Anda di halaman 1dari 9

ACARA 8

MENGIDENTIFIKASI BENTUKLAHAN PROSES ASAL PROSES


DENUDASIONAL
Anton Cesar Saputra
14405241057

I. Tujuan.
1. Mampu mengidentifikasi bentuklahan asal proses denudasional
berdasarkan relief dan pola sungai.

II. Dasar teori.


Definisi bentuklahan denudasional menurut Mustofa (2011:29)
adalah bentuklahan yang terbentuk akibat proses pengelupasan batuan
induk yang telah mengalami proses pelapukan yang diakibatkan oleh
pengaruh air sungai, panas matahari, angin, hujan, embun beku, mass
wasting dan es yang bergerak ke laut.
Definisi bentuklahan denudasional menurut Suharini (2014:185)
adalah bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelapukan
(weathering), erosi, gerak masa batuan (mass movement) dan proses
pengendapan pada batuan induk.
Definisi bentuklahan denudasional menurut Pramono dan Ashari
(2014:111) adalah bentuklahan yang berada pada daerah yang sangat
luas tersusun atas batuan yang lunak dan berada pada daerah iklim
basah.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa bentuklahan denudasional adalah bentuklahan yang
tercipta akibat adanya proses pelapukan pada batuan induk yang berupa
wilayah pegunungan dan perbukitan sehingga menciptakan relief yang
kasar pada perbukitan dan pegunungan.
Bentuklahan denudasi timbul akibat adanya pelapukan batuan
kemudian batuan yang telah lapuk tersebut dipindahkan oleh gaya
gravitasi (mass wasting) atau pencapakan batuan yang material
pelapukannya bergerakan menuruni lereng akibat pengaruh grafitasi,
dengan demikian tenaga yang mengangkut merupakan gaya gravitasi,
tanpa adanya medium transportasi dari agen-agen geomorfik seperti

68
angin atau air. Bentuklahan denudasional menurut Suharsono dapat
berupa: (Pramono dan Ashari, 112-117:2014)
1. Pegunungan Denudasi.
Merupakan bentuklahan dengan topografi bergunung dan memiliki
lereng yang curam hingga sangat curam (55->140%), perbedaan
tinggi antara tempat terendah dengan tempat tertinggi >500m. Tingkat
pengikisan tergantung litologi, iklim, vegetasi penutup serta proses
erosi yang berkerja pada daerah tersebut. Bentuklahan ini umumnya
mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal, dan berbentuk V
karena proses yang dominan adalah proses pendalaman lembah.
2. Perbukitan Denudasi.
Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng
berkisar antara 15-<55% dengan perbedaan tinggi relief 50-<500m
umumnya terkikis sedang hingga kecil tergantung pada kondisi
litologi, iklim, dan vegetasi penutup, sehingga membentuk
kenampakan relief yang tidak begitu terjal.
3. Bukit Sisa.
Terbentuk apabila bagian depan (dinding) suatu pegunungan atau
perbukitan mundur akibat proses denudasi Lereng kaki (footslope)
bertambah lebar secara terus menerus sehingga meninggalkan
bentuk sisa dengan lereng dinding bukit sisa yang curam, dapat
terjadi pada pegunungan atau perbukitan terpisah maupun pada
sekelompok pegunungan atau perbukitan dan mempunyai bentuk
membulat. Apabila bentuknya relatif memanjang dengan dinding bukit
curam disebut monadnock.
4. Bukit Terisolasi.
Merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses
pelapukan oleh agen geomorfik pada daerah perbukitan dalam waktu
yang lama sehingga terjadi Peneplain pada sebagian wilayah (suatu
permukaan yang hampir datar karena proses denudasional) tetapi
pada wilayah yang sebagian terdapat ada 1 bukit atau beberapa bukit
yang saling terpisah serta belum terlapuk secara sempurna, hal ini
timbul akibat struktur batuan yang berbeda atau agen geomorfik yang
berkerja kurang optimal sehingga menciptakan bukit sisa yang

