Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Effendi, R (2006) mengemukakan bahwa masyarakat merupakan kelompok
atau kolektivitas manusia yang melakukan antar hubungan, sedikit banyaknya
bersifat kekalm berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan
jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama.
E.B Taylor (2007) mengungkapkan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Koentjaraningrat (2003) mengungkapkan bahwa untuk menganalisa proses-
proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangann penelitian
antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial diantara konsep-konsep yang
terpenting ada yang mengenai proses-proses belajar kebudayaan sendiri, yakni
internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi. selain itu ada proses perkembangan
kebudayaan umat manusia (atau evolusi kebudayaan) Dari bentuk-bentuk
kebudayaan yang sederhana hingga yang makin lama makin kompleks yang
dilanjutkan dengan proses penyebaran kebudayaan–kebudayaan yang terjadi
bersama dengan perpindahan bangsa-bangsa dari muka bumi. Proses lainnya
adalah proses perkenalan budaya-budaya asing yang disebut “proses akulturasi” dan
proses pembaruan yang disebut “asimilasi” dan yang berkaitan erat dengan
penemuan baru yang disebut “inovasi”.
Dinamika masyarakat merupakan cara untuk menganalisis masyarakat. Yang
didalam dinamika masyarakat ini terdapat konsep-konsep tentang proses-proses
pergeseran masyarakat dan kebudayaan, yaitu mengenai proses internalisasi,
sosialisasi, enkulturasi, evolusi kebudayaan, difusi, alkulturasi, asimilasi, dan inovasi
yang terkait dengan penemuan baru. Yang bila dengan mengenal dan mengerti
secara garis besar maupun spesifik tentang konsep-konsep ini dapat membantu kita
untuk menganalisa secara ilimiah gejala-gejala dan kejadian-kejadian sosial budaya
sekeliling kita dari sudut perwujudan morfologinya.

Dinamika masyarakat berasal dari kata dinamika dan masyarakat. Dinamika


berati interaksi atau interdependensi antara masyarakat satu dengan yang lain,
sedangkan masyarakat adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan
bersosialisasi serta mempunyai tujuan bersama. Maka Dinamika Masyarakat
merupakan suatu kehidupan masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih individu
dalam suatu wilayah yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara
masyarakat yang satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami

.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah
yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa konsep-konsep mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan?
2. Bagaimana proses belajar kebudayaan sendiri?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah untuk mengetahui
konsepsi-konsepsi mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan, proses
belajar kebudayaan sendiri, proses evolusi sosial, proses difusi, akulturasi dan
pembaharuan atau asimilasi dan perubahan atau inovasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsepsi-Konsepsi Khusus Mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan


Dalam Bab ini, konsep yang kita perlukan apabila kita ingin menganalisa
secara ilmiah gejala-gejala dan kejadian-kejadian sosial budaya disekeliling kita
sebagai proses yang sedang berjalan dan bergeser. semua konsep yang kita
perlukan apabial kita ingin menganalisa proses pergeseran masyarakat dan
kebudayaan , termasuk lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi yang
disebut dinamika sosial.
Diantara konsep yang terpenting ada yang mengenai proses belajar
kebudayaan oleh warga masyarakat yang bersangkutan, yaitu internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi. Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat
manusia pada umumnya yang sederhana, sehingga bentuk-bentuk yang lama
semakin kompleks, yaitu evolusi kebudayaan. Kemudian ada proses penyebaran
kebudayaan secara geografi terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa dimuka bumi,
yaitu proses difusi. Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing
oleh warga suatu masyarakat, yaitu proses akullturasii dan asimilasi. Akhirnya ada
proses pembaruan atau inovasi yang sangat erat kaitannya dengan penemuan baru
yang disebut inovasi dan invention.

B. Proses Belajar Kebudayaan

1. Proses Internalisasi

Koentjaraningrat (2003) Proses internalisasi, adalah proses yang


berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai saaat ia dilahirkan sampai
akhir hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar untuk
mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk
kepribadiannya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi
dilahirkan adalah rasa puas dan tak puas, yang menyebabkan ia menangis.

Menurut Effendi, R (2006) internalisasi adalah proses pengembangan


potensi yang dimiliki manusia yang dipengaruhi, baik lingkungan internal dalam
diri manusia itu maupu eksternal, yaitu pengaruh dari luar manusia..
Menurut Fathoni, A (2006), proses internalisasi tergantung dari bakat yang
dipunyai dalam gen manusia untuk mengembangkan berbagai macam perasaan,

3
hasrat, nafsu dan emosinya. tetapi semua itu juga tergantung pada pengaruh dari
berbagai macam lingkungan sosial dan budayanya..
Dapat disimpulkan, bahwa proses internalisasi merupakan proses
pengembangan atau pengolaan potensi yang dimiliki manusia, yang berlangsung
sepanjang hayat, yang dipengaruhi oleh lingkungan internal maupun eksternal.
Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam dirinya untuk
mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,nafsu, serta emosi dalam
kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud pengaktifan berbagai macam isi
kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus yang
berada dalam alam sekitarnya dan dalam lingkungan sosial maupun budayanya.

Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah pengalamannya


tentang bermacam-macam perasaan baru, maka belajarlah ia merasakan
kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri,
kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu, dan sebagainyaa. Selain perasaan
tersebut, berkembang pula berbagai macam hasrat seperti hasrat
mempertahankan hidup.

2. Proses Sosialisasi

Menurut Fathoni, A (2006), proses sosialisasi bersangkutan dengan


proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses
itu seseorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola
tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu disekelilingnya yang
menduduki beraneka macam peranan sosial yang munkin ada dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Koentjaraningrat (2003) individu dalam masyarakat yang
berbeda-beda akan mengalami proses sosialisasi yang berbeda-beda karena
pross iitu banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan serta lingkungan sosial
yang bersangkutan.
Menurut Effendi, R (2006) syarat terjadinya proses sosialisasi adalah:
a. Individu harus diberi keterampilan yang dibutuhkan bagi hidupnya kelak
dimasyarakat.
b. Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan
kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara.
c. Pengendalian fungsi-funsi organic harus dipelajari melalui latihan-latihan.
d. Individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada
masyarakat.
Sosialisasi merupakan sebuah proses seumur hidup dimana seorang
individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-

4
nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat
diterima dan berpartisipasi efektif dalam masyarakat.

Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai


sebuah proses di mana seseorang belajar melalui interaksi dengan orang lain,
tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu
merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial
yang efektif.

Media sosialisasi adalah: keluarga, teman sepermainan, sekolah yang


merupakan media sosialisasi sekunder, tempat pekerjaan, masyarakat umum
yang merupakan media sosialisasi sekunder yang dominan terhadap proses
pembentukan kepribadian, dan media masa.

Proses sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses dimana seorang individu
mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan kelakuan
kelompoknya. Maka kepribadian adalah keseluruhan faktor biologis, psikologis
dan sosilogis yang mendasari perilaku individu.

3. Proses Enkulturasi

Istilah yang sesuai untuk kata “enkulturasi” adalah “pembudayaan”(dalam


bahasa inggris digunakan istilah institutionalization).Proses enkulturasi adalah
proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta
sikapnya dengan adat, sistem, norma, dan peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya.

Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga
suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya,
kemudian dari teman-temanya bermain. Sering kali ia belajar dengan meniru
berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya pemberi motivasi
akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan
berkali-kali meniru maka tindakannya akan menjadi suatu pola yang mantap, dan
norma yang megatur tindakannya “dibudayakan”. Kadang-kadang berbagai
norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian. Disamping
aturan-aturan masyarakat dan Negara yang di ajarkan di sekolah melalui
berbagai mata pelajaran seperti tata Negara, ilmu kewarganegaraan dan
sebagainya, juga aturan sopan-santun bergaul dan lain-lainnya dapat di ajarkan
secara formal.

5
Sebagai contoh dapat disebut misalnya cara seorang Indonesia
mempelajari aturan adat Indonesia yang menganjurkan agar orang Indonesia
yang habis berpergian ke suatu tempat yang jauh, memberi “oleh-oleh” kepada
kerabatnya yang dekat dan kepada para tetangganya yang tinggal di sekitar
rumahnya. Dalam proses sosialisasinya itu ia telah belajar cara-cara bergaul
dengan tiap individu dalam lingkungan kaum kerabat dan tetangga dekatnya tadi,
dan ia telah mengembangkan pola-pola tindakan yang berbeda dalam hal
menghadapi mereka itu masing-masing norma sopan-santun memberi “oleh-oleh”
tadi dibudayakan olehnya berdasarkan ajaran mengenai sopan-santun pergaulan
langsung dari orang tuanya. Walaupun ia telah yakin sepenuhnya bahwa adat itu
adalah benar dan bermanfaat, namun ada satu dua di antara mereka yang tidak
dibelikan oleh-oleh karena hubungan pergaulannya dengan orang-orang tersebut
bukan beruwujud pola-pola tindakan serba ramah, melainkan canggung dan
kaku.

Individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan


social sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan condong untuk
senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan masyarakatnya.
Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain. Individu-individu serupa itu
disebut deviants.

Penyimpangan dari adat yang lazim merupakan suatu faktor penting


karena merupakan sumber dari berbagai jadian masyarakat dan kebudayaan
positif maupun negatif.

Kejadian masyarakat yang positif adalah perubahan kebudayaan (culture


change) yang menjelma kedalam perubahan dan pembaruan dalam adat-istiadat
yang kuno. Kejadian masyarakat yang negative misalnya berbagai ketegangan
masyarakat yang menjelma menjadi permusuhan antara golongan, adanya
banyak penyakit jiwa, banyaknya peristiwa bunuh diri, kerusakan masyarakat
yang menjelma menjadi kejahatan, demoralisasi dan sebagainya.

