Anda di halaman 1dari 106

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 menyebutkan

hampir 600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal dunia akibat masalah persalinan

dan 95% terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Manuaba, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

memperkirakan bahwa diseluruh dunia setiap harinya sekitar 800 perempuan

meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan

hebat setelah melahirkan, Infeksi, gangguan Hipertensi dan aborsi tidak aman.

Dari 800 dan 440 kematian terjadi di Sub-sahara Afrika, 230 di Asia Selatan dan

di lima negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2013).

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan sebanyak 99%

kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara

berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang

tertinggi dengan 450/100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan

rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara perskemakmuran

(WHO, 2013).

Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio

plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan

dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana

retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu

1
2

dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat

perawatan medis yang tepat. (WHO, 2013)

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir memperkirakan AKI

adalah 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Bahkan WHO, UNICEF,

UUNFPA, dan World Bank memperkirakan AKI yang lebih tinggi, yaitu

420/100.000 kelahiran hidup (Trisnantoro L, 2014).

Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia adalah yang

tertinggi di Asia Tenggara. Tahun 2002 kematian ibu melahirkan mencapai 307

per 100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di Singapura, 9,5 kali dari

Malaysia. Bahkan 2,5 kali lipat dari Indeks Philipina (Anwar, 2012).

AKI menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012)

mutakhir masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab

kematian ibu terbesar (58,1%) adalah pendarahan dan eklampsia. Kedua penyebab

itu dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care yang

memadai. Walupun proporsi perempuan usia 15-45 tahun yang melakukan

minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut survey hanya 43,2%

yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga

kesehatan masih sangat rendah, dimana sebesar 54% persalinan masih ditolong

oleh dukun bayi (HIMAPID, 2012).

Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2010 sebesar 214/100.000 kelahiran hidup.

AKI pada tahun 2010 sudah jauh menurun dibandingkan dengan AKI pada tahun

2007, yaitu 228/100.000 kelahiran hidup, namun AKI yang di capai masih jauh
3

dari target Millenium Development Goalds (MDG’S), Pada tahun 2015 yaitu

sebesar 102/100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2013).

Faktor penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor penyebab

langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung

kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, eklamsi dan infeksi.

Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena masih banyaknya

kasus 3 terlambat daan 4 terlalu. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia

adalah perdarahan 28 %, eklamsi 24 %, Infeksi 11 %, partus lama 5 %, aborsi 5 %

dan lain-lain 27 %. (Departemen Kesehatan RI, 2012).

Berdasarkan data dari Dinas Provinsi Sumatra Selatan pada tahun 2005, angka

kematian ibu masih cukup tinggi yaitu 424/100.000 KH, sedangkan angka

kematian bayi telah menurun yaitu 30/100.000 Kelahiran hidup (Dinkes Sumatera

Selatan, 2012).

Berdasarkan data dari Dinas provinsi Sumatra Selatan pada tahun 2005, angka

kematian ibu masih cukup tinggi yaitu 424 / 100.000 KH, sedangkan angka

kematian bayi telah menurun yaitu 30 / 100.000 KH (Pro Dinkes Provinsi Sumsel

2013)

Angka kematian ibu di Sumatera Selatan masih tinggi yaitu 330 /100.000

kelahiran hidup. Pada tahun 2007 AKI Sumatera Selatan tercatat sebanyak

242/100.000 kelahiran hidup. Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Palembang

Tahun 2006 terdapat 15 kamatian ibu yang disebabkan oleh: eklampsia 2 orang

(13,3%), haemorragea post partum 4 orang (26,6%), tersangka thypoid dan syok

sebanyak 1 orang (6,6%), post Saction Sesaria 1 orang (6,6%), hamil 32 minggu
4

1 orang (6,6%), kelainan jantung 1 orang (6,6%), section Sesaria 1 orang (6,6%),

dan lain-lain 1 orang (6,6%) (DINKES, 2012).

