Anda di halaman 1dari 101

“WEDARAN WIRID JILID I DALAM BAHASA INDONESIA”

Diterjemahkan dari : SERAT WEDARAN WIRID JILID I


Penerbit : Jajasan ‘Djojobojo” Surabaya, Cetakan ke II
Tahun : 1962.
Penerjemah : Pujo Prayitno

BAB. I
DZAT ALLAH YANG WAJIB ADANYA
Barang siapa yang mendapat petujunjuk, maka sesungguhnya itu adalah untuk dirinya sendiri, dan
barang siapa yang sesat sesungguhnya juga untuk dirinya sendiri. Dan tidakklah memikul beban
seseorang atas beban orang lain, dan Kami (Allah) tidak akan mengazab sebelum Kami (Allah) mengutus
seorang Rasul. (Qs. Al Isra’ : 15)
Perintah di atas adalah merupakan petunjuk bagi tiap diri manusia, bahwa manusia itu harus
mengetaui Tugas dan Kewajibannya tentang hidupnya masing-masing. Artinya : Hidup kita ini sudah
berada di jalan yang benar atau kah belum?
Keterangan : Segala petunjuk dari orang lain bagi tiap-tiap diri manusia belum tentu benar, karena
tiap manusia itu berhak MENOLAK dan MENCELA, dan kealahan tindakan manusia yang seperti itu, walau
pun kelihatannya orang tersebut banyak ilmunya, Di dalam surat Al-Isra’ Ayat 15 telah memberikan
peringatan kepada manusia yang mauksudndya : ILMU YANG KITA YAKINI DAN KITA JALANKAN
TENTANG BENAR DAN SALAHNYA YANG BISA MENGERTI ADALAH DIRINYA SENDIRI.
Dalam tindakannya sehari-hari, bagi tiap manusia adalah bebas memlih antara yang BENAR dan
yang SALAH. Sehingga jika mau menggunakan kebebasan memilih tersebut tentu akan merasa tenang.
Dan jika ada salahnya itu bisa disebabkan karena kurang bisa mempertimbangkannya, sebagai contohnya,
seumpama seseorang sudah mengarah kepada yang BENAR, namun ketika sampai tujuuan justru SALAH
yang didapat, hal itu jika kita mau merobahnya pasti akan kembali kepada yang BENAR. Namun, menurut
Ilmu yang sebenarnya, penerapannya tidaklah demikian. SALAH DI DUNIA tentu akan SALAH HINGGA DI
AKHIRATNYA. Sehinga sesuai perintah yang terdapat di dalam Surat Al-Isra’ Ayat 15, tersebut di atas,
Walau pun Tuhan sudah memberi jalan melalui Kitab-Nya yang disampaikan oleh Para Rasul yang berupa
AGAMA, namun kita masih harus TELITI dan WASPADA, oleh karena Kitab-Kitab Suci adalah memberikan
Petunjuk-petunjuk tentang jalan Kebenaran, sehingga kita harus mempunyai pikiran yang BENAR.
Sehingga jika ada yang MEMBANTAH atau pun MENCELA tentang kebenarannya, yang membantah dan
yang mencela justru orang yang tidak benar atau orang yang SALAH.
Menurut pendapat umum, seseorang yang sama sekali tidak memeluk salah satu Agama, biasanya
mempunyai keyakinan : MAKAN AKU CARI SENDIRI, orang lain tau apa ........Asal aku tidak mengganggu
orang lain, yah sudahlah....!”
Menurut ukuran dunia, keyakinan yang demikian itu ada benarnya, namun jika dihayati dengan
perasaan batin, tentunya akan menimbulkan pertanyaan “ Apakah Tanggaung jawab hidupnya di dunia?
Nantinya setelah meninggal dunia, apakah bisa sempurna? Apakah percaya kepada Tuhan dan kepada
yang Gaib? Apakah hanya mengakui, bahwa hidupnya lahir ke dunia ini hanya sebatas dilahirkan oleh
manusia saja?
Bila mengakui bahwa terlahir dari kandungan seorang Ibu, tentunya akan bisa menelusuri lebih jauh
lagi, bahwa seorang Ibu pun dahulunya juga ada yang melahirkannya, demikian seterusnya. Oleh karena
hanya mengakui dan mempercayai bahwa hanya terlahir dari orang saja, sehingga ada yang meyakini
(Keyakinan) yang mengatakan bahwa : “Manusia itu ada sendiri (Jumeneng Pribadi) sebelum adanya
Allah, Malaikat dan sebagainya .......” yang selanjutnya ada yang meyakini dengan mengatakan : “Bahwa
manusia itu berasal dari ADAM (Kosong)” (1)
Walau pun orangbiasa, jika mau berpikir yang dalam, tentunya di dalam batinnya akan timbul
pertanyaan : “Dan yang membuat manusia itu siapa, sehingga bisa melahirkan manusia? Pertanyaan yagn
demikian itu “Kaku” dan jika plesetkan bisa dijawab asal-asalan, padahal sampai sekarang ini belum ada
berita yang menyatakan bahwa ada orang yang bisa menciptakan lalat atau Jangkrik. Meskipun demikian
mengenai masalah ini tetap masih ada pendapat-pendapat antara yang satu dengan yang lainnya saling
bertentangan.
Oleh karena masih ada pendapat yang berlawanan itu tadi, sehingga orang itu mudah mudah sekali
terpengaruh “Keyakinan yang tidak ada dasarnya” (Gugon Tuhon)” yang sulit untuk dinyatakan, karena
sejak jaman dahulu, kita bisa menyebutkan bahwa Tuhan itu ada, karena berasal dari cerita para sesepuh
orang- tua-tua saja........
Perkembangan pikiran manusia itu semakin lama semakin berkembang, hal itu bisa terlihat dari
dengan adanya pendapat yang meyakini bahwa Allah itu, MENYATUNYA DARI SEMUA YANG
TERGELAR, SEHINGGA pendapat yang demikian bisa meyakini tentang adanya : Atom,Bintang, Udara,
daya panas, hawa, bumi, air dan sebagainya Sedangkan yang menjadikan persoalan adalah : Karena
hidup kita ini berada di alam yang moderen (Jaman atom), serta kenyataannya sampai dengan sekarang
ini belum ada manusia yang sudah bisa mengetahui Wujud dari ALLAH, sehingga kesimpulannya : Bahwa
menyatunya Zat-zat tersebut (Atom, air dan sebagainya) yang dianggap sebagai ALLAH. Namun pendapat
yang demikian itu hanya menjadi keyakinan beberapa orang saja, tidak semuanya. Sedangkan dalam
dalam meyakini hl tersebut barangkali disebabkan karena terlalu cerdasnya dan akalnya yang
berkembang, namun sampai sat ini para Sarjana yang mempunyai pendapat yang demikian, tetap belum
bisa mengetahui RAHASIA HIDUP, artinya : Belum bisa memberikan jawaban yang tepat dari pertanyaan :
DARIMANAKAH ASAL HIDUP ITU?
Oleh karena tidak mendapatkan jawaban sehingga buntulah pikirannya, kemudian tumbuhlah
pemikiran yang lainnya, bahwa yagn disebut Allah itu adalah hanya : KEBUNTUAN PIKIRAN (bingung,
tidak bsia dipikirkan), bukan dikarenakan oleh ke“Bodoh” annya, namun dikarenakan oleh TIDAK BISA
menjawab pertanyaan tersebut. Berdasarkan bukti menurut Ilmu Alam, bahwa semua benda adalah
terbentuk dari bersatunya “Atom” minus dan “Atom” Plus. Sedangkan berasal dari mana “Atom” tersebut
dan siapakah yang menciptakannya, hal itu tidak bsia diketahui sehingga pikirannya menjadi “BUNTU”
TERDIAM sehingga menjadi “TERHERAN_HERAN”. Sehingga akhirnya disingkat saja bahwa “TUHAN ITU
SAMA DENGAN MENYATUNYA DAYA”.
Pendapat yang demikian itu barangkali timbul karena adanya keyakinan dalam memahami bahwa
adanya daya yang seling pengaruh-mempengaruhi, tarik menarik, atau tolak menolak, yang menimbulkan
terbentuknya alam yang tergelar ini, sehingga bisa bergerak, berputar, panas, berotasi dengan sendirinya
dan sebagainya. Sebenarnya, hal yang demikian itu sudah ada sebelum berkembangnya Agama dan tetap
adanya. Sedangkan manusia itu, ketika terlahir ke dunia hanya tinggal mengetahui saja, hal yang demikian
itu.
Sarjana dari Yunani yaitu Heraclitus dan Thales yang hidup kira-kira 2.500 tahun yang lalu, bertanya
kepada dirinya sendiri, sebagai berikut : “BERASAL DARIMANAKAH BENDA 9MATERI) INI?
Untuk mendasari uraian tentang Dzat Tuhan Yang Wajib Adanya, pertenyaan tersebut di atas perlu
dijawab terlebih dahulu adalah menggunakan dasar hukum dasar Atom stelsel (Tata Atom) atau Ilmu Alam
(Physica moderen) dengan harapan agar tidak menimbulkan kefanatikan dan yang sebenarnya justru akan
semakin meyakinkan tentang Dzat TUHAN YANG WAJIB ADANYA, karena semua uraian yang dilandasi
dengan Ilmu Pengetahuan itu mudah diterima oleh akal pikiran.
Contoh yang mudah sehingga ada uraian yang menyampaikan bahwa : MANUSIA ITU BERASAL
DARI ADAM YAITU KOSONG YANG MENGADA DENGAN SENDIRINYA SEBELUM TUHAN DAN
MALAIKAT ITU ADA.
Uraian yang demikian itu, jika di sampaikan kepada orang desa yang kurang wawasannya akan
diterima dengan kepuasan hati, dan sudah dianggap ilmu tinggi. Sehingga jika ada yang bertanya tentang
asal mulanya, mengapa hanya dari “KOSONG bisa menjadikan adanya manusia, pastilah tidak akan bisa
menjawabnya, artinya uraian yang bisa serta menjelaskan dengan jalas tentang hal itu tidak akan ada.
Akan tetapi uraian seperti tersebut di atas yang hingga sekarang masih tetap membingungkan itu, akan
diuraikan sebagaimana berikut :
Heraclitus dan Thales, dalam berusaha untuk membuktikan adanya TUHAN, God, Thao, dengan
cara mencari asal-usul benda hingga menghabiskan pikirannya, tetap tidak bisa menemukan jawabnya.
Sehingga kemudian akhirnya berpendapat bahwa , asal mula segala benda adalah dari AIR. Pada abad
19 pendapat yang demikian kemudian diadakan penyelidikan oleh para Sarjana-sarjana Charles Darwin,
Raerbach dan Karl Marx, agar menjadi lebih menguatkannya.
Menurut Ilmu Alam atau Ilmu Kimia, AIR itu terbentuk dari dari dua zat, yaitu bahwa air itu
mengandung zat air (Hydrogenium = water stof) dan Zat pembakar (Oxygenium = barndstof) dengan
perbandingan 1 Hydrogenium (H) bercampur dengan 2 Oxygenium (O) yang bentuknya adalah berupa
Atom-atom. Sehingga 1 atom H dan 2 atom O, atau disingkat menjadi H2O, bentuk nyatanya adalah
berupa AIR.
Sarjana Democritus yang hidup sekitar 460 tahun sebelum Nabi Isa, juga mempunyai pendapat,
bahwa semua zat yang cir, gas, padar dan sebagainya, menjadi ada adalah berasal dari bercampurnya
benda-benda yang sangat kecil, yang sudah tidak bisa diurai lagi. Penpadat yang demikian itu kemudian di
betulkan oleh sarjana Aristoteles, dan kemudian Sarjana Dalton menambahi, bahwa benda itu berasal
bagian-bagian yang sangat kecil seklai yang tidak bisa dilihat dan tidak bisa dipecah-pecah, namun bisa
terperinci sendiri-sendiri (2) Oleh karena bisa terperinci sendiri-sendiri, sehingga bisa membentuk sesuatu
yagn bernama MOLEKUL, contohnya “Alkohol”, adalah terbentuk dari bercampurnya 1 atom zat bakar, 2
atom zat Arang (koolzuur) dan 6 atom zat air, dan sebagainya.
Kemudian para sarjana tersebut berusaha untuk bisa mengetahui apakah atom itu yang
sebenarnya, dan apakah benar bahwa atom itu sudah tidak bisa terbagi lagi? Pencarian yang demikian
kemudian bisa didtemukan oleh Sarjana Thomson pada tahun 1895, dengan dipraktekkan menggunakan
Sinar yang disebut sinar “X), dan di dunia kedokteran disebut dengan sinar “Ronsgen”. Caranya adalah
dengan cara Sinar “X” disinarkan kepada atom, yang menyebabkan atom tersebut kemudian pecah
menjadi sesuatu yang sangat kecil sekali, yang berasal dari pecahan-pecahan yang terjadi dengan
sendirinya, yang disebut “ Oer-atom” (Asal mula atom), yang setelah diteliti ternyata mempunyai daya listrik
yang bersifat Negatif, yang kemudian diberi nama ELEKTRON. Sedangkan Oer Atom tersebut, sampai
saat ini masih belum bisa diketahui tentang besar kecilnya, walau pun menggunakan mikroskop, yang bisa
membesarkan beribu kali lipat. Sampai sekarang, elektron itu belum bisa diketahui, apakah daya yang
berada di dalamnya apakah merupakan daya alam, atau kah daya mekanis, walau pun diuji dengan
mempergunakan alat yang bagaimana pun bentuk alatnya.
Menurut penyelidikan para sarjana tersebut, dari pecahnya zat-zat tersebut menimbulkan daya
Radio Aktif yang tidak bisa dihalang-halangi dengan menggunakan alat apa pun, dan daya Radio aktif
tersebut masih memiliki daya yang lain lagi, tiga macam, yaitu :
1. Daya Penetrasi (Suatu daya yang bisa masuk kepada apa pun).
2. Daya Elektro-magnit, dan
3. Yang lebih berat dari Elektron, yang mengandung Daya.
Sedangkan terjadi proses dari zat-zat yang bisa melepaskan elektron itu tadi, sudah ditetapkan
berjalan dengan sendirinya sesuai sifatnya, padahal semua yang tergelar di dunia ini gerak atau proses
berjalannya tentulah karena ada SEBAB, seperti halnya Matahari, Bumi, buln dan sebagainya, yang seling
tarik menarik atau tolak menolak. Hasil penelitian Sarjana luar negeri sudah membuktikan bahwa segala
sesuatu yang bisa terlihat mata semuanya mempunyai daya MAGNIT (Listrik), yang pengaruhnya akan
menimbulkan gerak yang tetap yang berasal dari daya proses kelistrikan antara Negatif dan Positif. Hanya
saja, atom beserta intinya dalam prosesnya tidak saling berbenturan, oleh karena itu, sehingga membuat
heran para sarjana.
Pada tahun 1932, sarjana Rutherford dan Chalwich kedunya menemukan zat yang bernama
NEUTRON, yaitu Zat yang tidak mengandung daya listrik. Sedangkan Rutherford menemukan zat yang
disebut PROTON, yang masanya (Orang Jawa menyebutnya Yoni) 1836 kali lipat dibanding dengan masa
dari Elektron. Penjelasan mengenai Atom disingkat hinga sampai di sini saja. Sedangkan yang Pokok yang
perlu dipahami bahwa zat-zat tersebut mempunyai MASSA (Yoni) yang tetap, namun dari itu semua ada
yang mempunyai TENAGA (Energie) yang berbeda dengang zat-zatnya.
Pada tahun 1931, sarjana Pauli dan Fermi bisa menemukan daya Neutrino dan penemuannya itu
disemmpurnakan lagi pada tahun 1955. Oleh karena dya Neutrino itu bukan Zat, sehingga sampai
sekarang belum bisa dibutikan ujudnya, namun tentang dayanya sudah sudah diketahui, yang berdasarkan
keterangan sarjana Prof. Dr. Camov, sangat besar sekali. Dikatakan bahwa Neutrino itu, yang bisa
menembus semua yang ada di alam ini dan baru bisa berhenti ketika daya tembusnya terhalang oleh
Timah yang ketebalannya 30 juta kilometer. Penjelasan yang demikian itu mengandung makna, bahwa
kekuatan Neutrino itu memang tidak ada yang bisa menandinginya.
Jika diukur menggunakan keliling bumi yang hanya 40.000 kilometer itu baru sebanding, karena
Neution itu baru bertemu dengan ANTI NEUTRINO yang ditemukan di Bumi seketika akan HANCUR,
menimbulkan daya yang ajaib itu daya penerik semua makhluk yang ada, sehingga tidak bisa terpental
(Terlontar) walau pun bumi ini berbentuk bulan dan selalu berputar ini. Walau pun seperti itu, daya tersebut
bisa bisa digambarkan seperti ELIM, yang melekatkan semua makhluk di permukaan bumi. Sedagnkan
daya yang ditimbulkan oleh reaksi Neutrino dan sejenisnya disebut DAYA PELONTAR MADYA yang tetap
selamanya. TETAP ADANYA. Dan jika daya tersebut berhenti, pastilah akan menimbulkan kejadian yang
sangat mengerikan, Air samudra akan menyembur, dan semua yang ada di permukaan bumi akan terlontar
tidak karuan arahnya, karena disebabkan oleh daya Lontar dari berputarnya dunia ini. Hal yang demikian
itu jika diddhayati akan bisa mempertebal keyakinan bahwa TUHAN ITU ADA, yang MAHA MENGETAHUI,
karena, baru meneliti, menelusuri adanya Neutrino saja, sudah buntu pikirannya. Apalagi jika ingin
mengetahui UJUD TUHAN!!!!.
Apa yang telah disampaikan di atas, itu baru yang bisa diketahui saja, balum lagi yang masih
rahasia, karena Rahasia Misteri Dunia itu jumlahnya tidak terhitung. Sedangkan pendapat yang demikian,
jika TUHAN ITU ADALAH DAYA TERSEBUT, hal itu jika di kejar lagi dengan menggunakan dasar pikiran
yang bening, dengan pertanyaan : SIAPAKAH SEBENARNYA YANG MEMBUAT ATOM_ATOM ITU? Dan
SIAPAKAH YANG MENYEBABKAN DAYA_DAYANYA?
Dengan menggunakan ilmu yang dinamakan SSPECTRAAL ANALYSE (Ilmu untuk menelusuri daya
kekuatan bebatuan yang ada di bumi dan di luar bumi), sehingga para sarja mempunyai keyakinan , bahwa
semua BENDA, itu terbentuk dari PERCAMPURAN ATOM atau Zat-zat itu tadi, dan menurut pendapat
yang lainnya lagi adalah berasal dari BINTANG-BINTANG atau planet-planet. Sebagai contoh saja, BESI,
bahan pembentuknya berasal dari MATAHARI, karena Matahari mengandung Zat Helium (Zat Besi).
MANGAAN atau CALCIUM, berasal dari Bintag SERIUS. Untuk bisa mengetahui hal yang demikian karena
menggunakan alat (4) Yang dipergunakan untuk meneliti keadaan CAHAYA-CAHAYA, yang berasal dari
bintang-bintang tersebut. Dengan menggunakan keahlian yang demikian itu, semestinya harus
mengagungkan ASMA TUHAN, dan tidak terus diam dan hanya mengatakan bahwa ALLAH itu adalah
seluruh sumber daya dari daya yang sudah tersebut itu.
Dan jika dihayati lebih dalam lagi, seluruh manusia itu bisanya “MENGAKU” saja, karena begitu
terlahir ke alam dunia itu, semuanya telah tersedia. Seumpama ada seseorang yang bertanya kepada Bayi
yang baru lahir sekitar 3 jam “MENGAPA KAMU MENANGIS TERUS, SIAPAKAH YANG TELAH
MENINGGALKANMU? Bayi tersebut tentunya tidak akan bisa menjawabnya, dan lebih mudahnya lagi,
seumpama bertanya kepada anak yang baru berumur 1 tahun : “SIAPAKAH YANG MELAHIRKAN KAMU?
Jika tidak akan bisa menjawabnya dengan tepat.
Sedangkan yang senang dan bisa menjawabnya adalah orang “JAWA” yaitu orang yang sudah
memahami tentang keadaan. Yang melahirkan adalah “Ibunya” dan ketika terlahir hanyalah sendirian saja”
Dan jika hal ini dibalik, “UNTUK BISA MENGETAHUI BAHWA YANG MELAHIRKAN ITU ADALAH IBUNYA,
itu dikarenakan diberi cerita oleh YANG MELAHIRKAN, sehingga untuk bisa mengerti itu SETELAH BISA
BERBICARA DAN SUDAH “JAWA” (bisa memahami)”. Dan sesungguhnya “BAHWA MANUSIA TERLAHIR
KE DUNIA INI itu TIDAK MENGETAHUI APA-APA. Singga sesungguhnya, manusia itu sama sekali tidak
mempunyai HAK untuk mengatakan bahwa TUHAN ITU TIDAK ADA (6) Jika dihayati lebih dalam lagi
bahwa sebenarnya manusia itu semula TIDAK MENGERTI APA-APA, setelah tua renta itu pun akan
kembali TIDAK MENGERTI APA-APA, dan ketika sampai ajalnya pun TIDAK MENGERTI APA-APA lagi (7)
karena sebenarnya yang disebut MENGERTI itu adanya adalah di antara LAHIR dan MATI.
Ketika manusia lahir ke dunia ini itu, semua keadaan sudah tergelar, semua sudah ada, makanan
pun tinggal mencari saja, tidak usah bersusah payah menciptakan makanan terlebih dahulu. Kemudian
SIAPAKAH yang sudah menyiapkannya, atas semuanya itu ? Untuk menjawab pertanyaan “SIAPAKAH”
itulah yang menyebabkan adanya sebutan tentang TUHAN atau ALLAH, yang maksudnya adalah Yang
Disembah, yang tidak terlihat (7) Namun kenyataannya “ADA”. Sedangkan para sarjana itu, tidak bisa
memberikan jawaban atas pertanyaan “DARI MANAKAH ASALNYA” semua yang tergelar di alam dunia ini,
walau pun dalam kenyataanya sudah bisa menemukan Atom dan sebagainya, akan tetapi tetap masih
tergagap-gagap “SIAPAKAH YANG MEMBUATNYA”?
Dalam hal para sarjana bisa menemukan semua yang teramat halus yang sudah dijelaskan
sebelumnya karena hanya MELEWATI saja, namun sebenarnya di dalam hatinya masih “KEBINGUNGAN”
sehingga menyerah kepada SIAPAKAH SEBENARNYA YANG MENCIPTAKAN SEMUA ITU.
Keyakinan yang jujur dan tumbuh di dalam hati dari orang-orang pintar dan orang yang mengerti,
mengatakan bahwa manusia itu sebenarnya hanya tinggal “MENEMUKAN” saja. Oleh karena manusia itu
mempunyai dasar lebih sempurna dibanding mahluk lainnya, sehingga manusia memiliki pengertian
sehingga bisa berfikir, bisa berusaha, sehingga menumbuh pertentangan memperebutkan “BENAR”.
Segolongan manusia menyebutkan bahwa yang bernama TUHAN itu adalah DAYA seperti yang sudah
disebutkan di atas, sedangkan golongan yang lainnya mempunyai keyakinan bahwa yang menciptakan
DAYA itulah yang disebut TUHAN, namun DZAT atau pun rupa-Nya TIDAK KELIHATAN. Persilangan
pendapat yang demikian itu memang sudah ada sejak jaman dahulu kala, menjadi rame, sama-sama
mengukuhi keyakinannya masing-masing. Untuk menanggulangi hal yang demikian, sehingga Tuhan
kemudian mengutus Hamba-Nya.... yang diberi tugas untuk memberikan PENERANG kepada yang saling
berselisih itu. Untuk menunjukkan mana yang BENAR dan mana yang SALAH. Sedangkan Hamba-Nya
yang di utus itu disebut dengan julukan NABI, artinya BERDERAJAT RASUL, yang masing-masing adalah
SAMA keyakinannya, yaitu sama-sama MENGAKUI dan MENGAJARKAN kepada siapa saja yang intinya
BAHWA ALLAH ITU ADA (ANA).
Oleh karena di jaman itu, pikiran manusia itu belum berkembang dan belum berpikiran maju seperti
sekarang ini, sehingga smua ajaran para NABI tersebut juga hanya diterima apa adanya, dan sedemikian
itu berlangsung hingga turun ke anak cucunya meyakini atau menyebut bahwa Adanya Tuhan itu berdasar
dari “KATANYA” ayah dan ibunya, tanpa dimaknai bahwa siapakah yang disebut ALLAH itu, apakah DZAT
apakah SIFAT atau kah DAYA. Oleh karena tetap masih ada yang kebingungan, sehingga memunculkan
keyakinan, bahwa ALLAH itu hanya kumpulan dari BUMI, MATAHARI, HAWA dan AIR (4 anasir pokok),
namun juga ada yang menyebut bahwa 4 anasir itu hanya SIFAT-Nya saja (8). Demikian seterusnya hingga
sampai penelaran sekaran ini, adanya hanya menerima pendapat yang “SEPERTI ITU’ saja.
Oleh karena itu, sehingga sangat cocok dengan Firman ALLAH seperti yang tersebut di dalam AL-
Quran Surat Al-Isra’ ayat 15 seperti yang sudah disebut kan sebelumnya, Semua keyakinan itu BENAR
dan SALAHNYA hanya berada di diri manusia masing-masing, orang lain TIDAK BISA IKUT-IKUT.
BAB. II
SIFAT DUA PULUH
Oleh karena manusia itu dicipta dengan derajat luhur dan memiliki kelengkapan hidup yang lengkap,
baik yang Halus maupun yang kasar, dan juga kelengkapan indranya dan sabagianya, shingga para Ulama
Besar pada jalan dahulu berpendapat bahwa Asma ALLAH itu sebenarnya hanya SEBUTAN (menyebutkan
adanya Dzat yang bisa menciptakan), yang sebagaian besar dalam penyebutannya dihubungkan dengan
Sifat—sifat yang ada dalam diri manusia itu sendiri (“) yang berbeda dengan meahluk yang lainnya, seperti
belatung, cacing, hewan melata, walau pun gajah sekalipun kelengkapannya tidak lengkap seperti yang
ada pada manusia. Akan tetapi kehidupan mahluk-mahluk selain manusia itu hanya sesuai dengan
Kodratnya masing-masing, maksudnya, bisa berjalan, bisa merasakan sakit, bisa melihat, namun tidak bisa
mempergunakan AKAL dan PIKIRANNYA yang artinya bahwa, HIDUPNYA KURANG SEMPURNA.
Mendasari hal yang demikian, sehingga manusia yang ahli mempunyai pendapat bahw Tuhan itu
mempunyai sifat yang sempurna serta tidak bisa berubah-ubah, yang artinya BAHWA TUHAN ITU TIDAK
KEKURANGAN SIFAT-SIFAT SEPERTI YANG TERGELAR, ini, karena semua yang ada baik yang halus
maupun yang kasar itu semua adalah TUHAN-lah yang menciptakan (“) Walau pun para Ulama sudah
sedemikian pendapatnya, namun tetap TIDAK BISA BERTEMU dengan ALLAH (“) Sihingga dalam bahasa
WIRID Tuhan itu disebut dengan sebutan LAYU KAYAFU yang YANG TIDAK TERBAYANGKAN,
dikarenakan bahwa para Ulama juga sama-sama Kebingungan, yang pada akhirnya bisa menyebut
dengan sebutan TUHAN YANG MAHA AGUNG yang bisa menciptakan SEMUA YANG TERGELAR.
Turunnya Kitab-Kitab Sucii yang dibawa oleh para Nabi menyebutkan Asma Tuhan, serta para Nabi
itu tujuannya hanya satu yaitu : “MENG-ESAKAN TUHAN, yang pengertiaannya : MENGUASAI SEMUA
YANG TERGELAR”.
Sekarang menguraikan tentang SIFAT DUA PULUH, sebabai berikut :
Bismillahirrahmaanirrahiimi. (Atas ASMA ALLAH) (Sebagai dasar pokok untuk segala hal itu diawali
dengan NAMA TUHAN. Bukan dengan yang lainnya, Penerjemah). Terlebih dahulu dinukil dari serat
WIRID HIDAYAT JATI, sebuah Serat peninggalan R. Ng. Ranggawarsita (Seorang Pujangga Tanah Jawa.
Pen).
Sebelum adanya segalal sesuatu, yang pertama ada adalah ALLAH, yang berada di dalam NUKAT
GAIB, yang bergelar KUN, yaitu DZAT yang sebenarnya. Nukat itu artinya BIJI. Gaib itu artinya Rahasia,
sehingga NUKAT GAIB adalah BIJI yang RAHASIA, yang disebut NUR MUHAMMAD, yaitu CAHAYA yang
sangat BERCAHAYA tanpa ada bayangan, yang disebut juga SEIFAT SEJATI, ----- KUN kemudian
FAYAKUN.
KUN artinya Perkataan ALLAH, sekali berkata untuk selama-lamanya, yaitu Asma sejati yang
sebenarnya. FAYAKUN arti JADI, tergelar selamanya, yaitu AF”AL yang sejati, yang sebenarnya. (Nama
sebagai dasar, Kun sebagai dasar, kunci dasar pembuka rahasia bagi yang mempercayainya, itu berlaku
kekal selamanya. Pen).
Semua itu BIJI, dari asal mula dari segala yang ada yang disebut ANASIR SEJATI. Sehingga ALLAH
itu MENGUSASAI atau memiliki (“) yaitu menjadi empat ANASIR, yaitu DZAT, SIFAT, ASMA, dan AF”AL.
Jika salah dalam memahaminya, maka penjelasan di atas yang mengatakan “berada di Nukat Gaib”
tentu akan menimbulkan pengertian bahwa Allah itu bertempat pada TEMPAT. Siapapun juga pasti akan
membayang-bayangkan, bahwa Allah itu ada Rupa-Nya. Hal seperti itu sangatlah SALAH, karena dasar
dari “LAYU KAYAFU (Yang tidak terbayangkan) (6) itu (“) : bermakna : Tidak bakalan ada yang bisa
menyamai-Nya. Penjelasannya : Semua yang tergelar ini adalah CIPTAANNYA, yang “baru dan terlihat”
itulah yang bisa di temukan.
Almarhum Kyai Agus Salim, pernah mengatakan bahwa dasar dari Agama Islam itu terlebih dahulu
harus PAHAM kepada ASMA ALLAH (Sebagi pijakan untuk mendalami yang selanjutnya. Pen). Yang
selanjutnya bahwa : Segala yang tergelar ini MOKAL jika tidak ada yang MEMBUATNYA, karena sang
PEMBUAT itu WAJIB ada-Nya, yang di dalam dalil disebut : MOKAL dan WAJIB. Oleh karena itu
sesungguhnya manusia hanya tinggal MENEMUKAN dan keadaanya adalah TETAP (tidak berubah).
Kata MILIK atau JADI (“) itu dalam bahasa WIRID, tidak terpisah, maksudnya : SAMA, karena
bersumber dari TUHAN. Wirid Hidayata Jati yang tersebut di atas, yang akan dijelaskan hanya 4 Anasir
saja, karena bab yang lainnya akan ditemukan di bacaan belakang-belakang. Penjelasan tentang 4 anasir
itu menurut yang dikatakan dalam ajaran Agama, sebagaimana berikut :
1). DZAT adalah Dzat Tuhan yang tidak terlihat (9), namun menguasai semua yang tergelar dan
yang MEMBUAT segala yang bisa ditemukan oleh mahluk. Sedangkan sebagai bukti dari kata-kata Tidak
bisa terbayangkan, penjelasannya akan bisa ditemukan di belakang (I) (a). Bila ada sebuah keyakinan
yang menceritakan bahwa ada orang yang bisa bertemu berhadap-hadapan dengan ALLAH itu karena lupa
kepada pedoman LAYU KAYAFU.
2). SIFAT, itu maksudnya dalah sebutan setelah adanya DZAT, artinya : Dari kekuasaan Dzat Tuhan,
yaitu Dzat yang bisa Mencipta apa saja. Yang kemudian mempunyai SIFAT, atau Sifat itu adalah semua
yang tergelar ini.
Jika penjelasannya didbalik, maka DZAT yang menciptakan segala yang tergelar, itu mempunyai
SIFAT. Contoh : Bulat itu, buka ditujukan kepada bendanya, namun kepada BENTUKNYA, sehingga
barang dan bentuk itulah yang disebut SIFAT, artinya, kasar, halus, terlihat mata atau gaib sekali pun jika
masih bisa dibayangkan tentu mempunyai sifat. Untuk lebih mudahnya : Sifat itu aalah keadaan yang bisa
dirasakan dengan cara dilihat atau disentuh, contohnya : Empuk, keras dan sebagainya. Semua itu
sebagai dasar untuk dijadikan pedoman.
Sedangkan Sifat Tuhan itu, berjuta-juta jenisnya seperti yang termuat di dalam Kitab Al-Qur’an yang
menyebutkan Ke-Mahakuasaan-Nya (Perbuatan-Nya, Keagungan-Nya, Kekuasaan-Nya dan sebagainya).
Sekedar contoh saja : Bisa menidurkan, bisa membangunkan, bisa menumbuhkan biji dan sebagainya.
Oleh karena sifat-sifat yang demikian itu juga terdapat pada manusia, sehingga para Ulama jaman
dahulu sepakat bahwa Sifat Dzat yang Wajib adanya itu juga berada (menguasai) manusia yang jumlahnya
20 dan 20 + 1 = 41. Untuk lebih jelasnya : Tuhan itu mempunyai sifat Wajib 20 (yang tidak bisa berubah),
dan 20 lagi yang Mokal dan ditambah 1, yaitu sifat WENANG.
Jika dipikir dengan jernih, sifat 20 itu juga berada pada manusia, sehingga disebut sempurna,
karena hanya manusia yang bisa menyebutkan bahwa Tuhan mempunyai sifat 20. Hal itu dikarenakan
bahwa manusia itu terpengaruh oleh sifat 20 itu, contohnya : melihat, mendengar, hidup (“) dan
sebagainya. Seperti yang terdapat di dalam Sifat Tuhan itu sendiri, seperti yang tersebut di bawah ini :

Sifat Wajib Tulisan Arab Maksud Sifat


Wujud - 1 ‫ﻭﺟﻮﺩ‬ Ada Nafsiah
Qidam -2 ‫ﻗﺪﻡ‬ Terdahulu Salbiah
Baqa -3 ‫ﺑﻘﺎﺀ‬ Kekal Salbiah
Mukhalafatuhu lilhawadis -4 ‫ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ‬ Berbeda dengan makhluk-Nya Salbiah
Qiyamuhu binafsih – 5 ‫ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ‬ Berdiri sendiri Salbiah
Wahdaniyat – 6 ‫ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ‬ Esa (satu) Salbiah
Qudrat – 7 ‫ﻗﺪﺭﺓ‬ Kuasa Ma'ani
Iradat – 8 ‫ﺇﺭﺍﺩﺓ‬ Berkehendak (berkemauan) Ma'ani
Ilmu – 9 ‫ﻋﻠﻢ‬ Mengetahui Ma'ani
Hayat – 10 ‫ﺣﻴﺎﺓ‬ Hidup Ma'ani
Sam'un – 11 ‫ﺳﻤﻊ‬ Mendengar Ma'ani
Basar – 12 ‫ﺑﺼﺮ‬ Melihat Ma'ani
Kalam – 13 ‫ﻛﻼ ﻡ‬ Berbicara Ma'ani
Kaunuhu qaadiran – 14 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﻗﺎﺩﺭﺍ‬ Keadaan-Nya yang berkuasa Ma'nawiyah
Keadaan-Nya yang berkehendak
Kaunuhu muriidan - 15 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪﺍ‬ Ma'nawiyah
menentukan
Kaunuhu 'aliman – 16 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ‬ Keadaan-Nya yang mengetahui Ma'nawiyah
Kaunuhu hayyan – 17 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴﺎ‬ Keadaan-Nya yang hidup Ma'nawiyah
Kaunuhu sami'an – 18 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻤﻴﻌﺎ‬ Keadaan-Nya yang mendengar Ma'nawiyah
Kaunuhu bashiiran – 19 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭﺍ‬ Keadaan-Nya yang melihat Ma'nawiyah
Kaunuhu mutakalliman – 20 ‫ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺘﻜﻠﻤﺎ‬ Keadaan-Nya yang berbicara Ma'nawiyah