4. Perbedaan Enkulturasi dan Sosialisasi

Menurut M.J.Herskovits, perbedaan antar enculturation (enkulturasi)


dengan socialization (sosialisasi) adalah: Enculturation (enkulturasi) adalah suatu
proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh
kebudayaan masyarakat.

Socialization (sosialisasi) adalah suatu proses bagi seorang anak untuk


menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dalam keluarganya.
6
Secara singkat perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi adalah dalam
enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikirannya
dengan lingkungan kebudayaannya, sedangkan sosialisasi si individu melakukan
proses penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.

Enkulturasi merupakan proses kebudayaan dan berkaitan dengan


"Sistem nilai budaya dalam kebudayaan" dari semua kebudayaan yang ada di
dunia. Kerangka ini telah dikembangkan oleh, Clyde Kulkckhohn. Yang
kemudian konsepnya dikembangkan lebih lanjut oleh istrinya, Florence
Kulkckhohn yang dengan kerangka itu kemudian melakukan suatu penelitian
yang nyata. Uraian tentang konsep itu bersama hasil penelitiannya dimuat dalam
sebuah buku berjudul Variations in value Orientation (1961), yang ditulisnya
bersama dengan F.L. Strodtbeck.

Menurut Koentjaraningrat, sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-


konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

C. Proses Evolusi Sosial

Evolusi kebudayaan (cultural evolution) merupakan proses perkembangan


kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang
sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks.

Dalam evolusi sosial terdapat dua jenis cara analisa atau cara pandang. Yaitu,
secara detail (microscopic) dan dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan
besar saja (macroscopic). Recurrent processes atau proses-proses berulang
adalah proses evolusi sosial budaya yang dianalisis secara detail akan menunjukkan
berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-
hari tiap masyarakat di dunia. Directional processes yaitu proses-proses evolusi
sosial budaya yang di pandang seolah-olah dari jauh hanya akan terlihat perubahan-
perubahan besar yang terjadi dalam suatu masyarakat dalam jangka waktu yang
panjang.

 Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial

Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa


secara mendetail (microscopic), tetapi dapat juga dilihat secara keseluruhan
dengan memperhatikan perubahan-perubahan besar yang telah terjadi
(macroscopic). Proses-proses sosial budaya yang dianalisa secara detail dapat
memberi gambaran mengenai berbagi proses perubahan yang terjadi dalam keh

7
idupan sehari-hari dari suatu masyarakat. Proses evolusi sosial budaya secara
macroscopic yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang, dalam
antropologi disebut “proses-proses pemberi arah” atau directional processes.

 Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya

Dalam Antropologi, perhatian terhadap proses-proses berulang dalam


evolusi sosial budaya baru timbul sekitar tahun 1920 bersama dengan perhatian
terhadap individu dalam masyarakat sebelumnya, Para ahli antropologi umumnya
hanya memperhatikan adat istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat yang
mereka teliti, tanpa memperhatikan sikap, perasaan serta tingkah laku para
individu yang bertentangan dengan adat istiadat.

Dalam meneliti masalah ketegangan antara adat istiadat yang berlaku


dengan kebutuhan yang dirasakan oleh beberapa individu dalam suatu
masyarakat, perlu diperhatikan 2 (dua) konsep yang berbeda, yaitu:

1) Kebudayaan sebagai kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-


pandangan dan sebagainya yang bersifat abstrak (yaitu sistem budaya).

2) Kebudayaan sebaga sebagai serangkaian tindakan yang konkrit dimana


para individu saling berinteraksi (yaitu sistem sosial).

Kedua sistem tersebut sering saling bertentangan dan dengan


mempelajari konflik-konflik yang ada dalam setiap masyarakat itulah dapat
diperoleh pengertian mengenai dinamika masyarakat pada umumnya.

 Proses evolusi sosial yang mengarah dalam evolusi kebudayaan adalah: jika
evolusi masyarakat dan kebudayaan kita pandang seolah – olah dari suatu jarak
yang jauh dengan mengambil interval waktu yang panjang (misalnya beberapa
ribu tahun), maka akan tampak perubahan-perubahan besar yang seolah – olah
bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah perkembangan masyarakat
dan kebudayaan yang bersangkutan.

1. Proses Evolusi Sosial secara Universal

Menurut konsep tentang evolusi secara universal, masyarakat manusia


berkembang secara lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat rendah dan
sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan
perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada
di muka bumi ini.

8
 Teori Evolusi Sosial Universal H. Spencer

a. Teori tentang evolusi hukum dalam masyarakat.

Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat


pada awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau
berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan.
Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka nenek
moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia semakin komplek,
sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang pengaruhnya terhadap
keadaan masyarakat atau hukum keramat tersebut tidak cocok lagi.

Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan


azas saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat.
Namun, karena jumlah masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan
sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum sekuler
tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, timbullah masyarakat
beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi cukup. Untuk
mengatasi hal tersebut, ditanamkanlah suatu keyakinan kepada
masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa
sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.

Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat


industri,dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis yaitu
suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat kepentingan
bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk mengatur
kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan
saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru
yang disebut dengan undang-undang.

b. Teori mengenai asal mula religi.

Spencer mengatakan bahwa semua bangsa yang ada di dunia ini,


religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut. Spencer
mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah religi terhadap
penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang merupakan
personifikasi dari jiwa – jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk religi
yang tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk
religi yang lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa – dewa,
seperti dewa kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan,
dewa maut dan dewa lainnya. Elovusi dari religi itu dimulai dari
9
penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa –
dewa .

Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan


mutlak yang disebut dengan evolusi universal. H.Spencer berpendapat
bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari setiap bangsa di
dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama. Namun, ia tidak
mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap–tiap masyarakat atau
sub–sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam tingkat-
tingkat yang berbeda.

Dalam permasalaha tersebut Spencer juga memberikan


pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer
mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta
hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah hukum
yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling cocok
dengan masyarakat di mana mereka hidup.

2. Teori evolusi keluarga J.J. Bachofen

Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang


melalui empat tahapan:

a. Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa sekawan binatang


berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan bebas, sehingga melahirkan
keturuna tanpa ada ikatan pada tahapan ini kehidupan manusia sama dengan
kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan
perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa
ada ikatan kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan
keluarga seperti sekarang ini.

b. Tahapan Matriarchate : Lambat laun manusia semakin sadar akan hubungan


ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya melaikan hanya masih
mengenal ibunya. Dalam keluarga inti, ibulah yang menjadi kepala keluarga
dan yang mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini perkawinan ibu dan
anak dihindari sehingga muncullah adat exogami

c. Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta


ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat
patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan
sosial yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria

10
mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke
kelompoknya sendiri serta menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap
menetap bersama mereka.

d. Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah
menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada
tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi
juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-
anak bebas berhubungan langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.

3. Teori Evolusi Kebudayaan di Indonesia G.A.Wilken

G.A.Wilken merumuskan sebuah teori tentang tektonimi yaitu tentang


hakekat perkawinan. Ia berpendapat bahwa pada mulanya maskawin hanya
merupakan sebuah alat perdamaian antara pengantin pria dan pengantin wanita
setelah berlangsung kawin lari.Ini sering terjadi pada masa peralihan dari tingkat
matriarchate ke tingkat patriarchate.

4. Teori Evolusi Kebudayaan L.H.Morgan

Menurut Morgan evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan


tahapan yaitu:

a. Zaman Liar Tua. Zaman sejak manusia ada samapai menemukan api,
kemudian manusia menemukan keahlian meramu dan mencari akar-
akar tumbuhan liar untuk hidup.
b. Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata
busur dan panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata
pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan.
c. Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur
dan panah sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat dari
tembikar namun kehidupannya masih berburu.
d. Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam.
e. Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan bercocok
tanam samapai menemukan kepandaian membuat alat-alat atau
benda-benda dari logam
f. Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat alat-alat dari logam sampai manusia mengenal tulisan.
g. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradapan klasik
zaman batu dan logam
11
h. Zaman Masa Kini, sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang

5. Teori Evolusi Religi E.B. Tylor

E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia


akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: Adanya perbedaan
yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati.
Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu yang menggerakkan
dan kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa

Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain ( bukan di


tempat ia sedang tidur ). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara
tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur dengan rohaninya di tempat-
tempat lain yangdisebut jiwa. Selanjutnya Tylor mengatakan bahwa jiwa yang
lepas ke alam disebutnya denga roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan
manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang menempati alam. Sehingga manusia
memberikan penghormatan berupa upacara doa, sesajian dll. Inilah disebut Tylor
sebagai anamism.

Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam


disebabkan oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian
jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat
selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi
atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.

6. Teori Mengenai Ilmu Gaib dan Religi J.G. Frazer

Pada mulanya manusia hanya menggunakan akalnya untuk memecahkan


masalah. Namun lambat laun sistem pengetahuan manusai semakin terbatas untuk
memecahkan masalah bahkan tidak sanggup lagi memecahkan masalah. Sehingga
manusia memecahkannya dengan magic, ilmu gaib. Magic adalah semua tindakan
manusia untuk mencapai sesuatu dengan menggunakan kekuatan-kekuatan alam
dan luar lainnya.

Namun dalam perkembangan selanjutnya kekuatan magic tersebut tidak


selamnya berhasil. Maka manusia mulai sadar bahwa di alam ini ada yang
menempatinya yaitu mahluk-mahluk halus. Mulailah manusai mencari hubungannya
dengan mahluk-mahluk halus tersebut. Dengan itu timbullah religi. Religi adalah
segala sistem tingkah laku manusia untuk memproleh sesuatu dengan cara
memasrahkan diri kepada penciptanya.

