Anda di halaman 1dari 102

PERBEDAAN LAMA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU NIFAS

DENGAN DAN TANPA LIDOKAIN 1% DI RSUD KOTA MADIUN DAN

BPM MARANATHA KABUPATEN MADIUN

PENELITIAN DOSEN

Disusun Sebagai Perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Di Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun

OLEH :

RURY NARULITA SARI, SST., M.Kes

NBM. 1092422

AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYA MADIUN

2014

i
PERBEDAAN LAMA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU NIFAS

DENGAN DAN TANPA LIDOKAIN 1% DI RSUD KOTA MADIUN DAN

BPM MARANATHA KABUPATEN MADIUN

PENELITIAN DOSEN

Disusun Sebagai Perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Di Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun

OLEH :

RURY NARULITA SARI, SST, M.Kes

NBM. 1092422

AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYA MADIUN

2014

ii
iii
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rury Narulita Sari, SST., M.Kes

NBM : 1092422

Jabatan : Dosen

Judul :

“Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Dengan dan Tanpa

Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun”.

Dengan ini saya menyatakan bahwa Penelitian ini benar-benar hasil karya

sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya yang ditulis atau

diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata

penulisan penelitian yang lazim.

Madiun, Juli 2014

Yang menyatakan,

Rury Narulita Sari, SST., M.Kes

NBM. 1092422

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perbedaan Lama

Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Dengan dan Tanpa Lidokain 1% di

RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,

diantaranya:

1. Rumpiati, Amd.Keb., SST., MPH. selaku Direktur Akademi Kebidanan

Muhammadiyah Madiun.

2. Kepala RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab. Madiun yang telah

memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di tempat praktinya.

3. Responden yang telah bersedia untuk diteliti dan atas kerjasamanya sehingga

dapat menyelesaikan penelitian ini.

4. Semua pihak yang telah membantu dengan tulus hati sehingga penelitian ini

bisa tersusun dengan lancar.

Demikian penelitian ini saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu kebidanan pada khususnya dan pelayanan kesehatan pada

umumnya.

Madiun, Juli 2014

Penulis

v
ABSTRAK

Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Dengan dan Tanpa
Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun

Oleh:
Rury Narulita Sari, SST., M.Kes

Perlukaan jalan lahir dapat terjadi karena memang disengaja seperti pada
tindakan episiotomi. Pada laserasi perineum ini diperlukan penjahitan yang baik.
Dipelayanan kesehatan terdapat penjahitan luka perineum yang menggunakan
lidokain 1% dan ada pula yang penjahitannya tanpa menggunakan lidokain 1%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan lama penyembuhan luka
perineum ibu nifas dengan dan tanpa lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan
BPM Maranatha Kab. Madiun.
Penelitian ini termasuk penelitian analitik observasional. Dengan
rancangan penelitian cross sectional. Besarnya sampel dalam penelitian adalah 53
ibu nifas yang terdiri dari 27 ibu nifas dengan penjahitan luka perineum
menggunakan lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan 26 ibu nifas dengan
penjahitan luka perineum tanpa lidokain 1% di BPM Maranatha Kab. Madiun.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik “simple random
sampling”. Analisa bivariat yang digunakan adalah dengan uji t-test independent.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata lama penyembuhan luka
perineum ibu nifas dengan lidokain 1% di RSUD Kota Madiun adalah 8,04 hari
dan rerata lama penyembuhan luka perineum ibu nifas tanpa lidokain 1% di BPM
Maranatha Kab. Madiun adalah 5,65 hari. Dari uji statistik Independent sampel t-
test didapatkan signifikansi 0,00 dengan α = 0,05 (5%). Jadi pada signifikansi
0,00 < α 0,05 didapatkan keputusan statistik Ho ditolak.
Disimpulakn bahwa terbukti ada perbedaan yang bermakna antara lama
penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan dan tanpa lidokain 1%. Dengan
dilakukan penelitian, diharapkan tenaga kesehatan lebih mempertahankan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan standar yang
ada. Selain itu seminar kesehatan dianggap perlu agar dapat memperoleh
informasi kesehatan yang terbaru guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

Kata kunci : lama, penyembuhan uka, lidokain 1%.

vi
DAFTAR ISI
Halaman

JUDUL DEPAN ....................................................................................... i

HALAMAN JUDUL................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

ABSTRAK................................. ........................................................ ....... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi

DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 6

vii
2.2 Luka Perineum ............................................................................. 7

2.3 Menjahit Laserasi Perineum atau Episiotomi dengan Lidokain 1% 9

2.4 Penyembuhan Luka ....................................................................... 17

2.5 Penyembuhan Luka pada kulit ........................................................ 22

2.6 Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka 27

2.7 Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka 29

2.8 Obat Anestesi Lokal ........................................................................ 32

2.9 Kerangka Kosep .............................................................................. 36

2.10 Hipotesis ............................................................................... 38

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1. Jenis Penelitian ......................................................................................... 39

3.2. Rancangan Penelitian ............................................................................... 39

3.3. Kerangka Kerja Penelitian........................................................................ 41

3.4. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Sampling .......................... 43

3.5. Variabel Penelitian ................................................................................... 46

3.6. Definisi Operasional Variabel ................................................................. 47

3.7. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 48

3.8. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 48

3.9. Etika Penelitian......................................................................................... 56

3.10. Jadwal Penelitian .................................................................................... 59

3.11. Rencana Anggaran Penelitian ................................................................. 60

viii
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian ..................................................................... 61

4.2. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ...................................................... 61

4.3. Data Umum ............................................................................................... 62

4.4. Data Khusus .............................................................................................. 65

4.5. Pembahasan .............................................................................................. 68

4.6. Keterbatasan .............................................................................................. 73

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 74

5.2. Saran ......................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi operasional ......................................................................... 47

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian.............................................................................. 59

Tabel 3.3 Rencana Anggaran Penelitian .......................................................... 60

Tabel 4.1 Tabulasi Silang Lama enyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas

dengan dan tanpa Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun

dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun ........................................ 66

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Derajat laserasi perineum ............................................................. 9

Gambar 2.2 Cara penyuntikan anestesi lokal untuk penjahitan ....................... 13

Gambar 2.3 Fase-fase penyembuhan luka ....................................................... 23

Gambar 2.4 Bentuk-bentuk penyembuhan luka ............................................... 26

Gambar 2.5 Kerangka Teori Proses Penyembuhan Luka ................................ 27

Gambar 2.6 Kerangka konsep penelitian ......................................................... 36

Gambar 3.1 Rancangan penelitian kohort ....................................................... 40

Gambar 3.2 Kerangka kerja penelitian ............................................................. 42

Gambar 4.1 Karakteristik Umur Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan

BPM Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun

2014 .............................................................................................. 62

Gambar 4.2 Karakteristik Pendidikan Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan

BPM Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun

2014 .............................................................................................. 63

Gambar 4.3 Karakteristik Pekerjaan Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan

BPM Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun

2014 .............................................................................................. 64

Gambar 4.4 Karakteristik Paritas Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan

BPM Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun

2014 ............................................................................................. 64

xi
Gambar 4.5 Pelaksanaan Penjahitan Luka Perineum Ibu Bersalin di RSUD

Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun Bulan

Mei-Juli Tahun 2014 ................................................................... 66

Gambar 4.6 Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan

tanpa Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM

Maranatha Kabupaten Madiun.................................................... 66

Gambar 4.7 Rata-Rata Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas

dengan dan tanpa Lidokain 1% ................................................... 68

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 3 Lembar Observasi

Lampiran 4 Rekapitulasi Data

Lampiran 5 Uji Independent Sample t-test

xiii
DAFTAR SINGKATAN

BPM : Bidan Praktik Mandiri


BPS : Bidan Praktik Swasta
cm : Centi meter
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dk : Derajat kebebasan
dkk : Dan kawan-kawan
et.al : “et alii” (bahasa Latin), “and others” (bahasa Inggris) artinya
dan kawan-kawan
JNPK-KR : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan-Kesehatan
Reproduksi
KH : Kelahiran Hidup
MDG’S : Millenium Development Goal’s
ml : mili liter
PKU : Penolong Kesengsaraan Oemoem
PWS : Pemantauan Wilayah Setempat
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SDKI : Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada hakekatnya dalam menjalankan kodratnya, seorang wanita pasti

mengalami sebuah proses menjadi seorang ibu. Dimana pasti melewati suatu

proses kehamilan dan persalinan. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil

konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar

kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa

bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2008: 157). Pada kehamilan dan persalinan

dapat terjadi perlukaan pada alat-alat genital walaupun yang paling sering terjadi

ialah perlukaan ketika persalinan. Perlukaan alat genital pada kehamilan dapat

terjadi baik pada uterus, serviks, maupun vagina; sedangkan pada persalinan

disamping pada ketiga tempat di atas perlukaan dapat juga terjadi pada vulva dan

perineum. Derajat luka dapat ringan hanya berupa luka lecet saja sampai yang

berat berupa terjadinya robekan yang luas disertai perdarahan yang hebat

(Prawirohardjo, 2011: 323).

Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs,

2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-

perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia

mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi

102/100.000 KH. Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat

persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung

1
2

kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%).

Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung

kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-

lain (33%) (Depkes RI, 2010: 02).

Perlukaan jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja

seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan untuk mencegah terjadinya robekan

perineum yang luas dan dalam disertai pinggir yang tidak rata, dimana

penyembuhan luka akan lambat atau terganggu. Luka insisi yang lurus (rata) lebih

mudah diperbaiki dan lebih cepat sembuh dibanding luka laserasi yang

robekannya tidak teratur serta tidak terkendali. Seperti halnya insisi pada bagian

tubuh lainnya, luka jahitan robekan (episiotomi) mungkin tidak mau merapat.

Faktor predisposisi keadaan ini mencakup daya kesembuhan yang buruk seperti

defisiensi gizi dan adanya infeksi. Tingkatan robekan juga dapat mempengaruhi

penyembuhan. Hampir dari 90% pada proses persalinan banyak yang mengalami

robekan perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi (Oxorn, 2010: 458). Oleh

karena itu adanya laserasi perineum ini diperlukan adanya penjahitan dengan baik,

jika tidak dijahit dengan baik maka akan menyebabkan lapangnya perineum dan

pada ruptura perineum komplet dapat terjadi inkontinensia alvi. Secara estetispun

kemaluan menjadi kurang baik (Mochtar, 1998: 112). Tujuan menjahit laserasi

atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan)

dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Ingat

bahwa setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi

tempat potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit
3

laserasi atau episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sedikit

mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostatis (JNPK-KR

Depkes RI, 2008: 177).

Setelah melakukan studi pendahuluan di BPM Maranatha Kab. Madiun

pada tanggal 11 Mei 2014, melalui wawancara dengan bidan. Pada bulan Januari-

Mei telah didapatkan 22 persalinan yang dilakukan penjahitan perineum tanpa

lidokain 1%. Berdasarkan pernyataan bidan, pada 22 ibu nifas yang dilakukan

penjahitan luka perineum tanpa lidokain 1% tersebut ditemukan luka jahitan

perineum sembuh pada hari ke 5-6 post partum. Sedangkan di RSUD Kota

Madiun pada bulan Januari-Mei, peneliti melakukan wawancara dengan bidan

kepala ruang di ruang nifas. Menyebutkan bahwa pada 37 ibu nifas yang

dilakukan penjahitan luka perineum dengan lidokain 1% tersebut ditemukan luka

jahitan perineum sembuh pada hari ke 6-7 post partum. Dampak dari penggunaan

lidokain 1% sendiri adalah merangsang sistem saraf pusat menyebabkan

kegelisahan dan tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik, mungkin

pula terjadi perlambatan penyembuhan luka, oedema atau efek nekrosis (Jordan,

2003: 89). Sedangkan disisi lain penjahitan itu dipandang sangat menyakitkan dan

menggunakan anestesi lokal merupakan Asuhan Sayang Ibu (JNPK-KR Depkes

RI, 2008: 178).