Sedangkan sifat-sifat yang lainnya untuk Memuji Tuhan adalah sangat banyak ragamnya, tergantung
dari bahasanya masing-masing. Bagi orang Jawa, sifat memuji di antaranya : Gusti Ingakang Maha
Wicaksana (Tuhan Yang Maha Bijaksana), Ingakang Maha Agung (Yang Maha Agung), Ingkang Maha Asil
(Yang Maha Adil) dan sebagainya.
Menurut yang diuraikan di dalam Usulluddin, 20 sifat itu diringkas lagi menjadi 4 (lihatlah sifat angak
1 hingga 20 di atas), yaitu :
1. Sifat angka 1 disebut NAFSIYAH, yang yang digunakan sebagai BADAN.
2. Sifat angka 1 hingga 6, disebut SALBIYAH, yaitu yang YANG MENIADAKAN (adalah berlawanan dengan
sifat pada angka 1 hingga 20), sehingga tidak menumbuhkan sifat MOKAL, sehingga Kekal penggunaanya.
3. Sifat angka 7 hingga 13 disebut MA”ANI, artinya yang MENEMPATI, sifat Nafsisyah yang sudah disebut di
depan karena terpengaruh oleh sifat-sifat angka 7 hingga 13. Jika disamakan dengan perbuatan badan
manusia itu bisa betepuk tangan, karena dalam kenyataanya bisa berbicara, mendengar, berpikir dan
sebagainya.
4. Sifat angka 14 hingga 20, disebut MAKNAWIYAH, yaitu yang ketempatan sifat MA’ANI, Keterangan : Sifat-
sifat yang bisa melakukan (Kuasa, Memiliki, Berkehendak, Memiliki Ilmu dan sebagainya), itu terdapat
pada sifat nomor 7 hingga 13, itulah yang berada juga, di badan manusia sehingga sehingga bisa bergerak
dan berfikir dan sebagainya. Sedangkan yang pada sifat nomor 14 hingga 20, Untuk lebih jelasnya : Dzat
Tuhan bisa menciptakan SEKEHENDAKNYA yang ada pada ADANYA (Ujud) manusia dan sebagainya,
yaitu yang disebut NAFSIYAH. Sedangkan perbuatan manusia itu disebabkan karena ketempatan sifat-
sifat dua puluh. Sehingga gerak dari sifat MA”ANI itu, bagi manusia dikarenakan mengisi sifat-sifat nomor
14 hingga 20. Tanda buktinya : Sifat Kuasa (Qudrat)adalah bersifat tetap, yaitu tetap berkuasa.
Bagi manusia, bisa kuasa itu hanya karena AKIBAT dari pengaaruh kekuasaan Yang Maha Kuasa
(ALLAH). Contohnya : Salah satu sifat dari Dzat, umpamanya nomor 18 (Sami’an = mendengar) itu ada di
Telinga. Sehingga ketika Telinga bisa mendengar karena mengandung sifat SAMA”. Sedangkan untuk
menjadi sifat MAKNAWIYAH karena ketempatan sifat MA”ANI. Untuk jelasnya : Berfungsinya sifat
mendengar itu kemudian digunakan untuk mendengarkan itu setetelah bersifat Ujud (Ada dan terlihat),
yaitu yang berbentuk Telinga yang diiliki oleh manusia.
Qur’an di dalam keseluruhannya tidak menerangkan yang demikian, yang diterangkan hanya
Sifatnya saja. Sedangkan di dalam Serat Primbon Wirid Hidayat Jati, disebutkan demikian “Jangan
menjadikan ragu di dalam pikiran, Allah itu ketika mendengar “Mempergunakan” telinga manusia>”
Hal itu, jika sampai salah dalam memahaminya, bisa mengakibatkan lupa dan sembarangan, dikira
bahwa Allah berada di dalam manusia. Yang sebenarnya, bahwa manusisa itu hanya menggunakan
Hakikat dari sifat-sifat Allah. Walai pun tidak bertempat di Telinga Tuhan itu TETAP bisa MENDENGAR,
karena hanay DIA yang MEMILIKI semua sifat tersebut. Sehingga MEMBACA HIDAYAT JATI, itu haru
menggunakapan PENALARAN , karena Buku itu merupakan Induk yang harus di jabarkan maknanya.
Hidayat itu tidak salah, hanya yang membacanya lah yang harus menelaahnya. Jika membaca sifat-sifat
seperti di atas, dengan berulang-ulang, akan bisa mendapatkan rasa tenteram dan terang, karena
pengaruhnya bisa merasa terbuka mata hatinya, seperti perintah Tuhan di dalam Qur’an XIII (Al-Ra’du)
ayat 28, sebagai berikut : Orang-orang yang beriman itu senang hatinya karena selalu ingat kepada
Tuhan. Ketahuilah, bahwa oleh karena selalu ingat kepada Tuhan itu, manusia akan mendapatkan senang
di hatinya.” (2a) Penjelasan bisa ditemukan di bab Adanya Jim dan Syaithan.
Di dalam semua Wirid-wirid, sifat 20 itu kemudian diulas lagi, dengan uraian-uraian, sebagai berikut :
A. Sifat nomor 1 disebut sifat Jalal, artinya Maha Agung. Sedangkan yang Agung itu adalah Dzat-Nya yang
mengusai (3a) segala yang ada.
B. Sifat Nomor 2,3,4,5, : Disebut sifat Jamal, artinya Maha Indah, yang Indah itu adalah Sifat-Nya, karena tida
ada sesuatu pun yang menyamainya, bukan laki-laki, bukan perempuan, bukan banci, tidak beranak, tidak
berayah atau Lamyulad wa lam yalid (Tidak bisa terbayangkan, Tidak Terlihat).
C. Sifat nomor 11.12.13, dan sifat dan nomor 18,19, disebut SIFAT KAMAL, artinya : MAHA SEMPURNA.
Yang Maha Sempurna itu Af’al-nya (Perbuatannya, yaitu menggelar segala keadaan tanpa ada cacatnya,
karena tidak ada ciptaan yang tidak mengherankan).
D. Sifat nomor 6,7,8,9,10, dan nomor 14,15,16,17, disebut sifat KAHAR, artinya : MAHA KUASa. Yang Maha
kuasa itu Asma-Nya, karena menguasai segala keadaan tanpa pilih kasih. Apappun itu, pasti ,patuh
kepada keadaan sebutannya dengan Pengertiannya, walau pun itu Jim dan lain-lainnya. Oleh karena maka
ALLAH itu disebut SUCI, Hidup. Benar dan sebagainya. Sehingga, siapa saja yang masih Hidup tentu akan
bisa menyebut ASMA TUHAN dengan caranya masing-masing.
3). ASMA, itu adalah sebutan yang berasal dari manusia. Artinya : Manusia dalam menyebut kepada
Dzat Yang Wajib adanya, karena manusia itu mempunyai wewenang Menolak/Memilih tentang Benar dan
Salah, maksudnya : Menyebut Tuhan itu karena terbawa dalam menyebutan badannya sendiri, karena
badannya lah yang kadang-kadang menyebutkan yang seperti itu, dan juga bahwa manusia itu mempunyai
pilihan : Penguasa yang tertinggi itulah yang bernama ALLAH. Manusia dalam menafsirinya :
Penguasa/Yang disembah yang tidak TERLIHAT. Oleh karena pada hakikatnya memneri pengaruh kepada
manusia, maka sebutan-Nya juga bermacam-macam, sesudai dengan pemahamannya masing-masing.
Penjelasannya : Sebutan bagi tiap diri manusia menyebutkan bahwa ALLAH itu ada. Hidayat Jati
menerangkan, bawa Asma itu adalah Sebutan, menyebutkan PRIBADINYA. Sedangkan yang disebut
PRIBADI adalah ujud manusia yang sempurna serta TERPENGARUH oleh DZAT Tuhan itu.
Untuk lebih mudahnya : Ada kata-kata Allah-ku, Allah-mu, Allah-nya dan sebagainya, itu sebenarnya
hanya MENGAKU (mengkaui bahwa ada Dzat), saja, sehingga terserah diri masing-masing dalam
menyebutkannya.
Tuhan itu, menguasai seluruh yang tergelar atau semua Sifat, dalam Dalil diterangkan :
Qur’an XXV ayat 54 (As-Syura) :
“Ketahuilah, jika meraka ragu-ragu untuk mengetahui Ingsun, dan ketahuilah, bahwa Allah itu
mempengaruhi segalanya (Apa saja).”
Oleh karena Dzat-nya mempengaruhi semua yang tergelar ini, sehingga menimbulkan pengaruh
pula kepada manusia sehingga manusia mengakui bahwa DIA itu menguasai, artinya : Tidak di luar tidak di
dalam, contohnya Daun Sirih : Mulai dari akar hingga batang, semua daunnya dan bunganya, rasa dan
baunya sama. Yang demikian itu, Sebagai gambaran bila Dzat Tuhan itu, bisa disebut RASA dari SIRIH.
Yang terpengeruh itu (Sirih) tentunya akan kesulitan untuk menyentuh atau menunjuk, sehinga dkatakan
dengan sebutan “Tidak di luar tidak di dalam).
4). AF”AL : Artinya : Perbuatan, yaitu Perbuatan ALLAH (Lihat nomor 3 di dalam kurung). Anasir
yang nomor 4, perbuatannya memang demikian.
Oleh karena berbuat, sehingga semua ciptaan yang berupa apa pun (Atom, zat-zat, Gaib-gaib,
syetan, Malaikat dan juga manusia pun), semuanya terpengaruh oleh Dzat-Nya. Sehingga seluruh yang
tergelar ini tidak akan mengalami berubahan dan akan tetap selamanya atas sifat (sekali lagi sifat. Pen).
Perbuatannya. Namun perbuatan Dzat yang Wajib adanya itu, bersifat TERTIB, TERATUR, dan
TENTERAM, ADIL< SUCI< Tidak pilih kasih. Artinya “ BENAR, tidak bisa berubah dari Maha Kuasanya.
Jika ingin membuktikan sesuai ukuran tiap harinya, contohnya : Ada seseorang yang membuat
mainan dari logam, diberi pir, alat pemutar, minyak bahan bakar dan Coda. Dalam memainkannya dengan
cara diputar, kemudian bisa berjalan, Bergerak dan berjalannya itulah sesungguhnya gerak perbuatan dari
yang membuatnya, karena untuk bisa membuat agar bisa berjalan “Barang-barang” tersebut memang
sudah dirancang atau memang pintar. Kepandaian yang di ujudkan itu tadi,Hakikatnya adalah sama
dengan zat nya. Oleh karena Tuhan Itu Maha CERDAS, dan sebagainya yang sangat banyaknya,
sehingga apa pun yang dikehendaki-Nya pasti terwujud, sehingga tentunya juga pasti berbuat.
Contoh yang lagi atas tanda saksi Perbuatan DZAT Yang Wajib Adanya, adalah : Sejak jaman
dahulu hingga sekarang ini, yang lama waktunya ber-milyard tahun. Bumi, Matahari, Rembulan, Bintang,
Hawa, Air, Panas dan sebagainya, itu semua tetap sama perbuatannya dan tanpa mengalami perubahan,
karena semuanya terpengaruh Daya tolak-menolak, tarik menarik, memberi dan menerima, dan tetap
berputar hingga menimbulkan adanya Hukum-hukum alam yang tertib, seperti : Siang, malam, pagi sore,
jam, waktu, panas dan dingin dan lain sebagainya. Manusia tidak bakalan bisa mengukur seberasa besar
Kekuasaan DZAT itu.
Oleh karena sangat Tertib dan teraturnya itu tadi, kemudian tumbuh arah kepada SATU, tidak ada
perselisihan; untuk manusia dalam tiap harinya bagaikan telah saling bahu-membahau, bantu membantu
bertukar kebutuhan. Contohnya, sebagai berikut :
a. Di sebuah hutan ada rumah lebah madu. Madu itu adalah kesukaan dari kupu-kupu dan lebah.
b. Oleh karena madu itu bisa digunakan untuk obat, sehingga manusia juga membutuhkannya. Oleh karena
membutuhkannya sehingga mencarinya di hutan.
c. Hutan yang banyak tumbuh bunganya itu, menjadi sumber perebutan oleh manusia, dan juga oleh kupu-
kupu dan lebah yang menghisap madu.
d. Atas keadilan DZAT, yang Wajin adanya (ALLAH), agar kupu-kupu itu tetap lestari dari ulah manusia dan
lebah, bulunya diciptakan sejenis (sesuai) dengan rupa bunga. Sehingga lebah dan manusia tidak bisa
membedakan mana kupu mana bunga, karena warna sayap kupu sesuai dengan warna bunga.
Lama-lama. Manusia mengumpulkan rumah lebah, dengan cara dibuatkan Glodog nama dari rumah
lebah buatan manusia yang terbuat dari kayu. Sedangkan dalam mencari kayu untuk dibuat glodog tentu
menggunakan alat kampak yang terbuat dari besi. Sedangkan besi itu diambil dari pabrik besi yang kadang
dari luar negeri. Sebelum sampai ke Tanah Jawa naik kapal terlebih dahulu yang dibuat oleh banyak orang.
Ketika proses pembuatan kapak itu, ada juga yang sakit, yang kemudian pergi ke dokter. Dokter itu
berasal dari Sekolah terlebih dahulu.
Sekolah itu yang membuat adalah Pemerintah, begitulah seterusnya, bahwa kebutuhan hidup itu
tidak meleset dari KEBUTUHAN dari orang sesuai kebutuhannya masing-masing. Sehingga sebagai
manusia hidup itu pasti karena SEBAB yang SATU, yaitu HAKIKAT dati DZAT, yang Maha Menguasai. Jika
dihayati dengan sungguh-sungguh, Tata ketenteraman perbuatan DZAT Tuhan itu, tertata dan tertuju
kepada yang SATU, yang bisa sebagai sumber kehidupan yang BENAR dan SELMAT.
Sekarang, apakah buktinya bahwa manusia itu “ketempatan” oleh DZAT-nya? Kata ketempatan itu,
jika kurang memahaminya, kadang-kala bisa menimbulkan salah dalam memahaminya, dikiranya bahwa
manusia itu SAMA dengan ALLAH. Di depan telah dijelskan, bahwa ALLAH adalah mempunyai sifat WAJIB
20. Sifat Mokal 20 dan sifat Wenang 1, Sehingga manusia tidak ketempatan sifat Wenang, karena sifat
wenang itu sebenarnya : Yang berisat Wenang itu adalah yang berwenang untuk menciptakan apa saja
dan tidak menciptakan apa saja.
Sedangkan sifat 20 itu, bagi manusia, perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Wujud : (ADA), maksudnya adalah : Hakikat dari DZAT Yang Tidak Terbayangkan itu, setelah
menciptakan tanda bukti, yang berupa yang tergelar ini (Bintang, Bumi, Matahari, Rembulan dan juga
seluruh mahluk lainnya), yang sebagai tanda saksi bagi manusia yang dicipta paling sempurna, agar tidak
ada keraguan lagi dalam menyebtunya, bahwa DZAT yang tidak terlihat itu Wajib Adanya.
Penjelasannya, sebagai berikut : Orang bisa mengatakan ADA (Wujud) itu karena DICIPTAKAN,
yaitu yang berupa badan kasar, yang hanya tinggal Memakai saja. Sehingga Kitab Usuluddin menyebutkan
bahwa Nomor 1 itu tadi, adalah untuk badan (Boddy-nya). Oleh karena ada Badan itulah, sehingga
manusia bisa bergerak dan berpikir dan sebagainya. Dan sebaliknya : “Tidak ada” yaitu “Mati”, itu adalah
sudah tidak bisa menyebutkan apa-apa lagi.
2. Qidam (Pertama dan tidak ada yang mendahului-Nya), maksudnya adalah : Bahwa Sifat-sifat
Tuhan, tidak bisa terkalahkan dan tidak ada yang mendahului ada-Nya. Artinya : Jika ada sifat yang
“mendahului” itu sudah jelas bukan Tuhan. Karena jika Tuhan itu ada yang mendahului , keberasaanya
sama saja dengan : Alaah itu ada lebih dari satu, Akibatnya : Allah Nomor 1, Allah Nomor 2, tentu akan
terjadi perebutan Penguasa yaitu saling berebut posisi dalam kewenangannya (Saling bersaing- berebut
keunggulan), yang akibatnya maka Dunia ini akan saling berbenturan atau manusia akan membantah akan
adanya Tuhan.
Sifat “Qadim” itu menjadi Penguat Keyakinan, bahwa Allah itu hanya SATU, tidak lebih.
3. Baqa, (Kekal), artinya, tidak akan pernah berubah. Tergelarnya alam dunia yang berasal dari
kehendaknya itu, tetap berujud yang disebut Langgeng. Sedangkan bila hilang atau tidak ada, itu bisa saja
bahwa manusianya-lah yang tidak menemukannya, Ada nama pasti ada barangnya. Kecuali Asma Allah
yang tidak bisa dan tidak boleh di samakan. Artinya : Sifat Kekal itu untuk bisa disebutkan, karena menusia
itu ketempatan hidup yang bisa bergerak-gerak. Sedangkan kata yang kadang digunakan “Tidak Kekal”
umpamanya, itu yang mengatakan hanyalah manusia yang masih hidup.
Ukuran Tuhan yang bisa dirasakan, Kekal itu adalah sifat Allah sendiri, yang nomor 1 hingga nomor
20 tidak akan berubah. Disebut nama dari sifat “PENGUAT”.
Bukti untuk ukuran manusia itu adalah : Lidah itu tiak akan bisa merasakan sepet atau manis yang
ada di buah Sawo, jika tidak memakannya untuk merasakannya. Sehingga rasa manis/sepet itu untuk bisa
diketahui karena dirasakan, namun karena rasa manis/sepet yang ada di dalam busah sawo itu bersifat
langgeng, walau pun tidak dimakan juga “Tetap” adanya. Sehingga inti-inti dari langeng kekal itu berada
pada manusia hidup yang bergerak-gerak itu. Kekal bagi buah sawo karena TETAP ketempatan Manis
dan seet. Penjelasannya : Batas Kekal itu ada i “HIDUP” yang berada pada sebelum “MATI”. Sehinga
adanya manis, sakit, senang, dingin, nikmat, sedih, dan sebagainya, itu yang mendapati adalah “MANUSIA
HIDUP”. Jika demikian, berkali-kali yang ketempatan Kekal bagi ukuran dunia itu adalah manusia hidup.
Walau pun manusianya sudah mati “Sifat langgeng” itu tetap akan disebut oleh para tetangganya yang
belum meninggal dunia.
4. Muhalafah liil Khawaditsi : Berbeda dengan makhluk, artinya : Sifat-sifat Tuhan itu tidak bisa
ditandingi oleh apa pun juga, karena kenyataannya semua yang ada adalah Ciptaan-Nya. Ukuran bagi
manusia kata “Berbeda dengan makhluk” itu sebenarnya : Tiap masing-masing makhluk sudah
“Menggunakan” ujudnya. Contohnya : manusia yang terlahir menjadi hal yang baru yang bisa terkena
perubahan (2a) naun karena bernama manusia di dunia manapun keadaanya tetap sama, mempunyai
kaki, mata, telinga dan sebagainya.
Sedang kata “berbeda dengan makhluk yang baru itu : Bahwa manusia itu pasti berbeda dengan
yang bernama SAPI, walau pun sama-sama hidup.
Sapi itu, di manapun juga sama ujudnya :
a. 10 ribu manusia, sifatnya sama.
b. 10 ribu manusia sifatnya sama
Allah itu, ketika menciptakan makhluk antara satu dengan lainnya pasti beda. Sehingga kata “BEDA”
ada pada “Kehendak Tuhan”. Atau Sifat dari Allah itu sendiri! Segala jenis makhluk yang jumlahnya berjuta-
juta dari golongan manusia, hewan melata, hewan terbang, tumbuhan dan sebagainya. MAHA Pintar-Nya
TUHAN, terbukti ketika bisa menciptakan masing-masing jenis makhluk pasti beda dengan yang baru
dilahirkan. Itu dikarena ketika bisa membedakan itu. Sehingga Maha Tahunya Tuhan itu menurut
KEHENDAKNYA, disebut “Berbeda dengan yang baru”, maksudnya “ Menciptakan sapi, sudah selesai,
kemudian ada lagi yang keluar (tercipta) berupa bunga, kayu, batu, lalat, katak dan sebagainya.
Sehingga di dunia penuh dengan makhuk yang mengherankan, karena antara satu dengan yang
lainnya semuanya berbeda. Maksudnya : Lalat, Lebah, bunga, pepohonan, manusia dan sebagainya itu,
semuanya adalah sesuatu yang baru yang “beda” dengan makhluk yang datang kemudian, yang
menyusulnya. Semua itu menjadi SAKSI bahwa TUHAN itu ketika menciptakan makhluk menurut
sekehendaknya.
5. Qiyamu bi nafsihi : (Berdiri sendiri – Bangun dengan Kehendaknya Sendiri). Kta-kata itu, dlam
setiap harinya bisa dilihat buktinya. Contohnya : Terlelap tidur, bangun sendiri, hal ini bisa terjadi pada
setiap makhluk. Untuk ukuran yang bisa dijadikan bukti lagi yaitu bab BIJI, yang bisa tumbuh sendiri tidak
dengan jalan ditarik sedikit demi sedikit.
Sehigga bergeraknya semua yang bsia bergerak adalah karena ketempatan sifat Qiyamu bi nafsihi
itu tadi. Contoh lainnya : Atom, Neutron, Positron, elektron dan sebagainya, semuanya itu bisa bergerak ( 3)
tidak karena sebab apa-apa, kanya akerana “Ketempatan” sifat “Bangun dengan sendiri”. Artinya :
bergeraknya denganc ara otomatis.
Di dalam ilmu kehehatan dan ilmu tumbuhan dijelaskan, bahwa Plasma Darah adalah selalu tetap
berjalan dengan sendirinya, karena mendapatkan daya dari adanya panas? Namun bila plasma-plasma itu
masih bisa terbagi-bagi lagi hingga menjadi bagian yang kecil-kecil, walau pun tidak terkena panas atau
menempel di bandan, tetap masih bisa bergerak sendiri. Hal ini sudah diakui oleh para Sarjana dan
menyebutnya dengan sebutan bahwa Plasma itu Hidup.
Contoh lagi yang jarang diketahui, yaitu “Air Mani” jika dilihat menggunakan Mikroskop super, maka
akan bisa dilihat bahwa bisa bergerak maju dalam tiap jamnyasejauh 6 mm. Sehingga pokok penjelasan :
Sifat Qiyamu bi nafsihi adalah salah satu sifat Allah yang menguasai seluruh makhluknya yang bergerak.
6. Wahdaniyat : (Esa, Hanya Satu) kata hanya satu itu mudah diterima, karena semua yang hanya
satu bukan dua atau tiga atau lebih. Dalam hal pemahaman, hanya satu itu untuk meyakinkan keyakinan
kepada adanya Tuhan.
Menurut ukuran bagi manusia yang hanya satu itu Pokok akhir dari Dzat, dikarenakan oleh sebab
bahwa hidup itu berasal dari Dzat yang hanya satu, sehingga segala tujuan menjadi benar, artinya :
Mematuhi perintah Tuhan itu sebenarnya adalah menuju kepada yang hanya satu. Intinya : Hanya satu
(Satu) menunjukan kepada dzat manusia sempurna, yang berasal dari Dzat yang hanya satu, sehingga
bukan berasal dari dzat yang lain-lainnya kecuali hanya berasal dari Dzat yang mempunyaim sifat 20 iut
tadi. Keterangannya : Sifat-sifat yang menjadi milik manusia itu : Hanya satu. Atau kata Hanya satu itu
sebagai penguat bagi adanya sifat yang lainnya. Karena sifat 20 itu sebenarnya terikat menjadi satu namun
gerkanya saja yang sendiri-sendiri. Sehingga sifat Nomor 2 hingga nomor 6 di atas, disebut “SIFAT YANG
TIDAK ADA MOKALNYA” (perlawanannya = Salbiyah.
7. Qudrat (Kuasa). Keterangannya : Kodrat atau kuasa itu, contoh sebagai berikut : Orang yang
duduk di bangku tiba-tiba berkeinginan untuk bangkit, seketika langsung berdiri,. Dalam melakukan
tindakan langsung berdiri itu, karena manusia mempunyai sifat kuasa memerintah dirinya sendir. Kuasa
untuk ukuran yang lain, umpamanya : AIR kuasanya mengalir ke bawah dan bisa rata (sama rata).
Kekuasaan manusia itu bisa memerintah, menolak, memilih dan sebagainya. Sehingga kuasa (kodrat) itu,
bsia terlihat pada yang terjadi di alam yang tergelar (Matahari panas, angin dingin dan sejuk, batu keras,
atoon plus/minus bisa menjadi listrik dan sebagainya) Dari sifat Kuasa itulah yang bisa memunculkan
hukum-hukum alam yang teratur, tidak bisa berlawanan dan berbenturan.
Kodrat itu sudah diberikan kepada manusia, sehingga tinggal mempergunakan saja (Manusia diberi
kekuasan bisa). Oleh karena pengaruh kodrat itu sangat luasnya, sehingga bagi kelengkapan-
kelengkapan di dalam diri manusia itu bisa disebut “Kinodrat” sudah dikodratkan demikian. Seumpamanya
mata, kodratnya terbuka, mulut kodratnya berbicara, telinga kodratnya mendengarkan dan sebagainya.
Oleh karena manusia itu sudah ketempatan Kuasa (kodrat) yang bermacam-macam yang mempunyai
tugas sendiri-sendiri, sehingga jika tidak bisa mempergunakan kodrat itu tadi, maka disebut tidak
sempurna.
Sedangkan kodrat (kausa) bagi Tuhan : Yang diciptakan semuanya, terbukti semuanya
mengherankan. Tertata serta mempunyai perbuatan sendiri-sendiri.
8. Iradat (Berkehendak). Segala tindakan manusia hidup pasti didahului dengan kehendak
(Keinignan). Sehingga kehendak itu yang menguasai segala tindakan. Sedangkan sifat Iradat bagi manusia
hidup yang mokal itu : DIAM (tidak bertindak apa-apa).
Bagi Tuhan, Iradat (Kuasa)-nya tidak bisa kita ukur. Contohnya : Ada makhluk aneh (menyimpang
dari yang umum) itu karena sudah di kehendak-Nya (Iradatnya Tuhan) ada manusia yang berkepala dua,
karena sduah dikehendaki-Nya, dan sebagainya.
9. Ilmu (Pengetahuan). Manusia itu bias memiliki pengertian karena ada Sifat Allah yang Nomor 9 di
atas. Manusia bisa membaca, karena amengerti dan terbuka pikirannya, yang pada mulanya telah
berusaha agar bisa menulis dan membaca. Yang akhirnya bisa mempunyai pengertian pada pengetahuan
dan ilmu.
Untuk mendapatkan ilmu baru bsia terlaksana jika sudah terbuka penghalangnya yang bernama
Hijab.
Inti uraian : Manusia itu seenarnya sudah diberi sangu ilmu oleh Tuhan, yaitu sifat nomor 9 di atas.
Yang menyebabkan Bodoh itu karena belum terbuka atau masih tertutup oleh Khijab, sehingga benarlah
petunjuk Tuhan di dalam Al-Qur’an Surat4 ayat 126 (An-Nisa’) “Semua yang ada di langit dan di bumiitu
milik Tuhan, sedangkan ilmu menguasai satu demi satu).
Walau pun demikian, manusia yang tidak tau apa-apa bukan dikarenakan bodoh, namun hanya
karena belum terbuka hijab penghalangnya. Terbukanya hati bagi manusia di jaman dahulu menjadikan
derajat Wali, Sarjana, Pujangga, yang terbukanya hati menuju kepada Ilmu Tuhan yang sebenarnya.
Sedangkan pengetahuan yang lainnya hanya sebagai syarat hidup di kalangan masyarkat. Sebenarnya,
tiap manusia bisa berusaha agar bisa mencapainya.
10. Hayat (Hidup). Yang didsebut hidup itu adalah semua makhluk yang bisa bergerak-gerak, karena
ketempatan sifat Nomor 10, yang tersebut di depan. Sedangkan sifat mokal dari Hidup adalah : Mati.
Sifat hidup bagi manusia adalah lebih sempurna dibanding makhluk yang lainnya. Tontoh yang
berhubungan dengan hidup itu tidak sulit, asal memahami : Apa saya yang mengandung ssifat nomor 10
itu, walau pun sifat gaib, nyata, kasar atau pun halus, pasti hidup, walau pun geraknya pelan atau tidak
terlihat. Umpamanya : Baksil itu, jika dilihat dengan mata biasa, tidak akan bisa terlihat dan bergerak-
gerak, namun jika menggunakan mikroskop maka akan terlihat jelas dan bergerak-gerak. Itu sebagai bukti
dari Dzat yang Wajib Adanya. Karena sifat hidup itu ternyata menguasai seluruh alam raya ini, di mana pun
berasa Dzat yang hidup itu tetap bergerak. Intinya “Hidup” itu bukan Tuhan, namun hanya salah satu
sifatnya saja, dan pengaruhnya sebenarnya menguasai semua yang bisa terlihat dan juga yang gaib.
Tentang hal ini ada sebuah contoh, yaitu yang berada di dalam tanah seperti halnya Gundik indukan rayap.
Gundik yang tugasnya hanya bertelur saja, itu bertempat dan terbungkus tanah dengan rapat, tidak
mendapatkan hawa. Namun begitu tetap bisa hidup itu bukti nyata, bahwa Dzat Tuhan yang mempunyai
sifat 20 itu menguasai seluruh tempat dan keadaan.
Sehingga sifat Hidup itu sebenarnya aktipiteit (Daya gerak) yang dimiliki oleh semua makhluk.
Sedangkan Hidup yang sempurna itu berada pada manusia, sehingga manusia itulah yang bersifat paling
sempurna, sehingga bisa meneliti sifat Tuhan.
a. Pepohonan itu juga Hidup namun tidak ketempatan sifat yang lengkap sejumlah 20.
b. Semua hewan dan yang lainnya juga Hidup, namun hanya mempunyai sebagian dari sifat Tuhn
yang berjumlah 20, itu.
11. Sama’ (Mendengar) : Mendengar atau mendengarkan itu dilakukan dengan menggunakan
Telinga. Sifat Mokalnya itu adalah Tuli. Di dalam Wirid Hidayat Jati dijelaskan sebagai berikut (Dalam buku
aslinya halaman 12 baris ke dua dari atas) .... Dzat Tuhan Maha Suci itu dalam melihat menggunakan mata
kita, dalam mendengar menggunakan telinga kita (telinga) ................
Sifat nomor 11 itu, salah satu Sisat Allah, karena walau pun manusia mempunyai telingan yang
besar jika teraliri Sifat Nomor 11, sama saja hanya sebuah telinga mainan.
Singkatnya : Sifat Sama itu tadi, walau pun tidak menggunakan telinga. Geraknya TETAP
MENDENGAR, karena yang memiliki hanya Tuhan itu sendiri, manusia itu hanya sebatas mempergunakan
saja.
Dan untuk selanjutnya, Hidayat jati menerangkan demikian : Sehingga diibartkan lebih TUA Dat
manusia dibanding Sifat Tuhan ($) maknanya adalah : Sebelum ada Dzat, sifat tidak akan diketahui atau
tidak ada. Oleh akrena Dzat Tuhan itu berada pada manusia dan manusia itu dicipta Luhur, sehingga
hanya manusia sendiri yang yang ketempatan sifat 20 secra lengkap.
Sehingga keterangan yang termuat di dalam Hidayat Jati seperti yang tersebut itu, Benar, karena
Sifat ALLAH yang berada di selain manusia sama dengan Muda, karena tidak lengkap. Sifat yang berada
di dalam diri manusia itu bersifat TUA, karena lengkap 20.
12. Bashar – Maha Mengetahui.
Mengetahui, bagi manusia hidup dan juga bagi hewan-hewan sekali pun, kerjanya melebih mata,
namun itu bukan berarti , bahwa ALLAH itu untuk bisa melihat menggunakan mata manusia atau hewan.
Jika Allah melihat menggunakan mata kita, kenapa diri ini tidak mengetahui sesuatu yang belum
terjadi? Karena Tuhan itu mengetahui sesuatu yang belum terjadi dan sebagainya, Sehingga walau pun
pertanyaan tersebut salah dalam memahaminya namun benar. Karena bagi pemahaman umum, kata
mengetahui itu, tentulah mata yang melakukannya. Oleh karen yang melakukan pekerjaan kadang melihat
itulah, sehingga disebut sifat Bashar. Walau pun mata yang lebar sekali pun jika tidak teraliri sifat dari Allah
yang bernama Bashar itu, tentulah tidak bisa digunakan untuk melihat. (Buta). Sehingga Buta itu sifat
mokal dari mengetahui.
Bagaimanakah ukuran bagi Allah tentang sifat BASHAR itu? Keterangannya : Cara melihat bagi
Tuhan itu tidak perlu menggunakan penglihatan, karena Sifat Melihat memang sudah mempunyai gerak
yang demikian. Contoh : Manusia yang tidur itu matanya tidak bisa melihat apa-apa. Akan tetapi mengapa
bisa mengetahui keadaan-keadaan yang kadang belum pernah diketahuinya, yaitu ketika bermmimpi.
Sehingga Dzat yang mempunyai sifat melihat (Bashar) itu sebenarnya bergerak sendiri.
Dzat yang bisa mengetahui itu, juga ada pada setiap manusia, namun aktif dan tidaknya tergantung
dari yang menggunakannya dan geraknya tidak membutuhkan tuntunan atau pun belajar, karena banyak
orang atau anak-anak sekalipun bisa mengetahui apa-apa, yang dirinya belum pernah mengetahuinya. Hal
itu bisa terjadi bagi manusia yang derajat sempurna, sedangkan manusia biasa bisanya hanya dengan
cara tiak sengaja, yaitu bergerak menurut kehendak Yang Maha Kuasa di dalam Dzat Bashar itu,
dikarenakan juga Dzat Bashar itu salah satu bagian dari Sifat-sjfat Allah, sehingga kemudian disebut Yang
Maha Mengetahui.
13. Qalam = Berkata
Sabda Allah itu memang sesuai SIFATNYA, sifat manusia itu bisa berbicara, sifat burung bisa
berkicau, dan sebagainya, dan sifat-sifat yang tergelar ini adalah sifat baru dari Kehendak Tuhan. Atau
Sifat dari Allah itu sendiri! Contohnya : Perkataan atau Sabda Allah itu pada jalan dahulu yang
menyamapaikannya adalah Para Nabi, Wali dan juga Rasul-Rasul Allah, yang isinya pasti menuju kepada
kebenaran, seperti isi dari Al-Qur’an itu. YANG BERSABDA ITU ALLAH, YANG DIGUNAKAN BERBICARA
ITU NABI MUHAMMAD saw.
Untuk ukuran manusia, sifat moklanya adalah BISU, Sabda Tuhan itu menuju kepada kebenaran,
contohnya : Dalam pergaulan manusia itu kadang terjadi perselisihan, itu disebabkan apa? Kemudian ada
manusia yang bisa memberikan ajaran agar menjadi lurus.
Manusia yagn seperti itulah yang bisa meluruskan perselisihan dalam pergaulan, atau juga, manusia
yang seperti itu yag ketempatan hakikat dari Perkataan Allah, yang intinya memberi kebenaran, cocok
dengan :
a. Nomor 2, tentang sifat Qidam (Awal tidak ada yang mengawali).
B, Nomor 4, tentang sifat Muhalafah Lil Khawaditsi (Berbeda dengan yang baru).
Perkataan yang benar itu tidak ada yang mendahui, artinya : tidak “saling mempengaruhi” atau tidak
ada lawan katanya, Contoh : Al-Quran itu seluruh isinya tidak ada yang berlawanan. Tentang perintah yang
berada pada sifat manusisa, Wali dn Mukmin yang sudah sempurna, yang disapaikan hanya perintah Allah,
perkataan yang pasti benarnya dan juga bagi masing-masing manusia itu tidak sama. Hal yang demikian
itu, bisa di teliti ketika sedang menerima WAHYU.
Sedangkan sifat sabda Tuhan yang berbeda dengan yang baru itu terdapat apda manusia itu
sendiri, artinya Perkataan manusia itu berbeda dengan perkataan makhluk selain manusia.
Makhluk-makhluk yang ketempatan sifat Berbicara itu, bukan hanya yang berbicara itu saja, namun
semua ciptaan yang bisa bersuara, karena sebenarnya teraliri oleh sifat Qalam itu tadi.
14. Qadiran = Yang Kuasa
Kata kuasa itu, bagi ukuran manusia, apabila sudah ketempatan sifat Qudrat (Kuasa). Oleh karena
ketempatan sifat itu tadi, mannusai akan bisa mempergunakan kuasanya. Contoh : Kodrat mata itu jika
tidur akan terpejam, jika bangun maka terbuka. Namun karena manusia ketempatan kuasa memerintah
mata malupun terjaga, matanya itu bisa dipejamkan. Hal itu adalah karena kekuasaan manusia.
Kekuasan manusia kepada segala kelengkapan badannya itu sebenarnya tidak tetap (Tidak
konstan) akan tetapi berubah-ubah, karena manusia itu sebenarnya tidak bisa memaksa kodrat mata.
Walau pun bisa membuka mata ketika tidak sedang mengantuk, sebenarnya tidak kuat terus-teerusan,
rasanya pedas. Sebaliknhya, terus-terusan terpejam ketika tidak mengantuk, juga tidak kuat. Sudah
teramat jelas, bahwa oleh karena sifat Tuhan yang bernama Qadiran itu, maka manusia bisa memaksa
gerak kelengkapan dirinya, asal tidak berlawanan dengan Kekuasaannya (Kodratnya).
Penjelasan : Sifat Qadiran itu adalah gerak yang menyebabkan manusai bisa bisa memaksa
kelengkapan-kelapan dirinya, namun kelengkapan yang ada pada dirinya yang sudah tercetak (tetap,
sesuai dan konstan) itu tidak akan bisa. Sehingga yang bisa dipaksa itu adalah kelengkapan-kelengkapan
yang berfungsi oleh kodratnya. Sedangkan ketika manusia bisa memaksa itu, karena ketempelan sifat
Qadiran. Sedangkan yang lebih tinggi derajatnya yaitu sifat Qudrat, karena sifat qudrat itu adalah yang
menempati, sedangkan sifat Qadiran itu yang ketempatan.
15. Muridan, Yang Berkehendak).
Sifat ini juga berada pada manusia, artinya, setelah manusia ketempatan sifat Iradat, manusia
kemudian disebut mempunyai gerak sifat Iradat itu tadi.
Oleh karena ketempatan sifat itu, kemudian disebut Yang mempunyai. Artinya setelah ketempatan
sifat Iradat yang kerjanya (Activitetnya) Kehendak, kemudian manusia berpangkat Yang mempunyai
kehendak.
Contoh : Yang bisa menulis karena ketempata bisa menulis. Sehingga kata Menulis itu sifat dari
Yang mempunyai sedangkan kata Tulisan adalah perbuatan dari Sifat.
Bagi ukuran manusia, sifat Muridan itu terbukti dalam Rasa, kehendak atau cetusan hati, Karena
dari cetusan-cetusan itu tadi, sebenarnya manusia itu ketempatan sifat Iradat Kehendak. Sehingga
manusia bisa berkata-kata karena ketempatan sifat Kehendak (Iradat). Sifat Iradat itu kedudukannya
menjadi perbuatan dari Sifat, sebgai penyebutannya dari Yang Ketempatan (Manusia).
Keterangan di atas, sepertinya sudah membuka uraian sifat selanjutnya, yaitu sifat nomor
16,17,18,19 dan 20.
Penjelasan terakhir :
Sifat-sifat nomor 1 hingga 20 itu semua, sebenarnya hanya salah satu sifat dari Allah sendiri, dan
manusia harus berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan karena tercipta mempunyai sifat-sifat Tuhan
yang lengkap. Sedangkan sifat dari Allah sendiri, yaitu sifat 20 dan 1 Wenang atau Tuhan itu yang
mempunyai sifat wajib 20, sifat mokal 20 sifat Wenang 1.
Menurut para ahli, sifat yang berada pada manusia itu disebut INGSUN (Bahasa Sanskerta =
PURUSHA, bahas Belanda IK-HEID, bahasa Arab = Rabbi, bahasa Jawa Pangeranku bahasa indonesia =
Tuhanku, Bahasa Ingris My God).
BAB. III
BERMACAM-MACAM PEDOMAN TENTANG ADANYA ALLAH
Allah dimana pun saja tidak terpisah dengan dirimu, dan mengetahui semua perbuatanmu.
Dan Allah mengetahui keadaan isi hatimu
(Qs. XXVII, ayat 4 dan 6 / Al Hadid).
A. Sarjana di masa lalu Anaxagoras, dari Clazomene (Ynanui) seorang ahli Ilmu Pasti, diaktan kafir
karena tidak mempercayai dengan adanya Dewa-Dwa. Ilmunya disebut :Atomistik. Sarjana inilah yang
menjelaskan bahwa : ROH itu tidak ada batasnya, dan merupakan Kebulatan perbuatan dan Ketertibannya
(tata).
Selanjutnya berusaha agar ROH-roh itu menyatu dengan Hakikat Ketuhanan (Ke-Allah-an).
Keyakinanya : ROH itu yang MAHA KUASA, MAHA MENGETAHUI dan lain sebagainya.
B. Sarjana lainnya yang semasa dengan Anaxagoras yaitu ANAXIMANDER dari Milete, seorang
Filsuf di IONIA, pemikirannya hanya tertuju keapda hakekat alam raya (benda).
Keyakinannya : Asalmula benda-benda itu dari DZAT tanpa awal dan akhir, serta tidak bisa
dipikirkan. DZAT itu oleh Sarjana tersebut disebut APEIRON. Artinya Kekal.
Menurut keyakinannya, semua benda itu akan kembali kepada Apeiron. Tentang Jiwa (rOH)
diyakininya bahwa Roh-roh itu bagaikan Hawa atau Angin.
C. Sarjana Ibnu Arabi, Al-Hallaj dan Syeckh Siti Jenar, sama-sama meyakini, bahwa manusia itu
bersasal dari Hakekat Cahaya Tuhan Yang Maha Agung. Artinya : Pemelihara Dzat. Sedangkan paham ini
dalam Bahasa Arab disebut “Wahdatul Wujud, yang berkeyakinan bahwa Allah dan Ciptaan itu adalah satu,
bahasa Wirid yang sudah umum dikatakan Chaliq dan Makhluq itu menyatu. Sedangkan makna kiasnya
adalah :
Dzat Tuhan itu menguasai segala yang ujud, tidak di luar tidak di dalam, tidak bertempat tidak pada
jaman, bukan laki-laki bukan perempuan, tidak beranak, tidak berayah, namun menguasai (Lihatlah yang
termuat di dalam Al Qur’an XVII. 4, 6).
Makna yang terkadung di dalam Ayat tersebut : Kepada siapa saja yang ada di dunia tidak pilih kasih
(barang baru yang terlihat) semuanya pasti mendapatkan kelimpahannya. Hal itu sebagai penguat
pendapat kepada paham yang mengatakan bahwa Allah itu pilih kasih dan ada makhluknya yang lebih
diperhatikan.
Oleh karena banyaknya pendapat-pendapat yang bermacam-macam, sehingga ada golongan yang
meyakini bahwa untuk bisa bertemunya antara Allah dengan manusia itu, dengan jalan perjuangan dengan
laku yang bermacam-macam. Sebelum adanya Aturan Agama ada aturan yang menetapkan bisa bertemu
dengan Allah dengan cara menyembah kepada sesuatu barang sebagai sarana. Paham itu dinamakan
Animisme (Dari bahasa latin Anima (roh, nyawa) yang mengira dengan meyakini, bahwa manusia itu
mempunyai roh yang akan hidup terus setelah kematiannya. Oleh karena hidup itu hakikat dari Dzat
Tuhan, serta hakikat Dzat llah itu, menguasai sehingga cara pertemuannya dengan cara menyembah
kepada Kayu atau benda yang dibentuk untuk sarana membayangkan (Arca). Paham tersebut bisa juga
berasal dari percaya kepada adanya Dzat yang Wajib Adanya, namun tanpa keterangan. Sehingga dalam
bertindak yang demikian itu hanya karena yakin dan Cinta.
Sedangkan paham yang tidak terang namun di dalam batin bisa membayang-bayangkan bahwa
Tuhan itu ada serta berujud, yaitu Antropomorphisme. Berujud di sini bermakna gambaran-gambaran yang
berasal dari angan-angan, sehinga kemudian ada golongan yang meyakini bahwa Allah itu bisa menjelma
kepada manusia, dan manusia itu diangka sebagai Allah.
Kitab Suci Injil, Taurat pada awal kejadian L :27 kl. Menyebutkan :
1. Allah kemudian menciptkan manusia sesuai citranya dalam menciptakan yang dicontoh citranya
Allah, yang diciptakan menjadi laki-laki dan perempuan.
2. Tidak ada orang yang menghadap kepada Snag Rama, jika tidak keluar dari Aku, jika kaliam
mengerti tentang Aku pasti juga akan mengerti kepada Rama-ku.
Orang yang sudah melihat Aku, sudah melihat Sang Rama, apakah kamu tidak percaya bahwa Aku
ada di Sang Rama, dan Sang Rama ada di Aku? . Ini tercantum di Surat Id 14,19,10.
Kata Citra yang tersebut di dalam ayat tersebut di atas maksudnya adalah sinar rupa bayangan, itu
bermakna kata rupa yang dibayangkan yang di dalam bahasa Wiri disebut Hakikat. Sudah semestinya,
bahwa Manusia itu berasal dari Hakikat Tuhan.
Menurut Trilogie Kristen, Tuhan itu bersifat sang Rama, Sang Putra, dan Ruhul Kudus (Roh suci),
Sebutan RAMA kurang lebih bermakna Dzat yang wajib adanya (Allah) atau yang disembah yang paling
tinggi. Sedangkan Sang Putra, hakikatnya Cahaya Tuhan (1) atau yagn disebut Citra, yaitu yang bersifat
sebagai makhluk dan yang ketempatan sifat 20 itu. Roh Kudus itu roh suci yang menempati sifat manusia.
Oleh karena manusia itu bersifat lebih, sehingga semua manusia itu Mempunyai Ruhul Kudus.
Ruhul Kudus itu bisa disebut Ingsun atau Aku, tergantung kecerdasan Rasio akal dan pikirannya manusia
itu sendiri.
Dilama dalam Surat Id : 14,9, 10 ($) tersebut di depan, disebutkan : Orang yang sudah melihat Aku,
sudah melihat Sang Rama! Jika Aku diganti dengan Ingsun, sama dengan Hakikat (Citra) yang ketempatan
SIFAT Tuhan yang berjumlah 20 itu.
Keterangan : Manusia yang sudah mengerti dan paham itu MENGETAHUI AKU-nya, sama dengan
Mengetahui TUHAN. Sehigga bahsa kiasnya, kata mengetahui itu bukan mengathui menggunakan
penglihatan, namun mengetahui dengan pemahaman (Yakin) kepada dirinya sendiri (AKU), karena Aku itu
mengndung Hakikat Allah.
($) Di sini akan dipertegas bahwa AKU itu berada di Sang RAMA, karena sang Rama berada di
dalam AKU, di putar balik pun sama saja. Namun jika dipikir, sangat jelas bahwa Aku (Citra hakikatullah) itu
dari Tuhan juga berada (Menguasai) di dalam AKU. Jika dibalik : Tuhan berada di dalam Aku, Aku berada
di dalam Tuhan. Kata berada di sini bermakna menguasai, tidak bisa dipisah, sehingga pada intinya : SATU
(ESA) dalam bahasa Wirid disebut : Lamayalid wa lam Yulad,
Wahdatulwujud : itu berasal dari Bahasa Arab, jika dirinci menjadi :
a. Wahda berasal dari kata Wahdat, artinya SATU atau Tunggal.
b. Wujud artinya : Ada.
Sehingga Wahdatulwujud itu bermakna KEADAAN SATU (3a) yaitu : Yang menciptakan dan yang
diciptakan atau dalam bahasa Wirid Khaliq dan makhluk. Intinya kurang lebih sumpama Khaliq tidak ada,
Makhluk pun tidak akan ada. Dan sebaliknya jika Makhluk tidak ada, Khaliq pun tidak ada yang
menyebutkannya. Namun sebutan oleh makhluk-makhluk juga sesuai dengan jaman dan tempatnya.
Artinya : walau pun tidak ada manusia sperti sekarang ini, yang akan menyebutnya juga makhluknya yang
selain manusia.
Di dalam penjabatan faham Wahdatulwujud, sebenarnya banyak para Ulama yang kurang cocok
terhadap pendapat yang demikian, bisa juga membantahnya atas paham tersebut, dikiranya Keadaan
menyatu itu berarti bagiannya.
Para ahli tapa, sufi, filsuf, perguruna-perguruan ilmu batin banyak yang pendapatnya bertentangan,
yang satu meyakini bahwa Makhluk dan yang menciptakan (Khaliq dan makhluk) itu adalah dua. Artinya :
Allah dianggap bertempat sendiri (berteempat pada suatu tempat) dan makhluk-makhluk juga ada di
tempatnya. Sendiri. Didalam ilmu Jawa, menurut Serat-serat Wirid dan babad-babad, ada seorang Wali
yang juga mempunyai paham wahdatulwujud yang bernama Syekh Sitijenar (Syekh Lemahbang).
Di tanah jawa pada jaman dahulu ada 9 Wali yang hidup pada Jaman Kerajaan Demak. Para Wali
tersebut menurut Serat Bababd sangat membenci Syekh Sitijenar. Karena tidak setuju kepada pahamnya.
Sehingga Syekh Sitijenar dibunuh yang selanjutnya paham ajarannnya yang asli hingga sekarang tidak
diketahui.
Pada tahun 858 M. Di Tanah Persia aa seorang Pujangga yang bernama Al-Hallaj, yang sudah
terkenal di dunia Barat dan Timur, sesuai dengan karangan-karangannya yang sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa yagn bermacam-macam. Pahamnya meyakini kepada paham Wahdatulwujud (Tuhan Esa)
dan dia pun juga dihukum mati oleh Pemerintah pada jamannya. Karena kuatir jika paham tersebut akan
bisa membahayakan dalam pergaulan umum. Sehingga bernasib sama dengan Syekh Sitijenar di Tanah
Jawa.
Paham Eahdatul Wujud, juga dinamakan Keadaan Tunggal itu (jangan sampai terbalik – satu
keadaan)menurut paham dari Filsuf Plato, Aristoteles, Al Hallaj, Sitijenar dan juga di dalam uraian di buku
ini, mengandung pengertian bahwa manusia itu sebenarnya Yang memuat Dzat Tuhan.
Keterangannya : Seandainya manusia dan makhluk lainnya diibaratkan jambangan yang beibu-ribu
yang penuh dengan air yang jernih, dan Allah sebagai Matahari yang hanya satu, yang bertempat di Langit.
Semua jambangan tersebut akan menjai bayangan dari matahari itu. Jika diteliti di dalam jambangan
tersebut memang terlihat bayangannya seperti yagn ada di langit, padahal sesungguhnya bahwa Matahati
di langit itu hanya satu.
Seandainya matahri itu sebagai kias dari Sang Rama, bagi Agama Kristen serta Sang Putra itu
sebagai cahaya Matahari, kias bagi Roh Kudus berada di dlam jambanganyang berjajar ujud (Ada) dn
sudah pada tingkatan sempurna atau lengkap, maka akan memuat hakikat Dzat yang tidak terlihat, namun
mempunyai sifat yang bsia Mengausai..
Menguasai berarti ujud yang bisa bergerak, kasar dan halus, yang ketempatan oleh Dzat Tuhan.
Oleh karena Dzat itu lengkap sehingga Maha Kuasanya juga esuai dengan yang ketempatan (Keadaannya
masing-masing).
Ada juga paham yang meyakini bahwa Khaliq dan makhluk itu ada dua.
Penjelasannya adalah sebagai berikut : Jika Makhluk itu dilihat dari Al-Chaliq hakikat penglihatans
ama dengan keadaa tunggal itu tadi. Jika berpangkal dari makhluk : Hakikatnya akan menjadi dua, yaitu :
1. Makhluk 2. Tuhan.
Salah dan benarnya paham yang demikian akan diurai dalam uraian selanjutnya (6a). Di bawah, ada
Nyanyian Jawa dinukil dari “Suluk Sujinah” sebagai perbandingan untuk uraian selanjutnya :
Pucung : (1) Ingkang Iku // Yayi ing pitutur ingsun // Suksma ingkang nyata // Iya sariranta pasti //
raga sukma darat aranira.
Artinya : Olah karena itu (dengarkanlah) // Adikku atas nasihatku // tentang Suksma yang
sebenarnya // Itulah dirimu, percayalah /// Raga dan sukma darat itulah sebutannya.
(2) Duh ri ningsung // Panggalih yen wus katemu // Ilang kalekira // Makhluk sirna adadi // Ingaranan
yayi sira Bathara.
Artinya : Wahai adindaku // Jika pemahaman sudah ditemukan // Hilanglah hakikat dirimu // hilanglah
makhluk dan berubah // dengan disebut sebagai Dewa.
(3) Wenang liru // Diri marang Maha Luhur // Punika sampurna // Ingaran manungsa jati // Sang
Retna yu asanget panuwunira.
Artinya : Berhak berganti // Diri menjadi Yang Maha Luhur // Itulah yang disebut sempurna // Disebut
sebagai manusia sejati // Sang Dewi yang antik sangat berterima kasih.
Gambuh : (4) Layuitu bindabun // Ing tegese datan ana iku // Papadane dosane kang wruh ing
yekti // Tegese ing dosa agung // lamun samar sakehing enggon.
Artinya : Layuitu bindadbun /// yang artinya tidak ada // ukuran besarnya dosa bagi yang sudah
paham yang sebenarnya // artinya makna dari dosa besar // jika masih belum memahami segala tempat.
(5) Yayi sira den wruh // tegese paesan wahyeku // lan paesan jatmika tegese yayi // jasat paesan
wahyeku // Paesan jatmika eroh.
Artinya : Wahai adidnaku kau harus mengetahui // maksud dari hiasan wajah // dan hiasan jiwa
beserta maknanya // Jasad itu itulah hiasan wajah // hiasan jiwa itulah ruh.
(6) Jika marengi kadulu // iya akadyo sapocapanipun // Kaca loro siji kang aningali // Anggane
bareng kadulu // Nugraha ingkang angilo.
Artinya : Jika didperkenankan bisa melihatnya // bagaikan dalam satu kata // dua cermin satu yang
melihat // Jika bisa melihat raga dengan cara seperti itu // itu anugerah besar bagi yang bercermin.
(7) Pan anane Hyang Agung // Nyata anane Rasulolahu / Rasulolah ayatane sira punika / Pan Allah
kalawan Rasul // Tan pisah tunggal saenggon.
Artinya : Sedangkan adanya Tuhan Yang Maha Agung // dan Adanya Rasulullah // Rasulullah itu ujud
dirimu // Dan Allah beserta Rasaul-Nya // tidak terpisah namun menyatu dalam tempat.
Dandanggula : (8) Waspadakna anane Yang Widdhi // panunggale rasa-rasanira // saobah
saosiske // eneng lan eningipun // yen wus eneng ananing yekti // yektine datan liya // mungguhing Hyang
Agung // Pamore ing karsanira // ambawani solah tingkahira iki .. kalimpud limpuding tyas.
Artinya : Perhatikanlah tentang Tuhan // sesungguh bukan yang lain // Tentang Tuhan Yang Maha
Agung // Keberadaannya ada di rasa dirimu // yang menguasai segala tingkah laku mu // Tertutup oleh
kekotoran hati.
(9) Dununge ana kang nganani // tangi turu lungguh lumampah // iku ta nugraha lire // sorotnya pada
murub // urube pada madangi // kang padang iku nyata // anglimputi sajroning rupa kang awas // iyeku
mangka ibarat kang yekti // isbate aneng sira.
Artinya : Adanya ada yang mengadakan // Terjaga tidur duduk dan berjalan // itulah ujud dari
anugerah-Nya // sinar nya bercahaya // cahayanya menerangi // yang terang itu lah yang nyata // di dalam
keseluruhan rupa bagi yang mau memperhatikan // Itulah ibarat yang sebenarnya // Adanya ada pada
dirimu.
(10) Ingkang Eyang angandika aris // ingsun tuduh ing patakyanira // Pangeran iku nyatane wus ana
ing sireku // aja mamang deya angencebi // nanging samono uga // nganggo kudu-kudu // nasabi
tamengsubira // pan kawula kudu angilingi // papaning sesimpenan.
Artinya : Sang Kakek tenang berkata // Aku memberi petunjuk kepada mu // Tuhan itu sebenarnya
sudah ada di dirimu // Jangan ragu dalam meyakininya // namun walau pun demikian // pakailah akal
pikiran dan perenungan // pahami hinga paham yang sebenarnya // dan hamba haruslah ingat // tempat
yang rahasia.
(11) Ingkang wayah alon turireki // kadospundi sabdaning Jeng Eyang // teka amindo ing gawe //
ngengkoki nyatanipun // palajenge mboten ngakeni // dene mawi warana // kang Eyang nabda rum // wus
mangkono patrapira // kudu nganggo empan papan // angarani ghaib bangsa punika.
Artinya : Sang cucu pelan berkata // Apakah maksud dari penjelasan Kakek // mengapa dua kali
kerja // Mengkaui kenyataannya // yang akhirnya dibantah sendiri // dan mengapa menggunakan ibarat //
Sang Kakek pelan berkata // Harus demikian cara penyampaiannya // Harus melihat tepat dan keadaan //
Untuk menjelaskan tentang Yang Gaib itu.
ooOOoo
Qur’an XXVII ayat 43, 44 (Surat An-Najm) :
“Sesungguhnya hanya Dia yang menyebabkan tertawa dan menangiskan, serta Dia yang
mematikan dan yang menghidupkan”.
Jika yang menyebabkan tertawa dan menangis itu Allah, itu maksudnya oleh karena manusia telah
ketempatan kodrat / iradat dan juga sifat 20 itu, tentulah yang menempati itu yang kadang mengajak
menangis dan tertawa.
Sehingga pendapat yang sesuai dengan Ayat Suci serta petikan Nyanyian di atas, sebenarnya
Tuhan atau Dzat dari Tuhan itu menguasai diri ini (Wahdadtulwujud).
Sehingga disebut menyatu, karena :
1. Dzat yang tidak ada, tidak kelihatan Layukayafu nukad gaib, samar-samar atau tidak ada manusia
yang bsia melihatnya, bisa berkuasa dan menguasai. Bisa membuat menangis, menidurkan, mematikan,
membangunkan dan sebagainya.
2. Keterangan nomor 1 tersebut, tidak akan membingungkan lagi karena dari Hakikatnya dzat yagn
20 itu. Namun umat manusia tidak mempunyai hak untuk menyebut sama dengan Tuhan, karena walau
pun ketempatan Dzat-Nya, yang sebenarnya bahwa manusia itu tidak ketempatan Hak.
Dan dikarenakan oleh hal tersebut di atas, kemudian ada pendapat bahwa Allah dan Makhluk itu
dua, atau ada pendapat yang lain lagi yaitu bahwa Allah dan Makhluk itu adalah menyatu (Esa).
Yang meyakini menyatu (Wahdatulwujud) itu muncul karena keyakinan kepada adanya Hakikat yang
bekuasa seperti manusia namun hanya menurut saja.
Dzat-Nya sama, perbuatannya sama, hakikatnya sama, oleh karena semuanya sama itu, sehingga
yang berkuasa dengan yang dikuasai kemudian dianggap satu atau menyatu dalam satu Dzat, contohnya
sebagai berikut :
Tanah itu bisa berubah jenis menjadi apa saja, Dzat dari tanah tersebut juga sama
perbuatannyadengan tanahnya, namun tanah itu kesulitan ketika akan menyebutkan dirinya sendiri,
bagaikan pertanyaan yang menanyakan “Berasal dari Apa asal-usulku?
Seperti itulah penjabaran paham Wahdatulwujud, asal dari Dzat dan satu Dzat itu yang merubah
bentuk menjadi apa saja (8).
ooOOoo
Uraian Wirid tentang Sifat 20 itu, memang sangat sulit, karena yang dijabarkan itu tentang ALLAH
(Ketuhanan), sehingga sudah semestinya bahwa para Leluhur di jaman dahulu menganggap sangat amat
berbahaya karena menyadari bila sampai salah dalam pemahamannya akan bisa membahayakan bagi
hidupnya sendiri dan kehidupan masyarakat umum.
Almarhum Mahatma Ghandi (dari India) sangat memuji kepada pribadi Nabi Muhammad saw. Hal
demikian bisa karena sama keyakinannya yaitu bertuhan kepada Allah Yang Satu. Padalah jika dilihat dari
Keyakinan Mahatma Gandhi itu adalah seorang Pujangga Buddha, sedangkan Nabi Muhammad saw. itu
adalah Penyebar Agama Islam. Hal itu jika dipikir bisa juga Pemahaman Ghandi kepada Tuhan yang Satu,
namun beda nama sedangkan keyakinannya sama.
Pujangga Islam yang bernama Syekh M. Abduh, pernah berdialog dengan Pujangga Kristen yang
bernama Graaf Leo Tolstoy. Dialog tersebut tidak berbeda dengan penilaian Mahatma Ghandi kepada Nabi
Muhammad saw. serta menurut buku-buku karya Moch. Abduh dan Tolstoy itu sama-sama menggunakan
dasar Agamanya masing-masing. Dengan adanya dialog tersebut karena kesamaan keyakinan dan
pedoman yaitu keyakinan kepada yang bernama Monotheisme, artinya meyakini bahwa Tuhan itu Hanya
Satu, Utuh, Yang satu, wahdatulwujud, Esa.
Atas dasar contoh-contoh tersebut, sehingga semakin jelaslah bahwa Kitab-Kitab Tuhan itu walau
pun berbeda-beda namanya namun inti ajarannya sama, yaitu : Menjelaskan bahwa “Allah” itu Satu
(Monotheisme).
Perbedaan penjelasan yang bsia ditemukan di dalam Kitab-kitab tersebut :
a. Agama Islam : Tuhan yang bersifat 20.
b. Agama Kristen : Tuhan itu Trimurti.
c. Agama Buddha : Tuhan itu Trimurti.
Semua itu hanya sebagai pedoman, artinya untuk menjelasakan sebagai jalan untuk memberikan
pemahaman.
Sedangkan menjadi pendapat yang berbeda-beda itu, bisa karena dari para penganut-penganutnya
yang sudah berutun temurun. Tuhan mengutus para Nabi-nabi itu, walaupun meyakini bahwa Allah itu Satu
dan Esa, namun sampai sekarang masih ada perbedaan pendapat tentang pendapat-pendapat tentang
Allah. Terjadi demikian karena :
I. Ajaran Nabi Musa sebagai contohnya : Jumlah ajarannya semua ada 10 bagian, dan pada jaman
itu masyarakat itu belum seperti sekarang ini dalam kemajuan berfikirnya. Hingga diturunkan kepada
keturunannya tetap meyakini kepada ajaran Nabi Musa yang sedemikiian itu, dan hingga sekarang
“Menolak” kepada paham yang lainnya karena dalam batinnya sangat meyakini bahwa : Ajaran Nabi Musa
itu adalah yang paling benar.
II. Ajaran Nabi Isa as. Itu juga menjadi ukuran kemajuan cara berfikir masyarakat pada jaman itu,
sampai kepada anak keturunannya hingga sekarang, masih tetap diyakini.
III. Ajaran Nabi Muhammad saw. itu pun demikian juga, dan justru membenarkan atas ajaran-ajran
para Nabi yang lebih awal, walau pun berbeda-beda tempat an kemajuan berpikirnya, ajaran-ajaran
tersebut tetap mengajarkan bahwa Allah itu SATU dan Esa.
Mengingat penjelasan yang 3 tersebut di atas, bisa di analisa bahwa dalam menurukan Kitab-Kitab
yang melalui para Nabi itu, Tuhan mengukur keadaan masyarakat pada jaman masing-masing.
Sedangkan Al-Qur’an itu, adalah Kitab Allah yang paling terakhir, sehingga isinya sangat lengkap,
tentang Politik, Ekonomi, pergaulan, pernikahan, hukum perang dan sebagainya. Sedangkan yang
erpenting “Qur’an” itu MELENGKAPI sifat ALLAH.
Sekarang ada pertanyaan demikian : Jika memang benar bahwa semua Agama itu atas kehendak
Allah, mengapa hingga sekarang tidak ada penyatuan Agama? Jawaban atas pertanyaan tersebut, Benar
atai Tidaknya tercantum di dalam Al-Qur’an XVII : 67 surat Al-Haji, yang maknanya sebagai berikut :
“Bagi tiap bangsa aku membuat Agama-nya. Mereka saling mengamalkan perintah Agamanya.
Jangan kalian bertengkar atas egala urusan, dan pujilah Tuhan-mu. Sesungguhnya kamu akan bertempat
di jalan yang lurus (benar).
Penjelasan Ayat tersebut, sebagai berikut : Agama aatau Aturan yang dikehendaki oleh Tuhan itu,
apda intinya adalah benar. Artinya, Agam itu hanya memerintahkan untuk diikuti. Walau pun lebih tua atau
lebih tebal Kitab-nya semua isi perintah-perintah tersebut yang penganutnya manausia pada jaman 10.000
tahun yang lalu dan ternyata TATAP kebenarnnya. Sedangkan yang membenarkan adalah manusia yang
sudah memiliki cara berpikir maju. Di dalam hatinya pasti mengatakan : BENAR, terhasap keyakinan
manusia di masa lalu. Oleh karena hal itu BENAR, walau pun di teliti di jaaman sekarng sekali pun, masih
Teteap kebenarannya, dan yang membenarkan itu adalah manusia di jaman sekarang ini. Sehingga Tuhan
memberikan petunjuk dengan menegaskan : Semua urusan Agama itu jangan dibuat sebagai Perselisihan
yang besar, sebab yang terpenting bahwa Agama-agama iut (Agama apa pun juga) Perintahnya hanya
satu yaitu : SEMBAHLAH TUHANMU WAHAI MANUSIA .......................... ALLAH ITU ADA. Jika diteliti,
bahwa Agama Buddha, Kristen, Islam, Mazusie, Shinta, Hindu, Tao, dan lain sebagainya, itu sama
bagaikan sungai , ada yang alirannya besar, deras dan keras, ada yang panjang dan berliku dan mengalir
dengan pelan; dan kesemeuanya itu menuju yang satu yaitu : SAMUDRA. Kemudian ada pertanyaan :
Apakah agama-agama tersebut tidak bisa BERSATU, dalam satu tata caranya (8a)?
Yang mempunyai inisiatif untuk menyatukan Agama-Agama itu adalah seorang Sarjana Sufi dari
Persia yang sangat terkenal yaitu Al-Hallaj (Lihat Bab II.c). Sebelum Sarjana tersebut meninggal dunia,
beliau mempunyai satu Cita-Cita, yaitu : “Aturan Allah, dengan Allah” Jikacita-cita ini terlaksana, tentunya
akan membuat Rukun berbagai bangsa.
ooOOoo
Bab II.a itu adalah pendapat dari seorang sarjana Anaxagoras tentang hakikat Roh. Hal itu jika
ditelaah dalah menyimpang dengan cita-cita sarjana itu, karena disebut Roh dalah Hakekat dari Allah
sendiri, artinya : Baik yang berujud benda atau hawa, atau ujud yang lainnya, sampai dengan sekarang
belum ada seorang pun yang bisa menyatakannya. Sedangkan jika ada orang yang bercerita bisa melihat
Roh, sebenarnya hanya akan menyesatkan saja, karena Allah memerintahkan sebagai berikut (Qs. XV 84
Surat Isra’) : Katakanlah, Roh itu urusan Tuhan, yang kamu ketahui hanyalah sedikit.”
Kata sedikit itu bukan bermkna “ujudnya” namun hanya sedikit mengerti. Buktinya : Manusia bisa
mengertu bahwa Hidup itu berasal dari Hidup, itulah yang bisa hidup itu?
Walau pun di jaman ini, pikiran manusia sudah maju, namun mengenai ha; “Yang satu” ini, belum
ada Nabi Wali, Mukmin, Sarjana, Profesor, Dokter dan lain sebagainya, yagn sudah berhasil bisa
‘Memegang Roh”, walau pun hanya roh dari semut. Itulah yang disebut Kegaiban Allah.
Di dunia moderen ini, oleh karena kebingungan tentang Allah (5) *6) (7), kemudian ada paham
Atheisme, maksudnya adalah Membantah adanya Tuhan.
Menurut paham tersebut, Allah itu tidak ada, keyakinan tentang Allah itu hanya ciptaan manusisa :
Anggapannya : Tentang ke-Tuhanan itu tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk mencari hukum sebab
akibat. Francis Bacon, menjelaskan bahwa pada jaman Puncak Ilmu, jaman ketenteraman dan jaman
kemakmuran, semakin banyak orang yang tidak percaya kepada Allah. Akan tetapi mengapa, ketika
melarat, tersia-siakan, kelaparan, hingga banyak yang kena penyakit kelaparan ................... kemudian
manusia berusaha mencari pegangan, percaya kepada Allah?
Baco Van Feruame, mengatakan demikian : Sebenarnya, orang-orang atheis itu adalah orang-orang
yang berhati palsu, tidak jujur (9.a).”
Sebagai penutup uraian tentang keyakinan yang bermacam-macam tentang Ketuhanan ini, di sini
perlu ditambahkan uraoan-uraian tentang keyakinan dan ajaran dari Sang Sidharta, yaitu Sri Bhuddha
Gautama, sebagai berikut : Menurut kisah babad, Ke-Bhuddha-an itu bukan Agama, namun sebuah
pendapat yang dikeluarkan yang kemudian disebut Agama. Namun yang sebenarnya Ka-Bhuddha-an itu
adalah AGAMA dari Tuhan, kaerna yang menyebarkan seorang ahli tapa, dan perintah-perintah dari Tuhan
digelar melebihi sang Tapa Sri Bhuddha Gautama tersebut. Di manakah perbedaannya dengan : Nabi
Muhammad saw. menyepi di Gua Hira di tanah Arab. Sang Sidharta Gautama menyepi di bawah Pohon
Bodhi dan kedua-duanya sama-sama mendapatkan Kitab.
Inti Ajaran Bhuddha yang pokok adalah : MELEPASKAN DIRI DARI IKATAN SAMSARA, DENGAN
menggunakan kekuatan badannya sendiri (1b), dan bila Maha Bhuddha yang kadang memberi hidayah
taufik atau berkah yang maksudnya juga “Pusat Azas Abadi” atau Pusat dari segala yang ada (Tergelar).
Ajaran tersebut ternyata menjadi KEBUTUHAN bagi manusia, karena mengakui bahwa SAMSARA
itu adalah Pusat Nafsu (3b).
Nafsu itu harus disingkirkan, dengan jalan harus menjalankan konsentrasi, Meditasi, yang disebut
DHIYANA atau SAMADHI (4b), karena menurut keyakinannya : Menuju kepada Budi dan Keyakinan hidup
itu, harus bersamaan dengan melalui Tata Tertib KESUSILAAN. Setelah bisa mengekang hawa nafsu, baru
bisa menerima Ajaran, jika Budi (kesadaran diri) pribadi itu : Tidak ada.
Sehingga hidupnya bejalan sendiri, sendirian (individualiteit) itu SALAH, yang sebenarnya adalah
Merasa HIDUP menyatu, Berdiri tidak sendi-sendiri (Universalisme) (Bandingkan dengan AF”AL dari Dzat
Tuhan).
Selanjutnya, bila sudah bisa menyatu dengan Dzat dari ASA ABADI, sudah tidak terikat dengan
KARMA (akibat dari kelakuan-kelakuan yang tidak berubah; karena dari perbuatannya sendiri (5b), yang
menyebabkan adanya Samsara (penderitaan). Sedangkan tujuan yang sebenarnya adalah menuju ke
NIRWANA (Kahayangan, keadaan yang tidak terbayangkan).
Bhuddhisme (Ajaran Buddha) itu tidak mengakui adanya suksma atau Roh (Jiwa) Pribadi, manusi itu
hanya merupakan perkumpulan dari Anasir-anasir, yang selalu bergerak, berubah-ubah, tidak kekal,
karena dari Karmanya sendiri, serta dari Karma orang lain.
Susunan kalimatnya, kurang lebih sebagai berikut :
1. Aku merasuk keapda ajaran Bhuddha.
2. Saya menjalankan Dharma.
3. Aku menjalankan Sangha.
Artinya :
a. Darma itu Undang-Undang Tarekat di dalam Ajaran Bhuddha.
b. Jalan untuk menempuh pembebasan dengan cara Samadhi, dengan bekal : Bicara benar, Cita-
cita yang lurus, Tindakan lurus, Hidup sederhana dan lurus dan sebagainya, Intinya BERKELAKUAN BAIK,
benar dan Suci.
ooOOoo
Keyakinan Hindu (Hinduisme) yang disebut TRIMURTI atau ujud seutuhnya dari Sifat Allah itu, jika
demikian : 1. BRAHMA : Sebuah daya (Sifat) yang bisa membuat yang tergelar di sebut MAKHLUK
(Wewenag), 2. WHISNU : Sifat Tuhan sifat Penggerak (Qyamu binafsihi), segala yang gtergelar. 3.
SHYIWA : Sifat yang bsia memusnahkan, menghilangkan merusak semua yang tergelar. Itu jika dihayati
dengan sifat Tuhan yaitu IRADAT dan KODRAT, sudah ada pada diri manusia, bisa ditemukan dalam
keadaan 1. LAHIR HIDUP. 2. HIDUP BERMASYARAKAT, 3. KEMATIANNYA, sehingga TRIMURTI,
tersebut di atas, adalah sebagai tanda bukti, bahwa kekuasaan Dzat yang Wajib Adanya itu diterapkan
pada ukuran Manusia, hewan, tumbuhan, baksil, jim dan sebaginya, itu tidak kekal dan selalu mengalami
perubahan. Akan tetapi Dzat yang menguasainya adalah tetap KEKAL (Agar lebih jelas lihatlah sifat Nomor
3, Baqa).
Ajaran Bhuddha, tentang “Menyatu” kepada asas Abadi (Allah) itu, jika dococokkan dengan Ajarana
Agama Islam sangat sesuai tidak bertolak belakang dan tidak kurang. Yang demikian : Dalam Bahasa Arab
ada kata-kata TAUKHID (Ketuhanan, Theologi), yang artinya : Ilmu Ketuhanan, Ke-Allah-an,
penjabarannya, sebagai berikut :
Kata Taukhid itu kata Kerja, yang berasal dari kata bilangan “Wahid” (Satu), kemudian menjadi At-
Taukhid, maksudnya : Ilmu tentang Tauhid. Yang maksudnya menyatukan, menyatu, menjadi satu.
Akan tetapi menurut tata bahasa bisa bermakna dua, yang sama benarnya :
a. Menurut Ilmu Syari’at, kata menyatukan (menyatu) maknanya : Meyakini bukan dua, hanya satu.
Sedangkan At-Taukhid : Ilmu yang meyakini dan juga ajaran tentang Ketuhanan, Ilmu tentang menafsiri
Sifat-sifat Allah yang menyatu dan lengkap.
b. Menurut Bahasa Wirid, kata Menyatu itu, Menyatu pada yang Satu (Universalisme, Bhuddha),
menghilangkan rasa aku mengaku lebih dari satu (merasa sendirian itu harus hilang). Sehingga At-Takhid
artinya menjadi : Ilmu untuk menyatu, Menyatu kepada Dzat yang Wajib Adanya (Allah), Atau sebuah Ilmu
yang menerangkan tentang CARA-CARA untuk Menyatu, yaitu tata cara menghilangkan rasa Aku SENDIRI
(Individualisme) agar menjadi Rasa AKU MENYATU (Universal Bhuddha).
Sedangkan yang terpenting itu, ilmu yang menguraikan “Cara dan saran-saran” mensuikan Dzat
Yang Maha Agung, dengan jalan bukti nyata (Menjalanakan, melakukan) Yang untuk membuktikannya
adalah RASA “Menyatu” atau menjadi satu antara Hamba dan Tuhan (Khaliq dan Makhluq). Yang bukan
hanya dalam pengertian saja (Olah Pikir), namun haru membuktikan dengan perjuangan, umpamanya
sebagai berikut : Saya benar-benar yakin tentang TUHAN, yang tidak pernah terpisah dengan manusia”
Harus dibuktikan dengan cara BERJUANG atau Menjalankan Ilmu-Nya. Di Dunia Jawa dan Hindu
perjuangan seperti adalah hal lumrah dan hal biasa. Dengan cara ; Berguru dan sebagainya, yang intinya
mejalankan langkah Yogha. Dhyana, Samadhi, Tafakkur Meditasi, dan juga konsentrasi (6b). Pedomannya
dalah menuju kepada Tuhan, karena Tuhan itu yang disebut YANG TIDAK TERBAYANGKAN, sehingga
untuk membuktikannya adalah denggan menggunakan CARA, atau di akal, seperti apakah Bukti nyatanya
dari Dzat Yang tidak Terbayangkan itu tadi. Hal yang demikian disebut ilmu pemahaman (THARIKAT), itu
pun masih harus :
$ Berguru terlebih dahulu, diwejang (Bhaiat), membaca buku-buku tentang Ilmu Hakikat dan
sebagainya, dengan maksud pemahaman yang masih menggunakan Pikiran dan Akal, yang pengaruhnya
disebut sebagai Ahli Kitab, Sehingga hali Kitab itu juga disebut Tarikat, walau pun pandai yang bagaimana
pun masih termasuk golongan “BISA BICARA SAJA’ atau hanya tebal ilmunya, karena jika disuruh
membuktikan maka tidak akan bisa. Namun Tarekat itu haru dijalani sendiri sebelum sampai kepaa
Ma;rifat. Karena tingkatan Tarekat itu salah satu cara untuk mempunyai banyak Ilmu, mencari ketajaman
akal/pikir serta batin, gunanya adalah ketika sudah sampai ke tingkat Ma’rifat, maka tidak bisa TERTIPU.
Hidup yang selalu bergerak ini sebenarnya masih dikuasi oleh gerak pikiran, pendengaran,
penciuman, masih dikendalikan oleh kekuatan RAGA, Sedangkan dalam bahasa WIRID, rasa menyatu,
menjadi satu itu tidak akan mempergunakan alat/kelengkapan-kelengkapan Raga yang ada ini, namun
harus bisa menghilangkan atau tidak mempergunakan alat raga tersebut, dari gerak dan pengarhnya.
Karena untuk bisa mengetahui yang Tidak Bisa Terbayangkan sebenarnya TIDAK mempergunakan alat.
Jika nantinya sudahn bisa mengendalikan atau menghilangkan RASA AKU SENDIRI-SENDIRI
sehingga menjadi AKU DALAM PENYATUAN (menyatu) sebenarnya baru masuk pada PINTU awalnya
saja, yang harus dilalui itu masih sangat teramat sangat jauhnya, karena masih mempergunakan rasa
SENDIRI atau RASA AKU DALAM PENYATUAN itu tadi, dan masih biasa TERASA (merasa). Puncak dari
yang bisa diusahakan itu harus meleweti dan melebihi TINGKATAN MA”RIFAT.
BAB. IV
DALIL, KHAIDTS, IJMAK, KIYAS
Pada umumnya di setiap desa, kota dan negara, pencari ilmu, walau pun berbeda Agamanya, yang
dituju pertama kali adalah tentang MATI YANG SEMPURNA. Maksudnya, barangkali sangat menghendaki
untuk bisa merasakan mati, merakan bagaimanakah rasanya mati itu. Di dalam bahasa Wirid, hidup yang
bsia menyebutkan “ HIDUP HANYA SEKALI” itu sebenarnya “Bekalnya hanyalah Ilmu” dan ilmu tentang
Allah itu disebut ILMU YANG NYATA (nyata, tidak menipu, bisa dibuktikan).
Sedangkan di dalam Bahsa Arab disebut Ilmu Haq, yang artinya Ilmu Yang Nyata, menjadi kata yang
biasa dikatakan sebagai “YANG NYATA” (Kasunyatan). Di Pedesaan masing-masing sisiwa di dalam
perguruan disebut demikian, terikat dengan janji (sumpah kepada guru). Bisa juga sumpah itu sama
dengan Untuk menakuti, contohnya : Jika kamu langgar, maka perutmu akan meledak.
Hal itu bagi orang-orang yang sama sekali belum sampai ke tingkat Tariqat, baik buruknya terdapat
dalam tindakannya. Walau pun pintar atau bodoh, namun karena sedang sebagai murid jika dalam
menjalankannya terdorong rasa takut, maka masyarakat menjadi tenteram. Murid yang berasal dari
perguruan dengan murid yang berasal dari sekolah biasanya tidak ada saling kecocokan, dan sering
berselisih tentang keyakinan (ilmu yang diyakini), yang menyebabkan terjadinya perpecahan, perselisihan
berebut kebenaran tentang masalah ilmu yang belum tentu kebenarannya.
Uraian di atas itu untuk membentengi, jangan sampai permasalahn tentang BATIN di desa menjadi
“berlarut-larut”, padahal sebagian besar karena tertutup oleh FANATIK, artinya : Hanya meyakini dan
sangat percaya dan patuh kepada gurunya, yang sebenarnya bisa menjadi melenceng dari tujuan
semeula, yaitu menuhankan selain Tuhan yang sebenarnya! Sehingga sebaiknya harus hanya patuh
kepada Tuhan serta bermohon agar mendapat anugerah untuk bisa memahami Al-Qur’an (memahami
perintah Tuhan), sesuai yang tercantum di dalam QS. XV;72 :
“Waman kanafihadzihi a’ma fahuwa fi’l akhirati a’ma wa adlallu sabilan.” (Siapa saja yang buta di
dunia ini, di akherat juga akan buta tdiak mengetahui jalan).
Tentang petunjuk tersebut kemudian muncul pertanyaan sebagai berikut : APAKAH sudah benar
ajaran dari guru tersebut? (lihatlah ayat Isra’ 15 di depan), Dan siapakah yang bertanggung jawab di dunia
dan di akhirat jika ilmunya itu salah?
Untuk bisa terbukanya ahati itu juga dengan jalan bermsayarakat, bertanya-tanya , namun
sebenarnya yang terpenting yaitu akal/pikiran harus digunakan. Sija sering digunakan, nantinya uraian di
buku ini dan seterusnya, akan bisa menjadi tertular salah satu dari Sifat Allah sendiri. Bekalnya adalah
menjalankan dengan hati yang suci yang juga akan dijelaskan dengan penuh keterbukaan.
Sekarang mengenai tentang berguru ilmu. Yang penting itu memang soal siapa yang akan dijadikan
GURU itu haru teliti dalam memilihnya, karena banyak orang yang mengaku-aku, seperti yang diingatlan
dalam Serat Wulangreh, sebagai berikut Nyanyain Jawa Dhandhanggula : Lamun sira amaguru ngelimi (1)
Amiliha sujanma kang nyata (2) Ingkang becik martabate (3) sarta kang wruh ing hukum (4) Kang ngibadah
lan kang wirangi (5) sukur oleh wong tapa (6) ingkang wus amungkul (7) Tan melik pawehing liyan (8) Iku
pantes sira guranana kaki (9) Saratane kawruhana.
Artinya : Jika engkau berguru wahai anakku (1) Pilihlah manusia yang Nyata (2) yang baik
derajatnya (3) serta yang paham hukum (4) Yang beribadah dan War’i (sudah meninggalkan urusan
keduniawian) (5) sangat beruntuk jika menemukan pertapa (6) yang sudah terpisah dengan urusan dunia
(7) Tidak menginginkan pemberian orang lain (8) Itu pantas kau jadikan guru wahai anakku (9) Syarat-
syaratnya harus kau ketahui.
Nasihat yang termuat di dalam Serat Wulangreh tersebut, maksudnya, sebagai berikut :
1. SUJANMA KANG NYATA : Itu artinya : Manusia yang nyata itu bukan golongan orang yang kurang
sospan, tidak punya papan tempat tinggal, suka memamerkan ilmu, suka bohong, pada intinya yang
pantas dijadikan guru itu yang bisa dipegang kata-katanya.
2. INGKANAG BECIK MARTABATE : Artinya : Yang baik derajatnya, yaitu yang baik budi pekertinya.
3. KANG WRUH ING HUKUM : Aartinya yangmengetahui Hukum itu, manusia yang benar-benar
paham tentang hukum Agama serta hukum-hukum yang lainnya, yaitu manusia yang ahli dalam aturan
bermasyarakat dan bernegara.
4. KANG NGIBADAH LAN KANG QIRANGI : Artinya : yaitu manusia yang benar-benar menjalankan
aturan Agamanya, baik Islam, Kristen, Hindu, Bhuddha, dan sebagainya, Sedangkn Wirangi maknanya
suci sudah meninggalkan urusan dunia dan suka berprihatin.
5. WONG TAPA : Aartinya : manusia yang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya.
6. KANG WUS AMUNGKUL : Artinya : Yang benar-benar sudah terlepas dari urusan dunia.
7. TAN MELIK PAWEHING LIYAN : Artinya : Orang yang sudah tidak mengharapkan pemberian
orang lain, baik harta benda atau pun pujian, sanjungan dan penghormatan.
8. PANTAS GURONONO KAKI : Artinya : Itu yang pantas dijadikan guru.
9. SARTANE KAWRUHANA : Artinya : Itu sebuah pesan bagi murid, harus tebal bekalnya. Walau
pun tidak pandai, namun mengerti Olah rasa, karena sebagai murid itu harus merasa malu jika tidak
memberi. Sekedar conotoh : Oleh karena Guru tidak pernah meminta, maka berdiam diri. Itu salah, jika
manusia yang bisa menempatkan rasa, pasti malu jika tidak memberi sekedarnya kepada guru. Atau yang
lain itu syarat sebagai murid harus dipahami terlebih dahulu.
Manusia itu sering salah dalam menilai rupa. Ketika menilai Guru yang masih muda dan dari
keturunan orang biasa. Manusia yang sudah dibuka mata hatinya itu tidak perduli muda atau tua. Banyak
juga manusia yang sudah tua namun hampa, maksudnya : “Kosong”. Namun di naman sekarang banyak
kalangan muda yang mendirikan Perguruan. Penjelasannya : Tuhan ketika membuka mata hati manusia itu
menurut yang dikehendaki-Nya, seperti yang termuat di dalam Al-Qur’an : XII. 22 Surat Yusuf : “Setelah
Yusuf dewasa (30 tahun), Mendapat anugerah Hikmat dan Ilmu, seperti itu balasan-Ku kepada manusia
yang patuh.”
Kata dewasa (Akhir Baligh), menurut aturan-aturan, adalah bagi siapa saja yang sudah dewasa.
Hatinya pun juga dewasa. Buktinya, sebagai berikut : Sang Sidharta, adalah seorang Pangeran, kaya dan
pandai, Putra Raja di kaki Gunung Himalaya (Kapilavastu). Raja Shudadhana. Ketika lahirnya ditinggal
oleh Ibunya. Ketika mencaai usia 29 tahun kemudian bertapa brata memohon kepada Yang Maha Benar.
Setelah hatinya terbuka, kemudian menjadi Buddha, serta ajarannya hingga sekarang masih sangat tinggi
dan BENAR.
Dan juga, tentang Kenabian Yesus, putra Maryam, siapa pun akan heran, ada bayi yang berumur 3
hari sudah bisa berbicara, dan sebagai Nabi Utusan Tuhan. Ingat!!! Baru berumur tiga hari, belum 30
tahun, sehingga masih dibawah umur yang masih muda.
Yang terakahir Nabi Muhammad saw. Beliau adalah seorang anak penggembala kambing, yang ikut
kepada Pamannya, Ketina Nabi berumur 30 tahun, karena terdorong oleh keinginannya sendiri kemudian
menyepi bertapa di Gua Hira, mengendelakikan segala keinginannya ...... mencari Dzat yang sebenarnya
(Allah), kemudian menjadi Nabi, hingga menjadi panutan bagi penganut Agama Islam. Nyataah, bahwa
Tuhan ketika membuka hati para ahli olah Rasa dan Jiwa ketika masih berumur Muda.
Setelah bisa memilah-milah “yang baik dan yang buruk” terhadap seorang Guru, juga harus diteliti
lagi, Ilmunya, menggunakan dasar dalil atau tidak. Maksud dari Dalil adalah : Pedoman, jika tanpa dalil
kadang mengajarkan Klenik, ilmu yang di akal agar menjadi cocok (otak-atik gathuk), itu yang harus
dihindari.
Sedangkan syarat menjadi Guru Ilmu Hakikat, itu selain yang tersebut di atas, juga harus
berlandaskan pedoman 4 hal, yaitu :
1. Dalil dari Kitab Suci Tuhan yang bernama Al-Qur’anul Karim. Yang hingga sekarang adalah Kitab
yang terjaga kebenarannya dan hanya Kitab Qur’an yang tidak mengalami perubahan. Maksudnya sebagai
berikut : Qur’an itu menggunakan Bahasa Arab, ada 6666 ayat, dan sduah dierjemahkan ke berbagai
bahasa di dunia. Siapa saja yang ingin mengubah isinya, pasti akan ketahuan, karena yang asli yang
berbahasa Arab itu masih utuh dan terjaga.
2. Hadits, itulah adalah Ucapan perintah dan tindakan Nabi Muhammad yang benar dan suci. Yang
berisi ajaran yang bermacam-macam, sebagai pembuka segala ilmu yang tidak terdapat di dalam Al-
Qur’an. Haits yang suci ini, oleh penganut Agama Islam disebut Hadits Syahih Buchori atau Muslim.
Sehingga hadits yang selian itu kurang kekuatannya. Semikian juga Al-Wur’an, juga harus di nalar terlebih
dahulu Jus dan Ayatnya.
3. Ijmak itu adalah kesepakatan para Ulama Besar, yang hidup di jaman Nabi atau pendapat para
Sahabat yang empat yang dynamis, karena belum terpengaruh Mahzab (pendapat-pendapat seseorang
yang bisa berubah).
Sehingga Ijmak itu, adalah pendapat yang ketika itu sudah disepakati oleh para Ulama(lebih dari 4
atau lima).
4. Qiyas, itu adalah pendapat yang berdasarkan akal dan pikiran, artinya suatu ajaran yang tidak
terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadits, namun hanya menurut pemahaman Akal dan pikiran saja. Adanya
uraian-uraian yang terdapat di dalam ilmu tersebut harus di-kiyas menggunakan akal. Apakah akal bisa
menerima atau tidak. Jika bisa, maka akan mempertbal Iman, jika tidak, berarti masih ragu-ragu, dan
semua yang masih ragu-ragu itu tidak mengenakkan hati (kharam, dosa, atau bathil).
Siapa saja boleh saja mencari Ilmu Hakikat, dan dalam pencarian tersebut sebenarnya tidak sulit,
asal didlandasi tekad yang kuat. Jika tekad dan keyakinannya kurang besar, maka niat di dalam hati yang
menginginkan Ilmu Ketuhanan tentu tidak akan bisa terlaksana.
Mendirikan perguruan Ilmu Hakikat itu bagi orang tua atau muda sebenarnya bukan pekerjaan yang
sembarangan, karena para calon murid di jaman sekarang ini pikirannya sudah maju, dan akalnya sudah
berkembang dan tidak akan menerima hanya mendengarkan saja. Apa pun yang sekiranya kurang jelas
dan sulit diterima akal pasti akan ditanyakan. Sebagai contoh, sebagaimana ajaran di bawah ini :
Sebenarnya tidak ada apa-apa, yang awal itu ADAM (1), Adam itu bermakna kosong, dan manusia
itu berasal dari Adam itu tadi. Sehingga manusia itu kemudian Ada dengan pribadi sebelum adanya Allah,
Malaekat dan sebagainya. Mengapa seperti itu, karena adanya Allah itu karena adanya manusia, dan
manusia yang mebuat sebutan. Itulah yang wajib disimpan sekuatnya bagaikan menyimpan nyawanya
sendiri, karena sesungguhnya Hamba dan Tuhan itu, lebih dahulu hamba.... Hamba dan Tuhan itu,
sebenarnya adalah Menyatu, artinya : Tidak ada Tuhan jika tidak ada hamba terlebih dahulu. Artinya SATU,
tidak terpisah, sehingga dimana pun juga Tuhan itu ada di dirimu, jika tidak ada dirimu tentu tidak ada
Tuhan.............
Ajaran yang dicontohkan di atas sebenrnya masih kurang jelas bagi Sang Murid. Sehingga sering
menumbuhkan pertanyaan yang kadang justru menimbulkan kemrahan-kemrahn para Guru, karena para
Guru sendiri pun juga tidak menjangkau menggelar ajaran yang di dapat dan diterima “Apa adanya” saja.
Sedangkan kemrahan-kemarahan pra Guru itu menandakan bahwa kurang pemahamannya (tidak pintar,
belum menguasai terhadap ilmunya), juga memperlihatkan kefanatikannya. Jika ada perguruan Ilmu
Hakikat yang demikian itu, sesungguhnya sama saja memperbesar asal-mula kesesatan didalam
kehidupan masyarakat umum.
Uraian ajaran seperti yang tersebut di atas yang bisa diterima oleh akal dan pikiran itu adalah
sebagai berikut :
Termuat di dalam Al-Qur’an, Adam itu aalah seorang Nabi, manusia yang sudah dikehendaki oleh
Tuhan, mempunyai sifat-sifat 4 macam, yaitu :
1. Sidiq, artinya : Jujur, sifat mokalnya adalah : Kidzib artinya menipu.
2. Amanah, artinya : Bisa di percaya, sifat mokalnya adalah : Khiayant artinya : mengingkari.
3. Tabligh, artinya : menyampaikan perintah Tuhan, sifat mokalnya adalah : Kitam, artinya
mengurangi atau merobah.
4. Fathanah, artinya : Pintar Bijaksana, sifat mokalnya adalah : Bodoh.
Sedang sifat Wenangnya itu satu, yaitu yang disebut “Ara; Bashari, artinya : Halngan yang tidak
membuat cacat dari status Rasulnya.
Seperti itulah sifat-sofat seorang Nabi yang dikehendaki oleh Allah. Perbedaanya dengan orang
baisa, bahwa manusia biasa itu kebanyakan hanya mempergunakan sifat-sifat mokalnya saja.
Oleh karena ADAM itu seorang Nabi, yaitu sebagai manusia yang berderajat sempurna, yang sudah
ketempatan sifat 4 macam tersebut di atas, makna “KOSONG” itu adalah makna dari kata ‘Adam” Jika
menggunakan kata yang lain bisa dijelaskan, sebagai berikut : “Adam itu manusia yang namanya
bermakna “Kosong”. (Makna dari namanya).
Di dalam Kitab Qur’an VII 98, Surat Al-n”aam disebutkan sebagai berikut : “Dia yang menciptakan
dirimu sendiri-sendiri (yaitu adan dan segolongannya), kemudian dirimu berada di dalam Rahim untuk
sementara waktu dan disimpan di dalam Tulang Sulbi ayahmu”. Sebenarnya ayat ini kami terangkan
kepada orang-orang yang mau memahami.”
Kata sendiri-sendiri di atas, mengandung maksud Raga-raga ini, ujud raga manusia. Sehingga
Adam di sini mempunyai arti : Ujud manusia yang semula berasal dari Gua Garba. Hanya saja di dalam Al-
Qur’an disebut Nabi yang pertama sendiri, Makhuk yang mulia yang ada di Surga.
Jika dikembalikan kepada ajaran Guru yang disampaikan di depan, Adam yang dikiaskan Kosong
dan menjadi asal-usul manusia itu tidak salah jika dikupas dengan makna MANUSIA, karena manusia
Sindirian seperti jika msih bernama manusia sejak awalnya itu adalah berasal dari manusia, sehingga jika
ada makan kias bahwa manusia itu berasal dari Kosong itu sama saja tidak masuk akal, karena semua
manusia adalah : pasti berasal dari seorang Ibu, yang dikandungnya dalam kandungannya. Barangkali saja
Adam itu juga berasal adari manusia.
Sedangkan makna kias atas kata Kosong itu, menurut uraian dalam bahasa Wirid, sebagai berikut :
Semua yang tergelar ini, adalah berasal dari Hakikat Dzat Yang Wajib Adanya, serta DIA yang
membuatnya, yang disebut : Allah, Tuhan, God atau Thao dan sebagainya, yang artinya : Yang Wajib
disembah yang tidak terlihat.
Makna kata tidak terlihat itu bukan berarti “TIDAK DA”, Namun pasti ada-Nya, hanya saja tidak
terlihat. Oleh karena tidak terlihat itu, sehingga kemudian dikiaskan : “KOSONG”, yang selanjutnya
digunakan untuk mengkiaskan kata : “ADAM”. Walau pun Kosong dan hampa, namun kenyataan-Nya bisa
membuat apa saja, bisa menciptakan semua yang tergelar ini. Sehingga yang berasal dari Dzat yang
dikiaskan “Kosong” itu, bukan hanya untuk manusia saja, namun untuk semua yang tergelar ini, justru juga
Malaikat-malaikat, syaitan-syaitan, bumi, langit dan sebagainya, semua berasal dari Hakikat Hampa itu
tadi. Sedangkan bagi manusia, bukti bahwa dari kosong : “Ketika terlahir itu, tidak mengerti apa-apa.”
Kata lahir dan tidak mengerti apa-apa itu, adalah alam BAYI ketika keluar dari kandungan, dalam
keadaan “Entah”, apakah laki-laki apakah perempuan, apakah banci, apakah di Rumah Sakit, atau kah di
hutan ...... tidak tau (*). Di situlah keadaan terkuasai oleh rasa “Tidak mengerti apa-apa” sama dengan
keadaan “HAMPA”. Namun mengapa, oleh karena hampa itu tadi, manusia ada dengan sendirinya?
Apakah tidak mau mengakui bahwa sudah pernah mengalami HAMPA itu, hanya menurut saja terhadap
aturan Kodrat/iradat? Apakah tidak mau mengakui bahwa “HAMPA” itu hanya karena kurangnya
keterangan atau memang karena BODOH?
Kata ADAM itu tadi, sekarang ada keyakinan 2 macam :
1. Meyakini : Bahwa ADAM itu adalah Nama NABI (Rasulullah) serta menurut Agama Islam tersebut
di dalam Al-Qur’an, Adam itu Nabi yang diusir dari Surga, bersama dengan istrinya HAWA. Kata Adam itu
asli berasal dari Bahasa Ibrani, yang bermakna “Manusia Laki-laki”. Di dalam Qur’an tidak dijelaskan
bahwa Hawa itu berasal dari Iga milik Adam. Pendapat demikian, Seutuhnya meyakini bahwa “Adam itu
adalah manusia yang bergerak-gerak lahir” seperti manusia pada umumnya.
2. Meyakini : Bahwa Adam adalah HAMPA, artinya manusia ada dengan sendirinya sebeluma danya
Allah, malaikat dan sebagainya ... itu “TIDAK BENAR”.
Yang benar : Hampa itu sebenarnya adalah keadaan Dzat Yang Wajib Adanya, tidak kelihatan
namun ADA. Artinya “ada”, tidak bisa dibayangkan, karena Dia itu Layukhayafu, sama dengan “Kosong”,
serta bisa mencipta segala yang tergelar ini, kerana wewenangnya menciptakan. Kata KOSONG itu adalah
bagi manusia itu sendiri ketika diutus hidup di dunia.
Sebenarnya memberi pahamanan tentang uraian ini menjadi mudah jika sudah mempunyai
pegangan, artinya, mengerti sedikit-sedikit. Dan ketika menerima ajaran dan uraian-uraian ini di dalam
batinnya harus mencocok-cocokkan dengan yang sudah pernah didengarnya atau yang sudah menjadi
keyakinannya. Dan semakin jelas jika kemudian dibanding-bandingkan dengan keyakinan-keyakina yang
lain.
Oleh karena Ilmu (keyakinan) ini tidak berdiri sendiri, namun berasal dari luar, sehingga bagi
perguruan Ilmu Hakikat, lebih baik jika bila para muridnya didbei kelonggaran melanjutkan pertanyaan-
pertanyaan dan jangan diikat keras-keras oleh aturan yang akan mencegah para murid untuk
membandingkan ilmu yang didapat dengan ilmu milik orang lain. Mengapa demikian, karena Ilmu
Ketuhanan itu, untuk bisa dipahami juga harus lantaran manusia dan af’al-nya menuju kepada yang satu,
yaitu BENAR.
Di dunia “JAWA” ada kata-kata ‘Kawruh” (Ilmu umum) dan “NGELIMU” (Ilmu hakikat), yang
sepertinya hampir sama. Kata “Ilmu” dalam Bahasa Arab, dalam bahasa Indonesianya adalah “Ilmu” dalam
bahasa Jawanya adalah “Kawruh”, yang dalam kesehariannya berubah menjadi “Ngelmu” dalam bahasa
Jawa dosok menjadi : Angele yen durung ketemu (Sulit jika belum ditemukan), “Cengel-cengel yen wus
ketemu” justru “Setengah mati sulitnya ketika sudah ditemukan”.
Menurut Prof. Mr. Dr. Hazairin : Kawruh (ilmu) itu tingkatannya hanya sekedar weruh (melihat), Si A,
weruh (melihat) computer, artinya si A, walau pun orang di pojok gunung, oleh akrena pernah melihat
Computer ketika dahulu pergi ke kota, kemudian bercerita kepada temannya. Walau pun melihat, si A tetap
tidak mengerti kegunaan atau guna dari Computer itu tadi, karena belum pernah mempelajarinya.
Sehingga hanya sebatas penglihatan mata, namun masih “BUTA” dalam pengertiannya.
Sekarang seumpama si A yang melihat Computer, bisa menggunakannya, menservisnya, dan bisa
membuatnya (Walau pun hanya menggunakan dan merangkai programnya saja) karena sebelumnya
memang si A pernah kuliah di Jurusan tehnik dan informatika Computer, sehingga si A memang benar-
benar paham rahasia Computer. Oleh karena si A memang benar-benar mengerti sehingga bukan menipu,
dan bisa membuktikan kepadnaiannya. Ilmu si A tersebut bukan hanya sekedar mengetahui saja, namun
diamalkan dengan membuktikannya, dan mempraktekannya dan sebagainya, yang artinya mempunyai
ilmunya. Itulah perbedaan Kawruh (melihat) dengan Ilmu.
Didalam uraian Wirid ada kata-kata : Barang siapa mengerti yang dimaksud dari Sastrajendra
Hayuningrat, jika raksasa maka ketika matinya akan berkumpul dengan manusia utama, jika manusia akan
berkumpul dengan Dewa, Dan benar-benra paham kepada terangnya Yang Nyata adanya (Ilmu
Ketuhanan).
BAB. V
TINGKATAN ILMU
Kata Tingkatan itu artinya Tangga. Sedangkan Menyembah yang sebenarnya atau menyembah
dengan jalan 4 tingkatan, itu adalah suatu bab yang beda keadaan tingkatannya, yaitu :
1. Syari’at, 2. Thariqat, 3. Hakekat, 4. Ma’rifat
Keterangannya, sebagai berikut :
1. Syari’at :
.Artinya aturan yang sudah ditetukan, artinya : keadaan yang harus diikuti.
Sehingga ahli syari’at itu adalah patuh kepada yang disampaikan, itu merupakan keyakinan Gugon
Tuhon (kepatuhan tanpa nalar), mengamalkannya mengikuti hukum-hukum tentang Halal dan Haram, yang
di yakininya dengan sangat kuatnya, karena hanya hukum itu itulah yang membedakan antara Halal dan
Haram. Dalam aturan tata kelahiran contohnya : Shalat, Zakat, fitrah, pusa, dan Naik Haji jika mampu,
yang kesemuanya itu dijalankan karena hanya ikut-ikutan saja terbawa oleh yang dilakukan orang banyak.
Pengaruhnya menjadi ikut menjalankannya, ikut-ikutan menyembah kepada Allah menurut aturan tata cara
Agama-nya masing-masing. Walau pun demikian, yang seperti itu adan disebut Wajibulyaqin. Sebagai
gambaran, di bawah ini :
Bung Karno itu orang yang berasal dari Gebang (Blitar) sekarang menjadi Prsiden Republik
Indonesia (Ketika buku ini dibuat, saat itu Bung Karno adalah Presidennya), Untuk bisa mengetahui hal itu,
karena dari berita (perkataan) orang banyak. Sehingga jika kabar itu salah, Kepercayaanya juga akan ikut
salah. Sehingga, cara yang demikian, banyak mendekati kepada sesat. (Dari 73 barisan hanya 1 yang
benar, tambahan penerjemah).
Jika diteliti dengan dengan pendapat yang jernih, Tingkatan Syari’at seperti itu, dalam keadaan
setiap harinya, merupakan salah satu tingkatan untuk menanamkan Rasa DISIPLIN, bertindak dengan apa
adanya, patuh pada hukum yang ada. Namun tentang hal itu, Prof. Dr. Oesman Dekan di Markas Besar
Angkatn Darat, mengatakan sebagai berikut : “Menjalankan Rukun Islam itu, yang pertama : Menanam
rasa disiplin di dalam Jiwa dan Raga, melatih kesucian Raga agar memiliki tekad baja, penuh rasa belas
kasih kepada sesamanya, rela dan ikhlas, memberi dan berdana dan sebagainya. Sedangkan yang ke dua
: Mempertebal keluhuran Budi pekerti, karena yagn di alami dan diketahui bahwa aku bangun pagi-pagi
sekali, namun tidak menjalankan shalat, dalam perasaannya merasa malu jika sampai ada yang
menyebutnya bukan orang Muslim....... dan sebagainya.
2. Thariqat :
Itu adalah tingkatan yang sudah menginjak kepada wilayah batin, untu menjangkaunya harus
dengan cara melakukan Pengekangan kehendak diri (Tapabrata), membangkitkan budi (mesu budi).
Sehingga Thariqat itu adalah tingkatan perbuatan yang berdasarkan pemahaman (mengolah hati).
Sehingga para ahli Thariqat itu adalah manusia yang menggunakan akal pikirannya, dalam
pemahamannya menggunakan Buku, Wirid-wiri, berguru, bertanya, sarasehan, yang tentunya akan
membuat semakin pahamdibanding dengan sebelumnya. Pada dasarnya Thariqat itu menggunakan akal
pikiran dan pemahaman hati untuk membuka tanda saksi atas Tuhan sendiri, seumpamanya : Paham
bahwa bakteri itu hidup, dikarenakan ketempatan “apa”. Hal itu semakin meningkatkan ketebalan
keyakinanny.
Pada jaman dahulu ketika para Ahli Kitab masih termasuk golongan Thariqat, artinya paham benar-
benar paham.
Paham bahwa Bung Karno itu menjadi Preiden karena sudah pernah lewat di depan Istana Merdeka
serta pernah mendengar Pidatonya. Sehingga arah dari Rumah Istana Bung Karno sudah paham, hanya
saja belum pernah bertemu langsung dengan Bung Karno (Catatan : Buku ini dibuat di kala Bung Karno
masih menjabata Presiden RI).
Tingkatan Thariqat ini , walau sudah mengerti, namun sebenarnya tidak meninggalkan Syari’at dari
Agamanya, karena Thariqat itu hanya satu tingkat diatasnya saja. Pada tingkatan ini para pengikut,
menjalankan ajaran Guru, seperti contohnya : Melakukan pengekangan diri bertapa, dengan tujuan hanya
untuk meniru dari Sifat Tuhan saja, yaitu kesuciannya, keadilannya dan sebagainya. Dengan jalan itulah
sebagai saran untuk bisa terbukanya ilmu di dalam dirinya sendiri “Hampir mendekati untuk diterima”
karena semua itu tergantung dari tindakan (praktek).
Ahli Thariqat itu memilah-milah dan memilih-milih, mana yang disebut “Benar/Salah” yang
disebabkan oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri , sehingga tumbuhlah (tertuar sifat ) penuh cinta, kasih,
mudah iba kepada sesama ciptaan, yang besar sekali pengaruhnya itu aalah “Paham” atas segala
perbuatannya sendiri, tidak sampai harus di tuntuk-tunjukan.
Yang demikian akan tembus untuk bisa terbuka pintu hatinya, apakah sebabnya “Hamba” harus
mencintai sesama ciptaan dan mencintaiTuhan, yang kemudian itu sebagai awal untuk menghilangkan
hawa nafsu.
Menurut uraian Wirid di dalam Thariqat adalah PERJALANAN HATI, oleh karena hati ketempatan
kehendak yang kecepatan bergantinya bagaikan kilat, sehingga Thariqat itu, selain memerangi Keterikatan
yang berupa harapan dan keinginan, juga memerangi dorongan dari dalam batin.
3. Hakekat.
Termuat di dlam Wirid Hidayat Jati, Hakekat itu Menjalankan Ibadah Yang Sebenarnya dengan cara
tidak merasa. Perbuatan dari “AKU SENDIRI” sudah dilepaskan dan berganti menjadi perbuatan “AKU
SEUTUHNYA” (Universal), disebut juga “Tidak merasa adanya Aku”.
Hakekat yang demikian adalah merupakan Iman dari para Mukmin Khos, para ahli ilmu tingkat tinggi
dan disebut dengan nama Iman Haqqul Yaqien, artinya “NYATA” Sebagai gamabarannya, adalah sebagai
berikut :
Percaya bahwa Bung Karno menjadi Presiden itu, karena sudah pernah masuk ke dalama Rumah
Istananya, namun belum bertemu dengan dirinya secara berhadapan langsung.
Pada intinya, Hakekat itu adalah Ibadah yang sudah diterima, karena yang sangat dicintai ternyata
sudah pernah bertemu (Bung Karno) walau pun belum pernah berjabat tangan. Di Tingkatan ini maka akan
terbukalah Hijab penghalang antara sang Hamba dengan Tuhan-nya. Sangat cocok dengan sebuah Hadits
“Sesiapa yang benar-benar mengenal diri pribadinya, benar-benar mengenal Tuhan-nya.”
Oleh akrena Hakekat itu adalah Ibadah Jiwa (Roh), serta keadaan diri sudah tertutup oleh rasa
TIDAK MERASA, sehingga para ahli SULUQ, Ahli SUFI, ahli TAPA, mempunyai pedoman sebagai berikut :
“AKU INI TIDAK ADA, YANG ADA ITU YANG MENGADAKAN>”
Keyakinan atau pedoman yang demikian itu, membuktikan bahwa sudah berhasil menemukan
(menyatakan) kesempurnaan Hakekat serta sudah berhasil Mengekang JASMANI dengan ROHANINYA
sendiri, kata lainnya : Sifat dan Hakekat Dzat sudah menyatu. Pada Tingkatan ini, sebutan sakit, panas,
dingin, pusing, mules, MATI dan sebagainya, itu tidak ada. Hal yang demikianlah, yang barangkali yang
disebut : “MENYATU (WAHDATUL WUJUD).
Di dalam Serat Suluk disebutkan, sebagai berikut : “........ Yang disebut Iman, yang mengausai diri,
HAKEKATNYA yaitu SEJATINYA KARSA”. Di dalam tingkatan ini sebenarnya adalah Tingkatan Jiwa yang
pasrah, berserah diri atas KEHENDAK TUHAN, karena sudah bisa menguasai rasa “TIDAK IKUT
MEMILIKI”. Keyakinan yang demikian sama dengan : YANG MENYEBUT DAN YANG DISEBUT ITU SATU,
seperti : Tembikar menyebut dirinya tanah, dan tanah menyebut dirinya Tembikar!” Yang dijalankan setiap
harinya, bagi orang yang sudah di tingkat yang demikian, segala gerak dirinya dan segala kehendaknya
selaras dengan kehendak DZAT.!!!!!
Jangan sampai salah paham, hal itu bukan menyerah begitu saja kepada TAKDIR. Yang dimaksud
selaras dengan kehendak DZAT itu, adalah : GERAK DARI SIFAT DZAT”!!!!!.
4. Ma’rifat.
Di Tingkatan ini adalah Iman bagi para Arifin yang disebut Isbatul Yaqin, artinya sudah “Menetap”
sudah sempurna, sebagai gambarannya, adalah sebagai berikut : Jika sudah pernah menghadap kepada
Bung Karno, serta pernah bersalaman dan juga duduk bersama dan saling bertutur kata.
Penjelasannya : Bahwa bila siudah Ma’rifat : (c). Semua Ilmu, Pengetahuan, rasa, amal, Ibadat,
Filsfat, mantik, keindahan dsan sebagainya, sudah menyatu menjadi satu, sudah bisa menyebutkan sebab
dan musababnya. Termuat di dalam Wirid Hidayat Jati, sebagai berikut : “Dzikir Dzatullah” artinya : Dzikir
dari Rahsa, di dalam alam Lahut (Alam cahaya, Pen), disebut sebagai Dzikir Ma’rifat, sempurnanya itu
sudah ada rasa apa pun juga (5) (“) (4b), (6b).
Tataran tingkatan yang ditata seperti di atas, sebenarnya adalah yang disebut “Tataran atau Tingkata
Islam (c), Sedangkan kata ISLAM itu seharusnya bukan nama dari sebuah Agama, hal itu karena salah
kaprah, salah yang sudah menjadi kebenaran umum. Karena nama dari Agama-agama itu banyak yang
mengambil dari nama yang menyebarkannya, contohnya : Agama Bhuddha, oleh karena yang menyiarkan
adalah Sang Bhuddha, sehingga Agamanya disebut Agama Bhuddha. Agama Kristen juga mengambil dari
Namanya dari yang menyiarkannya. Sehingga seandainya Agama Islam itu disebut dengan Agama
Muhammad, tentunya bukan menjadi masalah, karena yang menyiarkan adalah yang mempunyai nama
MUHAMMAD. ISLAM itu kata Sebutan, tidak ada bedanya dengan kata sebutan Utara, Selatan, luhur dan
sebagainya. Barang atau bentuknya tetap tidak bisa dibayangkan, namun bisa di rasakan. Sehingga
ISLAM itu “TANDA-TANDA” kepada IKTIKAD (keyakinan) yang Luhur yang artinya adalah SUCI @.
Kata suci itu tanda bagi yang lahir dan yang batin, yang kasar dan halus, yang tidak bisa berubah.
Kata Suci (ISLAM) itu “tidak ada apa-apa” : @ entah kotor terkena tinta atau bersih bagai kertas, entah
gelap seperti malam, ataukan terang seperti siang ....... Tetap TIDAK BISA DIBAYANGKAN @Itulah
ebabnya sehingga kata ISLAM di maknai kiyas “SUCI”, sedangkan yang sebenarnya “BERSERAH DIRI
KEPADA ALLAH”. Kata Berserah diri itu bukan kata sembarang kata, karena yang bisa menggunakan
adalah derajat Nabi, Wali, Auwliya, Pandita, Guru Sempurna. Sebagai buktinya di dalam kehiduan sehari-
hari walau hanya sebutan saja, seperti di dalam wirid di atas yaitu : “TDIAK ADA APA_APA”. Jika ditelusuri,
kata “Tidak ada apa-apa” itu, yaitu dihari pertama dilahirkan ke dunia. Yaitu lahir kedunia dengan keadaan
ENTAH tidak mengerti apa-apa.
Sehingga dalam bahasa sehari-hari yang kita gunakan dari kata Islam itu, berasal dari Bahasa Arab,
yang artinya “Berserah diri Suci (Sepi, hampa, tidak ada apa-apa), sehingga sudah terpisah dengan rasa
memiliki dan harapan keinginan. Dalil Tuhan di dalam Al-Qur’an : Al-Baqarah ayat 131, sebagai berikut :
Idz Qalalahu Rabbuhu aslim qala aslamtu lirabbil alamien .................!!! Maksudnya sebagai berikut :
“Ketika Tuhan memerintahkan : “Kalian Islam @ (Berserah diri) @ Kepada Tuhan, jawabnya : Hamaba
beserah diri @ kepada Tuhan Seluruh Alam.”
Sehingga yang disebut ISLAM itu adalah, jika sudah menjalankan 4 tingkatan itu tadi, mulai dari
Tingkat Syari;at, hinggu lulus di Tingkatan MA”RI. FAT. Lebih tepatnya yang disebut Islam Suci kepada
Dzat Yang Wajib, itu dengan menggunakan dasar pedoman LAYUKHAYAFU (Yang tidak terbayangkan),
artinya bila kita akan berserah diri ke Pangkuan Tuhan, bekalnya adalah pakaian yang bernama “YANG
TIDAK TERBAYANGKAN” @ atau diri ini mesuk ke dalam @LAYUKHAYAFU. Penjelasannya, sebagai
berikut :
Menghadap kepada Presidenitu jika Tentara haru menggunakan pakaian lengkap kedinaasan,
Unifor, tanda-tanda pangkat, seigap tegap dan sebagainya, baru bisa di terima. Menyembah Allah itu pun
bukan saja “Menggunakan Agama” saja, namun harus disempurnakan dengan MENYATU, Berserah diri,
Islam, tidak merasa apa-apa, itulah yang disebut TINGKATAN MA”RIFAT.
Sehingga disebut ISLAM itu, jika sudah bisa membuang rasa “AKU tunggal” yaitu yang berarti sudah
diterima “AT-Tauchid”nya. Oleh karena manusia biasa itu “membutuhkan makan” sehingga di dalam
berlajar Ma’rifat harus ketika masih hidup dalam kehidupan ini!!!!!!. Sedangka jika tidak bisa lulus, itu soal
lain.
Rahasianya adalah sebagai berikut : Siapa pun yang ketika hidup di dunia belum bisa ISLAM
“Berserah diri” Memutus ikatan pengaruh dunia, At-Taukhid (menyatu), itu ketika matinya di saata sakaratil
maut akan mengalamami kejaidian-kejadian yang menakutkan, akan mengalamani “Apa-apa_ di dalam
kubur. Namun sebaliknya, apabila bisa mmenyatu ISLAM, suci, berserah diri, hal itu jika akan meninggal
dunia (Sakaratil maut) Insya Allah akan bisa terus ke hadapan Allah, kembali pulang kepada asalnya @
yang disebut INNA LILLAHI WA INNA ILLAIHI RAJI”UN @. Dalam cara Agama Buddha, disebut memasuki
alam NIRWANA @ (1b, 3b, 4b),/ (2c).
Manusia yang sudah berasa di Tingkat Ma’rifat, disebut ARIFIN, artinya : Muslim. Barang siapa yang
mempunyai keinginan bisa di tingkat Ma’rifat, sebagai contohnya, seperti dalam dalil berikut ini :
Pesan Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub kepada anak cucunya : “Ya Banyiyy inna Allaha ashtafa addina
fala tamutunna illa wa antum muslimuna”. Artinya : Wahai anak keturunanku, Allah sudah memilihkan
Agama bagi kalian semua, maka dari itu kamu jangan “MATI” sebelum menjadi Muslim (Islam). @ (Al.
Baqarah Ayat 132 (3c).
Sudah sangat jelas bahwa yang paling ditakuti itu, adalah ketika memasuki alam Kematian, yang
penjelasannnya seperti tersebut di atas : “Siapa yang ketika hidupnya sudah Islam, sama saja sudah
menghadap di hadapan Tuhan>’”. (Lihat pada penjelasan pengalaman Mati).
Oleh karena kata Islam itu , pakaian dari Ma’rifat, itu diceritakan walau pun bahwa pengalaman
MELEWATI jalan yang tidak bisa terbayangkan itu hanya sekali, itu sama saja sudah Islam. Ada yang
sudah terbaisa, ada yang satu bulan sekali, ada yang bisa setahun sekali, ada yang sekali seumur dalam
seumur hidupnya, tergantung dari yang menjalankannya.
Menurut dalil di atas, para Leluhur sudah mempunyai kata Islam dan Agamanya adalah Agama
petunjuknya adalah Suci. Sehingga tujuan Islam (Suci) itu sebenarnya sudah di cari oleh manusia-manusia
sebelum Nabi Muhammad, sehingga Nabi Ya’kub, Ibrahim, Musa, Isa as. Nabi Muhammad, itu satu
keyakinan.
Almarhum Kyai Agus Salim, dalam memaknai Islam itu, sebagai berikut :
“Islam itu Bahasa Arab, berasal dari kata Salima yang bermakna Keadaan Selamat dan Stausa,
tidak cacat, tidak kekurangan dan tidak kerusakan. Kata itu kemudian menjadi kata dasar Aslama yang
maksudnya merawat dengan Selamat dan Sentausa dan mengandung makna MENSUCIKAN dari segala
cela, kekurangan. Yang pertama terhadap diri pribadi, yang kedua kepada sesama manusia, dan
selanjutanya kepada seluruh alam beserta semua makhluk yang ada di dalamnya.
Selain itu, kata Islam juga bermakna : Berserah diri, yaitu memasrahkan diri kepada Tuhan
seutuhnya @. Sehingga kata Islam aslama itu adalah sumber dari kata Islam. Kata Islam itu sebenarnya
sudah mengandung Seluruh makna yang tersimpan di dalam kata dasarnya.
Dari penjelasan di atas itu tadi, sehingga Islam itu bukan sebuah nama sebutan-sebutan seperti
halnya Hindu, Buddha, Kristen, Yahudi dan sebagainya, namun sebuah kata yang makananya Tegas, dan
agar dipahami sesuai dengan maknanya.
Agama Islam itu Tuntunan perintah dan petunjuk untuk menyelamatkan diri sendiri, Manusia, Dunia
dari adanya cela dan kekurangan, serta berserah diri kepada Allah swt.
Maka seharunya adalah menyelaraskan perbuatan, bicara, tingkah laku, perkataan dan sebagainya,
untuk menjaga keselamatan yang tersebut itu tadi.
Yang dismpaikan oleh Kyai Agus Salim seperti yang tersebut di atas, jika diteliti dengan serius, akan
bisa ditemukan perbedaan antara keyakinan atas masing-masing Agama, yang secara ringkasnya : Semua
Agama yang ada jika dibanding dengan Agama Islam itu tidak satu Tekad. Itu semakin jelas di dalam
keyakinan, bahwa Buddha, Kristen, dans ebagainya adalah hanya sebuah sebutan saja, yaitu nama
sebuah Agama.
Padahal yang sebenarnya berdasar Surat Isra’ ayat 15 tersebut di atas, semua itu hanya satu
sebutan (Sebutan-sebutan saja) Sebutan, nama tida ada bedanya dengan sebutan yang bermacam-
macam kepada Tuhan (Ada yang menyebutnya God, Thao, Gusti, Allah dan sebagainya). Singkatnya kata-
kata sebutan itu yang membuat atau memberi nama adalah manusia itu sendiri.
Menurut Bahasa Wirid, kata Islam adalah sebutan dari sebuah keyakinan, bukan kata sebutan pada
umumnya, akan tetapi merupakan Ibarat yang mengandung makna : Semua orang, tidak memandang apa
pun Agamanya asal saja bisa menyatu dengan Dzat Yang Maha Agung, tentulah bernama Islam (Ma’rifat)
@ (Hati-hatilah memahami ini, jangan dianggap mudah. Pen). Sedangkan ada kata-kata : Buddha, Kristen,
Islam, Islam ejati dan sebagainya, hal itu sebenarnya hanya untuk tanda saja, yang digunakan oleh
manusia yang memeluknya, namun tekad keyakinan tujuannya yang sama, yaitu mencari BENAR dan
MENCARI ALLAH.
Kata Ma’rifat itu berasal dari Bahasa Arab : Arafa, artinya : Melihat, namun bukan penglihatahn mata
dan pikiran (pengertian). Kata melihat seperti itu, arahnya bisa kepada Ilmu. Sedangkan Ma’rifat itu adalah
di bidang MEMAHAMI, bagi Wirid adalah MEMAHAMI TUHAN yagn tidak menggunakan Mata dan Pikiran.
Memahami Tuhan itu, menurut Wirid intinya adalah : Siapa saja bisa berada di tingkat Ma’rifat,
namun apa yang akan dima’rifati, jika tinga mengerti tentang Ke-Allah-an? Karena Ma’rifat itu bukan yang
diyakini “SUDAH PINTAR BERSAMADI (Yogha) saja, namun juga harus diserta THAAT (Mematuhi
Perintah dengan YAQIN), kepada Agamanya. Seumpama ketaatan para ahli Syari’at itu hanya terbawa
karena takut kepada larangan Agama-nya, jika sudah Shalat, Puasa, Zakat Fitrah, Syahadat dan Pergi
Haji, itu sudah cukup, dan sudah merasa sebagai ORANG ISLAM. Namun bagi Ma’rifat, selain mematuhi
aturan Agama, juga disertai pengekangan untuk bisa mencapai Cita-cita bahwa benar-benar akan
Menyatakan Allah.
Manusia yang melakukan oleh batin, jika dinaikan menjadi Ma’rifat itu, tanda-tandannya tidak mudah
diketahui, karena manusia-manusia seperti itu di dalam batinnya sudah ketempatan salah satu sifat Allah,
umpamanya adalah sifat Asihnya yang pada umumnya akan berwatak penuh Cinta dan sayang kepada
sesama.
Kata Cinta itu adalah Cinta sesuai dengan Sifat Tuhan, sehingga merupakan Cinta yang
menyeluruh, tidak pilih-pilih. Buktinya adalah : Para Nabi, Wali, Mukmin, itu semua penuh rasa Cinta, tidak
ditujukan kepada AKU SATU (yaitu : Aku Universal). Namun, walau pun demikian, mereka itu masih
semangat berperang jika memang harus perang, dan membunuh musuh jika harus membunuhnya. Seperti
itulah KEUNIKAN bagi manusia yang sudah mengerti.
Perang atau membunuh musuh itu semestinya berlawanan dengan pemahaman masyarakat, Akan
tetapi bagi para yang sudah Paham terhadap rahasia Hidup dan rahasia dunia, hal seperti itu tidak
mengherankan, Justru bahkan menjadi KEWAJIBAN. Mengapa demikian, karena dalam menjalankan
perang dan membunuh itu hanya terdorong oleh rasa CINTA dan rasa SUCI. Daripada keterusan menjadi
Pengrusak dunia, maka lebih baik dimusnahkan. Sehingga bagi para yang sudah mengerti, kemudian
bertindak yang demikian itu karena menjaga terhadap cita-cita MENJAGA KETENTERAMAN DUNIA,
artinya : Menyelamatkan Dunia beserta seluruh isinya dari segala perusak yang bertindak sesat. Seperti itu
lah KEUNIKAN MA”RIFAT.