12
D. Proses Difusi

1. Penyebaran manusia

Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia pertama


hidup di daerah sabana yang beriklim tropis di afrika timur. Sedangkan sekarang
makhluk itu menduduki hampir seluruh muka bumi dalam segala macam lingkungan
iklim. Hali itu hanya dapat di terangkan dengan adanya proses pembiakan dan gerak
penyebaran atau migrasi-migrasi yang di sertai dengan proses penyesuaian atau
adaptasi fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka waktu beratus-
ratus ribu tah un lamanya sejak zaman purba. Ada berbagai macam sebab dari
migrasi-migrasi itu. Ada hal yang menyebabkan migrasi yang lambat dan
otomatis,ada pula yang cepat dan mendadak.

Sebagian besar dari kelompok-kelompok manusia dalam zaman purba hidup


dari berburu. Dari suku-suku bangsa di muka bumi yang sampai sekarang masih
hidup dari berburu, kita mengetahui bahwa walaupun mereka tidak mempunyai
tempat tinggal tetap,tetapi selalu bergerak dalam batas suatu wilayah berburu
tertentu. Wilayah itu dikenal oleh warga kelompok bersangkutan dengan teliti.
Pengetahuan tentang topografi tanah, tentang tempat-tempat yang di lalui
binatang,tempat-tempat di mana terdapat belukar dan sebagainya. Jadi jelas mereka
tidak gemar untuk pindah ke wilayah berburu lain.

Walaupun demikian, bila di tinjau dalam jangka waktu panjang ,suatu


kelompok manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah juga, karena di wilayah yang
lama, binatang perburuan misalnya sudah mulai berkurang atau karena dalam
wilayah yang lama,jumlah manusia sudah mulai berkurang atau karena dalam
wilayah yang lama jumlah manusia sudah mulai terlampau banyak. Namun
perpindahan itu berjalan dengan sangat lambat, dan biasanya tanpa di sadari orang-
orang yang bersangkutan.

Banyak pula migrasi manusia yang berlangsung cepat dan mendadak. Sebab
dari migrasi semacam ini bisa bermacam-macam, misalnya bencana alam, wabah,
perubahan mata pencaharian hidup,peperangan, dan perkembangan pelayaran.

2. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan

Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di


muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dari sejarah proses
penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia yang di sebut proses
difusi (diffusion). Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur

13
kebudayaan dari satu tempat ke tenpat lain di muka bumi oleh kelompok-kelompok
manusia yang bermigrasi.

Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapatkan perhatiaan oleh ilmu antropologi
adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-
pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia dengan individu kelompok
tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok semacam itu dapat
berlangsung dengan berbagai cara.

Cara yang pertama adalah hubungan dimana bentuk dan kebudayaan itu
masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini yaitu hubungan symbiotic, dapat
kita lihat contohnya di daerah pedalaman negara-negara kongo,togo dan kamerun di
afrika tengah dan barat. Di daerah pedalaman negara-negara tersebut berbagai suku
bangsa afrika hidup dari bercocok tanam di ladang. Mereka mempunyai tetangga ,
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari suku-suku negrito hidup dari berburu dan
mengumpulkan hasil hutan. Hasil berburu dan hasil berhutang itu dibarter dengan
hasil pertanian. Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama sekali,
malahan sudah sejak berabad-abad lamanya, kedua bela pihak sudah saling
membutuhkan,tetapi hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu
saja, sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada. Pada hubungan symbiotic
itu kebudayaan suku-suku bangsa afrika tidak berubah dan kebudayaan kelompok-
kelompok negrito juga tidak.

Cara lain adalah bentuk hubungan yang di sebabkan karena perdagangan,


tetapi dengan akibat yang lebih jauh dari pada yang terjadi pada hubungan sybiotic.
Unsur-unsur kebudayaan asing di bawa oleh para pedagang masuk kedalam
kebudayaan penerima dengan tidak di sengaja dan tanpa paksaan. Hubungan ini
dengan mengambil istilah dari ilmu sejarah, sering di sebut penetration pacifique,
artinya “pemasukan secara damai”. Pemasukan secara damai tentu juga ada pada
bentuk hubungan yang di sebabkan karena usaha dari para penyiar agama. Bedanya
dengan penetration pacifique oleh para pedagang ialah bahwa pemasukan unsur-
unsur asing yang dilakukan oleh para penyiar agama itu berlangsung dengan
sengaja,dan kadang-kadang dengan paksa.

