB,DATAR pada Kolom 7 Baris 2.
b) Jika VB,DATAR > VBD,TURUN maka VB,TURUN = VBD,DATAR
Masukkan FVB,TURUN pada Kolom 7 Baris 2.
...............................................................................................13)
( )
Kecepatan arus bebas truk besar pada jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus harus
dihitung dengan prosedur yang sama untuk kendaraan ringan seperti diuraikan di atas.
Mula-mula, tentukan kecepatan arus bebas dasar pada kondisi datar VBD,TB,DATAR bagi
Truk Besar dari Tabel 18 dan masukkan hasilnya dalam kolom 2 baris 0.
Hitung kecepatan arus bebas datar bagi truk besar (VB,TB,DATAR) seperti pada langkah B-
5b. Masukkan hasilnya dalam kolom 7 baris 0.
Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki ((VBD,TB,NAIK) gunakan tabel B-
6:2 di bawah, bukan Tabel 23, dan untuk hal 5b gunakan rumus berikut untuk
menentukan kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, dan masukkan
hasilnya dalam kolom 7:
( ) ( ) ...............14)
53 dari 84
keterangan:
VBD,TB,NAIK adalah kecepatan dasar arus bebas mendaki untuk truk besar (km/jam)
VB,TB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar yang disesuaikan
(km/jam)
VB,TB,DATAR adalah kecepatan arus bebas truk besar untuk kondisi datar seperti
dihitung di atas
Kelandaian adalah kelandaian rata-rata (%) dari kelandaian khusus
L adalah kelandaian khusus (km)
Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar VBD,TB,NAIK pada kelandaian
khusu, jalan 2/2TT
Truk Besar, TB
Panjang
Kelandaian tanjakan
(km)
3% 4% 5% 6% 7%
0,5 50,0 45,0 39,5 34,3 29,4
1,0 47,6 40,9 34,6 30,2 26,1
2,0 45,2 38,6 32,5 28,5 24,7
3,0 44,4 37,9 31,8 27,9 24,3
4,0 44,1 37,6 31,5 27,7 24,1
5,0 43,8 37,3 31,3 27,5 23,9
......................................................................................15)
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)
FCW adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas
FCPA adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCHS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping
54 dari 84
5.3.1 Langkah C-1: Kapasitas Dasar
Tentukan kapasitas dasar (C0) dari Tabel 25 atau Tabel 26 dan masukkan nilainya ke dalam
Formulir F3-JLK, Kolom (11). (Perhatikan bahwa pengaruh tipe alinemen pada kapasitas
juga dapat dihitung dengan penggunaan emp yang berbeda seperti yang diuraikan pada
langkah A-3).
Kapasitas dasar
Tipe Jalan Tipe alinemen total kedua arah
(smp/jam)
Datar 3100
2/2TT Bukit 3000
Gunung 2900
Kapasitas dasar jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan
menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam Tabel 25, meskipun lajur yang
bersangkutan tidak dengan lebar yang standar (koreksi akibat lebar dibuat dalam langkah
C-2 di bawah).
5.3.2 Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas
Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 27 berdasar pada lebar
efektif jalur atau lajur lalu lintas (LJE) (lihat Formulir F1-JLK) dan masukkan hasilnya ke dalam
Formulir F3-JLK, Kolom (12).
55 dari 84
Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCLj)
Faktor penyesuaian kapasitas jalan dengan lebih dari enam lajur dapat ditentukan dengan
menggunakan angka-angka per lajur yang diberikan untuk jalan empat-dan enam-lajur
dalam Tabel 27.
Untuk jalan terbagi, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah tidak dapat
diterapkan dan nilai 1,0 harus dimasukkan ke dalam Kolom 13.
