Anda di halaman 1dari 35

Persentasi Kasus Dipersiapkan

CEPHALGIA

Oleh:

Syukran

109103000044

Pembimbing : Dr. Fritz Sumantri Usman Sr,SpS, FINS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013
BAB I

PENDAHULUAN

Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab, bisa terjadi yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Nyeri
kepala primer merupakan diagnosis utama, bukan disebabkan karena adanya penyakit organik
lain yang mendasari. Sedangkan nyeri kepala sekunder merupakan gejala ikutan karena adanya
penyakit lain, seperti hipertensi, radang sinus, premenstrual disorder, dan lain-lain.

Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migrain, ketegangan, atau depresi, namun
dapat juga terkait dengan lesi intrakranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi
atau mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya. Walaupun lesi struktural jarang ditemukan pada kebanyakan
pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk diwaspadai.
Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai contoh, datang dengan keluhan utama sakit
kepala.

Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu keluhan
tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migren. ± 30-40 % penduduk
USA pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan
migraine menduduki peringkat nomor satu.

Tension-type headache disebut pula muscle contraction headache merupakan nyeri


kepala tegang. Nyeri kepala tegang karena kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk.
Nyeri kepala tegang ini adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi,
konflik emosional, kelelahan atau holistik yang tertekan. Nyeri kepala ini sering memberi
respons pengobatan dengan analgesik biasa

Di negara maju seperti Eropa dan Amerika tension type headache merupakan salah satu
penyakit yang paling mahal karena akibat dari sakit kepala ini bisa menurunkan produktivitas
seseorang. Dilaporkan pada suatu studi tahun 2000, 74% pasien adalah pekerja yang tidak masuk
kerja beberapa hari oleh karena penyakit ini.
BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. PS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SLTP
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Disamarkan
Tanggal Masuk RS : 06 Februari 2013

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Sakit kepala sebelah kanan hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu

B. Keluhan Tambahan
Leher dan pundak kaku

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang hilang timbul sejak 3 bulan yang
lalu. Sakit kepala dirasakan oleh pasien seperti diikat pada kepala. Frekuensinya 3-4 kali
seminggu. Berdenyut (-), ditusuk-tusuk (-), rasa penuh di kepala (-). Sakit kepala
dirasakan hilang timbul terutama saat pasien kecapekan. Sakit kepala dirasakan tidak
bertambah berat. Pasien sering merasa kaku pada leher dan pundak sejak 3 bulan yang
lalu.
Pasien menyangkal adanya demam, mual muntah dan silau bila melihat cahaya.
Pasien mengaku nyeri tidak mengganggu tidur pasien dan tidak bertambah sakit pada
malam hari. Riwayat stress disangkal. Pasien sudah mencoba mengobati sendiri dengan
obat warung “panadol”, awalnya keluhan membaik tapi sejak 1 bulan terakhir tidak
mempan lagi.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riw. Hipertensi (+) sejak 4 tahun yang lalu, terkontrol dengan Captopril 12.5 mg.
Riw. Diabetes mellitus disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Hipertensi (+)
ayah, diabetes melitus (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15

Sikap : Duduk

Koperasi : Kooperatif

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Suhu : 36,7 0C

Pernapasan : 16 x/menit

B. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : tidak ada

Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal

Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 2 detik


Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

Columna Vertebralis : Lurus ditengah

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata.

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -
/-, pupil bulat isokor, Ø 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga : Normotia +/+,

Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-

Mulut : Pucat (-), sianosis (-)

Lidah : Jejas (-), kotor (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran


KGB dan kelenjar tiroid.

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 1 jari medial linea midclavikula


sinistra

Perkusi : batas kanan kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V
di medial linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : pergerakan naik-turun dada simetris kanan kiri

Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru


Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : jejas (-), perut datar

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat +/+, edema -/-,

Bawah : akral hangat +/+, edema -/-,

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


A. Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : -

Laseque : -/-

Laseque menyilang : -/-

Kernig : >1350/ >1350

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : -/-

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial :

Muntah proyektil (-), sakit kepala hebat (-), papil edema tidak diperiksa.