Dalam setiap tindakan medis, pasti ada keuntungan dan efek samping yang

menyertai tindakan tersebut. Namun dalam praktiknya tenaga kesehatan dituntut

untuk mengambil keputusan yang memiliki efek samping seminimal mingkin

Oleh karena itu peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang “Perbedaan Lama
4

Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan tanpa Lidokain 1% di RSUD

Kota Madiun dan BPS Maranatha Kab. Madiun?”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas mengenai penyembuhan

luka perineum pada masa nifas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah

“Apakan ada perbedaan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan dan

tanpa lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab. Madiun?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Guna mengetahui perbedaan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas

dengan dan tanpa lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab.

Madiun.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi lama penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan lidokain

1% di RSUD Kota Madiun.

2. Mengidentifikasi lama penyembuhan luka perineum ibu nifas tanpa lidokain

1% di BPM Maranatha Kab. Madiun.

3. Menganalisis perbedaan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan

lidokain dan tanpa lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha

Kab. Madiun.
5

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman bagi peneliti dalam

pelaksanaan penelitian mulai dari pengumpulan data, pengolahan sampai dengan

hasil penelitian dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya

yang berminat dengan judul penelitian ini.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dikemudian hari dapat dijadikan sebagai tambahan sumber

kepustakaan dan pedoman pada penelitian berikutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bisa dijadikan informasi untuk lebih meningkatkan pelayanan

khususnya pada ibu post partum dengan luka jahitan perineum.

2. Bagi Peneliti Lain

Bisa dijadikan sebagai bahan referensi dan informasi yang bermanfaat dalam

pengembangan penelitian selanjutnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Nopiyati (2011) melakukan penelitian tentang “Hubungan Pemakaian

Lidokain 1% terhadap Lama Penyembuhan Luka Jahit pada Perineum di Wilayah

Kabupaten Kebumen”. Perdarahan post partum menjadi penyebab utama

kematian ibu di Indonesia. Perlukaan jalan lahir merupakan penyebab kedua

perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui adakah hubungan pemberian anestesi lidokain 1% dengan

penyembuhan luka jahit pada perineum di wilayah Kabupaten Kebumen.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional. Kelompok sampel yaitu 30 ibu bersalin yang penjahitannya tidak

memakai anestesi lidokain 1% diambil dari RS PKU Muhammadiyah Gombong

dan 30 ibu bersalin yang penjahitannya memakai anestesi lidokain 1% diambil

dari BPS di wilayah kabupaten kebumen yang salah satunya BPS Dwi Suryani

didesa Sempor.

Berdasarkan hasil penelitian, Lama penyembuhan luka jahit perineum

dengan anestesi lidokain 1% pada ibu bersalin yang mengalami penyembuhan

cepat sebanyak 46,7% dan lambat sebanyak 53,3%, sedangkan tanpa anestesi

lidokain 1% yang mengalami penyembuhan cepat sebanyak 66,7% dan lambat

sebanyak 33,3%.

6
7

Berdasarkan uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan pemberian

anestesi lidokain 1% dengan penyembuhan luka jahit pada perineum di wilayah

Kabupaten Kebumen (Nopiyati, 2011)

2.2 Luka Perineum

2.2.1. Pengertian

Perineum adalah jaringan yang terletak disebelah distal diafragma pelvis.

Perineum mengandung sejumlah otot superfisial, saat persalinan, otot ini sering

mengalami kerusakan ketika janin dilahirkan (Rohani dkk, 2011: 27). Perineum

terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm (Prawirohardjo, 2008:

117).

Laserasi perineum adalah perlukaan yang terjadi pada saat persalinan di

bagian perineum (Mochtar, 2002).

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum

diantaranya mobilisasi dini, vulva hygiene, luas luka, umur, vaskularisasi, stressor

dan juga nutrisi. Luka dikatakan sembuh jika dalam 1 minggu kondisi luka kering,

menutup dan tidak ada tanda-tanda infeksi (Mochtar, 2002).

2.2.2. Bentuk Luka Perineum

Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu:

1. Ruptur

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya

jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pasa saat
8

proses persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang

robek sulit dilakukan penjahitan (Hamilton, 2002).

2. Episiotomi

Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk

memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala

bayi. Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina

yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan dilakukan jika perineum

diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin, jika harus dilakukan

infiltrasi perineum dengan anestesi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi

anestesi epidemal. Insisi episiotomi dapat dilakukan digaris tengah atau medio

lateral.

2.2.3. Klasifikasi laserasi perineum

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan, antara lain:

1. Robekan derajat 1

Meliputi mukosa vagina, komisura posterior dan kulit perineum. Pada robekan

derajat satu tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.

2. Robekan derajat 2

Meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum.

Dilakukan penjahitan, menggunakan teknik yang akan dijelaskan dibawah ini.

3. Robekan derajat 3

Meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum dan

otot sfingter ani. Pada penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk
9

reparasi laserasi perineum derajat tiga dan empat. Segera rujuk ke fasilitas

rujukan.

4. Robekan derajat 4

Meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum,

otot sfingter ani dan dinding depan rektum (JNPK-KR Depkes RI, 2008: 115).

Gambar 2.1 Derajat Laserasi Perineum


Sumber: JNPK-KR Depkes RI, 2008: 115).

2.3 Menjahit Laserasi Perineum atau Episiotomi dengan lidokain 1%

2.3.1. Tujuan

Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan

kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak

perlu (memastikan hemostatis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk jaringan

tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat potensial untuk timbulnya

infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan

benang yang cukup panjang dan gunakan sedikit mungkin jahitan untuk mencapai

tujuan pendekatan dan hemostatis (JNPK-KR Depkes RI, 2008: 177).


10

2.3.2. Mempersiapkan Penjahitan

Berikut ini langkah-langkah mempersiapkan penjahitan luka perineum,

antara lain:

1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi

tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta

anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam

posisi litotomi.

2. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.

3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa

dilihat dengan jelas.

4. Gunakan teknik aseptik pada memeriksa robekan atau episiotomi,

memberikan anestesi lokal dan menjahit luka.

5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

6. Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.

7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan

desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.

8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah

dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.

9. Gunakan kain/kasa desinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,

vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah

yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.

10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa

laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
11

memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan

jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari

tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau

ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga

atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi

serviks.

11. Ganti sarung tangan dengan dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi

atau steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.

12. Berikan anestesi lokal (kajilah teknik untuk memberikan anestes lokal di

bawah ini).

13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang.

Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat

dan tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.

14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 900, jepit dan jepit

jarum tersebut (JNPK-KR Depkes RI, 2008: 177-178).

2.3.3. Memberikan Anestesi Lokal

Gunakan tabung suntik steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang

4 cm. Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar bisa

digunakan, tapi jarum harus berukuran berukuran 22 atau lebih kecil tergantung

pada tempat yang memerlukan anestesia. Obat standar untuk anestesia lokal

adalah 1% lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia,

gunakan lidokain 2% yang dilarutkan dengan larutan steril atau normal salin
12

dengan perbandingan 1:1 (sebagai contoh, larutan 5 ml lidokain 2% dengan 5 ml

air steril atau normal salin untuk membuat larutan lidokain 1%).

1. Jelaskan pada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantu ibu merasa santai.

2. Hisap 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran 10

ml (tabung suntik yang lebih besar boleh digunakan, jika diperlukam) jika

lidokain 15 tidak tersedia, larutkan 1 bagian 2% dengan 1 bagian normal salin

atau air steril yang sudah disuling.

3. Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut.

4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum

sepanjang tepi luka (ke arah bawah di antara mukosa dan kulit perineum).

5. Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum

tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik,

jangan suntikkan lidokain dan tari jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum

dan suntikkan kembali.

Alasan: Ibu bisa mengalami kejang dan kematian bisa terjadi jika lidokain

disuntikkan ke dalam pembuluh darah.

6. Suntikkan anestesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik

ditarik perlahan-lahan.

7. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut

disuntikkan.

8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4.

Tusukkan jarum untuk ketiga kalinya dan sekali lagi ulangi langkah ke-4

sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapatkan anestesi lokal. Ulangi proses
13

ini disisi lain dari luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang

lebih 5 ml lidokain 1% untuk mendapat anestesia yang cukup.

9. Tunggu selama dua menit dan biarkan anestesia tersebut bekerja dan

kemudian uji daerah yang dianestesia dengan cara dicubit dengan forceps

atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau

cubitan tersebut, tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum

mulai menjahit luka (JNPK-KR Depkes RI, 2008: 178-179).

Gambar 2.2 Cara penyuntikan anestesi lokal untuk penjahitan laserasi


Sumber: (JNPK-KR Depkes RI, 2008: 179).

2.3.4. Penjahitan Laserasi pada Perineum

Berikut ini merupakan langkah-langkah penjahitan laserasi pada perineum,

antara lain:

1. Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat

tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika

tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.

2. Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan

penjahitan sudah di desinfeksi tingkat tinggi atau steril.


14

3. Setelah memberikan anestesia lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut

sudah di anestesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk

secara jelas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan

jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan

bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.

4. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam

vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek

benang yang lebih pendek dari ikatan.

5. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin

himen.

6. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu

ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian

antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat

jarum ke puncak luka.

7. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur,

hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan

sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot,

mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus

untuk menghentikan perdarahan dan/atau mendekatkan jaringan tubuh secara

efektif.

8. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan

penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler.

Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap
15

terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan

sendirinya pada saat penyembuhan luka.

9. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina dan jarum harus

keluar dari belakang cincin himen.

10. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang

dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul

akan longgar dan laserasi akan membuka.

11. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak

ada kasa atau peralatan lain yang tertinggal di dalam.

12. Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada

jahitan pada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rektum

6 minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan

jika fistula rektovaginal atau ibu melaporkan inkontinensia alvi atau feses),

ibu segera di rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.

13. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air desinfeksi tingkat

tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.

14. Nasehati ibu untuk:

a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering

b. Hindari peggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.

c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga

sampai empat kali perhari.

d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu

harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan


16

cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut

menjadi lebih nyeri.

Ingat:

a. Tidak usah menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami

perdarahan dan mendekat dengan baik.

b. Gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dan

emastikan hemostatis.

c. Selalu gunakan teknik aseptik.

d. Jika ibu mengeluh sakit pada saat penjahitan dilakukan, berikan lagi

anestesia lokal untuk memastikan kenyamanan ibu, inilah yang disebut

asuhan sayang ibu (JNPK-KR Depkes RI, 2008: 180-181).

2.3.5. Penjahitan Episiotomi

Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit

laserasi perineum. Jika episiotomi sudah dilakukan, lakukan penilaian secara hati-

hati untuk memastikan lukanya tidak meluas. Sedapat mungkin, gunakan jahitan

jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu dalam hingga mencapai lapisan otot,

mungkin diperlukan penjahitan secara terputus untuk merapatkan jaringan (JNPK-

KR Depkes RI, 2008: 183).


17

2.4 Penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi

jaringan yang rusak (Boyle, 2008).

Pada ibu yang baru melahirkan, banyak komponen fisik normal pada masa

postnatal membutuhkan penyembuhan dengan berbagai tingkat. Pada umumnya,

masa nifas cenderung berkaitan dengan proses pengembalian tubuh ibu ke kondisi

sebelum hamil, dan banyak proses diantaaranya yang berkenaan dengan proses

involusi terus, disertai dengan penyembuhan pada tempat plasenta (luka yang

luas) termasuk iskemia dan autolisis. Keberhasilan resolusi tersebut sangat

penting untuk kesehatan ibu, tetapi selain dari pedoman nutrisi (yang idealnya

seharusnya diberikan selama periode antenatal) dan saran yang mendasar tentang

hygiene dan gaya hidup, hanya sedikit yang bisa dilakukan bidan untuk

mempengaruhi proses tersebut.

Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum

dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka

waktu 6-7 hari post partum.

Kriteria penilaian luka adalah

1. Baik jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

2. Sedang jika, luka basah, perineum menutup dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

3. Buruk, jika luka basah, perineum menutup atau membuka dan ada tanda-tanda

infeksi merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa (Mas’adah, 2010).


18

2.4.1. Fisiologi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cedera pada tubuh; merupakan

garis depan perlawanan terhadap masuknya organisme, luka memiliki tepi yang

berlawanan, misalnya luka operasi, sembuh dengan cepat dengan intensi pertama

atau primer. Luka dalam dan menganga lebih lama penyembuhannya melalui

intensi sekunder (Johnson, 2012: 368).

