SURVEI HIDROGRAFI
Oleh :
Kelompok 5
Dosen:
Khomsin, S.T., M.T.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan “Pengukuran Posisi Horizontal
Pergerakan Kapal Survei Hidrografi dengan Pengikatan Kemuka” dengan tepat waktu.
Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografis.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. Khomsin, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah Survei Hidrografi kelas B
Teknik Geomatika FTSLK ITS;
2. Teman-teman kelas B pada mata kuliah Survei Hidrografi yang telah membantu dalam
pelaksanaan praktikum maupun penyelesaian tahap laporan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Aamiin.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
iii
3.3.2 Penjelasan Diagram Alir..................................................................................... 26
BAB IV HASIL DAN ANALISA ....................................................................................... 28
4.1 Hasil ........................................................................................................................... 28
4.2 Analisa ....................................................................................................................... 31
BAB V PENUTUP .............................................................................................................. 32
5.1 Simpulan ................................................................................................................... 32
5.2 Saran .......................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 33
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 34
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum penentuan posisi kapal ini adalah:
1. Mahasiswa mampu membuat rencana desain arah, jarak dan sudut dengan alat
theodolite dan stopwatch
2. Mahasiswa mampu mengukur jarak dan sudut pada alat theodolite
1
3. Mahasiswa mampu mengolah data hasil pengukuran dengan metode pengikatan
ke muka
4. Mahasiswa mampu menggambar/melakukan plotting hasil koordinat, jarak, dan
sudut yang telah dibidik sesuai dengan letak titik dilapangan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum penentuan posisi adalah:
1. Mahasiswa mengetahui cara membidik suatu titik
2. Mahasiswa mampu menghitung hasil praktikum dalam menghasilkan koordinat
3. Mahasiswa dapat menggambarkan koordinat titik yang dibidik
2
BAB II
DASAR TEORI
3
2.1.1 Tahap-tahap pelaksanaan survey hidrografi ini adalah:
a. Survey pendahuluan
Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di lokasi
survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek
penting yang berhubungan dengan pelaksanaan survey. Adapun langkah dalam survey
pendahuluan yang akan dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi tugu / BM (Benchmark) referensi yang akan dipakai acuan dalam
pekerjaan adalah tugu orde 1 atau 2 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal dan
BPN.
2. Identifikasi lokasi stasiun pasang surut terdekat ke lokasi survey.
3. Identifikasi dan pemilihan lokasi-lokasi rencana pemasangan tugu (BM) dan
stasiun pasut disekitar lokasi survey.
4. Penentuan lokasi awal dimana pengukuran sounding akan dimulai.
5. Mengisi formulir survey serta membuat deskripsi informasi pencapaian lokasi
titik BM dan stasiun pasut yang ada maupun rencana, serta informasi-informasi
lainnya yang dianggap penting.
b. Penyediaan titik kontrol horizontal
Penentuan jaring kontrol horizontal bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi
kegiatan pekerjaan selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem
koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu diikatkan pada titik
tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang
ditetapkan tahun 1996 dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional WGS-
84.
c. Pengamatan pasang surut
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan
laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik
berubah-ubah setiap waktu. Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu
ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.
Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan juga untuk
menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
4
gambar 1: Pengamatan pasang surut
5
gambar 2: Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time
kinematik
6
3. Kesalahan akibat perubahan kecepatan gelombang suara, dan
4. Kesalahan lainnya yang perlu untuk diperhitungkan.
Selain itu angka kedalaman juga harus diredusir kepada suatu bidang acuan
kedalaman yaitu Low Water Spring (LWS) (tergantung penetapan). Hubungan matematika
koreksi-koreksi di atas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Do = Du + Dkgs
D1 = Do + Dsss
D2 = D1 + Dsr
Dimana :
Du = bacaan kedalaman yang diperoleh dari pengukuran
Do = kedalaman suatu titik tegak lurus dibawah tranduser
D1 = kedalaman suatu titik terhadap permukaan laut
D2 = kedalaman suatu titik terhadap muka surutan
Dkgs = koreksi kecepatan gelombang suara
Dsss = koreksi sarat tranduser
Dsr = koreksi surutan
g. Koreksi surutan
Koreksi surutan diberikan untuk mereduksi seluruh data ukuran kedalaman kedalam
suatu bidang acuan yang disebut Chart Datum yang mana dalam hal ini didefinisikan sebagai
Low Water Spring (LWS). Besarnya nilai koreksi surutan ini diperoleh dari hasil analisa
pasut seperti dijelaskan di atas.