C. Saraf-saraf Kranialis

N.I (olfaktorius) : baik/baik

N.II (optikus)

Acies visus : kesan baik dextra & sinistra

Visus campus : baik/baik


Lihat warna : baik/baik

Funduskopi : tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukan bola mata : ortoforia +/+

Pergerakan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal superior, inferior,
nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)

Exopthalmus : -/-

Nystagmus : -/-

Pupil

Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tak langsung : +/+

N.V (Trigeminus)

Cabang Motorik : Baik / baik

Cabang sensorik

Opthalmikus : baik / baik

Maksilaris : baik / baik

Mandibularis : baik / baik

N.VII (Fasialis)

Motorik Orbitofrontal : baik / baik

Motorik Orbikularis : baik / baik

Pengecapan lidah : tidak dilakukan

N.VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular
Vertigo :-

Nistagmus :-/-

Cochlear

Rhinne: +/+

Weber : tidak ada lateralisasi

Swabach: normal, tidak memanjang maupun memendek

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik : uvula lurus di tengah, arcus faring simetris

Sensorik : refleks muntah (+)

N.XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : baik/baik

Menoleh : baik / baik

N.XII (Hypoglossus)

Pergerakan lidah : tidak ada deviasi

Atrofi :-

Fasikulasi :-

Tremor :-

D. Sistem Motorik
5555 5555

5555 5555

E. Gerakan Involunter
Tremor : -/-
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Miokloni : -/-
Tics : -/-

F. Trofik : eutrofik +/+

G. Tonus : Normotonus +/+

H. Sistem sensorik
Propioseptif : baik/baik

Eksteroseptif : baik/baik

I. Fungsi Serebelar
Ataxia : (-)

Tes Romberg : baik

Disdiadokokinesia : -/-

Jari-jari : baik/baik

Jari-hidung : baik/baik

Tumit-lutut : baik/baik

J. Fungsi Luhur
Astereognosia :-

Apraxia :-

Afasia :-

K. Fungsi Otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekret Keringat : baik

L. Refleks-refleks Fisiologis

Kornea : +/+
Mandibula : +2/+2

Bisep : +2/+2

Trisep : +2/+2

Radius : +2/+2

Dinding perut : +/+

Otot perut : +/+

Lutut : +2/+2

Tumit : +2/+2

M. Refleks Patologis

Hoffman Tromer : -/-

Babinsky : -/-

Chaddok : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

Klonus lutut : -/-

Klonus tumit : -/-

N. Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi :-

Demensia :-
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak dilakukan

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK


Tidak dilakukan

VII. RESUME

Pasien datang dengan keluhan sakit kepala sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu. Sakit
kepala dirasakan seperti perasaan diikat pada kepala. Frekuensinya 3-4 kali seminggu. Sakit
kepala dirasakan hilang timbul terutama saat pasien kecapekan. Sakit kepala dirasakan tidak
bertambah berat. Pasien sering merasa kaku pada leher dan pundak sejak 3 bulan yang lalu.
Pasien juga mengeluh sering kesemutan pada tungkai kiri sejak 6 bulan yang lalu. Pasien sudah
mencoba mengobati sendiri dengan obat warung “panadol”, awalnya keluhan membaik tapi sejak
1 bulan terakhir tidak mempan lagi.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15

Tanda Vital : TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, Suhu: 36,70C, P:16x/menit

Jantung kardiomegali, paru, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal

Pemeriksaan neurologis:

TRM : KK (-), L: -/-, K: >1350/>1350

Pupil isokor 3mm/3mm, RCL: +/+, RCTL: +/+

N. Cranial: Parese (-)

Motorik: 5555 5555


5555 5555

Refleks Fisiologis : ++/++

Refleks Patologis : -/-

Sensorik : Baik
Otonom : Baik

VIII. DIAGNOSIS KERJA

 Diagnosis klinis : Cephalgia

 Diagnosis etiologis : Tension Type Headache

 Diagnosis topis : Muskulus pericarnii, trapezius, sternokleidomastoideus

IX. PENATALAKSANAAN

 Paracetamol 3 x 500 mg
 Diazepam 1 x 2 mg
 Neurobion 1 x 1 tab

X. PROGNOSA
Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cephalgia

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata serta
perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.