Pemulihan luka dimulai setelah terjadi cedera pada tubuh; kulit yang utuh

memberikan benteng pertahanan pertama melawan invasi organisme. Luka yang

tepinya berdekatan (misalnya luka bedah) sembuh secara cepat dengan proses

pemulihan luka pertama. Luka yang dalam dan terbuka memerlukan waktu yang

lebih lama untuk sembuh dengan proses pemulihan luka sekunder atau tersier

(Johnson, 2012: 456).

Terdapat empat fase penyembuhan luka:

1. Hemostasis

Fase vaskular ini dimulai segera setelah terjadi kerusakan jaringan.

Vasokonstriksi terjadi untuk meminimalkan perdarahan dan membantu

memulai proses koagulasi. Bekuan fibrin terbentuk, yang menutup luka secara

sementara. Bersamaan dengan terbentuknya bekuan, darah atau cairan serosa

dapat menjadi eksudat luka karena tubuh berupaya membersihkan luka secara

alami (Johnson, 2012: 456).

Terjadinya luka baik yang bersifat traumatik atau yang terbentuk pada

pembedahan menyebabkan perdarahan dari pembuluh yang rusak.

Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin ke


19

dalam lingkungan cedera. Bradikinin, serotinin, dan histamin merupakan

senyawa fasoaktif yang dilepaskan oleh sel mast ke jaringan sekitar. Senyawa-

senyawa ini mengawali peristiwa diapedesis, yaitu keluarnya sel-sel

intravaskular ke dalam ruang ekstravaskular daerah yang luka. Suatu bekuan

darah terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi (Seymour,

2000: 134).

Faktor-faktor pembekuan yang dilepaskan dari trombosit menghasilkan

fibrin yang bersifat hemostatik dan membentuk suatu jaringan yang akan

menampung migrasi lebih lanjut sel-sel inflamasi dan fibroblas. Fibrin

merupakan produk akhir dari aliran proses pembekuan. Tanpa kerja fibrin ini

maka kekuatan akhir dari suatu luka akan berkurang. Trombosit juga penting

karena menghasilkan sitokin esensial yang dapat mempengaruhi peristiwa

penyambuhan luka (Seymour, 2000: 134).

2. Inflamasi

Pembuluh darah disekitar luka terdilatasi, menyebabkan eritema lokal,

edema, peningkatan suhu tubuh, ketidaknyamanan, denyutan dan terkadang

gangguan fungsional. Makrofag membersihkan luka debris sebagai persiapan

untuk tumbuhnya jaringan baru. Area nekrotik berukuran kecil terbentuk

disekitar bekas luka sehingga mengganggu suplai darah. Sel-sel epitel dari

batas luka bergerak di bawah dasar bekuan, epitelium sekitarnya menebal dan

lapisan tipis jaringan epitel terbentuk di atas luka. Karena tanda klinis fase

inflamasi serupa dengan fase infeksi. Bidan harus dapat membedakan antara

luka yang pulih secara normal dan luka yang terinfeksi. Asalkan luka bersih,
20

fase ini berlangsung antara 1-3 hari, tetapi waktunya akan memanjang apabila

terjadi infeksi atau nekrosis (Johnson, 2012: 456).

3. Proliferasi

Fase ini melibatkan pertumbuhan jaringan baru melalui tiga proses:

a. Granulasi

Selama granulasi, kapiler dari pembuluh darah sekitar tumbuh ke

bantalan luka. Pada saat yang sama, fibroblas memproduksi serabut

kolagen, memberikan rangka untuk pembentukan jaringan ikat yang baru.

Kolagen meningkatkan daya regang dan intregitas struktural luka. Jaringan

granulasi yang sehat memiliki warna merah terang, lembab, tampilan

mengkilap, dasar yang terlihat “seperti berbatu koral” dan tidak mudah

berdarah (Johnson, 2012: 456-457).

b. Kontraksi luka

Setelah luka terisi jaringan ikat, fibroblas terkumpul disekitar tepi

luka dan berkontraksi, menarik tepi luka secara bersamaan. Jaringan parut

epitel fibrosa yang lebih kuat terbentuk saat fibroblas dan serabut kolagen

mulai mengerut, menghasilkan kontraksi area dan pemusnahan beberapa

kapiler. Proses ini hanya terjadi pada jaringan sehat yang tidak perlu dijahit

(Johnson, 2012: 457).

Kontraksi merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling

kuat. Masih terdapat kontroversi mengenai mekanisme biologi yang pasti

dari proses ini. Ahli bedah juga mendukung bahwa proses kontraksi luka ini

masih kontroversial. Bahkan orang-orang dizaman dahulupun sudah


21

mengetahui bahwa luka kulit terbuka akan menutup jika dijaga tetap bersih

dan dilindungi dengan suatu bahan penutup. Selama proses penyambuhan,

pingir-pinggir kulit akan saling mendekat hingga bertemu dan luka

manyembuh (Seymour, 2000: 137).

Pada banyak keadaan, kontraksi (proses biologis aktif, yang normal)

menimbulkan kontraktur, suatu kecacatan permanen yang menyebabkan

gangguan estetis dan kegagalan fungsional pada pasien (Seymour, 2000:

137).

c. Epitelisasi

Selama epitelisasi sel epitel yang baru tumbuh diatas permukaan

luka untuk membentuk lapisan terluar yang baru, yang dapat dikenali

dengan adanya tampilan luka yang bening berwarna pink keputihan. Proses

ditingkatkan dalam lingkungan yang lembab dan bersih (Johnson, 2012:

457).

4. Maturasi

Setelah epitelisasi selesai, jaringan yang baru menjalani waktu

pematangan (maturasi) saat jaringan tersebut di “bentuk kembali” untuk

meningkatkan kekuatan regangan jaringan parut. Pada kulit berpigmen terang,

jaringan parut pada awalnya tampak merah dan tinggi, dan kemudian seiring

dengan perubahan waktu, jaringan parut ini akan terlihat menjadi lebih pucat,

halus dan datar. Jaringan parut pada kulit berpigmen gelap memiliki tampilan

lebih terang pada awalnya jika dibandingkan dengan tampilan pada kulit

berpigmen terang. Jaringan parut yang sudah matur tidak mengandung


22

pembuluh darah (avaskular) dan tidak mengandung kelenjar keringat atau

kelenjar sebasea (kelenjar minyak) ataupun rambut. Fase ini dapat memerlukan

waktu hingga 2 tahun untuk selesai dan mungkin menjadi alasan mengapa

beberapa luka yang tampak sembuh mendadak rusak kembali (Johnson, 2012:

457).

Proses pemulihan ini dapat juga terjadi disekitar jahitan. Ketika jahitan

dilepaskan, sel-sel epitel dapat terlepas dan dapat terlihat pada jahitan sebagai

debris (Johnson, 2012: 457).

Pemulihan luka dengan proses pemulihan luka sekunder terjadi pada

luka yang lebih dalam dan lebih luas, yang tepinya tidak dapat dirapatkan.

Inflamasi mungkin kronis, dengan lebih banyak jaringan granulasi yang

terbentuk dengan mengorbankan kolagen selama proliferasi. Jaringan granulasi

secara bertahap mengisi luka dengan re-epitalialisasi yang dimulai pada tepi

luka. Pemulihan dengan proses pemulihan luka sekunder berlangsung lebih

lama, menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang lebih banyak (Johnson,

2012: 457).

2.5 Penyembuhan Luka pada Kulit

Penyembuhan luka pada kulit melukiskan prinsip-prinsip perbaikan untuk

sebagian besar jaringan tubuh. Pada luka yang sangat superfisial, epitel akan

dibangun kembali dan hanya terdapat sedikit pembentukan parut. Pada jejas yang

lebih luas, produk akhirnya mungkin tidak sempurna secara fungsional; organ-

organ pelengkap epidermis (rambut, kelenjar keringat) tidak mengalami


23

regenerasi dan parut jaringan ikat mengantikan jaringan kolagen yang secara

mekanis bekerja efisien dalam dermis yang asli (Mitchell et.al., 2008: 73).

Penyembuhan luka berlagsung secara berurutan melalui fase-fase berbagai

proses yang saling tumpang tindih seperti dijelaskan dibawah (gambar 2.3):

1. Induksi inflamasi oleh jejas inisial.

2. Pembentukan jaringan granulasi dan reepitelisasi.

3. Pengendapan dan remodeling matriks ekstrasel dengan kontraksi luka.

Luka kulit secara klasik dinyatakan sembuh melalui proses penyembuhan

primer atau penyembuhan sekunder. Kedua proses ini hakekatnya memiliki proses

yang sama; perbedaannya lebih disebabkan oleh sifat (luas) luka itu sendiri

(Mitchell et.al., 2008: 73).

Gambar 2.3 Fase-fase penyembuhan luka.


Sumber: Mitchell et.al., 2008: 74
24

Pernyataan yang berbeda mengenai penyembuhan luka adalah ada tiga

macam penyembuhan luka, antara lain:

1. Penyembuhan luka primer

Kebanyakan luka bedah sembuh melalui penyembuhan primer, yang setiap

lapisan luka (lapisan otot, subkutan, epitel, kulit) dijahit. Luka ini juga bebas

dari infeksi sehingga penyembuhannya cepat, berlangsung selama kurang dari

7 hari (Baradero et.al,2008:110).

Luka insisi bedah yang bersih dengan kedua tepi yang dirapatkan akan

mengurangi kematian sel dan menyebabkan gangguan membran basalis yang

minimal. Proses penyembuhannya meliputi beberapa tahap:

a. 0 jam: Luka insisi terisi oleh bekuan darah.

b. 3 hingga 24 jam: Sel-sel neutrofil menginfiltrasi bekuan.

c. 24 hingga 48 jam: Sel-sel epitel bermigrasi dari bagian tepi luka dengan

menumpuk membran basalis; proliferasi terjadi minimal.

d. Hari ke-3: Sel-sel neutrofil digantikan oleh makrofag. Jaringan granulasi

mulai muncul.

e. Hari ke-5: Ruang bekas insisi terisi oleh jaringan granulasi;

neovaskularisasi dan proliferasi epitel terjadi maksimal; fibril kolagen

mulai terlihat.

f. Minggu ke-2: Inflamasi, edema dan peningkatan vaskularitas telah

mereda; roliferasi fibroblas menyertai pengendapan kolagen yang terus

terjadi.
25

g. Bulan ke-2: Jaringan parut kini terdiri atas jaringan ikat tanpa inflamasi

yang tertutup oleh epidermis yang utuh. Kekuatan pada luka untuk

menghadapi regangan akan terus bertambah (Mitchell et.al., 2008: 73-74).

2. Penyembuhan luka sekunder

Penyembuhan sekunder bisa terjadi pada ulkus. Penyembuhan terjadi saat terisi

ulkus dengan jaringan granulasi. Makin besar dan dalam ulkus, makin lama

penyembuhannya. Penyembuhan sekunder menghasilkan parut yang lebih luas

dan berlangsung selama lebih dari 7 hari. Kemungkinan infeksi luka ini lebih

tinggi (Baradero et.al,2008:110).

Keadaan ini terjadi ketika kehilangan jaringannya lebih luas. Respons inflamasi

yang terjadi tampak lebih besar, dan jaringan granulasinya jauh lebih banyak;

pada keadaan ini terdapat pengendapan jaringan parut yang sangat besar dan

epidermis yang menutupinya tampak tipis. Yang paling signifikan,

penyembuhan sekunder ditandai oleh kontraksi luka, yaitu ukuran defek akan

berkurang secara nyata dibandingkan ukuran semula dan keadaan ini terutama

terjadi lewat aktivitas kontraktil sel-sel miofibroblas (Mitchell et.al., 2008: 74).

