Anda di halaman 1dari 21

Referat

TUBERKULOSIS KUTIS

Oleh:

Dyah Rahayu Utami, S.Ked

04054821719044

Pembimbing:

Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, SpKK(K), FINSDV, FAADV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Tuberkulosis Kutis

Dyah Rahayu Utami, S.Ked

04054821719044

Pembimbing:

Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, SpKK(K), FINSDV, FAADV

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang periode 4 Juni – 8 Juli 2018.

Palembang, Juni 2018

Pembimbing,

Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, SpKK(K), FINSDV, FAADV

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “Tuberkulosis
Kutis”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Suroso Adi Nugroho,
SpKK(K), FINSDV, FAADV selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
semoga diskusi kasus ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Palembang, Juni 2018

Penulis

iii
TUBERKULOSIS KUTIS
Dyah Rahayu Utami, S.Ked
Pembimbing : Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Bagian/ Departemen Dermatologi dan Venereologi
FK UNSRI/ RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
2018

PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan
oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya
melalui inhalasi,atau yang pada umumnya adalah dengan meminum susu sapi yang
tidak dipasteurisasi.Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di
dunia hingga saat ini.Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek
pada paru – paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, usus dan organ
lainnya. Salah satu dari jenistuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis.1
Seperti halnya tuberkulosis paru, tuberkulosis kutis terutama terdapat di negeri
yangsedang berkembang. Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis
diantaranya adalahkemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan secara
intravena, dan statusimunodefisiensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit ini sering terkaitdengan faktor lingkungannya ataupun pekerjaannya.
Tuberkulosis kutis menyerang tanpamemandang jenis kelamin dan umur. Tetapi,
insiden terbanyak terjadi antara dekade 1-2.1
Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat,
misalnyatuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa, dan eritema
nodosum.1
Pada pengobatan TB kutis, khemoterapi merupakan pengobatan pilihan,
Pengobatantuberkulosis kutis tefdiri atas kom-binasi: INH, rifampisin, ethambutol
atau streptomisin. Lama pengobatan paling sedikit 9 bulan.3

DEFINISI
Tuberkulosis kutisadalah tuberculosis pada kulit yang di Indonesia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.1
Tuberkulosis kutisbanyak terdapat di negeri yang sedang berkembang. Pada
umumnya insidens di semua negeri menurun seiring dengan menurunnya
tuberkulosis paru. Faktor lain yang mempengaruhinya ialah keadaan ekonomi.

1
Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat, misalnya
tuberkulosis papulonekrotika, tuberkulosis gumosa, dan eritema nodosum.1

EPIDEMIOLOGI
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) skrofuloderma
merupakan bentuk yang tersering yang didapat (84%), disusul tuberkulosis kutis
verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus vulgaris yang
dahulu dikatakan tidak terdapat ternyata ditemukan, meskipun jarang. Bentuk
tersebut dahulu merupakan bentuk yang tersering terdapat di negeri beriklim dingin
(Eropa). Di Amerika Serikat sejak dahulu jarang terdapat tuberkulosis kutis.1
Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah
kemiskinan, gizikurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status
imunodefisiensi. Tuberkulosiskutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang
dewasa dengan status imunodefisiensi. Frekuensi terjadinya penyakit ini pada
wanita dan pria adalah sama. Penyakit ini dapat terjadidi belahan dunia manapun,
terutama di negara-negara berkembang dan negara tropis. Di negara berkembang
termasuk Indonesia, tuberculosis kutis sering ditemukan. Penyebarannya dapat
terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi yang kurang dan sanitasi yang
buruk. Prevalensinya tinggi pada anak – anak yang mengonsumsi susu yang
telahterkontaminasi Mycobacterium bovi. Tuberkulosis kutis dapat ditularkan
melalui inhalasi,ingesti, dan inokulasi langsung pada kulit dari sumber infeksi.
Selain manusia, sumber infeksikuman tuberkulosis ini juga adalah anjing, kera dan
kucing.3,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait
dengan faktor lingkungannya ataupun pekerjaannya. Biasanya penyakit ini sering
ditemukan pada pekerjaanseperti ahli patologi, ahli bedah, orang-orang yang
melakukan autopsi, peternak, juru masak,anatomis, dan pekerja lain yang mungkin
berkontak langsung dengan M. tuberculosis ini, seperti contohnya pekerja
laboraturium. Sekarang, dimasa yang semakin efektifnya pengobatan tuberkulosis
sistemik, tuberkulosis kulit semakin jarang ditemui. Data insidendari penyakit ini
menurut beberapa rumah sakit memperkirakan angka sekitar 1-4%, walaupun itu
bukan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Di negara-negara
barat,frekuensi yang terbanyak terjadi adalah bentuk lupus vulgaris. Sedangkan