2.2. Klasifikasi

Berdasarkan banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar 100
orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan klasifikasi
”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition” untuk nyeri kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer
dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi antara lain migren, nyeri kepala klaster,
nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural.
Sedangkan nyeri kepala sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan
pembuluh darah, gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik.
Nyeri di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini biasanya
terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus. Kerusakan saraf kepala juga termasuk
nyeri kepala sekunder.
2.2.1. Migrain

Definisi

Istilah migren berasal dari kata Yunani yang berarti “sakit kepala sesisi”. Suatu kondisi
kronis yang dikarakterisir oleh sakit kepala episodik dengan intensitas sedang – berat yang
berakhir dalam waktu 4 – 72 jam (International Headache Society).

Migrain merupakan nyeri kepala primer yang paling sering ditemukan. Nyeri kepala
biasanya terasa berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan frekuensi, lama serta hebatnya
rasa nyeri yang beraneka ragam dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau
muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka-ragam,
dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.

Epidemiologi
Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu keluhan
tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migren. ± 30-40 % penduduk
USA pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan
migraine menduduki peringkat nomor satu.

Migrain lebih sering mengenai usia dewasa muda, dengan puncak prevalensi baik pria
maupun wanita adalah umur 25 – 55 th. 90% mengalami nyeri kepala sebelum usia 40 tahun. Di
US, migrain terjadi pada 18% wanita, 6% pria, 4 % anak-anak. Faktor hormonal mungkin
berperan dalam menjelaskan mengapa wanita lebih banyak menderita migraine. Anak laki-laki
menderita migrain pada onset yang lebih awal dibandingkan anak perempuan. Penderita migrain
sebagian besar memiliki riwayat keluarga migrain, dan sebagian besar juga sering mengalami
sakit kepala tegang otot

Klasifikasi

Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):

1. Migrain tanpa aura (common migraine)


- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun,
nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.
- Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:

 Lokasi unilateral
 Kualitas berdenyut

- Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.


- Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
- Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:

 Mual dan atau muntah


 Fotofobia dan fonofobia

- Minimal terdapat satu dari berikut:

 Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.


 Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau
CT Scan kepala)

2. Migrain dengan aura (classic migraine)

- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase
postdromal.
- Aura dengan minimal 2 serangan sebagai berikut:

 Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo, tinitus,
penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata,
disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)

- Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala

 Nyeri kepala
 Sama dengan migrain tanpa aura

3. Migraine with prolonged aura

- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit
dan kurang dari 7 hari.

4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)

- Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sebagai
berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada
hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateralda
penurunan derajat kesadaran.

5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic


migraine)

- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala

6. Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with migraine


7. Benign paroxysmal vertigo of childhood

- Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara
sporadis dalam waktu singkat.
- Pemeriksaan neurologis normal.
- Pemeriksaan EEG normal

8. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)

- Telah memenuhi kriteria migraine dengan aura.


- Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya, akan tetapi
defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada pemeriksaan
neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah yang sesuai
- Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat atau
setelah serangan nyeri kepala.

Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi sistem trigeminal-
vaskular, sehingga migraine termasuk dalam nyeri kepala primer.

Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migraine yaitu:

1. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan


hormonal.
2. Stress dan kecemasan.
3. Terlambat makan
4. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
5. Cahaya kilat atau berkelip.
6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
7. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
8. Banyak tidur atau kurang tidur
9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
10. Faktor herediter
11. Faktor kepribadian

Gambaran klinik

Gambaran klinik penyakit ini dapat dibagi atas 4 fase :

Fase I : Prodromal

Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum terjadi serangan. Gejala berupa perubahan mood, perubahan perasaan /
sensasi (bau atau rasa), atau lelah dan ketegangan otot serta sulit/malas berbicara.

Fase II : Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti
melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan hilangnya
sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma), dan wajah yang pucat.
Gejala ini terkait dengan terjadinya vasokonstriksi arteri intrakranial.1 Gejala sensoris yang
timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan, dysphasia. Fase ini berlangsung
antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai aura.