BAB. VI
RAHASIA KALIMAT SYAHADAT DAN HA-NA-CA-RA-KA
Rahasia Ma’rifat itu terdapat pada kalimat : “Kehendaknya, adalah kehendak Allah, Tindakannya
adalah tindakan Allah, Sabdanya adalah Sabda Allah. Di dalam kenyataan, maksudnya adalah sebagai
berikut : Apa pun yang dikehendaki, sebelum terucap, pasti kesampaian, Contohnya sebagai berikut :
Seseorang yang akan pergi ke Yogyakarta, di dalam hatinya membatin, E.... Seandainya ada
kendaraan!” Kemudian ada sepeda motor yagn tersesast, minta pertolongan untuk untuk
mengantarnyakannya sampai ke Yogyakarta, akhirnya orang tersebut bisa pergi naik motor hingga sampai
ke Yogyakarta dengan gratis.
Kejadian yang seperti itu, jika dikira (dibahasakan), karena atas Pertolongan Tuhan, agak sedikit ada
kemiripannya, karena hidup orang tersebut sudah Menyatu, artinya sudah menjadi satu dan dalam
penyatuannya sudah tidak merasa, sehingga hanya sesuai dengan Kehendak Dzat saja. Ringkasnya :
Dzat itu tidak menginginkan kesulitan.
Di depan sudah dijelaskan, bahwa Hakikat Dzat itu, adalah SIFAT, AF”AL serta NAMANYA. Artinya :
Ya SIFAT ya INGSUN, Menyatu, Shingga tidak mengherankan jika ada kejadian seperti pada contoh di
atas, dalam segala gerak dan cetusan hatinya sudah berada pada KEKUASAAN DZAT, yaitu WENANG,
wenang mempercepat dan menyesatkan Motor dan sebagainya. Karena sebenarnya manusia itu adalah
UTUSAN DZAT, SIFATnya DZAT.
Oleh karena sebagai Utusan, sehingga bisa ketempatan Sifat KUASA-Nya, berupa : Wajib
Menyembah dan menghormati Dzat yagn bisa bertindaka apa saja, dengan Sifat WENANGNYA. Itulah
bukti bahwa makhluk itu UTUSAN DZAT yang Wajib Ada-Nya.
Di bawah ini sekedar Wirid tentang makna Kalimah Syahadat yang sudah cocok dengan
Kebudayaan Jawa, akan diurakan sebagai pijakan.
Sabda Rasulullah kepada sahabat Muadz : Ma min ahadin yashaduan la Illaha Ilallahu wa anna
Muhammaddan Sarulullahi sidqan min qalbihi illa ahramahu allahu alla annari!” (maksudnya kurang lebih
sebagai berikut : “Seseoarng yang menucapkan kalimah Syahadah hingga terus ke dalam hatinya maka
oleh Tuhan akan dihindarkan dari siksa neraka!”
aa. Rahasia Wirid dari Syahadat, sebagai berikut :
Asyhadu Alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah (Saya bersaksi, sesungguhnya
tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan saya bersaksi, sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah.
bb. Rahasia Wirid dari HA NA CA RA KA, sebagai berikut :
“Hana caraka; Data sawala; Padha jayanya; Maga bathanga: (Ada utusan, dua jenis; berebut dan
bertanding; sama-sama kuatnya; keduanya mati bersama, sama-sama menjadi mayat).
Yang akan diuraikan terlebih dahulu adalah Kalimat Syahadat seperti di atas (aa), kemudian akan
diteruskan menjelaskan bab HANACARAKA (bb).
aa. KALIMAT SYAHADAT
Di dunia masyarakat Jawa, jika ada acara Sunatan, pernikahan dan sebagainya, pada umumnya
membaca Kalimat Syahadat, karena walau pun bukan Bahasa Jawa, namun sudah merasuk menjadi
budaya Jawa sejak jaman para Wali di jaman dahulu. Sedangkan Kalimat Syahadat itu, yang
menggunakan adalah para pemeluk Agama Islam sebelum memahami dan mengerti atas semua Rukun
dan Ajaran Agama Islam. Sehingga Cara beribadah kepada Allah itu, dengan syarat harus benar-benar
mengerti dan memahami makna dari Kalimat Syahadat itu tadi. Sehingga pada jaman Wali, Kalimat
Syahadat itu digunakan untuk mengawali dan membuka ajaran kepada siapa saja tanpa pilih kasih.
Walau pun berbahasa Arab, Kalimat Syahadat atau kesaksian Dzat Yang Maha Segalanya dan
Muhammad itu utusan-Nya, yang intinya sudah menguasai dunia yang tergelar ini. Bagi orang Jawa,
bahasa Arab itu hanya meminjam, yang di bisa di bahasakan ke dalam Bahasa Jawa yang mengandung
maksud dyang sama. Karena hal itu bahwa kata-kata tersebut merupakan tanda.
Di dalam kalimat tersebut ada kata Muhammad, yang mempunyai makna tersendiri. Muhammda di
dalam kalimat tersebutmerupakan sebuah kata sebutan, berasal dari bagian. Sebenarnya, Nabi
Muhammad mempunyai empak pokok nama, juga sama jenisnya, berasal dari kata HAMDUN (Pujian atau
sanjungan), atau kata Hamda (Memuji). Selengkapnya, asma-asma itu seperti di bawah ini :
1. Hamid = artinya yang di puji.
2. Mahmud = artinya yang mendapatkan pujian.
3. Ahmad = artinya Yang lebih terpuji.
4. Muhammad = artinya yang mendapatkan Pujian.
Di dalam Kaliamt Syahadat, kata Muhammad tidak bisa diganti menggunakan kata
lainnya, walau pun ada. Namun makna yang terkandung itu ada dua, yaitu : MAKNA tersirat dan
MAKNA tersurat, Di dalam ajaran Wirid kata itu disebut NUR MUHAMMAD ( Cahaya Yang
Terpuji).
Kata MUHAMMAD itu, maksudnya adalah : Sifat yang mengandung PUJIAN. Sekarang
perlu di uraikan SIAPA dan APA yang memiliki pujian itu. Keterangannya, sebagai berikut :
Di dalam kalimat disebutkan : Muhammad Rasulullah (Muhammad Utusan Allah).
Siapakah yang menjadi Utusan Allah, Apakah Muhammad Putra Sayidina Abdullah di Makkah
(Arab), Ataukah Muhammad (Nur Muhammad) yang bermakna Cahaya yang terpuji?.
Penjelasannya, lihatlah pada uraian tentang Citra (Hakekatullah), dan perincian Manusia Hidup.
oYang sebenarnya, yang disebut yang terpuji (ketempatan Pujian) itu adalah sifat dari
Manusia Hidup, karena keluhuran dan serba sempurna yaitu mempunyai sifat 20. Sehingga
dengan demikian, para Nabi, Wali. ‘Ulama dan manusia sekarang ini, sama-sama mempunya
sifat Muhammad.
Sedangkan penjelasan tentang kata UTUSAN (Rasul), sebagai berikut :
Setelah manusia hidup ini bersifat Muhammad, kemudian menjadi utusan, yaitu Utusan
Allah. Sedangkan Allah itu, bisa menjadi Allah-ku; Allah-mu; Allah Kita dan Allah dari seluruh
yang tergelar ini. Sehingga yang disebut Utusan itu, yaitu utusan dari Allah-nya diri masing-
masing. Yang akhirnya kemudian menuju kepada pengakuan mempunyai Allah (Aku mengakui
mempunyai Allah).
Yang bernama utusan itu bersifat HIDUP, jika sudah meninggal dunia tidak bisa menjadi
Utusan lagi, karena manusia mati itu sudah tidak mempunyai Allah (yang bersifat Allah-ku),
karena sifat-sifat Dzat yang terkadung di dirinya sudah hilang musnah (Lihat penjelasan tentang
sifat 20). Di dalam Kitan Injil Mutheus 22 (31.32.33) disebutkan, sebagai berikut :
“apa belum pernah membaca perintah Allah kepadamu : Ingsun (Allah) ini, Allah-nya
Abraham, Iskak dan Yakub. Allah itu bukan Allah-nya orang mati, akan tetapi Allah-nya manusia
hidup”.
Yang menjai pemikiran sekarang, walau pun itu berifat Muhamad dan juga bersifat
Rasulullah, mengapa ada yang menjadi utusan nafsu? Utusan Syetan, perewangan, demit, dan
utusan yang murka? Itu bisa terjadi pada manusia yang belum paham yang sebenarnya, atau
hanya sekedar mengerti saja, sehingga hanya sampai pada tingkatan Tarekat. Sedangkan jika
benar-benar ingin mengamalkan serta membuktikan dalam menjadi UTUSAN DZAT, itu harus
sampai pada tingkat Ma’rifat (Islam). Yaitu manusia yang sudah benar-benar ber Taukhid,
menjadi satu, selaras dengan kehendak DZAT. Sehingga juga disebut Berbadan Bathara, artinya
sudah menjadi AVATARA (Utusan), pada jaman dahulu disebut NABI, Wali. Di jaman sekarang
cukup disebut MA’RIFAT.
Dalam pemahaman yang salah, oleh sebagian yang berpedoman Wirid atau ajaran,
Muhammad itu dikiaskan, sebagai berikut : “Sesungguhnya Muhammad itu sifat diriku, Rasul iru
Rasa diriku!”. Kata Rasul itu bermakna utusan, berasal dari Bahasa Arab, sedangkan kata Rasa
(Rahsa) itu berasal dari Bahasa Sanskrit, sehingga tidak selaras. Walau pun Muhammad itu,
benar sifat diri, namun penambahan “Rasul itu rasa diri” itu justru menjadi keliru.
Oleh karena sudah yakin bahwa Muhammad itu Sifat Hidup yang lengkap dan juga sebagai
Utusan, mengapa bagian-bagian dari sifat itu di ubah-ubah? Sifat Muhammad itu sudah lengkap,
ada sifat dua puluhnya, ada rasajatinya, ada rasanya, dan budi dayanya, ada akal/pikir dan
sebagainya, tiba-tibah di ubah ke tampat lain? Jika saja i dalam batin, Rasa yaitu rasa diri, itu
diibaratkan sebagai Allah itu hanya mempunyai nama saja, dan mempersamakan dengan segala
rupa di kanan kirinya, itu adalah keyakinan yang harus dihindari.!!!
Uraian tersebut juga termuat di dalam Wridi Hidayat Jati, sehingga pengarang Hidayat
Jati itu juga memetik dari ajaran Sasahidan para Wali, sedangkan yang menjadi patokan bagi
orang di jaman sekarang itu ssalah? Tidak!!!! Namun kesemuanya itu harus berdasar kepada
Hukum Qiyas (Analisa), penjelasannya sebagai berikut :
Muhammad = Rasul
Rasul = Sifat Muhammad
Sifat Muhammad = Sifat dari Dzat
Sifatnya Dzat = Merata kepada sifat seluruh yang tergelar dan yang hidup (Kayu,
batu, manusia dan sebagainya).
Sifat dari Dzat = Hakekatnya Dzat.
Hakekat dari Dzat = Ujud yang sempurna.
Wujud sempurna = Manusia hidup.
Manusia hidup = Mempunyai sifat Dzat 20, dan sebagainya.
Manusia itu jika dicubit akan merasa sakit. Sehingga yang bisa merasa itu adalah manusia
hidup yang juga sebagai utusan.
Sehingga... bukan salah satu sifat itu ................ yang disebut : UTUSAN, RASA DIRI,
SIFAT DIRI dan sebagainya .......!!! Namun itu semua Milik dari Dzat Wajibulyakin (ALLAH).
Sehingga jika ditelusuri .... di otak atik di atas sama dengan kiyas dari Asa Wahdatulwujud.
Artinya L Khaliq dan makhluq itu “SATU” (Lihat dan pahami uraian tentang Dzat, Sifat, Asma
dan Af’al di depan).
ooOOOoo
Sekarang berganti membicarakan tentang CARAKAN (Huruf JAWA) yang hingga
sekarang masih menjai perdebatan para ahli sejarah dan belum ada yang mempunyai pendapat
yang bisa dijadidkan patokan. Contohnya, tentang Ajisaka itu aalah siapa dan apa?
Apakah makna “CARAKAN” ) huruf Jawa ) itu? Walau pun jumlah hurufnya hanya 20,
namun kenyataannya bisa menguasai seluruh ukuran dari kata-kata bahasa Jawa dan kata-kata
bahasa asing.
Oleh karena uraian ini berhubungan dengan Kalimat Syahadat, sehingga jumlah 20 itu bisa
diselaraskan dengan jumlah SIFAT 20. Sedangkan makna kalimat Carakan itu, seperti berikut
ini :
I. Aa. Wirid mengajarkan : Saya bersaksi, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan
saya bersaksi bahwa Muhammad itu Utusan Allah”
II. Bb. Carakan, berbunyi : Ada utusan berjumlah dua ........ dan selanjutnya. Lihat uraian di depan.
Uraian saya tentang adanya dua utusan (II. Bb), itu sebenarnya : Adalah ujud manusia
hidup yang berujud laki-laki dan wanita yang sama-sama menjadi Utusan dari Dzat-nya diri
sendiri, agar hidup berkeluarga. Laki-laki dan perempuan itu bukan hanya berujud manusia saja,
namun juga semua makhluk ini ada Pria dan wanitanya, semua saling berpasangan dan sama-
sama menjadi sifat yang menjadi saksi dari Dzat.
Oleh karena itu, sehingga tidak ada barang yang TIDAK ADA, artinya, keberadaan Dzat
itu kekal adanya (4 c).
Makna tersiratnya, sebagai berikut : Utusan yang jumlahnya dua itu, sama-sama Jaya-nya,
artinya menguasai semua makhluk lainnya. Siapa saja yang menguasai semua makhluk,
sehingga kalah keadaannya (hakekatnya)?? Tidak lain adalah manusia hidup yang di beri
keluhuran sempurna dari sifat-sifat kekurangan, lengkap dari seluruh sifat 20), yang saling
mempengaruhi. Disebut juga sama-sama kuatnya (Padhajayanya), artinya, wlau pun laki-
laki/wanita, yang keduanya adalah sama-sama makhluk yang luhur dan lengkap.
CARAKAN itu juga menjelaskan : Campyuh (Mati bersama) sehingga menjadi bangkai
(Bathang). Kata Bathang (bangkai) itu, menurut tata lahir sama dengan Jasad bangkai yang
berbau bacin. Apakah sebabnya sehingga menjadi bangkai?? Baru saja berkelahi, saling tertusuk
sehingga mati tanpa bisa dipisahkan. Namun kata Bathang (bangkai) itu sebenarnya mengandung
makna ibarat yang rahasia. Lebih jelasnya : Seketika mati bersama-sama seolah menjadi bangkai,
artinya tersungkur bagaikan bangkai, atau sesuatu yang mati, dalam keadaan lupa. Hal ini jika di
buka menurut Rahasia Sasahidan, menjadi demikian :
Laki-laki/perempuan itu sama-sama menjadi Sumber dari kelangsungan berkembangnya
kelangsungan hidup keturunannya. Berkembangnya itu tidak ada putus-putusnya (selamanya).
Untuk kelangsungan berkembangnya itu harus oleh kedua-duanya (Pria wanita), menyatu
menjadi satu sesuai iradat/kodratnya (bersenggama), sehingga mengakibatkan rasa kenikmatan
(Rasa Mulia), mengakibatkan rasa badan menjadi lemas dan menjadi hilang ingatan (lupa
sejenak). Dalam keadaan yang demikian itu yang kemudian dikatan atau disamakan bagaikan
bangkai, yang mati bersama-sama.
Keadaan yang demikian itu tidak lama, hanya sekejap saja, sehingga sebenarnya : Kata
mati bersama-sama bagaikan mayat itu tidak terus-terusan, karena jika kata mati itu tadi
dikiaskan mati yang sebenarnya, akibatnya sama dengan bukan menjadi utusan.
Oleh karena bertugas sebagai Utusan yang harus tetap adanya, sehingga kata mati itu tidak
terdapat pada kaliamt CARAKAN. Karena jika mati itu adalah keadaan yang sebenarnya,
tentulah tidak akan ada MAKHLUK.
Orang Jawa itu dalam setiap harinya mengucapkan kalimat-kalimat yang terdapat di dalam
CARAKAN (sebagai buktinya, seandainya mengatakan : Kowe harep hana apa (Kamu akan ada
apa) itu pasti ada salah satu atau lebih dari CARAKAN itu. Keterangannya : ada huruf HA NA
KA PA RA WA-nya), itu juga berarti bahwa orang Jawa dalam tiap harinya selalu ingat kepada
pedoman rahasia HA NA CA RA KA, itu terjadi bersamaan ketika sedang berfikir, atau sedang
bertengkar, atau pun yang lain-lainnya lagi, tetap terbawa jumlah CARAKAN 20 itu.
Di dalam Bahasa Arab, kalimat itu mengandung “KEUTUHAN” utusan menjadi sifat
Muhammad, Carakan itu merupakan ujud dari Utusan yang bersifat Muhammad!! Jika sifat
Muhammad itu kelengkapan alat yang mengandung hakekat sifat 20). CARAKAN (Huruf Jawa)
yang menguraikan adanya Utusan-utusan itu tadi, mengandung sifat 20), yaitu jumlah huruf
semuanya.
Sekarang timbul pertanyaan : Lebih dahulu mana “ADANYA UTUSAN dan SEBAGAI
UTUSAN” atau kata ibarat lainnya “Lebih dahulu mana antara Telur dan Ayam?” Jawabannya :
“Entahlah, tidak tau”, karena sudah ada di sini dan hidup bersama dengan makhluk-makhluk
yang lainnya (5). Ringkasnya : Siapa saja yang bernama makhluk, tidak akan bisa menjawab
pertanyaan tersebut.
Perlambang yang rahasia yang terdapat di dalam Carakan (huruf Jawa) itu tidak akan
hilang, namun tetap laki-laki /wanita selali menyebut adanya jumlah 20, yaitu jumlah Sifat dari
ALLAH sendiri.
Adanya sebutan Muhammad itu hakekat dari Dzat, yang mencarinya adalah manusia yang
sudah memiliki ilmu atau manusia yang mengerti atas rahasianya. Maksudya adalah apa pun saja
yang bisa dipikirkan dan disebut yang kasar dan yang halus dan sebagainya, dan juga apa saja
yang diuraikan di dalam Kitab-Kitab Suci, itu MASIH BISA DICARI, BISA DIRASAKAN,
DIPELAJARI, DI PERINCI, DIMAKNAI, karena semua Kitab Suci itu adalah untuk manusia
hidup. Maknanya; Ibaratnya, Rahasianya, Sasahidan, Rahasia isi Kitab-Kitab Suci untuk bisa
memahaminya itu jika berilmu, sudah menguasai ilmunya.
Kembali kepada tentang Kalimat dan Carakan. Semua itu, jika bukan manusia yang banyak
ilmunya tidak akan bisa memaknainya.
Kalimat Syahat itu merupakan Rukun Agama Islam itu sebenarnya adalah kalimat yang
tidak kekal, oleh karena kebiasaan manusia bahwa ketika menyebut Kalimat Syahadat itu, ketika
ada keperluan bagi dirinya sendiri, seperti halnya ketika Sunat, pernikahan dan sebagainya.
Intinya : Jarang yang diucapkan bersamaan dengan Carakan yang diucapkan tiap menit, tiap
detik, selalu terbawa selama hidupnya, sehingga ketika menjadi UTUSAN alias sedang sebagai
Sifat Muhammad, atau sedang sebagai Penanam, penangkar, yang bertugas untuk mengadakan,
yang bertugas mewujudkan ADANYA utusan-utusan, itu adalah kekal, serta yang terpenting
adalah harus di sadari.
1. Kalimat Syhadat dalam Rukun Islam itu, kesaksian adanya Dzat. Walau pun tidak dipanggil,
diucapkan, dibicarakan, dirasakan dan sebagainya. Dzat tetap adanya, tidak berubah dan
berganti. Itulah kejelasannya. Serta, sifat-sifat Muhammad itu : Tetap ADANYA dan pasti
berujud, namun bila masih hidup dan bergerak-gerak ini. Sehingga yang mengucapkan dan yang
menyaksikan itu adalah MANUSIA HIDUP.
2. CARAKAN (huruf Jawa) itu adalah lambang rahasia, artinya : Yang melambangkan “Yang
selalu menyebutkan” Adanya Muhammad, Adanya Wujud, adanya sifat 20, keberadaan dari
kekekalan Dzat (selalu berkembang biak). Serta setiap harinya, selalu kita alami, kita terapkan,
dan selalu dikerjakan.
Yang dimaksud dari : Tidak ada kematian (Karena ..... masih bisa menyebutnya) dan
berkembang biak. Keduanya yang disebutkan di atas itu saling pengaruh mempengaruhi,
menyatu dalam keterpisahan, penyatuan, Wahdatul Wujud, ESA, yang maksudnya adalah
BUKAN DUA, namun penyatuan.
Rahasia-rahasia yang terdapat di dalam CARAKAN itu, di dalam sebuah buku karangan
seeorang Pujangga di Mangkunegaran, dijelaskan sebagai berikut :
Hananira sejatine wahananing Hyang (Adanya dirimu sebenarnya tanda adanya Dzat).
Nadyan ora kasat mata pasti ana (Walau tak terlihat mata pasti ada-Nya).
Careming Hyang yekti tan ceta winaca (Keberadaan Dzat tentu tidak jelas terbaca).
Rasakena rakete lan angganira (Rasakan kedekatannya dengan dirimu).
Kawruhana jwa kongsi kurang weweka (Pahamilah jangan sampai kurang akal).
Dadi sasar yen sira nora waspada (Menjadi tersesat jika kamu tidak waspada).
Tamatna prabaning Hyang sung sasmita (Perhatikan Pengaruh Kekuasaan Tuhan memberi
Tanda).
Sasmitane kang kongsi bisa kerasa (Tanda adanya hingga benar-benar bisa terasa).
Waspadakna wewadi kang sira gawa (Perhatikanlah rahasia yang kamu bawa => yaitu Sifat
Rasul + Muhammad).
Lalekna yen sira tumekeng lalis (5) (Lupakanlah jika kamu sampai ajalmu).
Pati sasar tan wun manggya papa (Salah dalam kematian pada akhirnya menemukan
kesengssaraan).
Dasar beda lan kang wus lalis ing goda (Sangat jauh berbeda bagi yang sudah tidak bisa
tergoda).
Jangkane mung jenak jenjeming Jiwarja ( Tercapainya hanya pada ketenangan Jiwa).
Jitnana liyep luyuting pralaya (Menjadi ahlilah dalam menghadapi kematian )
Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan (Yang sebenarnya sepi hampa dari pengaruh
dunia)
Madyeng ngalam parantunan (Hinga sampai alam penantian)
Gayuhane danaliyan mung sarwa arga (Yang di harapkan tidak adal lain serba longgar).
Bali murba Misesa ing Njaba Njero (Kembali pengaruh mempengaruhi luar dalamnya).=>
Wahdatul Wujud, Esa, Sawiji).
Tukulane widardya tebah nista (Tumbuh kembali dalam keselamatan jauh dari nista).
Ngarah-ngarah ing reh mardi-Mardiningrat (Berusaha mengarah kepada keselamatan ..
dalam kebahagiaan Tuhan).

