Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KOMUNIKASI FARMASI

“WAWANCARA DAN PENILAIAN”

Disusun Oleh:

Siti Nurjanah
(P17335117001)
Kelas 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

JURUSAN FARMASI

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat saya selesaikan untuk memenuhi tugas saya
sebagai bahan pembelajaran dengan harapan dapat diterima dan dipahami secara bersama.

Makalah ini memuat tentang Wawancara dan Penilaian Pasien yang diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Farmasi. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.

Akhirnya saya dengan kerendahan hati meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan atau penguraian makalah ini dengan harapan dapat diterima dandijadikan sebagai acuan
dalam proses pembelajaran.

Bandung, 23 September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………1

A. Latar Belakang …………………………………………………………………1


B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Komponen Wawancara yang Efektif ..................................................................3

B. Wawancara sebagai Proses …………….............................................................6

C. Wawancara dalam Praktik Farmasi ………………………..………...................8

D. Hasil Wawancara dan Hasil yang Dilaporkan oleh Pasien .................................9

E. Mendokumentasikan Hasil Wawancara ……………………..............................9

F. Mewawancarai Menggunakan Telepon …………………………………….…10

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................11

A. Kesimpulan ........................................................................................................11
B. Saran ..................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penilaian pasien merupakan aspek penting dari perawatan pasien. Menentukan
apakah pasien mengerti tentang obat mereka, bagaimana mereka menggunakan obat-
obatan mereka, seberapa baik obat mereka bekerja, dan masalah yang mereka rasakan
adalah elemen kunci untuk memastikan hasil terapi yang baik. Memperoleh informasi dari
pasien membantu apoteker dalam merencanakan suatu strategi yang tepat untuk
meningkatkan pemahaman dan penggunaan obat yang tepat. Wawancara adalah salah satu
metode yang paling umum digunakan dalam penilaian pasien. Meskipun wawancara
adalah hal yang umum dalam praktek farmasi, kualitas wawancara pasien merupakan area
yang menerima sedikit perhatian dari apoteker.
Apoteker sering harus mendapatkan informasi dari pasien sebagai bagian dari
proses penilaian pasien. Pertanyaan berkisar dari permintaan yang agak sederhana, seperti
bertanya apakah seorang pasien alergi terhadap penisilin, sampai masalah yang agak rumit,
seperti menentukan apakah seorang pasien minum obat dengan benar atau tidak.
Wawancara adalah suatu komponen penting dalam proses manajemen penyakit seperti
yang diperoleh apoteker untuk pengambilan informasi dalam keputusan terapeutik.
Wawancara yang efektif juga memungkinkan apoteker untuk mengevaluasi kepatuhan
pasien terhadap rejimen pengobatan dengan memberikan pertanyaan yang sesuai. Proses
ini tampaknya agak sederhana, tetapi penelitian dan pengalaman telah menunjukkan bahwa
wawancara adalah proses kompleks yang membutuhkan lebih banyak perhatian karena
kualitas informasi yang diterima tidak selalu optimal. Keakuratan, kedalaman, dan luasnya
informasi yang disediakan oleh pasien dalam wawancara dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti persepsi pasien tentang wawancara dan lingkungan fisik tempat wawancara.
Proses wawancara dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan yang
sudah direncanakan sebelumnya dalam urutan tertentu. Keterampilan dasar yang dibahas
dalam bab ini dapat digunakan dalam berbagai pengaturan atau situasi dan jika digunakan
dengan benar, dapat sangat meningkatkan efisiensi wawancara dan kualitas informasi
diperoleh.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kompenen wawancara yang efektif?
2. Apa saja rancangan yang harus dibuat dalam melakukan wawancara yang efektif?
3. Bagaimanakah wawancara dalam praktik kefarmasian?
4. Apa kaitan antara hasil wawancara dengan hasil yang dilaporkan pasien?
5. Bagaimanakah cara mendokumentasikan hasil wawancara?
6. Bagaimanakah cara melakukan wawancara dengan telepon?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami apa saja kompenen wawancara yang efektif.
2. Mengetahui dan memahami rancangan yang harus dibuat dalam melakukan wawancara
yang efektif.
3. Mengetahui dan memahami bagaimana cara melakukan wawancara dalam praktik
kefarmasian.
4. Memahami kaitan antara hasil wawancara dengan hasil yang dilaporkan pasien.
5. Mengetahui dan memahami cara mendokumentasikan hasil wawancara.
6. Mengetahui dan memahami cara melakukan wawancara dengan telepon.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KOMPONEN WAWANCARA YANG EFEKTIF