Fase III : Headache

Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi
kepala tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah, sensitif terhadap cahaya
(photofobia) atau suara (phonofobia). Gejala-gejala tersebut dianggap sebagai manifestasi tahap
vasodilatasi arteri ekstrakranial.1 Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan pasien lebih
senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 4 – 72 jam.

Fase IV : Postdromal

Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini
pasien akan merasakan lelah, tidak konsentrasi, tidak bisa makan, nyeri pada ototnya kadang
kadang euphoria.

Patofisiologi migren

Disfungsi autonomik pembuluh darah di kulit kepala mengakibatkan timbulnya nyeri


kepala yang dikenal sebagai migraine. Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan
pembuluh darah (teori vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan
kelainan di pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang.4

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression
dari Leao)

Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada
migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa
depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan
korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan
aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan
yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya
diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang
berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.

Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981).
dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik.
Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada
bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada
depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak
regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.

Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi pada
pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah
gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi
kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah
sekunder.

2. Sistem trigemino-vaskular

Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung.


substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP).
Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin
(5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan
pelebaran pembuluh darah sesisi.

Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma


meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja
melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran
pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine (Periactin®) dan
pizotifen (Sandomigran®, Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

3. lnti-inti syaraf di batang otak

Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai
hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh
darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya
lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan
reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori
ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi
pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor
Intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional maupun
fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk,
pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan
pengawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak menyenangkan.
Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya
berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. Dikatakan bahwa migren menstruasi ini
jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3 dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan
waktu menopause sering mempengaruhi serangan migren.

Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat
muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus
akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan
oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura7.

Pencetus (trigger) migren berasal dari:

1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress.


2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang
menyilaukan, suara bising, makanan.
3. Bau-bau yang tajam
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan" internal
(perubahan hormonal).
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator, atau
angiografi.

Prinsip penanganan

Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi
nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan
pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan
disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis
migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.2,8

1. Mengurangi faktor risiko/pencetus

- Stres dan kecemasan


- Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.
- Hipoglikemia (terlambat makan)
- Kelelahan
- Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal. Kadar estrogen yang berfluktuasi
dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat pengganti estrogen
- Diet. Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita
migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa
minuman beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby,
Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano),
coklat, dan aspartame.

2. Terapi farmaka migrain


Terapi Abortif

Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat
diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya
bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai
analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai
sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian
analgesia spesifik lebih bermanfaat. Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat
diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui neurotransmiter
dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping
meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping
antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.

Analgesik nonspesifik

Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin dan obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid dihindari.
Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain adalah:

- Diklofenak.
- Ketorolak
- Ketoprofen.
- Indometasin.
- Ibuprofen.
- Naproksen.
- Golongan fenamat.

Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara
asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat menambah
efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan akan
mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat
enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.2 Pasien diminta meminum
obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau
kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping
pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada
wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain
anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

Analgesik spesifik

Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,


dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin
pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE
juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2- nonadrenergik dan dopamin.2

Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai berat.
Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun
golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan
triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah
preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada
sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia
nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian
ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk
menambah absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi
tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-
hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya
diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.2

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga


memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak
memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal
sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara
lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi
yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness,
mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.

Terapi preventif

Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka
panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan
baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna
apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti
pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan
tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.

Indikasi:

- Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan


- Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
- Penyakit sangat mengganggu kualitas/gaya hidup penderita.
- Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi
abortif.
- Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan


trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol). Terapi profilaksis lini kedua:
methysergide, asam valproat, asetazolamid.

Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek antagonis
pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh
karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi
karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain.
Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali
methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi).
Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi
dihentikan.

Nama obat Dosis Nama obat Dosis


Propranolol 40-240 mg/hari Valproat 500-1500 mg/ hari
Nadolol 20-160 mg/ hari Topiramat 50-200 mg/ hari

Metoprolol 50-100 mg/ hari Gabapentin 900-3600 mg/ hari


Timolol 20-60 mg/ hari Verapamil 80-640 mg/hari
Atenolol 50-100 mg/ hari Nimodipin 30-60 mg qid
Amitriptilin 10-200 mg/ hari Flunarizin 5-10 mg/hari
Fluoksetin 10-80 mg/ hari Nortriptilin 10-150 mg/ hari

Tabel 2. Terapi farmaka pencegahan migrain

Terapi nonfarmaka

Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa
dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai
dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan
untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat
gelap dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan
terapi pencegahan yang murah.

Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang
meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai
alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah
yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis
mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada
migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.
2.2.2. Cluster Headache (Nyeri Kepala Kelompok)

Cluster headache merupakan salah satu nyeri kepala kronik yang sering mengganggu
kehidupan seseorang dan pasien terbangun karena nyeri kepala. Ini sering menyebabkan
perubahan emosional seseorang.

Epidemiologi

Nyeri kepala ini lebih jarang dibandingkan dengan migren dan sakit kepala tegang otot.
Frekuensi nyeri kepala cluster 0,5% dari populasi laki-laki dan 0,1% dari populasi wanita. Nyeri
kepala cluster lebih banyak ditemukan pada pria. Dapat terjadi pada segala usia, namun paling
sering terjadi pada usia akhir 20an. Prevalensi lebih tinggi pd pria dan pada ras kulit hitam. Tidak
ada riwayat keluarga

Gambaran klinis

Khas ditandai dengan nyeri yang sangat berat yang berlangsung 30-45 menit berlokasi
dibelakang atau disekitar salah satu mata dan dapat menyebar ke sekitar temporal, rahang,
hidung, dagu dan gigi. Nyeri sering disertai dengan lakrimasi pada sisi yang sama dengan nyeri
kepala, konjuntival injection, nasal kongesti dan hidung berair. Ptosis, perubahan pupil,
berkeringat yang unilateral atau bilateral dan fasial flushing. Berbeda dengan migren disini tidak
ditemukan adanya aura, tidak ada gejala gangguan visual atau sensoris, mual muntah jarang.
Tidak bersifat herediter. Pemicu utamanya adalah alkohol dan merokok

Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 – 3 serangan perhari, sering
berakhir antara 3 – 16 minggu. Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun.

Patofisiologi

Fokus patofisiologi sakit kepala kluster terletak di arteri karotis intrakavernosus yang
merangsang pleksus perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus
trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia sfenopalatinum/SPG
(parasimpatetik). Diperkirakan focus iritatif di dan sekitarpleksus membawa impuls-impuls ke
batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di daerah periorbital, retroorbital dan dahi. Hubungan
polisinaptik dalam batang otak merangsang neuron-neuron dalam kolumna intermediolateral
sumsum tulang belakang (simpatetik) dan nucleus salivatorius superior (parasimpatetik). Serat-
serat preganglioner dari nucleus-nukleus ini membawa impuls-impuls untuk merangsang SCG
(simpatetik) dan mengakibatkan sekresi keringat di dahi, serta rangsangan pada SPG
(parasimpatetik) untuk sekresi air mata (lakrimasi) dan air hidung (rinorrhea).

Penanganan

Sasaran terapi cluster headache adalah untuk menghilangkan nyeri (terapi abortif),
mencegah serangan (profilaksis). Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor
cerebral. Obat-obat yang digunakan dalam terapi abortif:

 Oksigen
 Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
 Sumatriptan

Obat-obat yang digunakan untuk terapi profilaksis:

 Verapamil
 Litium
 Ergotamin
 Metisergid
 Kortikosteroid
 Topiramat

2.2.3. Tension-Type Headache

Definisi

Nyeri kepala tegang didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang
berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa
tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala
penyerta nya tidak menonjol.

Tension-type headache disebut pula muscle contraction headache merupakan nyeri


tegang otot yang timbul karena kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk
(m.Splenius kapitis, m.Temporalis, m.Maseter, m.Sternokleidomastoideus, m.Trapezius,
m.Servikalis posterior, dan m.Levator skapule). Sakit kepala tipe ini banyak terdapat pada wanita
masa menopause dan premenstrual.