Menurut rekam medik rumah sakit RSUD Besemah Pagar Alam jumlah

persalinan pada tahun 2014 berjumlah 405 persalinan, sedangkan persalinan

dengan cara seksio sesarea sebanyak 452, dan 41 ibu bersalin (9,0%) dengan

kasus retensio plasenta, Tahun 2013 jumlah persalinan normal yaitu 345,

sedangkan persalinan dengan tindakan seksio sesarea sebanyak 448 dan 30 ibu

bersalin (6,6%) kasus terjadinya retensio plasenta pada ibu bersalin. Tahun 2014

jumlah persalinan normal di RSUD Besemah Pagar Alam berjumlah 320 dan

persalinan dengan tindakan seksio sesarea berjumlah 372 dan 20 ibu bersalin

(3,4%) kasus retensio plasenta.

Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus

berdasarkan studi kasus Ny”I” dengan Retensio Plasenta disertai Anemia sedang

di RSUD Besemah Pagar Alam Tahun 2015.

B. Ruang Lingkup Masalah

penulis membatasi untuk memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ny” I” dengan

Retensio Plasenta disertai Anemia Sedang di RSUD Besemah Pagar Alam Tahun

2015.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir, dalam menyelesaikan

masalah kesehatan pasien yang dihadapi secara komperhensip sehingga

mendapat gambaran tentang bagaimana memberikan Asuhan Kebidanan


5

dengan Retensio Plasenta disertai Anemia Sedang di RSUD Besemah

Pagar Alam sesuai dengan tujuh langkah Varney.

2. Tujujuan Khusus

Mahasisiwa Mampu :

a. Melakukan pengkajian data subjektif pada Ny”I” dengan Retensio

Plasenta disertai Anemia Sedang di RSUD Besemah Pagar Alam

Tahun 2015

b. Menginterprestasikan data dasar untuk mengidentifikasi diagnosa atau

masalah dan kebutuhan pada Ny “I” dengan Retensio Plasenta disertai

Anemia sedang di RSUD Besemah Pagar Alam Tahun 2015.

c. Mengidentifikasi masalah dan diagnosa potensial serta antisipasi pada

Ny”I” dengan Retensio Plasenta disertai Anemia Sedang di RSUD

Besemah Kota Pagar Alam Tahun 2015.

d. Melaksanakan dan menetapkan kebutuhan tindakan segera pada Ny”I”

dengan Retensio Plasenta disertai Anemia sedang di RSUD Besemah

Pagar Alam Tahun 2015.

e. Menyusun rencana Asuhan Kebidanan secara menyuluruh pada

Ny “I” dengan Retensio Plasenta disertai Anemia Sedang di RSUD

Besemah Pagar Alam Tahun 2015.Paviliun.

f. Melaksanakan langsung Asuhan Kebidanan, pada Ny”I” dengan

Retensio Plasenta disertai Anemia Sedang di RSUD Besemah Pagar

Alam Tahun 2015.


6

g. Melakukan evaluasi terhadap Asuhan yang sudah diberikan pada

Ny”I” dengan Retensio Plasenta disertai Anemia sedang di RSUD

Besemah Pagar Alam.

D. Manfaat

1. Bagi Rumah Sakit RSUD Besemah Pagar Alam

Dapat menjadi masukkan dan pedoman dalam memberikan asuhan

kebidanan pada pasien dengan Retensio Plasenta disertai Anemia Sedang

dengan menggunakan manajemen asuhan kebidanan 7 langkah Varney.

2. Bagi Penidikan Stikes Perdhaki Charitas Palembang

a. Sebagai sumber bacaan di perustakaan, bahan referensi dari peneliti

selanjutnya.

b. Untuk mengetahui dan mengevaluasi kemampuan dan pemahaman

mahasiswi dalam mengaplikasikan teori yang didapat selama

pendidikan dengan praktik di lapangan.

c. Mengevaluasi kemampuan mahasiswi dalam membuat asuhan

3. Bagi Penulis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam memberikan asuhan

kebidanan secara profesional terutama yang berkaitan dengan Retensio

Plasenta disertai Anemia Sedang dan mendaapat pengalaman dalam

membuat Asuhan.