56 dari 84
Tabel 29. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS)
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FCHS)
Tipe jalan Kelas hambatan Lebar bahu efektif LBE, m
samping < 0,5 1,0 1,5 > 2,0
Sangat rendah 0,99 1,00 1,01 1,03
Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01
Sedang 0,93 0,95 0,96 0,99
4/2T Tinggi 0,90 0,92 0,95 0,97
Sangat Tinggi 0,88 0,90 0,93 0,96
Sangat rendah 0,97 0,99 1,00 1,02
Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
2/2TT Sedang 0,88 0,91 0,94 0,98
& Tinggi 0,84 0,87 0,91 0,95
4/2TT Sangat Tinggi 0,80 0,83 0,88 0,93
Faktor penyesuaian kapasitas untuk 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai
FCHS untuk jalan empat lajur yang diberikan pada Tabel 29, disesuaikan seperti digambarkan
di bawah:
( ) ....................................................................................16)
keterangan:
FC6,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam lajur
FC4,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat lajur
.....................................................................................17)
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)
FCLi adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas
FCPA adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCHS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping
Kapasitas dasar dua-arah (C0) ditentukan dari Tabel 30. Masukkan nilainya kedalam
Formulir F3-JLK-KK, Kolom 11.
57 dari 84
Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT
Kapasitas dasar dua arah
Panjang kelandaian, Km % Kelandaian
(skr/jam)
< 0,5 km Semua kelandaian 3.000
≤ 0,8 Km ≤ 4,5% 2900
Keadaan-keadaan lain - 2800
Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas (FCLJ) adalah sama seperti pada Tabel 30 di
atas untuk jalan dua-lajur tak-terbagi. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK,
Kolom 12.
Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (FCPA) ditentukan dari Tabel C-6:2 di bawah. Ini
didasarkan pada persentase lalu lintas pada arah mendaki (arah 1, Formulir F2-JLK Kolom
13). Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (13).
Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua
lajur (FCPA)
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FCHS) adalah sama seperti dalam Tabel 31 di
atas. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (14).
Tentukan kapasitas kelandaian khusus pada kondisi sesungguhnya dari nilai-nilai dalam
Formulir F3-JLK-KK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15).
58 dari 84
5.4.1 Langkah D-1: Derajat Kejenuhan
1. Lihat nilai arus total lalu lintas Q (smp/jam) dari Formulir F2-JLK Kolom 14 Baris 5
untuk jalan tak-terbagi, dan Kolom 14 Baris 3 dan 4 untuk masing-masing arah
perjalanan dari jalan terbagi dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom
21.
2. Dengan menggunakan kapasitas dari Kolom (15) Formulir F3-JLK, hitung rasio
antara Q dan C yaitu derajat kejenuhan (DJ) dan masukkan nilainya ke dalam Kolom
(22),
.................................................................................................18)
59 dari 84
Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT
Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur
Tentukan DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) berdasarkan derajat kejenuhan dalam Kolom 22
dengan menggunakan Gambar 21, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 31 Formulir F3-
JLK. DI didefinisikan sebagai rasio antara jumlah kendaraan yang bergerak dalam peleton
60 dari 84
(kend./jam) dan arus total (kend./jam) pada arah yang dipelajari, (Peleton didefinisikan
sebagai arus kendaraan dengan waktu antara, headway (h), < 5detik terhadap kendaraan di
depannya). DI adalah:
∑( )
...................................................................20)
Gambar 21. DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari DJ
5.4.4 Langkah D-4: Kecepatan dan waktu tempuh pada kelandaian khusus
61 dari 84
3. Hitung perbedaan kecepatan antara kecepatan arus bebas mendaki VB,NAIK dan
kecepatan mendaki pada kapasitas VC,NAIK. Kecepatan arus bebas mendaki telah
dihitung pada langkah B-6 di atas dan telah dimasukkan ke dalam Formulir F3-JLK-
KK Kolom 7, arah 1. Masukkan perbedaan kecepatan (VB,NAIK - VC,NAIK) dalam Kolom
(24) Formulir F3-JLK-KK.