Seperti yang disebutkan sebelumnya, melakukan wawancara yang efektif bukanlah
proses yang sederhana. Proses wawancara mengandung beberapa komponen penting yang
seharusnya dikuasai. Keterampilan komunikasi dan wawancara perlu dikuasai dengan
baik. Masalah dalam proses wawancara dapat berupa masalah kecil (misalnya melewatkan
satu sepotong informasi) ataupun besar (misalnya gagal mengidentifikasi kerugian yang
penting efek yang dialami pasien terhadap obat). Dengan mempertimbangkan elemen
wawancara yang efektif, kita akan dapat menghindari masalah dan menganalisis apa yang
salah jika masalah muncul.

1. Mendengarkan
Secara umum, orang yang mengirim informasi lebih baik daripada penerima
informasi. Kita harus berkonsentrasi untuk dapat mendengarkan dengan baik dalam
berkomunikasi. Berikut adalah teknik mendengarkan dalam proses wawancara:
a. Berhenti berbicara, anda tidak dapat mendengarkan saat anda berbicara.
b. Singkirkan gangguan agar tidak memecah konsentrasi.
c. Gunakan kontak mata yang baik, untuk membantu anda berkonsentrasi dan tunjukkan
pada orang lain bahwa anda memang mendengarkan.
d. Bereaksi terhadap gagasan, bukan kepada orangnya, fokus pada apa yang dikatakan
e. Baca pesan nonverbal untuk dapat memahami pesan yang berbeda dari yang diberikan
secara lisan.
f. Dengarkan bagaimana cara lawan bicara mengatakan sesuatu, perhatiakan nada suara
dan lajunya.
g. Berikan umpan balik untuk mengklarifikasi pesan apa pun, ini menunjukkan bahwa
anda mendengarkan dan mencoba memahami.

2. Menyelidik
Keterampilan komunikasi penting lainnya adalah belajar mengajukan pertanyaan
untuk memunculkan informasi yang paling akurat. Teknik ini disebut "menyelidik."

3
Probing atau menyelidik adalah penggunaan pertanyaan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dari pasien atau untuk membantu memperjelas masalah atau kekhawatiran
mereka. Mengajukan pertanyaan sepertinya memang mudah. Namun beberapa hal harus
dipertimbangkan sebelum mengajukan pertanyaan. Ungkapan pertanyaan itu penting.
Pasien sering bersikap defensif dengan pertanyaan tertentu, misalnya "mengapa" jenis
pertanyaan bisa membuat orang merasa bahwa mereka harus membenarkan alasan mereka
melakukan hal tertentu. Biasanya lebih baik menggunakan jenis pertanyaan "apa" atau
"bagaimana". Misalnya orang mungkin menjadi defensif jika ditanya "Mengapa Anda
melewatkan dosis obat?" sebagai gantinya "Apa yang menyebabkan Anda melewatkan
dosis obat?" Selain itu, waktu pemberian pertanyaan sangatlah penting. Beberapa
pertanyaan berurutan dapat membuat pasien merasa diinterogasi. Pasien harus diberi waktu
untuk menjawab pertanyaan saat ini sebelum melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
Untuk melakukan wawancara yang efektif, penting untuk memahami perbedaannya
antara pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan tertutup dapat dijawab dengan jawaban
"ya" atau "tidak". Di sisi lain, pertanyaan terbuka tidak membatasi pasien dalam
memberikan respon. Misalnya pada pertanyaan tertutup "Apakah dokter anda memberi
tahu anda cara meminum obat ini?" Pasien hanya dapat menanggapi dengan "ya" atau
"tidak". Di sisi lain, contoh pertanyaan terbuka adalah “Bagaimana dokter anda menyuruh
anda minum obat ini?” Ungkap pertanyaan ini memungkinkan pasien memberikan
informasi dengan kata-kata mereka sendiri dengan lebih lengkap.
Pertanyaan tertutup mengurangi tingkat keterbukaan dan penyebab pasien menjadi
lebih pasif selama proses wawancara karena anda melakukan sebagian besar pembicaraan.
Pertanyaan tertutup juga memungkinkan pasien untuk menghindari subjek tertentu dan
menyembunyikan ekspresi emosional. Pertanyaan tertutup bisa berkonotasi introgasi dan
impersonaliti. Karena itu, pertanyaan tertutup disebut sebagai "pertanyaan yang berpusat
pada apoteker" sedangkan pertanyaan terbuka "pertanyaan yang berpusat pada pasien."
Pertanyaan tertutup diperlukan dan memang berguna. Namun pertanyaan terbuka lebih
kecil kemungkinannya menghasilkan kesalahpahaman dan cenderung untuk menjaga
hubungan.