BAB. VII
NUR MUHAMMAD
Ada sebuah keyakinan yang meng-Kias kan Nur Muhammad, kurang lebihnya sebagai berikut :
“Muhammad iku Cahyaningsun, Aku Adam, Aku Muhammad, Aku Allah.” (Muhammad itu Cahaya diriku,
Aku Adam, Aku Muhammad, Aku Allah), kemudian dimaknai sebagai berikut :
Cahyaningsun manggen ing mripat (Cahaya diriku bertempat di mata).
Aku Adam, maksudnya adalah : Asal manusia itu dari kosong.
Aku Muhammad, maksudnya adalah : Asal dari seluruh yang ada itu dari Nur Muhammad.
Akhirnya “Aku Allah”.
Yang kemudian, pedoman tersebut meyakini : Ananingsun punika ananing ambegan, dan
sebagainya (Aanya diriku itu adanya nafas, dan sebagainya).
Pedoman dan keyakinan tersebut di atas itu, jika di telusuri dengan tenang akan ditemukan
kurangnya kebenarannya, sebab jika Nur Muhammad diyakini bertempat di mata, itu tidak sesuai dengan
kenyataannya. Oleh akrena bahwa mata itu tidak akan bisa mengetahui jika tidak mengandung Sifat
Tuhan. : Bashar (Maha melihat). Sedangkan sifat Bashar itu , hanya salah satu sifat dari Tuhan, sedang
menurut uraian di atas, sifat Muhammad itu mengandung sifat-sifat lengkap 20, sehingga mokal dan tidak
mungkin jika sifat yang lengkap itu berkumpul dan bertempat hanya di mata.
Menurut Hidayat Jati Ranggawarsita, Nur Muhammad itu makna sesungguhnya sebagai berikut :
Nukad Gaib, itu terperinci dua bagian :
1. Nukad artinya Biji (Biji segala ciptaan).
2. Gaib artinya Rahasia (Tidak bisa diangankan, tidak bisa terbayangkan, TIDAK TERLIHAT. Nukat
Gaib (Biji Rahasia) yang disebut NUR MUHAMMAD.
Jika dihayati, penjelasan selanjutnya di dalan Hidayat Jati, bahwa NUR MUHAMMAD itu adalah
CAHAYA TERANG TANPA BAYANGAN. Kata terang itu bermakna Menerangi. Siapa dan apa pun juga
yang terkena cahaya terangnya tanpa membeda-bedakannya pasti terkena cahayanya. Jelaslah jika
demikian maka Nur Muhammad itu Terang atau cahaya terang yang ada menyeluruh : pada Segala wujud
yang tergelar ini. Oleh karena tanpa menimbulkan bayangan, sehingga tentunya bukan terang yang
seperti terangnya cahaya lampu, dan tentunya di unia ini tidak ada. Ada yang mengatakan dengan
sebutan “Terang tanpa menimbulkan bayangan”. Siapa dan apa pun saja yang menghalanginya, tentu
akan tertembus, sehingga sinarnya tidak akan pernah terputus yang disebabkan oleh penghalang yang
berupabarang atau makhluk, penjelasan maksudnya adalah : Tanpa batas (menguasai).
Makna yang demikian bisa di dihubungkan dengan makna sifat dari Dzat Yang Wajib yang merata
terhadap seluruh yang tergelar ini. Ringkasnya, Tentang Nur Muhammad (Cahaya Terpuji) itu adalah sama
dengan Hakikat-Nya Dzat Yang Maha Kuasa, sama dengan AKU TIDAK TAU : Namun saling
mempengaruhi (5a).
Kata Nur Muhammad itu, menurut ajaran Agama yang bisa menemukan adalah Seorang Pujangga
yang bernama Al-Hallaj. Dia meyakini bahwa adanya seluruh yang tergelar ini berasal dari HAKEKAT
MUHAMMAD, dalam bahasa Wirid sama dengan NUR MUHAMMAD (Cahaya Terpuji). Beliau juga
mengulas Asma dari Nabi Muhammad saw. dengan 2 uraian, sebagai berikut :
1. Muhammad berkedudukan sebagai Sifat juga sebagai Nabi Muhammad sendiri.
2. Muhammad sebagai seluruh Ilmu Agama, Falsafah dan sebagainya.
Artinya : Pusat seluruh Ilmu. Sehingga sifat Muhammad itu sama dengan kedudukan Rasul Utusan
dari Dzat yang menggelarkan Ilmu yang murni, uci (tidak terampur apa pun).
Pemaknaan Nomor 1, sama dengan Muhammad yang bersifat Manusia Hidup. Yang Nomor 2,
adalah Muhammad berkedudukan sebagai Sifat JIWA MANUSIA, yang berkedudukan sebagai Penuntun
Agung (Nabi, Wali, Ma’rifat dan sebagainya), yang sudah terlepas dari pengaruh godaan nafsu, rasa
memiliki, pamrih dan sebagainya (Hijab, penghalang). Pada intinya : Berujud manusia atau sifat wujud itu
bisa mati, sakit, hilang, rusak dan sebagainya, yaitu sifat-sifat yang menjadi MOKAL (karena bisa rusak).
Sedangkan Sifat Qadimd ari Muhammad itu (Cahaya Terpuji) tetap menguasai seluruh alam yang
tergelar ini, yang sama dengan TERANG TANPA BAYANGAN.
Di dalam Al-Qur’an XX, 52 Surat Al-Qasas menyebutkan “Orang-orang yang telah Kami datangkan
kepada mereka Al Kitab sebelum Al Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al Qur;an itu.” Yang di dalam
Tasir Machmud Yunus menjelaskan : “Sebagian orang-orang yang telah kami beri Kitab sebelum Nabi
Muhammad lahir (yaitu Yahudi dan Nasrani ) ada yang beriman kepada Nabi Muhammad.
Menurut Pujangga Al Hallaj, Nur Muhammad itu sumber dari segala yang ada di alam ini beserta
seluruh isinya, sehingga seluruh makhluk ini hanya bagiannya saja, oleh karena hanya merupakan
bagiannya saja dari Nur Muhammad, sehinga Dzat, Sifat, Asma, dan Af’al itu disebut KEADAAN
TUNGGAL, atau dalam Bahasa Arab disebut : Wahdatulwujud.
Keyakinan Al-Hallaj itu, kemudian dilanjutkan oleh Pujangga yang hidup sesudahnya yaitu Ibnu
“Araby (1102 M) di tanah Andalusia yang keyakinannya sama. Menerangkan bahwa Nabi Adam, para Nabi-
nabi utusan Tuhan, seluruh makhluk dan sebagainya, yang ada ini semuanya berasal dari bagian Nur
Muhammad (Hakekatul Muhammad). Oleh karena Nur Muhammad itu sama dengan Hakekat Allah,
sehingga atas keyakinan yang tersebut di ata itu disebut “Keadaan Tungga” (Menyatu – satu kesatuan).
Bisa juga bahwa keyakinan tersebut yang tersebar di Tanah Jawa pada abad 15 dan 16.
Akibat dari salah dalam memahaminya, atas orang yang kurang mendapatkan pengajaran, sehingga
berani merubah keyakianan tersebut, hanya berhenti pada sebatas pemahaman diri sendiri saja dan
kadang juga digunakan dalam sarasehan ketika ada perkumpulan. Penjelasannya : Pemahamannya hanya
berhenti pada kata-kata saja!!! Rasa menyatu itu, jika tidak dengan jalan dilakukan dan dirasakan sendiri
tidak akan bisa membuktikannya, karena hal itu sama saja dengan membuktikan sendiri jalan kepada Yang
Tidak Terbayangkan (5). Sedangkan meraksan hal itu,bisa terlaksana harus menggunakan cara, dalam
Bahasa Arabnya disebut : Tauwhid. Akibat dari bergesarnya penjelasan itu, yang kemudian mengakibatkan
tumbuhnya golongan yang menuduh bahwa Faham Wahdatulwujud itu Kufur, Kafir, menyekutukan Tuhan.
Sehingga bagi yang meyakini bahwa Khaliq dan Makhluk itu adalah dua, di dalam batinnya menentang
kepada paham Wahdatulwujud tersebut, karena makhluk itu sesuatu yang terlihat nyata, akan tetapi Khaliq
itu adalah Dzat yang tak bisa terbayangkan, makudnya adalah hakekat dari Dzat yang tergelar ini atau
makhluk itu, tidak sama dengan Allah!!!. Sedangkan yang bisa dilakukan manusia itu adalah, hanya
sebatas berhubungan.
Akan tetapi bagi yang memiliki keyakinan seperti yang diyakini oleh Al-Hallaj, Ibnu “Araby dan Siti
Jenar atau Paham Wahdatulwujud, di dalam hatinya serta dalam amalnya (tindakannya) sudah bisa
membuktikan dan menyatakan sendiri tentang Dzat, Sifat, Asma dan Af’al itu adalah SATU. Hal itu bukan
hanya sebatas mengerti saja.
ooOOoo
Uraian tentang empat Anasir yang sudah diuraikan sebelumnya itu, maksudnya adalah sebagai
berikut : Bagi para pemeluk Agama Kristen menyebutkan bahwa Allah itu berputra, Sang Putra tersebut
sama dengan Citra, bayangan dari Dzat (yang diibaratkan sebagai Matahari yang cahayanya
mempengaruhi Jamban). Jika hal itu yang diyakini, maka sama dengan Nur Muhammad, tidak ada
bedanya. Penjelasannya sebagai berikut :
Allah sama dengan Sang Rama (Sanskrit : Iswara).
Hakekatullah sama dengan Nur Muhammad.
Nur Muhammad sama dengan Citra (Bayangan).
Citra atau Hakekatullah sama dengan Sang Putra.
Sang Putra sama dengan Ingsun (Diri) (Sanskrit => Purusa).
Jika di uraikan, Nur Muhammad itu, pusat sumber segala yang ada yaitu yang berujud Sifat Hidup
diri kita ini, keyakinan tersebut sama dengan yang disebut dengan AKU () Putra Allah. Makna Putra itu
bukan ANAK pada umumnya, namun terjadi karena Bayangan yang diterima yang berasal dari
Hakekatullah. Sehingga ujud manusia itu sama dengan DRAGER, yang memuat yang dimuat oleh Putra
(Citra, Bayangan Nur Muhammad).
Oleh karena Sang Rama atau Allah itu Tidak bisa Terbayangkan, sehingga bayangannya pun juga
tidak bisa terbayangkan. Sehingga disebut Ingsun (diri), Nur Muhammad, Hakekatullah, Citra Sang Putra
dan sebagainya. Hal itu juga tidak bisa terbayangkan itu berada di diri manusia yang bersifat lengkap
(Muhammad), dengan jalan menggunakan alat yang menempel di dalam badannya, bisa membuktikan
yang tidakbisa terbayangkan tersebut di atas. Di dalam keyakinan Agama Buddha disebut Nirwana alam
yang kekal.
Oleh karena kesemuanya itu hanya sebatas tanda atau sebutan saja, sehingga bagi salah dalam
memahaminya kemudian akan terbawa kepada perasaan merasa berkuasa menyebut, hingga bergeser
kepada perasaan memiliki sifat kuasa. Hal itu adalah salah, karena makna yang sebenarnya adalah
sebagai berikut : : Walau pun kita sebagai yang memuat, maksudnya adalah hanya terpengaruh atau
dipengaruhi oleh Hakekat-Nya.
Hakekat yang sebenarnya adalah tidak bisa berbuat apa-apa, jika hanya terpengaruh oleh sifat
kekuarangannya. Namun, bagi manusia, ternyata segala perbuatannya sama dengan Yang memiliki
Hakekat.
Oleh karena Sang Pemilik Hakekat itu hanya satu saja, seperti yang digambarkan sebagai Matahari
di langit bagi jamban yang terisi air, sehingga sang Hakekat tetap tidak bisa terpengaruh kewenangannya!
Karena yang Yang Maha Wenang Hanya SATU.
Hal ini mudah untuk dipahami, yaitu : Seandainya Hakekatullah (Muhammad) Citra Sang Putra, itu
berkemampuan mempunyai Kekuasan seperti Yang Maha Wenang, tentulah akan ada makhluk yang akan
bisa menciptakan makhluk. Sehingga, Dzat Yang Tidak terbayangkan itu Maha Wenang, artinya Wenang
menguasai segalanya, Apakah mengurangi atau pun melengkapi, atau juga menggerakkan dan
sebagainya, semuanya itu hanya sebatas kewenangannya, walau pun hidup atau pun mati pun demikian.
Untuk penjelasan selanjutnya, sebagai berikut : Jika berdasar bahwa Nur Muhammad itu ternyata
Hakekat dari Dzat, serta Dzat itu lengkap dan tidak terkena perubahan, atau Wajib Adanya, jika demikian
suatu keyakinan yang meyakini bahwa Muhammad itu adalah Cahaya diri yang bertempat di mata, tidak
bisa diterima kebenarannya.
Sebagai penutup uraian tentang Nur Muhammad ini, perlu untuk sebagai pengingat, Oleh karena
Sifat Muhammad dan Sifat Rasul serta mempunyai kewenangan menyebut Rasul, tentang hal ini
sebaiknya dijalankan ( diamalkan dan dipraktekkan). Karena sifat Rasul itu adalah Hakekatullah yang
tanpa sarana (perbuatan dari sifat Tuhan yang berjumlah 20 tanpa penghalang).
Ibaratnya adalah : Manusia dan apapun kehendaknya; kehendak Allah; dan apapun perkataannya
adalah Ucapan Allah, segala tindakannya adalah tindakan Allah dan sebagainya, itu sudah berderajat Nabi,
Wali, Mukmin Khas (Ma’rifat), yang telah dibuka oleh Allah, tindakannya tidak diakuinya, artinya : Teramat
tinggi sikap pasrahnya sehingga tidak MERASA apa-apa.
Meskipun demikian, sebagai tandanya, siapapun saja yang berani mengaku bisa, pinter, kaya ilmu,
perkasa, merasa sebagai kekasih Allah dan sebagainya, yang sangat mengagumkan; hal itu bukan nama
sebagai Utusan Tuhan, namun sebagai Utusan nafsu dan Syaitan, seperti termuat di dalam Al-Qur’an XXX
29, surat Alinfathar : (Tafsir Qur’an) : Janganlah kamu memiliki keinginan (harapan) selain Allah, karena
Allah juga memiliki keinginan (pengharapan) juga.
Makna singkatnya : Sudah sangat jelas, seandainya sudah bisa menyatu (larut) dengan Dzat
bernama Suci, kaarena kesucianya lah yang kita lakukan, seperti yang terkandung pada Ayat di atas; Apa
pun kehendakmu adalah kehendak Allah, artinya .. ALLAH dan aku diri itu satu, baik kehendaknya, juga
perkataannya. Sehingga di dalam Hidayat Jati menjelaskan, bahwa perkataan Allah itu melalui mulut,
mendengar mempergunakan pendengaran dan sebagainya, dan yang berwenang sebagai jalan
sarananya atau yang menjadi perantara dari Tuhan, yaitu yang sudah mencapai derajat Ma’rifat.

BAB. VIII
JALAN MENCARI YANG NYATA ADANYA
Keterangan tentang Tata cara (melakukan, mengamaalkan) tentang Ilmu Ketuhanan itu tidak
panjang dan tidak rumit, karena Ilmu Ketuhanan (Yang Nyata Adanya) itu harus diolah di dalam batin. Tidak
harus bisa meneliti perbuatan, maksdunya, tindakan yang keluar dari batin itu apakah sudah sesuai
dengan Tata kelahiran ataukah belum.
Seseorang itu tidak harus secara terus menerus melakukan olah batin, yang akibatnya akan
mengabaikan perbuatan dan kebutuhan raganya. Hal itu justru berakibat melemahkan raga, dan jika raga
menjadi lemah, maka jiwanya juga akan menjadi lemah.
Melakukan tindakan mencari Yang Nyata adanya itu banyak ragamnya, dan caranya pun berbeda-
beda. Sehingga para pencarilah yang harus menelaah sendiri. Laku tindakan yang mana yang sesuai
dengan dirinya dan baik.
Dalam dunia Islam (yang juga sudah ada di dunia Jawa) ada kata : Zakat, yang bermakna
memberikan dana. Tindakan demikian itu sebenarnya melatih kepada rasa ikhlas, dan dengan jalan
demikian saja seseorang masih belum bisa disebut Alim. Melatih agar memiliki watak Ikhlas yang pada
akhirnya : Tidak merasa ikut memiliki dan tidak ikut membuatnya.
Walau pun berderma itu suatu tindakan yang utama, meski demikian tindak seperti itu bukan karena
keterpaksaan, atau dengan mengandung pengharapan agar di belakang harinya bisa mendapatkan
balasan dari orang lain (menerima zakat), serta juga tidak harus dengan pamer agar terlihat dalam
membela ke Islaman-nya. Lebih tepatnya tindakannya itu harus disesuaikan dengan keadaan dirinya
sendiri. Artinya, jika kebutuhan dirinya sendiri belum tercukupi, melakukan derma itu pada akhirnya tidak
bisa terlaksana dengan keikhlasan hati, karena walau pun sedikit, bisa dikatakan terpaksa, atau hanya
terdorong ingin mendapatkan sanjungan, sedangkan keadaan yang sebenarnya, masih belum terpenuhi
seluruhnya. Jika ddirenungkan dengan tenang, tindakan yang demikian itu bisa disamakan dengan bunuh
diri.
Sedangkan cara berderma yang benar itu adalah dengan cara meneliti keadaan diri pribadi terlebih
dahulu, apakah kebutuhan hidupnya sudah cukup ataukah belum. Sedangkan jika sudah dirasa cukup (dan
jika justru sudah lebih) barulah tindakan berderma itu dilaksanakan dengan keikhlasan hati yang
sebenarnya. Menurut keyakinan Agama, hasilnya disebut Halal. Sedangkan ujud dari yang bisa
didermakan itu tidak hanya harta saja, sedangkan tenaga, pikiran dan lainnya juga bisa dipergunakan
untuk menjalankan derma, namun juga harus memperhitungkan kepada siapa dan juga tempatnya.
Untuk tindakan di dalam batin, menjalankan pencarian kepada Yang Nyata Aadanya itu, harus
dilakukan dengan kejururan, bisa bisa dengan jalan menipu dirinya sendiri. Contohnya sebagai berikut :
Ketika baru datang dan masih kepanasan, tiba-tiba ditanayi, apakah sudah makan ataukah belum (yang
kenyataannya memang belum makan). Jika di dalam batinnya jujur, jawabannya juga harus dengan
jawaban “belum:” Namun biasanya seseorang itu mempunyai watak malu-malu, sehingga ketika ditawari
makan, walau pun perut lapar, jawabannya tetap menjawab “Sudah”. Tindakan yang demikian itu yang
bernama di dalam lahir dan batinnya tidak sesuai, sudah menipu dirinya sendiri, yang akibatnya adalah
menyiksa raga.
Akan tetapi, dalam keadaan lapar yang bagaimana pun, dan demi mengikuti kejujuran batin, walau
pun demikian juga tidak boleh di sembarang tempat mengucapkan meminta makan, karena tindakan yang
demikian itu sebagai tanda bukti bahwa keyakinan kepada raganya sendiri sudah berkurang, kata kasarnya
bisa disamakan dengan pengemis. Sehingga walau pun demikian, ketika dalam keadaan merasakan lapar
yang teramat sangat, sebisanya harus berusaha sendiri, bagaimana caranya agar bisa tercukupi
kebutuhannya itu.
Sedangkan tindakan “meminta-minta” itu, bagi diri pribadi bisa dikatakan sebagai tindakan yang
nista, dan bagi yang dimintai itu bisa dikataan telah meremehkan, karena pastilah berkeyakinan bahwa
seseorang yang dimintai itu pasti akan memberinya. Selain meremehkan, tindakan meminta itu sama saja
telah memerintah dan memaksa kepada orang lain, yang akhirnya bisa mengakibatkan merugikan.
Seumpama meminta hanya sebatas meminta rokok, walau pun hanya sebatang, namun walau pun
terlaksana itu akdang kala membuat tidak enaknya hati bagi yang dimintai, karena bagi yang memiliki
rokok , sebenarnya masih membutuhkan untuk dirinya sendiri.
Maka dari itu, tindakan batin yang utama adalah “Luar dalam”, namun demikian harud didasari
dengan membiasakan mengekang hawa nafsu, dan juga dengan menggunakan rasa Cinta dan
menyamakan rasa dengan rasa diri (tepa salira) kepada sesama makhluk yang berujud apa saja, Artinya
Cinta tanpa menyiksa (meremehkan, memaksa, merugikan dan sebagainya), artinya menyamakan rasa
dengan rasa diri, jika dirinya sendiri di cubit merasa sakit, maka janganlah mencubit orang lain. Laku dan
tindakan yang demikian itu, menurut Ajaran Agama disebut menjalankan Mujahadah dan Riyadlah,
sedangkan bagi ahli Syariat, bermakna bertindak berdasar Hukum Agama yang diyakininya dengan tidak
mengharapkan apa-apa.
ooOOoo
Yang membuat rusaknya hidup itu, terbagi dua bagian, yang sebagian adalah yang membuat
rusaknya Batin, dan sebagian lainnya adalah yang membuat rusaknya Raga (lahir). Yang membuat
rusaknya batin itu, ada 5 yaitu :
1. Mengumbar Hawa Nafsu.
2. Menuruti kehendak diri.
3. Menyebarkan angkara murka.
4. Menggunakan watak pembohong dan mengingkari janji.
5. Menuruti tindakan fitnah dan suka menyiksa.
Sedangkan yang membuat rusaknya raga itu juga berjumlah 5, yaitu :
1. Melakukan kecerobohan. (Carobo)
2. Melakuan tindakan Nista.(lampah nista)
3. Bertingkah sewenang-wenang.(Degsura)
4. Malas, malu. (kesed, sungkanan)
5. Malas menderita dan melakukan ibadah. (Lumuh nestapa puja brata)

Oeh karena kesemuanya itu merupakan penghalang dalam setiap waktu, bagi para pecari harus mencari
cara, bagaimana agar bisa terhindar dari penghalang-penghalang tersebut. Maka baru bsia berhasil lulus
dan selamat dalam hidupnya. Apalagi bila ditambah dengan tapa dalam hidup beserta zakatnya sekalian.
Enurut Serat Hidayat Jati, petunjuknya adalah sebagai berikut :
1. BADAN RAGA : Dengan cara bertapa mengekang Raga Zakat-nya rutin menjalankan kebajikan.
Maksud mengekang raga : Dalam kehiidupan bermasyarakat selalu menjalan kebaikan, sopan dan
mengikutin aturan. Dalam setiap tingkah laku harus selalu diselaraskan dengan waktu dan tempatnya.
Ringkasnya adalah bisa menyenangkan sesamanya.
2. HATI/BUDI : Ujud tapanya adalah Ikhlas menerima dan bentuik zakatnya adalah hampa dari
pikiran buruk, tidak berfikir yang bertujuan pada tindakan tidak baik. Sedangkan yang perbuatan hati atau
Budi itu bermakna : Yang menjadi sumber dari segala tindakan, karena segala yang dikerjakan manusia
itu, walau pun hanya seucap kata, pastilah bersumber dari hati terlebih dahulu. Sehingga tepat dengan
sebutan bahwa Hati itu adalah Guru dari Sikap lahiriah.
Sedangkan bisa diamati, atas baik dan buruknya bisa dilihat dari sikap, tingkah-laku, dan
ucapannya. Bagi para pencari kebenaran, yang disebut Budi yang baik itu, adalah budi yang mengajak
pada segala tindakan yang tertuju pada kebaikan, juga selalu berusaha menambah pengetahuan dan
sebagainya, umpamanya mengingat-ingat dan menghayati sifat 20, hasilnya, batin akan mendapat
pengaruh dari sifat 20 tersebut, dan lain sebagainya, dengan harapan semakin lama akan menjadi
kebiasaan, terbiasa mencari kebaikan.
Ujud bertapanya adalah : Menerima, ini bukan berarti menerima apa adanya, namun yang terpenting
itu tidak kecewa terhadap sesuatu yang sudah terlanjur. Tujuan menerima seperti itu bermakna tidak
memaksakan segala sesuatu, tidak akan bertindak sekiranya badan dan pikiran tidak sanggup
menjalankannya. Umpamanya saja adalah sebagai berikut : Berusaha mencari penghasilan akan tetapi
mendapatkan hanay sedikit saja, hal demikian tidak berarti menyerah begitu saja, harus berusaha lebih
giat lagi agar mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi, namun dengan syarat ingat kepada kekuatan
badan dan pikirannya, tidak memaksakan dir dan tergesa-gesa untuk mendapatkan hasil yang berlebih
dari yang seharusnya, namun dengan sarana pengurbanan keadaan raga dan jiwanya. Bagi para olah
batin bisa dimaknai , berserah mengalah kepada godaan pikiran, itu juga disebut bisa melawan tuntutan
dari pikiran. Untuk bsia melakukan itu, adalah dengan jalan berlatih sedikit demi sedikit, lama-kelamaan
akan menjadi terbiasa dan menjadi kebiasaan.
3. NAPSU (Nafsu) : Beratapanya adalah Ikhlas, Zakatnya adalah sabar ketika mendapat cobaan dan
pemaaf terhadap kesalahan..
Berjiwa ikhlas itu adalah salah satu jalan untuk melawan nafsu yang sangat banyak jenisnya. Ikhlas
memberikan yang dicintai itu membuang sifat kikir.
Sabar ketika mendapat coba : Cobaan dan celaka itu tidak diketahui kapan datangnya, umpamnya :
terluka oleh benda tajam, hal itu bagaimana bisa sabar sedangkan kecelakaan-nya sudah terjadi? Ukuran
sabar atas coba dan derita itu tidak bisa ditemukan, asalkan saja berhati-hati dalam melakukan segala hal.
Hal itu sebagai pedoman atas segala hal. Oleh karena coba dan celaka itu tidak bisa diketahui asalnya,
maka sifat sabarnya itu haru selalu dijalankan untuk menghindari coba dan celaka. Artinya tidak akan
melakukan pembalasan, tidak menjadi gampang menyerah, tidak takut gara-gara coba dan celaka.
Manusia yang lemah jiwanya, biasanya, apa saja yang akan dilakukan yang dipikir terlebih dahulu
adalah celakanya atau ruginya terlebih dahulu, yang akhirnya justru tidak mau melakukannya. Yang
dimaksud sabar itu, bukan takut terhadap masalah, tidak ragu-ragu terhadap malapetaka, tidak mundur
karena cobaan, akan tetapi selalu berhati-hati. Dan orang yang percaya kepada kekeuatan sendiri itu
biasanya yang lebih sering berhasil dari apa yang dicita-citakannya.
Oleh karena segala tindakan itu didorong oleh anfsu, (Nafsu ingin mendapatkan pujian dari orang
lain, nasfu ingin mendapatkan yang terbanayk, nafsu ingin yang paling unggul dsb), maka bertapanya
adalah :Ikhals, jika belum bisa mendapatkan apa yang dihasratkannya, dalam melakukan tindakan
tersebut/ Karena, seandainya tidak Ikhlas (terus membebani pikirannya) biasanya menumbuhkan rasa
murka, dan rasa tidak pernah puas. Untuk cara menghilangkannya dengan cara seperti yang sudah
diurakan tersebut di atas. Dalam hatinya harus mempunyai tekad “Ikhlas” walau pun belum bisa seketika.
Pada intinya : Ikhlas memotong berkembangnya nafsu dan keinginan diri, pamrih pujian dsb. Langkah-
langkah yang demikian itu akan menumbuhkan kesantausaan Budi. Artinya tidak mudah terpengaruh.
Krena sudah bisa memikirkan baik buruknya. Dan kesentausaannya itu tidak gampang terseret oleh hasrat
yang berasal dari luar dan dari dalam diri.
Pada akhirnya, kata MEMAAFKAN ATAS SEGALA KESALAHAN, lebih jealsnya dalah tindakan dari
luar diri, yang berakibat pada diri sendiri. Contoh : Sepeda Anda dipinjam tetangga yang akhirnya tetangga
itu mengalami kecelakaan di jalan hingga sepeda Anda menjadi rusak. Ruksanya sepeda itu dikarenakan
kecelakaan yang tidak disangka-sangka itu, masih bisa di servis. Akan tetapi, siapakah sebenarnya yang
salah? Dan siapakah yang harus memberi maaf? Menurul penalaran, yang salah adalah tentangga yang
menaiki sepeda itu. Namun.. menurut hukum batin, seumpama sepeda itu tidak dipinjam, tentu tidak akan
mendapat kecelakaan. Sehingga, yang kurang “Waspada” adalah keduanya. Sehingga, maafkanlah atas
kesalahan orang lain yang mengenai diri sendiri, karena belum tentu tentangga itu, benar-benar salah. Dan
hasil dari memafkan kesalahan orang lain itu, maka diri ini akan disebut sebagai manusia berbudi luhur.
Seumpama ada anak yang memukul anak itu bagaimana? Apakah harus di balas dengan pukulan
juga? Olehkarena hal ini berhubungan dengan “membangkitkan nafsu” sehingga sikap memafkan adalah
yang utama, kemudian urusan itu serahkan kepada yang berwajib, karena ada pengadilan yang berhak
mengurusinya. Sedangkan jika dibalas dengan pukulan, itu maka kedua-duanya sama-sama bersalah.
Karena tidak menempati watak berbudi luhur.
4 . NYAWA, Bentuk tapanya : Jujur Yang Sebenarnya (temen) Zakatnya adalah : Tidak usil dan tidak
senang menyiksa. Bagi manusia pencari Yang Nyata Adanya, Nyawa itu adalah kata yang sulit untuk
dipahami, karenya Nyawa itu dalah tanda hidup. Semu mahluk Tuhan itu, yang bersifat hidup, pasti
mendapat pengaruh dari Nyawa.
Kata “Jujur yang sebenarnya” (Temen) di sini, adalah yang berhubungan dengan kejiwaan (tentang
Sukma), artinya akan bisa terlepas dari rasa senang dan menyenangkan jika gerak batin JUJUR yang
sebenarnya jujur dan tidak menipu kepada diri sendiri. Contohnya : Dalam hatinya ingin melihat
pertunjukan wayang, namun tiba-tiba ada tamu datang. Pada umunya kemudian akan menyambut tamu
tersebut , akan tetapi bagi pencari Jujur yang sebenarnya (Temen) dan tidak menipu dirinya sendiri, akan
memaksa diri untuk berangkat walau pun tidak seketika itu juga. Penempatan rasa nya akan menemui
tamu terlebih dahhulu, setelah cukup kemudian tetap berangkat untuk melihat pertunjukan wayang.
Mengapa demikian? Karena jika berangkat menonton pertunjukan wayang, yang pertama itu bernama
tidak menipu diri, kedua hati menjadi tenang karena terpenuhi keinginannya/ Berlatih tentang Jujur yang
sebenarnya (temen) itu adalah perbuatan yang sangat berat. Karena cetusan hati itu tiap detik berubah,
yang pada akhirnya kebanyak bertentangan dengan cetusan hati sebelumnya. Dan cara jujur kepada diri
sendiri itu jika dilihat dari hal batin, hanya dengan cara bertindak yang sesuai dengan keinginan hatinya
sendiri. Contohnya : Ketika pada suatu waktu seseorang sedang berhadapan dengan temannya, suara
hatinya berkata : “Orang ini pasti akan minta uang!” tidak slah, bahwa temannya itu benar-benar meminta
uang.
Kejadian seperti itu, yang dijadikan patokan oleh para ahli Hakekat, maka Hakekat itu adalah
termasuk sikap “Bertapa bagi Nyawa”. Artinya, merasa tidak ikut memiliki (Hidupnya berasal dari Yang
Satu). Jika mengolah cetusan hati yang seperti itu terus dilatih hingga menjadi kebiasaan, maka lama
kelamaan akan bisa mendapat anugerah bisa mengerti sesuatu yang belum terjadi. Hasrat dan cetusan
hatinya pasti tepat, karena “RAGA” dan “JIWA” sudah bergerak satu tujuan. Yang akhirnya, jiwa akan bisa
mengendalikan basan kasar raga ini.
Contoh yang lainnya lagi, sebagai berikut : Waktu sore hari ketika waktunya untuk bersantai sambil
minum kopi, akan tetapi gula dan bubuk kopinya habis, dan kebetulan pada saat itu sedang tidak memiliki
uang. Kemudian berkata : “Ah... Yang mempunyai keinginan kan lidah dan perut, jika memang bisa saya
suruh, tentunya akan bisa datang dengan sendirinya.” Tiba-tiba, tidak begitu lama ada tamu yang datang,
sambil membawa buah tangan gula dan bubuk kopi, yang menyebabkan terpenuhinya keinginan untuk
minum kopi. Tindakan yang didlakukan berdasarkan “Jujur yang sebenarnya” (Temen), jujur di luar, jujur di
dalam, hasilnya dalah : Raga dan Jiwa, sama-sama terpenuhi kebutuhannya. Biasanya Ketika kebutuhan
muncul, yang dibutuhkan itu “ADA”. Hal demikian disebakan oleh apa? Tidk lain adalah hasrat cetusan hati
itu muncul disebabkan dari Suci bersih (Jujur pada awalnya, benar-benar terjadi). Hal itu sebenarnya
adalah atas ijin dan kehendak Tuhan yang terkadung di dalam Ayat QS.XXX.29. A-Infithar, yang tafsirnya
sebagai berikut : Susungguhnya apa yang kamu hasratkan, itu menjadi Kehendak Tuhan Seluruh Alam ini).

Sekarang memaknai Zakatnya Nyawa (Amal, tindakan, dan perbuatan), yaitu Tidak usil dan tidak
berbuat yang menyiksa. Hal itu bagi yang salah dalam memahaminya kemudian mengira-ngira dengan
perbuatan, kejam, membunuh, memukul dan sebagainya.
Karena pemahaman umum itu bahwa barangsiapa yang bertindak kejam pasti jelek (akan dihukum).
Bagi Hukum dunia batin, seharusnya harus ditelaah terlebih dahulu, Apakah sebabnya, sehingga
melakukan tindakan memukul, itusekedar contohnya. Gerak hati yang diumbar itu pasti mempengaruhi
hingga mengenai tindakan lahir atas dari yang dihassratkannya itu, dan jika hasrat hatinya buruk, maka
tindakannya pun buruk. Dan sebagainya.
Kalimat jangan usil dan suka menyiksa itu, maksudnya adalah JANGAN MENYIA-NYIAKAN
HATIMU SENDIRI. Mengulangi contoh di atas. Yang menyebabkan hingga berbuat memukul itu, karena
karena disalahkan oleh orang lain karena bertindak salah. Sedangkan yang menyebabkan bertindak salah
itu disebabkan Hatinya yang buruk.
Pada umunya, sebelum melakukan apa saja itu, tentunya hasrat hati sudah mengajaknya terlebih
dahulu. Bagi pencari Yang Nyata Adanya, bahwa yang mengajak dari dalam itulah yang dihilangkannya.
Cara melakukannya dinamakan Zakat (mengamalkan ilmunya) yang intinya : Tidak menyiksa hatinya
sendiri, tidak mengusili hatinya sendiri, Usil urusan hati itu adalah TIDAK BOLEH BErPIKIr BURUK.
Oleh karena hal itu adalah cara bertapa bagi para Ahli Hakekat, maka disebut “Belajar Sunyi” tidak
ada apa-apa, yang artinya adalah Ikhlas. Insya Allah akan mendapatkan sebuah daya kekuatan (energie)
yang belum pernah diketahuinya.
5. RAHSA :Nama tapanya adalah bertindak yang Utama (UTAMA) Zakatnya adalah Diam dan
bersedih hati. Itu sebenarnya adalah cara bertapa bagi para AHLI Ma’rifat, sedangkan cara
menjalankannya itu jika sudah mempraktekkan yang Nomor 1 hingga Nomor 4 di atas. Hal itu hanya
sebatas yang bisa diuraikan oleh kalimat yang sebenarnya yang bisa memahami adalah yang sudah
berada di tingkat Ma’rifat.
Uraiannya : Penuh keutaman itu adalah selalu dalam kebenaran, bisa dipercaya dan bisa menjadi
contoh atas apa yang dikatakannya, karena senang memberi nasihat dan penerang bagi masyarakat.
Sehingga, penuh keutamaan yang sebenarnya itu adalah DIRI , karena sudah berada di tingkat Ma’rifat,
dan apa pun yang dikatakannya adalah selaras dengan perintah Allah, dan aka pun yang menjadi
kehendaknya adalah selaras dengan Kehendak Allah, karena sifat Yang Paling Utama adalah Sifat milik
Allah dan tidak memilih-milih tempat. Siapa yang isa mendapatkan Yang sangat Luhur dan sangat Utama
itu asalkan bersedia melaksanakan Aturan Zakat dan Tapa seperti yagn sudah dijelaskan pada Nomor 1
hingga Nomor 4 di atas. Apakah yang menyebabkan sehingga ketempatan sifat Keluhuran, keagungan,
menjadi panutan, sifat kasihnya dan sebagainya, dari Sifat Tuhan? Karena sudah terlepas dari hijab,
penutup, penghalang, yang ditemukan pada angka 1 hingga 4 di atas, sehingga apa pun yang diminta pasti
terjadi, dan yang dikehendakinya pasti ada. Mengapa demikian, karena Ki Rangaawarsita itu sudah
ketempatan sifat seperti yang terkadung di dalam Al Qur’an surat Al-Infithar 29 tersebut di atas.
Bisa mengetahui yang belum terjadi, kekayaan, kesaktian dan sebagainya, itu semua sumbernya
adalah hanya dengan Bertapa. Artinya bertapa untuk itu (Mengurangi, menghilangkan) yang dijelaskan di
nomor 1 hingga 4 di atas.
Karena Maha Kuasanya DZAT, itu bukan hanya yang berada di dalam diri saja, sehingga sebagai
sarana berlatih harus bisa mengalahkan serta bisa memerintah indra yang ada di luar, yaitu :
1. MATA, bentuk tapanya adalah mengurangi tidur, zakatnya adalah menghindari melihat sesuatu
yang bisa menumbuhkan rasa ingin memiliki dan yang bisa membangkitkan nafsu. Disebut dengan Tapa
membutakan mata.
2. TELINGA : bentuk tapanya adalah mengendalikan nafsu amarah, zakatnya adalah mencegah
untuk mendengar suara yang buruk, pertengkaran, canda yang tidak ada gunanya dan sebagainya, disebut
Tapa menulikan telinga.
3. HIDUNG, bentuk tapanya Mnecegah ingin tahu, jakatnya tidak mau mencari-cari kekuarangan
orang lain. Kata ingin tahu itu sama dengan mencari-cari. Yang kadang mengakibatkan dibenci oleh teman-
temannya. Hidung adalah alat untuk memilih, walau pun mata tidak melihat barangnya, jika hidung bsia
menciumnya, kadang-kadang akan bisa tahu tentang brangnya.
Hidung juga bisa menjadi jalan menuju celaka. Artinya, jika kurang berhati-hati, bisa menumbuhkan
kemarahan,karena godaan dari hidung, umpamanya, ketika mencium bau bangkaidan sebagainya. Hal itu
bila tidak bisa mengendalikan, maka mulut akan berkata, maka dari itu, dimana-mana tempat sebaiknya
menjauhi bau dari sesuatu yang berbau tidak baik.
Seseorang yang suka sembarangan, pada umumnya, ketika makan apapun, ketika mengambil
apapun, maka akan di cium, namun ketika yang dicium itu RACUN, mencium yang demikian itu akan bisa
menyebabkan kematiannya.
Akantetapi, bagi sang pencari, itu tidak suka ikut-ikut menjadi urusan orang lain yang bukan
urusannya. Dan jika dimintai pendapat, maka akan memberi saran dengan cara tidak menambahi banyak
bicara. Apalagi menambahi kejelekan orang lain, hasilnya adlah usil, dan di dalam hatinya ingin yang paling
unggul an sebagainya. Karena di dalam hatinya merasa bahwa semua kata-katanya pasti dipercaya. Bagi
pencari kebenaran, menuduh orang lain itu adalah larangan besar, yang bisa mengakibatkan
kesombongan dan belum tentu kebenarannya.
4 MULUT, bentuk tapanya adalah mengurangi makan, zakatnya tidak suka membicarakan kejelekan
orang lain. Penjabarannya : Yang lebih jelas dan nyata lihatlah tentang bab puasa. Tentang membicarakan
keburukan orang lain sepertinya sudah diuraikan pada bab di atas.
5 . KEMALUAN, bentuk tapanya alah mencegah syahwat, zakatnya adalah tidak berlaku zina,
selingkuh, menyeleweng. Hal itu memang sangat berbahaya, karena selain bisa menyebabkan rusaknya
raga, adan sebab yang lainnya lagi, yang akan diuraikan pada bab Puasa, Samadi, Yoga dan sebagainya.
Itulah sebagai jalan untuk membuat penghalang (Antara Hamba dan Tuhannya).
Tindakan yang salah namun menjadi kebiasaan, kemudian diarahkan hanya tindakan batin saja, itu
bisanaya akan tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang keadaan di kanan kirinya. Sedangkan yang
harus dijalankan adalah sekedarny, berpakaian, makan, berjalan seperti sebelum menjalankan Bertapa
brata. Uraian tersebut semuanya titik pangkalnya ada di penjelasan nomor 1 hingga nomor 4 di depan,
karena walau pun di luar sudah bisa menjelaskannya akan tetapi bila di dalam hati belum sesuai, sama
saja dengan tidak ada gunanya. Karena Batin itu adalah Guru lahir.

IX. SEMBAHYANG DAN SAMADHI

Qur’an, VII, 29 – Al-A’araf, yang kandungan tafsirnya sebagai berikut :


(1). Sembahlah Dia, dengan cara mengikhlaskan Agama kepada Dia (Allah), seperti ketika Tuhan
menciptakan dirimu, demikian juga ketika kamu menghadapnya (Kembali ke asalmulanya kepada DIA).
Qur’an, VII, 143, Al-A’raf (Permohonan Nabi Musa as.), yang kandungan tafsirnya sebagai berikut :
(2) Wahai Engkau, tunjukanlah Dzat Paduka kepada hamba, ijinkanlah hamba melihat Engkau.
Tuhan berkata : “tidak akan kaut dirimu melihat Ingsun (Allah ..... akantetapi lihatlah gunung ini, bila dia
tetap berada di tempatnya, barulah kamu bisa melihat Ingsun”.

Sebelum Ayat di atas diuraikan, terlebih dahulu menjelaskan tentang Tingkatan Syari’at, dan Tariqat,
dan itulah yang penting sebagai bekal bersamadhi (Menjlankan Tapa) Uraiannya akan dimuai dari ilmu
lahir, yaitu yang penting bagi keselamatan.
Puasa : Di jaman dulu, pusa itu pada umumnya hanya mengikuti “pendapat umum” hanya ikut-ikutan
saja. Sehingga disebut dengan sebutan : Puasa Syari’at, dikarenakan hanya ikut-ikutan saja, sehingga
masih banyak yang tidak memahami kegunaannya.
Dijelaskan di dalam Hadits Buchari, yang kira-kira maknanya sebagai berikut : Orang-orang yang
menjalan puasa itu (Perutnya lapar) bersih pikirannya (Budinya) serta suci hatinya. Sedangkan Tuhan
bersabda, yang penafsirannya sebagai berikut : Wahai orang-orang yang beriman, berpuasalah, seperti
yang sudah dijalankan oleh orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi takut ) Makna sebenrnya
di QS. Al Baqarah 183..
Mengapa orang yang menjalankan pusa itu kadang-kadang terasa malas, lemas dan mudah
mengantuk?
Mengapa, Perintah di dalam Al- Qur’an, tentang puasa justru ditujukan hanya kepada orang yang
beriman?
Dan apakah sebabnya puasa itu, sudah sejak jaman dahulu bisa menyebabkan kesucian?
Sebenarnya puasa itu sudah ada sejak jaman dahulu kala sebelum Nabi Isa lahir untuk
menyebarkan Agama, Dan di dalam Kitan Injil dan Kitab-Kitab yang lainnya menerangkan tentang Puasa.
Setelah akal (4) dan jaman semakin maju, para ahli kemudian mengadakan penyelidikan tentang
apakah sebabnya Tuhan memerintahkan kepada ummat manusia untuk berpuasa, karena tidak mungkin
jika hal itu tidak ada guna dan manfaatnya.
Menurut Ilmu Kesehatan ( Buku dari Prof. Dr. A.Ramali) penjelasannya sebagai berikut : Hewan-
hewan dan mahluk yang hidupnya mengunyah makanan, terlebih lagi manusia yang makan dengan cara
dikunyah di mulut, kemudian di telan dan masuk ke dalam perut sehingga kenyang.
Sari-sari makanan tersebut menjadi kebutuhan pokok manusia, seperti Zat-zat lemak, hidrat arang,
air, garam, putih telur dan sebagainya, serta berbagai macam vitamin yang terkadung di dalam daging,
sayur-sayuran, biji-bijan dan buah-buahan dan sebagainya. Semua makanan yang belum busuk itu
bermanfaat, sedangkan yang sudah busuk, maka vitaminnya sudah hilang.
Selama dikunyah, makanan tersebut bercampur dengan air liur yang keluar dari tiga saluran di
dalam mulut dan dari saluran “kelenjar air liur” yang menyebabkan makanan-makanan tersebut menjadi
halus, hingga sifat zatnya ada yang berubah menjadi zat gula atau sakar atau Maltose.
Makanan tersebut kemudian ditelan dan masuk ke dalam lambung. Kemudian makanan tersebut
bercampur dengan kelenjar-kelenjar kecil yang beribu-ribu banyaknya. Lambung itu bisa mengeluarkan
kelenjar untuk menghancurkan makanan tersebut. Sedangkan yang berasal dari zat-zat telur dan yang
sudah berubah sifatnya itu sangat mudah dihancurkan oleh kelenjar lambung. Dan zat telur yang sudah
berubah sifat disebut pepton.
Makanan yang sudah menjadi sangat halus kemudian masuk ke dalam usu halus. Di pintu usus
tersebut ada 2 saluran, 1. Saluran empedu dan 2. Saluran pankreas (kelenjar ludah perut yang berasal dari
di antara ginjal. Keduanya bersama-sama mengaliri usus. Empedu itu berasal dari bagian hati yang
berguna untuk menghancurkan zat-zat lemak yang juga dibantu oleh pankreas hingga menjadi sangat
lembut. Pankreas melanjutkan melebur zat-zat telur hingga berubah sifatnya yang disebut jamud amino.
Zat hidrat arang dan lemak yang dihancurkan oleh Pankreas sehingga menjadi sari-sari yang mudah
diserap oleh usus halus. Setelah makanan tersebut sudah berubah menjadi sari-sari kemudian ada yang
bekerja untuk merubahnya menjadai bahan darah (Darah dan daging).
Lapisan usus halus menyerap sari-sari makanan yang sudah bereaksi dengan cairan limpa (getah
being), sehingga semua zat sakar terhisap semuanya masuk ke dalam pipa-pipa darah yang kemudian
berjalan mengikuti aliran darah di bawah ke hati kemudian menyebar ke seluruh badan. Dan yang
tertinggal di dalam usus adalah air dan sisa-sisa getah beniing (lenidr) sisa-sisa dari zat penghancur.
Otak juga membutuhkan darah untuk membasahinya, yang mengalir dari urat-urat dan otot-otot
yang sangat banyak di tulang tengkorak. Sedangkan selama perut dan pembuluh-pembuluh memproses
makanan, maka otak akan kekurangan darah untuk membasahinya, sehingga membuat lambat jika
digunakan untuk berpikir.
Dikarenakan oleh hal tersebut, para sesepuh di jaman dahulu mengatakan “Jika perut kenyang,
pikiran semakin cepat”. Oleh karena ketika menjalankan Puasa itu, pada waktu siang hari, dan pikiran itu
banyak bekerja di waktu siang hari, maka uraian dia atas itu, telah membuktikan atas dasar penelitian para
ahli/.
Keterangannya, sebagai berikut : Walau pun tidak sedang menjalankan puasa,hanya kerana lapar,
maka perut pun beristirahat. Olehkarena perut beristirahat maka tidak begitu banyak membutuhkan darah
melebihi ukuran yang seharusnya. Darah yang tidak dibutuhkan itu, kemudian mengalir menuju kepala,
untuk membasahi otak. Perbuatan membasahi otak itu berlangsung tiap hari, sehingga otak selalu dalam
keadaan basah. Singga untuk berfikir itu menjadi ringan dan mudah. Sehinnga tidak mudah lupa terhadap
sesuatu, yang harus diingat-ingatnya, sehingga dikatakan otaknya “SEHAT”.

Menjalan tapa itulah yang dilakukan oleh para Pencari di tingkartakan Thariqat (menjalankannya
atas perintah Guru Thariqat). Yang kebanyakan dengan cara mengurani makan, seperti Tapa Mutih (Hanya
makan nasi putih tanpa lauk), Ngrowot (Tidak makan nasi hanya makan buah dan sayur), Tindakan yang
emikian itu, jika menurut Ilmu kesehatan disebut sudah mengurungai kebutuhan badan, karena sari-sari
makanan yang dibutuhkannya terbengkelai dan tidak terurus.
Sedangkan tujuan dari tindakan mengurangi tersebut, tidak menghindari jenis sesuatu makanan,
hanya mengurangi skikapnya saja, seperti yang sudah dijelaskan bahwa “Makanlah jika memeang sudah
terasa lapar” Mengurangi makan itu, di jalan sekarang sama dengan tidak makan sembarangan, karena
sesuatu yang sembarangan dengan cara apa saja dimakannya, itu akan menumbuhkan watak tidak bisa
menerima apa adanya.
Maksudnya adalah, sebagai berikut : Oleh karena badan itu adalah gedung Folder penympan Ilmu
dan bisa untuk menyimpan Ilmu mengetahui sebelum terjadi, pandai, menjadi orang suci, Wali, dan
sebagainya, syaratnya adalah jika Raga dan pikirannya sehat. Jika badan tidak sehat, maka akan menjadi
sakit, sehingga tidak bisa menjadi pintar, dan justru akan menjadi tempat kesusahan. Hal itu sebaiknya.
1, Jangan serakah dalam hal makan.
2, Nakan dan minum sekedarnya, tidak usah mengurangi jenis dari makanan.
3, Bekerja sewajarnya, tidak mengurangi apa yang seharusnya, dan batinnya selalu bekerja
memikirkan hal-hal yang suci meniru kesucian Yang Maha Suci.
4, Menjalankan perintah Agama menurut keyakinannya masing-masing, tidak perlu menghindarinya,
karena hal itu akan bertentangan dengan Perintah Tuhan, yang biasa dibahasan dengan kata Dosa, dan
yang terkanl adalah disebut Kafir, kofar dan kufur.
Uraian di atas itu bisa ditemukan di dalam Agama Hindu, Buddha, dan di dalam Agama Buddha
dibagi atas :
1, Hinayana : Yaitu jalan pencarian yang dekat dan cepat jalnnya, dengan cara mengekang diri, tidak
umum dalam melakukan mengurangi makanan, “Brata yoga” tidak menikah, bertapa dengan cara dikubur,
menyepi dan sebagainya, yang tujuan akhirnya adalah untuk mencari jalan ke Nirwana. Jalan yang
ditempuh untuk menuju Tuhan dengan cara pemaksaan terhadap diri.
2, Mahayana : Yaitu jalan pencarian dengan cara sewajarnya, panjang dan tidak terlalu banyak
larangan, dalam menempuhnya adalah menjalankan Dharma hidupnya sendiri yang harus dilakukan setiap
hari dan dijalankan dengan penuh ketenangan dan kesabaran tanpa tergesa-gesa, yang maksudnya
adalah : Wamalu pun yang ahrus ditempuhnya itu sangat jauh, diusahakan dalam perjalanannya jangan
sampai merasa terbebani, sehingga dilakukan dengan menyesuaikan kemampuan diri. Sebutan Mahayana
dan Hinayana itu adalah nama Madzab pedoman dalam pencarian sesuai dengan perintah guru masng-
masing.

Yang dimaksud Samadhi adalah sama dengan penjelasan-penjelasan bertapa dan puasa,l Oleh
karena uraian dalam Wirid di sini dengan bertujuan untuk dijalankan selama hidupnya, sehingga
penjelasan-penjelasan di sini disesuaikan dengan perkembangan AKAL/PIKIRAN (Berdasarkan Qiyas).
Samadhi, sebenarnya adalah cara beribahada batin yang sering dilakukan oleh ahli Ma’rifat untuk
“At tauchid” (Tingkatan penyatuan).
Samadhi yang kadang-kadang dilakukan oleh sebagai orang Jawa, itu ada yang meniru cara yang
ada di kisah wayang purwa. Meniru cara-cara di dunia wayang, seperi samadhi yang dilakukan oleh para
Baghawan, Pandhita, dan juga oleh para satria, seperti yang dilakukan oleh : Cipta Henign. Parasara dan
sebagainya, yang caranya dengan :MENUTUP BABAHAN HAWA SANGA” (menutup lobang sembilan).
Dan semua kisah di dalam wayang dianggapnya sudah benar, tidak di nalar bahwa wayang itu
hanya memberi petunjuk cara beribadah batin ibadah yang sebenar-benarnya ibadah.. Seseorng yang
baru mengenal hingga masih sangat menyenangi dan baru mengenal Ilmu batin, maka semuanya diterima
apa adanya saja.
Menutup lobang sembilan (2 mata, 2 telinga, 2 hidung, mulut, kemaluan dan dzubur), itu yang
sebenarnya adalah bukan menutup, namun yang sebenarnya adalah mengendalikan gerak fungsinya. Dan
sesuai Ajaran Agama Islam, cara yang demikian itu sangat membahayakan bagi kesehatan. Karena cara
yang demikian itu , sebenarnya adalah melanggar larang Tuhan dan dilakukan dengan memaksa
Kodrat/Iradat yang berasal dari Dzat. Walau pun tidak berakibat apa-apa bagi yang melakukan menutup
lobang sembilan itu, tapi cara yang demikian sebaiknya dihindari. Karena jika cara itu tidak dirubah, maka
akan bisa mengurangi kekuatan kodrat dirinya sendiri, dan bisa menjadikan lemahnya jiwa dan
sebagainya. Dan yang sangat berbahaya sekali adalah : Rusaknya fungsi dari Pancaindra.
Cara yang demikian itu sudah meresap sejak jaman dahulu hingga sekarang. Dan resiko yang bisa
terjadi bagi Guru ilmu batin dan para muridnya, menurut penelitian Ilmu Jiwa kebanyak akan terserang
penyakit NEUROTIS, sakit urat syaraf, yang dalam kebiasaan sehari-harinya, orang tersebut ketika
berbicara adalah asal bicara, sering memamerkan kesaktiannya, sombong, mengaku banyak ilmu, tidak
mempan senjata, bercerita yang tidak masuk akal, dan senang menghina keyakinan orang lain dan
sebagainya, dan kadang bisa memiliki pikiran yang mudah sekali bingung. Jika mengahdapi masalah,
maka akan mengumbar nafsunya yang dikiranya itu adalah berasal dari Wahyu.
Untuk menghilangkan penyakit yang demikian itu mudah, apalagi bagi seorang pencari Yang Nyata
Adanya, yaitu dengan cara :
1, Ketika sedang memikirkan yang berat-berat, kemudian kepalanya terasa pusing itu harus berhenti
dan harus bisa membagi waktu, jangan hanya menuruti hasrat hati saja.
2, Seinrg-seringlah bangun pagi, kemudain jalan-jalan pagi, karena hal itu akan menyegarkan badan
dan menghilangkan rasa tidak enak badan.