3. Penyembuhan luka tersier

Penyembuhan tersier terjadi apabila penjahitan luka terlambat 3-5 hari atau

lebih. Keterlambatan ini memungkinkan lebih banyak mikroorganisme yang

menembus luka sehingga inflamasi luka bisa lebih berat (Baradero et.al,

2008:110).
26

Gambar 2.4 Bentuk-bentuk penyembuhan luka


Sumber: (Baradero et.al,2008:110)
27

Jaringan luka

Platelet
koagulasi
Fibroblas

Debridemen dan Inflamasi


Kontraksi
pertahanan infeksi

Limfosit Pertumbuhan
makrofag mikrovaskuler

Kolagen Kolagen
lisis sintesis
Epidermis

Remodeling
Proteoglikan

Sembuh

Gambar 2.5 Kerangka Teori Proses Penyembuhan Luka


Sumber: Setiawan dan Saryono, 2010: 56

2.6 Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penyembuhan luka

2.6.1. Lingkungan

Dukungan dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu merasa

mendapatkan perlindungan dan dukungan serta nasihat-nasihat khususnya orang

tua dalam merawat kebersihan pasca persalinan (Smeltzer, 2002: 493).


28

2.6.2. Tradisi

Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasca

persalinan masih banyak digunakan. Misalnya untuk perawatan kebersihan

genital, masyarakat tradisional menggunakan daun sirih yang direbus dengan air

kemudian dipakai untuk cebok (Smeltzer, 2002: 493).

2.6.3. Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat menentukan

lama penyembuhan luka perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang terlebih

masalah kebersihan maka penyembuhan lukapun akan berlangsung lama

(Smeltzer, 2002: 493).

2.6.4. Sosial ekonomi

Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyembuhan

perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktifitas sehari-

hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa

jadi penyembuhan luka perineum berlangsung lama karena timbulnya rasa malas

dalam merawat diri (Smeltzer, 2002: 493).

2.6.5. Penanganan petugas

Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat oleh

penanganan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang

menentukan lama penyembuhan luka perineum (Smeltzer, 2002: 493).


29

2.6.6. Kondisi ibu

Kondisi kesehatan ibu baik secara fisik maupun mental, dapat

menyababkan lama penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat, maka ibu dapat merawat

diri dengan baik (Smeltzer, 2002: 493).

2.6.7. Gizi

Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam

keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka

perineum (Smeltzer, 2002: 493).

2.7 Faktor-faktor internal yang mempengaruhi penyembuhan luka

2.7.1. Usia

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua.

Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir stress seperti trauma

jaringan atau infeksi (Smelzer, 2002: 493).

2.7.2. Penanganan jaringan

Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat

penyembuhan (Smelzer, 2002: 493).

2.7.3. Hemoragi

Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati yang harus

disingkirkan. Area menjadi pertumbuhan untuk infeksi (Smelzer, 2002: 493).


30

2.7.4. Hipovolemia

Volume darah yang tidak mencukupi mengarah pada vasokonstriksi dan

penurunan oksigen dan nutrient yang tersedia untuk penyembuhan luka (Smelzer,

2002: 493).

2.7.5. Faktor lokal oedema

Penurunan suplai oksigen melalui gerakan meningkatkan tekanan

interstisial pada pembuluh (Smelzer, 2002: 493).

2.7.6. Defisit nutrisi

Sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah

meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori (Smelzer, 2002: 493).

2.7.7. Personal hygiena

Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan, hal

ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman (Smelzer,

2002: 493).

2.7.8. Defisit oksigen

1. Insufisien oksigenasi jaringan: Oksigen yang tidak memadai dapat

diakibatkan tidak adekuatnya fungsi paru dan kardiovaskular juga

vasokonstriksi setempat.

2. Penumpukan drainase: Sekresi yang menumpuk menggangu proses

penyembuhan (Smelzer, 2002: 493).

2.7.9. Medikasi

1. Steroid: Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon

inflamasi normal (Smelzer, 2002: 493).


31

2. Antikoagulan: Dapat menyebabkan hemoragi (Smelzer, 2002: 493).

3. Antibiotik spektrum luas/spesifik: Efektif bila diberikan segera sebelum

pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan

setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular (Smelzer,

2002: 493).

4. Anestesi lokal (Lidokain 1%)

Obat anestesi lokal yang menimbulkan vasodilatasi dapat mengurangi

kemampuan pembuluh darah untuk melakukan vasokonstriksi sebagai

respons terhadap perdarahan (Jordan, 2003: 91).

Pada fase penyembuhan luka terjadi hemostasis yang dimulai segera

setelah terjadi kerusakan jaringan. Vasokonstriksi terjadi untuk

meminimalkan perdarahan dan membantu memulai proses koagulasi. Bekuan

fibrin terbentuk, yang menutup luka secara sementara. Bersamaan dengan

terbentuknya bekuan, darah atau cairan serosa dapat menjadi eksudat luka

karena tubuh berupaya membersihkan luka secara alami (Johnson, 2012:

456).

2.7.10. Overaktivitas

Menghambat perapatan tepi luka. Mengganggu penyembuhan yang

diinginkan (Smelzer, 2002: 493).


32

2.8 Obat Anastesi Lokal

2.8.1. Penggunaan Anestesi Lokal

Obat-obat anestesi lokal memiliki peranan yang penting dalam meredakan

rasa nyeri untuk jangka waktu yang singkat. Dalam kebidanan, obat-obat tersebut

diberikan lewat beberapa cara:

1. Topikal, misalnya pada pemasangan infus;

2. Subkutan/intradermal pada penjahitan luka;

3. Infiltrasi disekitar serabut saraf yang tunggal, misalnya blok anestesi

pudendus

4. Epidural, pada permukaan durameter bagi persalinan atau seksio caesarea

5. Spinal (intratekal), ke dalam cairan serebrospinal pada ruang subaraknoid

(intratekal), bagi persalinan atau seksio caesarea.

2.8.2. Tubuh menangani anestesi lokal

Berdasarkan penelitian Catterall & Mackie (1996) Tanpa bergantung pada

cara pemberiannya, obat anestesi lokal akan berjalan ke dalam aliran darah, dari

situ obat-obat ini akan dieliminasi (Jordan, 2003: 89).

Obat anestesi lokal melintas dari tubuh ibu ke dalam janinnya dan disana

obat ini merupakan penyebab timbulnya efek samping pada janin. Seperti pada

pemberian meperidin (petidin), pengangkutan obat lewat plasenta dan

‘keterperangkapannya’ di sana akan meningkat jika janin berada dalam keadaan

asidosis. Obat anestesi lokat terikat secara luas dengan jaringan tubuh dan

glikoprotein alfa 1-asam (protein plasma dalam sirkulasi darah ibu dan janinnya).
33

Hanya raksi obat yang tidak terikat (fraksi bebas) yang bertanggung jawab atas

kerja dan efek sampingnya. Karena janin/neonatus relatif kekurangan protein

plasma untuk mengikat obat-obat ini, proporsi obat bebas akan lebih tinggi dan

efek samping lebih cenderung terjadi (Jordan, 2003: 89).

Eliminasi obat-obat anestesi lokal merupakan proses yang penting karena

setiap kegagalan dalam memberishkan tubuh dari obat-obat ini dapat

mengakibatkan intoksikasi. Obat anestesi lokal dalam darah akan dieliminasi

melalui metabolisme di dalam hati ibu hamil, janin atau neonatus dan

metabolitnya pada akhirnya akan di ekskresikan lewat ginjal. Dalam hal ini,

pemberian obat anestesi lokal harus dihindari pada pasien gangguan hati karena

pasien ini tidak mamp memetabolisasi obat tersebut secara efektif (Jordan, 2003:

89).

2.8.3. Kerja Obat Anestesi Lokal

Komunikasi dalam sistem saraf dan aktivitas mekanis dalam otot

bergantung pada eksitabilitas elektris membran sel jaringan tersebut. Timbulnya

implus saraf bergantung pada produksi potensial aksi dalam membran sel paada

akson neuron. Kerja utama obat-obat anestesi lokal adalah untuk mengurangi

kemampuan saraf dalam menghantarkan potensial aksi dan implus saraf.

Pada saat istirahat, membran sel saraf dan otot berada dalam keadaan

terpolarisasi (bermuatan). Kalau suatu potensial aksi dipicu, saraf tersebut akan

mengalami depolarisasi (melepasnya muatan) lewat influks ion natrium yang

cepat; kejadian ini akan diikuti oleh peristiwa repolarisasi (pemuatan kembali)

karena terjadinya efluks ion kalium. Keseluruhan proses tersebut hanya memakan
34

waktu sekitar satu milidetik. Obat-obat anestesi lokal mencegah influks ion

natrium yang cepat itu dengan cara menyekat saluran natrium dalam membran sel

saraf. Keadaan ini akan menghambat pembentukan potensial aksi, dan

penghambatan ini akan mencegah transmisi implus serta sinyal di sepanjang

akson dan dengan demikian akan menyekat fungsi saraf yang normal. Kerja obat

anestesi lokal akan dibalikkan ketika obat tersebut melintas ke dalam aliran darah

dan diekskresikan ke luar.

Efek obat anastesi lokal terhadap setiap akson bergantung pada ukuran dan

mielinisasi akson tersebut. Akson yang berdiameter kecil dan tidak berselubung

mielin yang mentransmisikan implus rasa nyeri serta implus sistem saraf simpatik

merupakan akson yang paling sensitif terhadap obat anestesi lokal; sementara itu,

akson yang berukuran lebih besar dan bermielin yang bertanggung jawab atas

gerakan tubuh serta persepsi rasa sentuhan/tekanan merupakan akson yang relatif

resisten terhadap obat anestesi lokal. Gangguan fungsi sensorik dalam sebuah

saraf karena kerja obat anestesi lokal akan berjalan dengan urutan yang pasti:

sensibilitas rasa nyeri merupakan fungsi pertama yang menghilang, yang

kemudian diikuti oleh sensibilitas rasa dingin, panas, sentuhan, acapkali masih

berfungsi normal pada penyuntikan anestesi lokal. Gangguan pada fungsi sistem

saraf simpatik bertanggung jawab atas banyak efek samping, seperti hipotensi,

yang ditimbulkan oleh anestesi epidural (Jordan, 2003: 90-91).

2.8.4. Efek Samping Obat Anestesi Lokal

Obat anestesi lokal yang menimbulkan vasodilatasi dapat mengurangi

kemampuan pembuluh darah untuk melakukan vasokonstriksi sebagai respons


35

terhadap perdarahan. Karena itu, pada perdarahan yang tidak begitu berat

sekalipun dapat terjadi hipotensi dan kemungkinan terjadinya kehilangan darah

postpartum akan semakin meningkat. Namun untuk tindakan seksio caesarea,

jumlah darah yang hilang lebih sedikit dari pada tindakan bedah dengan anestesi

umum. Setiap keadaan hipotensi maternal harus segera diketahui, karena aliran

darah ke dalam uterus dan demikian pula oksigenasi janin akan berkurang dalam

kaitannya secara langsung dengan tekanan darah maternal. Dengan mengorbankan

paasokan darah ke dalam plasenta, keadaan hipotensi maternal dapat

menyebabkan asidosis fetal dan menekan sistem saraf pusat neonatus (Jordan,

2003: 95).
36

2.9 Kerangka Konsep

Ibu Bersalin dengan


laserasi jalan lahir

Faktor Eksternal Penyembuhan Faktor Internal Penyembuhan


luka Jahitan: luka jahitan:
1. Lingkungan 1. Usia
2. Tradisi 2. Penanganan jaringan
3. Pengetahuan 3. Hemoragi
4. Sosial ekonoomi 4. Hipovolemia
5. Penanganan petugas 5. Faktor lokal oedema
6. Kondisi Ibu 6. Defisit nutrisi
7. Gizi 7. Personal hygiene
8. Defisit oksigen
9. Overaktivitas
10.
Medikasi

Penjahitan luka Penjahitan luka


perineum dengan perineum tanpa
lidokain 1% lidokain 1%

Variabel independen Variabel independen

Lama
penyembu
han luka
Keterangan: Jahitan
Diteliti :
Variabel dependen
Tidak diteliti :

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian


37

Sebagian besar ibu bersalin pasti akan mengalami laserasi perineum.