4. Hitung kecepatan mendaki KR menggunakan rumus dibawah ini:
( ) .............................................21)
Masukkan hasilnya dalam kolom 25 Formulir F3-JLK-KK.
5. Waktu tempuh rata-rata dihitung dengan cara yang sama seperti pada Langkah D-2
di atas. Gunakan Kolom (26) dan (27) Formulir F3-JLK-KK.
6. Tentukan kecepatan truk besar pada kondisi lapangan sebagai berikut dan masukkan
hasilnya kedalam Kolom 25, Formulir F3-JLK-KK:
( ) ......................................22)
keterangan:
VTB,NAIK adalah kecepatan truk besar pada kondisi lapangan (km/jam)
VB,TB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar (km/jam)
VC,NAIK adalah kecepatan arus mendaki kendaraan ringan
7. Jika kecepatan keseluruhan untuk kedua arah dikehendaki, maka Gambar 19 dalam
Langkah D-2 dapat digunakan dengan ketelitian yang layak dengan menggunakan
kombinasi kecepatan arus bebas mendaki+menurun seperti dihitung pada Langkah
B-6 bagian 7, dan isikan hasilnya pada Formulir F3-JLK Kolom 20-25.
62 dari 84
8. Tentukan kecepatan mendaki Truk Besar sama seperti pada penentuan nilai kecepatan
bebas dasar mendaki Truk Besar (FVBD,TB,NAIK) untuk situasi tanpa lajur pendakian
(Kolom 2 Baris 1).
Jika VTB,NAIK > VNAIK, maka VTB,NAIK = VNAIK (VNAIK dari Langkah 7 di atas).
9. Jika "kecepatan rata-rata" kedua arah diminta, maka kombinasi Gambar 19 dan
Gambar 20 dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang cukup teliti. Dalam hal ini
gunakan kombinasi kecepatan arus bebas dasar mendaki+menurun yang dihitung
dengan cara yang sama pada Langkah B-6. Gunakan nilai mendaki dan menurun dari
kolom 2 baris 1 dan 2.
Lakukan perhitungan "kecepatan rata-rata" sebagai berikut:
a) Hitung kecepatan maksimum VMAX dari Gambar 20 dengan nilai DJ dari Kolom 22.
b) Hitung kecepatan minimum VMIN dari Gambar 19, tetapi dengan nilai DJ sesuai
untuk situasi tanpa lajur pendakian. Tentukan kapasitas sebagai kapasitas dasar
dari Tabel 30.
Jika DJ > 1, maka gunakan DJ = 1,0.
c) Hitung "kecepatan rata-rata" kedua arah (V) sebagai
( )
.....................................................................................................23)
Pedoman ini, direncanakan terutama untuk memperkirakan kapasitas jalan dan kinerja lalu
lintas akibat kondisi tertentu yang berkenaan dengan rencana geometrik jalan, lalu lintas,
dan lingkungan.
Agar diperoleh kinerja lalu lintas yang dikehendaki berkenaan dengan kapasitas, kecepatan,
dan lingkungan tertentu, yang biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya, diperlukan
beberapa perbaikan pada kondisi jalan sejauh pengetahuan para ahli, khususnya pada
kondisi geometrik.
Cara tercepat menilai hasil adalah melihat derajat kejenuhan (DJ), dan membandingkannya
dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan "umur" fungsi jalan yang dikehendaki dari
segmen jalan tersebut. Jika nilai DJ yang didapat terlalu tinggi (> 0,75), perencana mungkin
ingin merubah penampang melintang jalan, dsb., dan memulai perhitungan baru. Hal ini
membutuhkan formulir baru dengan soal baru. Perhatikan bahwa untuk jalan terbagi,
penilaian kinerja lalu lintas harus dikerjakan terlebih dahulu untuk setiap arah, agar dapat
sampai pada penilaian menyeluruh.
