Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA

PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS


GAS

Disusun oleh :
Nama : Cindy Eka Fitra Yuliana
NIM : 171810301074
Kelas/Kelompok : B/6
Asisten : Wenny Farida Ulfa

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Berat molekul suatu senyawa gas dapat ditentukan dari massa jenis yang diketahui
dengan menggunakan persamaan gas ideal. Persamaan gas ideal yang mengandung unsur mol
zat yang diketahui dapat menentukan berat molekul suatu senyawa. Hal ini akan mudah bagi
kita untuk menentukan berat molekul gas tersebut jika gas itu kita anggap sebagai gas
ideal(Respati, 1992).
Percobaan ini dilakukan agar dalam praktiknya mahasiswa dapat menentukan berat
molekul zat volatil (zat yang mudah menguap). Zat volatil misalnya kloroform, amonia,
karbon dioksida, etanol, dan aseton. Zat volatil sangat berguna untuk kebutuhan sehari-hari
seperti kloroform yang berguna dalam membersihkan noda pada pakaian.
Percobaan ini menggunakan cairan volatil dalam erlenmeyer yang direndam dalam
penangas air bersuhu 91oC (biasanya 100oC), sehingga akan terbentuk gas yang akan
ditentukan rumus molekulnya. Percobaan ini menggunakan zat volatil yaitu kloroform,
aseton, dan etanol. Masing-masing zat volatil akan habis menguap dan setelah didinginkan
akan ditimbang beratnya yang akan menentukan massa gas zat volatil yang menguap tersebut.
Teknik atau langkah kerja yang ditentukan, akan menghasilkan uap cairan yang akan
ditentukan berat molekulnya, yang memiliki tekanan yang sama dengan tekanan atmosfer.
Sehingga akan didapat berat molekul dari perhitungan persamaan gas ideal(Tim Kimia Fisik,
2018).

1.2 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan
pengukuran massa jenis gas dan mengaplikasikan persamaan gas ideal yang telah dipelajari.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform lebih dikenal
sebagai bahan pembius meskipun telah banyak digunakan sebagai pelarut nonpolar di
laboraturium atau industri. Wujudnya berupa cairan dan mudah mengua . Kloroform
mempunyai titik didih 61,2 oC dan titik lebur -63,5oC(ScienceLab, 2018).
Kloroform juga disebut sebagai holoform karena brom dan klor juga bereaksi dengan
metal keton yang menghasilkan masing – masing bromoform dan kloroform. Hal inilah yang
disebut haloform. Kloroform termasuk senyawa polihalogen yaitu senyawa turunan
karboksilat yang mengikat lebih dari satu atom halogen dan merupakan senyawa dari asam
formiat(ScienceLab, 2018).
Kloroform dalam bidang industri dapat diperoleh dengan pemanasan campuran dari
klorin dan klorometana atau metana. Beberapa senyawa yang dapat membentuk kloroform
dan senyawa halofom adalah etanol, 2–proponol, 2-butanol propanon, dan 2-butanon. Reaksi
kloroform berlangsung dalam tiga tingkat yaitu oksidasi, subsitusi, dan penguraian oleh
basa(ScienceLab, 2018).
Sifat fisika dari kloroform antara lain beracun, berbau khas (sedikit manis), berbentuk
cair, dan tidak berwarna. Sementara sifat kimia kloroform antara lain tidak dapat bercampur
dengan air, termasuk asam lemah, dan tidak mudah terbakar. Kloroform dimanfaatkan sebagai
pemadam kebakaran, pembersih noda, dan untuk pengasapan. Kloroform selain mempunyai
manfaat, juga mempunyai bahaya pada kesehatan tubuh manusia yaitu dapat menyebabkan
pembesaran hati, gangguan pernapasan dan ginjal, dan tekanan darah rendah(ScienceLab,
2018).
2.1.2 Aseton
Aseton adalah senyawa cair yang tidak berwarna, mudah terbakar, mempunyai rasa
pedas manis, dan harum seperti permen. Aseton merupakan keton yang paling sederhana.
Aseton larut dalam air dan dapat digunakan untuk membuat plastic, serat, dan obat–
obatan(ScienceLab, 2018).
Aseton biasanya digunakan sebagai bahan pembuat cat, bahan pembuatan parfum, dan
pembersih cat kuku. Aseton juga berbahaya dan dapat menyebabkan kerusan pada organ
tubuh seperti ginjal, hati, kulit, dan sistem reproduksi pada manusia. Hal ini dikarenakan
aseton memiliki sifat karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik(ScienceLab, 2018).
2.1.3 Etanol
Etanol merupakan senyawa berbentuk cair yang memiliki nama umum alkohol dengan
formula kimia (rumus kimia) CH3CH2OH. Etanol mudah larut dalam air dingin, air panas,
metanol, dietil eter, dan aseton. Etanol berbau ringan hingga kuat seperti anggur atau wiski
dan memiliki rasa yang pedas(ScienceLab, 2018).
Etanol dengan cepat menyerap uap air dari udara. Dapat bereaksi dengan penuh
semangat dengan oksidator. Oksidan yang menjalani reaksi kuat (eksplosif) dengan etanol
antara lain barium perklorat, bromin pentafluorida, kalsium hipoklorit, kloril perklorat,
kromium trioksida, krom klorida, difluorida dioksigen, disulfuril difluorida, nitrat fluorin,
hidrogen peroksida, iodine heptafluoride, nitric acid nitrosil perklorat, asam perkutan
perchloric acid, peroxdisulfurik asam, kalium dioksida, kalium perklorat, kalium
permanganat, rutenium (VIII) oksida, perak perklorat, perak peroksida, uranium hexafluoride,
dan uranil perklorat(ScienceLab, 2018).