Epidemiologi

Sakit kepala tipe tegang merupakan sakit kepala yang paling umum terjadi, prevalensinya
sekitar 69% pd pria dan 88% wanita. 40% mempunyai riwayat keluarga yang menderita nyeri
kepala tipe tegang. Kira-kira 15% nya sudah mulai menderita sebelum usia 10 tahun. Dapat
dimulai pada segala usia, onset terutama pada usia remaja dan dewasa muda. Umumnya sakit
kepala berkurang dengan meningkatnya usia. 25% pasien juga mengidap migrain

Klasifikasi

Tension type headache dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

1. Episodik : Dengan serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1
tahun).

2. Kronik : Dengan serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan (180
hari dalam 1 tahun).

Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:

a. Short-duration. Serangan terjadi kurang dari 4 jam.


b. Long-duration. Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

Lokasi

Tension-type headache dapat terjadi secara:

a. Bilateral.
b. Predominasi oksipital-nukhal.
c. Temporal.
d. Frontal.
e. Kadang menyebar difus di puncak kepala.

Gambaran klinis

Nyeri kepala tipe tegang biasanya bilateral terasa nyeri tumpul yang menetap dengan
intensitas bervariasi sepanjang hari. Pasien sering mengambarkan kepalanya terasa seperti
tertekan, berat atau terikat disekeliling kepala. Sekitar 10% tension headache disertai dengan
migren sehingga memberikan gejala klinis yang kompleks.

Pada kasus yang sedang nyeri kepala timbul biasanya menyertai suatu keadaan stress atau
hal yang tidak menyenangkan. Pada keadaan yang kronik nyeri timbul mulai pagi hari dan
berlangsung sepanjang hari. Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai
setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri kepala bilateral terutama
pada dahi, pelipis, belakang kepala atau leher, tanpa sensasi denyutan dan tidak disertai rasa
mual, muntah, fotofobia atau gangguan penglihatan dan fonofobia. Nyeri biasa dideskripsikan
seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat. Wanita lebih sering terkena dibanding pria.
Bila berlangsung lama pada palpasi dapat ditemukan daerah-daerah yang membenjol keras
berbatas tegas dan nyeri tekan. Nyeri dapat menjalar sampai bahu.

Pada yang episodik pasien jarang berobat ke dokter karena sebagian besar sembuh
dengan obat-obat analgetik bebas yang beredar dipasaran. Pada yang kronis biasanya merupakan
manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi. Oleh sebab itu,
perlu dievaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan, kebiasaan, sifat kepribadian tipe
perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan cara pasien mengatasinya.
Gejala lain yang dapat ditemukan seperti gangguan tidur (sering terbangun atau bangun
dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan haid. Keluhan
emosi antara lain perasaan bersalah, putus asa, tidak berharga, takut sakit atau mati, dan
sebagainya. Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk, minat menurun, ambisi menurun atau
hilang, daya ingat buruk dan mau bunuh diri.

Pasien sering menghubungkan nyeri kepalanya secara tidak proposional dengan kejadian
yang pernah dialaminya seperti kecelakaan, trauma, kematian orang yang dicintai bekas
suntikan, tindakan operasi, kehilangan pekerjaan, atau perceraian.

Patogenesis

Pada tension headache hanya sebagian saja yang terungkap. Nyeri kepala yang timbul
adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional atau
kelelahan. Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks vasodilatasi pembuluh darah
ekstrakranial serta kontraksi menetap otot-otot skelet kulit kepala (scalp), wajah, leher dan bahu
secara terus menerus.

Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus tension type headache adalah sebagai berikut:

 Stres
 Kecemasan
 Depresi
 Konflik emosional
 Kelelahan

Penanganan

Tindakan umum

a. Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien merupakan
langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Penjelasan dokter
yang meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala atau
otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau penyakit intrakranial
lainnya.
b. Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan. Sebagian pasien
menerima bahwa kepalanya berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut
program pengobatan sedangkan pasien lain berusaha menyangkalnya. Oleh sebab itu,
pengobatan harus di tujukan kepada penyakit yang mendasari dengan obat anti cemas atau
anti depresi serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping pengobatan nyeri
kepalanya. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien harus dirujuk
ke ahli jiwa.

Terapi farmakologik

a. Analgetikum, misalnya:

 Asam asetilsalisilat 500mg tablet dengan dosis 1500mg/hari.