Laserasi perineum adalah perlukaan yang terjadi pada saat persalinan di bagian

perineum (Mochtar, 2002). Dalam hal ini, perlukaan pada perineum memerlukan

adanya penjahitan pada keadaan tertentu. Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi

adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah

kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis) (JNPK-KR Depkes

RI, 2008: 177). Berdasarkan program pemerintah yang berkaitan dengan asuhan

sayang ibu menyarankan pada setiap penjahitan luka perineum untuk

menggunakan anestesi lokal (lidokain 1%). Namun pada sebagian keadaan

ditemukan adanya penjahitan luka perineum yang dilakukan tanpa anestesi lokal

(lidokain 1%). Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penyembuhan luka

antara lain lingkungan, tradisi, pengetahuan, sosial ekonomi, penanganan petugas,

kondisi ibu, gizi. Sedangkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi

penyembuhan luka antara lain usia, penanganan jaringan, hemoragi, faktor lokal

oedema, defisit nutrisi, personal hygiene, defisit oksigen, overaktivitas, medikasi

(steroid, antikoagulan, antibiotik dan anestesi lokal) (Smelzer, 2002: 493).


38

2.10 Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Notoatmodjo, 2002: 72). Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan

kecepatan penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan dan tanpa lidokain 1%.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif karena penelitian ini

disajikan dalam bentuk angka-angka (Sugiyono, 2003: 15).

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pada dasarnya menggunakan

pola nalar deduktif-induktif, yaitu pola nalar yang berangkat dari kerangka teori,

gagasan para ahli atau pemahaman penelitian, kemudian dikembangkan menjadi

serangkaian permasalahan dan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya untuk

memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukunga data empiris di

lapangan (Riyadi & Masnur, 2008: 10).

Penelitian kuantitatif yang peneliti maksud adalah analitik observasional.

Penelitian observasional adalah suatu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan

intervensi terhadap subjek penelitian (masyarakat). (Notoatmodjo, 2012: 25-26).

3.2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah rancangan penelitian cross sectional

(hubungan dan asosiasi). Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang

menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan

dependen hanya satu kali pada satu saat saja.

Pada gambar 3.1 diawali dengan adanya ibu bersalin dengan laserasi jalan

lahir, yang dalam prosesnya ada yang menggunakan lidokain 1% dan ada pula

39
40

yang penjahitannya tanpa menggunakan lidokain 1%. Kemudian peneliti menilai

penyembuhan luka tersebut.`Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini

mengungkapkan perbedaan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan

dan tanpa lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten

Madiun.

Adapun gambar skema rancangan kohort dalam penelitian Perbedaan Lama

Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan tanpa Lidokain 1% di RSUD

Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab. Madiun Modifikasi (Notoatmodjo, 2012:

45), sebagai berikut:

Penjahitan dengan Penyembuhan cepat


lidokain 1%

Penyembuhan lama
Populasi (Sampel)
Ibu bersalin dengan
laserasi

Penyembuhan cepat
Penjahitan tanpa
lidokain 1%

Penyembuhan lama

Gambar 3.1 Rancangan penelitian cross sectional Perbedaan Lama Penyembuhan


Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan tanpa Lidokain 1%
41

3.3. Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam

penelitian yang ditulis dalam bentuk kerangka atau alur penelitian. Penulisan

kerangka kerja dalam penelitian dapat disajikan dalam bentuk alur penelitian

terutama variabel yang akan digunakan dalam penetian (Hidayat, 2007 dalam

Umiyanto, Echa A.M, 2012).


42

Adapun kerangka kerja dalam penelitian ini sebagai berikut:

Populasi
Semua ibu post partum dengan luka jahitan perineum pada bulan Juni sampai
Juli tahun 2014 di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab. Madiun

Sampel
Sebagian ibu Post Partum dengan luka jahitan perineum pada bulan Juni
sampai Juli tahun 2014 di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab.
Madiun

Teknik sampling
Simple Random Sampling

Pengumpulan data
Lembar Observasi

Pengolahan data
Editing, coding, tabulating

Analisa data
t-test independen

Hasil Penelitian

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Publikasi Hasil

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian perbedaan lama penyembuhan luka


perineum ibu nifas dengan dan tanpa lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan
BPM Maranatha Kabupaten Madiu
43

3.4. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Sampling

3.4.1. Populasi

Populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau

benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi

target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian (Sukardi, 2013: 53). Populasi

adalah keseluruhan obyek penelitian (Suyanto dan Umi S., 2009: 40).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum dengan luka

jahitan perineum pada bulan Juni sampai Juli tahun 2014 di RSUD Kota Madiun

dan BPM Maranatha Kab. Madiun.

3.4.2. Sampel dan Besar Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013:

174). Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias

hasil penelitian. Penetapan kriteria sampel (inklusi dan eksklusi) diperlukan dalam

upaya untuk mengendalikan variabel penelitian yang tidak diteliti, tetapi ternyata

berpengaruh terhadap variabel dependen (Nursalam, 2008: 92-93).

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008: 92). Adapun

kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Subjek penelitian bersedia menjadi responden yang dikonfirmasi dengan

penandatanganan inform consent.

2. Ibu post partum dengan laserasi jalan lahir derajat 2 yang ditegakkan dengan

pemeriksaan langsung saat sebelum penjahitan.


44

3. Ibu yang tidak mengalami komplikasi masa nifas dengan hasil DS dan DO

dalam batas normal.

Perlu ditekankan disini bahwa kriteria eksklusi bukanlah kriteria subjek

yang tidak masuk dalam penelitian, tetapi kriteria eksklusi kriteria subjek

dikeluarkan dari penelitian padahal awalnya pasien tersebut memenuhi syarat

untuk mesuk ke dalam penelitian. Jadi, kriteria eksklusi “mengeksklusi” subjek

yang sudah inklusi (Dahlan, 2010: 135). Yang termasuk kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah:

1. Ibu dengan personal hygiene yang baik yang di tegakkan dengan pemeriksaan

langsung.

2. Ibu yang tidak tarak makanan khususnya makanan yang mengandung protein.

Besar sampel yang diambil berjumlah 53 ibu nifas yang dihitung

menggunakan rumus besar sampel:

Keterangan:

n : Perkiraan jumlah sampel

N : Perkiraan besar populasi

d : Tingkat kesalahan yang dipilih (0,05).

Jadi, didapatkan sampel:


45

Dari rumus tersebut dapat ditentukan besarnya sampel dalam penelitian

adalah 53 ibu nifas yang terbagi menjadi dua, 27 ibu nifas dengan

penjahitan luka perineum mengunakan lidokain 1% dan 26 ibu nifas

dengan penjahian luka perineum tanpa lidokain 1%.

3.4.3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam, 2008: 93). Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik “simpel random sampling”. Simpel random sampling adalah

teknik pengambilan sampel dengan cara “mencampur” subjek-subjek di dalam

populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti

memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan

(chance) dipilih menjadi sampel (Arikunto, 2006: 134).


46

3.5. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri sifat atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

penelitian tertentu. Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai

bermacam-macam nilai (Notoatmodjo, 2012: 103).

Menurut (2009:50) mengemukakan bahwa variabel penelitian adalah

konsep atau teori yang dapat diukur (measurable) atau diamati (observable)

(Suyanto dan Ummi Salamah, 2009: 50).

3.5.1 Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input prediktor dan

antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.

Varibel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel dependen (terikat). Jadi variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi (Sugiyono, 2006: 03).

Variabel bebas atau variabel independen dalam penelitian ini adalah penjahitan

luka perineum dengan dan tanpa lidokain 1%.

3.5.2 Variabel terikat

Variabel ini sering disebut sebagai variabel respon, output, kriteria dan

konsekuan. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006: 03). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah penyembuhan luka perineum.


47

3.6. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2008: 101).

Setiap variabel harus dirumuskan secara operasional untuk memudahkan

pemahaman dan pengukuran setiap variabel yang ada dalam penelitian (Purnama,

2013: 42). Berikut definisi operasional dalam penelitian ini:

Tabel 3.1 Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional Kategori dan Skala


Kreteria
Variabel Penjahitan luka perineum 1: penjahitan Nominal
Independen: adalah suatu tindakan tanpa lidokain 1%
Penjahitan luka penjahitan yang bertujuan 2: penjahitan
perineum untuk menyatukan dengan lidokain
kembali jaringan tubuh 1%
(mendekatkan) dan
mencegah kehilangan
darah yang tidak perlu
(memastikan hemostatis).
Variabel Lama Penyembuhan luka Lamanya Interval
dependen: perineum adalah mulai penyembuhan luka
Lama membaiknya luka perineum dalam
Penyembuhan perineum dengan keadaan satuan hari.
luka perineum luka kering, jahitan
menutup, tidak terasa
nyeri, serta tidak ada
tanda-tanda infeksi.
48

3.7. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini tempat atau lokasi yang digunakan sebagai obyek

penelitian di poli kandungan RSUD Kota Madiun sebagai obyek penelitian

penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan lidokain 1% dan di BPM

Maranatha Kab. Madiun sebagai obyek penelitian penyembuhan luka perineum

ibu nifas tanpa lidokain 1%.

Penelitian ini dimulai sejak mengajukan proposal sampai penyusunan

laporan akhir selesai yaitu dilaksanakan mulai tanggal 15 April sampai 19 juli

2014.

3.8. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1. Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012: 87). Instrumen dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan lembar observasi melalui pengamatan secara

langsung untuk mengetahui lama penyembuhan luka jahitan perineum dan rekam

medis untuk mengetahui data umum pasien meliputi umur, tingkat pendidikan,

pekerjaan dan paritas. Lembar observasi dibuat sendiri oleh peneliti terdiri dari 7

kolom, yang terdiri dari no urut, inisial responden, umur, pendidikan, paritas,

penjahitan dengan dan tanpa lidokain 1%, lama penyembuhan luka dalam satuan

hari.
49

3.8.2. Proses Penelitian

1. Tahapan persiapan penelitian

a. Mengurus perizinan dan persetujuan penelitian, koordinasi institusi

pendidikan Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun dengan RSUD

Kota Madiun dan BPM Maranatha Kab. Madiun.

b. Studi dokumentasi, studi pustaka, penyusunan proposal dan dilanjutkan

dengan ujian proposal.

2. Tahapan pelaksanaan penelitian

a. Menentukan sampel penelitian

b. Mengumpulkan data sekunder berupa karakteristik responden yaitu umur,

tingkat pendidikan, pekerjaan dan paritas.

c. Mengumpulkan data primer yaitu dengan melakukan pengamatan dan

wawancara serta pemantauan lembar observasi.

d. Tindak lanjut dari pengumpulan data baik data primer maupun sekunder

adalah melakukan pengecekan data, apakah data sudah sesuai.

e. Data yang sudah lengkap selanjutnya dilakukan seleksi, kemudian diolah

di komputer.

f. Menganalisa hasil berdasarkan data yang telah diolah.

g. Membuat laporan penelitian.

3.8.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dibagi atas 2 jenis data, yaitu:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang

menjadi obyek penelitian. Data tersebut berdasarkan data lama penyembuhan


50

luka perineum ibu nifas yang dijahit dengan dan tanpa lidokain 1% yang

diketahui dari lembar observasi.

2. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer yang diperoleh dari

status rekam medis pasien tentang karakteristik ibu yang meliputi umur,

tingkat pendidikan, pekerjaan dan paritas.

3.8.4. Pengolahan Data

Sebelum dianalisis, data diolah terlebih dahulu. Kegiatan dalam mengolah

data menurut Hidayat (2007) dalam Mustafidah, Hidayatul (2012) meliputi

editing, coding dan tabulating:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Editing dalam penelitian ini

dengan melakukan pengumpulkan semua hasil observasi yang telah dilakukan

kemudian melengkapi data-data yang belum lengkap dan memastikan data

tersebut sudah benar.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam

pemberian kode dibuat juga daftar dan artinya dalam satu buku (code book)

untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu

variabel. Koding dalam penelitian ini yaitu memberi kode, untuk kriteria
51

penjahitan dengan lidokain 1% menggunakan kode “1” sedangkan untuk

kriteria penjahitan tanpa lidokain 1% menggunakan kode “2” dan untuk lama

penyembuhan luka tidak diberikan kode karena berskala interval atau berupa

nilai asli dalam satuan hari.

3. Tabulating

Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Data-data yang telah diberi kode

kemudian dimasukan ke dalam tabel. Melakukan tabulasi data dengan cara

membuat tabel distribusi frekuensi terhadap data yang ada dalam lembar

observasi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam membaca

data yang telah terkumpul.

3.8.5. Analisa Data

Analisis data adalah merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang

mengungkap fenomena (Nursalam, 2008: 117).