2.2 Dasar teori


Brady (1999) menyatakan bahwa molekul-molekul pada gas terletak sangat berjauhan
satu sama lain sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak diantara
molekul-molekulnya sehingga gas akan menyebar dan mengisi seluruh ruang yang
ditempatinya, sebesar apapun dan bagaimanapun bentuknya. Beberapa sifat gas tersebut, ada
yang dinamakan gas ideal untuk memudahkan orang-orang mempelajari sifat-sifatnya yang
antara lain:
1. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya
2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan
3. Tidak ada perubahan energi dalam (internal energy = E) di pengembangan
Sifat-sifat tersebut dimiliki oleh gas inert yaitu He, Ne, Ar dan lainnya serta uap Hg
dalam keadaan yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati) seperti N2,
O2, CO2, dan NH3 memiliki sifat yang agak menyimpang dari sifat gas ideal diatas. Kerapatan
gas (diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter) dapat digunakan untuk
menghitung berat molekul suatu gas dengan cara membendungkan suatu volume gas yang
akan dihitung berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya pada
temperatur atau suhu dan tekanan yang sama(Brady,1999).
Penentuan berat molekul ini dengan menimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur
pV dan T-nya. Menurut hukum gas ideal :
p V = n R T....................................................(2.1)
dimana n = m/BM sehingga,
p V = (m/BM) RT...............................................(2.2)
dengan mengubah persamaan
p(BM) = (m/V) RT = Ρrt.......................................... (2.3)
dimana, BM : Berat molekul
p : Tekanan gas
V : Volume gas
T : Suhu absolut
R : Tetapan gas ideal
Ρ : Massa jenis
Sifat-sifat gas ideal dapat dinyatakan dengan persamaan yang sederhana yaitu:
pV = n R T................................................ (2.4)
Hukum-hukum gas ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah apabila diinginkan
penentuan berat molekul suatu gas secara teliti. Kesukaran akan terjadi apabila memiliki
tekanan rendah maka suatu berat tertentu dari gas akan mempunyai volume yang sangat besar.
Suatu berat tertentu bila tekanan berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang.
Kerapatan yang didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan kerapatan dan
tekanan d/p atau W/pV akan tetap, sebab berat total W tetap dan bila gas dianggap gas ideal
pV juga tetap sesuai dengan persamaan berikut :
p V = R T..................................................... (2.5)
M = R T = (d/p) R T............................................. (2.6)
Respati (1992) mengungkapkan bahwa suatu aliran dari udara kering yang bersih
dilewatkan cairan yang diukur tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung
pada kejenuhan udara tersebut. Udara dilewatkan cairan tersebut secara seri untuk menjamin
kejenuhan. V adalah volume dari w gram cairan tersebut dalam keadaan uap, M berat mol
cairan dan tekanan uap dari cairan tersebut pada temperatur T maka tekanan uap dapat
dihitung dengan hukum gas ideal :
p = ρ R T................................................. (2.7)
Hukum gabungan gas untuk suatu sampel gas menyetakan bahwa perbandingan pV/T
adalah konstan. Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata) seperti metana (CH3) dan oksigen
dilakukan pengukuran secara cermat, ternyata hal ini tidak benar betul. Gas hipotesis yang
dianggap akan mengikuti hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan hukum
gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan disebut gas ideal(Brady, 1999).
Gas nyata akan menyimpang dari sifat gas ideal.Pada tekanan yang relatif rendah
termasuk pada tekanan atmosfer serta suhu yang tinggi, semua gas akan menempati keadaan
ideal sehingga hukum gas gabungan dapat dipakai untuk segala macam gas yang digunakan.
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat digunakan untuk
menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal ini menyarankan konsep gas ideal,
yakni gas yang akan mempunyai sifat sederhana yang sama dibawah kondisi yang
sama(Haliday dan Resnick, 1978).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat
- Labu erlenmeyer 50 mL
- Neraca analitik
- Desikator
- Barometer
- Penangas air
- Karet gelang
- Jarum
- Kertas alumunium foil
- Korek api
- Ball pipet
- Beaker glass 100 mL