Sedangkan contoh-contoh yang bertentangan dengan kodrat yaitu : Hidung untuk mencium, telinga
untuk mendengar, lidah untuk mengecap makanan, pernapasan untuk bernapas, akan tetapi di suruh
berhenti dengan cara dipaksa, walau pun hanya kadang-kasang saja. Yang selanjutnya melakukan sikap
melipat tangan badan tegak, melipat tangan dengan kaki satu, meniru cara-cara yang dilakukan oleh
Bagawan-begawan di dalam kisah wayang, dan ada juga yang melakukannya dengan cara bertapa,
merendam diri bertapa di aliran sungai, tidak melakukan senggama dan sebagainya. Cara-cara yang
demikian itu sama saja dengan melanggar kodrat/iradat ketentuan Tuhan.
Oleh karena cara-cara itu juga dipergunakan sebagai jalan mencari dan menyatu dengan Dzat Yang
tidak bisa terbayangkan, maka sebaiknya di telaah dan dinalar deengan dasar nyaman dan mengenakan
bagi jiwa dan raga dengan harapan agar dipilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Kata Samadhi, itu berasala dari Bahasa Sansekerta, yang maknanya adalah Sahalat Ma’rifat, yang
di dalam bahasa arab dikatan “Khusuk” . Kata Yoga itu juga bersal dari Bahasa Sansekerta, maknanya
adalah Shalat Ma;rifat, dan yang menjalankannya disebut Yogi.
Yoga itu terbagi menjadi dua bagian ( itu jika menurut uraian di bab VIII, pada bagian Hinayana dan
Mahayana) yang pada intinya sesuai dengan uraian berikut ini .
1.1.1, Hatta Yoga : Adalah cara beryoga yang dijalankan oleh manusisa baisa, bisa juga disebut
sebagai tingkat Syariat jika di Agama Islam.
Penjelasannnya : Anggota badan luar dan dalam, itu semuanya aharus selaras. Agar supaya bisa
menjaga diri atas pengaruh daya-daya dari luar (Alam nyata) yang selalu bergerak tidak karuan ini.
Sehingga dalam melakukan Olah Raga-nya (Hatta Yoga) dengan cara melatih agar otot-otot hingga sampai
urat=urata syaraf yang halus-halus sekalipun harus selaras, sehat, berfungsi normal. Demikian dalam
mengolah pernapasannya, dilakukan dengan cara cara semerinya saja dan tidak boleh dipaksa-paksa.
Demikian dalam sikap mengheningkan cipta (Berlatih membiasakan rasa ketenangan), syarat utamanaya
adalah harus dengan cara telaten tekun, rutin agar tingkatan-tingkatan proses berjalan sesuai kemampuan
masing-masing pribadi. Tentu saja ada sikap dan cara-cara sebagai pedoman yang pada intinya adalah
untuk melatih disiplin, dan menghialngkan rasa malas-malasan. Soal makanan, usahakan yang sederhana,
dengan diusahakan yang mengandung gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan badan.
1.2,1, Raja Yoga : Cara beribadah batin yang dilakukan oleh para Luhur, para yang sudah bisa
mengerti sesuatu yang belum terjadi, Pandita, Resi dan sebagainya. Bisa juga jika di dalam Agama Islam
sama dengan Shalat Ma’rifat, artinya : Yaitu Shalat yang tidak sama dengan aturan dalam tingkat Syariat.
Dijalankan di Langgar atau masjdi, bagi tingkatan Ma’rifat itu sama saja.
Uraian : Ma’rifap atau atau cara-cara Raja Yoga, adalah yang betujuan hanya kepada YANG SATU.
Sehingga sama dengan ilmu Menyatu dengan Tuhan atau Taukhid, penyatuan). Maksudnya adalah, hanya
bertujuan bahwa hidupnya hingga akhirnya, untuk bisa kembali menyatu dengan ASAL-USULNYA, atau
dalam bahasa Wirid disebut kembali ke alam Kekekalan, yaitu “Alam yang tidak bisa terbayangkan” .
Sehingga yang dicarai dalam hidupnya adalah kesempurnaan dalam hidup di dunia dan akhirat dan juga
menuju Nirwana. Sempurnanya cita-cita tersebut bahwa agar hidup di dunia ini agar selalu berada di
lingkungan Surga, selagi masih hidup bersama raga. TUJUAN Raja Yoga : Ingin membuktikan alam yang
akan dijalaninya (6). Raja Yoga itulah, adalah ibadah yang tatacaranya sama dengan Shalat Ma’rifat yang
dijalankan oleh Ummat Muhammad saw. sekarang ini (yang dalam bahasa Arab disebut : Khusuk), yang di
kala Jaman Nabi adalah yang dilakukan oleh Empat sahabatnya.
Hasil apakah yang di dapat dalam melakukan Raja Yoga itu? Di depan tentang fungsi perut dan otak
sudah dijelaskan. Demikian juga tentang tapa dan zakat untuk mata, hidung, mulut dan farji. Sebelum
menguraikan tentang manfaat dari samadhi, ada baiknya tentang mengendalikan farji, diuraikan terlebih
dahulu, yang intinya untuk menjawab ats pertanyaan “Apakah sebabnya sehingga harus mengendalikan
syahwat?”
Bagi manusia Farji adalah sebuah anggota badan yang berguna untuk menebar biji, sehingga
manusia bisa berkembang biak di dunia. Akan tetapi bila dorongan nafsu sahwat diumbar, maka akhirnya
itu tidak baik bagi kesehatan, di antaranya :
2.2.1, Jika menuruti ddorongan syahwat, ketika melakukan olah asmara, tentu akan kehilangan daya
kekuatan (dalam bahasa kesehatan dikatakan banyak kehilangan calory), yaitu zat-zat yang dibutuhkan
badan. Walau pun hilangnya itu tidak sia-sia dan hanay satu minggu sekali, akan tetapi badan tetap
menjadi lemas, apalagi jika dilakukan setiap hari. Bahanya adalah walau sedikit demi sedikit, maka
kekuatan badan akan menurun, bisa-bisa menjado jompo, rudak dan di penglihatan bisa menjadi buram.
2.2.2, Bahaya yang lainnya, bisa menembus susasana hati, itu bisa terlihat dari rasa mudah takut,
tidak mempunyai kepercayaan dirinya senddiri, mudah malu dan sebagainya.
Akan tetapi jika dilakukan kadang-kadang saja dengan menyadari niat yang sebenarnya dari
melakukan senggama (menurunkan biji), maka menurut ilmu kesehatan, adalah : Air mani yang tidak
keluar itu akan naikKe tulang punggung kemudian naik ke tengkuk kemudian naik ke otak yang akhirnya
akan membantu gerak darah dalam bertugas membasahi saraf-saraf di dalam otak. Oleh karena terbantu
yang demikian maka kerja otak akan semakin lancar hingga menjadi bertambah cerdas. Sedangkan
peglihatan mata yang menjadi kabur itu dikarenakan terlalu banyak mengeluarkan air mani tersebut.
A, SAMADI MENUTUP LOBANG SEMBILAN
Sebelum menguraikan tentang samadhi menutup lobang sembilan, ada baiknya bila Sholat untuk
menyembah Tuhan diuraikan terlebih dahulu. Shalat (Dalam Wirid dikatakan sebagai jalan menyembah
Tuhan Yang Sebenarnya) itu ada empat tingkatan, yaitu :
2.3.1, Shalat Syari’at : Yaitu ibadah raga, bersucinya menggunakan sarana air, (Wudlu, mandi). Jika
berhasil akan mencapai Ma;rifat Syari;at, yaitu mengetahui Pancaindra yang lima macam, yaitu gerak
pancaindra untuk melihat tergelarnya alam dunia ini. Di situlah maka Panca indra sebagai sarana untuk
sebagai saksi tentang adanya Tuhan.
2.3.2, Shalar Tariqat : Yaitu ibadah hati, cara bersucinya dalah denegan mengendalikan hawa nafsu.
Keberhasilannya disebut dengan Ma;rifat Tariqat, yaitu pemahaman dari astra jendra yang 3 macam, atau
pemahaman tentang Tuhan. Hasil selanjutnya adalah percaya dengan sebenarnya yang bukan hanya
meniru-niru saja.
2.3.3, Shalat Hakekat : Yaitu ibdah Roh (Suksma), bersucinya adalah selalu sadar dan selalu
waspada, tenang dan hening. Keberhasilannya adalah akan mencapai Tingkat Ma’rifat Hakekat, yaitu
penglihatan rasa jati. Tingkatan inilah yang sangat berbahaya, karena di tingkatan ini akan menghasilkan
terbukanya Hijab (penutup), sebagai penghantar untuk bisa melepas sukma dari raga.
2.3.4, Shalat Ma’rifat : Ibadah Sukma, bersucinya dengan cara penghilangkan hasrat-hasrat, jika
berhasil akan mencapai Ma’rifat yang sebenarnya atau MA”RIFATULLAH, penglihatannya sudah tidak
menggunakan alat, sudah bisa menyatu, bisa masuk ke dalam alam Yang Tidak Bisa Dibayangkan. Itulah
perincian ibadah yang sebenarya dengan tingkatan-tingkatannya, sehingga bukan hanya Syariat saja, akan
tetapi harus sampai dinyatakan sendiri.

Manusia itu mempunyai perlengkapan anggota kasar dan halus, dan yang halus hingga sangat
halus, tidak terlihat mata, dan selalu melekat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, yaitu anggota
peraltan yang menyebabkan Pancaindra (Astendriya) bisa BERBUAT yang disebut rasa (tali rasa) . Untuk
bisa agar tali rasa itu bergerak “MENGAIRI” astendriya karena dikuasai oleh RASA YANG SEBENARNYA,
bahasa yang umum desebut “RASA SADAR/INGAT” (Yang selalu sadar dan selalu ingat), adalah sebuat
alat yang tidak bisa DITIPU (7c). Perbuatannya selan SELALU INGAT juga MENYIMPAN berbagai
kejadian-kejadian yang tumbuh dari gerak hati atau raga.
Kadang juga dibahasakan bahwa ujud manusia itu dikarenakan mendapat pengaruh dari Rasa Jati
seperti tersebut di atas, yang geraknya adah bergerak dengan SENDIRI karena tidak teraliri oleh rasa atau
darah. Kata Sendiri itu menurut Rasa yang sejati itu TANPA ADA BATAS, tanpa penghalang-penghalang,
tanpa ada yang bisa menutupnya, bisa mengetahui segala sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata.
Sikap bersamadhi dengan cara memaksa itu berakibat memutus Talirasa dari astrendiya bukan
dengan cara sedikit-demi sedikit atau terputus karena memang disengaja. Oleh karena disengaja tersebut,
maka rasajati (Rasa ingat) yang ada di dalam astendriya itu daya kerjanya seperti disengaja agar berhenti
(berhenti mendadak) keluar dari tempatnya.
Oleh karena rasajati adala untuk menyimpan dan untuk memahami semua yang ada di luar dan di
dalam, maka apabila terlepas dari talirasa maka akan bisa bergerak apabila dipaksa. Pengaruhnya itu
bagaikan menghayal atau bermimpi. Oleh karena informasi yang didapat karena paksaaan, maka
mimpinya pun juga paksaan.
Samadhi yang dengan cara dipaksa seperti penjelasan di atas, akan menyebabkan berkurangnya
ketepatan (sering meleset) dalam mengiaskan keadaan-keadaan pada saat mengetahui atau melihata apa-
apa yang terlihat ketika Samadhi, dan bisa diamati bahwa Gambaran-gambaran (alam yang terlihat
sesuatu, bagai alam mimpi ketika baru saja tertidur), dikiranya bisikan dari Allah, atau dari alam gaib
seperti ketika menayuh sebuah keris. Padahal sebenarnya, kesemuanyan yang terliaht itu adalah
penglihatan rasa jati terhadap bekas-bekas dari geraka Indra dan Astrendiya ketika masih di alam sadar
(Ingat).Karena bekas dari angan-angan, Pikiran, hasrat, keinginan dan sebagainya. Itu semua bertempat di
rasa jati. Hal itu bisa diibaratkan sebagai “Film foto” yang masih berada di dalam Camera. Jika camera itu
dibuka, pastilah di dalam klise ada bekas gambar yang berasal dari luar.
Oleh karena diperoleh dengan cara dipaksa, maka kesemuanya itu membawa pengaruh yang tidak
begitu berguna, seperti contoh di bawah ini :
3.1.1 : Suku saluku (kaki lurus), kaki kiri ditumpangkan di kaki kanan kemudian menata keluar
masuknya pernapasan yang kadang disertai dengan melantunkan dzikir. Oleh karena itu masih
menggunakan cara memaksa sikap raga, sehingga rasa badan menjadi tidak nyaman. Kaki yang saling
tumpang tindih itu, jika berlangsung lama akan kesemutan. Dan dikiranya bahwa dengan adanya rasa
kesemutan itu, merasa jika usahanya telah berhasil.
Padahal sesungguhnya itu diakarenakan peredaran darah yang seharusnsya mengaliri seluruh kaki
terhalang. Namun di dalam perasaannya dikiranya telah mendapatkan siraman air yang menyejukan, yang
kadang juga justru tidak bisa merasakan apa-apa. Kemudian, pikiran terbawa oleh rasa yang ada di kaki
tersebut, sehingga pikiran memikir-mikir tentang akan adanya akibat-akibat selanjutnya. Kemudian di
dalam hatinya menghubung-hubungkan dengan cerita-cerita tentang pengalaman samadhi yang
bersumber hanya dari katanya saja.
3.1.2 Mengatur keluar masuknya pernapasan : Kata mengatur itu bermakna mengolah atau
memerintah. Artinya, batin masih menata dan memaksa kepada pernapasannya sendiri. Oleh karena batin
masih dipergunakan mengatur tersebut, itu bukan yang disebut bersamadhi, namun disebut oleh
pernapasan.
3.1.3 Dzikir (Merenung) : Sekarang sudah jelas, bahwa pikiran yang seharusnya tenang, justru di
perintah untuk bekerja untuk memikirkan sesuatu, artinya berpikir (membatin) dan selalu diperintah agar
pikiiran tetap bekerja serta selalu memerintahkan bibir untuk menggetarkan ucapan wirid.
Sikap yang sudah diuraikan di atas, sama saja dengan membunuh fungsi dari Astendriya (delapan
Indra - 5 indra lahir dan 3 indra batin), serta mengekang Tali Rasa. Menurut Ajaran Agama Islam, cara atau
sikap demikian adah sebuah perbuatan yang harus dihindari, artinya yang harus dijauhi karena
BERBAHAYA.
B, Samadhi Yang Berbahaya
Tujuan dari Samadhi (Yoga – Shalat Khusuk) itu untuk melihat Ghaibnya Dunia, dengan
menggunakan peralatan diri sendiri (Kodrat/Iradatnya). Oleh karena Samadhi itu ada sikap dan caranya,
sehingga ketika menjalankannya pasti harus melewti pengalaman-pengalaman yang belum pernah
ddiketahuinya. Sebagin pedomannya, apabila masih mengetahui yang di dunia ini ada, itu masih bukan
yang disebut Ghaib, akan tetapi hanya merupakan bekas PENGlihatan raSA jATI. Saja. Akan tetapi, jika
mengetahui atau melihat apa pun saja yang di dunia ini tidak ada, itu lah baru bisa dikatakan telah melihat
Ghaib. Akan tetapi Tujuan dari melakukan Samadhi itu, hanya untuk menenangkan daya-daya dari
Astendriya.
Jika Astendriya telah tenang, maka yang bergerak akan digantikan oleh RASAJATI, atau rasa ingat.
Di tingkatan ini lah yang disebut BERTINDAK menegakkan ROH (Jiwa) yang masih hidup menggunakan
RASAJATI-nya sendiri. Sebenarnya, ketika amelakukan Samadhi itu mempunyai tujuan. Maka dari itu,
sikap dan caranya jangan sampai terganggu oleh perasaan tidak nyaman, seperti yang dilakukan dengan
cara paksaan seperti uraian di depan. Yang benar dan tepat, itu harus bisa mengendalikan dan saling
mendukungantara Niat tujuan dan Cara melakukannya, cara menjalankannya harus dengan rasa bebas,
Miring, bersedakep, menjelujurkan kaki, duduk bagaikan sikap wayang . dan sikap yang lain-lainnya, itu
boleh-boleh saja, yang dibutuhkan itu hanya agar menjadi kebiasaan, artinya merdeka bebas dalam
melaksanaannya sehingga sangat terbiasa dan menjadi ahli dalam sikap itu. Oleh karena sudah sangat
terbiasa, maka akan menjadi mudah dan semakinn luas kekuatan manfaatnya.
Yang terpenting itu adalah dengan kekuatan tekad menenangkan gerak astendriya. Jika dalam
melakukan Samadhi itu tanpa niat (tekad) maka sama saja dengan BERANGKAT TIDUR. Walau pun tidur
itu sendiri adalah berhentinya gerak Astendriya, akan tetapi hal itu adalah salah satu kerja yang berjalan
dengan sendirinya. Dilakukan karena disebabkan mengantuk, lelah dan sebagainya. Sehingga tidur itu
adalah kodrat.
Sedangkan Samadhi adalah tindakan yang dilakukan saat sadar yaitu menenangkan Astendriya dari
getaran hasratnya dan itu bukan tindakan yang mudah dan sulitnya teramat nyata, karena bersamadhi itu
akan MENEMPATKAN ROH DENGAN MENGGUNAKAN RASA JATI. Jika dalam kisah Wayang bagikan
sikap Kresna Gugah, karena Kresna Gugah itu adalah menghidupkan Roh dengan menggunakan sarana
Rasa Jati. Untuk bersamadhi, berpusa itu sangat besar sekali gunanya.
Sedangkan pernapasan itu tergantung dari kebiasaan saja. Dengan cara dikendalikan, dan bisa
dengan cara tertata dengan sendirinya dan itu lebih baik, karena batin tidak ikut-ikut mengaturnya.
Sedangkan pernapasan itu sudah Kinodrat.

Samadhi atau Yoga itu hanya dilakukan oleh para ahli Ma’rifat (Arifin). Sedangkan semua ajaran-
ajaran samadhi itu hanya menerangkan tentang tata caranya saja. Uraian selanjutnya, hanya memberikan
uraian tentang cara yang baik serta tidak menggunakan cara paksaan.
Shalat Ma’rifat (Samadhi) bagi para ahli itu ada dua macamnya, yaitu : 1. Menenangkan cipta; 2.
Mengosongkan Cipta.
1). Menenangkan cipta : Itu adalah pijakan untuk berlajar bersamadhi, belajar memusatkan cipta.
Tindakan yang emikian itu sangat sulit, karena dilakukan dengan cara tidak mengingat-ingat apa saja
tentang Keadaan di luar dan di dalam batin. Cara yang biasa digunakan yaitu dengan memandang satu
titik, itu hanya sebaga jalan untuk masuk kepada Lupa terhadap segala sesuatu.
2). Mengosongkan Cipta, ini semakin lebih suslit, karena cara ini adalah dengan cara
menghilangkan semua pengalaman-pengalaman Indra, yang sering membuat bayangan-bayangan suatu
keadaan, serta ketika melakukan itu sering-kali muncul berseliweran bekas dari pikiran dan pemahaman,
karena itu adalah merupakan pakain batin bagi manusia hidup, karena hidup itu adalah terbungkus oleh
rasa dan perasaan. Semua keinginan diri, hasrat, perkataan dan sebagainya sedikit – demi sedikit harus
dihilangkan, bisa dengan cara membaca dzikir, tentang Tuhan. Oleh karena Tuhan itu Tidak bisa
dibayangkan, sehingga ketika melakukan dzikir juga harus bisa TIDAK KELIHATAN apa-apa. Terlepas dari
segala sikap dan menyelaraskan dengan “KEADAAN DZAT” “LAYUCHAYAFU”.
Sedangkan cara selanjutnya tentang Dzikir itu, umpamanya sebagai berikut : Dzikir itu dengan
menggunakan sarana mengucapkan lafal yang bermacam-macam sesuai keyakinannya masing-masing.
Sedangkan inti dari Dzikir itu adalah NAFI dan ISBAT, yaitu mengucapkan : La ilaha ilallah dengan benar-
benar memhamai maksudnya. La ilaha = Tidak ada Tuhan atau menghapus ada-Nya, itulah Nafi-nya, Illa
Allah itu Menetapkan tentang Tuhan, bahwan Tuhan itu hanyalah ALLAH saja, artinya menetapkan tentang
ada-Nya, itulah Isbat. Lama dan tidaknya dzikir itu tergantung dari yang menjalankannya, dan juga
menggunakan hitungan atau pun tidak, itu semuanya adalh baik.
Setelah mengucapkan lafal tersebut dengan diulang-ulang, yang kemudian diteruskan mengucapkan
lafal : illallah – illallah. Untuk selanjutnya hanya mengucapkan musbitnya saja, artinya hanya mengucapkan
hanya Yang ditetapkannya saja yaitu : menyebut Allahu – Allahu, kemudian menyebut singkatnya saja : Hu
– hu hu – hu sekelammpuannya hingga lelah, dan akan berhenti jika ketiduran. Dengan cara yang
demikian, maka akan bisa mendapatkan yang di cita-citakannya.
Cara mengamalkannya, tidak usah terburu-buru, karena seseorang yang terburu-buru itu kadang-
kadang justru mudah bosan, karena tergesa-gesa ingin segera mengetahui. Untuk bsia berhasil atas ajran-
ajaran tersebut, tergantung yang menjalankannya dan tergantung kekuatan jiwa/raga, seperti tersebut di
atas, apakah hingga berbulan-bulan, apakah tahunan apakah puluhan tahun. Sehingga, dalam menjalakan
samadhi itu harus dengan menjalankan dharma aturan tentang tatacara samadhi, tekun dan ikhlas.
Ketika akan melakukan dzikir, harus dengan tekad tunggal, yaitu menyatakan isi dari ajaran Tauchid
(berbadan tunggal). Maksudnya darii Dzikir adalah memang mengingat-ingat tentahng lafal, akan tetapi
ingatannya itu hanya sebagai pijakan untuk menghilangkan cetusan-cetusan hati dan munculnya ingatan-
ingatan.
Oleh karena tujuan dari At Tauhid itu hanya ingat dan mengingat yang satu saja yaitu hanya ingat
Dzat atau bertujuan membuka tabir Gaib-nya Tuhan, maka yang paling baik dalam berdzikir itu, yaitu bisa
menyebutkan Asma (nama) Tuhan yang mudah-mudah saja, dan nama yang mana yang paling dipahami
meskipun tidak menggunakan bahasa Arab. Sebutan di atas itu hanya sekedar contoh saja.
Sehingga ketika itu dalam hatinya hanya berniat untuk menyatukan tujuan hanya tertuju kepada
Dzat Tuhan. Yang intinya mengosongkan gambar-gambar dan rasa yang beraneka rupa, yang sudah
tertanam di dalam perasaan diri sebelumnya.
Ada juga kumpulan dan ilmu batin yang menggunakan sikap dalam berdzikir dengan mengucapkan
kata-kata Hurip – hurup (Hidup itu nyala), dan sebagainya, hal itu jika dihayati memang benar begitu dan
mudah diucapkan. Sedangkan asal kata hurip hurup itu karena ada ucapan yang mengatakan “Asal mula
alam itu dari kosong, kehampaan, yang ada hanyalah Hidup, yang kekuasaannya meleputi seluruhnya.”
Sehingga ucaan itu diambil dari kata Urip (Hidup), dalam pengucapannya dengan mengatur pernapasan
Hu (masuk) rip (keleuar). Jika diteliti dengan sebenarnya atas dua kata tersebut bila mengambil dasar
Isbat, sama dengan isbat di dalam Bahasa Arab (wirid) . Di dalam ucapan Bahasa Arab, kata isbatnya
adalah “Hu Allah” sedang yang diucapkan hanya Hu. Sedangkan di dalam bahasa Jawa itu juga Meng-
Isbat-kan adanya hidup berkuasa itu. Kemudian digabung dengan kata HU dan URIP. Kesemuanya itu
tidak menajdi masalah, dan merdeka saja. Yang terpenting adalah bertujuan MENYATU dengan Dzatu
Allah.
Sedangkan seseorang yang bernat beribadah menyembah Tuhanitu, Ketika bangun, ketika tidur,
ketika duduk dan dalam keadaan apa pun juga harus tetap Ingat. Seperti yang dijelasskan dalam tembang
Macapat di bawah ini :
Sinom : Ing dalu kalawan siyang // ngrasaa jisimireki // angrasa kalawan sukma // den enget sak
jroning ati // ajwa lali Hyang widddhi // ing siyang kalawan dalu // aja nyipta piyambak // dingin mangke tan
pribadi // donya ngakir pasti klawan Hyang Suksma.”
ARTINYA : Di siang dan malam hari // rasakan di dalam ragamu // merasa dengan Tuhan // Selalu
ingat di dalam hati // jangan sampai lupa Tuhan // di siang dan malam hari // Jangan menyipta pikiran
sendiri // sejak dahulu hingga tak ada diri ini // ketika di dunia dan akhirat selalu Bersama Tuhan.
BAB.X. PENGALAMAN TENTANG SAMADHI

Oleh karena yang terpenting dari samadhi itu adalah untuk menenangkan Astendriya, sehingga
setelah bisa mulai tenang maka penglihatan antara tidur dan jaga, kemudian terpejam kemudian ada rupa
yang hanya terlihat sekilas yang tidak jelas dan sering berganti ujudnya, dan terkadang disertai bayangan
yang bergetar, dan terkadang hanya samar-samar saja. Hal itu dikarenakan astendriya belum beanr-benar
tenang, sehingga penglihatan Rasa Jati masih belum jelas karena tidak bisa tenang dan tidak bisa jelas.
Bayangan-bayangan yang terlihat tersebut adalh penglihatan gaib yang berasal dari diri sendiri, dan
bukan berasal dari yang lainnya. . Akan tetapi keadaan tersebut kadang-kadang dengan tergesa-gesa
dianggap sudah melihat yang ghaib, yang kadang disertai penafsiran-penafsiran yang rimut dan tidak
dicarikan dengan bertanya kepada ahlinya tentang maknanya. Hal itu sebenarnya adalah salah tafsir, dan
salah dalam menelaah, yang bisa berakibat sebagai penyebab kepada kesesatan.
Segala ujud dan bayangan-bayangan itu hanyalah bekas dari perbuatan astendriya yang berasal
dari 3 jenis, yatu : 1. KEINGINAN DIRI, 2. ANGAN-ANGAN 9HASRAT) 3. PIKIRAN.
Di dalam bahasa wirid, bayangan-bayangan dan segala rupa itu disebut Hijab atau Penghalang,
yang bersumber dari gerak nafsu dan sebagainya, sehingga hal itu bukan yang dikiranya adalah ghaib.
Dikarenakan hal tersebut, banyak yang tergiur oleh pengalaman-pengalaman yang seperti itu saja,
kemudian di nalar-nalar dan ditelaah sesuai pemahamannya sendiri. Hasilnya adalah : Hanya menerima
dan cukup hingga sampai di situ saja.
Gambaran-gambaran dari pengalaman-pengalaman tersebut itu kemudian digambarkan, seolah-
olah badan terasa bagaikan dirayapi ular, kelabang dan sebagainya. Dan yang merasakannya belum
mengerti maksudnya, dan hanya dipahami menurut akal pikirannya sendiri, dan tidak ditelaah, bahwa itu
hanya bayangan seolah digigit ular dan kalajengking dan sebangsanya, namun itu hanyalah pengalaman
dari RASA dirinya yang dikiranya bertemu dengan Ular, Kelabang sungguhan.
Pada waktu yang lain, setelah bisa melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman tersebut,
kemudain ada pengalaman yang lain lagi yang lebih menakutkan lagi seumpama ada sesuatu yang
berjalan pelan-pelan yang keluar dari Ibu Jari kaki dan terasa sangat berat, merayap pelan-pelan bagaikan
ular besar, kemudian naik melewati perut hingga ke tenggorokan kemudian melewati muka dan naik ke
kepala, seolah-olah bagaikan menelan begitu saja. Ujud yang demikian bila dianggap itu adalah hal nyata
dan jiwanya masih lemah, maka dengan segera akan membuka matanya, dan GAGAL.
Kesemuanya itu, yaitu suatu keadaan yang sangat menakutkan bagi pelaku samadhi, terlebih lagi
jika yang melakukannya maka kemudian seketika akan melarikan diri. Dan sering terjadi atas yang
melakukan samadhi itu menjadi pingsan. Atas hal-hal tersebut, bagi yang kurang kewasspadaanya,
sehingga lupa tidak mengurusi pernapasannya, bisa-bisa akan mengalami kematian. Sedangkan bagi yang
berhasil, kemudian disebut sudah bisa membuka penutup hijab, yang artinya baru mempunyai pengalaman
saja. Dan ketika sedang mengalami kejadian tersebut, yang melakukan samadhi itu dalam keadaan tidak
tidur. Dan tidak terjaga, tidak lupa, yang disebut masuk ke Alam Mar’rifat dari Hakekat, belum masuk
sebagai seorang ahli Ma;rifat. Dan biasanya akan melihat suasana yang terang yang tidak ada batasnya,
hanya sekejap bagaikan kilatan dari kilat, yang disebut dalam bahasa wirid dengan sebutan SAMODRA
AGUNG.
Hal demikian itu adalah merupakan pengalaman di tingkat Hakekat, yang disebut sudah masuk pada
alam “Tidak merasa apa-apa” @ Oleh karena kesemuanya itu baru masuk kepada Pengalaman maka
sesungguhnya masih BELUM ADA APA_APA, agar bisa lulus maka harus bisa membuang rasa dan
perasaan, menempatkan rasa AKU menyatu menjadi satu – itulah tingkat Ma’rifat.
Kemudian : seperti apakah ujud dari rupa di dalam alam Ma’rifat di tingkat Hakekat ? Ujudnya adalah
“Beda yang menjalankan, maka beda bula alamnya.” Sehingga hal itu tidak bisa digambarkan. Seperti
halnya mengatakan rasa dari rokok kepada teman, itu bagaimanakah caranya, sedangkan temannya itu
belum pernah merokok? Sehingga pengalaman-pengalaman tersebut yang mengetahui dan yang benar-
benar mengerti adalah yang menjalankannya senddiri, dan orang lain tidak ikut-ikut merasakan.
Pengalaman-pengalaman itu, akan didjeaskan sekedarnya, berdasarkan pengalaman dalil dan
khadits, sebagai berikut :
4.1.1, Di dalam cerita wayang ada ucapan tentang ilmu berupa ajaran-ajaran, salah satunya adalah
pendapat dari Werkudara (Sena) dengan Dewaruci. Setelah Werkudara menerima ajaran-ajaran dari
Dewaruci, maka merkudara terlena di dalam alam pertemuan itu.
4.1.2, Dalil dan Hadits menceritakan pertemuan antara Nabi Musa, as, dengan Nabi Khaidir. Nabi
Musa menerima ajaran-ajaran dan petuah-petuah dari Nabi Khaidir, akan tetapi belum sampai Tamat,
karena Nabi Musa terburu-buru ingin segera mengetahui atas maknanya. Padahal Nabi Musa as, sudah
diberi pesan atau larangan agar tidak bertanya tentang apapun saja selama sedang diberi ajaran.
Contoh yagn sangat nyata tersebut, maka dalam uraian selanjutnya menggunakan dasar Al-Qur’an
dan Hadits, Kitab-Kitab Suluk, Kisah Wayang dalam kisah Dewaruci dan sebagainya.
Di dalam Wur;an : Al Kahf : 65.
Fawajada abdan min ibadina atin, nahu rahmatan min in dina wa allamnahu min laduna ‘ilman.
(Bertemu dengan hamba Allah yang sudah mendapat anugrah dan telah mendapat ilmu luhur oleh Dia).
Pengalaman-pengalaman yang nantinya akan didtemukan di dalam dalil dan hadits, di awali dari
memaknai uraian pada angka 4.1.1. tersebut di atas.
3.1.1.a, Tujuan pokok dari samadhi adalah menempatkan Jiwa Hidup dengan menggunakan
Rasajati. Tindakan demikian itu bisa saja didlakukan oleh semua orang tidak melihat apa pun keyakinan
Agamanaya, asalkan saja bisa menenangkan dan mengheningkan gerak dari Astendriya.
Setelah astendriya tenang, akan memunculkan suara-suara dan pengalaman-pengalaman yang
bermacam-macam, yang sebagian besarnya disebabkan karena pengaruh dari peredaran darah. Apabila
peredaran darah bisa tertata dan urut maka astendriya akan bisa tenang, yang akhirnya akan bisa melihat
apa-apa tanpa menggunakan indra mata. Setelah melewati pengalaman yang bermacam-macam dan
semakin terbiasa, dati ketenangan astendriya kemudian disusul oleh MUNCULNYA ROH (Jiwa) yang
HIDUP dengan menggunakan rasa jati. Rasa jati itulah yang bisa melihat dengan nyata, dan tidak bisa ddi
tipu oleh gerak Pancaindra. Sehingga pada intinya : Rasajati itu yang bisa melihat Alam Ghaib tanpa
menggunakan alat. Oleh karena yang melakukan masih tegak berdiri dalam hidup, sehinga semua
penalaman-pengalaman itu bisa diingat-ingat dan ditelaah, itu jika dalam melakukan samadhi telah selesai.
Setelah meninggalkan pengalaman-pengalaman selama memfungsikan roh hidup seperti diuraikan
di atas, kemudian muncul pengalaman-pengalaman lagi yang menyentuh hati yang kadang bisa
menyebabkan tergiur untuk tetap berasda did alam tersebut, yaitu TEMPAT DARI RASA JATI, mengetahui
RUPA dari dirinya sendiri, yang di dalam bahasa ilmu batin : Melihat saudaranya sendiri, yang disebut
“Mayang Seta”. Hal itu sama persis dengan rahasia ibarat di dalam kisah Dewaruci dan Werkudara ketika
bertemu di tengah samudra.
Sedangkan rupa dari Saudara diri sendiri itu sama peris dengan yang sedang menjalankan samadhi
(Bayangan dari Jiwa dirinya sendiri), Dan ujudnya banyak yang menggambarkan berwarna Putih, ada juga
yang mengibaratkan ada tandanya yaitu Huruf Alif di didahinya dan sebagainya. Rupa rupa itu, jelas dan
samar-samarnya itu tergantung keadaan PERUT.
Olehkarena rupa dan ujudnya sama persis dengan yang sedang melakukan samadhi, sehingga di
dalam kisah wayang disebut Dewaruci/Werkudara. Werkudara tinggi besar, Dewaruci kecil (bajang). Di
alam pertemuan tersebut kadang-kadang merasa diberi Ilmu yang bermacam-macam, sehingga sudah
sewajarnya sehingga menyebabkan tergiur untuk menetap di alam itu, karena sebenarnya di tempat itulah
yang menjadi pusat semua kebisaan dan kesaktian, apakah ingin menjadi dukun, menjadi orang terkenal,
ahli gendam dan sebagainya, tinggal iucapkan saja.
Kesemuanya itu sebenarnya adalah bukna yang diniatkan pada awal mulanya yaitu ingin menyerap
Ilmu Ketuhanan (Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’in, akan tetapi hal itu sebenarnya adalah Penggoda, seperti
halnya ketika menghitung hingga angka 10, itu tentu harus melewati angka 4, 5, 6, sehingga jika hanya
menyukai dan tergiur atas pengalaman-pengalaman tersebut, maka sama saja menyimpang dari niat
semula, yaitu ingi menjalankan At Tauhid.
Dan godaan yang seperti itu, adalah amat sangat berahaya, karena bisa sebagai penyebab berbalik
jalan. Di dalam Serat Dewaruci telah disebutkan, bahwa Werkudara tergiur dan ingin tetap di alam yang
demikian itu, karena jika berada di alam tersebut, maka akan jauh dari sakit dan jauh dari kesengsaraan,
yang ada hanyalah ketenteraman dan nikmat, bagaikan berada di dalam surga, Untung saja Dewa Ruci
(Guru Sejati) menghalanginya, karena Werkudara masih memiliki pamrih, masih memiliki keinginan dan
hasrat, yang dibukatikan dengan permohonannya untuk tetap tinggal di tempat tersebut, sehingga ketika itu
werkduara belum sempurna. Werkudara masih diliputi dan terikat atas urusan-urusan keduniaan, sebagai
ikatan-ikatan lahir, masih penuh penutup, dan hijabnya masih tebal dan menghalanginya. Para ahli Yoga
dan ahli Samadhi yang ketempelan pamrih, maka tidak akan bisa menyatu dengan Dzat Tuhan.
Pengalaman-pengalamana tersbut hanya sebuah bunga untuk menuju kepaada Yang Satu, dan hal
itu memang harus dilewati, sebagai ujian dan penggoda apakah kuat apakah tidak. Jika hal itu tidak
dihiraukan, maka berarti kuat dalam menghadapi godaan-godaan lahir, sehingga lulus dalam menggapai
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Di dalam urain di sini itu mengandung dua tujuan, yaitu :
1, Memahami atas godaan-godaan, sehingga akan menbah kuatnya Iman untuk menuju kepada
Islam dan sehingga mampu mengendalikan Pikiran agar menjadi tenang, sebagai jalan untuk menggapai
Menyatu antara Hamba dan Tuhan. Serta menambah kekuatan keyakinan atas Dzat yang Wajib Adanya.
2. Memahami rahasia-rahaisan di atas, agar jangan sampai lupa untuk Menuhankan Hanya Allah,
jangan sampai pulang jalan untuk menuruti kejolak keinginan diri.
Untuk selanjutnya, membahas tentang Ayat Suci di atas Qs. XV : 65, tentang “Bertemu dengan
Hamba Tuhan yang sudah mendapat anugerah dan dijari ilmu rahasia oleh tuhan (Allah) .....
Kata hamba itu adalah Mahluk Tuhan sendiri, seperti juga para malaikat, syaithan Jin dan
sebagainya yang tidak terlihat mata, namun mereka itu juga adalah mahluk. Ruh itu juga mahluk, dan
Pikiran itu juga menghamba kepada manusia, karena Pikiran adalah bagian dari manuisa, dan sebagainya.
Ayat tersebut, jika dipahami menggunakan Pengalaman Mayangga Seta, yang berderajat tinggi atau
bukan manusianya, akan tetapi itu adalah Dewaruci bagi Werkudara. Sehingga Mayangga Seta (Bertemu
dengan dirinya sendiri) yang Tinggi Mulia dan pintar itu bukan MANUSIANYA yang sedang melakukan
samadhi, akan tetapi itu adalah saudaranya sendiri, yang menampakkan diri karena dia itu adalah Gaib
dan juga dia itu adalah mahluk Tuhan. Sehingga hidup dari mahluk yang sama persis dengan diri sendiri
itu, adalah ada sebagai dirinya sendiri ( dalam berbuat, itu tidak teraliri oleh apa pun juga). Hal tersebut
bisa terdapat juga pada jenis yang bermacam-macam, Malaikat dan sebagainya, yang sama juga dengan
yang disebut RASA JATI.
Sehingga Rasajati itu memang mengandung sifat ketuhanan yaitu sifat yang ke 12 (Bashar) yaitu
salah satu sifat Allah. Oleh karena bersifat Mengetahui, sehingga rasajati tersebut mengerti (mengetahui)
sebelum sesuatu hal terjadi. Hal itu yang termuat di dalam QS. XV : 65 , yang diberi nama Nabi Khidir,
yang mendapatkan Petunjuk langsung dari Allah, dan hal itu memang sudah semestinya, karena salah satu
sifat Tuhan, selain memiliki sifat Bashar, juga memiliki sifat Maha Mengetahui.
Sehingga yang menjadi pekerjaannnya adalah mengajar kepada yang membutuhkannya untuk bisa
bertemu dengannya. Dewaruci jika di dalam kisah wayang, dan Nabi Khidir bagi Nabi usa as. Sedangkan
bagi Nabi Muhammad saw. itu adalah Malaikat Jibril. Sehingga sebutan Nabi di dalam ayat-ayat tersebut,
makna hakikatnya adalah sebagai ibarat, dengan tujuan untuk mempermudah dalam hal keilmuan saja.
Di dalam Kisah Wayang, atau di dalam Kitab Wirid dan Suluk, Nabi Musa atau Werkudoro, ketika
melakukan pertemuan PASTI di Samudra. Kata Samudra itu, sama saja dengan dalam Tingkatan Ma’rifat
Hkikat, ketika melihat kilatan terang bagaikan luasnya samudra yang tidak bertepi. Didalam Kitab Wirid
dan Suluk, pasti terdapat kisah Sunan Kalijaga yang menyepi di pinggir laut, yang kemudian bisa bertemu
dengan gurunya. Ada lagi seorang Wali yang bernama Syeckh Melaya, itu juga bertemu dengan para
Guru-gurunya juga di tengah-tengah samudra.
Para penggubah Kitab-Kitab Suluk dan Wirid, semua menceritakan tentang pengalamannya ketika
melakukan Samadhi. Tentu saja bertemu di tengah samudra, karena sudah ada ketentuan dari Allah
seperti yang tertdapat di dalam Al-Qur’an XV:65 tersebut. Artinya : Model Samadhi yang bagaimanapun
caranya tentu akan melewati suatu alam yang terang tanpa batas tersebut.
Untuk selanjutnya, uraian-urian berikut masih menguraikan tentang Hakekat, yaitu cerita-cerita
tentang Mayanggaseta.
Sebuah pertanyaan di dalam Kitab Suluk Syeckh Melaya, yang mengisahkan pertemuan Sunan
Kalijaga ketika diberi ajaran (Mayanggaseta) : Sang Pandhita wus lajeng lampahira // mring Benang
Depok neki // yata kawuwusa // lampahe Syeckh Melaya // pan arsa amunggah haji // marang ing Makkah //
lampahe murang margi.
ARTINYA : Sang Pandhita sudah menempuh perjalanan jauh // Menuju Padepokan di Benang //
Itulah kisahnya // Perjalanan syeckh Melaya // Yang akan pergi Haji // Menuju ke Makkah // Perjalannnya
memotong jalan.
Nrajang wana munggah gunung nrajang jurang // ngereng-ngereng malipir // jurang-jurang sengkan
tan ana kang kagagas // wus prapteng pinggir pasisir // puteg tyasira pakewuh mrih lumaris.
ARTINYA : Menembus hutan naik gunung melompati jurang // tebing pun di susurinya // Jurang-
jurang yang dalam pun tidak dipikirnya // Sampailah di tepi laut // Buntulah pikirannya karena kesulitan agar
bisa segera sampai tujuannya.
Kapangkalan samudra langkung dohira // anglangut tana tepi // anjethung kewala // aneng pinggir
samudra // tata wau kang winarni // Sang murbadyeng –adi // datanpa sangkan prapti.
ARTINYA : Terhalang luasnya samudra // sangat luas tanpa tepi // sehingga hanya termangu saja //
di tepi laut // Demikianlah keadaannya // Sang ahli tapa // yang tidak tau caranya agar bisa sampai
tujuannya..
Makna dari tersebut di atas itu sama saja dengan yang digambarkan di dalam kisah wayang ketika
Werkudara menerjang hutan belantara yang juga banyak menemui hambatan. Werkudara itu sebenarnya
bukan sebagai ibarat dari Raga, akan tetapi ibarat dari cetusan hati (hati succi). Ketika sudah masuk ke
tingkatan Hakekat, yaitu dengan cara melakukan samadhi, kemudian bertemu dan terbukanya hijab yang
berasal dari dirinya sendiri yang berupa panas dari hawa nafsu yang bermacam-macam yang
meninggalkan bekas di dalam hati. Setelah kesemuanya itu berhasil dibukanya dikarenakan melakukan
Yoga (Samadhi), maka akan melihat kilat terang yang berkilat nampak luas bagaikan luasnya samudra
(TIDAK MERASA APA-APA) . Hal itu sama seperti ketika Werkudara terlepas dari lilitan Ular Naga. Dan
selanjutnya dari QS.XV:65 :
“Tan antara wau kang kawlas arsa // Syeckh Malaya prihatin // arsa wruh idayat // apan ta tanpa aran
// suksma sinuksma pningit // tangeh kapangya // yen tan nugraha yekti.”
ARTINYA : Demikianlah keadaan yang sedang bersedih // Syech Malaya yang penuh
kesengsaraan // Karena ingin mengetahui apa itu Hidayah // Hidayah yang tidak bisa didkatakan dengan
kata // Sukma di dalam sukma yang sangat rahasia // Yang tidak mungkin bisa didapatkan // Jika tanpa
anugerah dari Tuhan semata.
Yata wau Jeng Sunan Kalijaga // neng telenging jaladri // wau pinaggihan // neggih kaddya
leledang // peparabe Nabi Kilir // jleg tanpa sangkan pangandikanira aris.
ARTINYA : Dikisahkan bahwa Sunan Kaliaga // Ketika berada di tengah samudra // kemudian
berjumpa // yaitu yang seperti pengemebara // yang bernama Nabi Khidhir // Yang datang tidak dikeathui
dari mana datangnya sambil berkata dengan lembutnya.
Nyanyian Mocapat Jawa yang sedikit itu, berasal dari para Sarjana yang sudah MENGALAMI
SENDIRI tentang Ma’rifat Hakekat.
Wirid selanjutnya, sebagai berikut : “Syech Malaya ana apa karyanira // prapta neng kene iki // apa
sedya nira // kene sepi kewala // tan ana kang sarwa adi // myang sarwa boga // miwah busana sepi.
ARTINYA : Syeckh Malaya, apakah yang kau cari // hingga sampai ke tempat ini // apakah yang kau
kehendaki // di sini hanya sepi yang ada // tidak ada harta apa-apa // tidak ada makanan // dan juga tidak
ada pakaian.
Marbunengrat aris denira angandika // putu ing kene iki // akeh pancabaya // yen nora toh jiwa //
mangsa tekao ing ngriki // ing kene apan sakalir sepi mamring.
ARTINYA : Sang Pertapa dengan lembut berkata // Wahai cucu, di sini ini // sangat banyak bahaya
mengancam // Jika tidak berkorban jiwa // tidak mungkin bisa sampai hingga di tempat ini // dan di tempat
ini yang ada hanyalah kesepian dan hampa belaka.
Sehingga dibahasan dengan kalimat “Sangat banyak bahayanya” itu adalah di Tingkatan Pencari
Hakikat itu, jika sudah mendapatkan perintah dari Guru, yaitu agar membuka hijab penghalang dengan
cara melakukan Yoga Samadhi, Tafakhur, akan tetapi jika tidak ahli dan tidak berhati-hati, maka bagi Raga
bisa sebagai penyebabkan kematiannya. Untuk selanjutnya, Nyanyian Jawa Macapat Dhandhanggula,s
ebagai berikut :
“Lah ta mara Syeckh Malaya aglis // umanjing guwagarbaningwang // Syeckh Malaya kagyat tyase //
matur sarwi gumuyu // pan angguguk turira aris // dene Paduka bajang// kawula gung luhur // inggih
pangawak prabata // saking pundi margining kawula manjing // jenthik masa sedenga.
ARTINYA : Wahai Syeckh Malaya segerelah // Masukilah raga diriku ini // Syekh Malaya hatinya
terperanjat // Berkata sambil tertawa // erbahak-bahak kemudian sopan berkata // Paduka itu kecil // hamba
tinggi besar // badanku bagaikan raksasa // jalan makah yang harus ku tempuh agar bisa masuk // jari
kelingkng ku saja, tidak mungkin bisa masuk.
Nabi Kilir ngandika aris // gedhe endi sira lawan jagad // kabeh iki lan isine // kalawan gunungipun //
samodranira alase sami // tan sesak lumebuwa // neng jro garbaningsun // Syeckh Malaya duk miyarsa //
langkung ajrih // kumed randika turneki // mengleng Sang Murbudengrat.”
ARTINYA : Nabi Khidhir pelan berkata // Lebih besar mana dirimu dibanding dunia // dunia ini
beserta semua isinya // dan juga beserta seluruh gunungnya // seluruh samudra dan semua hutan
belantara // tidak akan berdesakan jika semuanya itu masuk // kedalam ragaku ini // Ketika Syeckh melaya
mendengar itu // sangatlah ketakutan // kebingungan tingkah lakunya // melihat kepada Sang Penguasa
Dunia.
Pada intinya ketika bertemunya Bayangan diri dengan yang sedang melakukan samadhi, bahwa
yang bisa memahaminya adalah hatinya sendiri. Karena pengalaman-pengalaman tersebut, masih
termasuk pengalaman di Tingkat Hakekat. Untuk lebih jelasnya : Para ahli Yoga, Ahli Tafakhur, serta para
Nabi, Wali Mukmin dan siapa saja, jika masih menggunakan ajaran-ajaran, itu dinamakan masih
MEMEILIKI RASA PERASAAN, itu artinya BELUM MENYATU.
Oleh karena ketika itu di dalam hati sang Sunan Kalijaga, meskipun dia itu Wali, namun masih ada
rasa ragu-ragu, sebagai buktinya, karena masih bertanya, padahal sebenarnya : Yang diberi ajaran dan
yang mengajar adalah dirinya sendiri, berasal dari dirinya sendiri: Bahasa Ibarat kata-kata Jawa : “Kaping
tri ana lontang, si Lontang sulure kambing (Cempe), lempe-lempe ngupaya sukma kang mulya ... iya ikut
wong Hakekat. ARTINYA : Yang ketiga ada sang pencari // sang pencari itu anak kambing // dengan susah
payah mencari Sukma Yang Maha Mulia ....... Itulah yang disebut Tingkatan Hakekat.
Sehingga, pengalaman yang bahaya di puncak bahaya itu keetika berada di Tingkat Hakekat,
karena ketika sedang mencari DZAT itu, pasti melewati “Mayangseta (itulah godaaan yang sangat
berbahaya sekali).
A. Kisah Nabi Musa berjumpa dengan Hamba Tuhan Nabi Khidir di Samudra