2
untuk daerah tropisseperti Indonesia, yang paling sering terjadi adalah
skrofuloderma dan tuberkulosis kutisverukosa. Tuberkulosis kutis menyerang tanpa
memandang jenis kelamin dan umur. Tetapi,insiden terbanyak terjadi antara dekade
1-2.1,2

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Tuberkulosis kutis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Mycobacterium bovis dan terkadang juga dapat disebabkan oleh vaksin Bacillus
Calmette-Guerin. Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai kulit secara
endogen maupun eksogen dari pusat infeksi. Klasifikasi tuberculosis kutis yaitu
tuberculosis kutis yang menyebar secara eksogen (inokulasi tuberculosis primer,
tuberculosis kutis verukosa), secara endogen (Lupus vulgaris, skrofuloderma,
tuberculosis kutis gumosa, tuberculosis orifisial, tuberculosis miliar akut) dan
tuberkulid (Liken skrofulosorum, tuberkulid papulonekrotika, eritema nodosum).
Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru, terutama terjadi di negara yang
sedang berkembang. Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan dengan
menurunnya tuberkulosis paru. Hal itu tentu disebabkan oleh kian membaiknya
keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang
terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa,
dan eritema nodusum.5

BAKTERIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang bersifat aerob dan
merupakan patogen pada manusia, dimana bakteri ini bersifat tahan asam sehingga
biasa disebut bakteritahan asam (BTA), dan hidupnya intraselular fakultatif.
Artinya, bakteri ini tidak mutlak harus berada didalam sel untuk dapat hidup.
Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak
membentuk spora, aerob, tahan asam, panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak
bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 370 C. Bakteri ini merupakan kuman
yang berbentuk batang yang lebih halus dari pada bakteri Mycobacterium leprae,
sedikit bengkok dan biasanya tersusun satu-satu atau berpasangan.6

KLASIFIKASI
3
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi
menurut Pillsburry dengan sedikit perubahan.(1)
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberculosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
1. Tuberkulosis kutis miliaris
2. Skrofuloderma
3. Tuberkulosis kutis verukosa
4. Tuberkulosis kutis gumosa
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
6. Lupur vulgaris
2. Tuberkulid
A. Bentuk papul
1. Lupus miliaris diseminatus fasiei
2. Tuberkulid papulonekrotika
3. Liken skrofuloderma
B. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
1. Eritema nodosum
2. Eritema induratum.7
Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit
disertai gambaran histopatologik yang khas.Tuberkulosiskutis primer berarti kuman
masuk pertama kali ke dalam tubuh.Tuberkulid merupakan reaksi id, yang berarti
kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan kulit tersebut tidak ditemukan kuman
penyebab, tetapi kuman tersebut terdapat pada tempat lain di dalam tubuh, biasanya
di paru. Pada tuberkulid tes tuberculin member hasil positif.1

PATOGENESIS
Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu penjalaran
langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit sekitar
orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis
kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris,
penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris, penjalaran langsung dari
selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnyalupus vulgaris,
atau bisa juga kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya
telahmenurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat kuman,
respon imuntubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun saat kuman ini