69
terisolasi karena dikelililingi lembah yang dahulunnya adalah
merupakan wilayah perbukitan.
5. Kipas Koluvial.
Bentuklahan ini mempunyai topografi berbentuk kerucut atau
kipas dengan lereng curam dan tersusun atas fragmen batuan
bervariasi dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya
cliff dan batuan yang hancur, fragmen berukuran kecil terendapkan
pada bagian atas kerucut sedangkan fragmen yang kasar karena
gaya beratnya akan mudah meluncur ke bawah dan terendapkan di
bagian bawah kerucut atau kipas.
6. Nyaris Dataran (Peneplain).
Merupakan bentuklahan dengan permukaan yang cenderung
menurun ketinggiannya dan membentuk suatu permukaan yang
hampir datar serta nyaris disebut dataran (Peneplain), akibat dari
proses denudasional bekerja terus menerus pada perbukitan atau
pegunungan sehingga menimbulkan penelanjangan pada derah
perbukitan dan pegunungan tahap ini dapat disebut fase tua.
7. Lereng Kaki (foootslope).
Merupakan bentuklahan dengan bentukan memanjang dan sempit
dengan topografi landai hingga berombak pada kaki suatu
pegunungan atau perbukitan.

III. Alat dan Bahan Praktikum.


Alat :
1. Alat tulis digunakan untuk menulis hasil praktikum.
2. Drawing pen ukuran 02 digunakan untuk mengambarkan bentuklahan
proses denudasional pada kertas kalkir.
3. Clip board digunakan sebagai alas dalam menggambar bentuklahan
proses denudasional.
4. Peta topografi bentuklahan denudasional digunakan sebagai media
untuk menunjukan bentuk lahan proses denudasional apa saja yang
terbentuk.
Bahan :
1. Kertas kalkir digunakan sebagai media menggambar bentuklahan
proses denudasional.

70
IV. Langkah Kerja.
langkah kerja dalam penggambaran bentuk lahan asal proses
denudasional meliputi:
a. Siapkan alat dan bahan praktikum.
b. Amati fenomena yang nampak pada peta topografi bentuklahan
denudasional secara rinci.
c. Amati dimana letak bentuk lahan asal proses denudasional
dengan melihat ciri khas yang terdapat pada setiap bentuk lahan
proses denudasional.
d. Gambar bentuk lahan proses denudasional berdasarkan hasil
yang telah diamati pada peta topografi, penggambaran peta pada
kertas kalkir dibagi menjadi 3 bagian yaitu: bagian pertama berupa
kontur, kedua berupa pola aliran sungai, dan yang terakhir berupa
deliniasi bentuklahan denudasional.
e. Setelah selesai menggambar bersihkan kertas kalkir yang kotor.

V. Hasil Praktikum.
Berdasarkan hasil dari menggambar kontur serta menganalisis
kontur pada peta topografi denudasional maka dapat memberikan
gambaran mengenai bentuk-bentuk lahan yang berada pada wilayah
yang tergambarkan oleh peta tersebut yaitu menunjukan bahwa terdapat
bentuklahan asal proses denudasional berdasarkan relief dan pola aliran
sungai.
1. Bentuklahan denudasional berdasarkan relief.
a. Pegunungan denudasional.
Pegunungan denudasional merupakan pegunungan
dengan memiliki ciri atau karakteristik yang khas dari pada
pegunungan yang lain sehingga hal tersebut dapat digunakan
untuk membedakan antara pegunungan dengan pengunungan
denudasional, ciri khas pegunungan yang terdapat pada peta
topografi denudasional sehingga pegunungan tersebut dapat
diidentifikasi sebagai pegunungan denudasional berupa:

71
 Memiliki topografi bergunung dengan ketinggian lebih dari 500
Meter disertai dengan lereng yang curam, lereng yang curam
dapat diketahui melalui rapatnya garis antara kontur yang satu
dengan yang lain contoh pada wilayah Penggung berada pada
kordinat UTM timur 0407700, lereng yang curam dapat
terbentuk akibat adanya agen geomorfik seperti aliran sungai
kali kayangan yang bekerja secara aktif pada wilayah tersebut
sehingga menyebabkan terkikisnya lereng-lereng pada
pegunungan denudasi yang nantinya dapat menimbulkan
pendalaman lembah sehingga terpisahnya kedua pegunungan
yang saling berdekatan akibat terpotong oleh aliran sungai.
b. Perbukitan Denudasi.
Perbukitan denudasi yang nampak pada peta topografi
berada pada wilayah Dukuh yang berada sebelah timur laut
Krengseng dari wilayah tersebut dapat diidentifikasi sebagai
perbukitan denudasional karena memiliki ciri sebagai berikut:
 Memiliki titik ketinggian maksimal 431, sedangkan ciri
perbukitan denudasional yang saya cantumkan pada dasar
teori berupa 50-<500m maka dapat disimpulkan bahwa daerah
tersebut merupakan perbukitan denudasional selain ciri
tersebut terdapat ciri yang lain yang dapat menunjukan bahwa
wilayah tersebut merupakan perbukitan denudasi yaitu berupa
hasil kikisan lereng yang digambarkan pada peta topografi
berupa kontur yang relatif landai pada wilayah Dukuh yang
berada sebelah timur laut Krengseng hal tersebut disebabkan
karena perbukitannya sendiri merupakan wilayah yang tidak
terlalu tinggi maka kenampakan relief yang terbentuk
umumnya bersifat landai berkisar antara lereng 15-<55%.
c. Kaki lereng.
Kaki lereng merupakan bentuklahan yang pada umumnya
berbentuk memanjang dan sempit dengan topografi landai hingga
berombak pada kaki suatu pegunungan atau perbukitan, bentuk
lahan ini sebenarnya letaknya hampir sama dengan bentuklahan
kipas koluvial tetapi yang membedakan adalah genesis dan
pembentukannya yang berbeda jika kipas koluvial merupakan

72
bentuklahan yang terbentuknya akibat material hasil pelapukan
yang bergerak secara mass wasting mengendap pada daerah
yang lebih rendah sedangkan kaki lereng bukan merupakan
bentuklahan deposisional. Kaki lereng pada peta topografi
terdapat pada wilayah Junut dengan bentuk kontur renggang
menunjukan bahwa bentuklahan tersebut berbentuk landai.
d. Bukit Terisolasi.
Bentuk lahan ini dapat ditemukan pada peta topografi
denudasional yaitu berada pada wilayah Tempel yang merupakan
Gunung Mujil, bentuklahan ini dapat di identifikasi sebagi
bentuklahan bukit terisolasi karena mempunyai ciri yang cukup
untuk dapat dikatakan sebagai bukit terisolasi, ciri tersebut
berupa:
 Terdapat 1 atau beberapa perbukitan tetapi antara jarak 1
bukit dengan yang lainnya dipisahkan baik oleh endapan
material pelapukan atau oleh pola airan sungai.
 Perbukitan Dikelilingi oleh lembah-lembah atau dataran
rendah, sehingga nampak seperti perbukitan yang terisolasi.
 Memilikiki ketinggian kurang dari 50-<500m.
Dari beberapa ciri tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa
bentuklahan terssebut merupakan bentuklahan bukit tererosi.
e. Bukit Sisa.
Merupakan bentuklahan dengan karakteristik bagian
depan (dinding) suatu pegunungan atau perbukitan mundur akibat
proses denudasi Lereng kaki (footslope) bertambah lebar secara
terus menerus sehingga meninggalkan bentuk sisa dengan lereng
dinding bukit sisa yang curam, dapat terjadi pada pegunungan
atau perbukitan terpisah maupun pada sekelompok pegunungan
atau perbukitan dan umumnya mempunyai bentuk membulat.
Pada peta topografi denudasional bentuklahan ini dapat
ditemukan pada Mejing kordinat UTM 0411300, dengan bentuk
relief berupa kontur yang relatif landai.
f. Perbukitan.
Merupakan bentuk lahan yang dapat dicirikan sebagai berikut:

73
 Merupakan fase awal dari perbukitan denudasi sehingga proses
denudasi belum berjalan dengan sempurna.
 Memiliki ketinggian 50-<500m.
 Nantinya akan membentuk perbukitan denudasi tetapi dalam
jangka waktu yang sangat lama.
Dari beberapa ciri diatas dapat ditemukan ciri yang sesuai
dengan bentuklahan perbukitan pada peta topografi yaitu terletak
di sebelah selatan wilayah Junut dengan kontur yang relatif tidak
rapat.