 Metampiron 500mg tablet dengan dosis 1500mg/hari.
 Glafenin 200mg tablet dengan dosis 600- 1200mg/hari.
 Asam mefenamat 250-500mg tablet dengan dosis 750-1500mg/hari.

b. Penenang/ansiolitik, misalnya:

 Klordiazepoksid 5mg tablet dengan dosis 15-30mg/hari.


 Klobazam 10mg tablet dengan dosis 20- 30mg/hari.
 Lorazepam 1-2mg tablet dengan dosis 3- 6mg/hari.

c. Antidepresan, misalnya:

 Maprotiline 25/50/75mg tablet dengan dosis 25-75mg/hari.


 Amineptine100mg tablet dengan dosis 200mg/hari.

d. Relaksasi, hipnosis, biofeedback, dan tehnik relaksasi lain dapat membantu mengurangi
berat-ringan dan frekuensi serangan.
e. Psikoterapi bermanfaat pada kasus dengan ansietas atau depresi yang berat.
f. Fisioterapi, terdiri dari diatermi, masase, kompres hangat, TENS (Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation).
g. Tindakan lain seperti injeksi trigger point dengan 0,25 – 0,50 ml lidokain 1% dicampur
deksametason/triamsolon dalam volume yang sama dapat membantu mempercepat
penyembuhan nyeri kepala tegang pada kasus-kasus tertentu.

2.3. Diagnosa Sakit Kepala

1. Anamnesa
a. Usia timbulnya, syndrome yang benign seperti migraine, tension-type headache dan
cluster headache biasanya mulai sebelum usia pertengahan.aneurisma, tumor otak
lebih banyak pada usia sekitar 35 tahun.
b. Lamanya & frekwensi nyeri kepala. Lamanya keluhan nyeri kepala pada pasien dapat
mengarahkan kepada kelainan neurologi yang progressive atau suatu keganasan.
Nyeri kepala hebat yang akut disertai dengan kehilangan kesadaran atau tanda-tanda
gangguan neurological fokal mengarah kepada subaraknoid hemoragia atau
meningitis. Nyeri kepala yang kronis misalnya pada migraine atau tension type
headache.
c. Sisi mana yang sakit. Tension type headache sering difuse dan bilateral. Migraine
dapat bilateral tapi lebih sering unilateral. Cluster headache selalu unilateral
d. Kwalitas nyeri kepala. Kualitas nyeri kepal sangat subyektif tergantung pada keadaan
psikologi pasien.
e. Saat timbulnya nyeri kepala. Cluster headache sering nyeri timbul pada saat pasien
tidur sehingga sering membangunkan pasien. Tumor otak dalam ventrikel juga dapat
menyebabkan nyeri kepala pada saat tidur.
f. Fenomena lain yang menyertainya seperti photofobia,phonofobia, gangguan
penglihatan, dizziness, kelemahan otot, febris.
g. Hal hal lain yang memperburuk nyeri kepala misalnya batuk.
2. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum pasien & mentalnya.
b. Tanda tanda rangsangan meningeal
c. Adakah kelainan saraf cranial
d. Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan koordinasinya
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah, LED
b. Lumbal pungsi
c. Elektroensefalografi
d. CT Scan kepala, MRI.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir H, Samino, Ali W, editor. Konsensus Nasional Penanganan Nyeri Kepala di


Indonesia. Jakarta: PERDOSI. 1999.

2. Diamond S. Migrain Headache. In: Diamond ML, Solomon GD, editors. Diamond and
Dalessio’s: The Practicing Physician’s Approach to Headache. 6th ed. Philadelphia: WB.
Saunders. 1999. p. 46-70.

3. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology. 5th ed. New York:
McGraw-Hill/Appleton & Lange. 2002.

4. Lumbantobing, S,M. Neurologi Klinik. Jakarta : FKUI. 2008

5. Mardjono, Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. 2008.

6. R. P., Lewis, et al. Merrit’s Neurology. 11th ed. New York : Lippincott Williams and
Winkins. 2005.

7. Ropper A and Brown R.ed. . Adam and Victor’s Principle of Neurology 8th Edition. New
York: Mc Graw Hill-Medical Publishing Division. 2005.

Anda mungkin juga menyukai