4
3. Menanyakan Pertanyaan Sensitif
Beberapa pertanyaan yang anda tanyakan kepada pasien mungkin sangat sensitif.
Pertanyaan tentang kepatuhan, penggunaan alkohol, atau penggunaan narkoba merupakan
hal yang sulit untuk ditanyakan. Penilaian efek (termasuk efek samping) dari obat yang
berhubungan dengan penyakit seksual yang menular mungkin juga memerlukan
pendekatan diplomatik. Ada sejumlah teknik yang dapat membuat pertanyaan semacam itu
lebih mudah ditanyakan. Sebelum mengajukan pertanyaan tentang topik sensitif, beri tahu
pasien bahwa perilaku atau masalah yang anda tanyakan adalah hal biasa.

Teknik lain untuk mengurangi kekhawatiran mengenai pertanyaan sensitif adalah


dengan bertanya apakah situasinya pernah, kapan saja, bagaimana dapat terjadi, dan
kemudian bertanya tentang alur situasinya. Misalnya, jika anda memutuskan untuk menilai
penggunaan obat-obatan terlarang, anda dapat mengutarakan pertanyaan dengan cara
berikut: “Jenis obat lain seperti ganja biasanya digunakan. Orang mungkin
menggunakannya untuk bersantai bersama teman di sebuah pesta. Apakah anda pernah
merokok ganja di kehidupan anda?” Jika jawabannya“ ya,” pertanyaan tindak lanjutnya
mungkin "apakah anda merokok ganja selama setahun terakhir?" Pertanyaan tentang
frekuensi penggunaan dan penggunaan obat lain bisa mengikuti. Proses serupa bisa
digunakan untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang kepatuhan meminum obat.
Tanyakan dahulu apakah pasien pernah melewatkan dosis obat dan kemudian mengganti
jumlah dosis yang terlewat pada minggu terakhir. Bagaimanapun, sebelum mengajukan
pertanyaan, terutama yang mungkin sensitif, pastikan bahwa pertanyaan tersebut perlu dan
anda memang memiliki kebutuhan yang jelas untuk mendapatkan informasi sebagai upaya
untuk membantu pasien.

4. Penggunaan Jeda
Keterampilan lain yang harus dipelajari untuk menjadi pewawancara yang efektif
adalah diam pada waktu dengan tepat. Selama wawancara akan ada saat-saat ketika anda
atau pasien tidak akan berbicara, terutama pada saat-saat awal. Anda perlu belajar
memperlakukan jeda ini sebagai bagian penting dari proses dan tidak menjadikan anda
merasa tidak nyaman dengan mereka. Sering kali, pasien perlu waktu untuk berfikir dalam

5
memberikan informasi atas pertanyaan yang diajukan. Memecahkan kesunyian
menghancurkan kesempatan bagi pasien untuk berfikir. Di sisi lain, jeda mungkin
disebabkan oleh fakta bahwa pasien tidak memahami pertanyaan itu sepenuhnya. Dalam
situasi ini, pertanyaannya seharusnya disajikan kembali atau diulang. Pada saat yang sama,
terlalu banyak kesunyian ketika seorang pasien mengungkapkan perasaan seperti rasa takut
atau depresi dapat ditafsirkan oleh pasien sebagai penolakan. Jadi, sebisa mungkin buat
pasien tenang dan diberi waktu untuk berpikir selama diperlukan.

