Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS YANG DIPERSIAPKAN

DERMATITIS ATOPIK

Disusun Oleh:
Syukran (109103000044)
Wildan Acalipha Wilkensia (109103000004)

Dokter Pembimbing:
Dr. Elly M, Sp.KK


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUP FATMAWATI
JAKARTA
2013
ii

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus dipersiapkan yang
berjudul Dermatitis Atopik dengan baik. Shalawat serta salam tak henti-hentinya
kita sanjungsajikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa pesan
rahmatan lil alamin yaitu Islam.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Kami merasa
masih banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini akan kami terima dengan hati terbuka.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca
umumnya dan bagi kami khususnya.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh


Jakarta, 13 September 2013


Penulis
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I ILUSTRASI KASUS ........................................................................... 1
I. IDENTITAS PASIEN ......................................................................... 1
II. ANAMNESIS ...................................................................................... 1
III. PEMERIKSAAN FISIK ...................................................................... 3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................ 5
V. RESUME ............................................................................................. 5
VI. DIAGNOSIS KERJA .......................................................................... 6
VII. DIAGNOSIS BANDING ................................................................ 6
VIII. PENATALAKSANAAN ................................................................. 6
IX. PROGNOSIS ....................................................................................... 8
X. ANJURAN .......................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9
1. Definisi ................................................................................................ 9
2. Epidemiologi ....................................................................................... 9
3. Etiopatogenesis .................................................................................. 10
4. Gambaran Klinis ................................................................................ 13
5. Diagnosis ........................................................................................... 15
6. Diagnosis Banding ............................................................................ 16
7. Penatalaksanaan Umum .................................................................... 16
8. Pengobatan ........................................................................................ 17
9. Prognosis ........................................................................................... 19
iv

BAB III ANALISIS KASUS ......................................................................... 21
1. DASAR DIAGNOSIS KERJA ......................................................... 21
2. DIAGNOSIS BANDING .................................................................. 22
3. PENATALAKSANAAN .................................................................. 23
4. PROGNOSIS ..................................................................................... 24
5. ANJURAN ........................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26

1

BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. DN
Umur : 19 tahun
TTL : Jakarta, 15 Desember 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tanah Koja, RT 008/RW 010, Jakarta Selatan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Perkawinan : Belum menikah
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 5 September 2013; 09:25 WIB
Keluhan utama
Gatal-gatal pada kedua kaki dan kedua lengan sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan tambahan
(-)
2



Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh gatal pada kedua kaki dan lengan yang hilang timbul sejak
1 tahun yang lalu. Awalnya timbul bentol-bentol kecil di punggung kaki kanan dan
jari kaki kanan yang sangat gatal. Setelah pasien menggaruk, bentol menjadi lecet,
keluar cairan bening, dan bertambah lebar. Kira-kira 3 bulan kemudian keluhan yang
sama juga dirasakan pada punggung kaki dan jari kaki kiri. Pasien sering menggaruk,
sehingga lama kelamaan pasien merasa kulit di kedua punggung kaki dan jari kaki
menebal. Gatal diperberat jika pasien berkeringat, stres, makan telur atau udang,
terkena detergen dan saat istirahat. Lebih enak bila digaruk. Jika terkena detergen,
kaki pasien terasa perih dan membaik dengan sendirinya jika menjauhi kontak dengan
detergen. Pasien kemudian berobat ke klinik dokter 24 jam, dan diberi salep dan obat
minum yang pasien tidak ingat nama-nama obatnya. Keluhan gatal membaik, namun
ketika obat habis, keluhan kembali muncul. Pasien sudah menghindari kegiatan
mencuci, dan makan udang dan telur sejak timbulnya gatal-gatal di kulitnya ini.
Sejak 2 bulan yang lalu, pasien juga merasakan gatal di tengkuk kanannya.
Gatal di tengkuk ini juga sering digaruk dan menjadi bercak merah. Sejak 1 bulan
yang lalu muncul juga gatal di lipat kedua siku dan lipat kedua lutut. Gatal di lipatan
ini awalnya hanya bentol-bentol merah di permukaan kulit. Semakin digaruk, bentol-
bentol ini semakin banyak dan meluas hingga ke lengan bawah. Sejak 1 minggu yang
lalu, pasien juga merasakan gatal di daerah wajah dengan bentol-bentol merah juga.
Pasien kemudian berobat lagi ke dokter klinik 24 jam dan ketika obat habis, keluhan
kembali muncul. Pasien sering batuk-pilek dalam 1 tahun terakhir. Gigi berlubang
(+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami gatal di kulit/ekszem sebelum 1 tahun
terakhir ini, asma bronkhial (+), rhinitis alergi (+) dipicu oleh suhu yang dingin, mata
merah berulang (-). Pasien alergi makanan seafood dan telur. Alergi obat-obatan (-).
3



Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien ada kakek dari pihak ayah pasien yang pernah mengalami
ekzsem, asma bronkhial (-), rhinitis alergi (-), mata merah berulang (-).
Riwayat sosial
Pasien mengaku mandi 2 kali sehari, ganti pakaian dalam dan luar 2 kali
sehari, tidak menggunakan handuk orang lain. Pasien mengaku sering menggunakan
celana yang ketat (jeans).
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76x/ menit
Pernafasan : 20 x/ menit
Suhu : 36, 7 C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, penyebran merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+,
Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Lipatan infra-orbita Dennie Morgan (+), Orbita lebih
gelap
Telinga : Normotia, serumen +/-, sekret -/-, nyeri tekan tragus
-/-
Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, gigi berlubang
(+).
4



Tenggorok : Faring hiperemis -, Tonsil T1-T1
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran tiroid
Thorax :
Cor :
o Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicularis kiri
o Perkusi : Batas Jantung normal
o Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-),gallop (-)
Pulmo :
o Inspeksi : Kedua lapang paru simetris
o Palpasi : Vokal fremitus kanan= kiri
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : Sn vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba dan lien tidak
teraba, tympani, bising usus (+) normal
Extremitas : Atas : Akral hangat +/+, Oedem -/-
Bawah : Akral hangat +/+, Oedem -/-
KGB : tidak ada pembesaran
B. Status Dermatologikus
Pada regio dorsum pedis, digiti pedis I-V bilateral, terdapat bercak
eritematosa, multipel, berbatas sebagian tegas, sebagian difus,
berukuran numular hingga plakat disertai skuama kasar dan sebagian
dengan krusta kehitaman
Pada regio suprascapularis dextra terdapat bercak eritematosa, soliter,
berbatas tegas, berukuran plakat dengan skuama kasar di atasnya.
5



Pada regio fossa cubiti, fossa poplitea, dan ante-brachii bilateral
terdapat papulae dengan dasar eritematosa yang tersebar diskret,
sebagian berskuama dan dengan krusta kekuningan.
Pada regio periorbita dan zigomatikum bilateral terdapat bercak
eritematosa multipel berukuran lentikuler dengan batas tidak tegas.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
V. RESUME
Nn. DN 19 tahun, datang dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kaki dan
lengan sejak 1 tahun SMRS yang hilang timbul. Keluhan gatal awalnya di kaki kanan
dengan bentol-bentol kecil yang setelah digaruk mengeluarkan cairan bening dan
bertambah lebar serta terjadi penebalan. 3 bulan kemudian keluhan yang sama timbul
di kaki kiri. Gatal timbul terutama saat berkeringat, makan telur atau udang, kontak
dengan detergen dan bila saat istirahat. Pasien lebih enak bila digaruk. Rasa gatal ini
berhubungan dengan stres dan gigi berlubang. 2 bulan yang lalu timbul bercak
kemerahan di tengkuk disertai gatal, 1 bulan yang lalu timbul bentol-bentol merah di
lipatan siku dan lutut yang menyebar ke lengan bawah. 1 minggu yang lalu, muncul
bentol-bentol di wajah juga disertai gatal. Pasien sudah berobat ke dokter klinik 24
jam, diberi obat minum dan salep. Namun setelah obat habis, keluhan gatal kembali
timbul.
Pasien memiliki riwayat asma bronkhial, rhinitis alergi, alergi makanan
seafood dan telur.
Ada riwayat ekszem di keluarga pasien, yaitu kakek pasien. Asma bronkhial,
rhinitis alergi, dan konjungtivitis alergika disangkal
6



Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Ditemukan
adanya lipatan infra-orbita dennie morgan, dan orbita lebih gelap. Pada status
dermatologikus:
Pada regio dorsum pedis, digiti pedis bilateral, terdapat bercak eritematosa,
multipel, berbatas sebagian tegas, sebagian difus, berukuran numular hingga
plakat disertai skuama kasar dan sebagian dengan krusta kehitaman
Pada regio suprascapularis dextra terdapat bercak eritematosa, soliter, berbatas
tegas, berukuran plakat dengan skuama kasar di atasnya.
Pada regio fossa cubiti, fossa poplitea, dan ante-brachii bilateral terdapat papulae
dengan dasar eritematosa yang tersebar diskret, sebagian berskuama dan dengan
krusta kekuningan.
Pada regio periorbita dan zigomatikum bilateral terdapat bercak eritematosa
multipel berukuran lentikuler dengan batas tidak tegas.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik
VII. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Numularis
Neurodermatitis
Dermatitis kontak iritan e.c. susp. detergen
VIII. PENATALAKSANAAN
Umum :
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya
Jangan menggaruk lesi karena memperparah lesi
7



Jauhi faktor pencetus, seperti makan udang, telur dan lain-lain
Jauhi zat-zat iritan seperti detergen, sabun antiseptik, porselen, dan lain-lain
Hindari mandi dengan air panas atau dingin
Jaga kulit agar tetap lembab, seperti mandi dengan sabun bayi,
menggunakan pelembab kulit (hand-body) dan lain-lain
Pakaian sebaiknya tipis, tidak ketat dan menyerap keringat
Istirahat cukup dan hindari stress.
Khusus :
Sistemik : R/ Loratadin tab 10 mg No. VII
1 dd tab I p.rn
Topikal : R/ Clobetasone dipropionate 0.05% oins 10
As. Salisilat 4%
Gliserin 2%
m.f. la ung da in pot
2 dd ue untuk lesi selain wajah
R/ Hidrocortison 1% cream 5
As. Salisilat 3%
Gliserin 2%
m.f. la ung da in pot
2 dd ue untuk daerah wajah
8



IX. PROGNOSIS
Ad vitam: bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
X. ANJURAN
- Pemeriksaan kadar serum IgE
- Periksa kadar eosinofil dari hitung jenis darah
- Pemeriksaan white demographism dan blanch test
- Pemeriksaan skin prick test
- Kontrol 2 minggu kemudian

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal
yangumumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi
dan likenifikasi, distribusinya di lipatan.
Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh coca (1923) yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan
dalam keluarganya. Misalnya asma bronkial, rhinitis alergi, dermatitis atopic dan
konjungtivitis alergik.
2. Epidemiologi
Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini merupakan
masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga
melibatkan keluarganya. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-
negara industri lainnya, prevalensi DA pada anak mencapai 10 20 persen,
sedangkan pada dewasa 1 3 persen. Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah.
Perbandingan wanita dan pria adalah1,3:1. DA cenderung diturunkan. Bila seorang
ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya akan menderita DA pada 3
bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya
menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka
ini meningkat sampai 79 persen. Risiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu menderita
DA dibandingkan dengan ayah.
10




3. Etiopatogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah
melalui reaksi imunologik.
Faktor Genetik
DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat besar.
Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi, tetapi yang
paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31 33 karena mengandung gen
penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM CSF (granulocyte macrophage colony stimulating
factor) yang diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga
memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas
transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen
kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitif alergik.
Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ
spesifik dan berkontribusi pada resiko genetic DA.
Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di dalam
kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang melibatkan sel
Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa
berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super antigen) terpajan
ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami
proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di
membran SL epidermis.
11



Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan
mengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan
keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif
tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan
Nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel
Langerhans (melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian
diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan
ke nodus limfa perifer (sel T naive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan
terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang
menentukan perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan
sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan
IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian
sel TH1 ikut berpartisipasi.
Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara
IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada
pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil. Selain dengan SL dan sel
mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI yang terdapat pada sel basofil dan
terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat
menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang
akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi
penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas
pada DA.
Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin
Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap
tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF
mampu menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
keratinosit epidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan
12



prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang
diproduksi oleh sel B.
Respons sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
- Sintesis IgE meningkat.
- IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
- Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
- Respons hipersensitivitas lambat terganggu
- Eosinofilia
- Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
- Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun
- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-
13 dan PGE2
Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi
akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat,
skin capacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan
kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan
menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar
kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk
melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.
Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap remeh.
Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Jenis makanan yang
menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya susu dan telur, sedangkan
13



pada dewasa sea food dan kacang-kacangan. Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk
sari merupakan alergen hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi
dapat menjadi faktor pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik
terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung
dengan tingkat keparahan DA. Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor
pencetus DA, suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara
tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA.
Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang kronik
residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan merangsang
pengeluaran substansi tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang menimbulkan
rasa gatal. Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya
mikroorganisme dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih,
pengawet) memasuki kulit.
4. Gambaran Klinis
Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan 2 tahun), DA anak (2 10
tahun) dan DA pada remaja dan dewasa.
a. DA infantil (2 bulan 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan
kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-
vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk
krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak
mulai merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar
penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.

14



b. DA pada anak (2 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de
novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak
mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis
dan mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat
mengganggu pertumbuhan.
c. DA pada remaja dan dewasa (>10 tahun)
Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, dahi,
sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai
tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya pada bibir
(kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas
dan paling parah di daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak
menimbul, papul datar cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit
skuama. Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi
hiperpigmentasi.
Pruritus adalah gejala subjektif yang paling dominan dan terutama dirasakan
pada malam hari. Bagaimana mekanisme timbulnya pruritus masih belum jelas.
Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mas bukanlah satu-satunya penyebab
pruritus. Disangkakan sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat
kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan
konsentrasi rendah serta stres juga terkait dengan timbulnya pruritus. Umumnya DA
remaja dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia 30
tahun, jarang sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
Berbagai kelainan kulit dapat menyertai DA (termasuk dalam kriteria minor).
15



5. Diagnosis
Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin dan Rajka
telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris di
koordinasi oleh William (1994). Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal
3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.
1. Kriteria Mayor
Pruritus
Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
Dermatitis kronis atau residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
2. Kriteria Minor
Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)
Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermatografism dan delayed blanched response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat dan eritema
Gatal bila berkeringat
16



Intolerans perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
Tes alergi kulit tipe dadakan positif
Kadar IgE dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
6. Diagnosis Banding
DA didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak,
dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis dematitis herpetiformis, sindrom
Sezary dan penyakit Letterer-Siwe. Pada bayi, DA dapat pula didiagnosis banding
dengan sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom hiper IgE.
7. Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu,
karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.
Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen,
pemutih, dll)
Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti
menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
Menghindarkan stres emosi.
Mengobati rasa gatal.
17



8. Pengobatan
Hidrasi kulit: Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim
hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi
kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah mandi.
Kortikosteroid topikal: Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan
DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak.
Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah
genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila
aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya
dua kali seminggu.
Imunomodulator topikal
A. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk
anak usia 2 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang
tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
B. Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam.
Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah
konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
Preparat ter
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam bentuk
salap hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% 10% atau crude
coaltar 1% - 5%.
18



Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat menimbulkan
sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1 minggu)
dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada area luas akan
menimbulkan efek samping sedatif.
2. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu
singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering.
Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba
dihentikan akan timbul rebound phenomen.
Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan
berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin
yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan
aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid
10-75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor
histamine H1 dan H2.
Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S. aureus
pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila
ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200
mg/hari untuk 10 hari.
Interferon
19



IFN bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH1.
Pengobatan IFN rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan
calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila
obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya adalah
peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan
hipertensi.
Terapi sinar (phototherapy)
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet atau kombinasi
ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik daripada ultra violet B
saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B
mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi SL dan mengubah
produksi sitoksin keratinosit.
Probiotik
Pemberian probiotik perinatal akan menurunkan resiko DA pada anak di usia 2
tahun pertama.
9. Prognosis
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
DA yang luas pada anak.
20



Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
Awitan (onset) DA pada usia muda.
Anak tunggal.
Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.
21

BAB III
ANALISIS KASUS
1. DASAR DIAGNOSIS KERJA
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Dermatitis Atopik atas dasar :
1. Anamnesis
Pasien Nn. DN 19 tahun, mengeluhkan gatal yang hilang timbul sejak
kurang lebih satu tahun yang lalu.
Awalnya di punggung kaki dan jari kaki kanan, selanjutnya juga
terdapat gatal di lipatan siku, lipatan lutut, leher dan di sekitar mata.
Pasien memiliki riwayat atopi yaitu asma bronkhial, dan rhinitis alergi.
Di keluarga juga ada kakek pasien yang memiliki riwayat ekszem.
Pasien memiliki alergi makanan seafood dan udang.
Gatal dipengaruhi oleh keringat

2. Pemeriksaan fisik
Pada daerah mata ditemukan adanya orbita menjadi gelap dan lipatan
infra-orbita Dennie-Morgan
Adanya lesi kulit di lipatan-lipatan, leher, berupa papulae, bercak
eritema, sebagian dengan skuama dan krusta kehitaman akibat
garukan
Adanya dermatitis non-spesifik di kaki.
Berdasarkan kriteria diagnosis dermatitis atopik yang disusun oleh Hanifin
dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasikan
oleh William (1994), maka pada pasien didapatkan kriteria sebagai berikut:

22



Kriteria Mayor:
1. Pruritus
2. Dermatitis di fleksura pada dewasa
3. Dermatitis kronis dan residif
4. Riwayat atopi pada penderita dan atau keluarga
Kriteria Minor:
1. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
2. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
3. Orbita menjadi gelap
4. Gatal ketika berkeringat
5. Hipersensitivitas terhadap makanan
Untuk diagnosa dermatitis atopi menurut kriteria ini harus memenuhi 3
kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Sedangkan pada pasien ini terdapat 4 kriteria
mayor dan 5 kriteria minor (belum termasuk kriteria dengan tes seperti kadar IgE
serum, test kulit alergi tipe dadakan, white demographism dan blanch test). Jadi
pasien sudah memenuhi kriteria diagnosis dermatitis atopik.
2. DIAGNOSIS BANDING
Pasien didiagnosa banding dengan dasar sebagai berikut:
a. Dermatitis numularis
Berdasarkan hasil anamnesa: pasien mengaku gatal dan awalnnya lesi kulit
berupa bentol-bentol kecil di punggung kaki dan jari kaki kanan yang ketika digaruk
keluar cairan bening sehingga luka menjadi basah (oozing). Faktor pemicu berupa
stres dan adanya infeksi fokal gigi berlubang. Dan lesi kulit yang terlihat sekarang
adalah fase kronik dimana terjadi penebalan dengan skuama kasar di atasnya.
23



Berdasarkan usia pasien juga dermatitis numularis sering terjadi pada wanita usia 15-
25 tahun.
b. Neurodermatisis
Pasien wanita mengeluhkan gatal di kulit yang berawal dari punggung kaki
kanan dan juga di tengkuk leher. Punggung kaki adalah predileksi tersering timbulnya
neurodermatitis (tempat yang mudah dijangkau untuk digaruk) . keluhan gatal ini
dirasakan pasien hilang timbul, lebih dirasakan bila saat istirahat dan lebih enak bila
digaruk. Faktor pemicu stres. Pada gambaran lesinya juga didapatkan tanda lesi
kronik dengan skuama kasar sebagian. Meskipun secara usia, neurodermatitis puncak
terjadinya 30-50 tahun.
c. Dermatitis kontak iritan
Pasien mengaku gatal dipengaruhi oleh zat iritan seperti detergen dan pasien
sudah tidak mencuci lagi setelah menderita penyakit kulit ini. Meskipun dari gejala
tidak khas karena pasien DKI biasanya akan lebih mengeluhkan perih daripada gatal.
Pada pasien dengan dermatitis atopi, kemungkinan mengalami DKI juga akan lebih
besar.
3. PENATALAKSANAAN
Umum:
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya
Jangan menggaruk lesi karena memperparah lesi
Jauhi faktor pencetus, seperti makan udang, telur dan lain-lain
Jauhi zat-zat iritan seperti detergen, sabun antiseptik, porselen, dan lain-lain
Hindari mandi dengan air panas atau dingin mandi air panas akan
menyebabkan pasien gerah dan berkeringat setelahnya, sehingga memicu
24