E. Metode Penulisan

Dalam Penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif

menggambarkan apa yang telah diamati dan dilakukan sesuai tujuh langkah
7

Varney. Menurut Evita (2010) utuk mendapatkan data, penulis menggunakan

metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Pada asuhan kebidanan ini wawancara dilakukan tanya jawab secara

langsung dengan pasien (Autoanamnese), dan tanya jawab langsung

dengan keluarga (alloanamnese), untuk mendapatkan data yang

diharapkan guna mengetahui masalah yang dihadapi ibu.

2. Observasi

Melakukan pengamatan langsung dan ada aksi dan reaksi sehingga

mendapatkan data objektif dan subjektif yang tepat.

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi, perkusi dan pemeriksaan (Hidayat,2009).

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pengambilan sampel, seperti

pemiriksaan golongan darah , urin lengkap, hematokrit dan lainny untuk

dadata penunjang.

5. Studi pustaka

Segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghasilkan data yang

diperoleh dengan cara mempelajari teori-teori dan tinjauan teori dari

berbagai buku bacaan.


8

6. Studi dokumentasi

Dokumentasi merupakan persiapanan catatan komunikasi, untuk

membuktikan suatu informasi atau kejadian, dilakukan untuk melengkapi

data melalui catatan status pasien, catatan perkembangan pasien dan hasil

pemeriksaan penunjang.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini dilakukan dengan pengambilan studi kasus sesuai

dengan tujuh langkah Varney yaitu dengan melakukan pengumpulan data,

interprestasi data, identifikasi masalah dan diagnosa potensial identifikasi

yang memerlukan penanganan segera, merencanakan asuhan yang

menyeluruh, melaksanakan rencana asuhan yang dibuat dan mengevaluasi

asuhan yang sudah diberikan yang dikembangkan dalam lima BAB, sebagai

berikut :

BAB I : Pendahuluan

BAB II : Tinjauan Pustaka

BAB III : Pelaksanaan Studi Kasus

BAB IV : Pembahasan

BAB V : Penutup
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. PERSALINAN

a. Pengertian

Persalinan adalah suatu proses saat janin dan produk konsepsi

dikeluarkan sebagai akibat kontraksi teratur, progresif, sering dan kuat

(Barbara, 2012).

Persalinan adalah klimaks dari kehamilan dimana berbagai sistem

yang nampaknya tidak saling berhubungan bekerja dalam

keharmonisan untuk melahirkan bayi (Manuaba, 2011).

Persalinan normal WHO adalah persalinan yang dimulai secara

spontan beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian

selama proses persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan presentasi

belakang kepada pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu

lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik.

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu (Depkes RI,2012).

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan

janin turun ke jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah

proses pengeluaran yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 -42

minggu) lahir spontan dengan persentasi belakang kepala yang

berlangsung dalam waktu 18- 24 jam, tapi komplikasi baik pada ibu

maupun janinnya ( Sumarah,2010).


10

Varney mengatakan persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir

dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan

kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif

pada serviks, dan di akhiri dengan kelahiran plasenta (Varney, 2010).

b. Macam-macam Persalianan

Menurut prawihardjo (2012) macam-macam persalinan antara lain :

1. Persalinan Spontan

Proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan

alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya

berlangsung kurag dari 24 jam.

2. Persalinan Bantuan

Proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar

misalnya ekstrasi dengan forsep atau dilakukan operasi seksio

caesarea.

3. Persalinan Anjuran

Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah besar di luar

hidup di luar, tetapi sedemikian besarnya sehingga

menimbulkan kesulitan dalam persalinan, kadang-kadang

persalinan tidak di mulai dengan sendirinya tetapi baru

berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin

atau rostaglandin.
11

c. Sebab-sebab Mulainya Persalinan

Menurut Sumarah, (2010) sebab-sebab mulainya persalinan antara

lain: Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti,

sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainya

kekuatan His. Perlu diketahui bahwa selama kehamilan, dalam tubuh

wanita terdapat dua hormon yang dominan :

1. Estrogen

Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim serta

memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan

oksitosin, prostaglandin, dan mekanis.

2. Progesteron

Berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat

rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin,

dan mekanis, serta menyebabkan otot rahim dan otot polos

relaksasi.