5. Menjaga Hubungan Baik


Wawancara yang berhasil ditandai dengan tingkat hubungan yang baik diantara
keduanya peserta. Hubungan baik dibangun berdasarkan pertimbangan dan rasa saling
menghormati. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan kontak mata
yang baik, menggunakan ucapan yang tulus dan ramah, bersikap sopan selama diskusi, dan
bersabar. Setiap pasien harus dilihat sebagai individu yang unik.

B. WAWANCARA SEBAGAI PROSES


Perencanaan yang tepat dan urutan wawancara sangat penting dalam melaksanakan
suatu penilaian bagi pasien. Sebelum wawancara dimulai perlu dibuat rancangan tertentu
agar wawancara terstruktur. Tipe pendekatan biasanya tergantung pada jenis informasi
yang diinginkan dan lingkungan serta waktu yang tersedia dalam wawancara.

1. Jenis Informasi
Sebelum wawancara dimulai, anda perlu menentukan jumlah dan jenis
informasinya diinginkan. Sebagai contoh, jika anda menginginkan informasi spesifik, anda
tentu memiliki kontrol lebih besar dalam proses wawancara. Ini disebut sebagai pendekatan
wawancara yang diarahkan. Namun, jika hasilnya tidak diketahui atau agak ambigu, anda
perlu menggunakan pendekatan yang lebih tidak diarahkan. Pendekatan ini memungkinkan
wawancara menjadi lebih mengalir. Dalam pendekatan yang tidak diarahkan, pertanyaan
terbuka harus digunakan lebih sering daripada pertanyaan tertutup.

6
2. Jenis Lingkungan
Perencanaan wawancara harus mencakup pertimbangan jenis lingkungan yang
digunakan. Lingkungan sangat penting, karena salah satu prinsip dasar wawancara adalah
untuk menyediakan privasi sebaik mungkin. Privasi juga memungkinkan anda dan pasien
untuk mengungkapkan kepedulian pribadi, mengajukan pertanyaan sulit, mendengarkan
dengan lebih efektif, dan untuk berbagi pendapat yang jujur. Sayangnya, pengaturan
wawancara dalam banyak hal seperti di apotek — di atas meja resep yang mungkin banyak
orang atau di tempat lain di mana ada gangguan berlimpah — tidak selalu optimal. Sebelum
memulai wawancara, interupsi harus dikurangi sebanyak mungkin. Sebuah partisi di ruang
khusus atau area konsultasi dapat memberikan privasi yang diperlukan.

3. Memulai Wawancara
Setelah mempertimbangkan jenis lingkungan yang digunakan dan jenis informasi
diinginkan, anda harus memulai wawancara dengan menyapa pasien dengan
memperkenalkan diri kepada pasien. Ini membantu membangun hubungan dengan pasien.
Anda juga harus menyatakan tujuan dari wawancara, garis besar wawancara, batas waktu
yang diperlukan, subjek yang akan dibahas, dan hasil akhir seharusnya disebutkan sehingga
pasien memiliki pemahaman yang jelas mengenai proses yang dilaluinya.
Permulaan seperti itu memungkinkan anda menentukan batas dan harapan
wawancara. Setelah wawancara dimulai, saran-saran berikut akan membantu anda
melakukan wawancara yang lebih efisien:
a. Hindari membuat rekomendasi selama fase pengumpulan informasi wawancara.
Rekomendasi semacam itu mencegah pasien memberikan semua informasi yang
dibutuhkan dan dapat mengganggu kemampuan anda untuk memahami kebutuhan
pasien.
b. Jangan langsung mengambil kesimpulan atau solusi dengan cepat tanpa mendengar
semuanya fakta-fakta.
c. Jangan beralih dari satu hal ke hal lainnya sampai setiap subjek telah dilalui. Pandu
wawancara menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup.
d. Pertahankan tujuan anda dengan jelas

7
e. Fleksibilitas diperlukan sehingga dapat membuat pasien dapat membicarakan masalah
yang mereka anggap penting. Agar komunikasi berpusat pada pasien, pasien harus
memiliki kontrol atas proses komunikasi itu sendiri.
f. Pertahankan objektivitas dengan tidak membiarkan sikap, keyakinan, atau prasangka
pasien mempengaruhi pikiran.
g. Gunakan keterampilan komunikasi yang baik, terutama probing, mendengarkan, dan
umpan balik.
h. Pahami dengan baik dengan pesan nonverbal pasien
i. Pencatatan informasi harus dilakukan sesingkat mungkin.