Analisis data penelitian merupakan media untuk menarik kesimpulan dari

seperangkat data hasil pengumpulan (Setiawan, Ari dan Saryono, 2010: 123)

1. Analisa Data Umum

Analisa data umum menggunakan analisis univariat. Pada analis univariat,

data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk

tabel frekuensi, ukuran tedensi sentral atau grafik (Saryono, 2010: 123).

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari tiap variabel


52

(Notoatmodjo, 2012: 182). Data demografi yang didapat diolah sebagai

bahan pertimbangan penelitian dalam meneliti karakteristik responden. Data

umum dalam penelitian ini meliputi data umur, pekerjaan, pendidikan dan

paritas. Data dianalisa menggunakan statistik deskriptif berupa distribusi

frekuensi yang dilengkapi dengan presentase yaitu menjumlahkan data

demografi yang didapat kemudian membandingkan dengan jumlah responden

keseluruhan dikalikan 100%. Rumus perhitungan presentase yang digunakan

adalah:

Keterangan:

P : Presentase

: Frekuensi jawaban benar

n : Jumlah sampel

(Machfoedz, 2006: 24)

2. Analisa Data Khusus

Data variabel independen yaitu penjahitan luka perineum dengan dan tanpa

lidokain 1% dianalisis menggunakan statisitik deskriptif berupa distribusi

frekuensi yang dilengkapi dengan presentase.

Untuk data variabel dependen yaitu lama penyembuhan luka, setelah data

didapat peneliti menghitung rerata dari lama penyembuhan luka jahitan

perineum antara yang dijahit dengan dan tanpa lidokain 1% cara

menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu kemudian dibagi


53

dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut. Hal ini dapat

menggunakan rumus yang sebagai berikut:

Me =

Dimana:

Me = Mean (rata-rata)

= Epsilon (baca jumlah)

Xi = nilai X ke i sampai ke n

n = jumlah individu

(Sugiyono, 2006: 43).

Selain itu juga dihitung nilai minimum dan maksimum dari simpangan baku

(standar deviasi) dengan menggunakan rumus yang diambil dari Sugiyono

(2006, 50) sebagai berikut:


s=

Dimana:

s = simpangan baku sampel

n = jumlah sampel

Xi = nilai x ke i sampai ke n

X = rata-rata sampel

Untuk mengetahui perbedaan kecepatan penyembuhan luka perineum dengan

dan tanpa lidokain 1% menggunakan analisa bivariat. Analisa bivariat

dilakukan pada dua variabel untuk mengetahui interaksi antar variabel


54

tersebut, baik bersifat komparatif, asosiatif ataupun korelatif. Terdapat uji

parametrik dan non parametrik pada analisa bivariat (Saryono, 2010: 124).

Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

mengunakan uji t-test independen, yaitu menguji kemampuan generalisasi

rata-rata dua sampel yang tidak berkolerasi. Teknik ini merupakan teknik

statistik parametris yang digunakan untuk menguji komparasi data rasio atau

interval (Sugiyono, 2006: 134). Sebelum menentukan rumus apa yang cocok

dalam uji t-test independen berdasarkan ketentuan berikut:

a. Apakah dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya sama

atau tidak?

b. Apakah varians data dari dua sampel itu homogen atau tidak.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus saparated varians

Keterangan:

t : nilai t

: rata-rata sampel 1

: rata-rata sampel 2
2
: varians sampel 1
2
: varians sampel 2

: jumlah sampel
55

Dengan ketentuan:

a. Bila jumlah anggota dan varians homogen = , maka untuk

mengetahui t tabel digunakan dk yang besarnya dk = n1 + n2 - 2


2 2
b. Bila , varians tidak homogen ( ) maka untuk

mengetahui t tabel menggunakan dk = - 1 atau - 2.

Untuk mengetahui perbedaan kecepatan penyembuhan luka perineum ibu

nifas dengan dan tanpa lidokain 1% menggunakan uji statistik “t-tes

independent” dengan α = 0,05 (5%) dengan ketentuan Ho ditolak jika t

hitung > t tabel, maka hipotesa peneliti (Ha) diterima. Artinya ada

perbedaan kecepatan penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan dan

tanpa lidokain 1%.


56

3.9. Etika Penelitian

Agar studi alamiah benar-benar dapat terjadi dan penelitian tidak mendapat

persoalan masalah etik maka ada beberapa yang harus di persiapkan oleh peneliti

antara lain yaitu:

1. Meminta izin pada penguasa setempat dimana penelitian akan dilaksanakan

sekaligus memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian.

Dalam hal ini peneliti meminta izin kepada Direktur RSUD Kota Madiun dan

kepada Titik Budhi Hartini, SST selaku bidan di BPM Maranatha Kab.

Madiun dengan membawa surat pengantar dari kampus Akademi Kebidanan

Muhammadiyah Madiun dan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dalam

Negeri.

2. Menempatkan orang-orang yang diteliti bukan sebagai “objek” melainkan

orang yang derajatnya sama dengan peneliti.

3. Menghargai, menghormati dan patuh semua peraturan, norma, nilai

masyarakat, kepercayaan, adat-istiadat dan kebudayaan yang hidup di dalam

masyarakat tempat oenelitian di lakukan.

4. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang diberkan.

5. Informasi tentang subjek tidak dipublikasikan bila subjek tidak menghendaki,

termasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam laporan penelitian.

6. Peneliti dalam merekrut partisipan terlebih dahulu, memberikan Informed

Consent, yaitu memberitahu secara jujur maksud dan tujuan terkait dengan

tujuan penelitian pada sampel dengan sejelas-jelasnya.


57

7. Selama dan sesudah penelitan (privacy) tetap dijaga, semua partisipan

diperlakukan sama, nama partisipan diganti dengan nomor (anominity),

peneliti akan menjaga kerahasiaan informasiyang diberikan dan hanya di

gunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan tanpa izin

partisipan.

8. Selama pengambilan data peneliti memberi kenyamanan pada partisipan

dengan mengambil tempat wawancara sesuai dengan keinginan partisipan.

Sehingga partisipan dapat leluasa tanpa ada pengaruh lingkungan untuk

mengungkapkan masalah yang dialami Moleong (dalam Saryono & Mekar,

2010: 98).

Dalam penelitian ini, peneliti memperhatikan beberapa aspek etik, antara

lain:

1. Lembar permohonan penelitian

Diberikan kepada responden sebagai permohonan dari peneliti agar peserta

responden mengetahui tentang apa, siapa dan tujuan dari peneliti.

2. Inform consent

Inform consent yaitu berupa lembaran persetujuan untuk menjadi

responden, tujuan pemberian agar subjek mengerti dan tujuan penelitian dan

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan dan jika tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien

Hidayat, 2007 (dalam Rahayu, 2013: 40)


58

3. Anomity (tanpa nama)

Untuk menjaga rahasia identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar observasi) Nursalam,

2001 (dalam Rahayu, 2013: 40).

4. Confidientiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti

Nursalam, 2001 (dalam Rahayu, 2013: 40).


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai “Perbedaan Lama

Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan tanpa Lidokain 1% di RSUD

Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun”. Penelitian ini dimulai

pada bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2014. Responden dalam penelitian ini

sejumlah 53 responden.

Hasil penelitian dikelompokkan menjadi 2 yaitu data umum dan data

khusus. Yang termasuk data umum adalah karakteristik responden meliputi umur,

pendidikan, pekerjaan, sedangkan data khusus terdiri dari variabel independent

yaitu penjahitan luka perineum dan variabel dependent yaitu lama penyembuhan

luka perineum ibu nifas. Untuk lebih jelasnya hasil penelitian akan disajikan

sebagai berikut.

4.2. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Madiun tepatnya di Jl. Campursari

No. 12B, Sogaten, Manguharjo Madiun, Jawa Timur. Di RSUD Kota Madiun ini

melayani kesehatan umum, rawat inap, KIA, rawat jalan, dsb. Di RSUD Kota

Madiun ini peneliti melakukan penelitian mengenai lama penyembuhan luka

perineum ibu nifas dengan lidokain 1%. Selanjutnya peneliti juga melakukan

penelitian di BPM Maranatha Kabupaten Madiun yang tepatnya berada di Desa

Dimong RT:09/RW: 01, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun. Di BPM

61
62

Maranatha Kabupaten Madiun ini melayani pelayanan kebidanan antara lain yaitu

KIA, persalinan normal, pelayanan imunisasi dan Imunisasi. Di BPM Maranatha

Kabupaten Madiun ini peneliti melakukan penelitian mengenai lama

penyembuhan luka perineum ibu nifas tanpa lidokain 1%.

4.3. Data Umum

4.3.1. Karakteristik umur responden

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden diketahui bahwa umur

responden hampir seluruhnya 20-35 tahun yaitu sebanyak 49 orang (92,45%),

umur >35 tahun sebanyak 3 orang (5,66%) dan umur <20 tahun 1 orang (1,89%).

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.1.

92,45%
100

80

60 <20 tahun
20-35 tahun
40
>35 tahun
20 1,89% 5,66%

0
<20 tahun 20-35 tahun >35 tahun

Gambar 4.1 Karakteristik Umur Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan BPM
Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun 2014.
63

4.3.2. Karakteristik pendidikan responden

Berdasarkan data yang doperoleh dari 53 responden diketahui bahwa

pendidikan responden sebagian besar adalah SMA/sederajat yaitu sebanyak

35 orang (66,04%), SMP sebanyak 10 orang (18,86%), SD sebanyak 2

orang (3,78%) dan perguruan tinggi sebanyak 6 orang (11,32%). Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.2.

66,04%
70
60
50
40
30 18,86%
20 11,32%
3,78%
10
0
SD SMP SMA Perguruan
Tinggi

Gambar 4.2 Karakteristik Pendidikan Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan BPM
Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun 2014.

4.3.3. Karakteristik pekerjaan responden

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden didapatkan bahwa

pekerjaan responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga sebanyak 36 orang

(67,93%), swasta sebanyak 15 orang (28,30%), PNS sebanyak 2 orang (3,77%).

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.3.


64

67,93%
70

60

50
Swasta
40 28,3% PNS
30 IRT
20
3,77%
10

0
Swasta PNS IRT

Gambar 4.3 Karakteristik Pekerjaan Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan BPM
Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun 2014.

4.3.4. Karakteristik paritas responden

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden didapatkan bahwa

paritas responden sebagian besar adalah Multipara yaitu sebanyak 30 orang

(56,60%) dan primipara sebanyak 23 orang (43,40%). Untuk lebih jelas dapat

dilihat pada gambar 4.4.

56,6%
60
43,4%
50
40 Primipara
30 Multipara
20
10
0
Primipara Multipara

Gambar 4.4 Karakteristik Paritas Ibu Nifas di RSUD Kota Madiun dan BPM
Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun 2014.
65

4.4. Data Khusus

4.4.1. Pelaksanaan penjahitan luka perineum

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden didapatkan hasil bahwa

ibu bersalin yang penjahitan luka perineumnya menggunakan lidokain 1%

sebanyak 27 orang (50,95%) sedangkan penjahitan luka perineum tanpa lidokain

sebanyak 26 orang (49,05%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.5.

50,95%
51
50,5
50
49,05% Dengan lidokain 1%
49,5
49 Tanpa lidokain 1%
48,5
48
Dengan Tanpa
lidokain 1% lidokain 1%

Gambar 4.5 Pelaksanaan Penjahitan Luka Perineum Ibu Bersalin di RSUD Kota
Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun Bulan Mei-Juli Tahun 2014.

4.4.2. Lama penyembuhan luka perineum

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden. Pada 27 orang lama

penyembuhan luka perineum dengan lidokain 1% terdapat 9 orang selama 7 hari,

11 orang selama 8 hari, 5 orang selama 9 hari, 1 orang selama 10 hari dan 1 orang

selama 11 hari. Sedangkan pada 26 orang lama penyembuhan luka perineum

tanpa lidokain 1% terdapat 2 orang selama 4 hari, 10 orang selama 5 hari, 9 orang

selama 6 hari serta 5 orang selama 7 hari . Lihat gambar 4.6.


66

Tabel 4.1 Tabulasi Silang Lama Penyembuhan Luka Perineum ibu Nifas dengan
dan tanpa Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten
Madiun.