4
sudah berada di dalam tubuh serta
jumlah dari kuman tersebut.
Respon imun yang berperan pada
infeksi M.tuberculosis
adalah respon imunitas selular. Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau tidak
memberikan imunitas.
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberculosis ini, maka kuman ini akan
masuk jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan memicu
terjadinya reaksi jaringan yang ditandai dengan datang dan berkumpulnya sel-sel
leukosit dan dan sel-sel mononuklear serta terbentuknya granuloma epiteloid
disertai dengan adanya nekrosis kaseasi di tengahnya. Granuloma yang terbentuk
pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening
disebut kompleks primer adalah Tuberculous chancre. Bila kelenjar getah bening
pecah timbul skrofuloderma.4

MANIFESTASI KLINIS
1. Inokulasi tuberculosis primer (Tuberculosis chancre)
Afek primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding
bergaung dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan
limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek
primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif. Keseluruhannya
merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena
itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat
gejalanya. Bagian yang sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang
berhubungan dengan limphadenopaty regional. Biasanya ditemukan pada
daerah kulit yang mudah terkena trauma.1

Gambar 1. Primary inoculation tuberkulosis, nodul ulserasi yang besar pada paha kanan
disertai limfadenopati inguinal. Tuberkulin positif terlihat pada tangan kiri penderita.2

5
Gambar 2. Tuberculosis chancre.7

2. Skrofuloderma
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran perkontinuitatum dari organ di
bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal
dari kelenjar getah bening, juga dapat berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena
itu, tempat predileksinya pada tempat-tempat yang banyak didapati kelenjar
getah bening superfisialis, yang tersering ialah pada leher, kemudian disusul di
ketiak dan yang terjarang pada lipat paha.1
Gambaran kliniknya dimulai dengan satu atau beberapa nodul indolen,
keras dan dalam, dan melekat dengan kulit diatasnya. Setelah beberapa minggu
lesi menjadi kemerahan, melunak dan mengalamai supurasi. Bila pecah
terbentuk sinus atau ulkus yang tepinya tidak teratur, fistel, sikatriks,
danjembatankulit (skin bridges).1,2

Gambar 3. Skrofuloderma pada region klavikula.2


3. Tuberkulosis kutis verukosa
Tuberkulosis kutis verukosa merupakan tuberkulosis kutis sejati
sekunder yang terjadi akibat inokulasi eksogen atau autoinokulasi dari sputum
penderita tuberkulosis paru aktif pada kulit yang terkena tauma. Oleh karena
itu sering pada daerah terpajan biasanya pada tungkai bawah dan kaki.8
Gambaran klinisnya khas sekali, biasanya berbentuk bulan sabit akibat
penjalaran serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikular di
atas kulit eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat siktriks. Selain
menjalar secara serpiginosa, juga dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk
sikatriks ditengah.8

6
Gambar 4. TB. kutis verukosa pada dorsum manus.2
4. Tuberkulosis kutis orifisialis
Sesuai dengan namanya, maka lokasinya di sekitar orifisium. Pada
Tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau sekitarnya akibat
berkontak langsung dengan sputum. Pada tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat
ditemukan disekitar anus akibat berkontak langsung dengan feses yang
mengandung kuman tuberkulosis. Pada tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat
dijumpai di sekitar orifisium ureter eksternum akibat berkontak dengan urin
yang mengandung kuman tersebut. Ulkus berdinding tergaung, kemerahan,
hemoragik, purulen dan sekitarnya livid.1,2,6

Gambar 5. TB. kutis orifisialis pada bibir.2


5. Lupus vulgaris
Suatu bentuk tuberkulosis kulit pasca primer kronis progresif yang terjadi
pada seseorang dengan moderat atau tinggi derajat imunitas.6
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama
pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas. Cara
infeksi dapat secara endogen atau eksogen. Gambaran klinis yang umum
adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada
penekanan (apple jelly colour). Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk
plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus. Pada waktu terjadi involusi
terbentuk sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami
kerusakan. Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi
terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke perifer atau serpiginosa.1-3