3.2 Bahan
- Akuades
- Cairan volatin (aseton, kloroform, etanol)

3.3 Diagram kerja


kloroform
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 5 ml
- ditutup dengan alumunium foil dan dikencangkan menggunakan karet gelang
- direndam dalam penangas bersuhu 100oC
- diangkat dari penangas setelah semua menguap
- ditimbang erlenmeyer yang telah dingin dengan neraca analitik
- diukur massa air yang mengisi penuh erlenmeyer untuk menentukan volume
erlenmeyer
- diukur tekanannya menggunakan barometer
- diulangi prosedur menggunakan aseton dan etanol

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Penentuan Berat Molekul Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis
Gas
Mzat
𝝆𝒂𝒊𝒓 𝝆𝒛𝒂𝒕 𝒗𝒐𝒍𝒂𝒕𝒊𝒍 T BMpercobaan 𝜼
Larutan Vair (L) volatil
(g/mL) (g/L) (K) (g/mol) (%)
(g)
Kloroform 0,9959 6,13 x10-3 0,21 3,49 36 104 87
Aseton 0,9962 57,60 x 10-3 -0,44 -7,64 36 -227 -390
Etanol 0,9962 5,11 x 10-3 0,08 0,02 36 0,60 1,3

4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan
pengukuran massa jenis gas dan mengaplikasikan persamaan gas ideal yang telah dipelajari.
Percobaan ini menggunakan 3 macam zat volatil yaitu kloroform, aseton, dan etanol. Masing-
masing zat volatil ditempatkan dalam erlenmeyer yang ditutup alumunium foil berlubang
kecil dan dikencangkan. Hal tersebut dilakukan untuk mengontrol gas yang keluar agar gas
luar sistem tidak mudah masuk ke dalam erlenmeyer.