4.1.2. a :
Selisih pendapat tentang Nabi Khidir sudah sekitar 1440 tahun hingga sekarang ini, jika dihitung
menggunakan Tahun Hijriyah (al Hadits Bukhori No.60 tentang perbedaan para sahabat ketika
membicarakan tentang perjumpaan Nabi Musa as. Dengan Nabi Khidhir). Hadits telah menjalsksan,
bahwa para sahabat-sahabat itu, hanya mendengar atas perintah Nabi Muhammad saw. saja. Padahal
yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad itu, tentang kejadian ketika Nabi Musa as. Ketika masih hidup,
sudah berapa tahun kah hingga sekarang ini? Jika tahun Hijriyah kemudian ditambah dengan tahun ketika
jaman Nabi Musa as, itu. Sedangkan perbedaan pendapat tentang Nabi Khidir berjumpa dengan Nabi
Musa itu, dijelaskan di dalam Hadits oleh Nabi Muhammad saw. kurang lebihnya, sebagai berikut :
Ibnu Abbas menceritakan, perselisihan di antara Hurr bin Qais tentang siapakah sahabat Nabi Musa
ketaka mereka berjumpa? Ubair bercerita kepada Ibnu Abbas sebagai berikut : TEMAN Nabi musa ketika
itu memang ada, dan saya juga mendengar kisah dari Rsulullah, sebagai berikut : Ketika suatu hari Nabi
Musa sedang berkumpul ditengah bangsa Israil, kemudian ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi
Musa, sebagai berikut : Apakah engkau mengetahui ada manusia yang lebih pintar didbanding dirimu?”
Nabi Musa as. Menjawab : “TIDAK”.
Kemudian ketika itu juga Tuhan menurunkan Wahyu kepada Nabi Musa as. Seagai
berikut : ............... ADA MANUSIA YANG LEBIH PANDAI DARI HAMBA KU. “CHIDIR”.
Dalil Al-Qur’an, menyebutkan sebagai berikut : )QS.XV : 61) : “Ketika sampai di pertemuan dua
lautan, keduanya lupa bila membawa ikan, sebagai sangunya....” Di sini terdapat kata “Laut”, sesuai dengn
kisah Sunan Kalijaga, serta sesuai dengan kisah Werkudara dan Dewa Ruci.
Rahasia apakah di balik pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khidir itu? Apakah maksudnya
dari ajaran-ajaran yang diterima oleh Nabi Musa yang diajarkan oleh Nabi Khidir?
Jika dihubungkan dengan kisah Dewaruci, Syeckh Malaya dengan Nabi Khidir dan antara Nabi
Muhammad dan Malaikat Jibril, itu tidak ada bedanya dengan orang seseorang yang sedang berada di
alam Hakekat yaitu bertemu dengan SAUDARANYA DIRI SENDIRI itu.
Dikisahkan di dalam Dalil dan Khadits, bahwa Nabi Musa as. Tidak kuat menerima ajaran-ajaran
Nabi Khidir, terlihat dari selalu bertanya walau pun sudah diberi pesan terlebih dahulu. Oleh karena adanya
kejadian ketika di dalam perjumpaan tersebut , ada kejadian yang tidak masuk akal menurut akal pikiran
manusia, sehingga manusia selalu bertanya. Itulah sebagai tanda bahwa Nabi Musa masih berada di
Tingkat Hakekat (belum Ma’rifat), yaitu dalam keadaan yang disebut “MASING MEMBAWA RASA DAN
PERASAAN”. Oleh karena rasa adan perasaan itu sama dengan HATI, sehingga yang bertanya dan yang
menerima pertanyaan adalah HATI. Meskipun pada intinya HAKEKAT itu “TIDAK MERASA APA_APA”
akan tetapi “Tidak merasa apa-apa” itu masih terikat dengan hati, artinya yang menelaah dan yang
memahami adalah Hati.
Dikisahkan tentang tidak masuk akalnya tindakan Nabi Khidir adalah ketika merusak perahu yang
sedang dinaiki berdua. Nabi Musa terheran-heran sehingga bertanya. Yang lebih membingungkannya lagi
adalah ketika Nabi Khidir membunuh anak kecil yang menurut Ilmu syariat itu bahwa anak kecil belum
berdosa. Sehingga kemudian Nabi Musa bertanya dan yang selanjutnya Nabi Musa tidak kuat memhami
atas maksud kesemuanya itu. Kejadian-kejadidan yang demikian itu tidak ada bedanya dengan kisah
Werkudara, Syeckh Malaya dalam Serat-serat Suluq, lain-lainnya.
Ketika Nabi Khidir membunuh anak kecil itu, jika diukur menggunakan Hukum Agama, hukum sipil
dan militer dan Hukum iternasional sekali pun, tentulah tidak ada yang melakukan hal-hal seperti itu. Akan
tetapi karena Hamba Tuhan yang sangat cerdas itu, berada di Tingkat Rasajati, sehingga maha
mengetahui dan patuh., sehingga bisa mengetahui atas semua kejadian yang belum dan yang sudah
terjadi bagi yang sedang melakukan samadhi, sedangkan yang mengetahui ketika adalah hanya Nabi
Musa, karena yang melakukan samadhi dan yang mendapatkan ajaran adalah Nabi Musa sendiri. Untuk
lebih jelasnya : Jika anak kecil itu tidak dibunuh, di belakang hari akan menjadi perusak manusia.
Itu adalah sebuah ajaran atau ilham, artinya adalah petunjuk bagi orang yang sudah mendapatkan
ilmu hakekat. Sehingga yang mendapatkan petunjuk itu adalah hati, dan juga yang memaknainya itu pun
adalah hati. Siapa yang sudah berada di tingkat tembusa pandang (mengetahui sesuatu yang beum
terjadi / Waskitha ), yang memberi tahu tentang tanda-tandanya dan yang menerima adalah RASAJATI
dan HATINYA SENDIRI. Oleh karena rasa jati itu sama saja dengan BAYANGAN dari dirinya sendiri yang
sedang memunculkan diri, maka siapa saja bisa meminta dan menyuruh bayangan itu tadi. Sedangkan
yang menyuruh dan yang meminta adalah HATI. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa seperti itulah
yang bisa membuat hati terpikat, karena disebabkan ada dan adanya adalah dari “bagian dirinya sendiri-
sendiri”. Cerita tentang membunuh anak kecil itu, sama dengan kisah ketika Raja Rama membunuh Subali.
Seandainya saja Subali tidak dibunuhnya, di belakang harinya akan bisa menjadi perusak dunia. Semikian
juga ketajaman mati hati dari BAYANGAN DIRI, jika dilakukan pasi akan MENGHERANKAN, dan tidak
wajar bagi kehidupan dalam masyarakat.
Sehingga kebanayakan para ahli ma’rifat (sudah mengetahui sesuautu sebelum terjadi),
kelakuannya tidak wajar. Oleh karena ketempatan sifat Luhur dan dan cedas, sehingga apa pun yang akan
dilakukannya pasti akan di cocokkan terlebih dahulu dengan keadaan. Akan tetapi TIDAK MAU mendahului
Kehendak TUHAN, karena dia itu sudah memegang (Menguasai) Ilmu Tuhan. Sehingga kata-katanya,
kehendaknya, tindakannya, kesemuanya hanya Milik Tuhan dan juga Milik dirinya sendiri, hal itu sama saja
dengan YA ALLAH – YA AKU. Seperti itulah keadilan Tuhan yang telah memberikan anugerah yang tidak
ada bandingnya, dan di dunia ini tidak ada yang bisa untuk perbandingan ukurannya. Untuk bisa
menguasai hal itu dengan sebenarnya itu, jika seseorang sudah bisa menghilangkan Penghalang penutup
yang ada di dirinya sendiri.
Kejadian-kejadian seperti itu, bagi Nabu Muhammad, disebut Jibril. Pada suatu hari Malaikat jibril
memperlihatkan dirinya kepada Nabi. Kemudian mengatakan sebagai berikut : Wahai Muhammad, mana
yang dirimu pilih keluhuran ataukah kekayaan? Oleh karena Nabi itu sudah mengetahui segala sesuatu,
sehingga perkataan Malaikat Jibril ditolaknya. Tujuan Nabi Muhammad itu hanya satu! Yaitu “Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un”.(Ke-Nirwana-an, kembali ke asal). Oleh karena Ilmu Nyata itu tujuannya dan pedoman
untuk MENYATU dengan DZAT, yaitu sehingga berada pada Yang Nyata Adanya, keadaan Yang Nyata
yang terbayangkan. Artinya menyaksikan dengan MELIHAT dan MEMAHAMI.
Di dalam hal melakukan samadhi serta di dalam ajaran-ajaran seperti telah di uraikan di atas itu,
sebenarnya hanya TINGKATAN SAJA yang harus dilewati. Apakah nantinya bisa benar-benar menyatukan
dan kehendak Dzat Yang tidak terbayangkan, apakah akan terpikat di dalam alam “ADI FUNA” alam serba
bisa, itu semua tergantung dari yang menjalankannya sendiri.
ooOOoo
Setelah menguraikan rahasia dari Ayat Suci (Lihat QS.VII : 29, bab 8 nomor 1 dan 2), jangan
sampai pembahasan ini dijadikan bahan pembicaraan ringan, atau pembicaraan yang tidak dilandasi Dalil
atau didasai hati yang suci. Semoga saja nantinya ketempatan pemahaman yang sebenarnya, tentang
rahasia yang sudah bertahun-tahun tersembunyi dan sangat tersembunyi.
(1) Sembahlah DIA (Allah).
Itu adalah ibadah hamba kepada Tuhan bagi hamba yang sudah bisa Ma’rifat. Dan yang bisa
membuktikannya adalah yang melakukannya sendiri. Sehingga jika diperinci, beribadah dengan melalui
Tingkatan-tingkatan itu, tujuan utamanya adalah At-Tauhid. Karena menyatunya Hamba dengan Tuhannya
itu terus terang saja “Tidak bisa dditulis dan diuraikan.”
Sedangkan ibadah di tingkat : Syariat, Tariqat dan Hakikat itu adalah satu jalan, yang tujuan akhirnya
adalah Ma’rifat.
(2), Dengan mengikhlaskan Agamakepada DIA.
Kata Ikhlas itu menyelaraskan perbuatan Dzat dan ujud Dzat. Perbuatan Dzzat, yaitu yang bisa
berfikir, nafsu, berusaha dan sebagainya, hanya sekedar menjalankan saja, bisa dibahasa kiaskan TIDAK
IKUT MEMMILIKI. Caranya adalah : Memberi sesuatu kepada orang lain, itu hanya sekedar patuh kepada
perbutan Dzat yang Maha Pengasih. Dikarenakan bahwa Tuhan itu bersifat Maha Pengasih, sehingga
masunia mempunyai juga perwatakan mudah merasa kasihan.
Mudah merasa kasihan atau mengasihi itu adalah cahaya sifat dari Dzat Yang Wajib. Dzat yang
Wajib itu dalam menunjukan sifat Maha Pengasihnya itu menggunakan sarana MANUSIA, sehingga
manusia melakukan memberi derma kepada sesamanya.
Sehingga ikhlas dalam menyembah yang sejati itu sama dengan “Sudah tidak ikatan penghaang apa
pun saja”. Pamrih, rasa memiliki, warna dan apa pun saja yang mengotori jiwa dalam beribadah, sudah
hilang semuanya. Oleh karena ikhlas, bagi Agama apa saja jika memang bisa itu sama saja dengan di
Agama Islam. Bhuddha, Kristen dan sebagainya.
(3). Bagaikan ketika Allah memulai mencipta dirimu.
Kata memulai, itu, jika dipahami menggunakan ukuran dunia, itu bagaikan BAGAIKAN BAYI LAHIR.
Untuk memahami kata Memulai mencipta dirimu : itu, jika menurut rasa, bukan berdasarkan bukti : Tidak
tahu apa-apa, tidak tahu, sakit, selatan, utara, panas, dingin, tempat, masa. Artinya berada pada keadaan
tidak mengerti apa-apa, tidak paham apa-apa, dan tidak merasa apa-apa “NAMUN HIDUP”.
Sebenarnya bayi yang baru lahir itu sebagai contoh atas alam dari DZAT YANG TIDAK BISA
DIBAYANGKAN, yang sama artinya SUDAH PERNAH MERASAKAN ALAM YANG TIDAK BISA
TERBAYANGKAN. Dan itu sebagai bukti sebagai keadaan Kosong. Dan yang bisa membukan adalah
MANUSIA HIDUP, Sebagai tandanya adalah seperti KELAHIRAN BAYI.
Seharusnya, akan ada pertanyaan : Mengapa sekarang tidak bisa seperti itu lagi dan mengapa
harus menggunakan ilmu?” Jawabannya : Karena manusia itu sudah terkena oleh penghalang dan
penutup aau Hijab. Sedangkan ketika baru lahir sebenarnya adalah keadaan TIDAK TERKENA PENUTUP.
(4) Demikian juga ketika dirimu menghadap kepada DIA.
Itu adalah ayat penguat. Maksudnya adalah contoh dari bayi yang baru dilahirkan itu adalah dalam
keadaan Ma’rifat, hal itu sebenarnya sebagai petunjuk “Jika dirimu sudah seperti itu” (Rasa dalam
kenyataan, Rasa Ma’rifat Islam) : Besok ketika dirimu menghadap kepada Tuhan (Innalillahi wa inna ilaihi
raji’un). RASA DIRI SAMA SAJA DENGAN ketika baru dilahirkan, dan ditambah Ma;rifat ketika ada di alam
dunia. Itulah yang disebut “Kanirwanan (Kekekalan, alam Baqa), alam DZAT, kembali ke asal seperti
sebelum adanya apa-apa”.
Sekarang ada pertanyaan sebagai berikut : Jika demikian maka yang disembah itu sama sama saja
TIDAK ADA APA-APA? TIDAK BISA DILIHAT ....?. Jika salah menjawabnya, akan menjadi, jika yang
membikan jawaban adalah orang yang hanya berdasarkan kata-kata saja dari para orang tua. Yang benar
itu adalah, akal/pikiran karus digunakan dengan penalaran yang benar dalam memahami kata “YANG
TIDAK TERBAYANGKAN” yang sama saja dengan jawaban : SAYA TIDAK TAHU, artinya : TIDAK BISA
DIGAMBARKAN, dibayangkan dan sebagainya, karena sudah ada dasarnya dalilnya : Jika kamu
menghadap Tuhan, harus bagaikan bayi yang baru dilahirkan TIDAK MENGERTI APA-APA, akan tetapi
HIDUP. Tidak mengerti dan tidak paham (ENTAH), itu, makna sebenarnya : Sebagai yang hidup, karena
Yang hidup itu sendiri, ketika sudah dewasa “YANG MENYEBUTKANNYA”.
Akan tetapi jika kurang dalam memahaminya, kata TIDAK TAHU itu, akan dipahami menjadi :
MENYEMBAH YANG KOSONG, MENYEMBAH TIDAK TAHU< MENYEMBAH DENGAN TIDAK
MENGERTI. Di depan sudah dijelaskan bahwa Dzat yang diaktakan Tidak Tahu (Layuchayafu, yang tidak
terbayangkan) itu mempunyai sifat WENANG, sehingga walau pun tidak terlihat, akan tetapi bisa
menciptakan apa saja sekehendak-Nya, dengan kata Jadilah maka jadilah (Qun faya Qun).
Tentang uraian yang berhubungan dengan keyakinan Syeckh Sitijenar yang berani mengaku
“ALLAH ITU AKU. Oleh karena Dzat Yang tidak terbayangkan itu, sama dengan “ENTAH SAYA TIDAK
TAHU” bisa saja menjadikan para Wali di Tanah Jawa pada jaman dahulu membenci kepada Syeckh
Sitijenar, barangkali dikarenakan atas keyakinannya “Mengaku Allah”, atau barangkali karena Syeckh
Sitijenar itu yang paling tinggi tingkatannya. Hal itu bisa dilihat dari serat-serat gubahan Sarjana-sarjana
dan para pujangga. Siti Jenar hanya mengaku AKU TIDAK TAHU yang diartikan oleh orang yang tidak
paham bahwa ALLAH itu tidai ada.
Untuk lebih jelasnya sebagai berikut : Bisa saja Sitijeanr sudah benar-benar yakin terhadap rahasia
Qur’an VIII:29 di depan (Al-A’raf), bahwa Dzat Tuhan itu TIDAK BISA DIKETAHUI atau tidak ada. Bagi
ukuran dunia hal itu memang benar, artinya Yang Sudah Ma’rifat itu Tidak tahu, akan tetapi jika diukur
menggunakan rasa, itu adalah tidak itu bagi yang AKALNYA tidak bisa memahaminya.
Menurut QS.VIII:29 itu, jika manusia bersedia jujur, tentu akan mengakui bahwa ketika terlahir di
dunia itu tidak tahu (entah), dan yang bisa membuktikan sebenarnya itu adalah ahli Ma’rifat, barangkali
ketika itu Sitijenar, walau pun setingkat Wali, ternyata masih ketempatan lupa. Kata lupa itu tida sama
maknanya dengan SALAH PAHAM, akan tetapi sedang dalam keadaan sedang tidak ingat. Karena ketika
itu Sitijenar hanya meniadakan adanya Dzat yang tidak bisa dilihat, akan tetapi bersifat WENANG. Sama
saja dengan manuisa yang kemudian mengatakan “Allah itu adalah AKU, karena walau hingga mencapai
usia tua dalam mencarinya, tidak akan bisa menemukannya.
Di bawah ini, ada cuplikan Tembang Dhandhanggula Macapat Jawa, untuk membandingkan mana
yang mempunyai Asma Allah serta mana yang mempunyai nama Ingsun.(Bacalah Suluk Malangsumirang
– Karangan Sunan Geseng).
Salat limang waktu puji dzikir // prastawengtyas karsanya pribadya // bener luput tampa dhewe //
sadarpa gung tartamptu // badan alus kang munah karti // ngendi ana Hyang Suksma // kajaba mung
ingsun // mider dunya cakrawala // luhur langit sapta bumi durung manggih // wujudnya Dzat Kang Mulya.
ARTINYA : Shalat limang waktu memuji dan berdzikir // gerak kalbu adalah kehendak diri sendiri //
benar dan salah diri sendirilah yang menerimanya // anugerah agung tentulah // badan halus yang
menggerakkannya // Mana ada Hyang Suksma // selain Ingsun ini // walau mengelilingi langit dan bumi //
hingga di ketinggian langit dan tujuh bumi tidak akan bisa ditemukan // wujud dari Dzat Yang Maha Mulia.
Seh Sitijenar manganggep Hyang Widhi // wujud kang nora kasat mata // sarupa kadya dheweke //
ingkang sifat maujud // lir wewujud bleger tan kalih // warnanya tanpa ceda // mulus alus lurus // kang nyata
wujud dora // lirnya kidam dihin jumeneng tan keri // saking pribadinira.
ARTINYA : Syeckh Sitijenar menganggap tentang Tuhan // Wujud yang tidak bisa dilihat mata //
serupa dengan dirinya // yang bersifat wujud // sama wujudnya bukan dua wujud // ujudnya tanpa ada
bedanya // mulus halus dan sama persis // yang nyata sebenarnya wujud yang tidak ada // artinya Qidam
yaitu awal dan tanpa akhir // itu berasal dari-Nya.
Pengarang Serat Sitijenar itu, tentulah orang yang masih di tingkatan Hakekat, atau masih dalam
taraf “belajar” dan bukan ahli Ma’rifat, karena berani mengatakan : “Gerak kalbu adalah kehendak diri
sendiri” Benar salah disi sendirilah yang menerimanya” Itu adalah manusia yang sudah sangat yakin,
bahwa Maha Kuasa-Nya Dzat itu, adalah berada di dalam AKU, Kamu, dan Dia, kesemuanya. Yang
menyalahkan dan yang membenarkan adalah dirinya sendiri, itu juga adalah pribadinya sendiri.
Pengarangnya adalah manusia yang sudah bisa menilai dan mengendalikan diri pribadinya sendiri.
Kalaimat “Badan halus yang menggerakannya” artinya : Berkeyakinan bahwa tiap gerak dan cetusan
hati itu semua, dikendalikan badan halus yang bisa bergerak sendiri>’ (Kiyamuhu binafsihi). Bagi manusia
yang bisa memahaminya, badan halus yang bisa menggerakkan itu, dikiranya sama saja dengan otak,
pikiran, HASRAT. Sehingga Tuhan itu, dianggapnya adalah : Kehendak atau hasrat.
Sedangkan kalimat “ Mana ada Hyang Suksma // kajaba mung Ingsun”, hal itu sudah semestinya,
karena Hyang Suksma itu “TIDAK KELIHATAN”. Tidak bisa terbayangkan. Sehingga dia itu (Pengarang)
berani berkeyakinan, bahwa Hyang Suksma itu sama saja dengan Ingsun.
Di dlam uraian tentang sifat 20 diterangkan bahwa manusia itu adalah yang memuat Dzatm
sehingga apabila Hayang Suksma di samakan dengan Ingsun itu BENAR, karena manusia itu mendapat
bayangan dari Tuhan yang mempunyai sifat 20, sehingga disebut Ingsun. Sehingga Ingsun itu Bukan
ALLAH, akan tetapi hanyalah bayangannya saja. Walau pun sama, akan tetapi tidak mempunyai sifat
Wenang, TIDAK MENCIPTA APA-APA. Kesalahan Nyanyian Macapat Dhandhanggula itu, terletak pada
ketika menyamakan Tuhan dengan Ingsun, sehingga ada kata-kata “Tujuh bumi belum bisa menemukan
ujud dari Dzat Yang Maha Mulia.
Pengarang Serat Sitijenar mengakui bhawa ujud (aal) tidak pernah bisa dijumpai, akan tetapi
dengan jujur mengakui bahwa walau pun tidak pernah berjumpa akan tetapi ADA, yaitu yang dikatakannya
dengan kata Dzat Yang Maha Mulia. Lebih jelasnya lagi : Mengatakan tidak ada karena tidak pernah
berjumpa, akantetapi di dalam hatinya mengatakan ADA.
Dan selanjutnya mengatakan “Ujud yang tidak bisa dilihat dengan mata” itu BENAR. Sedangkan
“Satu rupa dengan dirinya” hal itu jika salah dalam memahaminya, maka kemudian akan meyakini, bahwa
ketika Mayangga Seta dikiranya itu adalah Tuhannya. Yang sebenarnya adalah : “Serupa dengan dirinya”
itu Dzat/Sifat Wahdatul wujud (menyatu menjadi satu, Dzat menguasai sifat). Jika diaktakan dengan kata-
kata itu menjadi “Satu ujud, bukan dua” ...... jika demikian, maka BENAR, dengan keyakinan bahwa Tuhan
itu adalah Wahdatul Wujud, karena meyakini pemahaman Kawula Gusti (Hamba dan Tuhan) itu adalah
menyatu, keadaan yang satu. Sehingga dalam memahaminya, diyakini bahwaIngsun itu sama saja dengan
“Jamban yang berisi air yang jernih terkena bayangan matahari.”
Sedangkan yang diyakini sebag, yaitu : “Rasa ada ketika menyatu yaitu ketika dirimu Inna Lillahi wa
Inna ilaihi Raji’un”, itu sama saja ketika dirimu dilahirkan pertama kali ke alam dunia ini, yaitu tidak mengerti
apa-apa, jika ingin membuktikannya, maka : Islam-lah (dengan cara Ma’rifat).
Jika uraian ini kurang jelas, bisa dikarenakan terpengaruh oleh daya ingin mengetahui : Pokok yang
paling akhir”, itu saja. Ilmu yang paling akhir itu sebenarnya adalah berani jujur, yaitu jika sudah merasakan
sendiri pada keadaan “TIDAK TAHU”, yang kesemuanya itu harus dibuktikan dengan Kayakinan dan
tindakan.
ooOOoo

B, Cerita tentang Nabi Musa bertemu dengan Dzat Allah, apakah nyata atau kah tidak nyata.

Kenabian Musa as. Itu adalah Kenabian yang satu. Tidak ada Nabi yang menyekutukan Allah.
Demikian juga Nabi-Nabi yang lainnya, seperti : Nabi Dawud, Yusuf, Ibrahim, Musa, Isa, Bahkan Nabi
Muhammad sekali pun, semunya sama-sama Islam. Akan tetapi Syariat ajaran yang di ajarannya
(Agamanya), yang berbeda-beda.
Ayat di dalam Al-Qur’an VIII:29 Al-A’raf dan QS.VIII.143 bab.9 di di depan, benar dan tidaknya itu
perlu ditelaah. Rahasia yang terkandung di dalam Ayat Suci tersebut, jika kurang dalam memahaminya dan
kurang pengalamannya, maka akan bisa menyebabkan salah tafsir. Bagaimanakah tafsirnya jika ditafsiri
menggunakan ukuran Lahir dan ditafsiri menggunakan Ukuran Batin?
Nabi Musa as. Itu jika berdasarkan yang tertulis di dalam Ayat, dengan jujur sejujurnya mengakui
bahwa “TIDAK MELIHAT-NYA. (Tidak tahu), tentang DZAT Tuhan. Para nabi itu, termasuk Nabi Musa :
Adalah Ummiyi (Buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis), yang maksudnya itu, huruf dari tulisan, akan
tetapi dengan benar-benar mau mengakui bahwa sebenarnya TIDAK melihat Tuhan. Sehingga, Nabi, Wali
di jaman dahulu, walau semua mengetahui atas Rahasia Dunia, akan tetapi mereka itu sama-sama
mengakui bahwa tidak MELIHAT (mengetahui tentang ) Allah.
Selengkapnya tentang Dalil Qur’an bersumber dari tafsir Machmud Yunus, mengatakan sebagai
berikut : “Setelah sampai waktunya, Tuhan memberi perjanjian kepada Nabi Musa. Kemudian Nabi Musa
berkata : “Wahai Tuha, perlihatkanlah Dzat Engkau kepada hamba, dan semoga hamba diijinkan melihat
Engkau!” Kemudian Tuhan berkata : “Dirjmu tidak akan kuat melihat Aku (Allah), akan tetapi laihatlah
gunung itu, jika tetap berada di tempatnya, barulah dirimu bisa melihat-Ku (Allah)!!!”
Setelah hanya sebagian kecil Cahay Tuhan terlihat di gunung itu, seketika gunung itu hancur dan
Musa terjatuh ke tanah dan pingsan, Setelah sadar kembali, kemudian memohon : “Wahai Engkau, Maha
Suci Engkau, dan hamba mohon ampun kepada Engkau1” Sesungguhnya hama termasuk orang yang
beriman kepada Engkau!”
Kata “melihat” yang ada di ayat tersebut, itu adalah bukan penglihatan mata, akan tetapi penglihatan
yang sudah tidak mempergunakan alat, dan bukan rasa jati angan-angan diri, akal pikiran, dan hasrat dan
sebagainya, akan tetapi penglihatan di dalam keadaan Ma’rifatullah. Sedangkan kata “Gunung” di dalam
dunia keilmuan batin disebut “Jabbal” (dalam bahasa Arab), di dalam Kitab Injil disebut dengan nama
Thursina, dan jika dinalar menggunakan pikiran yang bening, maka akan tidak masuk akal, jika tiba-tiba
“Berpindah tempat”. Sedangkan Tafsir ayat di atas, adalah sebagai berikut : Yang dibahasakan dengan
ibaratkan sebagai gunung itu adalah Manusia, yang maksudnya adalah bagian anggota yang seperti
gunung, yaitu “HIDUNG”. Mengapa kemudian bergeser maknanya menjadi “Hidung”, karena
sesungguhnya bahwa manusia ddi dunia ini memna gberada di gunung, Apakah benar demikian ?
Jawaban atas pertanyaan tersebut, akan bisa dpahami, pada ayat berikutnya, yaitu : “Jika tetap berada di
tempatnya, barulah bisa melihat-Ku (Allan)”!”
Makna di balik kata : Hidung itu, jika bergerak, maka badan tidak bisa tenang. Sehingga Tuhan
melarangnya “Tidak boleh pindah” atau “tetap berada di tempatnya”. Hal itu karena pada umumnya
manusia yang sedang melakukan dzikir kebanyak dengan menggeleng-gelengkan kepala, atau
menggerak-gerakkan kepala mengikuti irama dzikir. Tindakan yang demikian itu tidak boleh. Karena cara
yang benar adalah dengan diam (tenang), yang hal itu mengandung maksud : “Bersamadhi, Yoga,
Tafakhur, dsb”.
Oleh karena itu, kemudiab bisa diamati, bahwa pada jaman ribuan tahun yang lalu itu, sudah ada
Yoga. Sebenarnya, samadhi atau menggeleng-gelengkan kepala itu, tidak akan bisa cepat berhasil, dan
hasilnya akan bisa menjadi pusing. Sedangkan bila dengan cara yang tenang dan hening, maka untuk bisa
menyatu itu lebih mudah.
Untuk selanjutnya, dikisahkan, bahwa Nabi Musa berhasil bisa melihat Dzat Tuhan yang masih
terbungkus oleh “Nampak Sebagaian Cahaya Tuhan, dan seketika itu juga gunung menjadi hancur, dan
Musa jatuh ke tanah dan pingsan.” Penjelasan maksudnya adalah sebagai berikut :
1, Terlihat Cahaya Dzat – Alam Hakikat Tuhan = Tidak ada apa-apa = Kosong. Tidak bisa
terbayangkan = Keadaan tidak ingat apa-apa.
2, Hancurnya gunung = Hidung, sudah tidak terlihat bayangannya, karena yang sedang melakukan
Yoga itu pingsan. Kata “hancur” = Hilang dari penglihatan mata.
3, Nabi Musa jatuh pingsan = Keadaan menyatu dengan Dzat (Sudah masuk ke tingkat Ma’rifat), hal
itu sudah tidak ada kata-kata yang bisa untuk menggabarkan dan menguraikannya, sehingga disebut
dengan sebutan Pingsan, karena memang kenyataannya itu, tidak merasa apa-apa.
4, Kemudian Nabi Musa berkata : Bertobat kepada Tuhan, dan sebagainya = Sudah meyakini
dengan penuh keyakinan bahwa sebenarnya dari Dzat Tuhan itu adalah TIDAK KELIHATAN, sehingga
yang disembah siang dan malam itu, jika diurakan menggunakan kata menjadi “TIDAK ADA”, Tidak tahu,
juga bisa juga disebut “Alam Entah-lah”.
Itulah Rahasia Dunia, yang maksudnya adalah : Nabi itu sudah berada di puncak Iman, bahwa yang
disembah itu tidak kelihatan, namun ternyata dan sudah sangat jelas bisa “MENCIPTA APA SAJA” yang
ada di seluruh jaga raya, cukup menggunakan “Kalimat” : QUN FAYAQUN. Sehingga walau demikian,
menjalankan Samadhi itu bisa dialami oleh siapa saja yang diawali (Pertamakalinya) adalah mengalami
Pingsan, terlebih dahulu (Atau dengan kata lain.. Kebingungan terlebih dahulu). Untuk selanjutnya, bila
sudah terbiasa, tentu tidak pingsan lagi, dan akan bisa memasuki alam Ma’rifat, dan sama sama maknya
dengan “Sudah bisa kembali kepada asalnya”, Duduk bersama menghadap Tuhan, dan sama saja dengan
keadaan bayi ketika pertama kali terlahir ke dunia ini. Makna Rahasianya : Bisa dialami ketika masih hidup
dan bisa dirasakan keadaannya.
Ketika itu, Nabi Musa sudah tidak didampingi oleh Nabi Chidhir, karena keberasdaan Nabi Chidhir
itu, ketika Nabi Musa masih di Tingkatan “MAYANGGASETA (Tingkatan Hakikat). Dan ketika mengalami
Pingsan Nabi Musa sudah masuh ke Tingkat Ma’Rifat, sehingga sudah meninggalkan Tingkat Hakiakt, bisa
dikatakan sudah di Posisi Puncak.
ooOOOoo
Apakah di dalam menjalankan Samai itu menggunakan Mantra? Apabila menggunakannya, bahasa
apakah yang digunakan?
Qur’an 192 -195 Surat Asy-Syu’ara : “Wa Innahu latanzilu rabbil alamin nazala bihi arruhulamina
litakuna minal mundzirina bilisani ‘arabiyn mubihi”. Tafsirnya kurang lebih sebagai berikut : Sesungguhnya
perintah ini diturunkan oleh Tuhan Penguasa Seluruh alam melalui Malaikat Jibril menggunakan bahasa
Arab kepada hatimu, agar kamu termasuk golongan dari orang-orang yang memberi peringatan.”
Qur’an 22 – Surat Fathir : “Demikian juga orang-orang yang hidup, tidak sama dengan orang-orang
yang mati. Allah menuntun kepada orang-orang yang dikehendaki. Dan kamu tidak bisa memperdengarkan
kepada orang-orang yang berada di alam kubur.”
Buku Asrar’i Khudi. Karangan Ulama Persia yang bernama Dr. Muhammad Iqbal (1876 – 1938),
yang semula dikarang di Lahore (India) pada tahun 1915, dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Ingris oleh Reynold A Nicholson, di dalam isinya menjelaskan bahwa Sarjana-sarjana Barat dan Sarjana-
Sarjana Islam, yang uriannya berujud Puisi yang isinya mengandung keyakinan, sebagai berikut :
“MENIADAKAN DIRI PRIBADI’ (menyatu) dan rangkaian bahasanya dibungkus bahasa yang menyayat
kalbu, sedangkankan Sang Pengaranya tidak bisa berbahasa Arab. Akan tetapi isi Kitab itu, tertuju tentang
Islam, walau pun bahasanya tidak menggunakan Bahasa Arab, karena di dalam suatu keyakinan, yang
menjadi patokannya adalah Bukan “Bahasanya’ akan tetapi “Hati”. Contohnya : Bahasanya adalah Bahasa
Jerman, akan tetapi di dalam hatinya meyakini bahwa jika menyatu itu harus menggunakan cara yang
demikian-demikian dan sebagainya. Atau menggunakan bahasa –bahasa yang berbeda-beda, hal itu bisa
dan boleh saja, dan dalam kenyataannya tidak kurang bahwa orang Jerman yang sudah berhasil menyatu
dengan Allah. Sedangkan Bahasa Arab yang digunakan di dalam Kitab Qur’an, itu adalah sebagai bahasa
pusat ilmu yang diserap oleh seluruh ummat di alam dunia ini.
Ada juga dar golongan penganut Agama Islam yang walaupun shlatnya tetap 5 waktu dan 17 raka’at
dalam sehari se malam, akan tetapi ucapannya menggunakan Bahasa Jawa. Jika demikian, permintaan
orang tersebut apakah bisa diterima oleh Tuhan?
Menurut dalil Tuhan di dalam Surat Al-Hadid ayat 6, menerangkan sebagai berikut : “Wa huwa
‘alimun bidzatish shuduri.” Yang mankna tafsirnya kurang lebih “Dia mengetahui isi hatimu.” Sehingga jika
berdasarkan dalil ini , ternyata memang bahwa Allah itu tidak pilih kasih dan tidak pilih bahasa. Dan
kesemuanya itu adalah sama saja, dikarenakan kesemuanya itu juga adalah ciptaan-Nya juga. Bahasa, itu
adalah sebagai sarana untuk menyampaikan hasrat, beban hati, atau hasil dari pemikiran bagi yang
melakukannya..
Ketika Bahasa Arab belum ada, apakah Allah ketika menurunkan wahyu atau manusia yang
meneyembah kepada tuhan menggunakan Bahasa Arab. Pastilah tidak demikian, karena bahasanya aja
sama sekali belum ada, yang tentunya menggunakan bahasa manusia yang menerima wahyu-Nya, karena
yang dipentingkan di dalam hal ini, adalah bukan bahasanya, akan tetapi adalah hatinya, seperti yang
termuat di dalam makna dari Qur’an 1992 – 1995 Surat Asy.Syura’a tersebut di atas (ala albiqa). Atas
keterangan ayat tersebut, di bawah ini ada contoh sekedarnya, seperti yang diuraikan di atas, dengan
sederhana dan apa adanya :
1, Hatimu hatiku ............ dan sebagainya, Hal itu yang bisa memahami adalah orang yang bisa
menggunakan bahasa tersebut, Jika Jawa itu bagi orang Jawa, Jika Bahasa Ingris juga adalah orang Ingris
dan sebagainya. Ciri-cirinya atau atau penelusuruan tentang kebenaran dari uraian ini, akan bisa
dibuktikan ketika seseorang yang sedang tidur kemudian bermimpi. Walau pun ahli menggunakan bahasa
ingris, Jerman, Perancis dan sebagainya, akan tetapi di alam mimpi yang bisa dipahaminya adalah
bahasanya sendiri, jika orang Jawa, maka bahasa Jawa dan seterusnya.
2, Atma-mu hatiku ....... dan sebagainya, Itu jika digunakan untuk memikirkan apa saja, juga
menggunakan pengertiannya sendiri (menggunakan bahasa sehari-hari). Jika ketika berfikir menggunakan
bahasa lain, tentu akan sering salah.
Oleh karena Tuhan itu tidak pernah terpisah dengan manusia serta Maha Mengathui atas isi hati
manusia, walau pun menggunakan bahasa jenis apa pun juga, pasti akan dipahami-Nya. Walau pun
berupa ajaran-ajran yang diberikan oleh Saudadaranya sendiri, itu juga menggunakan bahasa ayang
dimengerti oleh seseorang yang barsu saja mengalami Mayanggaseta. Oleh akrena itu, oleh karena
WAHYU itu yang membawa adalah Saudara Diri sendiri, sehingga bagi Nabi Muhammad yang melalui
Malaikat Jibril, maka juga menggunakan Bahsa Arab, karena Nabi Muhammad itu bahasa pribadinya
adalah Bahasa Arab. Semikian juga perintah Tuhan kepada para Nabi sebelum-sebelumnya, tentulah
menggunakan bahasa pribadi para nabi tersebut.
Yang demikian itu, sehingga walau pun ucapan permohonan atau ucapan-ucapan dalam beribadah
itu menggunakan Bahasa Arab, akan tetapi jika isi dan dan intinya tidak dipahaminya (bukan bersumber
dari lubuk hatinya), maka akan bisa menjadi tanpa tujuan, dan sebaliknya, jika menggunakan bahasa
tionghoa, akan tetapi tembus ke dalam hati, maka akan bisa tercapai apa yang dimaksudkannya.
Menurut Pujangga Muhammad Iqbal yang sudah disebutkan di depan memohon (dengan kesedihan
hati) karena tidak bisa menggunakan Bahasa Arab, itu dikarenakan terdorong oleh sangat cintanya kepada
Pusat dari segala Dalil Tuhan. Yang melebihi dari itu, itu tidak ada.
Mengulang tentang memahami arti, itu sebenarnya tidak bisa dinamakan perintah, jika dalam
menyampaikannya tidak menggunakan bahasa yang dimengerti oleh yang menerima perintah tersebut,
sehingga jika orang Jawa, wisik, wahyu dan sebagainya, itu tentu menggunakan Bahasa Jawa. Jika
demikian adanya, maka baru bisa dianggap benar, jika tidak demikian, maka bisikan itu sesat.
Kemudian ada pertanyaan lagi “Apakah japa mantra itu bisa menembus kepada yang merawat
mayat? Apakah bisa bekirim doa dan mendoakan orang yang sudah meninggal dunia?
Kebiasaan yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat Jawa itu banyak yang menjadi fanatik
kepada berbagai keyakinan, Apakah itu Agama, Apakah kebudayaan dan sebagainya. Fanatik terhadap
Agama dan keyakinan itu, pada umumnya akan berakibat menjadi tindakan-tindakan yang tidak dipikir
terlebih dahulu. Menelaah, menafsirkan atau bermusyawarah tentang keilmuan, jangan tergesa-gesa
diterima begitu saja, akan tetapi harus ditelaah, diteliti, dinalar dan sebagainya terlebih dahulu, apakah
masuk akal apakah tidak, karena pikiran-pikiran dan penalaran yang merdeka itu, hasilnya akan
menguatkan Jiwa, karena bisa menolak dan memilih dengan berdasarkan pemahaman hati sehingga tidak
mudah tertipu.
Di dalam A;-Qur’an, Tuhan memberi perintah berkali-kali, agar manusia itu menggunakan akal dan
pikirannya. Tidak hanya tentang urusan dunia saja, walau pun tentang Ilmu Ketuhanan, itu juga harus
dinalar dan dipahami menggunakan akal, Intinya : Memahami bahwa Allah itu ada (Yakin), karena akan
dan pikiran sudh memahaminya.
Menurut M. Gandhi, Tuhan itu bersifat Maha Luas, Maha Agung, artinya : Memberi kebebasan
kepada kemerdekaan dan kebebasan manusia dengan Kodrat dan Iradatnya. Sehingga manusia itu,
WENANG MENJALANKAN kebebasan milik Allah, baik sifat dan hakekatnya.
Yakin kepada Kekuasaan Dzat. Keagungan-Nya, dan Maha Luasnya itu, bisa terlihat di dalam
sejarah seorang Wali yang bernama Sunan Kali, bekas perampok dan penjudi, penghisap ganja, main
perempuan, akan tetapi akal dan pikirannya tetap MERDEKA, mempunyai kewenangan Milih dan menolak
= Baik/buruk, yang pada akhirnya menjadi seorang WALI yang paling Tinggi kedudukannya dan terkenal
hingga sekarang. Kisah Tauladan seperti itu sangat banyak. Sama-sama mendepat pengaruh dari Sifat
Tuhan dari salah satu sifat-Nya. Yang kadang perohonanya dilakukan dengan TANPA ADA YANG
MEMAKSANYA (bebas), dengan cara apa saja, asal berdasar aturan-aturan, memahaminya serta benar
dalam mengamalkannya.
Ayat Suci Surat Fathir, 22, : “....................... Kamu tidak bisa memperdengarkan kepada orang yang
sudah berada di alam kubur.”
Sudah menjadi kebiasaan ketika merawat mayat di masyarakat Jawa itu dengan cara di Shalatkan
oleh Penghulu dan sebagainya, menggunakan Bahasa Arab. Oleh karena hl ini berkaitan dengan adat,
sehingga hal tersebut tidak perlu dimaknai, cukup memaknai Ayat Suci tersebut di atas, sebagai berikut :
A, Kata meperdengarkan itu berasal dari kata dasar DENGAR, kemudian menjadi mendengar, yaitu
pekerjaan telinga, dikarenakan ada suara. Sehingga Telinga itu akan mendengar jika ada seseorang yang
memukul alat musik jawa. Dan di sini dimaknai memperdengarkan kepada orang lain.
B, Kata Kubur, itu berasal dari Bahasa Arab Qaburun (Qubrun), yang tafsirnya adalah : Alam antara
(alam bardzah = Bardzahum). Sehingga bukan kata yang bermakna tempat atau ruangan, akan tetapi
sebagai TANDA (Keadaan) dan sebagainya.
Sehingga disdebut dengan sebutan Alam Penantian itu, dikarenakan suatu keadaan peralihan bagi
Roh yang telah meninggalkan raga, dan bertempat di tempat itu. Sehingga, baik roh hewan, manusia dan
semua mahluk yang hidup yang mengalami mati pasti akan melayang di alam penantian (kubur). Itulah
yang disebut Siksa dan Nikmat Kubur.
Yang dimaksud dari kata MEMPERDENGARKAN, yaitu menyolatkan dan menalkim mayat
(mensucikannya), ketika diberangkatkan dan telah selesai di makamkan, yang maksudnya : Mengantarkan
Roh-nya: “Soma arwahnya diterima oleh Tuhan, sesuai amal perbuatannya ketika hidup di dunia.” Serta
didoalan agar mendapatkan alam kubur yang lebar, jalan yang terang dan sebagainya, yang pasa
umumnya menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan Tahlilan, menyebut Asma Tuhan itu maksudnya adalah
untuk SEMUA YANG MASIH HIDUP, ingatlah dan yakinlah bahwa Tuhan (Allah) itu Maha Kuasa dan ada.
Apakah doa-doa tersebut bisa sampai kepada orang yang telah meninggal dunia?
Roh yang telah keluar meninggalkan raga, yang kemudian terus berjalan menuju tempat yang
sebelumnya belum pernah dilewatinya dan belum pernah merasakannya (Alam lain). Disebut belum
pernah memasuki dan merasakan itulah sehingga disebut berada di wilayah KUBUR (Alam penantian).
Ketika hidupnya did dunia berkumpul dengan keluarga, tiap harinya bisa mendengar bermacam-macam
suara dan sebagainya, dikarenakan ketika masih hidup mempergunakan basan kasar itu masih memiliki
telinga, dan panca indranya masih lengkap. Dan sekarang yang tinggal adalah hanya roh-nya saja, yang
berjalan sendirian tanpa ada teman, yang artinya adalah MATI.
Oleh karena sudah mati, maka kehilangan semua alat untuk mendengarkan apa saja ketika hidup di
dunia. Yaitu telinganya tidak ikut terbawa oleh Ruh.
(Catatan Penerjemah : Dalam urian di atas, pengarang buku ini menitik beratkan pada panca Indra
lahir, dan menganggap tidak ada panca indra batin ... Maaf, sekedar sering).
Oleh karena roh hidup sendirian tanpa memiliki telinga, dan telinganya sudah rusak, sehingga walau
pun ada suara apa saja dari dunia ini, maka tetap saja roh tidak akan bisa mendengarnya, sedangkan yang
bisa dilakukan hanyalah merasakan yang dialami oleh roh (lihat tentang MATI). Yang lebih disayangkan itu,
ada sebagian golongan yang meyakini bahwa roh itu harus disediakan yang menjadi kesenangannya
ketika masih hidupnya di dunia ketika masih beserta raganya seperti dahulunya. Terbukti ada makam yang
ada persembahannya berupa apa saja, yang semuanya itu sebenarnya tidak ada gunanya.
Sehingga, uraian-uraian tersebut, semoga bisa meningkatkan pemahaman, karena akal/pikiran yang
berkembang dengan sebebas-bebasnya dan merdeka serta berdasarkan ajaran serta juga dalil dari Tuhan,
biasanya tidak akan bisa menerima penjelasan yang demikian, yang akhirnya berakibat merubah adat
yang sudah berlangsung lama. Dengan uraian tersebut penutup dari antara lahir dan batin bisa terbuka.
Jika demikian, apakah uraian wirid tersebut tidak menyalahi adat? Apakah tidak “Menutup” Al-Qur’an
Nur Kariem? Apakah tidak menyalahi ayat-ayat Qur’an?
Pendapat atau menganggap benar yang demikian itu tumbuh dari karena tidak mau menggunakan
akal karena tertutup oleh fanatik, karena sudah mengakar berdasarkan KATANYA, sehingga hanya
percaya tanpa dasar. Bisa juga dikarenakan kurang luas pandangan batinnya, dan juga dalam lahirnya
atau kurang pengalaman atas segala pengetahuan. Padahal sebenarnya Ilmu Allah itu digelar tanpa ada
yang kurang.

BAB.XI. QIYAMAT ITU ADA ATAUKAH TIDAK?


(Seperti apa kejadiannya dan buktinya)

Uraian di buku ini tentunya tidak sempurna jika tidak membicarkan tentang mati. Setelah kematian,
kemanakah roh itu pergi, dan selanjutnya akan mengalami kejadian seperti apakah? Serta bagaimanakah
rasanya mati itu?
Qur’an. XXXIX, 42 Surat Az-Zumar :
Allahi yatawaffa alanfusahina mautiha wa allati lam tamut fimanamiha fayumsiku allati qadla ‘alaiha
almauta wa jursilu alukhra ila ajalin mussaman inna fadzlika laayatin liqaumin yatafakaruna. Tafsirnya
kurang lebih sebagai berikut : Alalah mengambil nyawa diri ketika diri itu Mati, dan mengambil nyawa diri
yang belum mati, ketika Tidur. Dia menahan nyawa diri yang sudah mati, dan mengembalikan nyawa diri
yang tidur itu, pada waktu yang sudah didtentukan. Itulah tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi orang-orang
yang berfikir.
Qur’an III 143 Surat Ali Imran :
“Sesungguhnya kamu sudah mengetahui akan mati, sebelum matinya. Sesungguhnya kamus sudah
mengetahui jika kamu memperehatikannya.
Gaditz Buchari (42) : Sabda Nabi Muhammad saw. tentang Qiyatamt.
“Tanda-tanda Qiyamat itu, jika sudah ada budak perempuan yang melahirkan Tuannya. Dan jika
sudah ada penggembala Unta sudah bisa menjadi Raja dan menguasai kerajaan yang indah-indah.
Agar biji bisa tumbuh itu, dikarenan tertanam di tanah serta mendapatkan zat-zat yang
dibutuhkannya, dan jika tidak masih mempunyai daya hidup, tentu tidak akan tumbuh. Sehingga hakekat
hidup itu, tidak hanya menempel saja atas ujud yang bergerak-gerak saja, walau pun di dalam sesuatu
(yang tidak bergerak dan berpikir) itu pun juga ada. Sedangkan Daya hidup yang menguasainya tersebut
(Untuk bisa tumbuh berkembang dan bisa bergerak) itu bernama : Sifat Qiyamuhu binafsihi. Sehingga
tanda hidup menurut ukuran yang terlihat itu, menurut pandangan umum adalah : “Yang bsia bergerak-
gerak itulah hidup”. Hal itu sebenarnya hanya kurang dalam dalam cara memahaminya saja.
Apakah ada mahluk yang hidup di wilayah yang sangat panas atau sangat dingin? ADA, seperti
yang diuraikan di bawah ini :
Mahluk-mahluk Baksil yang bernama : Titanus dan Coloxtof itu jika dibakar api yang panasnya
hanya 600 deerajat Celcius itu, tetap masih bsia hidup. Karena atas Kodrat Tuhan, baksil dua jenis itu jika
terkena api maka akan berubah warnanya seolah memiliki tameng seperti sisik yang sangat keras sekali,
yang bisa menahan panasnya api yang sangat tinggi. Dan jika panasnya sudah menghilang, maka baksil-
baksil tersebut akan hidup lagi seperti semula.
Di angkasa di wilayah yang tingginya kurang lebih 8 hingga 9 Km dari permukaan bumi, disebut
stratosfeer, dan hawa dinginnya kurang lebih 78 derajat Celcius di bawah nol, dan menurut para penerbang
Angkatan Udara Ingris di sekitar tahun 1938, berada di wilayah tersebut dengan menaiki pesawat terbang,
dan ada mahluk Tuhan yang hidup bergerombol. Jika orang biasa tanpa menggunakan pakaian khusus di
hawa dingin, maka seketika itu raga akan bisa membatu. Mahluk yang hidup dengan cara bergerombol
tersebut adalah sejenis semut yang mempunyai sayap, tanpa mempunyai tempat untuk hinggap , tanpa
ada hawa panas dan tidak makan apa-apa ..... dikatakan sebagai mahluk hidup, di karenakan bisa
bergerak-gerak. Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.
Sehingga sebenarnya daya hidup itu dan kekalnya itu ternyata menguasai seluruh keadaan (Tidak
terpisah dari sifat). Untuk berlatih bagi tingkatan akal (Thariqat Akal), kesemuanya itu harus dipelajari
dengan berdasarkan pemahaman yang bisa menjangkaunya.
ooOOoo
Sekarang, bagaimanakah hakekatnya hidup di wilayah alam kubur alam ghaib dan alam yang tidak
bisa diukur menggunakan penglihatan (Pancainddra), atau tidak bsia diindra.
Semua alam itu mempunyai sifat dan keadaan sendiri-sendiri, serta tergantung kepada siapa yang
menempatinya, artinya adalah :
1, Alam yang terlihat mata, yang menghuninya juga bisa terlihat mata.
2, Alam ghaib, ditempati oleh makhuk ghaib.
3, Alam yang tidak tidak bisa terlihat mata, ditempati oleh yang juga tidak bisa dilihat oleh mata.
Bagi jisim-jisim (bentuk/raga) yang menempati di teempat tersebut, ukurannya (Tingginya, lebarnya
dan sebagainya) kesemuanya itu bisa diamati menggunakan alat (Sarana), yang dihasilkan oleh manusia
itu sendiri (peralatan ghaib). Oleh karena Dzat Tuhan itu menguasai segala sesuatu, sehingga alam-alam
tersebut juga terpengaruh oleh Sifat-sifat Tuhan, dan juga tergantung dari sifat hidup bagi yang
merasakan :
A, Alam Dunia : sifat 20, yang semuanya diborong oleh manusia.
B, Alam dunia di wilayah Samudra : Mahluk-mahluk Tuhan hanya mengambil salah satu dari sifat 20.
C, Alam Ghaib : mahlluk-mahluk Tuhan yang menempatinya hanya mempunyai salah satu Sifat
Tuhan, yang sebagian besarnya ada Sifat HIDUPNYA.
Sebelum menjelaskan tentang mati dan sebagainya, ada baiknya terlebih dahulu memikirkan
tentang tanda bukti MAHA KUASANYA TUHAN. Di dalam Al-Qur’an, Surat Asyura ayat 54, disebutkan
yang penafsirannya sebagai berikut :
“Ketahuilah mereka ragu-ragu, ketika akan berjumpa dengan-Ku (Allah), ketahuilah bahwa Allah itu
Maha Mengetahui. (Pahami terlebih dahulu sifat 20 di depan).
Di dalam Majalah Jayabaya pernah dimuat untuk sebagai contoh tentang kejadian-kejadian, sebagai
berikut ini :
Di Universitas Ohio (AS) jurusan Fisika, ada seorang sarjana yang sedang mengadakan
pnyeleidikan tentang Pantai. Di pantai tersebut diceritakan bahwa banyak bentengnya yang berupa tebing
karang, yang berdasarkan penyelidikan menggunakan “spectraal-analyse” umurnya sudah mencapai 1,5
Juta tahun. Peneliti tersebut tidak hanya meneliti dengan menyentuhnya atau mengukurnya saja, serta
juga dengan cara menggali dan memecah-mecah batu karang tersebut.
Dengan tidak diperkirakan sebelumnya, di dalam sela-sela batu kerang tersebut ditemukan sebuah
benda bebentuk oval yang menempel di saluran yang berliku-liku bagaikan aliran sungai, yang bisa
bergerak-gerak dan merayap. Yang intinya, bahwa sesuatu itu yang sudah terpendam selama 1,5 juta
tahun, masih bisa bergerak, dan masih hidup. Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.
Ada contoh yang lebih mudah, yaitu sebutir biji padi. Menurut hasil penelitian Ahli Kebun Raya di
Washington (AS), biji padi tersebut tidak akan bisa mati, walau pun tersimpan di dalam tembok hingga 300
tahun lamanya, asalkan tidak rusak kulitnya.
QS. XXXIX, Surat Az-Zumar, ada kalimat yang ditafisi sebagai berikut :
“Mengembalikan Nyawa yang tidur itu di waktu yang sudah ditentukan>” Uraian di dalam Ayat
tersebut, ada hubungannya dengan tentang MATI.
Tidur itu adalah perbuatan badan yang dikarenakan mengantuk dan kecapaian, dan semua
pancaindranya menjadi diam. AKANTETAPI tanda atau ibaratnya itu dikodratkan melalui Rasa
MENGANTUK, dan hal itu bukan hanya bagi manusia saja, serta hewan pun seperti itu juga sifatnya.
Sedangkan “Mengembalikan” itu, yang jelas bukan atas kehendak diri sendiri, akan tetapi itu adalah
KODRAT TUHAN, Kata kasarnya itu berjalan dengan sendirinya (otomatis). Tanda yang sangat
mengherankan itu, ketika terasa mengantuk itu tidak bisa ditawar dan tidak bisa direncanakan (Lihat sifat
20 : Qiyamuhu bi nafsihi). Demikian juga ketika “Terbangun” di dunia mana pun tidak ada perjanjiannya
terlebih dahulu.
Jika benr-benra di pikir dan ditelaah, Bangun dari tidur itu adalah termasuk syarat hidup. Karena :
Tidur pun ditidurkan, bangun pun dibangunkan. Manusia itu tidak bisa menguasai apa-apa atas kodrat
badannya, karena semuanya itu adalah dari Tuhan. Siapakah yang menidurkan (membuat tertidur)
seorang bayi, dan siapakah yang melahirkan bayi? Apakah Ibunya atau kah orang lain? Jawabannya
adalaj : TIDAK TAHU.
Di dalam Ayat Suci tersebut di atas, sudah dikatakan bahwa sudah didtetapkan, terjadinya itu bukan
karena disengaja. Lebih jelasnya adalah : Sifat BERDIRI SENDIRI, itu juga menguasai seluruh badan,
ketika tidur, ketika bangun dan ketika melakukan kegiatan dan sebagainya.
Oleh karena tidur itu adalah pekerjaan yang sudah jelas, lama dan tidaknya adalah tergantung yang
mengalaminya sendiri ketika tidur. Menurut penelitian, semua perlengkapan badan, badan halusnya raga
(Pikiran-pikiran) itu akan diam sedikit-demi sedikit, demikian juga ikatan rasanya. Oleh karena terlalu
lelapnya, semua suara-suara, bunyi-bunyian, dan kejadian-kejadian dan lain-lainnya, tetap tidak akan
mengganggu terhadap yang sedang tidur.
Oleh karena mata, telinga, hidung, lidah, kulit, kesemuanya terdiam (tidak berfungsi), sehingga
dalam keadaan tidur itu sebenarnya sangat membahayakan. Letak bahanya itu dikarenakan berada pada
keadaan tidak mengerti dan tidak bisa menaggulangi apa-apa, jika mendapatkan gangguan. Akan tetapi
tidur itu adalah sifat dari hidup, maka tidak perlu merasa kuatir, karena kesemeuanya itu berada di
TANGAN TUHAN sendiri.
ooOOoo
a. Apakah mati itu sama saja dengan tidur?
Walau pun tertidur sangat lelapnya, itu masih ada sebagian PERASAAN (rasa) yang tetap berjalan,
yaitu RASA INGAT atau RASA JATI, yang mendapat pengaruh dari salah satu Sifat TUHAN, nomor 9 dan
nomor 12 : Ilmu dan Bashar, Maha mengetahui dan Maha melihat.
Sehingga, walau pun manusia itu sedang tertidur, akan tetapi RASA JATI tetap berfungsi serta
masih melihat sesuatu, yang kadang sebagain-nya itu disebut MIMPI. Akan tetapi RAJA SATI (Yang
sebenarnya Rasa) itu, sebenarnya tidak bisa berbuat dengan sendirinya tanpa adanya sifat :Berdiri dengan
sendiri” (Qiyamu bi nafsihi). Sehingga semua mahluk hidup itu tentu mempunyai sifat Berdiri Dengan
Sendiri, karena hal itu ada sebagi bukti : “HIDUP”.
Mati itu, Rohnya di tahan, tidak dikembalikan, sedangkan tidur, rohnya di tahan sementara kemudian
dikembalikan lagi “ Sehingga bisa disimpulkan : TIDUR itu gambaran MATI. Jika di renungkan : TIDUR dan
MATI itu adalah dalam keadaan yang sama (Lihat QS. Az-Zumar :42). Di dalam Ayat bagian akhir
disebutkan : Bagi orang yang mau berpikir. Intinya : Memberi kebebasan kepada manusisa. Tafsir dari ayat
QS.XXXIX : 42, itu bukan untuk orang yang tidak mau mempergunakan akalnya, akan tetapi untuk orang
yang mau mempergunakan Daya nalar pikirannya, artinya : Sebutan MATI dan TIDUR itu hanya beda
keadaannya (beda alam saja).
Sebenarnya KITAB_KITAB SUCI itu adalah untuk manusia yang masih hidup di dunia, bukan untuk
orang yang sudah meninggal dunia. Sehingga semua isinya yang terkandung di dalamnya bisa dibuktikan
ketika masih hidup di dunia, contohnya : Kata-kata sebutan Akherat, Kubur, Surga, Naraka, Luhmahfuds,
Ghiab dan sebaginya yang masih banyak lagi. Itu semua bisa dipahami jika mempunyai pengetahuan dan
mempunyai ilmunya.
Mengambil makna ayat 143 Ali-“imran dan Az-Zumar 42 itu, sangat jelas dan terang, bahwa di dalam
Mati dan Tidur itu sebenarnya adalah sama dan dalam setiap harinya selalu mengalaminya, dan Dirasakan
susasanya, penjelasannya adalah sebagai berikut :
I, MATI, itu akan dialami oleh segala wujud yang mempunyai ROH, yang semula roh itu hinggap
(bertempat) kemudian meninggalkan sejenak, dikaarenakan sesuatu hal. Oleh karena Roh itu adalah hidup
kekal, sehingga yang disebut dengan mati itu TEMPATNYA (yang sebelumnya ketempatan roh. Jika
dikatakan dengan sebenarnya, bahwa MATI itu adalah suatu keadaan (kejadian) ketika ROH meninggalkan
wadahnya/tempatnya. Sehingga sama saja dengan kata sebagai tanda atau sebutan-sebutan atas
keadaan ketika telah ditinggalkan oleh Nyawa.
Sehingga mati itu sebenarnya adalah Suatu suasana MATI, akan tetapi yang menematinya yaitu
Roh, keadaannya adalah tetap, dan tetap hidup. Maka di alams elanjutnya akan mengalami ha-hal baru
lagi, yaitu cerita kehidupan Roh setelah meninggalkan Raganya.
Sedangkan cerita akehidupan itu, akan dialami juga di alam Roh, akan tetapi keadaannya adalah
tetap hidup, yang disebut perada di alam penantian (kubur, Quburan, Bardzahum). Enak tidak tidak
enaknya, akan di jelaskan di belakang.
II. TIDUR : itu dilakukan setiap hari, yaitu yang dilakukan di alam Roh, itulah yang disebut alam
peralihan (Alam Kubur). Oleh karena tidur itu tidak mati, karena Roh akan dikembalikan lagi dalam waktu
yang sudah ditetapkan oleh Allah, sehingga masih tetap hidup, artinya : Yang berubah adalah hanya
alamnya saja.
Ketika berada di alam sadar itu merasakan dan berusaha dan sebagainya, sedangkan keadaan
tidak bisa apa-apa (sama dengan mati), karena peralatan-peralatan badan (Pancainrda, astendriya, dan
pikiran) dari semuanya itu sebagiannya tidak berfungsi semertinya. Keterangan-keterangan di Nomor I dan
II itu, bisa di renungkan, yang mana yang berbeda dan yang mana yang sama keadaannya.