timbulnya gatal pada D.A.. Sedangkan jika dengan air dingin akan menyebabkan
kulit kering dan mudah tersensitisasi suatu alergen.
Jaga kulit agar tetap lembab, seperti mandi dengan sabun bayi, menggunakan
pelembab kulit (hand-body) dan lain-lain kulit kering mudah tersensitisasi
alergen
Pakaian sebaiknya tipis, tidak ketat dan menyerap keringat supaya tidak terjadi
iritasi kulit dan memicu gatal
Khusus:
Pemberian anti-histamin pada pasien ini sebagai anti-pruritus. Dengan
mengurangi rasa gatal secara tidak langsung mencegah infeksi sekunder. Pada
dermatitis atopi, gatal yang terjadi ada hubungannya dengan histamine release
sehingga akan bermanfaat bagi pasien. Diberikan loratadine yang generasi 2 yang
long acting dan tidak bersifat sedatif agar tidak mengganggu kegiatan pasien di
pagi hari.
Kortikosteroid topikal diberikan karena mempunyai efek anti pruritus, anti
mitosis dan anti inflamasi. Pada pasien diberikan golongan kortikosteroid yang
poten yaitu klobetasone dipropionate 0.05% dicampur dengan as. Salisilat 4%
sebagai keratolitik dan vehikulumnya salep untuk lesi kronik seperti di punggung
kaki agar penetrasi obatnya lebih baik. Sedangkan untuk daerah wajah atau
sekitar mata, diberikan krim hidrokortison 1% dicampur dengan as. Salisilat 3%
karena daerah wajah relatif lebih tipis dan penyerapannya lebih baik serta
mencegah terjadinya efek samping akibat kortikosteroid.
4. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam, karena proses penyakit tidak
mengancam kehidupannya.
Ad fungtionam : Bonam, karena setelah sembuh tubuh pasien masih
dapat berfungsi dengan baik.
25



Ad Sanationam : Dubia ad bonam, karena penyakit bersifat kronik
residif dan belum diketahui dengan pasti etiologinya.
5. ANJURAN
Dianjurkan untuk memeriksakan kadar IgE serum, white demographism dan
blanch test serta tes alergi dadakan untuk menunjang diagnosis (kriteria minor)
meskipun secara kriteria sebenarnya sudah tegak dermatitis atopik. Hitung jenis kadar
eosinofil juga bermanfaat pada kasus DA.
Prick Test berguna selain untuk menyokong diagnosis juga untuk membantu
menentukan alergen penyebab. Sampai sekarang belum ada satupun pemeriksaan
penunjang yang akurat untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Pemeriksaan
penunjang dilakukan lebih ke arah diagnosis penyakit atopi pada umumnya. Kontrol
1 minggu kemudian untuk melihat hasil perkembangan pengobatan. Juga untuk
menurunkan potensi kortikosteroid topikal.
26

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Dermatitis atopik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.
Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. p200-3
2. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis. Dalam:
Freedbrerg IM, Eisen A, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,
Fitzpatrick TB. Editor. Dermatology In General Medicine. Edisi ke-7. New
York: The McGraw Hill Companies, 2008. p147-57
3. Sugito TL. Buku Panduan Dermatitis Atopik. Dalam: Titi LS, Siti AB, Tina
WW editor. Jakarta: FKUI, 2011. p1-97
4. Kang K, Polster AM, Nedorost ST, Stevens SR, Cooper KD. Atopic
dermatitis. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini R, editor. Dermatology.
Edisi ke-2, vol 1, London; Mosby. 2004. p199-211


27



Lampiran
28

Anda mungkin juga menyukai