Pemasukan secara tidak damai terdapat pada bentuk hubungan yang


disebabkan karena peperangan dan serangan penaklukan. Lanjut dari penaklukan
adalah penjajahan ,dan pada waktu itulah proses masuknya unsur kebudayaan asing
yang sebenarnya,baru mulai berjalan. Pertemuan antara kebudayaan-kebudayaan
yang disebabkan oleh penyiar agama seringkali juga baru mulai setelah penaklukan;
baru apabila suatu daerah sudah di taklukan dan di buat aman oleh pemerintah
14
jajahan, maka datanglah para penyiar agama,dan mulailah proses akulturasi yang
merupakan akibat dari aktivitas itu.

Suatu difusi yang meliputi jarak yang besar biasanya terjadi melalui suatu
rangkain pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Proses di fusi semacam
ini dalam ilmu antropologi di sebut stimulus diffusion.

Dalam zaman modern sekarang ini, di fusi unsur-unsur kebudayaan yang


timbul di salah satu tempat di muka bumi, berlangsung dengan cepat sekali. Bahkan
sering kali tanpa kontak yang nyata antara individu-individu. Ini di sebakan karena
adanya alat-alat penyiaran yang sangat efektif, seperti surat
kabar,majalah,buku,radio,film,dan televisi.

E. Proses Alkulturasi dan Asimilasi (Pembauran)

1. Alkulturasi

Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact, merupakan proses


sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur – unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan
diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri.

Proses akulturasi ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia,
tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika
kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke semua
daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku-
suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.

Penelitian-penelitian sekitar masalah akulturasi timbul dalam lapangan ilmu


antropologi kurang dari setengah abad lalu. Penelitian-penelitian yang
memperhatikan masalah akulturasi dimulai kira – kira sekitar tahun 1910, dan
bertambah banyak sekitar tahun 1920. Penelitian-penelitian itu sebagian bersifat
deskriptif, yaitu melukiskan satu peristiwa akulturasi yang konkret pada satu atau
beberapa suku bangsa tertentu yang sedang mendapat pengaruh unsur – unsur
kebudayaan Eropa Amerika.

Disamping karangan – karangan deskriptif, timbul pula karangan-karangan


yang bersifat teori, yaitu karangan – karangan yang mengabstraksikan berbagai
peristiwa akulturasi dan beberapa konsep mengenai gejala akulturasi. Beberapa
penelitian juga dilakukan oleh para sarjana dari luar kalangan ilmu antropologi,
menyangkut masalah akulturasi itu. Pada masa menjelangnya perang dunia II itu,
15
memang menjadi sangat besar sehingga dari kalangan antropologi timbul suatu
kebutuhan untuk meninjau kembali segala masalah mengenai gejala akulturasi yang
telah timbul dimasa yang lalu.

Suatu panitia dari dewan ilmiah Social Science Council di Amerika yang terdiri
dari tiga orang sarjana antropologi terkenal, yaitu R. Redfield, R Linton, dan M.J.
Herskovith, telah mengerjakan peninjauan kembali tadi dan berhasil menyusun suatu
ikhtisar dalam tahun 1935. Mereka mencoba meringkas dan merumuskan semua
masalah dalam lapangan penelitian akulturasi . Ikhtisar itu berjudul A Memorandum
for the Study of Acculturation, dimuat dalam berbagai majalah ilmu antropologi yang
terpenting.

Setelah perang Dunia II, perhatian terhadap masalah akulturasi malahan lebih
besar lagi, sedangkan metode – metode untuk meneliti masalah akulturasi menjadi
lebih tajam. Proses skulturasi dalam masyarakat suku bangsa yang tersebar di
Benua Asia dan di daerah pulau-pulau di Laut Teduh misalnya, mendapat perhatian
Iatimewa dari Seventh Pasific Science Congress yang diadakan tahun 1949 di
Auckad (New Zealand). Kongres itu mempunyai suatu seminar khusus dalam
acaranya, untuk mendiskusikan masalah akulturasi dalam ilmu antropologi. Bibliografi
dengan catatan dari semua karangan mengenai masalah akulturasi tang disusun
oleh F. Keesing, yaitu : Cultire Change: An Analysis and Bibliography of
Antrhropologigal Sources to 1952, dapat memberikan suatu gambaran tentang hal
yang pernah dikerjakan oleh para sarjana antropologi dalam penelitian-penelitian
mengenai akulturasi hingga tahun 1952. Hal yang dikerjakan antara tahun 1952 dan
1960 juga sangat besar jumlahnya.

Ada lima golongan masalah dalam alkulturasi :

a) Mengenai metode – metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan


suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;

b) Mengenai unsur – unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, dan sukar
diterima oleh masyarakat;

c) Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan
unsur – unsur yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur – unsur
kebudayaan asing;

d) Mengenai individu – individu yang suka dan cepat menerima, dan individu-
individu yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing;

16
e) Mengenai ketegangan – ketegangan dan kritis – kritis sosial yang timbul
sebagai akibat akulturasi.

Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti memperhatikan


beberapa masalah khusus, yaitu :

a) Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan;

b) Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan


asing;

c) Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur – unsur kebudayaan asing untuk masuk
kedalam kebudayaan penerima;

d) Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur


kebudayaaaan asing tadi;

7. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur asing.