7
Gambar 6. (A) Brownish-plaque pada lupus vulgaris, (B) plak lupus vulgaris yang luas
menginvasi daerah pipi, rahang, dan telinga.2

6. Tuberkulosis kutis gumosa (MTA/Metastase Tuberkulosis Abses)

Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari


paru. Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun,
kemudian melunak dan bersifat destruktif. Pada awalnya kulit berwarna normal
dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan. Lesi tersebar berbentu makula dan
papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan. Kadang-kadang vesikuler
danterdapat krusta.1,2

7. Tuberkulosis kutis miliaris (AMT)

Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status
imunokompromise. Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau
selaput otak. Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di badan. Reaksi
terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi). Ruam berupa eritema berbatas
tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada
umumnya prognosisnya buruk.1,2,8

8. Lupus milliaris diseminatus fasial

Mengenai wajah, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-


papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian
meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour
seperti pada lupus vulgaris. 1

1. Tuberkulosis papulonekrotika

Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita
tuberkulosis pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi
alergi terhadap basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang
dengan satus imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara
klinis tidak aktif pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam
8
keadaan sehat. Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk
papulopustul. Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor,
dan badan. Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara
bergelombang, membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu
memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8
minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks., kemudian timbul lesi-lesi
baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun.1,8

2. Liken skrofulosorum

Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita


tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas beberapa
papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula
tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di
sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut, punggung
dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif,
jika sembuh tidak meninggalkan sikatriks 1,8

3. Eritema nodusum

Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas


bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat
memberi gambaran klinis sebagai eritema nodusum., yang sering: lepra sebagai
eritema nodusum leprosum, reaksi yang terjadi karena Streptococcus B
Hemolyticus, alergi obat secara sistemik, dan demam reumatik.1,8

4. Eritema induratum (Basyn’s disease)

Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah


arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak. Kelainan kulit berupa
nodus-nodus indolen. Tempat predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi supurasi
sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi,
tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan
penyakit kronik residif.(1,6)

9
DIAGNOSIS
Unsur utama dalam diagnosis klinis beragam untuk tuberkulosis kulit adalah
sebagai berikut :
1. Klinis dan sejarah epidemiologi
2. Bakterioskopi-basil tahan asam pada lesi
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada
pewarnaan dengan cara Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika posistif
kuman tampak berwarna merah pada dasar yang biru. Kalau positif belum
berarti kuman tersebut M. tuberculosis, oleh karena ada kuman lain yang
tahan asam, misalnya Mycobacteriumleprae(M. leprae).1
3. Medium yang digunakan adalah Lowenstein Jensen
Metode radiometrik menggunakan CO2 sebagai prinsip bakteri yang memiliki
C14 yang mengarah untuk memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk
mengembangkan koloni mikobakterium tuberkulosis.Kultur dilakukan pada
media Lowenstein Jensen, pengeraman pada suhu 37oC. Jika positif koloni
tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur positif, berarti pasti kuman
tuberkulosis.1
4. Histopatologi
Awalnya perubahan dari peradangan neutrophilic akut dengan nekrosis basil
banyak yang hadir setelah 3-6 minggu yang menyusup menjadi
granulomatosa dan casetion muncul bertepatan dengan hilangnya basil.6
Pada Tuberculosis chancre didapatkan inflamasi nonspesifik, kemudian
setelah 3-6 minggu ditemukan sel epiteloid, sel datia langhans, limfosit, dan
nekrosis kaseosa. Pada tuberculosis kutisgumosaditemukan nonspesifik
inflamasi dan vaskulitis. Semua bentuk dari Tuberkulosiskutis menunjukkan
gambaran histopatologi tuberkulosis pada umumnya. Pada Tuberkulosis kutis
verukosa didapatkan karakteristik massive pseudoepitheliomatous hyperplasia
dermis dan abses.4