Lama (hari) Total


4 5 6 7 8 9 10 11
Anastesi Tanpa lidokain 1% 2 10 9 5 0 0 0 0 26
Dengan lidokain 1% 0 0 0 9 11 5 1 1 27
Total 2 10 9 14 11 5 1 1 53

12 11
10
10 9 9 Hari ke-4
Hari ke-5
8
Hari ke-6
Hari ke-7
6 5 5
Hari ke-8
Hari ke-9
4
Hari ke-10
2
2 Hari ke-11
1 1
0 0 0 0 0 0 0
0
Tanpa lidokain 1% Dengan lidokain 1%

Gambar 4.6 Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan Tanpa
Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun.

Selain itu nilai minimum dari lama penyembuhan luka perineum dengan

lidokain 1% adalah 7 hari sedangkan nilai maksimum dari lama penyembuhan

luka perineum dengan lidokain 1% adalah 11 hari. Untuk nilai minimum lama

penyembuhan luka perineum tanpa lidokain 1% adalah 4 hari sedangkan nilai


67

maksimum dari lama penyembuhan luka perineum tanpa lidokain 1% adalah 7

hari.

4.4.3. Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan

tanpa Lidokain 1%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama

penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan lidokain 1% di RSUD Kota

Madiun adalah 8,04 hari dan rata-rata lama penyembuhan luka perineum ibu

nifas tanpa lidokain 1% di BPM Maranatha Kabupaten Madiun adalah 5,65 hari.

8,04 hari
9
8
5,65 hari
7
6
5 Dengan Lidokain 1%
4 Tanpa Lidokain 1%
3
2
1
0
Dengan Tanpa Lidokain
Lidokain 1% 1%

Gambar 4.7 Rata-Rata Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan
tanpa Lidokain 1%

Dari uji statistik Independent Sampel t-test dengan menggunakan bantuan

komputer didapatkan signifikasi 0,00 dengan α = 0,05 (5%). Sebelumnya telah

ditetapkan bahwa jika pada daerah kritis signifikansi ≤ α maka H0 ditolak. Jadi

pada, signifikansi 0,00 < α 0,05 dengan demikian nilai signifikansi < α maka
68

didapatkan keputusan statistik H0 ditolak. Jadi disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara lama penyembuhan luka perineum ibu nifas

dengan dan tanpa lidokain 1%.

4.5. Pembahasan

Setelah dilakukan analisa data melalui lembar observasi, kemudian

diinterpretasikan dan dianalisis sesuai dengan variabel yang diteliti, maka berikut

ini disajikan pembahasan mengenai variabel-variabel tersebut.

4.5.1. Karakteristik umur responden

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ibu nifas hampir seluruhnya berusia

20-35 tahun sebanyak 49 orang (92,45%), Usia 20-35 tahun merupakan usia yang

aman untuk kehamilan dan persalinan, karena pada usia tersebut fungsi alat-alat

reproduksi masih baik (Wiknjosastro, 2002: 23). Hal ini perkuat dengan teori

bahwa masa reproduksi sangat baik dan aman dalam menghadapi kehamilan,

persalinan, dan nifas, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masi h

belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan

(Nursalam, 2008). Selain itu penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia

muda dari pada orang tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir

stress seperti trauma jaringan atau infeksi (Smelzer, 2002: 493). Dengan demikian

dengan karakteristik jumlah responden sebagian besar berusia 20-35 tahun

merupakan karakteristik responden yang baik.


69

4.5.2. Karakteristik pendidikan responden

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ibu nifas sebagian besar

berpendidikan SMA sebanyak 35 orang (66,04%). Dimana pengetahuan ibu

tentang perawatan pasca persalinan sangat menentukan lama penyembuhan luka

perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang terlebih masalah kebersihan maka

penyembuhan lukapun akan berlangsung lama (Smeltzer, 2002: 493). Dengan

karakteristik tingkat pendidikan responden yang sebagian besar adalah SMA

menunjukkan bahwa kemungkinan ibu nifas mempunyai pengetahuan yang cukup

baik, karena tingkat pengetahuan erat kaitannya dengan hasil pengetahuan. Hal ini

didasari oler teori yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi akan lebih mudah

menerima informasi dan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki

sehingga ibu yang memiliki pengetahuan baik akan mudah menerima informasi

mengenai asuhan yang diberikan oleh bidan mengenai perawatan pasca

persalinan. Sebaliknya pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan

sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Dengan jenjang

yang masih kurang pada pendidikan dasar tentu saja informasi dan pengetahuan

yang diterima kurang, termasuk pengetahuan tentang perawatan pasca persalinan,

hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman informasi atau penyuluhan

kesehatan yang didapat baik dari tenaga kesehatan maupun media cetak dan

elektronik.
70

4.5.3. Karakteristik pekerjaan responden

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir lebih dari setengah

responden sebanyak 36 orang (67,93%) tidak bekerja atau hanya sebagai ibu

rumah tangga. Hal ini cukup memprihatinkan karena pekerjaan seseorang ini

sangat berpengaruh terhadap pengetahuan ibu. Sebab, seorang yang bekerja

kemungkinan lebih banyak mempunyai wawasan dan pengalaman dalam bergaul.

Pengaruh pergaulan akan mempengaruhi pola pikir seseorang dan dapat lebih

cepat mendapat informasi baru (Notoatmodjo, 2003).

4.5.4. Pemberian Anastesi Lidokain 1% pada luka perineum

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden. Terdapat 27 (50,95%)

orang di RSUD Kota Madiun yang luka jahitan dilakukan dengan lidokain 1% dan

26 orang (49,05%) di BPM Maranatha Kabupaten Madiun yang luka jahitan

dilakukan tanpa lidokain 1%. Dapat dilihat pada gambar 4.5. Seperti yang telah

diketahui bahwa pemberian lidokain 1% pada proses penjahitan luka perineum

dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka perineum. Berdasarkan program

pemerintah yang berkaitan dengan asuhan sayang ibu menyarankan pada setiap

penjahitan luka perineum untuk menggunakan anestesi lokal (lidokain 1%).

Namun pada sebagian keadaan ditemukan adanya penjahitan luka perineum yang

dilakukan tanpa anestesi lokal (lidokain 1%).

Walaupun demikian selain pemberian lidokain 1% terdapat beberapa faktor

lain yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhi penyembuhan luka antara lain lingkungan, tradisi, pengetahuan,


71

sosial ekonomi, penanganan petugas, kondisi ibu, gizi. Sedangkan faktor-faktor

internal yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain usia, penanganan

jaringan, hemoragi, faktor lokal oedema, defisit nutrisi, personal hygiene, defisit

oksigen, overaktivitas, medikasi (steroid, antikoagulan, antibiotik dan anestesi

lokal) (Smelzer, 2002: 493).

4.5.5. Lama Penyembuhan Luka Perineum

Berdasarkan data yang diperoleh dari 53 responden. Pada 27 orang lama

penyembuhan luka perineum dengan lidokain 1% terdapat 9 orang selama 7 hari,

11 orang selama 8 hari, 5 orang selama 9 hari, 1 orang selama 10 hari dan 1 orang

selama 11 hari. Sedangkan pada 26 orang lama penyembuhan luka perineum

tanpa lidokain 1% terdapat 2 orang selama 4 hari, 10 orang selama 5 hari, 9 orang

selama 6 hari serta 5 orang selama 7 hari . Lihat gambar 4.6. Dari data penelitian

yang telah dilakukan dapat diinterpretasikan bahwa pemberian lidokain 1% ini

secara signifikan dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka jahitan

perineum. Dimana luka jahitan dengan lidokain 1% memiliki rerata kesembuhan

lebih lama dibandingkan dengan luka jahitan tanpa lidokain 1%. Lama

Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum dengan

keadaan luka kering, jahitan menutup, tidak terasa nyeri, serta tidak ada tanda-

tanda infeksi (Mas’adah, 2010). Meskipun demikian, pemberian lidokain 1%

dalam penjahitan luka perineum merupakan bagian dari Asuhan Sayang Ibu hal

inilah yang turut dipertimbangkan dalam penjahitan luka perineum tanpa lidokain

1%. Dimana ibu yang dilakukan penjahitan luka perineum tanpa lidokain 1% akan
72

lebih merasakan nyeri pada proses penjahitan namum perlu diperhatikan pula

bahwa luka jahitan perineum dapat sembuh lebih cepat dan demikian sebaliknya.

4.5.6. Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas dengan dan

tanpa Lidokain 1%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama

penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan lidokain 1% di RSUD Kota

Madiun adalah 8,04 hari dan rata-rata lama penyembuhan luka perineum ibu

nifas tanpa lidokain 1% di BPM Maranatha Kabupaten Madiun adalah 5,65 hari.

Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

penjahitan luka perineum dengan menggunakan lidokain 1% dapat mempengarui

lamanya penyembuhan luka. Meski demikian pemberian lidokain 1% dianggap

penting karena merupakan bagian dari asuhan sayang ibu meskipun dengan

diberikannya lidokain 1% dapat memperlambat penyembuhan luka perineum.

Obat anestesi lokal yang menimbulkan vasodilatasi dapat mengurangi

kemampuan pembuluh darah untuk melakukan vasokonstriksi sebagai respons

terhadap perdarahan (Jordan, 2003: 91).

Pada fase penyembuhan luka terjadi hemostasis yang dimulai segera setelah

terjadi kerusakan jaringan. Vasokonstriksi terjadi untuk meminimalkan

perdarahan dan membantu memulai proses koagulasi. Bekuan fibrin terbentuk,

yang menutup luka secara sementara. Bersamaan dengan terbentuknya bekuan,

darah atau cairan serosa dapat menjadi eksudat luka karena tubuh berupaya

membersihkan luka secara alami (Johnson, 2012: 456).


73

Sebagai petugas pelayanan kesehatan diperlukan adanya peran aktif guna

memberikan informasi-informasi mengenai keuntungan dan efek samping dari

tindakan medis yang akan dilakukan sehingga pasien dapat mengetahui dan

mampu memberikan persetujuan secara sadar akan efek samping medis yang

mungkin akan terjadi.

4.6. Keterbatasan

Dalam pelaksanakan penelitian ini, peneliti merasa kurang optimal akan

hasil yang didapat karena terdapat kelemahan-kelemahan dan keterbatasan

penelitian, antara lain:

4.6.1. Responden

Dalam penelitian ini jumlah responden sedikit sehinga hasil dari penelitan

kurang maksimal. Selain itu perlu adanya kriteria inklusi dan eksklusi yang lebih

spesifik guna menghindari adanya bias penelitian.

4.6.2. Pelaksanaan observasi penyembuhan luka

Dalam penelitian ini waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitan

sangatlah sedikit sehingga untuk menilai keadaan luka telah benar-benar sembuh

pada saat yang tepat kurang efektif.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang berjudul “Perbedaan Lama Penyembuhan Luka

Perineum Ibu Nifas dengan dan Tanpa Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan

BPM Maranatha Kabupaten Madiun” yang dilakukan terhadap 53 responden dan

dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2014 dapat disimpulkan

bahwa:

5.1.1. Didapatkan rerata penyembuhan luka perineum ibu nifas dengan lidokain

1% adalah selama 8,04 hari.

5.1.2. Didapatkan rerata penyembuhan luka perineum ibu nifas tanpa lidokain

1% adalah selama 5,65 hari.

5.1.3. Ada perbedaan yang bermakna antara lama penyembuhan luka perineum

ibu nifas dengan dan tanpa lidokain 1%.

5.2. Saran

5.2.1. Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti lebih banyak membaca buku, majalah, media online

mengenai lama penyembuhan luka perineum yang berkaitan dengan pemberian

lidokain 1% pada proses penjahitan luka perineum, serta buku-buku tentang

metodologi penelitian serta statistik kesehatan.

74
75

5.2.2. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan lebih memberikan dukungan berupa penyediaan

referensi maupun fasilitas yang mendukung penelitian yang lebih lengkap

mengenai berbagai ilmu kesehatan yang berkembang sangat pesat.