Oksitosin diduga bekerjasama dengan prostaglandin, yang

kadarnya makin meningkat mulai dari usia kehailan minggu ke 15.

Disamping itu, faktor status gizi wanita hamil dan keregangan otot

rahim. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa teori yang

memungkinkan terjadinya proses persalinan.

1. Teori Keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas

tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi


12

kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Keadaan uterus

yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan

iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor

yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga

plasenta mengalami degenerasi. Pada kehamilan ganda

seringkali terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu,

sehingga menimbulkan proses persalinan.

2. Teori penurunan progesteron

Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28

minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh

darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi korilase

mengalami perubahan – perubahan dan produksi progesteron

mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive

terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi

setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.

3. Teori oksitosin internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior.

Perubahan kesimbangan estrogen dan progesteron dapat

mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi

kontraksi Braxton hicks. Menurunya konsentrasi progesteron

akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan

aktivitas, sehingga persalinan dimulai.


13

4. Teori Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15

minggu, yang dikeluarkan oleh desisua. Pemberian

prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi

otot rahim sehingga terjadinya persalinan. Prostaglandi

dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.

5. Teori Hipotalamus- pituitari dan Glandula Suprarenalis

Teori ini menunjukan pada kehamilan anensefalus sering

terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk

hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin (1973).

Malpar tahun (1993) dalam sumarah (2010) mengangkat otak

kelinci percobaan, hasilnya kehamilan kelinci menjadi lebih

lama. Pemberian kortekosteroid yang dapat menyebabkan

maturitas janin, induksi persalinan. Dari beberapa percobaan

tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pitutari

dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan

pemicu terjadinya persalinan.

6. Teori berkurangnya nutrisi

Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh hipokrates

untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurangn maka

hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.


14

7. Faktor lain

Tekanan pada ganglion serviks dari pleksus frankenhauser yang

terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka

kontraksi uterus dapat dibangkitkan.

d. Tahapan Persalinan

Persalianan dibagi menjadi 4 tahap.

1. Kala I

Pada kala I servik membuka dari 0-10 cm. Kala I dinamakan juga kala

pembukaan pada primgravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam,

sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. Proses pembukaan

serviks sebagai His dibagi dalam 2 fase :

a. Fase Laten, berlangsung selama 8 jam. Pembukaan sangat lambat

sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.

b. Fase aktif, dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :

1. Fase Akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi

menjadi 4 cm.

2. Fase Dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat epat

dari 4 cm menjadi 9 cm.

3. Fase Deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali

dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase

tersebut dijumpai pada primi maupun multigravida, tapi pada

multigravida fase laten, fase aktif dan fase deselarasi menjadi

lebih pendek (Mansjoer, 2010)


15

2. Kala II

Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena

kekuatan his dan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir.

Proses ini biasanya berlangsung 1,5 – 2 jam padaprimigravida dan

0,5 – 1 jam pada multigravida.

Gejala utama kala II :

a. His semakin meningkat, dengan internal 2-3 menit dengan durasi

50-100 detik

b. Menjelang kala II ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran

cairan secara mendadak.

c. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap dan dikuti

keinginan mengejan karena tertekannya pleksus franken houser

d. Kedua kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala

bayi.

3. kala III

kala III atau disebut kala urie, dimulai sejak bayi lahir sampai

lahirnya plasenta, rata-rata lama kala III berkisar 15-30 menit,

setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri diatas

pusat. baik pada primipara maupun multipara. Plasenta terlepas

dari dinding uterus dan dilahirkan.


16

4. Kala IV

Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian dalam

kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum.

(Sumarrah, 2010).

Observasi yang harus dilakukan pada kala iv adalah :

a. Tingkat kesadaran penderita

b. Pemeriksaan tanda-tanda vital

c. Kontraksi uterus

d. Terjadinya perdarahan

e. Faktor yang mempengaruhi persalinan

1. Passage (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat,

dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu

jauh lebih berperan dalam proses persalinan (Sumarah, 2010).