Dengan menggunakan perangkat lunak Hypack, pemberian koreksi syarat tranduser,
sattlement dan squat serta pengaruh perbedaan kecepatan gelombang suara secara otomatis
dikerjakan pada waktu pelaksanaan pengukuran di lapangan, sehingga data ukuran yang
diperoleh sudah terbebas dari pengaruh kesalahan-kesalahan tersebut. Jadi pada tahap
pemrosesan, data-data yang diperoleh tinggal direduksi ke bidang acuan kedalaman/chart
datum.Setelah data hasil ukuran kedalaman dikoreksi kemudian data-data tersebut yaitu data
posisi dan waktu akan disimpan kedalam format ASCII dengan format: Bujur, Lintang,
Kedalaman(m) dan Waktu.
h. Penyajian data
Setelah semua data lapangan selesai diolah dan sudah dalam bentuk digital dengan
format B, L, H, T (bujur, lintang, kedalaman, waktu) kemudian di eksport ke dalam format
drawing menggunakan LDD. Data gambar pertama yang akan tempil adalah berupa point,
deskripsi, elevasi dan no. point yang tersimpan dalam layer berbeda. Kemudian dengan
7
menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada dalam software tersebut kita akan melakukan
filtering, surfacing, conturing dan interpolasi. Produk akhir dari prosesing ini akan diperoleh
peta bathimetri digital dalam format DWG/DXF yang kemudian akan dicetak dengan skala
yang diinginkan. Unsur-unsur yang akan disajikan pada peta batimetri tersebut meliputi :
1. Angka kedalaman dengan kerapatan 1 cm pada skala peta
2. Kontur kedalaman
3. Garis pantai dan sungai
4. Tanda atau sarana navigasi
5. Informasi dasar laut, dll
Sistem proyeksi yang dipakai pada pembuatan peta batimetri ini menggunakan
sistem Transver Mercator (TM) dengan datum WGS 84, sedangkan sistem koordinat grid
yang akan dipakai adalah UTM (Easting, Norting, Kedalaman) maupun Geodetik (Lintang,
Bujur, Kedalaman).
9
Gambar 4: pengukuran dengan metode Triangulasi, Trilaterasi, Triangulaterasi
Gambar 5: penentuan posisi menggunakan metode Poligon, Pengikatan kemuka, Pengikatan kebelakang.
10
merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya.
11
diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur
mungkin badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit
mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada
penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca
mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang
diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian
tinggi.
b. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan
Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi
masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran
yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara
memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang
akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan
adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak
mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak
tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi
ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi
kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya.
Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa
dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.
c. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur
Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang
digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran.
Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini
sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang
kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur
sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi
dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil
pengukurannya.
Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran.
Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai
dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang
12
betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi
juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa
faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:
Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki
ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran. Memiliki pengetahuan
tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan
sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya. Memiliki kemampuan dalam persoalan
pengukuran yang meliputi bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan
bagaimana memeliharanya.
13
Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengamat kurang terampil dalam menggunakan
instrumen, posisi mata saat membaca skala yang tidak benar, dan kekeliruan dalam membaca
skala.
b. Kesalahan Sistematis
Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen disebut
kesalahan sistematis. Kesalahan sistematis menyebabkan semua hasil data salah dengan
suatu kemiripan. Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:
1. Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya.
2. Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya penyesuaian
pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat.
3. Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca
pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.
Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Standardisasi prosedur
b. Standardisasi bahan
c. Kalibrasi instrument
d. Kesalahan Acak
Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak menentu
bisa menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya, fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat
pengukuran e/m (perbandingan muatan dan massa elektron). Fluktuasi (naik turun) kecil ini
bisa disebabkan oleh adanya gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan baterai, dan
kebisingan (noise) elektronik yang besifat acak dan sukar dikendalikan.
e. Kesalahan serius (Gross error)
Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi.
Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagen yang digunakan, peralatan yang
memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini cukup
jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil
yang jelas, tingkat mampu ulang yang sangat rendah dan lain lain.
14
yaitu jarak horizontal dan jarak miring.
Jarak horizontal adalah jarak yang apabiladiukur maka perbedaan tingginya adalah 0.
Sedangkan jarak miring adalah hasilpengukurannya melibatkan kemiringan. Perlu Anda ketahui bahwa
jarak yang dapat digambarkan secara langsung pada peta adalah jarak horizontal, bukan jarak miring.
Oleh karena itu, jarak horizontal AB yang akan digambarkan pada peta.
Cara pengukuran jarak horizontal yang sederhana pada daerah miring adalah sebagai berikut. Untuk
jarak pendek dilakukan dengan merentangkan pita dan menggunakan waterpass sehingga mendekati
horizontal. Untuk jarak yang panjang dilakukan secara bertahap.
Untuk daerah datar, pengukuran jarak tidak mengalami masalah. Namun ada kalanya pada
daerah yang datar terdapat hambatan. Hambatan ini terutama terjadi pada daerah datar yang memiliki
garis ukur yang panjang, yaitu adanya obyek penghalang seperti sungai atau kolam. Membuat garis tegak
lurus terhadap garis ukur pada titik A sehingga diperoleh garis AC. Menempatkan titik D tepat
ditengah-tengah AC. Kemudian menarik garis dari B ke D hingga di bawahtitik C. Kemudian
membuat garis tegak lurus ke bawah terhadap garis AC dari titik C, sehingga terjadi
perpotongan (titik E).
Jarak antara dua buah titik di bidang datar (2 dimensi) dapat diketahui dengan cara akar
dari pertambahan selisih kuadran absisdengan selisih kuadrat ordinat kedua titik tersebut.
Tahap-tahap Pengukuran Jarak dan Arah adalah tahap-tahap yang harus Anda lakukan dalam
memetakan suatu wilayah dengan alat bantu meteran dan kompas.
15
1. Jika panjang satu jalur melebihi panjang rantai, maka jalan rantai tersebut ditandai
dengan batang penentu yang berwarna terang
2. Jalur-jalur rantai menjangkau daerah-daerah yang penting lainnya
3. Titik yang diukur saling terlibat.
b. Pengukuran jarak tidak langsung
Pengukuran ini biasanya menggunakan instrumen ukur jarak tachymetri dan metode optic.
Pengukuran jarak tidak langsung ada beberapa macam diantaranya pengukuran jarak dengan
kira-kira. Cara ini dapat menggunakan langkah dan menggunakan skala pada peta. Tujuan yang akan
dicapai dalam pengukuran jarak adalah membuat garis yang benar-benar lurus sehingga jaraknya dapat
diukur dengan pasti.
Cara menghitungnya adalah bila sudut azimuth lebih dari 180 derajat maka sudut azimuth
dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth kurang dari 180 derajat maka sudut azimuth dikurangi
180 derajat, bila sudut azimuth =180 derajat maka back azimuthnya adalah 0 derajat atau 360
derajat. Azimuth adalah suatu sudut yang dimulai dari salah satu ujung jarum magnet dan diakhiri pada
ujung objektif garis bidik yang besamya samadengan angka pembacaan. Azimuth suatu garis adalah
sudut antara garis meridian darigaris tersebut, diukur searah dengan jarum jam, biasanya dari
titik antara garis meridian(dapat pula dari arah selatan). Besarnya sudut azimuth antara 0 – 360
derajat.
Arah orientasi merupakan salah satu unsur utama dalam proses pengukuran untuk
membuat peta, khususnya peta umum.Pada umumnya setiap peta merniliki arah utama yang ditunjukkan ke
arah atas(utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang sering digunakan dalam suatu peta.
a. Utara magnetis, yaitu utara yangmenunjukkan kutub magnetis.
b. Utara sebenarnya (utara geografis), atauutara arah meridian.
c. Utara grid, yaitu utara yang berupa garistegak lurus pada garis horizontal dipeta.
16
Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan ketiga arah utara
ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan arah pada peta. Arah utara
magnetis merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik.
Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah dari suatu obyek ketempat obyek lain searah jarum jam
disebut sudut arah atau sering disebut azimuth magnetis. Pada peta yang dibuat dengan menggunakan
kompas maka perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara magnetis.
Contoh: Azimuth Magnetis AB (Az, AB) = 70° Azimuth Magnetis AC (Az, AC) = 310°.
Azimuth dapat diperoleh dengan cara arcus tangent dari pembagian selisih absis
terhadap selisih ordinat. Besarnya sudut azimuth tersebut berrgantung dari nilai positif atau
negatifnya selisih absis atau ordinat
1. Jika selisih absis bernilai positif danselisih ordinatnya bernilai positif maka azimuth
berada di kuadran I yang nilainya sama dengan sudut tersebut.
2. Jika selisih absis bernilai positif danselisih ordinat bernilai negatif maka azimuth
berada di kuadran II yang nilainya sama dengan 180 dikurangi sudut tersebut .
3. Jika selisih absis bernilai negatif danselisih ordinat bernilai negatif maka azimuth
berada di kuadran III yang nilainya sama dengan 180 ditambah sudut tersebut.
4. Jika selisih absis bernialai negatif dan selisih ordinat bernilai positif maka azimuth
berada di kuadran IV yang nilainya sama dengan 360 dikurangi besar sudut tersebut.
17
Gambar 8: Prinsip Ikatan Kemuka
Pada pengolahan data, kita mencari terlebih dahulu jarak dengan rumus akar dan
penjumlahan selisih absis dan selisih ordinat.
dab = √(𝑥𝑏 − 𝑥𝑎)2 + (𝑦𝑏 − 𝑦𝑎)2
Azimuth titik A terhadap titik B, kita mencari terlebih dahulu dengan rumus arcus tangen
pembgian selisih absis dan ordinat.
𝑋𝑏−𝑋𝑎
Tgn-1 ⍺AB = 𝑌𝑏−𝑌𝑎
Azimuth titik A terhadap target kita peroleh dari azimuth basis dikurang sudut alfa.
Azimuth titik B terhadap target kita peroleh dari azimuth titik A terhadap titik B ditambahkan
180 dan ditambahkan terhadap sudut beta. Jarak A terhadap target B terhadap target
diperoleh dari rumus perbandingan sinus. Jarak A terhadap target sama dengan perbandingan
jarak absis dibagi sudut 180° dikurang ⍺ dan β dikalikan dengan sudut ⍺.
Mencari koordinat P dari titik A
Xp = Xa + da. sin ap
Yp = Ya + da.cos ap
Mencari koordinat C dari titik B
Xp = Xb + dbp. sin bp
Yp = Yb + dbp . cos bp
Koordinat target dapat diperoleh dari titik Adan B. Absis target sama dengan jarak
Aterhadap target dikalikan dengan sinus azimuth A terhadap target kemudian ditambahkan dengan
absis titik A. Ordinat target sama dengan jarak A terhadap target dikalikan dengan cosinus azimuth A
terhadap target kemudian ditambahkan dengan ordinat titik A. Absis target sama dengan jarak B
terhadap target dikalikan dengan sinus azimuth B terhadap target kemudian ditambahkan dengan absis
titik B terhadap target kemudian ditambahkan dengan ordinat titik B. Nilai koordinat target
merupakan nilai koordinat yang diperoleh dari titik A dan B.
18
2.6.1 Prosedur Pengikatan Kemuka
Titik P diikat pada titik A (Xa, Ya) dan B (Xb, Yb), diukur sudut-sudut alfa dan beta
yang terletak pada titik A dan titik B. Dicari absis X dan ordinat T titik P. Carilah selalu
lebih dahulu sudut jurusan dan jarak yang diperlukan. Koordinat-koordinat titik P akandicari
dengan menggunakan koordinat-koordniat titik-titik A dan B sehingga akan didapat dua pasang X
dan Y yang harus sama besarnya, kecuali perbedaan kecil antara dua hasil hitungan. Diperlukan lebih dahulu
sudut jurusan dan jarak yang tentu sebagai dasar hitungan.
maka
Xp = Xa + dap sin ⍺ap
Yp = Ya + dap cos ⍺ap
c. Xp dan Yp dicari dari titik B, diperlukan ⍺bp dan dbp
19
Diketahui bahwa ⍺ba = ⍺ab + 180° karena sudut jurusan dan arah yang berlawanan
berselisih 180° selanjtnya dapat dilihat dari gambar bahwa ⍺bp = (⍺ab + β) - 180°.