Jika hal itu disamakan dengan Samadhi : Samadhi itu disengaja untuk menghentikan gerak
astendriya, sedangkan tidur itu, adalah tenangnya astendriya sedangkan Mati itu adalah berhentinya gerak
astendriya.
Bahaya dari samadhi adalah ketika tidak bisa bangun lagi, demikian juga halnya dengan bahanya
tidur. Sehingga jika demikian, maka keadaan mati itu TIDAK BANGUN, akan tetapi ROH tetap kekal dalam
bertindak.
Berhentinya astenriya ketika tidur itu, adalah tindakan atas kehendak diri sendiri, sehingga kadang
ada kejadian mengigau, ketindihan dan sebagainya, hal itu disebabkan : Rasa Jati masih terhubung
dengan astendriya. Oleh karena hal itu semua maka, MATI, TIDUR dan SAMADHI, walau pun semua alat
terdiam, akan tetapi ada yang masih bergerak, yaitu RASAJATI (Rasa Ingat). Sehingga untuk lebih
jelasnya : Bergerak-nya dari Rasajati itu jika astendriya sudah tidak bergerak, yaitu dalam keadaan MATI,
TIDUR dan SAMADHI!.
MATI itu terjadinya MELEWATI RASA INGAT, akan tetapi TIDUR melewati RASA LUPA.
Penyebabnya adalah : Mati itu tiba-tiba terjadi, sedangkan TIDUR itu dari sdikit-demi sedikit...barulah
Lepas!!. Di dalam keadaan mati, rasajati pun, berhenti tiba-tiba dan seketika :Bergerak sendiri” dan tidak
ada yang menghalang-halangi atau yang menghambarnya, karena astendriya itu sudah rusak. Dan
sebaliknya dengan keadaan tidur itu, rasajati akdang-kadang masih tersambung dengan astendriya, itu jika
tidak boleh disdebut dengan bermimpi. Sehingga MATI itu adalah mati yang berlangsung terus menerus.
Seperti itulah perbedaaan antara MATI dan TIDUR. Bisa direnungkan dengan menggunakan pikiran
dan perasaan, karena hal itu semua ada tafsir dan memaknai atas Dalil Allah.
ooOOOoo
b, Pengalaman di dalam Mimpi.
Setelah pengalaman-pengalaman tenetang mimpi di uraikan, pengalaman Roh serta rahasia di
dalam Kubur itu bisa ditebak.
Qur’and an Kitab-Kitab Suci itu adalah disediakan hanya untuk manusia yang amsih hdiup di alam
dunia ini. Sehingga bukti dan kenyataannya juga bisa didapat di dunia ini yang bsia dibuktikan ketika
manusia masih hdiup.
5.1.1. TIDUR, itu adalah : Diamnya Pancaindra dan Astendriya yang melewwati alam tidak merasa
apa-apa. Pengaruhnya adalah sering tidak merasa namun kadang-kadang masing bsia merasa. Yang
intinya adalah melewati TIDAK MERASA. Jika hal itu dilakukan oleh ahli Samadhi, maka sama dengan
masuk pada alam Hakekat Ma’rifat.
Ketika sedang tidur tidak merasanya berlangsung terus menerus selama tidurnya, maka akibat yang
ditimbulkannya adalah sama sekali tidak bermimpi, karena terus menerus berada di alam “Entah”, alam
yang tidak merasa apa-apa, tidak mengeetahui apa-apa, bagaikan ketika pertama terlahir ke dunia ini,
yang tidak ingat apa-apa. Alam yang tidak terbayangkan!!!
Ketika berada di Wilayah tidak merasa apa-apa, itu sebenarnya masuk ke alam penyatuan
(Menyatu). Oleh karena sedang tidur, sehingga baru terasa ketika terbangun dari tidurnya/Bangun, yang
terasa sangat cepat sekali, ketika 3 atau 9 jam, terasa bagaikan hanya 3 detik saja. TIDAK MERASA APA-
APA.
Sedangkan bagi yang mengalami alam mimpi, setelah mengalami (melewati) waktu tidak merasa,
kemudian mengalami bayangan-bayangan atau gambaran-gambaran yang sebagian besarnya adalah
sudah pernah dialaminya, atau setelahnya. Seumpama, ketika siang tadi bermain-main dengan api, ketika
tidur kemudian bermimpi terkena api, dan sebagainya.
Sehingga sangat jelas, bahwa gerak dari Rasa Jati atau rasa ingat itu sangat Indah. Penjelasannya
adalah sebagai berikut : Rasa Jati itu bisa MEMBERI BEKAS kepada rasa perasaan, yang berguna untuk
menyimpan semua pengalaman-pengalaman yang terang di alam nyata dan juga yang tidak terang (di
dalam batin dan angan-angan) yang disebut bekas jejak Tri Indriya (Keinginan, Nafsu dan hasrat), alat
yang menyebabkan rasa senang, susah, menyesal, takut, dan ribuan rasa yang lainnya.
Ketika dalam keadaan terjaga, manusia itu dikuasi oleh rasa dari rasa badan yang melalui
Pancaindra : Pedas, asin, askit, cape, pegal, panas dan sebagainya. Semua rasa tersebut ketika dihalang-
halngi oleh Tidur, maka akan hilang semeua, karena Pancaindra (astendriya) sedang diam. Ketika itu, rasa
yang manakah yang masih ada?
Dalam hidup bermasayarakt itu tidak akan bisa terlepas dari bermacam-macam perasaan.
Sedangkan yang terpenting adalah PIKIRANNYA, yaitu TRI INDRIYA itu tadi. Hal itu sebenarnya adalah
merupakan Pakian dari yang disebut Hidup! Semua yang meninggalkan bekas itu, jika saja Astendriya
diam (tidur) maka akan muncul (disebut dengan bermimpi).
Yang dirasa ketika sedang dalam keadaan bermimpi itu bagaikan benar-benar nyata, puas, senang,
gembira dan sebagainya, itu semua seperti terjadi di alam ketika terjaga, akan tetapi sebenarnya itu, tidak
terasa apa-apa, karena pancaindra/astendriya. TALIRASA sedang diam, tidak aktif. Demikian juga
seseorang yang disuntik obat bius. Sedangkan lama dan tidaknya itu tergantung dari lamda/ atau tidaknya
DIAMNYA alat-alat itu.
5.1.2. Kejadian did alam mimpi sering mengalami : Takut, susah, takut, dan sebagainya, kitu semua
sangat membekas di perasaan walau pun sudah terbangun (membuka mata/duduk). Bayangan yang
menyebabkan rasa takut, jika umpamanya seperti itu. Berimpi dikejar anjing, dalam perasaannya sudah
melarikin dengan sangat cepatnya, akan berteriak untuk meminta tolong, namun tidak ada orang, walau
pun ada, itu pun hanya meliaht saja, atau bahkan ikut berlari. Contoh hal lainnya yang mirip dengan
peristiwa itu, masih sangat banyak.
Tentunya, hampir semua orang perneh bermimpi yang mirip kejadian terseebut di atas, dan semua
rasa itu yang merasakannya adalah yang mengalami mimpi itu sendiri, orang lain (anak, istri dan lainnya)
tidak akan ikut merasakan karena berbeda kurungannya.
Hilangnya semua rasa dalam mimpi itu, jika yang mengalami mimpi sudah terbangun dari tidurnya,
yang tertinggal hanyalah sedikit ingatan-ingatan, hal karena memang memberi bekas. Terbangun dari
mimpi yang baik/buruk itu, penyebabnya ada dua macam :
1. Sudah waktunya terbangun dari yang sudah ditetapkan.
2. Ketika sedang bermimpi, Rasajati bisa berhubungan dengan astendriya, sepertinya kemudian
membangunkannya agar terbangun.
Ketika kebetulan sedang bermimpi itu, sedangkan rasajati roh dan lain-lainnya, tidak bisa terhubung
dengan Pancaindra (Raga), bagaimanakah kejadiannya? Jawabannya : Akan tetap mengalami kejadian-
kejadian mimpi-mimpi yang sangat menakutkan itu, yang dirasakan oleh Rasajati diri masing-masing dan
tetap demikian, karena tidak terbangun lagi. Sehingga, akibatnya orang itu tidak akan bisa menghilangkan
rasa keetakutannya itu.
Sekarang, bagaimanakan rasanya di alam kubur? Apakah rasa jati akan tetap, tidak berubah dalam
perbuatannya seperti yang terjadi di alam mimpi itu? Penjelasan tentang perasaan di alam mimpi itu adalah
: Walau pun TIDAK TERASA APA_APA KETIKA TIDUR, akan tetapi manusia itu tidak akan terlepas dari
rasa perasaan senang, susah, tenang, tenteram, sedih, takut, kuatir, kecewa dan lain sebagainya, yaitu
sebagai bekas dari memori yang tersimpan dari rasa Pancaindra.
Jika mau merenungkan dengan sungguh-sungguh atas contoh-contoh di atas, maka akan bisa
berpikir sendiri atas “RASA” yang belum pernah di alami, yaitu rasa di dalam kubur, serta bisa menelaah
terhadap kematian tetangganya, apakah masih ada hubungan apakah tidak dengan anak istri yang
ditinggalkannya.
Apakah di alam kubur nantinya akan bsia berkumpul kembali dengan Istrinya yang juga
menyusulnya karena meninggal dunia? Apakah di alam kubur akan bisa bermusyawarah tentang ilmu?
Apakah bisa meminta batuan kepada teman? Itu semeua akan diuraikan di bawah; berdasar Dalil, Haidts,
Kiyas, Ijmak. Jika ada yang kurang tepat, itu sangat masuk akal, karena hal ini hanyalah pengetahuan,
nyata kebenarannya tau pun tidak harus di alami sendiri.
c. Pengalaman tentang Mati ( Di Alam Kubur).
Karena Dzat itu menguasai dan mempunyai sifat-sifat hidup dan kekal, sehingga di semua tempat
dan di semua keadaan, pasti mendapat pengaruhnya, walau pun itu adalah alam Kubur sekalipun.
Sehingga ukuran kekal itu, yang dikatakan oleh manusia di dunia ini bisa juga didkarenakan mengambil
dasari dari “Hidup” , yang bagi Ukuran Tuhan itu ternyata adalah TETAP Adanya, walau pun tidak bisa di
rasakan oleh manusia yang masih hidup.
Warna kuning atau merah yang ada di sekuntum bunga itu akan hilang ketika bunga itu layu.
Kemanakah perginya warna itu? Bunga-bunga itu itu bisa mempunyai arna adalah sebagai wadah warna
dari warna aslinya, yang sifatnya tidak bisa diketahui.
Di angkasa itu banyak awan, bintang-bintang, dan keadaan-keadaan yang di atas bumi itu tidak ada.
Yang mengherankan lagi itu terjadi pelangi dengan tujuh warnanya sehingga sangat indahnya. Setelah
menghilang, kemanakah perginya warna-warna tersebut? (Kita juka bisa membaut pelangi). Dan dari
manakah warna itu berasal.
Dan jawabannya bisa membuat kebingungan. Menurut ilmu akal pikiran, itu semua berasal dari sinar
bintang, atau bisa juga berasal dari ether (Gelombang yang memenuhi jagad raya). Pertanyaan
darimanakah asalnya warna yang dimiliki bintang, jika memang berasal dari bintang? Kesimpulan akal,
akan mengalami kebuntuan.
Semua uraian di atas itu hanya sekedar contoh dan sudah nyata bahwa Dunia ini hanya sebatas
menerima hakekat dari Dzat. Dan juga hakekat hidup manusia itu hanya sebatas menerima saja, terjadinya
warna bunga itu hanay sebatas menerima warna merah dan sebagainya, demikian juga di alam kubur, di
langit, di mana saja yang bernama hidup (Sifat Hidup), itu tetap adanya.
Sekarang menjawab tentang pengalaman mati di dalam alam kuburnya masing-masing, seperti
inilah tafsir dalil Qur’an, QS.102, Surat Al-Haji :
($). Mereka tidak bisa mendengar bunyinya, sedangkan mereka tetap merasakan apa-apa yang
dicintai oleh nafsunya.
QS.10 – 11 Surat Al-Ma’arij :
($$). Ketika waktu itu tidak ada saling tanya jawab (tolong-menolong, saling memberi dan menerima)
kepada siapa saja. Mereka saling pandang memandang; yang merasa berdosa hanya berharap saja; agar
di hari itu bisa menebus dirinya serta anak-anaknya.
Sudah sangat jelas makna ayat Suci ini. Di depan sudah dijelasskan, bagaimanakah keadaanya
ketika di alam mimpi. Seperti apa saja yang dialami ketika bermimpi itu bisa ditebus, jika yang sedang
bermimpi itu bangun dari mimpinya.
Sekarang bagaimanakah pengalaman-pengalaman di alam kemtian? Uraian ini hanyalah perkiraan
saja adalah mirip dengan makna dari Ayat Suci dan hanya berdasarkan analisa atau pendapat saja, karena
sama-sama belum pernah mengalami kematian.
Ketika terbujur menjadi bangkai, Roh yang meninggalkannya itu masih tetap hidup, karena masih
mendapatkan pengaruh dari Sifat Hidup, dan juga masih membawa Rasa Ingat (Rasa Jati). Oleh karena
Sifat Hidup dan juga sifat-sifat yangn lainnya masih tetap ada, sehingga perjalanan Roh jagu mengikuti
dari yang bernama :
Sifat yang manakah yang tidak ikut mengembara di alam kubur?
Yang ikut mengembara, itu adalah :
Sifat Nomor 5 : Qiyamu bi nafsihi.
Sifat Nomor 10 : Hayyat.
Sifat Nomor 12 : Bashar
Terbungkus oleh : RASA JATI dari masing-masing diri ini. Sedangkan sifat-sifat yang lainnya, walau
pun terbawa, akan tetapi tidak bisa berfungsi.
Tidur itu melewati LUPA, akan teapi kematian itu melewati INGAT (tiba-tiba menyala terang bagaikan
melihat gambar hidup), karena sifat MELIHAT itu berfungsi, yaitu yang menempel di RASA JATI.
Perbedaan dengan di alam sadar. Rasajati itu tidak aktif, dan tidak bisa melepasskan diri dari
kungkungan Astendriya. Setelah kematiannya, maka akan terlepas dari kungkungan Astendriya (Panca
indra, cerita hidup dan Hijab), sehingga otomatis berfungsi tanpa ada penghalang yang menutupinya,
bebas tanpa batas.
Perjalanan (keadaan) ROH yang sudah meninggalkan raga itu sama saja dengan keadaan di alam
Tidur, alam Samadhi (Yoga). Raga akan menjadi rusak, dan sebagian pancaindra ikut rusak juga, sehingga
Roh sudah tidak bisa berhubungan kembali dengan raganya!
Ketika sedang di alam mimpi, contoh sedang mengalami mimpi yang menakutkan dan sebagainya,
itu bisa terbebas jika terbangun, sedangkan jika mati itu maka yang dialami oleh ROH itu akan tetap
berjalan dan berfungsi selamanya merasakan pengalaman-pengalaman di alam kubur dan tidak akan bisa
terebangun untuk menggerakkan raganya. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
Setelah Roh meninggalkan raga, maka kemudian akan merasakan data yang tersimpan di Memory
Tiga Indra (Cipta, rasa dan karsa) ketika masih aktif selama hidup di dunia (Katika hidupnya). Jika ketika
hidupnya itu serakah, mengumbar hawa nafsu dan sebagainya (lihet ($) tentang mati QS. 102 Al-Haji),
maka pengalaman-pengalaman ROH akan tetap merasakan bekas dari nafsunya. Meskipuan jika ada
musik yang keras pun, tetap tidak akan bisa mendengarnya (Tidak memiliki telinga), di pukuli itu pun tidak
akan bisa merasakan, karena sudah tidak memiliki indra perasa, ketika andaikan merasa tertabrak mobil,
itu hanya rasa ketakutan dan rasa kuatir yang akan tetap ada! Seperti apakah selanjutnya yang akan
dialami oleh ROH?
(1). Seumpama ketika masih hdiup di dunia itu bertindak jahat, mencuri, membunuh, maka ROH
kemudian akan merasakan penyesalan? Di dunia akan mengalami rasa menyesal, maka ketika berasda di
alam kubur rasa penyesalan itu tetap berjalan, dan tidak bisa bisa dihilangkan meski menggunakan sarana
apa saja. Wallahu’alam hanya kehendak Tuhan yang bisa melepaskan yang dialami rasa itu!
(2). Dari dorongan keinginan diri serta hawa nafsu ketika hidupnya di dunia, setelah ROH
meninggalkan raganya, maka kemudian akan bisa melihat dengan jelas apa-apa yang menjadi
keinginannya ketika msih hidup, itu dikarenakan ketika ROH memasuki alam kubur, maka Memory yang
tersimpan di dalam Indranya yang disebabkan dorongan hawa nafsunya serta keinginan dirinya menjadi
aktif berjalan dengan sendirinya.
Lama waktunya MENGALAMI RASA TIDAK ENAK ITU hanya Yang Maha Kuasa yang mengetahui-
Nya. Uraian di atas, itulah rasa di dalam SIKSA KUBUR, yang mungkin disebut sebagai Neraka! Sehingga
semua rasa itu adalah berasal dari akibat yang dikarenakan berasal dari perbuatannya sendiri!
Bagaimanakah untuk bisa menghindar ketika mengalami hal seperti itu!? Jawabnnya adalah tetap tidak
akan bisa : karena sudah tidak memiliki AKAL /DAN PIKIRAN.
Kesemuanya itu, seperti adalah tuntutan RASAJATI kepada pemiliknya. Sedangkan tafsir dari Ayat
Al-Ma’arij 10 – 11 di atas ($$) itu adalah memberi peringatan, bahwa ketika mengalami siksa kubur itu
sebenarnya tidak akan ada yang menjenguknya, tidak akan ada yang akan memberikan pertolongan dan
menebusnya.
Di alam kubur itulah bisa MELIHAT akan tetapi tidak bisa MEMINTA, dan sering mengalami akibat
dari rasa pengalaman ketika masih hidupnya di dunia, akan tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, yang
bisa hanyalah merasakan keinginan, serakah, menyesal dan sebagainya............................ dan
berlangsung tetap selama-lamanya!.
Kemudian mengingat-ingat kejadian yang sudah-sudah, itu justru semakin menambah beras yang
dirasakannya. RASA SADAR (Rasa ingat) yang sudah tidak ada penghalangnya yang berupa Pancaindra
(Raga) itu, aktif berjalannya adalah terus menerus dan semakin bertambah dan tanpa henti, karena hanya
sebatas mengelarkan atas Memori yang tersimpan dikarenan bekas perbuatan Pancaindra yang dulu
dikuasi dan dipergunakannya.
Sedangkan peristiwa-peristiwa yang dialami itu untuk bisa berganti adalah setelah berganti
kisahnya jika saja Rasajati (rasa ingat ) itu setelah berganti dalam berbuatnya! Setelah hilangnya rasa
merana, kemudian rasajati sekejap saja kemudian menggeluarkan rasa sedih, hilang rasa sedih berganti
menjadi rasa takut, semikianlah seterusnya bagaikan perputaran jamrum jam. Detik pertama masuk ke
detik ke dua dan selanjutnya hingga detik ke duabelas, dan kembali ke detik pertama ................ ! Akan
tetapi walau pun berganti rasa, namun kesemuanya itu masih dalam lingkungan rasa peristiwa yang tidak
pernah terputus.
Dan ternyata bahwa roh siapa saja, tetap akan melewati alam kuburnya masing-masing. Yaitu yang
dialaminya dan didrasakannya itu akan dialami ketika Roh masih melayang dan berada di alam kubur!
Karena jika tidak melayang dan mengembara itu berarti sudah mendapatkan tempat untuk hinggap,
mendapat tempat atau tempatnya untuk berisitirahat! KE MANAKAH PERJALANAN ROH selanjutnya ?
Oleh karena urian hal tersebut sangat panjang dan berhubungan dengan hal-hal yang ghaib (Tidak
berujud), akan tetapi bisa dibuktikan), dan kenyataannya atas semuanya itu akan bisa dimengerti adalah
dengan menggunakan rasa dan dibuktikan dengan contoh-contoh kisah-kisahnya.
Di dalam Kitab Serat Wirid Hidayat Jati, ada uraian sebagai berikut : (Halaman pertama di bait
terakhir) “Aburing eroh punika baboning dumadi. (Terbangnya Roh itu adalah sebagai sumber segala yang
ada). Hal itu ada benarnya, karena Hidayat Jati adalah sumber dari Kitab.
Kata “Terbangnya Roh” mengapa justru menjadi “Induk dari segala yang ada”? Untuk lebih jelasnya
atas hal tersebut; bahwa semua yang mati itu maka Roh-nya pasti terbang melayang melewati alam
peralihannya (yaitu alam kubur). Artinya, Setelah melewati hidupnya di dunia kemudian hidup di alam
antara, yaitu hidup di wilayah alam kubur “Untuk hiidup lagi dalam kehidupan selanjutnya” yaitu hdiup lagi
di dunia dengan menggunakan Badan Kasar (Menjelma). Sehingga bahwa menjelma itu harus melewati
alam kubur (Bardzah). Dan untuk lebih jelasnya adalah urian berkut ini :
Saya baru saja berada di Rumah depan. Rumah depan itulah “Alam saya” ketika itu. Jika saya akan
pergi menuju Rumah bagian belakang , maka saya harus melewati rumah bagian tengah. Rumah bagian
tengah itulah yang disebut alam peralihan bagi saya. Setelah melewati rumah bagian tengah, kemudian
saya pergi menuju halaman belakang yang keadaannya hampir sama dengan halaman depan.
Sehingga yang disebut memasuki wilayah alam Peralihan itu, yaitu ketika MELEWATI RUANAG
TENGAH YANG GELAP, itu yang sebagai ibarata dari alam KUBUR! Contoh yang lebih mudah itu, yaitu
peristiwa yang di alami dan dirasakan oleh raga kemudian diganti dengan alam yang dialami dan
dirasakan oleh RASA (kejiwaan), dalam tiap harinya.
Dalam tiap tahunnya, seorang petani padi pasti menanam padi. Setelah tiba waktu panen, kemudian
hasilnya dimakan dalam waktu tiga 3 bulan yang kemudian habis! Ketika masuk di bulan ke empat, kembali
lagi menanam padi diiringi dengan bekerja yang lainnya hingga tiba waktu panen kembali. Maka isi tempta
penyimpanan padi kembali penuh, akan tetapi karena untuk makan setiap harinya, maka dalam waktu 6
bulan kemudian habis.
Dalam kurun watu 6 bulan tersbut petani padi itu terpaksa harus mengalami kesulitan (kesusahan),
karena harus merawat tanaman padinya dari pengganggunya. Selama waktu 6 bulan itu selalu merasa
kuatir di dalam hatinya (Ini tentang rasa perasaan), Untuk berhasil panen atau pun gagal panen itu masih
tanda tanya. Dalam kurun waktu 6 bulan itulah (Waktu penantian petani padi itu) adalah yang dicontohkan
sebagai penggambaran “Alam peralihan” yang selalu membuat hati bergetar. Jika beruntung maka akan
berhasil panen dalam tahun berikutnya. Sehingga dalam kehidupan petani padi ketika itu mengalami : a). 3
bulan dalam kesenangan karena berhasil panen. b). 6 bulan dalam penantian dengan hati penuh tanda
tanya c). Senang hati karena berhasil panen kembali.
Di dalam Majalah Jayabaya ada petikan yang diambil dari Bhagawatghita yang isinya sebagai
berikut : Barang siapa yang bekerja yang berdasarkan Pamrih untuk mendapatkan hasilnya, yang artinya
hanya berdasar hasrat pribadinya sendiri, Akan TErJERAT oleh KARMA, yaitu tidak bisa terlepas dari
urusan keduniaan, sehingga akan selalu berkali-kali “Menjelma hidup ke alam duna dengan menggunakan
raga”.
Jika demikian cerita hidupnya, apakah manusia biasa akan bisa memiliki raga kembali? Hal itu
dikarenakan bahwa manusia yang seperti itu karena masih dikuasai oleh pamrih/keinginan diri/
hasratp/nafsu dan sebagainya!?
Kalimat tersebut hanya sebagai gambaran atas manusia yang sudah bisa membuktikannya sendiri,
sehingga di sini perlu diuraikan lagi agar lebih jelas. Yang diibaratkan dari kata “TERBANGNYA ROH”
mengapa bisa menjadi Induk dari segala yang ada dan PAMRH itu mengapa bisa menyebabkan kembali
menjelma, hal itu tentunya adalah mengada-ada saja!. Keterangannya adalah :
Pamrih itu tidak hanya untuk sesuatu yang bisa dilihat mata saja. Sedangkan yang berupa ingin
dihormati dihargai, ingin disanjung, ingin dikira hebat dan sebagainya, itu semua juga masih termasuk
pamrih, karena yang masih mempunyai pamrih seperti itu, maka di dalam hatinya pastilah berusaha untuk
itu, yaitu “Bagaimana agar bisa Aku ini di anggap hebat”. Hasrat hati yang demikian itu adalah yang
memberikan BEKAS dan meninggalkan bekas di dalam Indra, karena terlalu besarnya
PENGHARAPANNYA. Dan pamrih itu macam dan jenisnya ada beribu-ribu macam.
Apakah hal itu sudah benar jika hanya berasal dari kata-kata saja? Ayat Suci da dalam Al-Qur’an
Surat : YASIN : 12 “Sesungguhnya Aku (Allah) menghidupkan orang-orang yang sudah mati dan menulis
apa pun yang menjadi kisah hidupnya. Kesemunya itu Aku (Allah) tulis di dalam Kitab yang nyata.” Seperti
itulah dasar penguat dari makna tafsir di dalam Kitab Hidayat Jati dan Bhagawat Ghita yang sudah dimuat
di depan, sehingga sangta jelas bahwa kata “Terbangnya ROH” itu menjadi induk segala yang ada itu
tentunya ada sebab-sebabnya, yang asalnya adalah dari diri sendiri-sendiri. Artinya jika ada pengalaman
yang berasal dari luar itu hanya sebatas sebagai penghantar adanya bekas cerita! Sehingga Ayata tersebut
di atas adalah memberi pengetahuan bahwa orang yang mati itu akan kembali lagi. Roh yang berada di
alam kubur itu masih terpengaruh oleh bekas perbuatan dari Tiga Indra, yaitu bekas ikatan keduniaan yang
sangat tebal, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dasarnya adalah sebagai berikut :
Roh manusia ketika berada di alam kuburnya adalah mengembara dengan mengalami segala
kejadiannya, yang akhirnya akan kembali hidup di alam dunia menggunakan badan kasarnya yang baru
lagi.
Di depan sudah diuraikan bahwa di manapun tempat hidupnya itu, manusia tetap dibawah
kekuasaan dan didpengaruhi ileh Sifat MAHA HIDUP-NYA TUHAN.
Makna sederhananya adalah sebagai berikut : Siapa pun saja, apabila roh nya masih terbungkus
oleh Pamrih (keterikatan), walau pun dirinya meninggal dunia hingga 6 kali, tetap akkan mengalami hidup
lagi dengan menggunakan badan kasar yang disebabkan oleh akibat perbuatan Indranya, sehingga bisa
disebut sebagai Karma-nya diri sendiri-sendiri. Artinya : Akan membayar hutang atas darmanya
(perbuatannya) sendiri, dan tidak akan terputus hingga keinginannya itu berhasil diraihnya (Pamrih, nafsu,
dan keinginan dirinya).
Bagimanakah yang akan dialami selanjutnya, dikarenakan akan bisa hidup dengan menggunakan
badan kasar kembali? Apakah hal itu tidak bertentangan dengan Hukum Islam?
Oleh karena yang sedang kita bicarakan adalah Roh dari manusia, sehingga hinggapnya juga
kepada manusia! Kesemuanya ini hanya akan menguraikan tafsir dari : Inna lillahi wa inna illaihi raji’un”,
Berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, dan tidak akan kembali ke dunia kembali. Di dalam
uraian-urian sebelumnya sudah di jelaskan bahwa sebenarnya manusia itu bisa bisa menghadap kepada
Tuhan (Islamu) dan dalam pencariannya itu senyampang masih hidup di dalam raga itu adalah dengan
jalan menyatakannya (Ma’rifatullah).
Bisa saja akan menumbuhkan pemikiran sebagai berikut : “Oleh karena di kemudian hari akan hidup
kembali, jika demikian sehingga memiliki hasrat (pamrih) yang lebih luhur di banding yang sekarang ini!”
Hasrat itu bukanlah ilmu, akan tetapi itu adalah nafsu. Sesuai yang terkadnugn di dalam Al Qur’an
(Surat Hamim) ayat 31, sebagai berikut :
“Aku (Allah) memimpin kalian hdiup di dunia dan akhirat; di sana kalian akan mendapatkan apa-apa
yang kalian ingini dan apa-apa yang kalian “minta”..!”
Apakah semua hasrat itu akan selalu tercapai? Karena kebanyak itu hanya terhenti hanya pada
hasrsat saja, yang dikiranya itu akan terjadi dengan sendirinya!
Hasrat dan keinginan ketika masih di dunia itu akan tercapai jika dengan syarat dengan
dilaksanakan. Roh itu tidak datang langsung otomatis bisa memiliki raga. Dalam kandungan ayat tersebut
sudah sangat jelas, dijelaskan bahwa yang bisa menuntun dan menghidupkannya itu HANYA Tuhan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut : Yang dialami roh ketika berada di alam kubur itu, untuk bisa pulang
dan menghadap Tuhan, itu pun hanya atas kehendak Tuhan, dan untuk bisa kembali lagi memiliki raga dan
hidup kembali di alam dunia, itu pun adalah atas kehendak Tuhan.
Ketika masih di dunia, keinginan-keinginan itu sesungguh lebih banyak yang hilang, karena
teralihkan oleh keadaan yang beraneeeeeka ragam, namun hal itu adalah tetap merasakan puas, kecewa,
sedih dan sebagainya : Karena terpenjera oleh urusan dunia (rasa memiliki) yang bermacam-macam
jenisnya, sedangkan yang dirasakannya juga bermacam-macam dan hal itu bukan rasa nikmat dan
senang! Berapa tahun kah yang akan dirasakan ketika mengalami penderitaan, walau pun yang dicita-
citakan itu adalah hal yang luhur, maka itu semua yang mengetahuinya adalah hanya Tuhan sendiri.
Sedikit penjelasan tentang, kecewa, sedih, hampa, rasa tidak enak. Itu semua adalah yang
dirasakan oleh Roh (Jiwa), yang masih terikat dan terbawa oleh rasajati serta bekas dari hawa nafsu. Oleh
karena hal itu adalah BEKAS, sehingga, kejadian-kejadian, dan peristiwa apa saja yang pernah
dilakukannya ketika hidup di dunia, maka di alam kubur akan selalu mengingatkannya. Rasa KECEWA itu
seolah akan menghilangkan rasa itu, akan tetapi ternyata tidak akan bisa. Kesimpulannya, untuk
menghindar dari rasa susah, sedih, takut, kuatir dan sabagainya, itu tetap tidak akan bisa, kisah hidupnya
ketika masih di dunia walau pun tidak diperhatikannya, ketika berada di alam kubur maka akan
menampakkan diri dan bercerita sendiri-sendiri. Sehingga Dalil di dalam Surat Yasin ayat 65
menyebutkan : Dan seluruh anggota badannya akan berbicara sendiri-sendiri! Ayat itu juga ada
penguatnya, lihatlah Surat Yasin ayat 12, yang intinya : Rasajati yang masih mendapat pengaruh oleh
bekas-bekas nafsu-nafsi itu, akan bercerita sendiri-sendiri, artinya akan menampakkan diri dan akan
dirasakannya kembali (Hubungkan dengan pengalaman-pengalaman ketika sedang tidur),
Sedangkan Roh yang dikehendaki oleh Tuhan untuk didkembalikan hidupnya dengan menggunakan
Raga kasar untuk hidup kembali di alam dunia ini, itu pun masih tetap membawa BEKAS perbuatan-
perbuatan, kelakuan-kelakuan, pamrih, rasa kemilikan, nafsu dan sebaginya, dan semuanya ketika di
kehidupannya yang terdahulu ketika hidupnya di alam dunia yan ketika itu BELUM KESAMPAIAN.
Sehingga “Apapun saja” yang terbawa oleh nafsunya itu “Tetap menempel terus”.
Di dalam Surat Yasin 12 di atas, ada kalimat “Dan ditulisnya apa-apa yang menjadi bekas
keinginanya”. Keterangan hal itu adalah sebagai berikut :
“Hidup kembali di alam dunia dengan membawa serta bekas keinginan dirinya. Hal yang demikian
itu, sehingga ada kalanya seorang bayi yang terlahir, dan setelah dewasa akan menjadi penjahat, dodkter,
pandita, presiden, pahlawan dan lain sebagainya, hal itu disebabkan oleh bekas pamrih/nafsu keinginan
dirinya yang sudah tertulis di jiwanya, artinya tulisan yang terdahulu itu membekas! Sekedar contoh.
6.1.1, Suta anak dari Pak Wedara, memiliki watak sederhana, tenang, cerdas, penampilannya
tenang, dan sangat pandai! Namun apa sebabnya masih mempunyai musuh? Penyebab dari
permusuhannya itu karena sama-sama saling membenci dan tidak ada yang mau mengalah.
6.1.2, Seseorang bernama Beja, keturunan rakyat jelata, sangat jelek rupanya, dan mempunyai
cacat. Akan tetapi apakah sebabnya tingkah lakunya baik, ramah dan sebagainya, serta teman-temannya
sangat mencintainya, dan bersedia berkorban untuk kebutuhan hidup dari Beja.
6.1.3, Di Blitar ada seseorng yang mendapatkan hadiah pertama undian berhadiah, dan sebenarnya
dia itu hanya sekedar coba-coba saja, namun akhirnya menjadi kaya dengan tiba-tiba. Ingatlah “Hal itu”
hanya sekedar mencoba saja, akan tetapi terjadi sungguhan.
6.1.4, Seorang anak dari seorang buruh, ketika lahirnya bertepatan jaman sulit dalam kehidupan.
Hidupnya selalu ikut orang lain, yang menurutnya adalah bisa mebiayai hidup dan sekolahnya. Sehingga
jika tidak disekolahkan oleh majikannya, lebih baik tidak mengabdi. Namun pada akhirnya dia itu menjadi
Ahli Agama (senang berpikir tenang ke-Allah-an).
6.1.5, Bung Karno adalah anak dari seorang Kepala Sekolah , Mantri Guru Sekolah Rakyat, yang
penghasilannya sedikit. Di masa mudanya termasuk anak sekolah yang pintar sehingga berhasil
memperoleh gelar Insinyur. Akan tetapi mengapa tidak bekerja di bidang membuat bangunan, akan tetapi
justru menjadi seorang ahli politik? Contoh-contoh yang demikian itu, tidak hanya terdapat di Indonesia
saja, akan tetapi juga ada di mana-mana. Yang terpenting dari hal itu adalah : Tidak memilih siapa saja
orangnya! Sebenarnya itu : Jiwa yang masih terkena tempelan dari pamrih (Nafsi, hasrat dirinya ketika
hidupnya di masa lalu dan sebagainya) itu hanyalah sekedar meneruskan saja bekas dari perbuatannya
yaitu atas pamrih dan nafsunya di kehidupan sebelumnya.
Allah, itu menghidupkan orang mati, hal itu adalah seperti contoh did atas, yang sudah dihidupkan
kembali atas rohnya. Dari contoh-contoh di atas, bisa di bedakan, yang manakah yang keinginannnya luhur
dan yang manakah yang rendah dan biasanya itu bagi yang menjalanyi , dia itu tidak menyadarinya.
Sebelum menguraikan contoh-contoh di atas 6.1.1 – 6.1.5) perlu pula menelusuri kata KASTA, yang
berasal dari paham Hindu, yang sudah berumur beribu-ribu tahun. Pada umumnya KASTA itu didmaknai
sebagai tingkatan kehidupan, akan tetapi hakekatnya adalah tidaklah demikian! Adanya Kasta itu sebelum
adanya Agama Islam seperti sekarang ini dan sebagi kehidupan bermasyarakat bersifat universal
(Memenuhi dunia), maksudnya adalah BAGIAN KEHIDUPAN yang sudah TERCETAK, dan manusia itu
tidak bisa membautnya!!!!!.....
1. BRAHMANA, itu adalah golongan para ahli pikir. Sejak jaman dahulu hingga sekarang, selalu ada
orang-orang yang demikian itu (Pandita suci, Wiku, Biksu Tapa, Filosof, Theosofi, Pengarang, Mistikus\,
ahli tasawuf dan sebagainya), yang keahliannya adalah MENGOLAH BATiN.
2. KSATRYA, itu berada pada WATAK, jika sudah dibuktikan oleh keahliannya dalam perang, yang
disenanginya adalah membela bangsa dan masyarakat dengan tanpa pamrih, takut malu, dan giat dalam
bekerja. Yang menjadi cita-citanya adalah menjaga keteneteraman dunia! Hal itu bila di dalam yang
nampak dalam Tata lahir! Sedangkan bagi urusan batin, manusia yang mempunyai sifat Satrya, bukan
hanya prajurit saja, akan tetapi ketika hidupnya di dunia ini seka memberi pelayanan dengan ikhlas.
3. Wahisya : Itu adalah yang selalu suka mencari penghasilan yaitu golongan pekerja handal.
4. Sudra : itu adalah Tingkatan terendah bagi Jiwa. Di dalam kehidudpan bermasyarakat, itu bisa
berperan sebagai penjahat, PSK, peminta-minta, penjudi, pengacau dan sebagainya, walau pun bertempat
tinggal di wilayah mana pun saja. Sehingga Kasta ini, adalah sama ssaja dengan tingkatan atau
PERINCIAN KISAH HIDUP bagi manusia ketika hidupnya yang hanya mengikuti tulisannya dirinya saja
atas dasar Bekas perbuatannya yang terbawa dari kehidudpan masa lalunya! Sedangkan yang
menginginkan perincian kejadian-kejadian itu adalah Tuhan sendiri, dan hal itu sesuai dengan ayat Suci
Al-Qur’an yang tafsirnya sebagai berikut : “Di setiap diri itu sudah Ku (Allah) tulis di dalam KITAB YANG
TERANG” ...................... !! ($$). Dalam bahasa Pesantren mungkin kitab yang terang itu disebur
LUHZMAHFUDZ, yang dalam Bahasa Indonesia-nya dikatakan sebagai GARIS HIDUP, garis yagn harus
dilalui yang disebabkan oleh manusia itu sendiri.
ARTINYA :
a. Tuhan mengadakan Luhzmafuds, tergelar di alam dunia itu dengan keadaan tetap. Sebelum
adanya mahluk, bagian dari kehidupan (Luhzmahzfuds) sudah ada, dan adanya menjadi 4 tingkatan.
b. Manusia itu bisa mengubah Luhzmahzfuds itu. Dengan cara Darma hidupnya (perbuatannya)
sendiri, menghidar diri dari ketetapan garis hidupnya sebelumnya, seumpamanya jika menurut Islam,
berserah diri, suci, ikhlas, mencari untuk bisa Ma’rifat.
Menurut kisah-kisah yang dicintihkan tentang, Kaya, Miskin, pangkat dan sebagainya itu, hanya
amenersukan bekas dari keingingan-keinginan diri. Sehingga sebutan Menitis itu, memang dasarnya
adalah benar, dan bisa di cocokkan dengan Ayat Suci surat As-Sajdah 31 yang tafsirnya adalah “ Di alam
sana kalian akan mendapatkan apa-apa yang kalian ingini dan apa-apa yang kalian minta!”.
ooOOOoo
Oleh karena Tuhan itu memiliki sifat WENANG, barangkali saja roh yang dihidupkan-Nya kembali itu
tidak berbadan kasar berujud manusia, barangkali dihidupkan kembali berujud buaya, itu seumpamanya.
Padahal buaya itu termasuk musuh manusia dan manusia bisa menerapkan kekuasaannya yaitu
menembaknya, menjeratnya dan sebagainya... Hal itu betapa sakitnya.
Sehingga bagi para pencari Hakekat, itu harus memusnahkan gerak cetusan hatinya. Di bawah ini,
menguraikan tentang contoh-contoh di depan, angka 6.1.1. – 6.1.5, sebagai berikut :
a. Walau si Suta itu anak dari Pak Wedana, hal itu sebenarnya hanya gelar di alam nyata. Di
kehidupan sebelumnya, sebelum suta mendapatkan Roh (Jiwa) yang bertemepat di tubuh si Suta,
sekarang ini dan juga beserta teman-temannya KETEMPELAN perbuatan (bekas) nafsu permusuhan!
Sekarang ini yang memetik buahnya adalah si Suta itu sendiri.
b. Walau pun Si Beja anak dari seorang rakyat jelata, akan tetapi mendapat pengaruh dan bekas
kelakuan Luhur. Yang memetik kebaikan itu adalah bukan orang tuanya, akan tetapi si Beja itu sendiri.
Bekas dari hasrat keinginan diri, nafsu dan sebagainya itu, tidak kemudian di petik sekali gus. Bisa
juga dengan jalan sudah bertahun-tahun, dan kehidupan selanjutnya yang akan dialaminya kembali atas
dasar ijin dari Tuhan! Allah memimpin semua permintaan-permintaan dengan cara menggantinya dengan
Raga yang lainnya.
Penjelasan-penjelasan di atas itu sama saja tentang kenabian : Karena semua Nabi-Nabi itu
keyakinannya sama yaitu Monoteisme, meyakini bahwa Allah itu SATU dan ESA, sehingga Nabi Ibrahim,
Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw. itu hakekatnya juga hanya SATU KESATUAN.
Sehingga benar, bahwa Theosof, mempunyai keyakinan bahwa “Meester” atau Penuntun Agung itu
yang mempunyai raga kasar, berkumpul di dalam kehidupan bermasyarakat memenuhi kewajiban hidup.
Sedangkan penjelmaan “Meester” itu memilih manusia yang bisa dan mampu untuk ditempatinya.
Contohnya : Kepada manusia yang memberi penerang kepada masyarakat yang tersesat. Hal itu
diibaratkan seperti Hyang Wisnu menjelma dan menempatkan diri sebagai raja di dalam salah satu dari
manusia! Oleh karena dengan adanya roh-Roh yangMENYATUKAN Bangsa Indonesia yang terdiri dari
suku-suku bangsa yang sangat banyak. Cara yang digunakan oleh Gajahmada ketika itu dengan cara
mengadakan Payung, sebagai pedodman untuk menata negara (Mukadimah) yaitu berupa SILA_SILA
yang dijadikan sebagai Dasar Negara. Akantetapi sebelum Sila-sila yang diharapkannya itu terwujud, tiba-
tiba datang kekisruhan di antara para petinggi kerajaan.
Menurut cerita sejarah Tanah Jawa, walau pun tidak tertulis tentang Sila-sila yang menjadi harapan
oleh Gajahmada, itulah yang sekarang disebut dengan PANCASILA.
Sekarang, kita cocokan dengan pidato PJM Presiden Dr. Ir, Soekarno, ketika menerima gelar
Honoris Caosa oleh Universitas Negeri Gajahmada di Yogyakarta. Seperti inilah isinya : “Saya bukan
pencipta Pancasila, tetapi saya, seorang Soekarno ini, hanya sekedar menggali sila-sila itu yang sejak
beratus-ratus tahun telah berurat berakar di dada Bangsa Indonesia, ialah PANCASILA!>”
Seperti itulah makna dari uraian yang berhubungan dengan penjabaran Wirid di buku ini. Demikian
juga isi uraian ketika mengadakan rapat raksasa Kongres Rakayat di Surabaya.
Bung Karno dilahirkan di Blitar ketika tahun 1901 Masehi. Tumbuhlan pemikiran : Apakah Bung
Karno sudah mengadakan perjanjian dengan Gajahmada?” Apakah yang menyebabkan bahwa cita-cita
Bung Karno sama dengan Cita-cita Gajahmada!!” Dan menurut kenyataan, sepeninggal Gajahmada hingga
sekarang ini sekitar 6 ratus tahun.
Mengulangi uraian tentang Maha Kuasa-Nya Allah, yang ada hubungannya dengan yang dialami
dan perjalanan ROH-ROH di dalam alam Kubur! Roh-Roh yang sedang menunggu giliran untuk berganti
alam, yang artinya menunggu hari putusan (hari pengadidlan, hari Hisab) yaitu suatu hari yang
menentukan bahwa ROH-ROH itu akan kembali menempati raga, dan berada di alam peralihan itu
bertahun-tahun lamanya dan selalu membawa bekas perbuatannya yang terdahulu!
Bisa saja hal itu yang disebut SUNNAH, KARMA, yang menyebabkan adanya
CAKRAMANGGILINGAN (perputaran hidup), dilahirkan kembali, rencarnasi. Hal itu di cocokkan dengan
dalil yang tafsieneya sebagai berikut : QS, Surat Ath-Thur ayat 21 :
“Setiap diri manusia itu terikat oleh perbuatannya sendiri>’ QS.Al-Fath – 23 : ....... Sudah demikian
itu (sunnah) dari peraturan-peraturan (Undang-undang) Allah sejak dahulu kala dan Sunnah Allah itu tidak
akan pernah berubah.”
Cita-cita atau yang ingin dicapai itu tumbuh dari cetusan hati, artinya bahwa terlebih dahulu hatilah
yang mengajaknya, barulah dibuktikan dengan tindakan. Sedangkan cara atau yang dilakukan oleh para
pencari hakekat itu ada dua macamnya, yaitu :
1. Cetusan hati, hasrat batin (belum keluar).
2. Tindakan nyata yang berdasarkan hasrat itu.
Jika keduanya berbeda maka berarti MENIPU, sedangkan yang ditipunya adalah dirinya sendiri.
Tindakan yang tidak menipu diri sendiri, yang selanjutnya untuk Asma Tuhan itu adalah jika kedua-duanya
berjalan seiring sejalan. Atas keadilan Tuhan, semua yang menjadi permintaan baik yang kasar mau pun
yang halus, atau bekas dari perbuatan nafsu dan Indra sekali pun, akan akan DIPENUHI (Lihat QS. As-
Sajadah : 31).
Bekas yang tertinggal dari perbuatan itu bisa mendorong adanya niat baik/buruk, seperti firman
Tuhan di dalam QS.XXX Surat Al-Buruj ayat 19, yang tafsirnya sebagai berikut : Sesungguhnya kalian akan
memasuki keadaan yang bertingkat-tingkat. Dan juga Surat Al-An’am ayat 132 : Tiap diri itu memunyai
derajat sendiri-sendiri menurut perbuatannya masing-masing.”
Di sini sepertinya ada ayat yang menguatkan makna dari keinginan diri yang terhenti hanya pada
niat saja, artinya manusia tidak akan bisa merobah keadaan nasibnya sendiri jika manusia itu bandel dan
tidak berkehendak untuk merobah nasibnya sendiri (merubah niat untuk bisa terlepas dari pengaruh
keduniaan). Nasib itu adalah apa pun saja yang dialami di alam dunia ini. Walau pun demikian, atas
kehendak Tuhan, Nasib-nasib yang menjerat itu, sekarang bisa terkoyak, seperti yang termuat di dalam Al-
Qur’an QS.XIII surat Al-Ra’du ayat II : yang tafsirnya : ..... Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah apa
pun yang ada di suatu kaum, jika saja kaum itu sendiri tidak merobah apa-apa yang ada di dirinya.”
Jika demikian tentunya menjadi bertentangan dengan ayat-ayat di depan? Karena di ayat Al-Fath 23,
ada kata-kata SUNNAH atau undang-undang larangan Tuhan yang tidak bisa berubah, akan tetapi di Ayat
Al-Ra’du 11 mengatakan sebagai berikut : Tuhan tidak akan merobah sunnahnya, akan tetapi mengapa
manusia diijinkan untuk merubah sunnah hidupnya? Sebelum hal itu diuraikan, terlebih dahulu akan
menguraikan tentang Kasta dan contoh-contoh kejadian seperti yang diterangkan di nomor 6.1.4, di atas.
Menurut contoh di situ, bisa saja seorang anak dari keturunan rakyat jelata (6.1.4) ketempelan
(membawa pengaruh dari) jiwa orang yang dikehidupan sebelumnya senang memikirkan tentang Ilmu
Ketuhnan. Setelah dia itu dewasa, kemudian berguru ilmu batin kepada salah satu perguruan ilmu batin.
Kemudian akhirnya, dia itu menjadi seorang yang ahli mengajarkan dan menguraikan tentang Wirid.
Apakah yang menyebabkan sehingga dia itu bisa menjadi Ahli wirid? Apakah cukup hanya berguru saja?
Apakah cukup hanya dengan cara bertanya saja? Apakah cukup hanya membaca-baca buku tentang ilmu
wirid?
Keinginan dan tekad anak itu sangat kuat sekali, diibaratkan tiap yang diucapkannya adalah tentang
Ilmu batin. Sekarang anak tersebut sudah menjadi seoreang yang benar-benar ahli. Ternyata bisa saja
menjadi apasaja yang sesuai yang diinginkan sebelumnya. Kisah seperti contoh tersebut, jika ditelusuri,
yang merobahnya atas semua keinginannya hingga berhasil apa yang menjadi keinginannya itu bukan
dari Tuhan. Akan tetapi berasal dari Usahanya sendiri (Qs. surat Al-Ra’du 11). Keterangan yang lebih jelas
lagi, sebagai berikut :
Ia. Pengaruh dari bekas Jiwa dari kehidupan sebelumnya, sekarang berada di diri anak itu, hal itu
menyebabkan segala pekerjaannya menjadid aktif (giat bekerja) artinya, mau melangkah untuk bertindak
dengan TIDAK MERASA, bahwa telah ketempatan bekas tindakan di kehidupan sebelumnya.
II.b. Atas dorongan dari Bekas tindakan dikehidupan sebelumnya, menyebabkan adanya KEJADIAN
dan cerita seperti di atas yang kemudian terbukti menghasilkan tindakan hingga bisa berhasil apa yang
diinginkannya.
Apakah yang sebenarnya (dasar-dasar yang bisa dijadikan pedoman), tentang SUNNAH atau
peraturan (Undang-undang) yang tidak bisa berubah itu. Uraiannya adalah sebagai berikut : Jika hanya
terhenti hanya pada niat saja, dan tidak didlanjutkan dengan gerak aktif berupa tindakan, maka akan tetap
pada keadaan seperti isi dari Ayat As-Sajdah 31; artinya ayat tersebut hanya memberi tahu saja bagi suatu
cita-cita yang diinginkannya, sebagai gambarannya adalah hanya diberitahu saja bahwa ada uang senilai
Rp.100.000,- yang berada di atas meja. Rahasia batinnya adalah : Uang tersebut menyebabkan
tumbuhnya keinginan. Oleh karena gerak dari sasa ingin tercatat di dalam Luhzmahfuds (Kitab yang nyata
yang tercatat di dalam rasajati tiap diri masing-masing).
Sedangkan Luhzmahfuds (Kitab yang nyata) adalah bukan ukuran dunia, karena itu adalah dibuat
oleh Allah sendiri, terbukti di dalam hukum Kasta yang berjumlah 4 tingkatan (Brahmana, Ksatrya, Waisya
dan Sudara). Bukti bahwa keadaan di dunia ini itu ada kasta-kasta tersebut adalah : Di dunia mana saja,
sebelum adanya Agama Islam, Krissten dan sebagainya, sudah ada (ada isinya) Pandita, Filosof, Suffi dan
sebagainya. Semua manusia, baik yang beragama atau pun tidak, dan dari bangsa mana saja Pasti
termasuk dari salah satu golongan kasta tersebut (Al-Buruj.19).
Sedangkan tentang Perbuatan di dalam kehidupan bermasyarakat TETAP berada di dalam keadaan
seperti isi dari ayat Suci QS. Al-An’naam.132 : “Tiap diri masing-masing manusia itu memiliki derajat
sendiri-sendiri sesuai dengan perbuatannya!”
Penyebabnya adalah bagi pelaku Yang Membawa bekas sifat dari Roh (Jiwa) yang menurut
keinginannya di masa hidup sebelumnya itu belum masuk (mengikuti) akhir dari kedudukan kastanya.
Artinya : Walau pun sekarang ini di tingkat erajat rendah dan menempati kasta-nya sendiri, sebelum
sampai kepada kasta tertinggi , tetap akan terlahir kembali untuk menyempurnakannya menjadi kasta
tertinggi (Evolusi). Berapa tahun waktu yang diperlukan untuk menjuku kasta luhur (luhzmahfuds) itu,
hanya Tuhan yang tahu.!
Merobah nasib itu adalah dengan cara berusaha, bukan hanya menerima saja untuk menempati
kadaan yang dialaminya sekarang ini. Hal itu memang masih merupakan hasrat pamrih (ikatan keduniaan),
akan tetapi sebenarnya bahwa manusia yang bersifat luhur dan Muhammad itu tidak sekedar menerima
terhadap keadaan PERASAAN diri sekarang saja dan terus berusaha untuk mencapai kepada kemuliaan,
itulah yang disebut hidup kekal (kanirwanan). Di mana saja manusia itu pasti mempunyai sifat ingin
menghamba dan menyatu, karena sudah terlalu lama berada di dalam lingkungan kastanaya.
ooOOOoo
Manusia hidup itu harus selalu ingat dan menyadari, bahwa segala perbuatannya selalu mengalami
resiko luar/dalam. Resiko di luar itu berupa halangan-halangan dari orang lain, dari musuhnya (6.1.1) yang
roh-nya ketempelan rasa benci, rasa permusuhan dan sebagainya : Perbuatan roh yang seperti itulah yang
di masa hidupnya yang lalu yang selalu merusak. Keadaan yang demikian itu terdapat juga di lungkungan
keluarganya sendiri. Sehingga di dalam keluarganya sendiri juga ada yang menjadi musuh (Ingatlah sifat
bawaan dari hidup sebelumnya), seperti yang diceritakan di dalam QS. At-Taghabun 14 : “Wahai orang-
orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka
dari itu kalian berhati-hatilah!”.
Musuh di sini bermakna adalah jelmaan jiwa yang ketempelan sifat rendah. Seperti apakah liku-liku
hidup yang menuju salah satu kasta (Garis hiduP itu sudah jelas. Sekarang, darimanakah asal
Luhzmahfuds itu ??? Jawabannya akan bisa ditemukan di dalam uraian selanjutnya.
Oleh karena “Garis hidup itu tingkatannya ada 4 macam, di bawah ini ada penjabaran sebagai bukti
dan untuk selanjutnya agar tidak membingungkan :
1. Seorng yang bernama Suta tidak megetahui garis hidupnya. Oleh karena tidak tahu, sehingga
kemudian mencari pekerjaan, akhirnya berhasil dan dijadikan pegawai tinggi memang karena pintar dan
mampu.
2. Ketika pada sutu waktu, Suta di tangkap karena berbuat korupsi, kemudian dipenjara.
Keluarganya mengalami kesusahan, dan kembali menjadi miskin seperti ketika baru dilahirkan! Setelah
keluar dari penjara, dengan terpaksa Suta menjadi seorang peminta-minta, walau pun menggunakan cara
yang lebut (dengan alasan minta derma). (Lihatlah Qs. Surat Al-An-naam. 132 – Al-Ra’du 11, dihubungkan
dengan Surat Al-Fath:23).
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Menurut contoh di atas di nomor 1, Tuhan itu tidak merubah Sunnahnya, Tingkatan SUDRA di dunia
ini itu tetap ada. Sedangkan kelakuan Suta itu tumbuh dari hasrat yang ketempelan jiwa rendah (Sudra).
Penampilan yang gagah, berpangkat, terkenal, pandai dan ketrampilannya itulah yang menyebabkan Suta
menjadi giat dalam melakukan apa saja, sehingga dirinya menduduki yang dimaksud dari QS. Al-An’naam
132. Oleh karena kisah hidupnya tidak dirasakannya, maka akhirnya berada di dalam keadaan seperti
didalam QS. Al-Ra’du 11, artinya : Tuhan tidak akan merubah apa-apa jika dirinya tidak merubahnya sendiri
....! Sehingga berubahnya kisah hidup si Suta itu karena berasal dari perbuatannya sendiri, bukan atas
kehendak Tuhan.
Jika saja Suta bisa mengerti, tentunya tidak akan mengalami kisah hidup yang demikian itu, tidak
akan kembali menjadi sudra (bisa melepaskan diri), dengan cara Kodratnya tentunya akan bisa
menghindar dari perbuatan korupsi. Sehingga keterangannya adalah : Suta tetap menjadi Isi dari
Luhzmahfuds, tercatat dalam derajat rendah.
Ringkasan :
aa. Sunnah : Peraturan Undang-Undang Hukum Allah, seperti : Adanya kasta-kasta, Luhzmahfudz,
saling bunuh membunuh, malu dibayar malu, hidup, mati, lahir, biji yang tumbuh kemudian berbuah, bumi,
planet itu selalu berputar, sejak jaman dahulu tidak pernah berubah, tetap demikian adanya.
bb. Sunnah, di dalam kehidupan ada 4 tingkatan, adanya itu tetap ada dan tidak bisa berubah, akan
tetapi bisa dirubah oleh manusia yang masih hidup di dalam raga kasarnya. Berubahnya itu sedikit-
demisedikit, umpamanya itu dari Waisya naik menjadi Satrya dan seterusnya, itu tergantung dari
perbuatannya ketika hidupnya.
cc. Luhmahzfuds (Kitab yang Nyata), Garis Hidup, yaitu kaya, miskin, bodoh, pintar, enak hidupnya,
dan tidak enak hidupnya, gila, sehat, berpangkat, menjadi peminta-minta, beruntung, celaka dan
sebagainya, itu tetap adanya. Artinya, Luhzmahfuds itu adalah pakain diri bagi diri masing-masing
manusia, yang dirinya itu tidak ikut-ikut membuatnya. Yang mengakibatkan yaitu : Jika yang menjelma di
dalam raganya itu masih membawa BEKAS dari kehidupan sebelumnya.
Contoh : Di kehidupan sebelumnya ada sebagai durjana, akan membekas menjadi Jiwa penjahat (di
mana-mana itua da), walau pun berpangkat, kaya dan sebagainya. Atau bekas seorang penjahat, akan
membekas di dalam tindakan : Main perempuan, makan berlebihan, mencuri dan sebagainya. Bekas Jiwa
baik akan memberi bekas yang baik, berjiwa luhur, pandita, mukmin dan sebagainya !!.
Seperti itulah kejadian-kejadan dan kesih hidup yang selalu berputar yang mempengaruhi di dalam
kehidupan masyarakat.

BAB. XII. URAIAN TENTANG HARI KIAMAT


(Bagaimanakah kejadiannya dan buktinya)