4. Mengakhiri Wawancara
Untuk mengakhiri wawancara, anda perlu meringkas secara singkat informasi yang
diberikan. Ringkasan memungkinkan kedua belah pihak untuk meninjau kembali apa yang
telah didiskusikan dan membantu mengklarifikasi kesalahpahaman. Ringkasan juga
dengan bijaksana mengisyaratkan kepada pasien bahwa wawancara itu akhir. Anda juga
dapat menggunakan isyarat nonverbal untuk ditunjukkan kepada pasien yang
diwawancara. Misalnya, anda bisa bangun dari kursi atau mengubah sikap anda sedemikian
rupa yang menunjukkan bahwa anda perlu berpindah tempat. Pertanyaan tertutup
sederhana seperti: "Apakah Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut?" atau pernyataan
seperti: “Saya senang berbicara dengan anda. Jika anda mengingat sesuatu yang anda lupa,
sebutkan atau ajukan pertanyaan ketika anda pulang, atau silakan hubungi saya. Semoga
bermanfaat.” Sebelum mengakhiri wawancara pasien, Anda harus merefleksikan apakah
tujuan wawancara tercapai dan apa yang seharusnya dilakukan jika tidak.

C. WAWANCARA DALAM PRAKTIK FARMASI


Wawancara terhadap pasien dilakukan untuk mengevaluasi kebutuhan obat dan
terapi obat pasien secara menyeluruh berikut yang berkenaan dengan permasalahannya.
Untuk setiap obat, penilaian dibuat dari:
1. Persepsi pasien dari tujuan pengobatan
2. Cara pengobatan yang sebenarnya digunakan oleh pasien,
3. Efektivitas yang dirasakan pasien

8
4. Masalah yang dirasakan pasien dengan terapi.
Masalah yang dirasakan pasien mungkin termasuk efek samping yang dialami,
masalah biaya, ketidaknyamanan, jadwal pemberian dosis, dan sebagainya. Bertanya
mengenai masalah tersebut memungkinkan pasien untuk mendiskusikan apa pun yang
mereka rasakan sebagai masalah. Salah satu manfaat dari melakukan wawancara
mendalam adalah anda akan lebih mampu untuk menentukan kualitas hidup pasien yang
merupakan ukuran penting keberhasilan terapeutik.

D. HASIL WAWANCARA DAN HASIL YANG DILAPORKAN PASIEN


Ketika kita mendengar istilah "pemantauan terapi obat" kita mungkin langsung
berpikir pemantauan klinis menggunakan nilai laboratorium atau perangkat pemantauan
lainnya. Namun pemantauan untuk banyak obat bergantung sepenuhnya pada laporan dari
diri pasien sendiri tentang terapi efek obat yang telah diberikan. Evaluasi penyakit seperti
depresi, nyeri, kecemasan, insomnia, migraine, sakit kepala, asma, kontrol kejang, arthritis,
dan gangguan gastrointestinal didasarkan pada laporan dari diri pasien atau pengasuh
pasien yang didasarkan pada gejala. Selain itu, selfmonitoring dan komunikasi pasien
sangat penting dalam pemantauan sejumlah penyakit. Selain itu, laporan pasien mengenai
pemantauan yang dilakukan dokter dapat membantu apoteker menilai terapeutik respon
serta memperlihatkan pemahaman pasien tentang tujuan terapi.

E. MENDOKUMENTASIKAN INFORMASI WAWANCARA


Proses dokumentasi adalah sarana untuk memastikan kelangsungan perawatan
kepada pasien. Format dokumentasi yang akrab catatan SOAP. SOAP (Subjective,
Objective, Assessment, and Plan) adalah akronim untuk Subjektif, Objektif, Penilaian, dan
Rencana. Informasi sujektif adalah informasi yang dilaporkan oleh pasien, seperti
pengalaman gejala atau self-report of adherence. Informasi yang objektif adalah informasi
berdasarkan tes lab atau pemeriksaan fisik. Bagian Pengkajian atau penilaian merupakan
masalah yang berkaitan dengan obat yang diidentifikasi selama wawancara, seperti
kepatuhan meminum obat. Penilaian harus sespesifik mungkin untuk menentukan rencana
penyelesaikan masalah.