2. Bentuklahan yang terbentuk akibat pengendapan hasil material oleh


proses denudasi..
a. Dataran koluvial dan aluvial.
Merupakan bentuklahan yang terbentuk berupa hasil dari
endapan yang berasal dari mass wasting dan transportasi aliran
sungai yang mengendap pada suatu wilayah, sehingga dataran
koluvial dan aluvial merupakan bentuklahan hasil endapan yang
dicirikan sebagai bentuklahan subur sehingga digunakan sebagai
bentuklahan aktivitas pertanian, perkebunan, atau perternakan,
yang dicirikan pada peta berupa relief yang datar dan terdapat
kawasan pertanian dan perkebunan hal tersebut terdapat pada
wilayah Kecamatan Nanggulan.

3. Dampak pola aliran sungai terhadap Bentuklahan denudasional.


Pola aliran sungai pada peta topografi denudasional tersebut
menggambarkan pola aliran dendrictic hal tersebut dapat diketahui
karena pola alirannya dimana cabang-cabang (anak sungai)
bermuara pada aliaran utama dengan sudut yang tidak teratur.
Dari pola aliran tersebut dapat diketahui bahwa pola aliran
denditrik biyasanya berada pada wilayah dengan struktur batuan
yang homogen, misalnya berada pada daerah batuan sedimen
atau breksi. Pada peta topografi tersebut dapat dilihat bahwa jarak
antar kontur dengan kontur yang lain agak rapat pada wilayah
Desa Pendoworejo dan Giripurwo sedangkan pada wilayah
kecamatan Nanggulan bentuk kontur saling berjauhan hal tersebut

74
menandakan bahwa pada wilayah desa Pendoworejo dan
Giripurwo merupakan daerah struktural yang berasal dari lipatan
atau patahan batuan sedimen pada wilayah tersebut sehingga
membentuk pola aliran denditrik sedangkan pada wilayah
Kecamatan Nanggulan merupakan dataran koluvium dan aluvial
karena wilayahnya memiliki ketinggian yang lebih rendah sehingga
material hasil proses denudasi pasti sebagian besar akan
bermuara pada daerah tersebut membentuk dataran subur yaitu
dataran koluvium dan aluvial.

Dari hasil pembahasan diatas menngenai bentuklahan


denudasional maka dapat diketahui garis besarnya yaitu berupa
bentuklahan denudasional merupakan bentuk lahan mengenai
proses pelapukan, erosi, mass movement, dan pengendapan.
Pelapukan merupakan kerjasama semua proses pada batuan
baik secara mekanik maupun kimia yang mengakibatkan sebagian
batuan tersebut menjadi hancur (fragmen). Fragmen batuan
tersebut menuruni lereng yang kemudian terendapkan pada suatu
tempat yang lebih rendah, sedangkan derah yang ditinggalkan
akan membentuk suatu topografi dengan relief kasar akibat
terbentuknya lembah-lembah yang dalam.
Material endapan akibat proses gravitasi terhadap fragmen-
fragmen batuan yang heterogen sering disebut koloum. Kerjasama
proses-proses tersebut di atas inilah yang nantinya akan
membentuk suatu bentuk lahan asal proses denudasional.

75
Daftar Pustaka.

Mustofa. 2011. Geomorfologi Dasar. Pontianak: SKIP PGRI Pontianak.

Pramono, Heru, dkk. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY press.

Suharini, Erni, dkk. 2014. Geomorfologi. Yogyakarta: ombak.

76

Anda mungkin juga menyukai