Dengan rumus sinus didalam segitiga ABP didapat
dbp/sin ⍺ = dab/sin {180° - (⍺+β)}
atau dbp = msin ⍺
maka dididapatkan
Xp = Xb + dbp sin ⍺bp
Yp = Yb + dbp cos ⍺bp
2.7 Theodolite
Theodolit adalah alat ukur sudut, karena alat ini disiapkan atau dirancang
untuk mengukur sudut baik sudut vertikal maupun horizontal. Kegunaan lain alat
ukur ini yaitu dengan bantuan rambu ukur dapat digunakan sebagai pengukur jarak
baik jarak horizontal maupun miring dan mengukur beda tinggi dengan
menggunakan metode.
Prinsip Kerja Theodolit yaitu:
1. Letakkan pesawat di atas kaki tiga dan ikat dengan baut. Setelah
pesawat terikat dengan baik pada statif, pesawat yang sudah terikat
tersebut baru diangkat dan Anda dapat meletakkannya di atas patok
yang sudah diberi paku
2. Tancapkan salah satu kaki tripod dan pegang kedua kaki tripod
lainnya. Kemudian lihat paku dibawah menggunakan centring. Jika
paku sudah terlihat, kedua kaki tripod tersebut baru diletakkan di
tanah.
3. Setelah statif diletakkan semua dan patok beserta pakunya sudah
terlihat, ketiga kaki di statif baru diinjak agar posisinya menancap kuat
di tanah dan alat juga tidak mudah goyang. Kemudian, lihat paku
lewat centring. Jika paku tidak tepat, kejar pakunya dengan sekrup
penyetel. Kemudian, lihat nivo kotak. Jika nivo kotak tidak berada di
tengah maka alat posisinya miring. Untuk mengetahui posisi alat yang
lebih tinggi, lihat gelembung pada nivo kotak. Jika nivo kotak berada
di timur, posisi alat tersebut akan lebih tinggi di timur sehingga kaki
sebelah timur dapat dipendekkan.
4. Setelah posisi gelembung di nivo kotak berada di tengah,alat sudah
20
dalam keadaan waterpass namun masih dalam keadaan
kasar. Cara mengaluskannya, gunakan nivo tabung. Di
bawah theodolit terdapat 3 sekrup penyetel. Sebut saja
sekrup A, B, dan C. Untuk menggunakan nivo tabung sejajarkan nivo
tabung dengan 2 sekrup penyetel. Misalnya sekrup A dan B.
Kemudian, lohat posisi gelembungnya. Jika tidak di tengah, posisi alat
berarti masih belum level dan harus ditengahkan. Setelah nivo tabung
berada di tengah baru kemudian diputar 90 derajat atau 270 derajat
dan nivo tabung bisa ditengahkan dengan sekrup C. Setelah ada di
tengah, berarti posisi kotak dan nivo tabung sudah sempurna
Pemetaan Terestris Lanjut KKH.
5. Lihat centring. Jika paku sudah tepat di lingkaran kecil, maka alat
sudah tepat di atas patok. Tetapi jika belum, alat harus digeser terlebih
dahulu dengan mengendorkan baut pengikat yang terdapat di bawah
alat ukur. Geser alat agar tepat berada di atas paku namun jangan
diputar karena jika diputar dapat mengubah posisi nivo.
6. Setelah posisi alat tepat berada di atas patok, pengaturan nivo tabung
perlu diulangi seperti langkah di atas agar posisinya di tengah lagi. 7.
Setelah selesai, tentukan titik acuan yaitu 0°00’00″ dan mengunci
sekrup penggerak horizontal.