9
Setelah penilaian masalah dibuat, berdasarkan sisi subjektif dan objektif informasi
yang dimasukkan dalam pencatatan, rencana harus merinci tindakan yang akan dilakukan
atau diambil untuk menyelesaikan masalah. Rencana tersebut harus mencakup rencana
intervensi dan rencana pemantauan. Rencana-rencana ini harus spesifik. Tentukan tindakan
yang akan diambil, tanggal tindakan akan diambil, dan bagaimana tindak lanjut dengan
pasien ketika terjadi sesuatu.

F. MEWAWANCARAI MENGGUNAKAN TELEPON


Sering kali anda perlu mengumpulkan informasi dari pasien melalui telepon.
Keterampilan menggunakan telepon dengan efektif juga dapat membantu menciptakan
citra positif untuk anda dan memberikan dukungan untuk kredibilitas profesi anda. Berikut
ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam berinteraksi menggunakan telepon:
1. Tersenyumlah ketika mengangkat telepon. Sikapmu yang ramah akan ditularkan
melalui nada, volume, dan infleksi suara anda.
2. Usahakan untuk secepat mungkin mengangkat telepon.
3. Kenalkan diri anda.
4. Berikan perhatian penuh pada penelpon.
5. Tanyakan dengan siapa anda berbicara untuk mengurangi kebingungan dan
kemungkinan kesalahan.
6. Jika anda harus menahan penelepon (untuk waktu yang singkat saja) tanyakan, “Jika
anda berkenan, apakah anda bisa menunggu sebentar untuk mencari resep yang
diinginkan?” Dalam keadaan seperti ini, penting untuk anda melakukan hal berikut:
a. Beri tahu penelepon mengapa anda ingin menahan mereka;
b. Tanyakan apakah mereka keberatan menunggu sebentar, atau lebih suka
menelepon balik (jika pantas); dan
c. Saat kembali ke telepon, katakan, “Terima kasih sudah menunggu.”
7. Akhiri panggilan dengan sopan “Terima kasih sudah menelepon”.
8. Jika memungkinkan, biarkan penelepon untuk menutup telepon terlebih dahulu.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mengumpulkan informasi dari pasien adalah proses kompleks yang terkadang sulit
untuk dikuasai karena melibatkan interaksi antara dua orang. Tidak ada interaksi antara
dua orang yang persis sama karena urutan kejadian dan orang-orang terlibat tidak pernah
persis sama. Wawancara membutuhkan tingkat fleksibilitas yang berbeda berdasarkan
kebutuhan pasien dan juga membutuhkan cara yang terstruktur untuk memastikan
pertukaran informasi yang akurat dan efisien.

B. SARAN
Untuk melakukan wawancara yang sukses, keterampilan komunikasi tertentu harus
dikuasai. Jika kedua pihak tidak berkomunikasi dengan baik, keseluruhan proses
wawancara dapat rusak, dan kemungkinan interaksi positif di masa depan antara pasien
dan apoteker dapat terancam. Anda harus belajar bagaimana menanyakan pertanyaan
terbuka, cara mengirimkan informasi dengan jelas, mendengarkan secara efektif,
memberikan umpan balik, dan mengembangkan hubungan. Pengembangan ini
keterampilan membutuhkan waktu. Selain menggunakan keterampilan komunikasi yang
baik, Anda harus menguasai bagaimana menyusun sebuah wawancara. Jenis lingkungan,
jenis pendekatan, dan memulai dan bagaimana mengakhiri wawancara sangat penting
untuk proses wawancara.

11
DAFTAR PUSTAKA

Beardsley, Robert S., Kimberlin, Carole L., and Tindall, William N. 2007. Communication

Skills in Pharmacy Practice. Fifth Edition. United States of America: Lippincott

Williams & Wilkins, Baltimore, MD.

12

Anda mungkin juga menyukai