Gambar 4.1 Pengambilan cairan volatil

Cairan volatil kemudian direndam dalam penangas air bersuhu 91oC hingga cairan habis
menguap. Suhu tersebut ditentukan dari beberapa lama setelah air dalam penangas mendidih.
Erlenmeyer kosong (berisi gas) lalu didiamkan hingga suhu normal dan menimbangnya.
Massa yang didapat tersebut jika dikalkulasikan dapat menghasilkan massa gas yang habis
menguap. Massa gas tersebut didapat dari massa cairan dan wadah (erlenmeyer) dikurangi
massa wadah setelah cairan habis menguap. Proses pendinginan erlenmeyer dapat dilihat pada
gambar 4.3.
Cairan pertama yang dilakukan percobaannya ialah kloroform. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa normalitasnya 87% dari berat molekul kloroform sebenarnya 119,38
g/mol sedangkan yang didapt dari percobaan adalah sebesar 104 g/mol. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa hanya sedikit kesalahan yang terjadi pada saat percobaan dilakukan.
Cairan selanjutnya adalah aseton. Hasil percobaan pada cairan aseton memiliki banyak
kesalahan yang menimbulkan massa yang dimiliki aseton dari perhitungan percobaan menjadi
minus. Massa minus tersebut secara otomatis akan membuat berat molekul dan normalitas
menjadi minus juga, tentu hal tersebut merupakna kesalahan yang sangat jelas terjadi. Hal ini
disebabkan karna kesalahan yang dilakukan oleh praktikan saat melakukan pengukuran suhu
aseton dalam erlenmeyer yang didihkan pada penangas air. Pengukuran suhu tidak dilakukan
secara terus-menerus mulai dari air dalam penangas air berbuih hingga air mendidih dan
bersuhu 91oC. Pengukuran suhu yang dilakukan seperti itu akan menimbulkan suhu yang
tidak stabil pada termometer karna termometer telah terkontaminasi oleh suhu ruang atau
suhu lingkungan. Proses pemanasan dan pengukuran suhu dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pemanasan dan pengukuran suhu cairan volatil


Gambar 4.3 Pendinginan erlenmeyer setelah cairan volatil habis menguap

Cairan terakhir yang dilakukan percobaan adalah etanol. Etanol dilakukan di akhir
karena etanol memiliki titik didih paling tinggi diantara 2 cairan volatil yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan proses pemanasan etanol hingga habis menguap
memakan waktu yang lebih lama. Etanol memiliki berat molekul sesungguhnya 46,07 g/mol
sedangkan hasil yang didapat dari percobaan adalah sebesar 0,60 g/mol.
Hasil tersebut tentu sangat jauh dibandingkan dengan berat molekul sesungguhnya.
Kesalahan tersebut diperkirakan karna kelalaian yang sama seperti yang terjadi pada aseton.
Kestabilan suhu saat diukur dengan termometer tidak mudah dilakukan karna untuk stabil,
termometer sebaiknya dipegang oleh satu orang dan dapat bertahan selama proses
berlangsung bahkan seringkali termometer telah digunakan sebelum proses berlangsung
seperti saat pengukuran suhu telah dilakukan bahkan sebelum air dalam penangas mendidih.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah zat volatil merupakan zat yang mudah menguap,
dan dalam praktiknya, untuk mencari berat molekulnya dapat dicari dengan menentukan
massa gas yang telah menguap. Massa gas tersebut didapat dari massa cairan dan wadah
(erlenmeyer) dikurangi massa wadah setelah cairan habis menguap.

5.2 Saran
Praktikan disarankan untuk melakukan percobaan satu per satu menurut zat volatilnya.
Hal tersebut dikarenakan jika kita menyiapkan semua zat volatilnya terlebih dahulu maka
volume akan berkurang dan menyebabkan kesalahan data yang diperoleh. Zat volatil yang
telah disiapkan dalam erlenmeyer yang telah tertutup sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu
sebelum ke zat volatil yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Binarupa Aksara.
Halliday dan Resnick. 1978. Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Respati. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia Untuk Universitas. Yogyakarta: Rineka Cipta.
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Acetone. [Serial Online]
http://www.ScienceLab.com/msds.php?msdsId=9927062 (diakses pada tanggal 20
September 2018)
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Ethyl Alcohol. [Serial Online]
http://www.ScienceLab.com/msds.php?msdsId=9923955 (diakses pada tanggal 20
September 2018)
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Chloroform. [Serial Online]
http://www.ScienceLab.com/msds.php?msdsId=9927133 (diakses pada tanggal 20
September 2018)
Tim Kimia Fisik. 2018. Penuntun Praktikum Termodinamika Kimia. Jember: Universitas
Jember.
LAMPIRAN