21
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Lokasi
Hari/Tanggal : Kamis, 27 September 2018
Pukul : 09.00 – 12.30 WIB
Lokasi : Lapangan Parkir Gor Pertamina
2. Sepeda motor
3. Payung 2 buah
22
4. Rol meter 2 buah
5. Kompas 1 buah
6. Stopwatch
7. Alat Tulis
23
8. Komputer/Laptop
10. Mouse
3.2.2 Bahan
1. AutoCAD Map3D 2018
2. Microsoft Exel
24
Gambar 22: Microsoft Exel
3. Microsoft Word
Perencanaan jalur
Orientasi Lapangan
Pengambilan Data
Data Pengukuran
Pengolahan Data
Koordinat Jalur
(X,Y)
Penyajian Data
Laporan, Peta,
Presentasi
25
Selesai
3.3.2 Penjelasan Diagram Alir
1. Perencanaan jalur
Perencanaan jalur dilakukan sebelum praktikum, dalam perencanaan jalur
praktikum ini ditentukan bahwa lokasi praktikum di lapangan parkiran gor pertamina
ITS.
2. Orientasi Lapangan
Pada tahap orientasi lapangan, kami mendatangi tempat praktikum yaitu di
lapangan parker gor pertamina ITS kemudian melakukan survei awal. Kami
menentukan dua titik yang digunakan sebagai titik acuan dalam penentuan posisi
menggunakan metode ikatan kemuka. Setelah itu, kami melakukan pemasangan
patok menggunakan paku payung. Selanjutnya memasang fix position jalur kapal
menggunakan paku payung dan rafia.
3. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode pengikatan kemuka
(intersection). Dalam metode tersebut diperlukan dua alat ttheodolite. Data yang
diambil yaitu azimuth, jarak, dan sudut horizontal. Berikut adalah diagram alir dalam
pengambilan data.
Mulai
Centering Alat
26
Selesai
4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel. Berikut
adalah diagram pengolahan data yang kami lakukan.
Mulai
Data Pengukuran
Selesai
5. Penyajian Data
Dalam praktikum ini penyajian yang kami lakukan yaitu dalam bentuk laporan
praktikum, peta posisi jalur, dan presentasi.
27
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Data Pengikatan Ke Muka Titik Possi Fix
BM A BM B
X Y X Y
0 0 5.96 27.25
Tabel 1 : Koordinat BM A dan BM B
Tabel 1: Data pengukuran pengikatan kemuka dari BM A dan BM B ke titik posisi fix
Titik X Y
A -14.5973 29.2244
B -62.7311 29.2366
C -63.0072 20.3598
D -14.2610 21.2438
E -14.5533 12.5595
F -62.7876 12.3371
G -63.0667 4.5227
H -14.7208 6.0315
I -14.7185 -2.6347
J -64.3321 -3.8809
Tabel 3: Koordinat hasil pengukuran pengikatan kemuka rata-rata dari BM A dan BM B ke titik posisi fix
28
Gambar 25: Hasil Plot Koordinat Posisi Fix Jalur Kapal
29
X Y
-17.782592 24.31766
-25.421345 24.93743
-33.781054 24.93867
-42.588546 25.18907
-52.31063 25.49627
-59.7802 25.86083
-55.542811 19.44802
-38.720935 20.2387
-37.022558 19.01964
-28.802375 18.92455
-21.007766 18.72552
-18.642384 12.94926
-28.591879 12.8465
-38.813375 12.91652
-42.073674 11.87283
348918.62 4597229
-62.808885 -0.93012
-86.410645 10.68575
-53.638432 7.768485
-46.986715 7.95108
-38.097131 8.023545
-29.200624 8.44561
-32.161614 0.442438
-17.998114 0.437677
-28.084075 0.752673
-36.407559 1.055366
-54.921872 2.541519
Tabel 5: Koordinat hasil rata-rata pengukuran pengikatan kemuka dari BM A dan BM B menggunakan motor
30
Kemudian, kami juga melakukan tracking menggunakan GPS HP, berikut ini adalah
hasilnya:
4.2 Analisa
Analisis dari praktikum pengukuran pengikatan kemuka adalah sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan koordinat dari titik A dan titik B memiliki selisih sebesar yang
beragam, dan selisih terbesar 0.005 meter.
2. Hasil plot jalur pengukuran posisi fix dengan jalur pengukuran menggunakan motor
di AutoCAD tidak sesuai, banyak garis yang melenceng pada tiap titik 5 detiknya.
Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab, antara lain:
a. Membidik target yang bergerak.
b. Karena pengukuran menggunakan theodolite, butuh waktu untuk membidik
target bergerak sekaligus membaca sudutnya
c. Waktu pencatatan antara alat di titik A dan titik B tidak selalu bersamaan,
sehingga, hasil bacaan sudut menjadi tidak akurat.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Pada praktikum penentuan posisi horizontal kapal ini, metode pengikatan kemuka
merupakan salah satu cara yang berguna untuk mendapatkan koordinat horizontal
jalur yang kapal
2. Pada praktikum ini, kami mengalami kesulitan dalam membidik objek sekaligus
membaca bacaan sudut, karena objek yang dibidik bergerak
3. Dari hasil plot koordinat, plot saat objek bidik bergerak beda jauh dengan plot
koordinat posisi fix yang telah direncanakan
4. Kami juga mengalami kesulitan dalam menyeragamkan timing bidikan dari 2 alat,
hal ini juga ada sangkut pautnya dengan simpulan poin ke 2.
5.2 Saran
1. Pada praktikum penentuan posisi horizontal jalur kapal ini seharusnya digunakan
dengan total station, karena kita hanya perlu membidik ke prisma dan data otomatis
terecord
2. Sebaiknya juga membandingkan hasil koordinat dari pengikatan ke muka dengan
pengikatan kebelakang untuk mengetahui hasilnya sama apa tidak
3. Dalam melakukan praktikum ini sebaiknya kita meningkatkan konsentrasi dan
komunikasi untuk mendapatkan timing bidikan yang pas
4. Untuk orang yang memegang rambu sambil naik motor sebaiknya posisi rambunya
diusahakan tetap tegak agar lebih mudah saat membidik.
32
DAFTAR PUSTAKA
Muda Iskandar. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan. : Jakarta : Direktorat Sekolah Menengah
Kejuruan.
Tyo, Arga. 2016. Tugas Praktikum Asistensi Survei Hidrografi. Diakses pada tanggal 1
Oktober 2018, diperoleh dari
http://share.its.ac.id/pluginfile.php/40441/mod_resource/content/2/3.2.1%20Kerangka%20
Kontrol%20Horisontal.pdf
33
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
DATA UKUR
SUDUT DALAM SUDUT DALAM BETA
Azimuth
BIDIK ALPHA (BM1) (BM2) DD ALPHA DD BETA
AB
D M S D M S
1 48 31 10 70 36 43 48.51944444 70.61194444
2 57 53 40 73 26 16 57.89444444 73.43777778
3 65 54 30 74 19 26 65.90833333 74.32388889
4 71 44 35 75 13 18 71.74305556 75.22166667
5 76 21 40 75 55 43 76.36111111 75.92861111
6 78 57 10 76 26 31 78.95277778 76.44194444
7 83 2 55 70 25 23 83.04861111 70.42305556
8 74 45 0 68 44 5 74.75 68.73472222 12.347222
9 75 9 15 66 48 47 75.15416667 66.81305556
10 69 2 15 64 11 5 69.0375 64.18472222
11 60 37 50 60 6 43 60.63055556 60.11194444
12 67 33 30 47 29 11 67.55833333 47.48638889
13 78 9 0 55 1 27 78.15 55.02416667
14 83 56 20 59 54 6 83.93888889 59.90166667
15 86 35 14 59 54 6 86.58722222 59.90166667
16 88 51 20 62 58 32 88.85555556 62.97555556
34
17 90 22 0 65 10 40 90.36666667 65.17777778
18 95 17 50 67 29 11 95.29722222 67.48638889
19 94 6 20 59 33 6 94.10555556 59.55166667
20 92 44 30 57 37 36 92.74166667 57.62666667
21 90 27 10 54 4 38 90.45277778 54.07722222
22 86 12 50 49 30 56 86.21388889 49.51555556
23 101 33 30 42 32 20 101.5583333 42.53888889
24 100 57 10 29 26 16 100.9527778 29.43777778
25 100 48 40 39 45 36 100.8111111 39.76
26 100 41 10 45 55 36 100.6861111 45.92666667
27 99 41 50 55 33 50 99.69722222 55.56388889
35