63 dari 84
lingkungan harus dibuat. Hubungan antara arus jam puncak atau arus jam perencanaan
(QJP) dengan LHRT harus ditetapkan. Hubungan ini biasanya dinyatakan sebagai faktor k,
sebagai berikut:
..............................................................................................................................24)
Analisis perancangan biasanya dikerjakan untuk kombinasi dua arah, meskipun diperkirakan
jalan tersebut akan mempunyai median. (Tidak ada masalah dengan ini karena anggapan
pemisahan arah 50:50 dapat digunakan untuk perancangan).
64 dari 84
1,50m (dalam 0,25m dan luar 1,25m) per arah pada medan
pegunungan.
Jarak pandang : 75% dari segmen mempunyai jarak pandang ≥ 300m (KJP = A)
Tipe alinemen : Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)
Lingkungan : Daerah perkampungan dengan pengembangan tata guna lahan di
sisi jalan 50%
Hambatan samping : Sedang (lihat Bagian 1,3)
Komposisi lalu lintas : Kendaraan Ringan (KR) : 57%
Kendaraan Menengah Berat (KMB) : 23%
Bis Besar (BB) : 7%
Truk Besar + Truk Kombinasi (TB) : 4%
Sepeda Motor (SM) : 9%
Faktor-k : k= 0,11 (Arus jam perencanaan, QJP = 0,11 LHRT)
Pemisahan arah : 50/50
65 dari 84
Tabel 32. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, tipe alinemen, dan LHRT
66 dari 84
Anggapan kondisi standar (lihat Bagian 4.1)
Pass = (%KRass.empKR+%KMBass.empKMB+%BBass.empBB+%TBass.empTB+%SMass.empSM)/100
3. Hitung arus jam rencana yang telah disesuaikan (QJP adj) dalam kend./jam:
QJP,adj = QLHRT k Pact/Pass (kend./jam)
4. Gunakan nilai terhitung QJP,adj dan bukan QJP ketika menggunakan Tabel 32.
Tidak diperlukan formulir kerja untuk melaksanakan evaluasi yang disebutkan di atas.
Meskipun demikian, jika kondisinya berbeda cukup berarti dari kondisi anggapan yang
diberikan pada Bagian 4.1 di atas, maka harus digunakan nilai-nilai yang sesuai, dan analisis
operasional/perencanaan dilakukan sebagaimana diuraikan dalam Bagian 3. Hal pertama
adalah konversi dari LHRT ke jam puncak, dengan menggunakan faktor k (nilai normal: k =
0,11). Contoh masalah di mana analisis operasional diperlukan adalah:
- jika lalu lintas sangat berbeda dari yang dianggap, misalnya, dalam nilai-k, komposisi
lalu lintas, dan pemisahan arah. Formulir F2-JLK oleh karenanya harus digunakan
untuk menghitung arus jam rencana, dan Formulir F3-JLK digunakan untuk perhitu-
ngan ukuran kinerja (jalan) yang berbeda.
- jika lebar jalur lalu lintas segmen rencana yang dianalisis sangat berbeda dari
anggapan dasar.
- jika alinemen horisontal dan vertikal sangat berbeda dari tipe alinemen yang dianggap.
- jika guna lahan dan hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dari anggapan
yang dibuat.
67 dari 84
Lampiran A (informatif): Contoh-contoh perhitungan kapasitas
68 dari 84
- Truk besar + Truk kombinasi : 59
- Sepeda motor : 159
Pemisahan : 55 – 45
Guna lahan : Daerah pertanian di pedalaman dengan pengembangan guna
lahan di samping jalan 25%
Hambatan samping : Tidak tersedia pencatatan hambatan samping, tetapi tidak
terlihat kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan samping.