Gambar 7. Dermatopathology pada tuberculosis kutisverukosadimana terlihat hyperkeratosis &


acanthosis dengan akut inflamasi dan disertai abses pada dermis

5. Tes tuberkulin – PPD (Purufied Protein Derivatives) atau Mantoux


10
Mempunyai arti pada usia 5 tahun ke bawah dan jika positif hanya berarti
pernah atau sedang menderita penyakit tuberkulosis Purufied Protein
Derivatives (tuberkulin human), juga dapat dites dengan tuberkulin berasal
dari mikobakteria atipikal. Hasil reaksi tuberkulin dipengaruhi oleh etiologi.
Jika penyebabnya M. tuberculosis, maka reaksi tuberkulin human kuat,
sedangkan bila penyebabnya mikobakteria atipikal, maka reaksi tersebut
lemah. Jadi antigen yang homolog akan memberikan reaksi yang lebih kuat
daripada antigen yang heterolog. Meskipun demikian karena dapat terjadi
reaksi silang, maka nilai tes tersebut kurang untuk menentukan etiologi.1

DIAGNOSIS BANDING
1. Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulous chancre)
Diagnosis banding dari penyakit inokulasi tuberkulosis primer, adalah:

Sporotrikosis adalah infeksi jamur kronis yang disebabkan
Sporotrichiumscheinkii dan ditandai dengan pembesaran kelenjar getah
bening. Kulit jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah
membentuk ulkus yang indolen.(1)

Gambar 8. Sporotrikosis.6
2. Skrofuloderma
Diagnosis banding dari penyakit skrofuloderma, adalah:

Hidraadenitis supurativa adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya
Staphylococcus aureus. Penyakit ini disertai gejalah konstitusi: demam,
malese. Ruam berupa nodus dengan kelima tanda radang akut. Kemudian
dapat melunak menjadi abses dan memecah membentuk fistel.(1)

Gambar 9. Hidraadenitis supurativa.6


3. Lupus vulgaris
Diagnosis banding dari penyakit lupus vulgaris, adalah:
11

Sifilis tersier merupakan lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai
sepuluh tahun setelah Sifilis primer. Kelainan yang khas adalah guma, yakni
infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif.1

Gambar 10. Sifilis tersier.6

4. Tuberkulosis kutis verukosa


Diagnosis banding dari penyakit Tuberkulosis kutis verukosa, adalah:

Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah
penyakit jamur yang disebabkan oleh bermacam-macam jamus berwarna
(dermatiaceous). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus verukosa
kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya membentuk vegetasi
papilomatosa yang besar.1

Gambar 11. Kromomikosis.6



Liken planus hipertrofik timbul karena faktor imunitas seluler. Terdiri atas
plak yang verukosa yang berwarna merah coklat atau ungu, terletak pada
daerah tulang kering.1