Titik permulaan dari proses akulturasi antara kebudayaan-kebudayaan di Indonesia


dengan kebudayaan Eropa adalah peristiwa datangnya kapal-kapal Portugis di
Maluku, yaitu di Banda, Tidore, dan Ternate, kemudian ke Nusa Tenggara pada
permulaan abad ke-16. Peristiwa – peristiwa itu merupakan titik – titik permulaan dari
suatu proses akulturasi yang berlangsung lambat sekali selama tiga abad, dan melaju
cepat mulai abad ke-20.

2. Asimilasi

Asimilasi (assimilation)adalah proses sosial yang timbul bila ada :

 Golongan – golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-


beda,

 Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga

Kebudayaan – kebudayaan golongan – golongan tadi masing-masing berubah


wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya, golongan-golongan
yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan
beberapa golongan minoritas mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaanya
dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas. Sedemikian
rupa sehinnga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaanya dan masuk ke
dalam kebudayaan mayoritas.

17
Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti oleh para
sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana timbul berbagai masalah yang
berhubungan dengan adanya individu – individu dan kelompok imigran yang berasal
dari berbagai suku bangsa dan Negara di Eropa, yang mempunyai kebudayaan-
kebudayaan yang berbeda-beda. Indonesia, mempunyai banyak golongan khusus,
baik yang berupa suku bangsa, lapisan sosial, golongan agama, pengetahuan
mengenai seluk-beluk proses asimilasi dari tempat-tempat lain di dunia menjadi
penting sekali sebagai bahan perbandingan.

Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor – faktor yang menghambat
proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh para ahli
terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok – kelompok secara luas
dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses asimilasi, kalau di antara
kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu sikap toleransi dan simpati
satu terhadap yang lain. Orang Cina misalnya ada di Indonesia, bergaul secara luas
dan intensif dengan orang Indonesia sejak berabad-abad lamanya; namun mereka
belum juga semua terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia,
karena selama itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati.

Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain sering terhalang oleh berbagai
faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga menjadi penghalang proses asimilasi
pada umumnya. Faktor-faktor itu adalah :

 kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi;

 sifat takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain;

 perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang


lain.

 Jenis-jenis asimilasi

a) Asimilasi budaya : proses mengadopsi nilai, kepercayaan, dogma,


ideologi bahasa dan sistem simbol dari suatu kelompok etnik atau
beragam kelompok bagi terbentuknya sebuah kandungan nilai,
kepercayaan, dogma, ideologi bahasa maupun sistem simbol dari
kelompok etnik baru.

b) Asimilasi struktural : proses penetrasi kebudayaan dari suatu


kelompok etnik ke dalam ke dalam kebudayaan etnik lain melalui
kelompok primer seperti keluarga, teman dekat,DLL

18
c) Asimilasi perkawinan, atau sering disebut asimilasi fisik yang terjadi
karena perkawinan antar etnik atau antarras untuk melahirkan etnik atau
ras baru

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut :

 terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.

 terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu
yang relatif lama.

Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan


diri.

Faktor-faktor yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi adalah


sebagai berikut :

1. Toleransi antar kelompok yang berbeda kebudayaan

2. Kesempatan yang seimbang dalam bidang sosial atau ekonomi

3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaan mereka

4. Sikap terbuka dari golongan etnik dominan terhadap kelompok etnik minoritas

5. Persamaan unsur kebudayaan

6. Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya

7. Adanya musuh yang sama

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi antara lain
sebagai berikut :

a) Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas)

b) Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi

c) Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat


diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan

d) Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan


kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak
mau mengakui keberadaan kebudayaan kelompok lainnya

e) Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut

19
f)Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang
bersangkutan

g) Golongan minoritas mengalami gangguan dari kelompok penguasa

F. Inovasi

Inovasi merupakan suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber –


sumber alam, energi, dan modal pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan
teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya
produk – produk atau penemuan baru yang baru.

Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi seorang individu untuk memulai


serta mengembangkan penemuan baru adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran akan kekurangan dalam kebudayaan.

2. Mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan.

3. Sistem perangsang bagi kegiatan mencipta.

Penemuan baru seringkali terjadi saat ada suatu krisis masyrakat, dan suatu
krisis terjadi karena banyak orang merasa tidak puas karena mereka melihat
kekurangan-kekurangan yang ada disekelilingnya.

Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru
tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada
tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan
difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui
berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistemsosial.

Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau
unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh
masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan
mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut.
Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk
kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh
sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.

Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke19 dari
seorang ilmuan perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of
Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan
pentingnya komunikasi interpersonal.Tardejugamemperkenalkan gagasan

20
mengenai opini leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek
media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam
komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide
baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang
lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi
sebuah inovasi.

Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai
melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media masa
Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan
menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika
sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak
akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru
merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa
jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan
kedekatan secara fisik.

Pengadopsian : Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang


mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan
juga oleh beberapa faktor riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang
didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi
juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang.

Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut


biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya.
Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung
mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor
motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu
menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status
sosialnya di hadapan orang lain.

Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut
serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai
dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar
pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil
tingkat adopsinya.

Pengembangan jaringan sosial : Seseorang yang telah mengadopsi sebuah


inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya,
sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah

21
inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain
melalui hubungan sosial yang mereka miliki.

Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain
mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi
melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal memengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah
diperkenalkan oleh media massa.

Lima tahap proses adopsi :

a. Tahap pengetahuan dalam tahap ini, seseorang belum memiliki


informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut
harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa
melalui media elektronik, media cetak ,maupun komunikasi interpersonal di antara
masyarakat

b. Tahap persuasi Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon
pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan
diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak
inovasi tersebut.

c. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan


akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun
bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup
kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.

d. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari


lebih jauh tentang inovasi tersebut.

e. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan


mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi
ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka
buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan
yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Kategori pengadopsi :

22
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori
pengguna inovasi :

1. Inovator : Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya.
Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun
terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki
gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

2. Pengguna awal : Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator


kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori
lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini
sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan
keinginannya untuk mencoba inovasi baru.

3. Mayoritas awal : Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau
menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka
akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam
mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti
ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan
kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup
bermanfaat.

4. Mayoritas akhir : Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah
inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi
inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya
bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka
untuk mengadopsi inovasi.

5. Laggard : Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi.
Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini
biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama
dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru,
kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap
mereka ketinggalan zaman

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Didalam Dinamika Sosial, terdapat beberapa konsep yang penting: internalisasi,


sosialisasi, enkulturasi, evolusi sosial,asimilasi, difusi, alkulturasi, dan inovasi.
Internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi tergabung dalam satu proses, yaitu proses
belajar kebudayaan sendiri. Internalisasi adalah proses panjang dimana individu dari lahir
sampai individu itu meninggal, ia belajar, menanamkan dan mengembangkan
kepribadiannya, segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang
hidupnya.

Sosialisasi merupakan proses seseorang dalam belajar kebudayaan dalam


hubungan dengan sistem sosial. Enkulturasi merupakan proses dimana individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap dengannorma dan adat yang
berlaku. Proses evolusi sosial terbagi dalam dua jenins pengamatan :microscopic dimana
akan terlihat reccurent process, dan macroscopic dimana akan terlihat directional
process.

Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu
tempat ke tempat lainnya. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok manusia
yang melakukan migrasi ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka turut melebur di
daerah yang mereka tuju.Bentuk Penyebaran kebudayaan juga dapat terjadi dengan
berbagai cara. Antara lain:

1. Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaannya ke


tempat yang jauh

2. Adanya pertemuan antara individu-individu kelompok yang lain.

3. Hubungan perdagangan

Proses Akulturasi sudah ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia,
tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika kebudayaan-
kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke semua daerah lain di
muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku-suku bangsa di
Afrika, Asia, Osenia, Amerika Utara, dan Amerika Latin.

Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri
khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Proses asimilasi itu
ditandai oleh pengembangan sikap-sikap yang sama, yang walaupun terkadang bersifat
24
emosional, bertujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit untuk mencapai
integrasi dalam organisasi dan tindakan. Secara matematis proses asimilasi dapat
ditulis : Aa + Bb + Cc = Dd yang berarti bahwa kelompok etnik A, B, dan C karena faktor-
faktor pendorong asimilasi terpenuhi, mengalami peleburan unsur-unsur kebudayaan
kelompok etnik a + b + c menghasilkan kebudayaan baru d, yang sebelumnya tidak ada
dalam kebudayaan A, B, maupun D.

Inovasi merupakan proses pembaruan yang menyebabkan adanya sistem


produksi, dan dibuatnya produk – produk yang baru. Di dalam inovasi, ada pula difusi
inovasi, yang merupakan cara penyebaran dan target penyebaran dari hasil atau inovasi
itu sendiri. Inovasi mempunyai perbedaan dengan evolusi. Yaitu, dimana inovasi
merupakan proses perubahan kebudayaan yang berjalan lebih cepat dibandingkan
dengan evolusi

B. Saran
Sebagai Penulis, kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Herskovits, M.J. 1924. ”Preliminary Consideration of the Culture Areas of Africa”. American
Anthropologist. Vol. XXVI, p. 50-

Kluckhohn, C. And W.H.Lely. 1945. ”The Concept of Culture”. The Science of Man in the
World Crisis. R.Linton (Ed). New York : Columbia University Press, p 78-106

Koentjaraningrat.1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.

Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Bandung : Bumi Aksara.

26

Anda mungkin juga menyukai