Pertanyaan 1:
Hitung nilai-nilai berikut pada kondisi lapangan bulan Maret 1994 untuk Soal A:
- Kecepatan arus bebas
- Kapasitas
- Derajat kejenuhan
- Kecepatan
- Derajat iringan
Pertanyaan 2:
Anggap pertumbuhan lalu lintas 7% per tahun yang tersebar merata untuk setiap jenis
kendaraan. Ramalkan parameter-parameter di bawah ini pada tahun 2000 (setelah
enam tahun) dengan anggapan kondisi lainnya tetap.
Pertanyaan 3:
Dengan menggunakan data lalu lintas untuk tahun 2000 (dari pertanyaan 2 di atas),
perkirakan pengaruhnya terhadap kapasitas, derajat kejenuhan dan derajat iringan dari
alternatif tindakan sebagai berikut dengan anggapan kondisi lainnya tetap:
Soal B: 2000 Pelebaran jalur lalu lintas menjadi 10m (2/2TT)
Soal C: 2000 Pelebaran jalur lalu lintas menjadi 14m (4/2TT)
Pada kedua soal, bahu yang baru mempunyai lebar efektif 1,0m pada masing-masing
sisi.
Penyelesaian:
Data dan perhitungan ditunjukkan pada formulir-formulir di bawah:
1. Soal A: 1994:
- Kecepatan arus bebas = 58 km/jam
- Kapasitas = 2.709 skr/jam
- Derajat kejenuhan = 0,81
- Kecepatan = 34 km/jam
- Derajat iringan = 0,86
2. Soal A: 2000
- Lalu lintas pada tahun 2000
69 dari 84
KR = 1.168 (1+0,07)6 = 1.753
6
KMB = 455 (1+0,07) = 683
6
BB = 139 (1+0,07) = 209
TB = 59 (1+0,07)6 = 89
6
SM = 159 (1+0,07) = 239
Jumlah = 2.973 kend./jam
- Fskr = 1.109; Jadi QTahun 2000 = 3.296 skr/jam
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.296/2.709 = 1,22
- Kecepatan: tidak dapat dihitung pada kondisi dengan derajat kejenuhan yang
melampaui 1,00 (lewat jenuh)
- Derajat iringan: tidak dapat dihitung pada kondisi lewat-jenuh.
Perhatikan bahwa derajat kejenuhan yang dihitung menunjukkan kebutuhan lalu lintas untuk
jam rencana benar-benar melampaui kapasitas. Dalam kenyataannya, hal ini menunjukkan
kondisi macet.
3. Soal B: 2000
- Kecepatan arus bebas = 63 km/jam
- Kapasitas = 3.602 skr/jam
- Fskr = 1,101; Q = 2.973 1,101 = 3.273
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.273/3.602 = 0,91
- Kecepatan = 33 km/jam
- Derajat iringan = 0,89
4. Soal C: 2000
- Kecepatan arus bebas = 71 km/jam
- Kapasitas = 6.564 skr/jam
- Fskr = 1,197; Q = 2.973 1,197 = 3.560
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.560/6.564 = 0,54
- Kecepatan =60,5 km/jam
- Derajat iringan hanya berlaku untuk 2/2TT
70 dari 84
71 dari 84
72 dari 84
73 dari 84
74 dari 84
75 dari 84
76 dari 84
77 dari 84
Contoh 2: Analisis perancangan
Kondisi
Fungsi jalan : Arteri
Alinemen : Datar
Lalu lintas : LHRT 2.750 kend./hari pada tahun 1995
Anggapan komposisi lalu lintas
Jenis kendaraan%
- Kendaraan ringan : 53
- Kendaraan berat menengah : 22
- Bus besar : 10
- Truk besar :4
- Sepeda motor : 11
Pemisahan arah : 55 - 50
Pertumbuhan lalu lintas tahunan : 8%
Guna lahan : Daerah pedalaman melalui beberapa kampong kecil dengna aktivitas
samping jalan terbatas
Pertanyaan:
1. Tipe jalan mana yang paling ekonomis untuk kondisi ini? (umur rencana = 23 tahun)
2. Tipe jalan mana yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan rata-rata minimum
50 km/jam selama umur rencana?