Gambar 12. Liken planus hipertrofik.6


5. Tuberkulosis kutis orifisialis

12
Diagnosis banding dari penyakit tuberkulosis kutis, adalah squamous cell
carsinoma.1

PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk
mencapai hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan
harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan
pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan,
diantaranya karena obattersebut bersifat bakterisidal, harganya murah dan efek
sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang bersifat
bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki.
Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat-ringannya
penyakit, dan adakah kontraindikasi. Dosis INH (H) pada anak 10 mg/Kg BB, pada
orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10
mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan,
kontra indikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB, streptomisin (S)
15 mg/kg BB, dosis maksimum streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg
BB.
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal
(intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman
yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang
bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh
kuman yang tumbuh lambat.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan
jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi
dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan
menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit
obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Efek sterilisasi obat untuk
membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah kekambuhan. Pada paien dengan
sputum BTA positif ada resiko terjadinya resistensi selektif. Penggunaan 4 obat
selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya
resistensi selektif. Pada pasien dengan sputum BTA negatif atau TB ekstrapulmoner
tidak terdapat resiko resistensi selektif karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif
sedikit. Pengobatan fase awal dengan 3 obat dan fase lanjutan dengan 2 obat
13
biasanya sudah memadai. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya
resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat
untuk fase lanjutan. Selamafase awal sekurang-kurangnya 2 diantara obat yang
diberikan haruslah yang masih selektif. Pengobatan standar dengan INH,
Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan pada wanita hamil dan menyusui,
dianjurkan pemberian piridoksin. Streptomisin tidak boleh diberikan.
Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society,
fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10
mg/kgBB, Pirazinamid 35mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. Diikuti fase
lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan
ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasiendengan resistensi terhadap INH.
Tabel 2. Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia: dosis, cara pemberian
dan efek sampingnya
Nama Obat Dosis Cara Pemberian Efek Samping
Utama
INH 5-10 mg/kg BB Per os, dosis Neuritis perifer
tunggal
Rifampisin 10 mg/kg BB Per os, dosis Gangguan hepar
tunggal waktu
lambung kosong
Pirazinamid 20-35 mg/kg BB Per os, dosis Gangguan hepar
terbagi
Etambutol Bulan I/II 25 Per os, dosis Gangguan N II
mg/kg BB, tunggal
berikutnya 15
mg/kg BB
Streptomisin 25 mg/kg BB Per inj Gangguan N VIII

Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris,


tuberkulosis kutisverukosa yang kecil, serta skrofuloderma pada ekstremitas bawah.
Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan
sistemik. Pada skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus dikompres,
misalnya dengan larutankalium permanganas 1/5000.2,5,9
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 macam OAT ( Obat Alternatif
Tuberkulosis) yaitu rifampisin 150 mg, isoniasid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan

14
etambutol 275 mg. Rekomendasi WHO tahun 1999 kombinasi dosis tetap diberikan
berdasarkan berat badan untuk dewasa dan dosis berbeda pada anak. Pada saat ini
kombinasi tetap yang ada di Indonesia hanya RHZE dan RH. 8
Berbagai variasi paduan pengobatan Tuberkulosis telah dikenal selama ini.
Pada dasarnya pengobatan terdiri atas dua faseyaitu fase awal dan fase lanjutan.
Pada fase awal diperlukan sedikitnya 3 atau 4 macam obat, dan pada fase lanjutan
diberikan 2 macam obat. Untuk fase awal biasanya 2 HRZE sedangkan pada fase
lanjutan 4 H3R3. 8
Pada kombinasi dan masa pengobatan diatur dengan pemberian H, R, Z
selama 2 bulan, selanjutnya H, R selama 4 – 10 bulan, jika H, R, E selama 2 bulan,
selanjutnya H,R selama 4 – 10 bulan. 1,8
Sebelum pengobatan, periksa fungsi hepar (SGOT, SGPT, Alk.fosfatase),
kemudian 2 minggu sesudah pengobatan (biasanya meninggi) .Bila pemeriksaan 2
minggu sesudah itu masih tetap atau menurun→obat diteruskan, tetapi bila terus
menaik, obat yang diberi adalah INH setiap hari dan R 2 x/mg. 1,8

PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit ini cukup bervariasi, tergantung pada jenis infeksi
kulit, jumlah inoculum, tingkat infeksi ekstracutaneus, usia pasien, imunitas, dan
terapi. Pada inokulasi tuberculosis primer , tanpa pengobatan biasanya sembuh
dalam waktu 12 bulan dengan beberapa sisa bekas luka. Pada tuberkulosis karena
imunisasi BCG prognosisnya tergantung pada keadaan umum imunitas. Pada lupus
vulgaris dan skrofuloderma bergantung pada immunocompromised yang kemudian
bisa menyebabkan TB. kutismiliarisdan TB. kutisgumosa. Jika terapi dilakukan
dengan baik dan adekuat maka prognosis akan baik.(1,2,3)

KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan
oleh basil mikobakterium tuberkulosis. Tuberkulosis telah dan masih menjadi
masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Tuberkulosis kutis pada umumnya
ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status imunodefisiensi. Faktor
predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi
kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi.