Sebelum tentang Qiyamat diuraikan maknanya, pertanyaan tentang waktu dan keadaan tentang
terjadinya Qiyamat perlu di jawab terlebih dahulu. Kapan waktunya dan bagaimanakah kejadiannya?
Jawabannya adalah : “Hari qiyamat itu/bagaikan tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik, bahkan
bersamaan dalam satu waktu. Akan tetapi bukan rusak dan hancur, akan tetapi justri hidup dan selamat”.
Membicarakan dan memaknai hal yang satu ini, memang membutuhkan penalaran yang jernih,
karena harus direnungkan dengan sungguh-sungguh, sesuai atau tidaknya dengan kenyataannya.
Di dalam bab terdahulu sudah disampaikan, olehkarena Kitab-kitab Suci seperti halnya Al-Qur’an,
Bybel dan sebagainya, itu adalah bukan untuk manusia yang sudah mati (di dalam kubur), akan tetapi
adalah diperuntukan untuk manusisa yang amsih hidup, sehingga, makna, bukti, kenyataan dari kalimat-
kalimat tentang Akherat, Kiamat, Mati, Luhmahzfuds, padang mahsyar dan sebagainya, itu harus bisa
ditemukan bukti nyatanya itu juga di dunia ini.
Pada umumnya kata Kiamat itu dimaknai dengan : Kehancuran dunia berserta seluruh isinya.
Seolah-olah keadaan nantinya akan hancur bersama-sama dalam satu hari (?!).
Kata Qiyamat itu adalah Bahasa Arab yang berasal dari kata dasar “ Qiyaman, yang sama artinya
dengan Qama, yang di dalam Bahasa Indonesia-nya adalah : BANGUN, atau berdiri. Contohnya : Yaumil
qiyaman menjadi Yaumil Qiyamat, hari ketika tiba-tiba dibangunkan.
Di dalam cerita-cerita tentang kiyamat, bersamaan dengan suatu ketika para roh-roh dibangunkan,
kemudian digiring menuju ara-ara padang mahsyar, sebuah padang yang sangat panas (@).
Di dalam hadits Buchari 42 bab IX, Nabi Muhammad saw. itu tidak mengatakan bahwa Kiyamat itu
Rusak/hancur, sedangkan makna dari kata bahasa Arab itu saja sudah jelas bahwa bukan bermakna rusak
hancur lebur. Apakah yang menyebabkan sehingga pada umumnya dimaknai menjadi hancurnya dunia?
Jika sifat 20 diteliti, Kiyamat itu memang benar bahwa itu adalah salah satu sifat dari Tuhan sendiri
(Qiyamuhubinafsihi = berdiri sendiri), sehingga bukan bermakna rusak/hancur. Serta juga di dalam Kitab-
kitab suci seperti Bybel, Qur’an dan yang lainnya itu tidak bermakna hancurnya dunia, kesemuanya justru
tentang kebaikannya.
Akan tetapi hingga sekarang ini, banyak para yang ahli berpendapat, bahwa kiamat itu adalah
kehancuran dunia, digulung seketika bersamaan dalam satu waktu, kemudian semua manusia yang sudah
meninggal dunia di giring menuju padang masyar. Dan selanjutnya : Siapa saya yang ketika hidupnya di
dunia menjalankan shalat 5 waktu, diberi tanda di keningnya serta bisa masuk ke dalam Surga, berkumul
dengan para leluhurnya.
Sedangkan bagi para kafir/kufur akan mendapat siksa. Memang di dalam Al-Qur’an diterangkan
bahwa : Kiyamat itu datangnya bersamaan dengan bencana yang sangat menakutkan, akan tetapi hingga
sekarang ini, walau pun sudah berjuta-juta tahun, tetap belum ada buktinya.
Qur’an memang menerangkan bahwa Hari Kiyamat itu datangnya tiba-tiba, serta yang
mengetahuinya hanyalah Allah sendiri (@). Olehkarena yang mengetahuinya itu Tuhan sendiri, apakah ada
mahluk yang bisa mengetahuinya? Itu adalah pertanyaan yang tumbuh di dalam hati dan pendapat di kala
hening. Menafsiri tentang rahasianya, maka kiyamat itu sarananya juga harus berdasar Dalil dari Tuhan di
dalam Kitab A;-Qur’an al Kariem, Bybel, Kitab-kitab suci lainnya dan Hadits. Di bawah ini ada contoh
kejadian yang ada hubungannya dengan uraian tentang Kiyamat :
I. A. Yang uurnrya baru 50 tahun bercerita kepada tetangganya yang bernama B, sebagai berikut ....
... Nantinya dunia ini akan kiyamat, hancur lebur beserta isinya seketika bersama-sama dalam satu hari.
Datangnya tiba-tiba, tenetang hal ini manusia itu tidak ada yang tahu, yang mengetahuinya hanyalah Allah
Sendiri .... langit akan runtuh.
II. Dan B percaya dan yakin atas yang diceritakan oleh A itu. Setelah umur A mencapai 100 tahun,
tiba-tiba meninggal dunia, sehingga terpaksa belum bertemu dengan Kiyamat kehancuran dunia.
III. Dan B yang masih hidup, selalu menunggu bukti adanya kiyamat karena meyakini apa yang
dikatakan oleh A di bab I, Selama penantiannya si B juga bercerita tentang kiyamat kehancuran itu kepada
anaknya yang bernama C. Oleh karena si C mempunyai keturunan, sehingga disampaikan juga
keterangan dari B tentang kiyamat, dan demikian untuk selanjutnya, berturun-turun terus.
IV. Hingga kematiannya, B juga belum berjumpa dengan Kiyamat kehancuran. Demikian juga anak
keturunannya, juga tidak mengalami kiyamat kehancuran dunia beserta seluruh isinya, walau pun ditunggu
hingga berapa pun anak keturunannya, sehingga hal itu adalah percaya tanpa bukti dari cerita yang apa
adanya, karena walau pun ditunggu hingga jaman abad atom ini, kiyamat kehancuran dunia itu belum ada
bukti nyatanya.
ooOOOoo
mengulan uraian tentang Kiyamat dan kehancuran. Di antara dua kata tersebut, sebenarnya tidak
ada hubungannya, justra maknanya adalah berlawanan, karena kiyamat (Qiyamat) itu artinya adalah
“Bangun” sedangkan Rusak/kehanuran itu adalah hancur lebur. Timbulnya pertanyaan “Apakah dunia ini
tidak akan bisa rusak? Jawabannya adalah “Wenang” atas tuhan itu bukan untuk merusak dunia yang
sebenarnya adalah hasil ciptaannya.” Jika seandainya Tuhan menghendaki kehancuran dunia ini,
barangkali saja sangat mudahnya karena Tuhan itu adalah Maha Kuasa dan kenyataannya semua yang
tergelar seluruhnya adalah Miliki Tuhan semata.
Di bawah ini ada Ayat-syat Suci yang ada hubungannya tentang Kiyamat :
1. QS.XXV, surat Az-Zukhruf – 66 : “Dia itu menunggu hari kiyamat yang datangnya tiba-tiba, serta
dia itu akan tidak ingat apa-apa .............”
2. QS.I Surat Al- Baqarah – 28. : “Bagaimanakah kamu akan mengingkari Tuhan, sedangkan kalian
sebelumnya tidak ada kemudian kalian dihidupkan dan setelah itu dimatikan, kemudian dihidupkan
kembali, yang akhirnya kalian akan Menghadap kepada-Nya”.
3. QS.XXI Surat Lukman : 28 : “Tidak menjadikan dan tidak membangkitkan kalian dari kubur di sisi
Tuhan, selain menjadikan manusia dan membangkitkannya.”
QS.XXIII Surat Yasin : 33 : “Sebuah keterangan bagi dia tentang kiyamat, yaitu bumi yang mati
kemudian (oleh Tuhan) dihidupkan kembali dan Allah mengeluarkan biji dari situ dan kalian makan.”
Di dalam 4 ayat tersebut di atas, sama sekali tidak terdapat kata “Hancur” apalagi “Kehancuran alam
dunia”. Sesungguhnya, Al_Qur’an itu, maknanya banyak mengandung Ibarat yang sangat rahasia yang
gharus di kupas isi yang sebenarnya, jika ingin mengetahui makna rahasia yang terkadung di dalamnya. Di
dalam Surat Isra ayat 89, disebutkan sebagai berikut : “Sesungguhnya Ingsun mengulang-ulang
keterangan di dalam Al-Qur’an itu untuk manusia serta perumpamaan (pengibaratan) bermacam-macam;
akan tetapi kebanyakan mengingkarinya (tidak mempercayainya/menganggap tidak mungkin).
Makna terseirat yang terkadung di dalam ayat=ayat tersebut di atas, sebagai berikut :
Di dalam Ayat yang Nomor 1, dijelaskan, bahwa datangnya Kiyamat itu dengan cara tiba-tiba dan
para manusia menjadi tidak ingat apa-apa (Tidak sadarkan diri, tidak merasa @). Jika Kiyamat itu dimaknai
sebagai kehancuran dari segala yang ada, tentunya manusia itu akan bisa merasakannya. Karena sama-
sama mengalami dan melihatnya. Melihat dan merasakan itu adalah tindakan dari manusia yang tidak
“tidak ingat” menjadi manusia yang bisa mengingat. Hal itu bisa dianggap bertentangan dengan apa yang
disebutkan di dalam ayat Nomor 1 itu, yang pada akhirnya bisa digunakan sebagi mengukur pendapt atau
keyakinan, jika Kiyamat itu dimaknai sebagai rusaknya alam dunia.
Sekarang ayat yang ke 2. Menerangkan bahwa manusia itu dibangunkan, dikiyamatkan oleh Tuhan
atau dihidupkan kembali. Setelah melewati Dharma kehidupannya kemudian dimatikan kembali, dicabut
rohnya, kemudian dibangunkan lagi..... demikian berulang terus, seperti pada penjelasan tenjang menjelma
(Terlahir lagi, reincarnatie), di uraian di depan.
Sedangkan ayat yang ke 3, itu adalah merupakan cara bahwa Tuhan dalam membangkitkan roh
dari Kubur (menghidupkan kembali) : tidak seperti membangkitkan roh yang bermakna utuh, akantetapi
dalam membangkitkan-Nya itu adalah dengan bukti Wujud, yaitu : Bagaikan menciptakan manusisa, dan
bentuknya adalah sesuai dengan kodrat-Nya, melalui proses berlangsungnya dari sedikit-demi sedikit,
yaitu menjadi bayi terlebih dahulu, artinya : Lahir dari dalam kandungan.
Ayat yang ke 4, menjelaskan tentang bahwa kiyamat itu ada. Dalam kejadian itu Allah memberikan
peringatan : Bahwa Kiyamat itu dijelaskan bagaikan benih yang tumbuh (keluar dengan sendirinya) dari
dalam Bumi. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Adanya benih itu melalui buah yang keluar pertama
kalinya adalah dari bimu ... begitu seterusnya kemudian berkembang biak.
Makna tersiratnya adalah terdapat di dalam hal Tumbuh, yang pastinya akan melalui proses menjadi
ada dan keluar berasal dari dalam buah atau tumbuhan sebelumnya, artinya : Tiba-tiba ada dan tumbuh
(terbangun) dengan sendirinya.
Tiba-tiba ada dan bangkit dengan sendirinya itu maksudnya adalah tidak ada yang menyuruh, hal itu
sama saja dengan Berdiri sendiri “QIYAMU BI NAFSIHI” dari kata dasar “KIYAMAT”. Sedangkan makna
apa adanya dari kata Kiyamat itu “APA” serta buktinya itu bagaimana, hal itu sebaiknya menelaah
penjelasan yang ada di dalam Ayat Suci, sebagai berikut :
5. QS.XVII Surat Al-Haji ayat 7.
Bahwa sesungguhnya waktu itu (Kiyamat) pasti datang, jangan ada keraguan, dan sesungguhnya
Tuhan akan membangkitkan siapa saja yang adala di Qubur. ( Arab : wa anna assa’ata atiyatu la raiba fiha
wa’ anna Allaha yab’atsu man fi’lquburi).
6. QS. XXI surat Al-Ahzab ayat 63.
Sesungguhnya yang mengetahui itu hanya Tuhan Sendiri jika waktu itu (Kiyamat) sudah dekat.
(Arab : Innama ‘ilmuha ‘inda Allah, wama yudrika la’alla assa’ata takunu qarima).
7. QS.XV surat Al-Kahfi ayat 48 (sebagian).
Sesungguhnya datangnya itu (Atas hari Kiyamat) sepeti ketika kamu diciptakan pertama kali (Arab :
Laqad ji’ tumuna kama khalaqnakum awwala).
Jika direnungkan, pada nomor 7 tersebut, ada kalimat “Seperti ketika tercipta pertama kali”. Tircipta
pertama kali itu jika itu manusia tentunya akan melewati proses kelahiran sebagai bayi dan yang tidak ingat
apa-apa (@). Sudah sangat jelas bahwa kiyamat itu bukan bermakna kehancuran dunia, justru itu adalah
kelahiran bayi menuju ke alam dunia ini dengan disertai tidak ingat apa-apa, datangnya dengan tiba-tiba,
artinya : tidak ada perjanjian terlebih dahulu.
Oleh karena Kiyamat itu bukan hanur, akan tetapi justru menuju ke alam dunia, untuk melanjutkan
memenuhi keinginan yang belum tercapai ketika hidup sebelumnya, sehingga jika menurul akal yang jernih
maka penelahan-nya harus dengan cara berpedoman keapda Ayat Suci di bawah ini :
8. QS.XI surat Yunus – 44.
Sesungguhnya Tuhan tidak menyiksa kepada hamba-Nya, akan tetapi manusianya sendiri yang
menyiksa dirinya sendiri.”
9. QS.XXX Surat An-Nazi’at – 25.
Segala sesuatu itu ingsun (Tuhan) hitung dengan ukuran yang sempurna.
10. QS.IV surat Ali-Imran – 108.
Demikian itulah ayat-ayat Allah yang kami bacakan kepada engkau, menurut yang sebenarnya, dan
tiada Allah hendak menganiaya orang-orang yang ada di alam ini.
11. QS. V surat An-Nisaa’ – 132 – 133 :
Kepunyaan Allah apa yang ada di Bumi. Sudah cukup Allah menjaganya. Jika Tuhan (Allah)
berkehendak tentu kalian semua dimusnahkan wahai semua manusia, dan dan didganti dengan kaum
(golongan) yang lainnya, karena Allah Maha Kuasa tentang yang seperti itu.
Penjelasan Ayat-ayat Suci di atas akan diuraikan di belakang. Yang sebenarnya dari Kiyamat itu
adalah : Setiap hari, setiap detik, dalam satu waktu, bersamaan seperti yagn sudah dijelaskan di atas.
Penjelasannya adalah sebagai berikut : Kelahiran bayi ke alam dunia ini bersamaan dalam satu hari,
bersamaan jamnya, bersamaan dalam menit dan seterusnya; walau pun tempatnya menyebar ada di
mana-mana.
Sesuai Ayat nomor 8 tersebut di atas, sudah sangat jelas bahwa “Siksa” yang dikiaskan (dimaknai)
kehancuran dunia, ternyata kabar tanpa dasar, kerena jika dunia ini hancur, maka artinya Tuhan berbuat
sia-sia, dan menyiksa. Sedangkan Ayat tersebut menjelaskan : Allah itu tidak menyia-nyiakan
hambanya ..... yang menyia-nyiakan itu adalah manusianya itu sendiri, itu artinya : yaitu oleh Tindakan dan
perbuatan dari manusia itu sendiri, dan diakrenakan saling menyiksa, contohnya saja saling berperang,
saling menghancurkan dengan bom dan sebagainya.
Sedangkan makna pada Ayat di Nomor 9 itu adalah : Kelahiran itu adalah sebagai pengganti dari
kematian atau hilang, itu adalah sama dengan tidak mengetahui sesuatu (benda)nya, akan tetapi sesuatu
itu tetpa adanya. Jika terlahir (Kiyamat) terus-terusan, maka dunia ini akan menjadi penuh, dan sebaliknya,
jika di dunia ini banyak kematian saja, maka isi dunia akan habis.
Sebenarnya itu, isi dunia ini itu telah terukur, tetap dan tidak berkurang atau pun bertambah.
Seumpamanya itu AIR; menurut ukuran dalam Tata kelahiran (Ilmu fisika modern) air yang ada di samodra
itu kurang lebih ada 180 milyard ton. Ukuran sebegitu dalam tiap harinya berkurang. Dari air laut berubah
menjadi uap yang terbawa terbang oleh angin dan berubah menjadi mendung tebal, kemudian jatuh
menjadi hujan. Sehingga air laut menjadi berkurang karena berubah menjadi uap dan menjadi awan di
langit, itu bukan bermakna hilang, akan tetapi hanya berpindah tempat saja, artinya : jumlahnya masih
tetap sama. Bukan hanya berubah menjadi uap saja, akan tetapi meresap menjadi sumber air, sungai,
rawa, diminum oleh mahluk hidup dan sebagainya.
Di dunia itu, sejak jaman dahulu hingga sekarang selalu ada saling bunuh membunuh dan selalu
ada kematian, bencana, akan tetapi di mana-mana banyak sekali yang terlahir (Kiyamat). Sehingga jumlah
manusianya itu walau pun terlihat PenUH, akan tetapi di waktu yang lain pasti akan BANYAK kematian
yang disebabkan dari perang, bencana, penyakit dan sebagainya.
Di Ayat nomor 10 menyebutkan, Bahwa Allah itu tidak akan menyia-nyiakan Ummat, akan tetapi
justru dijaga-Nya atas keselamatannya, karena isi seluruh alam ini adalah Milik-Nya.
Ayat di Nomor 11 isinya sebagai berikut : Sudah Cukup Allah dalam menjaga. Jika tuhan
menghendaki kalians emua dimusnahkan, kemudian akan digantikan dengan kaum yang lainnya.
Jika ada manusia yang menyebutkan, bahwa alam dunia ini besok harinya akan musnah, itu
sebenarnya jika hal itu tidak dikehendaki-Nya sendiri oleh Tuhan, tentu tidak bakalan terjadi. (4.@@.
Seandainya Tuhan berkehendak, sekejap saja tentu akan musnah. Jika hal itu benar, apakah itu bukan
berarti sia-sia? Sedangkan Tuhan itu bersifat Maha Pengasih.
Sekarang masuk dalam pembahasan tentang pendapat atas makna dari Kiyamat yang dimanai
“KEHANCURAN”. Oleh karena DAT itu mempengaruhi atas segala sesuatu (QS.XXV:54) maka hakekatnya
yang sebenarnya AKU/DIA Esa, sama-sama mendapat pengaruhd ari DAT (Dzat, Aifat, Af’al, Asma,
menyatu).
Oleh karena mempengaruhi semua CIPTAANNYA, sehingga jika Kiyamat dimaknai Kehancuran,
maka kemanakah perginya Dzat yang mempunyai sifat 20 itu? Sang Pemelihara Alam, akan bersembunyi
di mana? Membingungkan, sesungguhnya oleh akrena Hakekat dari Dzat itu berada mempengaruhi
Ciptaan-Nya, maka Kiyamat yang bermakna kehancuran itu tentu tidak akan ada, karena TUHAN ALLAH
itu tetap ada-Nya = Dzat itu kekal, menjaga Hamba-Nya dan Alam.
Selain dari itu dan juga berdasarkan Sunnah dari Tuhan yang tetap dan tidak bsia berubah, tidak
bergeser walau pun satu detik, serta sifat dari Muhammad yang juga bersifat Rasul dan dijadikan pedoman
oleh Ummat, sehingga Sabda Tuhan di dalam QS.XXV 3-4 Surat Al-Djatslah : Sesungguhnya di antara
langit dan bumi ada tanda-tanda Saksi dari Tuhan bagi orang-orang yang beriman. Sereta atas kejadian
mu dan hewan-hewan yang merayap di atas bumi juga sebagai bukti bagi orang-orang yang mempunya
keyakinan di hatinya. .... Sehingga ketika Tuhan menciptakan Bumi dan seluruh alam bersertq isinya tetap
tidak akan diapa-apakan, artinya dijaga keselamatannya, dan tidak akan dirusak-Nya, karena Hidup itu
adalah sebagai Tanda BUKTI bahwa Allah itu ADA.
Sekarang ada pertanyaan sebagai berikut :Apakah PEJERJAAN Tuhan setelah menggelar alam
dunia beserta isinya ini? Pertanyaan tersebut akan meyakinkan bahwa Kiyamat kehancuran itu tidak akan
terjadi.
Kekuasaan dari Yang Maha Kuasa dan Maha Mencipta itu terdapat di dalam QS. XXIII surat Yasin
82 : Kehendak Tuhan itu jika menghendaki sesuatu; Dia berkata : Jadilah, maka jadidlah (Qun fayaqun).
Penjelasan Sifat 20 Ranggawarsita, mengatakan : Qun = Dzat Sejati. Qun, artinya Kalimat Allah.
Kalimat pertama untuk selamanya. Itulah Asma Yang Sejati. FAYAQUN artinya jadi, tergelar seketika untuk
selamanya.
Surat Yasin Ayat 82 itu maksdunya : Mencipta dan Memelihara, tidak ada sesuatu pun yang tidak
melewati Kalimat (Qun Fayaqun). Umpamanya tentang kemaitan manusia itu karena atas Kehendak Allah
serta disertai juga dengan sauatu peristiwa kelihiran bayi dari kandungan seorang Ibu. Sehingga dalam
mengganti kematian itu terus saling berganti karena itu Kodrat-Nya. Oleh karena yang dibahas ini adalah
tentang hidup, sehingga jika ada seorang bayi yang terlahir dengan selamat itu adalah Tanda bahwa BAYI
itu mendapat kalimat Tuhan dengan kalimat Qun Fayaqun (Jadilah, maka jadidlah).
Sekarang timbul pertanyaan yang ada hubungannya dengan Ajaran Ranggawarsita tersebut di atas :
.. “Apakah Allah itu tiap harinya bersabda tentang Qun Fayaqun dengan terus menerus?” Menurut
pendapat Ranggawarsita adalah, sebagai berikut :
Kalimat Qun = Dzat Sejati.
Dzat Sejati = Asma Sejadi (Tetap dan tidak berubah-berubah).
Ffayaqun = Jadi seketika dan selama-lamanya.
Asma sejati itu sama dengan bahwa Allah itu ADA. Adanya Allah itu, memiliki sifat 20.
Sifat 20 itu tergelar merata di seluruh sifat, sehingga yang mendapat pengaruh dari Kalimat-Nya itu
adalah siapa saja yang ketempatan Sifat 20. Artinya Kalimat tersebut adalah Kekuasaan Allah Dzat Sifat
Wenang itu selamanya ada di dalam Tuhan itu sendiri. Sehingga Dzat Sejati itu = mempunyai sifat 20 dan
1. Sifat Wenang – menciptakan.
Oleh karena Wenang menciptakan, sehinga segala apap pun saja yang tidak terkena Kalimat
Wenang tidak akan terjadi, karena tidak mendapat pengaruh dari perbuatan Dzat yang menyatu dalam
perbuatan-Nya, sifat 20.
Sehingga makna Kiyas atas pendapat Ranggawarsita tentang QUN FAYAQUN itu adalah adanya
yang tergelar ini yang berupa Ujud, akan tetap dan tidak akan berubah dikarenakan kerusakan. Sedangkan
makna Ayat Suci di dalam QS. S. Yasin ayat 82 itu, hanya untuk manusia yang dikarenakan
DIKEHENDAKINYA, maka menjadi ada.
Lahir dengan selamat iru sebenarnya adalah menerima Kalimat TUHAN “Jadilah, maka jadi”. Dan
segala yang bersifat baru (raga yang baru) itu terjadi dengan disertai “tidak sadarkan diri” @. Ketika
manusia melewati pintu “TIDAK INGAT’ itu sebenarnya adalah telah melewati alam YANG TIDAK
TERBAYANGKAN @ (5), karena ketika itu TIDAK TERASA APA_APA (Ma’rifat, buka jauhm bukan dekat,
bukan sakit, bukan masa waktu, bukan tempat, bukan laki-laki, bukan perempuan). Demikian itu yang
termuat di dalam rahasia Sastrajendra, juka disebut TIDAK ADA MAKHLUK yang bisa menguraikan. Itulah
keadaanya ketika Menyatu (Wahdatul Wujud).
Sebenarnya, kejadian Mi’raj Nabi melihat Gaib dan sebagainya, itu adalah TINGKATAN sebelum
melihat tentang KEADAAN Nirwana/Ma’rifatullah, sama aja dengamasih di tingkatkan Hakekat. Artinya
MASIH BISA DIRASAKAN oleh perasaan hati. Oleh karena keadaan jiwa itua da dua macam, sehingga
jalannya juga ada dua tingkatan :
1. Jika mengamalkan (Ilmunya, kelakuannya) dengan sempurna serta diperkenankan untuk Inna
Lillahi wa inna illaihi raji’un.
2. Jika tidak atau tidak sama sekali itu tidak apa-apa, sama dengan berkali-kali menjelma dalam
hidup yang menggunakan raga.
Artinya : Siapa yang tidak bisa menjalankannya ketika hidup di dunia maka akan KIYAMAT lagi.
Itulah penjelasan-penjelasan yang seperti ini yang dimaksudkan ISLAM, Jiwa Suci, sudah bisa
membuktikan seperti ketika baru dilahirkan.
Makna dari Ayat Suci Surat Ali Imran ayat 102, itu tafsirnya adalah sebagai berikut : Wahai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu mati seelum ISLAM......................” Hal itu memberi pengertian bahwa
mati dalam keadaan Islam itu adalah mati YANG TIDAK MERASAKAN APA-APA (Kembali ke asal-Nya).
Manusia yang seperti itulah yang nantinya ketika memasuki alam kuburnya yang tidak merasakan apa-apa,
sama seperti TIDUR TANPA MIMPI (@). Jika pun ada, yang ada itu adalah ketenangan tidak terkotori
yang tidak mengenakan hati.
Untuk ukuran dalam tiap harinya, jika tidak berbuat jahat, walau pun dituduh, maka hati tidak akan
terpengaruh kegoncangan sedikit pun, selalu tenang dan tidak merasa degup jantung menjadi cepat.
Jiwa (Roh) yang sduah bisa menyatu (Inna Lillah.............) itu, ketika kedatangan hari kiyamat
(terlahir kembali) sudah tidak di-Kiyamat-kan lagi, seperti yang dijelaskan di bawah ini, QS.XXIV Surat Az-
Sumar – 63 :
“Wanufikha fi shshuri fasba’iqa man fi’ssamawati waman fi’lardli illa man syaallahu tsummu nuficha
fihi achra faidzahum qiyaaman yandhuruna.” (Ditiupnya sangkakal (terompet), kemudian pingsanlah
seluruh bumi, kecuali yang mendapat ridha tuhan; di tiup sekali lagi, semua manusia kemudian terbangun
menunggu pengadilan).
Maksud dri roh-roh yang sudah mendapat kehendak Tuhan untuk menghadap kepada-Nya (menjadi
satu dengan Dzat-Nya – Islam) itu tidak akan ikut pingsan atau ikut kembali Kiyamat.
Itulah suatu keadaan KEMBALI KE ASAL MULANYA (Inna lillahi wa inna illaihi raji’un). Hal itu jika
bisa menjabarkannya adalah sama dengan DILAHIRKAN ke dunia. Sehingga jelaslah petunjuk Tuhan itu
tentang petunjuk Yang Nyata adanya (Ilmu ke Allah-an) sudah termuat di dalam Al-Qur’an surat Al-Khfi : 48.
Bagaimanakah keadaan roh yang menghadap Tuhan itu? Jawabannya juga tersebut di dalam dalil,
sebagai berikut :
QS. VII Surat Al-An-aam : 94, “Sesungguhnya kalian akan sendirian menghadap kepada (Ku –
Tuhan), seperti ketika menjadikan dirimu ketika pertama kali, dan kalian akan meninggalkan apa-apa yang
Ku berikan yang berada di punggungmu dan dikatakan kepada dirimu : “Ingsun tidak melihat berhala-
berhala yang menemani dan menolong dirimu, yang kalian anggap bahwa dia itu Sekutu Allah.
Sesungguhnya antara dia dan dirimu sudah tidak ada hubunga lagi dan sudah hilang dari
persangkaanmu.”
Di dalam Ayat tersebut, jika direnungkan, ketika Roh menghadap Tuhan itu sama dengan Kosong
(Tidak ada apa-apa, @, alam yang tidak terbayangkan). Intinya adalah : Semua pengalaman dari Hakekar,
menerima wahyu, melihat kegaiban, melihat saudara diri sendiri (Mayangga Seta) yang dikira sebagai
Tuhan atau yang disembah karena bisa diminta pertolongan dan sebagainya, itu semua justru disebut
sebagai Berhala oleh Tuhan. Sehingga Jiwa yang diperkenankan oleh Tuhan tidak lain adalah Jiwa yang
tidak terkotori apa-apa (kosong).
Seperti itulah liku-liku dari yang disebut SEBENARNYA ISLAM (Assalama, Islamu, muslimuna).
Walau pun begitu terangnya, bahwa yang sebenarnya dari Menyembah Yang Sejti itu adalah yang Kosong
dari pengharapan, pikiran dan sebagainya.
ooOOOoo
Sehingga uraian tentang Kiyamat menurut perintah Nabi Muhammad sendiri serta Dalil dari Tuhan
(Qur’an) seperti yang dijelaskan di dalam Hadits Bukhari 42 di depan, sama dengan meneruskan
Perjalanan dari ROH yang belum sampai atas tujuannya. Sedangkan dengan adannya kejadian yang
bermacam-macam itu hanya sebatas meneruskan bekas yang melekat kepada Roh.
Jika demikian maka manusia itu tentunya akan beruolang kali lahir kembali ke alam dunia ini?
Jawabannya adalah : Anak dari Pak Naya yang berjumlah 7 itu kisah hidupnya adalah tidak ada yang
sama, ada yang menjadai Tentara, penjahat, saudagar dan sebagainya, itu semua sebenarnya HANYA
SEBATAS WADAH SAJA. Penjelasannya adalah sebagai berikut : A itu adalah seorang yang bagus
rupanya, kaya, pandai dan sebagainya, singkat kata, hidupnya adalah mulia. Ketika saat kematiannya,
yang dialami oleh roh terikat kepada kemilikannya yang rasa kemilikannya itu tidak ikut mati, karena tidak
rela meninggalkan harta bendanya. Roh si A ketika berada di alam Kubur mengalami siksaan karena
terkotori oleh Rasa kemilikan itu. Ketika sudah tiba waktunya untuk dia terlahir kembali (mengalami
kiyamat) tidak bisa kembali seperti di kehidupan yang sebelumnya, karena yang kembali hidup itu ada rasa
kemilikannya (bekas kotoran nafsunya) saja, sedangkan raganya sudah berganti, berbentuk bayi yang
terlahir kembali yang diberi nama Surana dan sebagainya. Itu yang yang menjadi tempat wadah dari Bekas
Kotoran Nafsu di kehidupan sebelumnya.
Pengalaman dari manusia yang ketika matinya membawa tindakan melanggar aturan syariat,
berbuat kejahatan dan sebagainya itu dijelaskan di dalam Dalil adalah mendapat siksaan yang berat
dengan berteriak dan memohon untuk dikembalikan hidup di alam dunia lagi.
QS. XVIII Surat Al-Mukminun ayat 99 – 100 : “Qala Rabbi arji’uni la’alli a’malu shalihan fina taraktu
kala inggaba kalimatun huwa qailuha wamin waraihim barzakhun ila yaiumi yuba’atsuna”. Tafsirnya
adalah : Wahai Tuhan kembalikanlah hamba ke alam dunia, semoga amal shaleh yang hamba
tinggalkan.....” Tidak bisa! Sesungghnya itu hanya kata yang diucapkan yang tidak berguna. Di
belakangnya ada penutup bardzah yang menghalanginya, hingga datangnya hari dibangkitkan.”
Erdasarkan isi dari Dalil, Kiyamat itu sama saja dengan tumbuhnya biji, sedangkan jika berdasar dari
Nabi Muhammad, kiyamat itu sama saja dengan : “Seorang wanita yang melahirkan Tuannya (derajat
luhur)”, atau “Sudah ada anak gembala (Berderajat rendah) bisa menjadi raja”, yang pada intinya adalah :
Perempuan yang menurukan Biji yang luhur atau ada perempuan yang melahirkan Biji yang ketempatakn
derajat tertinggi.
Kata melahirkan atau menumbuhkan sebenarnya adalah sama. Gaib di dalam Ayat Hadits atau Ayat
Qur’an itu, bisa ditemukan di dalam PEREMPUAN. Yaotu oleh karena adanya PEREMPUAN itulah
sehingga ada kelangsungkan cerita.
Biji berderata luhur itu tidak memilih-milih bangsa, Pangkat, renadah atau tinggi dan sebagainya.
Intinya dalah hanya berada di Perempuan. Siapa yang berkedudukan sebagai Perempuan, itu bisa
ketempatan manusia. Sehingga jika ada pengibaratan berkali-kali terlahir itu maksudnya dalah : Yang
terlahir kembali itu bukan raganya yang terdahulu, akan tetapi bekas keinginan diri yang kemudian
bertempat di dalam raga yang baru dan yang terlehiat sekarang ini.

BAB. XIII. URAIAN TENTANG TANDA-TANDA HARI KIAMAT

Pada Surat Al-Mukminun 99 – 100 ada kata BARDZAKHUN (penghalang – penutup) itulah yang
disebut dengan kata KUBUR. Artinya : Yang menjalani dan mempunyai wajah taman dan pintar itu tidak
akan bisa kembali menjadi tampan dan pintar jika sudah mengalami kematian. Karena kematian yang
bertampat di alam Kubur itu sama saja kecepatan keinginannya seperti ketika masih hidup di dunia ini,
kehendaknya akan bisa terlaksana. Itulah keluahn dan yang diarasakan oleh roh.
Roh yang bertempat di alam kubur itu ternyata tidak bisa memiliki raga kasar seperti yang
sebelumnya. Sedangkan jika Roh itu bisa terlahir kembali di alam dunia ini dengan memiliki raga kasar itu
adalah berlandaskan dari sifat-sifatnya. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
7.1.1. Roh itu (roh dari manusia) memuat (mendapat pengaruh, mengandung) Sifat dari Tuhan
QIYAMUHU BI NAFSIHI, bangun seketika atau bangun dengan sendirinya, yang bukan disebabkan oleh
sessuatu hal. Yaitu “KIYAMAT”. Sehingga jika roh itu tidak mendapat tempat yaitu Raga, geraknya adalah
melesat berdiri sendiri, bisa menuju alam kehampaan tanpa ada yang menghalang-halanginya. Sehingga
terbangnya ROH yang KOTOR (Karena membawa bekas-bekas) itu andaikan diibaratkan sebagai air,
ketoroan yang ada di dalamnya tercampur “dengan sesuatu-sesuatu”. Kekotoran yang ada di dalam roh itu
karena masih menyimpan berkas dari Tri-Indriya, ada yang geraknya tidak seberapa (Pasief) ada yang
selalu bergetar memnacar (Active).
Yang bergerak Aktive itu jika diibaratkan benda adalah termasuk benda yang berat, yang mudah
tenggelam jika berada di lingkungan air, sedangkan yagn Pasive itu tidak. Oleh karena keduanya itu
termasuk “beban yang harus ditanggung” sehingga mudah untuk mendapatkan raga (hidup) karena Kodrat
atas Tuhan sendiri serta atas KALIMAT TUHAN sendiri ...... Qun Fayaqun (Yang dikehendaki-Nya untuk
ditempatkan di raga, mempunyai raga baru, sedangkan yang dikehndakinya untuk langsung menghadap
Tuhan itu langsung Mengahadap kepada-Nya).
7.1.2. Yang menjdai pedoman itu hanya ada 2 hal : 1). Sipa saja yang Roh-nya bisa menyatu
dengan sifat-Nya (Yang tidak terbayangkan) itu sama saja bisa menghadap langsung kepada-Nya; 2).
Tidak bisa menghadap kepada-Nya (menetas kembali; mengalami Kiyamat lagi), itu jika rohnya masih
mendepat berkas atas sesuatu, walau pun ketika hidunya di dunia terlihat suci daln alim.
Contohnya adalah sebagai berikut : Tentara itu di mana pun saja bisa masuk ke dalam Kasatrian jika
pakaiannya lengkap. Karena walau pun sudah menjda tentara, akan tetapi ketika masuknya menggunakan
pakaian seenaknya sendiri tentu akan di tangkap oleh Polisi Tentara, artinya : ditolak.
Menurut uraian-uraian di depan, roh itu hanya ada dua jenisnya : Suci dn kotor. Suci bagi ukuran
dunia itu adalah tidak bertindak yang menyalahi aturan dan tidak bertindak kejahatan dan sebagainya;
akan tetapi suci menurut ukuran Tuhan yang tidak pilih kasih itu sama dengan : bisa mengamalkan isi dari
Surat Al-A’raf ayat 29 di depan, artinya : Bisa merasakan bagaikan bayi yang baru terlahir kembali dari
kehidupan sebelumnya.
Sedangkan kotor menurut ukuran dunia itu adalah lawan dari kessucian; menurut ukuran Ketuhanan
kotor itu adalah semua rasa yang hanya dirasakan oleh siapa yang menggunakannya : yaitu Yang harus
dialami (Samsara).
Karena beban kesengsaraan ( yang dialami oleh jiwa yang mendorong atas maju dan mundurnya
hasrat), itu tidak akan bisa terlihat oleh orang lain, karena hanya Tuhan saja yang mengetahuinya. Tentang
masalah ini, batin itu tidak bisa berbohong. Bukti dari rasa dari akibat yang harus terpaksa dilakukan itu :
Siapa saja yang sangat menyesali atas sesuatu yang sudah hilang walau pun itu kecil, tidak berguna, di
dalam hatinya selalu terjerat rasa kemilikan, murka dan panas hati, maka hidupnya tidak akan bisa
merasakan ketenteraman.
ooOOoo
Ketika manusia itu meninggal dunia (terlepasnya nyawa) itu melewati rasa ingat, jika roh-nya itu
masih ada yang menempel “apa-apa” (rasa milik dan sebagainya). Sedangkan bagi yang ketika rohnya
terlepas dan tidak merasa apa-apa, itua dalah manusia yang sudah bisa membuang rasa keinginan diri
dan sebagainya, ketika sakaratul maut itu tidak akan melewati rasa lupa, akan tetapi melewati “Tidak
mengerti apa-apa”, tidak merasa apa-apa, sama dengan Meneyatunya Hamba dan Dzat Yang tidak bisa
terbayangkan. (@).
Oleh karena makna dari Kiyamat (dilahirkan), sudah diuraikan, maka “Tanda-tanda hari Kiyamat itu
jika diselaraskan dengan “Hari tanda kelahiran” itu justri cocok. Di uraian tentang Qiyamu bi Nafisihi,
diterangkan bahwa semua yang bisa berkembang semakin besar, semakin maju, bergerak, panjang tinggi
dan sebagainya, itu tentu terdapat sifat “Qiyamu bi nafsihi dari sifat Tuhan.
Air mani yang berasal dari Farji, itu jika diterima oleh sel telur mani seorang wanita, maka akan
menjadi bentuk (Segumpal darah yang berada di dalam perut seorang wanita). Lama kelamaan akan
tumbuh menjadi janin embriyo, serta akan mengembang hinga berujud Bayi.
Oleh akrena disebabkan adanya aturan-aturan serta dari sifat Qiyamu bi nafsihi itu, sehingga semua
bentuk janin itu tentunya akan bisa tumbuh dan berubah dengan sendirinya tidak karena di paksa oleh
pihak lain. Sehingga sifat Qiyamu bi nafsihi itu yang dilakukannya dalah “MEMBESArKAN. Membentuk dan
sebagainya. Oleh karena perut seorang wanita itu kecil, sehingga tidak kuat ketempatan sesuatu yang
selalu Qiyamu bi nafsihi (perbuatan dari pertumbuhan Kiyamat, perbuatan yang terbangun dengan
sendirinya) tersebut dan bayi yang sudah ditentukan itu harus Kiyamat (LAHIR). Sehingga Lahit itu adalah
suatu sifat yang TETAP. Penjelasannya adalah : Kelahiran seorang bayi yang dibatas dengan waktu 9
bulan 10 hari, itulah tanda dari yang didlakukan oleh Qiyamu itu, yang diberi batasa hingga sampai sebatas
waktu itu. Sedangkan jika ada seorang bayi yang belum waktunya, dan kemudian terlahir, itu hanya karena
salah waktunya, bisa saja dikarenakan kandungan yang tidak terpelihara kondisinya.
Qs. XXX surat Az-Zilzal ayat 1 s/d 8 : Bismillahi rakhmani rakhimi (Dengan Asma Allah Yang Maha
Cinta).
1. Jika bumi ini bergoncang.
2. Dan mengeluarkan semua isinya.
3. Manusia saling ebrtanya : Wahai.. ada apakah dengan bumi ini?”
4. Di hari itu, bumi menceritakan beritanya (kisahnya, pengalamannya).
5. Bahwa Tuhan memerintahkan yang seperti itu, seperti itulah kepada-nya.
6. Di hari itu semua manusisa semuanya kelaur dari dalam kuburnya, serta berkumpul sesama
golongannya, supaya melihat atas hasratnya sendiri-sendiri.
7. Kepada siapa saja yang mengamalkan kebajikan walau pun seberat debu (Zarrah, atom, abu)
tentulah akan melihat kebaikannya.
8. Kepada siapa saja yang melakukan KEJAHATAN walau pun seberat zarrah, tentu akan melihat
kejahatannya.
Kata goncang (bergetar) atau bergerak dengan kerasnya itu biasanya terjadi dikarenakan sebab
yang bermacam-macam, seperti halnya dikarenakan adanya gemepa, gunung yang gmeletus, tanah
longsor dan sebagainya. Seumpama hal itu dibayangkan goyangnya badan (raga) tentunya dikarenakan
sebab-sebab yang seperti di atas, contohnya : Degup jantung cepat karena bertemu dengan yang
menakutkan, gemetaran karena hampir saja kejatuhan buah kelapa dan sebagainya. Keadaan-keadaan
yang demikian itu pada intinya bukan bermakna rusaknya badan, akan tetapi tetap dalam keadaan hidup
dan bisa merasakan apa saja.
QS. Al-Qari’ah ayat 1 s/d 11 menyebutkan sebaagi berikut :
1. Kejadian yang sangat menakutkan.
2. Kejadian apakah itu?
3. Tahukan kamu kejadian apakah itu? Itulah hari Kiyamat.
4. Di hari itu manusia bagaikan belalang berhamburan karena ketakutan.
5. Dan gunung-gunung beterbangan.
6. Orang-orang yang berat timbangannya.
7. Berada di dalam Hidup yang sentausa.
8. Sedangkan orang-orang yang ringan timbangannya.
9. Bertempat di dalam NARAKA.
10. Apakah kamu tahu, apakah itu?
11. Yaitu api yang sangat panas.
Surat Al-Qur’an tersebut jika benar-benar di teliti, maknanya adalah bukan tentang kehancuran akan
tetapi uraian tentang kejadian yang sangat menggoncangkan. Mengurai makna dari ayat tersebut di atas
perlu menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan Ilmu Bumi dan sejarah-sejarah.
1. Ketika di masa manusia masih hidu hanya menuruti perintah kodrat, cara menguraikan
kandungan itu sangat berbahaya untuk ukuran di jaman sekarang. Oleh karena sudah seringkali terjadi
sehingga menjadi adat sehinga untuk manusia yang hidup di jaman itu adalah hal biasa.
Contoh di atas itu, jika dikiaskan dengan keadaan raga, mirip dengan Ayat Suci di atas yang ada
kata yaitu “Kejadian yang hebat” maksudnya bagi jiwa rasa dan perasaan itu adalah bergetarnya jiwa
karena ketakutan, bergetar, menggigil yang dialami oleh seorang wanita yang sedang mengalami
“Melahirkan yang pertama kali”.
2. Jika ada seorang wanita yang mengandung pertama kali, perutnya tentulah menonjol – bagaikan
gunung”. Ketika sudah tiba waktu untuk melahirkan, maka dirinya merasa kuatir, takut, bahkan justru rasa
badan sakit semeua, lelah dan sebagainya. Seperti apakah yang dialami wanita yang akan melahirkan,
ada juga yang menggambaran bahwa itu adalah sebuah pertempuran perang sabil (perang suci hanya
karena Allah), karena, jika tidak selamat bisa saja menemui ajal.
Jika sudah waktunya, maka perutnya akan menjadi mengecil, karena isi kandungan yang ada di
dalamnya yang dirinya itu belum pernah melihatnya, sduah keluat (lahir). Artinya, perut yang menonjol
bagaikan gunung kecil itu mengabarkan kepada yang mengalaminya tentang apa yang terlihat setelah
melahirkan kandungannya itu.
Jika kejadian itu dibahasakan seperti Gunung yang meletus, sepertinya ada kemiripannya, karena di
dalam Ayat Az-Zilzal teGunung. Oleh karena hal itu berhubungan dengan perasaan, maka gunung itu sama
dengan gunung yang bertempat di raga manusia sendiri, “Dirinya Sendiri”.
Ayat ke dua surat Az-Zilzal menyebutkan : “Dan mengeluarkan semua isinya” itu hanya tinggal
menebak saja, apakah isi dari kandungan itu.
Sekarang membahas ayat yang ke 6, sebagai berikut : Di hari itu, yaitu di hari melahirkan bayi dan
selamat dari Alam peralihan (Kuburnya sendiri-sendiri) serta menurut golongannya masing-masing. Di situ
terdapat kata “HARI” yaitu di HARI ITU, WAKTU ITU, maksudnya adalah : Bersamaan dalam satu waktu
dan banyak yang bersamaan terjadi hal yang demikian. Di Amerika ada yang lahir, di Rusia, RRT, dan di
berbagai Rumah Sakit dan sebagainya .... BANYAK YANG SATU PASARAN. Hari serta tanggal.
Contohnya : Si A lahir (Kiyamatnya) di hari Jum’at Legi, juga di seluruh dunia itu banyak kelahiran yang
bersamaan waktunya dengan kelahiran si A itu. Sedangkan kelahiran bayi yang disebutkan bergolong-
golongan itu, yang jelas itu ada dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan, tikus betina, ular jantan, anak laki-
laki, unta betina demikian seterusnya.
Olehkarena yang termuat di dalam Ayat-ayat itu sebenarnya adalah bagi manusia, maka walau pun
sudah terbagi laki-laki dan perempuan, itu tetap sesuai dengan karma serta Luhmahzfuds sendiri-sendiri.
Sehingga ada yang sama garisnya : Enak dan tidak enak terbagi-bagi lagi. Dan di dunia terbagi menjadi
banyak bagian-bagian.
Pada ayat 6 itu terdapat kalimat “Agar mengetahui atas usahanya sendiri-sendiri”! Sudah sangat
jelas penyebab dari terlahir kembali, karena dari bekas perbuatan dan nafsu yang menyebabkan praduga
memetik hasil bekas perbuatannya.
Sekarang ganti dengan makna ayat yang ke 7 dan 8, Surat Az-Zilzal, penjelasannya semakin terang
bahwa manusia itu perbuatannya tetap berasal dari keinginan hasrat. Bekas perbuatan yang terdahu.
Lebih jelasnya lagi : Buruk dibayar (dipetik) buruk, baik memetik baik dan sebagainya. Sedangkan menurut
RASA, yang dirasakan oleh diri masing-masing, baik/buruk itu orang lain tidak akan mengetahuinya,
kecuali hanya rasa di hatinya sendiri.
ooOOO
Seperti apakah bukti-bukti dari ayat-ayat suci di atas itu, di dalah kehidupan dalam tiap harinya, hal
itu uraiannya terdapat di dalam tafsir ayat-ayat Al-Qari’ah, ada 11 ayat, yang maknanya adalah sebagai
berikut :
Ayat yang ke 1 hingga ke 3 itu, tafsirnya adalah tidak lain kecuai jatuhnya hari akan melahirkan bayi
(tanda kiyamat yang pertama kali), yang dialami oleh para wanita atau semua mahlukyang bersifat
perempuan, para mahluk yang ketempatan gedungnya darah.
Sedangkan ayat yang ke 4 itu menjelaskan : Para wanita (bersifat betina) pada hari itu mengalami
ketakutan (kuatir, gelisah) GELISAH HATINYA, yang sebenarnya itu tidak dialami sendirian : karena pada
hari itu di atas dunia Timur Barat Selatan Utara tengah dan sebagainya, di banyak tempat, ada yang
sedang melakukan melahirkan bayinya. Kejadian yang seperti lah yang disebut TERKENA GONCANGAN
KIYAMAT.
Sedangkan tafsir ayat ke 5, di situ terdapat penjelasan tentang : GUNUNG BERHAMBURAN
BAGAIKAN BULU BETERBANGAN.
Ayat itu sebenarnya ditujukan kepada kerja dari rasa yaitu rasa ketika mengalami akibat. Sedangkan
tafsirnya adalah sebagai berikut : Ketika kepala terantuk benda keras, maka akan merasakan pusing dan
sakit, pengaruh terhadap penglihatan akan terlihat berputar-putar sehingga yang segala yang dilihatnya
seolah bergantian tempatnya BAGAIKAN BULU YANG BETERBANGAN. Kata BAGAIKAN itu sebenarnya
bukan KEJADIAN YANG SEBENARNYA, akan tetapi hanya perumpamaan saja.
Perasaan pening yang amat sangat dan sebagainya itu dirasakan oleh para wanita yang
mengandung dalam usia kandungan sekitar 3 bulan atau ketika mulai merasa sakit ketika akan melahirkan.
Tafsir dari ayat yang ke 6 ditujukan kepada calon manusia yang akan mengarungi kehidupan
bermasayarakat di dunia ini, artinya, calon manusia itu tinggal meneliti saja atas jiwanya, apakah
membawa Jejak perbuatan baik atau buruk.
Apakah buktinya bahwa bayi yang baru lahir itu jika memang benar membawa bekas jejak
perbuatannya di kehidupan sebelumnya. TINGKAH LAKUNYA tidak akan bisa sama dengan membawanya
di kehidupan sebelumnya?
Jiwa (Roh) itu akan memilih-milih raga, karena sudah menjadi kehendak Tuhan sendiri. Sedangkan
raga itu adalah bersifat baru yang bisa rusak, sehingga yang memetik buah dari perbuatan di kehidupan
sebelumnya itu bukan raganya, akan tetapi adalah Jiwa (Roh-nya). Sehingga itu bukan tingkah laku
manusia di kehidupan sebelumnya, yang sekarang telah berganti raga, akan tetapi kegiatan roh memetik
bekas perbuatan di kehidupan sebelumnya.
Tafsir dari ayat ke 7 adalah yang membantah tentang salah penafsiran bahwa Qiyamat itu dimaknai
Kehancuran. Di dalam ayat tersebut terdapat kata “HIDUP, yang tidak lain maknanya adalah yaitu hidu dan
berbentuk berupa manusia yang lengkap dengan raganya dan hidup itu adalah bukan bermakna
kehancurannya, sehingga sesuai dengan penjabaran tentang LAHIR KE DUNIA DAN HIDUP SELAMAT!.
Sedangkan jika ada bayi lahir (Qiyamat) kemudian meninggal dunia (Tidak ada tanda kehidupan) hal
itu sudah bukan menjadi pembahasan lagi, artinya : “Tidak dibahas di dalam Kitab-kitab suci, Qur’an dan
sebagainya. Karena yang dibahas dan diberi ancaman-ancaman dengan siksa dans ebagainya itu, hanya
manusia yang masih hidup saja. Sehingga lahir tetapi tidak hidup itu sebenarnya adalah BUKAN
BENDA_BENDA, yang sama dengan barang yang baru yang berada di atas tanah.
Tafsirnya adalah sebagai berikut : Bayi lahir yang meninggal dunia itu, tidak ikut dalam pembahasan
karena berupa benda mati, bagaikan mainan anak-anak, mobil-mobilan, dan sebagainya.
Berbeda dengan bayi yang lahir hidup, yang setelah seperempat jam kemudian meninggal dunia.
Roh yang menepati raga yang baru itu meninggalkannya, melayang di alam kuburnya, mengalami kejadian
kembali seperti sebelum menempati raga yang baru ditinggalkannya itu.
ooOOoo
Sedangkan ayat yang nomor 2 itu, sebenarnya berlawanan dengan ayat nomor 6. Ayat Nomor 9
yang ada kata BERTEMPAT DI DALAM NEGARA, hal itu pada umumnya dan sejak jaman dahulu itu
dimaknai “Sebuah tempat” yang ada APINYA menyala dengan besarnya dan sangat menakutkannya” yang
kemudian membayang-bayangkan suatu keadaan yang sangat menakutkan.
Mencari makna dari neraka itu tidak berbeda dengan mencari arti makna kata-kata “Kiyamat”, Kubur
dan sebagainya. Artinya senyampang masih hidup.
Oleh karena membicarakan tentang Neraka itu harus dengan penelusuran penalaran yang luas
serta harus dihubungkan dengan pemahaman para Nabi, Wali dan Mukmin, maka uraiannya secara
khusus akan bisa ditemukan pada Kitab Wedaran Wirid Jilid II
Sebagai penutup dari uarian tentang Kiyamat akan diurakan dengan menggunakan dasar pendapat
dari R. Ranggawarsita serta Kitab-kitab suci yang lainnya, seperti berikut ini :
A. QS. Surat Maryam : 95 : (Tafsir Machmud Yunus) : Semuanya datang ke HADAPAN Tuhan pada
hari KIYAMAT dengan sendirian saja1 (“) Qs. Al-Kahfi 48 : Laqad Ji’tumuna kama khalayaqnakum
awwala ... (Sesungguhnya kedatanganmu di hari KIYAMAT seperti ketika kamu dilahirkan yang pertama
kali. (Lahir sebagai bayi).
B. (“) Di dalam Injil ($) Surat I Korinta 16 peg.475 yes 25-8 ayat 51, 52, 53, 54 tentang Kiyamat : Dan
kalian saya beri tahu tentang keterangan sebagai berikut : Kita tidak akan MENGALAMI MATI SEMUA,
akan tetapi semuanya akan HIDUP KEMBALI, seketika sekejap mata bersamaan dengan bunyi
kalasangka yang terakhir. Akrena Kalasangka akan berbunyi : Semua yang mati akan dibangkitkan menjadi
KEKAL, dan kita akan berganti rupa......
Di depan ada disebutkan dengan akta reincarnatie, menjelma, nyakramanggilingan, terlahir
rkembali, bisa saja hal itu di dalam Bahasa Arab TANASUCH (menjelma). Jika melihat bukti yang terjadi di
setiap harinya, Hidup, Mati, berbuah, tumbuh itu selalu terjadi terus menerus sejak jaman dahulu kala,
sehingga adanya menjelma ke dunia tentulah memang ada serta ditetapkan sendiri oleh SUNNAH TUHAN,
yang pada intinya kemudian menjadi selaras teentang keadaan keadaan dunia yang “ADANYA SUDAH
DIUKUR DENGAN SEMPURNA”.
Sesungguhnya di dalam Islam itu menolak adanya terlahir kembali, karena pedoman yang
digunakan : Yang sudah Islam ketika di dunia atau sudah bisa menyatu dengan Dzat, jika meninggal dunia
maka akan sempurna, artinya : Sudah bisa berkumpul dengan Dzat Tuhan, di ajaran Buddha diseut
Kenirwanaan (Inna lillahi wa inna Illaihi raji’un).
QS. Maryam : Ayat 95, menyebutkan yang tafsirnya adalah : Semuanya saja di hari Kiyamat maka
menghadap di hdapan Tuhan dengan sendiri-sendiri.
Kata “SENDIRi’ itu menurut makna pada umunya itu sama dengan tidak ada temannya, menurut
makna dengan menggunakan rasa dalam ilmu wirid : Kelahiran bayi terlahir ke dunia ini itu sebenarnya
adalah sendirian saja, tidak merasa apa-apa, entah siapa orang tuanya, entah siapa ayang
melahirkannya .... sang bayi tetap tidak mengerti apa-apa. Hal itu bisa dihubungkan dan diselaraskan
dengan sayat di dalam Surat Al-Kahfi : 48 di depan.
Sehingga sebenarnya : Walau pun ada bayi yang terlahir kembar 2 atau lebih, masing-masing bayi
itu TIDAK MERASA MEMPUNYAI TEMAN, karena TIDAK INGAT dan TINDAK MENGERti APA-APA.
ooOOoo
Sebagai penguat atas uraian di muka, ayat Suci dari Kitab Injil menyebutkan, sebagai berikut : Kita
akan tidak mengalami kematian ---- semua.......” (B/.(‘’’) artinya : Bukan kehancuran alam dunia dan
kematian semua makhluk, akan tetapi masih TETAP HIDUP DI DUNIA.
Sehingga yang mempunyai keyakinan bahwa KIYAMAT itu adalah kehancuran, jika menurut makna
dari surat tersebut maka menjadi batal. Kata yang lainnya lagi adalah sebagai berikut : “Semua akan
berganti rupa, seketika sekejap mata...... dan seterusnsya!!!
Berganti rupa sekejap mata itu sudah sangat jelas, bawa ada bayi yang lahir itu bermacam-macam
rupa (Tampan, Cintik, cacat dan sebagainya) Manusia itu hanya sekedar MElIHATnya saja. Dan semuanya
itu ketika datang ke dunia ini hanya sekejap mata saja. Sedangkan “berganti rupa” itu maksudnya adalah :
Raganya diganti, penjelasannya adalah sebagai berikut :
Si “X” yang dikehidupan sebelumnya mempunyai cita-cita, wajahnya rupawan (cantik) itu, walau pun
yang membekas di Roh-nya ingin kembali ke dalam raganya yang tampan (cantik) seperti di kehidupan
sebelumnya itu tidak akan bisa, karena Roh si “X” setelahnya di Kiyamatkan heidup kembali, maka
raganya adalah bukan raga yang dahulunya.
QS. Al-Mukminun ayat 99 – 100 : Qallarabbi arji’unila’alii a’malusyalihan fima taraktu kalla innaha
kalimatun huwa qaiiluha wamin waraihim BARZACHUN ila yaumiyuba’atsuna. Tafisrnya adalah : Wahai
Tuhan, kembalikanlah hamba ke dunia, semoga amal shaleh yang hamba tinggallkan...... Tidak bisa!
Sesungguhnya itu perkataan yang diucapkan tanpa arti dan di belakangnya ada penutup (hijab) BARZAH
(kubur, peralihan) yang menghalanginya, sampai hari DIBANGKITKAN..
Begitulah tafsirnya, sehingga manusia yang meninggal dunia itu tidak bisa berusaha apa-apa,
apalagi kembali asal dengan ujud rupa seperti sebelumnya. Karena terhalang oleh alam Peralihan (makam
kuburnya). Manusia ayang meninggal dunia, maka raganya akan hancur menjadi tanah.
Di Indonesia itu tidak ada orang yang rupanya sama persis dengan Gajahmada, akan tetapi ada
orang yang menjadi idam-idamannya sama persis seperti cita-cita Gajahmada, artinya : Yang membekas di
Jiwa Gajahmada diteruskan oleh bayi yang terlahir, yang rupa dan bentuknya tidak seperti Gajahmada.
Di dalam QS. Surat Ar-Rum, ayat 52 : Fainnaka latusmi’u amawata, Tafsirnya : Sesungguhnya kalian
tidak bisa menasehati orang MATI .... Mengambil makna dari isi ayat Qur’an tersebut, jelas lah bahwa
Kitab-Kitab Suci Injil, Taurat, Zabur dan Qur’an tidak bisa untuk diajarkan kepada orang yang sudah masuk
ke alam kubur. Akan tetapi, isi dari Kitab-kitab itu adalah diperuntukan bagi manusia yang masih hidup, dan
makna yang ada hubungannya dengan uraian tentang Kiyamat sebenarnya adalah sama yaitu sebagai
ibarat , karena di situ banyak uraian yang intinya bagaikan Dunia beserta seluruh isinya itu akan hancur
lebur. Sedangkan jika ditelaah isi dari kalimat itu ada dua makna, yaitu : 1) Menerangkan hal yang
sebenarnya; 2. Bermakna Ibarat dan kedua makna tersebut jika ditelusuri maka tempatnya adalah di dalam
rasa. Contohnya adalah tentang Bencana Besar di Hari Kiyamat.
(1). Siapa saja yang dalam keadaan sakit keras, jika memperhatikan apa saja, terlihat
memusingkan, berputar dan membingungkan. Contoh di atas itu jika di rasakan menggunakan rasa dan di
hubungkan dengan Ayat Qur’an, itu adalah untuk manusia yang masih bisa merasakan, yaitu manusia
yang masih HIDUP.
(2). Atau juga tidutukan kepada manusia yang disaat kematiannya mesih mengalami keadaan
Sakaratul maut (bergetar, masih merasakan yang dirasakan oleh jiwanya)). Kata mengalami kesakitan
karena sakaratul maut itu masih belum meninggal dunia, karena masih bisa merasakannya.
Sakaratul maut itu apakah bukan yang bernama kiyamat dari roh-roh yang akan berpindah menuju
alam kubur? Kiyamat itu adalah bangkit dari alam kubur dan Sakaratul maut itu artinya Merasakan tidak
enak karena mengalami kematian! Walau pun mengalami pusing tuju keliling, sakit yang disebabkan
terbentur dan sebagainya atau ketika menghadapi sakaratul maut itu masih mempunyai rasa INGAT dan
ingat itu adalah alat yang digunakan bagi orang yang masih hidup.
ooOOOoo
Wirid Hidayatjati gubahan Ranggawarsita dan digubah ulang oleh Mas Ng. Mangoenwidjaja pada
tahun 1941, cetakan ke V yang mengenai bab yang menjelaskan Kiyamat ada urian yang tersirat yang
sangat rahasia “Kedatangan bencana di hari kiayamat.
Bisa saja yang disebut dengan bencana itu adalah suatu kejadian yang sangat menakutkan. Artinya
bahwa Utusan Tuhan Yang Maha Suci menjatuhkan janji kepada alam dunia melalui Malaikat Jibril, disuruh
mengambil semua pangkat yang merangkai manusia, seperti yang diuraikan di bawah ini :
1, Mencabut berkahnya bumi, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
berkurangnya rupa dan warna.
2. Mengambil keadilan raja, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
berkurangnya penglihatan, pendengaran dan rasa badan.
3. Mengambil kedermawanan ketika banyak uang, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah
sebagai ibarat dari kendurnya otot, sel pembentuk darah, dan tidak berfungsinya air maninya.
4. Mengambil sifat bijaknya Pandita, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat
dari berubahnya Budi.
5. Mengambil tatacara anak muda, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat
dari bertambah bergeloranya nafsu luamah yang akan menjadi tenang.
6. Mengambil sifat sabarnya orang biasa, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai
ibarat dari bertambahnya nafsu amarah sebagai tanda akan padam.
7. Mengambil rasa sayang dari saudara dan keluarga, itu jika dihubungkan dengan wujud raga
adalah sebagai ibarat dari bertambahnya nafsu sufiyah sebagai tanda akan padam.
8. Mengambil rasa malu wanita, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
bertambahnya murah hatinya nafsu mutmainnah yang akan tenang dan padam.
9. Mengambil iman para mukmin, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
renggangnya sukma.
10. Mengambil tulisan Qur’an, itu jika dihubungkan dengan wujud raga adalah sebagai ibarat dari
bergesernya rahsa.
Menurut perintah dari Nabi Muhammad saw. termuat di dalam Hadits Buchari seperti yang sudah
diuraikan di depan, Kiyamat itu bermakna tumbuh dari bawah naik ke tingkat luhur. Sehingga Nabi dan
Qur’an tidak pernah dan tidak menjelaskan bahwa KIYAMAT itu HANCUR. Jika makna dari Wirid
Hidayatjati dari nomor 1 hingga 10 itu DITELUSURI, pengertiannya seolah-olah adalah atas orang yang
sedang mengalami rasa tidak enak. Jika dibandingkan dengan uraian tentang TANDA-TANDA HARI
KIYAMAT di buku ini, terbukti bahwa wirid Hidayatjati itu mengiaskan (arti kias) tentang keadan mati atau
rusaknya raga manusia.
Kata mengambil itu sudah jelas adalah suatu kejadian mencabut nyawa. Jika uraian di dalam Wirid
Hidayatjati itu dipahami maknanya seperti apa adanya, maka akan menimbulkan pertentangan dengan
urian yang ada di buku ini. Serta bertentangan dengan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. dan
yang ada di dalam Al-Qur’an, karena :
1. Uraian di dalam wirid yang berdasarkan Sunnah, Hadits dan Qur’an (dalil Hadits dan Qur’an,
Ijmak dan Qiyas) sudah jelas bahwa Kiyamat itu = Kelahiran bayi yang hidup dan selamat..
2. Uraian Wirid Hidayatjati yang juga berdasarkan Daloil dan Hadits yang menyatakan bahwa Hari
Kiyamat itu sama saja dengan kedatangan utusan, Malaikt Jibril untuk mengambil unsur hidup.
Uraian di Nomor 1 hingga 10 di atas itu sudah jelas bahwa hanya mengambil sedikit demi sedikit
(tidak seketika) artinya amengurangi fungsi Pancaindra dan tiga indra dalam. Sedangkan kata Ibarat itu
artinya pengumpamaan (bukan yang sebenarnya, bagaikan) sehingga manusia yang sedang mengalami
hal yang demikian itu dan terkena pengaruh yang demikian itu tentu masih bisa merasakan (yaitu manusia
yang masih hidup).
Di dalam Qur’an dan Hadits seutuhnya serta di dalam Kitab-kitab yang lainnya, tidak ada yang isi
kandungannya adalah mencela, membantah, adanya terlahir kembali, Nyakramanggilingan (Reencarnatie),
dan juga tidak ada keterangan yang gmenjelaskannya. Untuk memeahami bahwa cakramanggilingan
(perputaran hidup) itu ADA, bisa menggunkan dasar dalam pengibaratan, sebagai berikut :
Seorang yang bernama Krama, sejak kecil memang t”Krama”idak mau makan sate dan menurut
pendapat “Krama” bahwa siapa saja yang makan sate maka akan terserang gatal-gatal di seluruh
badannya, sehingga “Krama” menghindari makan sate.
Sate di Indonesia itu, di mana-mana ada, walau pun oleh “Krama” ditolaknya. Sekarang, apakah
sebabnya bahwa reincarnatie (nyakramenggilingan – perputan hidup) itu di bantah dan ditolak oleh Agama
Islam? Jika dirasakan, sebenarnya itu,, yang menolaknya adanya Reincarnatie itu bukan “Qur’an” atau
Kitab-kitab serta bukan Agamanya, akan tetapi para Sarjana yang keyakinannya menolak atas adanya
terlahir lagi untuk hidup di dunia ini, yaitu sebagai bentuk keyakinan di tingkat Ma’rifat dan Islam.
Keyakinannya itu yang akhirnya dipercayai dan digunakan oleh orang-orang biasa, yaitu jika sudah
memeluk Agama apa saja maka kemudian menolak adanya Reincarnatie. Padahal sebenarnya,
Reincarnatie itu suatu PROSES YANG TETAP atas keberadaannya, sehingga manusia yang belum bisa
menyatu dengan Tuhan (belum Inna lillahi) maka aakan melewati proses reincarnatie, yang dijalaninya
setelah KIYAMAT, berbadan raga yang baru dengan membawa perbuatan Rohnya yang mebawa sisa cita-
citanya did kehidupan sebelumnya.
ooOOOoo
Sedangkan Kitab Hidayatjati Nomor 1 hingga nomor 10 itu, menurut perasaan batin, adalah
membaca kisah manusia yang sedang “merasakan” apa saja, di cocokkan dan dihubungkan dengan
makna Kiyamat yang di uraikan di buku ini, yaitu yang dialami oleh seorang wanita yang akan melahirkan
anak bayinya.
Wanita yang sedang melahirkan itu, akhirnya ada dua kemungkinan 1). Meninggal dunia 2).
Selamat. Apakah hidup atau mati, ketika melahirkan itu pasti melewati perasaan rasa : Kekuatan dirinya
bagaikan dilucuti sehingga merasa tidak berdaya.
Sesungguhnya, semua uraian di buku ini, itu adalah tentang merasakan yang harus dialami yang
tidak mengenakan badan dan hati, bukan menguraikan tentang Mati.
ooOOOoo
Buku-buku yang digunakan sebagai sumber untuk menyusun Serat Wedaran Wirid (Kitab ini),
adalah :
1. Al-Qur’an Nul Kariem.
2. Al Hadits Sahih Buchari, Muslim.
3. Riwayat Nabi Muhammad saw.
4. Wiri Hidayat Jati.
5. Kuntji Suwarga.
6. Bajanullah
7. Dewarutji
8. Tasawwuf Islam
9. Hukum Kesehatana dan Syara’ Islam
10. Sert Mi’raj Nabi (Balai Pustaka).
11. Islamologie.
12. Sosiologie der Islam
13. Djalan ke Methaphysica
14. Seart-serat Suluk
15. Seerat-sert Babad
16. Encuclopaedia
17. Gandhi’s Leer.
18. Vertoog ever de methode
19. Pakem Ringgit Purwa
20. Maha Bharata (Brahma Widya).
21. Serat-serat Wiridan.
22. Buku-buku Kesehatan
23. Buku-buku Pisika
24. Buku-buku Kamus

Anda mungkin juga menyukai