3. Pada tahun 1 dan pada akhir tahun ke 23 untuk soal 1 dan 2, berapakah nilai:
- Kecepatan?
- Derajat kejenuhan?
- Derajat iringan?
Penyelesaian:
Penyelesaian pertanyaan 1
Untuk menjawab soal ini, gunakan Tabel 7 untuk konstruksi baru (Panduan rekayasa lalu
lintas).
QJP = LHRT k
= 2.750 0,11 = 303 kend./jam
Sebelum memilih tipe jalan yang diperlukan yang sesuai analisis Biaya Siklus Hidup (BSH),
arus jam rencana harus disesuaikan karena ada perbedaan pertambahan lalu lintas.
(Analisis BSH menggunakan 6,5% pertambahan lalu lintas). Komposisi lalu lintas dalam hal
ini tidak banyak berbeda dengan nilai yang digunakan dalam analisis BSH, sehingga
perbedaan ini dapat diabaikan.
78 dari 84
Berdasarkan Tabel 7, tipe jalan yang diperlukan untuk arus 418 kend./jam adalah 2/2TT
dengan lebar jalur 7,0 m (lebar bahu = 1,5m pada kedua sisi)
Penyelesaian pertanyaan 2
Untuk menjawab soal ini, gunakan Gambar 7.
1995 : QJP = 303 kend./jam
2018 : QJP = 303 (1 + 0.08)23 = 1779 kend./jam
Berdasarkan Tabel 7, tipe jalan alinemen bukit dan hambatan samping rendah, tipe jalan
minimum yang diperlukan adalah 4/2TT dengan lebar lajur 12,0 m.
Penyelesaian pertanyaan 3
Tidak diperlukan formulir untuk menjawab soal ini, gunakan Tabel 32 atau Gambar 7-10
secara langsung. (Komposisi lalu lintas, pemisahan arah dan hambatan samping sama
dengan anggapan dasar untuk tujuan perancangan)
* Soal 1A : 2/2TT 7m - tahun-1
Q = 303 kend./jam : - Kecepatan = 54,6 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,152
- Derajat iringan = 0,372
* Soal 1B : 2/2TT 7m - tahun ke 23:
A = 1779 kend./jam : - Kecepatan = 36,5 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,761
- Derajat iringan = 0,842
* Soal 2A : 4/2TT 12m - tahun ke 1
Karena tidak ada tipe jalan 4/2TT dengan lebar 12m dalam tabel perancangan (Tabel 32),
maka dapat digunakan tipe jalan 4/2TT 14m sebagai pendekatan. Untuk tipe jalan 4/2TT
14m, didapatkan:
Q` = 303 kend./jam : - Kecepatan = 63,36 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,064 (6,4%)
Harus dilakukan penyesuaian untuk mendapatkan nilai-nilai 4/2TT dengan lebar 12m.
Gunakan Tabel 20, untuk menyesuaikan kecepatan dan Tabel 27 untuk menyesuaikan DJ.
79 dari 84
Contoh 3: Analisis Operasional Kelandaian Khusus
Suatu jalan nasional antar-kota dua-lajur pada alinemen gunung mempunyai kelandaian
rata-rata 7%, sepanjang 3km. Karakteristik lain yang perlu adalah:
* Karakteristik jalan: Lebar jalur lalu lintas 6,5m dengan bahu 1m. Perkerasan lentur
dalam kondisi baik. Perkembangan guna lahan samping jalan rata-rata 25%, Jalan
tersebut adalah jalan arteri.