15
Penelitian di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma
merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis
verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. 1 Penyebab utama
tuberkulosis kutis di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) ialah
Mycobacterium tuberkulosis (jenis human) berjumlah 91,5%. Sisanya (8,5%)
disebabkan oleh M. atipikal, yang terdiri atas golongan IIatau skotokromogen,
yakni M. Scrofulocaeum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M.
Bovis dan M. Avium belum pernah ditemukan, demikian pula M. atipikal golongan
lain. Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang,
tidak membentuk spora, aerob, tahan asam, panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak
bergerak dansuhu optimal pertumbuhan pada 37ºC. Pemeriksaan bakteriologik
terdiri atas 5 macam yaitu sediaan mikroskopik, kultur, binatang percobaan, tes
biokimia dan percobaan resistensi.
Cara infeksi M. tuberculosis ada 6 macam :
a) Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.
b) Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya Tuberkulosis kutis orifisialis.
c) Penjalaran secara hematogen, misalnya Tuberkulosis kutis miliaris
d) Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
e) Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit
tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris.
f) Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada kerusakan kulit dan resistensi
lokalnya telah menurun, contohnya Tuberkulosis kutis verukosa.(1)

Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Dosis


INH (H) padaanak 10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis
maksimum 400 mg sehari.Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9
bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan, kontra indikasinya penyakit hepar.
Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB, streptomisin (S) 15mg/kg BB, dosis maksimun
streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg BB. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan
selama2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35
mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. Diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan
INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat
16
diberikan pada pasien denganresistensi terhadap INH. Pengobatan topikal pada
tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Pada skrofuloderma, jika
ulkus masih mengandung pus dikompres, misalnya dengan larutankalium
permanganas 1/5000.1 Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti
yang telah disebutkan, prognosisnya baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. Dalam: Djuanda, A; Hamzah, M;


Boediarja, SA;editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta;
FKUI, 2007: 64-72

2. Plewig G, Jansen T. Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria.


In: Wolff K. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Pallee AS, Lefffel DJ,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York.
McGraw-Hill Companies; 2008. P : 1769-75.
3. Wolff K, Richard AJ. Cutaneous Tuberkulosis. Fitzpatrick’s : Color atlas &
synopsis of clinical dermatology. New york. McGraw-Hill. P: 671-7

4. Wolff, Klaus; et al. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria.


In:Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New York;
McGraw-Hill, 2008: 1769-78

5. James WD. Berger TG, Elston DM. Mycobacterial diseases. In : Andrew’s


Dissease of The Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphi; Saunders
Company; 2006. Chapter 16, P: 333-8
6. Burns DA. Diseases Caused by Tuberculosis of the skin. In: Burns Tony,
Breathnach Stephen, Cox Neil, Griffths Christoper, editors. Rook’s Text Book
of Dermatology. 7th ed. Massachusets. Blackwell Publishing Company; 2004.
P: 28.1-28.11
7. Bolognia, Jean L. Cutaneous Tuberculosis. In: Joseph L Jorizzo. Ronald P
Rapini. Dermatology.2thed. Volume 1. USA; 2008. Section: 12; Chapter :74.
8. Partogi D. Tuberkulosis kutis verukosa.Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin FK USU. Medan; 2008. P: 2-5
9. Priyanti Z Soepandi. Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis
Tetap.Departemen Pulmunologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI, SMF
Paru RSUP Persahabatan. Jakarta; 2008

18

Anda mungkin juga menyukai