1. Kloroform
 𝜌air pada suhu 290C = 0,9959 g/cm3 = 0,9959 g/mL
𝑚 (𝑎𝑖𝑟+𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟)−𝑚𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟
 𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝜌air
104 g−44,12 g 59,88 g
= = 0,9959 g/mL = 60,13 mL = 60,13 × 10−3 L
0,9959 g/mL

𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝑉𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑉𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟


 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑀𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛 − 𝑀𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟+𝑎𝑙𝑚𝑢𝑛𝑖𝑢𝑚 𝑓𝑜𝑖𝑙+𝑘𝑎𝑟𝑒𝑡
= 44, 80 g-44,59 g=0,21 g
𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑉𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙
𝑜,21 g
= 60,13 ×10−3 L = 3,49 g/L

 T= 910C=91+273=364 K
PV=nRT
P(BM)= 𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 . RT
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 .RT
BM = P
g atm
(3,49 )(0,082 L K)(364 K)
L mol
= 1 atm

= 104 g/mol
𝐵𝑀 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
 ƞ = 𝐵𝑀 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 × 100%
104 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 119,38 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 100%

= 87 %
2. Aseton
 𝜌air pada suhu 280C = 0,9962 g/cm3 = 0,9962 g/mL
𝑚 (𝑎𝑖𝑟+𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟)−𝑚𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟
 𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝜌air
101,5 g−44,12 g 57,38 g
= = = 57,60 mL = 57,60 × 10−3 L
0,9962 g/mL 0,9962 g/mL

𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝑉𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑉𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟


 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑀𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛 − 𝑀𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟+𝑎𝑙𝑚𝑢𝑛𝑖𝑢𝑚 𝑓𝑜𝑖𝑙+𝑘𝑎𝑟𝑒𝑡
= 44, 18 g-44,62 g=-0,44 g
𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑉𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙
−0,44 g
= 57,60 ×10−3 L = −7,64 g/L

 T= 900C=90+273=363 K
PV=nRT
P(BM)= 𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 . RT
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 .RT
BM = P
g atm
(-7,64 )(0,082 L K)(363 K)
L mol
= 1 atm

= −227 g/mol
𝐵𝑀 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
 ƞ = 𝐵𝑀 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 × 100%
-227 g/mol
= 58,08 g/mol × 100%

= −390%
3. Etanol
 𝜌air pada suhu 280C = 0,9962 g/cm3 = 0,9962 g/mL
𝑚 (𝑎𝑖𝑟+𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟)−𝑚𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟
 𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝜌air
39,69 g−34,60 g 5,09 g
= = = 5,11 mL = 5,11 × 10−3 L
0,9962 g/mL 0,9962 g/mL

𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝑉𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑉𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟


 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑀𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛 − 𝑀𝑒𝑟𝑙𝑒𝑛𝑚𝑒𝑦𝑒𝑟+𝑎𝑙𝑚𝑢𝑛𝑖𝑢𝑚 𝑓𝑜𝑖𝑙+𝑘𝑎𝑟𝑒𝑡
= 35,22 g-35,14 g= 0,08 g
𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑉𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙
0,08 g
= 5,11 ×10−3 L = 0,02 g/L

 T= 940C=94+273=367 K
PV=nRT
P(BM )= 𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 . RT
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 .RT
BM = P
g atm
(0,02 )(0,082 L K)(367 K)
L mol
= 1 atm

= 0,60 g/mol
𝐵𝑀 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
 ƞ = 𝐵𝑀 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 × 100%
0,60 g/mol
= 46,07 g/mol × 100%

= 1,3%
LEMBAR PENGAMATAN

Anda mungkin juga menyukai