* Karakteristik lalu lintas:
Perhitungan lalu lintas per jenis, Juni 95
Tipe Arus lalu lintas (kend./jam)
kendaraan Mendaki (arah 1) Menurun (arah2) Total
KR 181 269 450
KBM 74 114 188
BB 30 43 73
TB 15 24 39
SM 30 30 60
330 480 810
Pertanyaan:
1. Soal A: 1995
a) Kecepatan mendaki berapakah dapat diharapkan untuk kendaraan ringan (VLV,UH)?
b) Berapakah kapasitas dari kelandaian khusus tersebut?
2. Soal B: 1995
Sebagai tindakan untuk memperbaiki jalan, suatu lajur pendakian tambahan dengan
lebar 3,5m direncanakan untuk ditambahkan. Bahu tetap 1m.
Berapakah kecepatan mendaki kendaraan ringan yang dapat diharapkan sekarang?
Penyelesaian:
Lihat formulir di bawah
1. a) VKR-NAIK = 35,5 km/jam
b) C = 2.707 skr/jam
2. VKR-NAIK = 46 km/jam
80 dari 84
81 dari 84
82 dari 84
83 dari 84
BIBLIOGRAFI
TRB, Highway Capacity Manual, Special Report 209. Third edition updated October 1994.
Transportation Research Board; Washington D.C. USA 1995.
May, A.D. Traffic Flow Fundamentals. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Easa, S.M. Generalized Procedure for Estimating
May, A.D. Single- and Two-Regime Traffic-Flow Models. Transportation Research Records
772; Washington D.C. USA 1980.
Hoban, C.J. Evaluating Traffic Capacity and Improvements to Road Geometry. World Bank
Technical Paper Number 74; Washington D.C. USA 1987.
OECD . Traffic Capacity of Major Routes. Road Transport Research; 1983.
Brannolte,U. (editor). Highway Capacity and Level of Service. Proceedings of International
Symposium on Highway Capacity, Karlsruhe; Rotterdam Netherlands 1991.
McShane, W.R. Traffic Engineering. Roess, R.P. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Black, J.A., Westerman, H.L., Blinkhorn, L., McKittrick, J. Land Use along Arterial Roads:
Friction and Impact. The University of New South Wales; 1988.
McLean, J.R. Two-Lane Highway Traffic Operations.
Theory and Practice. Gordon and Breach Science Publisher; 1989.
NAASRA. Guide to Traffic Engineering Practice. National Association of Australian State
Road Authorities; 1988.
Directorate General. Standard Specification for Geometric Design of Highways of Interur-
ban Roads. Ministry of Public Works; 1990.
Ministry of Public Works. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 552/KPTS/1991
tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan sebagai Jalan Nasional Indonesia. Jakarta;
1991.
Akcelik, R. Proceeding of the Second International Symposium on Highway Capacity. TRB
Committee A3A10, Sydney August 1994.
HOFF & OVERGAARD a/s and PT Multi Phi Beta. Road User Cost Model, 1992
Bång, K-L., Carlsson, A. Indonesian Highway Capacity Manual Project. Final Technical
Report Phase 2: Interurban Roads. Directorate General of Highways, Jakarta,
Indonesia, August 1994.
Bång, K-L., Lindberg, G., Schandersson, R. Indonesian Highway Capacity Manual Project.
Final Technical Report Phase 3 Part A: Development of Capacity Analysis
Software and Traffic Engineering Guidelines. Directorate General of Highways,
Jakarta, Indonesia, April 1996.
Bång, K-L., Harahap, G., Palgunadi. Development of Speed-flow Relationships for Indo-
nesian Rural Roads using Empirical Data and Simulation. Transportation
Research Record 1484, Transportation Research Board, National Academy
Press, Washington D.C., July 1995.
84 dari 84
Bång, K-L., Harahap, G., Lindberg, G. Development of Life Cycle Cost Based Guide-lines
Replacing the Level of Service Concept in Capacity Analysis. Paper submitted for
presentation at the annual meeting of Transportation Research Board,
Washington D.C., January 1997.
85 dari 84