5.2.3. Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan

Sedapat mungkin lebih mempertahankan dan meningkatkan pelayanan

kesehatan yang diberikan sesuai dengan standar yang ada. Selain itu adanya

seminar kesehatan dianggap perlu agar dapat memperoleh informasi-informasi

kesehatan yang terbaru guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

5.2.4. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan dapat lebih mengembangkan dan menyempurnakan karena

penelitian ini masih jauh dari sempurna. Peneliti lain bisa lebih meminimalkan

berbagai keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Serta diharapkan peneliti

berikutnya sedapat mungkin mengambil sampel yang lebih banyak dengan

metode penelitian yang lebih komprehensif.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Konsep Penyembuhan Luka.


http://creasoft.wordpress.com/2008/04/23/konsep-penyembuhan-luka/. Diunduh
tanggal 14 Mei 2014.

. 2013. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka


Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik).


Jakarta: Rineka Cipta.

Baradero, Mary. Et.al. 2008. Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan Praktik.


Jakarta: EGC.

Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8. Vol. 1.2). Alih bahasa oleh Agung
Waluyo...(dkk), EGC, Jakarta.

Depkes RI. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS-KIA). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Hidayat, Alimul.A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

JNPK-KR Depkes RI. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Johnson Ruth dan Wendy Taylor. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Editor
Edisi Bahasa Indonesia oleh Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC.

Jordan, Soe. 2003. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC

Machfoed. 2006. Metodologi Kebidanan. Jogjakarta: Fitramaya

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Mas’adah. 2010. Penyembuhan Luka. http://digilib.unimus.ac.id. Diunduh


tanggal 14 Mei 2014.

Mitchel, Richard N et.al, 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Alih Bahasa
oleh Andry Hartono Editor Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 2002. Synopsis Obstetri. Jakarta: EGC.


Mustafidah, Hidayatul. 2012. Hubungan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
Dengan Lama Pelepasan Plasenta pada Kala III Persalinan di BPS Ny.
Ninik Wuryani, SST., Kabupaten Madiun. Madiun: Akbid Muhammadiyah
Madiun.

Nopiyati. 2011. Hubungan Pemakaian Lidokain 1% Terhadap Lama


Penyembuhan Luka Jahit pada Perineum di Wilayah Kabupaten Kebumen.
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=j
tstikesmuhgo-gdl-melyanopiy-698. Diunduh tanggal 23 Mei 2014.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

. 2003. . Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan). Jakarta: Salemba Medika.

Oxorn, Harry & William R. Forte. 2003. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Purnama, Rithza R.W. 2013. Efektivitas Antara Pijat Oksitosin dan Breast Care
Terhadap Produksi ASI pada Ibu Post Partum dengan Sectio Caesaria Di
RSUD Banyumas. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

Raharjo, Sahid. 2014.Langkah-Langkah Uji Independent Sampel T Test Lengkap.


www.konsistensi.com/2014/03/uji-independent-sampel-t-test-
lengkap.html?m=1. Diunduh tanggal 11 Juli 2014.

Saryono dan Mekar D.A. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiawan, Ari dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1
dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Seymour I, Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor G. Tom


Shires et.al Alih Bahasa Laniyati. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal.Jakarta: EGC
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan (Kompetensi dan Praktiknya).


Jakarta: Bumi Aksara.

Sunyoto, Danang dan Ari Setiawan. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika

Suyanto dan Salamah Ummi. 2009. Riset Kebidanan (Metodologi dan Aplikasi).
Yogyakata: Mitra Cendekia Press.

Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Responden Penelitian
Di
Tempat

Dengan Hormat,
Dengan ini saya Rury Narulita Sari, Dosen Akademi Kebidanan
Muhammadiyah Madiun akan mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan
Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Dengan dan Tanpa Lidokain 1% di
RSUD Kota Madiun dan BPM Maranatha Kabupaten Madiun”.
Berkaitan dengan hal diatas saya mohon bantuan dari saudara untuk
bersedia menjadi responden dari penelitian saya.
Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudara saya
ucapkan terima kasih.

Hormat saya,
Peneliti

Rury Narulita Sari, SST., M.Kes


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Kami yang bertanda tangan dibawah ini bersedia untuk menjadi responden
pada penelitian yang berjudul “Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum
Ibu Nifas Dengan dan Tanpa Lidokain 1% di RSUD Kota Madiun dan BPM
Maranatha Kabupaten Madiun” yang peneliti lakukan.
Nomer kode responden : .................................................................................
Umur : .................................................................................
Pendidikan : .................................................................................
Pekerjaan : .................................................................................
Alamat : .................................................................................
Kami bersedia memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam
penelitian tersebut dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
Demikian surat persetujuan ini kami buat dengan sebenar-benarnya tanpa
ada paksaan dari pihak manapun.

Madiun, Juni 2014

Responden
Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI
PERBEDAAN LAMA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU NIFAS
DENGAN DAN TANPA LIDOKAIN 1%

No. Inisial Umur Pendidikan Pekerjaan Paritas Dengan/tanpa Lama


lidokain 1% penyembuan
luka (hari)
1. A 31 SMA SWASTA 2 1 5
2. B 24 SMA IRT 1 1 6
3. C 31 SMP IRT 3 2 8
4. D 32 SMA IRT 2 2 7
5. E 32 SMA IRT 2 2 9
6. F 22 SMA IRT 1 1 7
7. G 25 SMA SWASTA 2 2 9
8. H 26 SMP SWASTA 2 2 10
9. I 20 PT SWASTA 1 1 6
10. J 22 SMA IRT 1 1 5
11. K 22 PTS IRT 1 2 7
12. L 34 SMA SWASTA 3 2 7
13. M 36 SMP IRT 2 2 8
14. N 31 SMA IRT 3 1 6
15. O 33 SMA IRT 1 2 7
16. P 31 SMA IRT 2 1 5
17. Q 22 SMP IRT 2 2 8
18. R 27 PTS SWASTA 2 1 7
19. S 24 SMA IRT 2 1 6
20. T 19 SMA SWASTA 1 2 8
21. U 21 SMA IRT 1 2 7
22. V 34 SMP IRT 3 1 4
23. W 28 SMA IRT 2 2 9
24. X 20 SMA IRT 1 2 8
25. Y 35 SMA IRT 2 1 7
26. Z 26 SMA IRT 1 1 6
27. AA 21 SMA IRT 1 2 7
28. BB 33 SMA IRT 2 1 5
29. CC 36 SMA IRT 3 2 11
30. DD 30 SMA SWASTA 2 2 9
31. EE 32 SMA IRT 2 1 5
32. FF 26 SMA IRT 1 2 8
33 GG 22 SMA IRT 1 1 6
No. Inisial Umur Pendidikan Pekerjaan Paritas Dengan/tanpa Lama
lidokain 1% penyembuan
luka (hari)
34. HH 34 SMP SWASTA 1 2 7
35. II 23 PT PNS 1 1 6
36. JJ 20 SMP IRT 1 2 8
37. KK 38 SMA SWASTA 3 1 5
38. LL 25 SMA IRT 2 1 7
39. MM 24 SMA IRT 2 1 5
40. NN 28 SMA IRT 2 2 8
41. OO 35 SMA SWASTA 3 1 5
42. PP 29 SMA SWASTA 2 2 8
43. QQ 32 PT PNS 1 1 4
44. RR 31 SMA IRT 1 1 6
45. SS 20 SMP IRT 1 2 7
46. TT 31 SMA IRT 2 2 9
47. UU 27 SMP IRT 2 1 7
48. VV 28 SMA IRT 1 1 6
48. WW 22 PTS IRT 1 2 8
50. XX 25 SMA SWASTA 2 2 8
51. YY 21 SMA SWASTA 1 1 5
52. ZZ 31 SMP IRT 1 2 7
53. AAA 35 SMA SWASTA 2 1 5
Lampiran 4

Uji Independent Sample T-Test

Group Statistics
Anastesi N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
tanpa lidokain 1% 26 5,65 ,892 ,175
Lama dengan lidokain
27 8,04 1,018 ,196
1%

Independent Samples Test


Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality
of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence
(2- Difference Error Interval of the
tailed) Differe Difference
nce Lower Upper
Equal
variances ,049 ,826 -9,050 51 ,000 -2,383 ,263 -2,912 -1,855
assumed
Lama Equal
variances
-9,073 50,556 ,000 -2,383 ,263 -2,911 -1,856
not
assumed
Case Processing Summary
Anastesi Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
tanpa lidokain 1% 26 100,0% 0 0,0% 26 100,0%
Lama dengan lidokain
27 100,0% 0 0,0% 27 100,0%
1%

Anastesi Statistic Std.


Error
Mean 5,65 ,175
Lower
5,29
95% Confidence Bound
Interval for Mean Upper
6,01
Bound
5% Trimmed Mean 5,67
Median 6,00
Tanpa lidokain
Variance ,795
1%
Std. Deviation ,892
Minimum 4
Maximum 7
Range 3
Interquartile Range 1
Skewness ,044 ,456
Kurtosis -,716 ,887
Lama
Mean 8,04 ,196
Lower
7,63
95% Confidence Bound
Interval for Mean Upper
8,44
Bound
5% Trimmed Mean 7,94
Median 8,00
Dengan lidokain
Variance 1,037
1%
Std. Deviation 1,018
Minimum 7
Maximum 11
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness 1,101 ,448
Kurtosis 1,425 ,872
Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Anastesi *
53 100,0% 0 0,0% 53 100,0%
Lama

Anastesi * Lama Crosstabulation


Count
Lama Total
4 5 6 7 8 9 10 11
tanpa lidokain 1% 2 10 9 5 0 0 0 0 26
Anastesi
dengan lidokain 1% 0 0 0 9 11 5 1 1 27
Total 2 10 9 14 11 5 1 1 53
Statistics
Lama
Valid 53
N
Missing 0
Mean 6,87
Std. Error of Mean ,210
Median 7,00
Mode 7
Std. Deviation 1,532
Variance 2,348
Skewness ,264
Std. Error of Skewness ,327
Kurtosis -,161
Std. Error of Kurtosis ,644
Range 7
Minimum 4
Maximum 11
Sum 364
10 5,00
20 5,00
25 6,00
30 6,00
40 6,60
Percentiles 50 7,00
60 7,00
70 8,00
75 8,00
80 8,00
90 9,00
Lama
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
4 2 3,8 3,8 3,8
5 10 18,9 18,9 22,6
6 9 17,0 17,0 39,6
7 14 26,4 26,4 66,0
Valid 8 11 20,8 20,8 86,8
9 5 9,4 9,4 96,2
10 1 1,9 1,9 98,1
11 1 1,9 1,9 100,0
Total 53 100,0 100,0
M-Estimators
Anastesi Huber's M- Tukey's Hampel's M- Andrews'
a b
Estimator Biweight Estimatorc Waved
tanpa lidokain 1% 5,68 5,65 5,65 5,65
Lama dengan lidokain
7,95 7,94 7,98 7,94
1%
a. The weighting constant is 1,339.
b. The weighting constant is 4,685.
c. The weighting constants are 1,700, 3,400, and 8,500
d. The weighting constant is 1,340*pi.

Percentiles
Anastesi Percentiles
5 10 25 50 75 9590
tanpa lidokain 7,0
4,00 4,70 5,00 6,00 6,00 7,00
Weighted 1% 0
Lama
Average(Definition 1) dengan lidokain 10,
7,00 7,00 7,00 8,00 9,00 9,20
1% 60
tanpa lidokain
5,00 6,00 6,00
1%
Tukey's Hinges Lama
dengan lidokain
7,00 8,00 8,50
1%
Extreme Values
Anastesi Case Number Value
1 6 7
2 18 7
Highest 3 25 7
4 38 7
5 47 7
tanpa lidokain 1%
1 43 4
2 22 4
Lowest 3 53 5
4 51 5
5 41 5a
Lama
1 29 11
2 8 10
Highest 3 5 9
4 7 9
dengan lidokain 5 23 9b
1% 1 52 7
2 45 7
Lowest 3 34 7
4 27 7
5 21 7c

Test of Homogeneity of Variance


Levene df1 df2 Sig.
Statistic
Based on Mean ,049 1 51 ,826
Based on Median ,022 1 51 ,883
Based on Median and
Lama ,022 1 49,418 ,883
with adjusted df
Based on trimmed
,043 1 51 ,837
mean

Anda mungkin juga menyukai