2. Passenger (janin dan Plasenta)

Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan

akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin,

persentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga

harus melewati jalan lahir, maka ia juga dianggap sebagai bagian

passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang

menghambat proses persalinan pada kehamilan normal

(Sumarah, 2010).
17

3. Power (Kekuatan)

Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontraksi

involunter dan volunteer secara bersamaan untuk mengeluarkan

janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter disebut juga

kekuatan primer. Menandai dimulainya persalinan. Apabila

serviks berdilatasi, usaha volunteer dimulai untuk mendorong,

yang disebut kekuatan sekunder, dimana kekuatan ini

memperbesar kekuatan kontraksi involunter.

3. Retensio Plasenta

a. Pengertian

Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta

selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Istilah Retensio

Plasenta dipergunakan jika Plasenta belum lahir ½ jam sesudah

anak lahir (Sasrawinata, 2009).

Plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam

setelah janin lahir. Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh

(Winkjosastro, 2010).

Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran Plasenta

selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa

kasus dapat terjadi Retensio Plasenta (Habitual Retensio

Plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat

menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda

mati, dapat terjadi Plasenta Inkaserata, dapat terjadi Polip


18

Plsenta dan terjadi degenersi ganas Korio Karsioma. Sewaktu

suatu bagian Plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka

uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini

dapat menimbulkan perdarahan, gejala dan tanda yang bisa

ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi

tinggi fundus tidak berkurang (Prawirohardjo, 2009).

Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit

setelah janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi tertangkap

oleh serviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat

(Plasenta Akreta, Inkreta, Percreta) (David, 2009).

Retensio Plasenta adalah Plasenta yang tidak terpisah dan

menimbulkan hemorghe yang tidak tampak, dan juga didasari

pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan

keluarnya plasenta yang diharapkan. Beberapa ahli klinik

menangani setelah 5 menit. Kebanyakan bidan akan menunggu

satu setengah jam plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya

tertahan (Varney’s, 2009).

Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan

melebihi waktu setengah jam .keadaan ini dapat diikuti

perdarahan yang banyak artinya hanya sebagian plasenta yang

telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual

dengan segera bila Retensio Plasenta tidak diikuti perdarahan

maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi Plasenta


19

Adhesive, Plasenta Akreta, Plasenta Inkreta, Plasenta Perkreta,

(Manuaba, 2010).

Plasenta Inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi

tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi dibagian bawah

uterus uteri sehingga plasenta tertahan didalam uterus

(Manuaba, 2010).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

Retensio Plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam

setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti

perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang

telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual

dengan segera.

b. Fisiologi plasenta

Klasifikasi plasenta merupakan proses fisiologis yang terjadi

dalam kehamilan akibat predesposisi kalsium pada plasenta.

Klasifikasi pada plasenta terlihat mulai kehamilan 29 minggu

dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan,

terutama setelah kehamilan 33 minggu.

Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat daripada

pertumbuhan plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu

plasenta menempati sekitar ¼ luas permukaan myometrium dan

ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm, menjelang kehamilan

aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan


20

myometrium dan ketebalannya dapat mencapai 4-5 cm.

Ketebalan plasenta yang normal jarang melebihi 4 cm,

plasenta yang menebal (plasentomegali) dapat dijumpai pada

ibu yang menderita diabetes melitus, ibu anemia (Hb <8 gr%),

hidrop fetalis, tumor plasenta, kelainan kromosom, insfeksi

(sifilis) dan perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis dapat

dijumpai pada preeklamsia. Pertumbuhan Janin terhambat

(PJT), infark plasenta dan kelainan kromosom. Belum ada

batasan yang jelas mengenai ketebalan minimal plasenta yang

masih dianggap normal. beberapa penulis memakai batasan

tebal minimal plasenta normal antara 1,5-2,5 cm.

c. Etiologi

a. Plaseenta belum lepas dari dinding uterus

b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila

plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan,

jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan

indikasi untuk mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

(plasenta adhesiva).

b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili

korialis menembus desidua sampai miometrium, sampai

dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)


21

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi

belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk

melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga

terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang

menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta)

d. Fisiolgi pelepasan plasenta

Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi

myometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan

mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih

kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding

uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area

pemisahan bekuan, retro plasenta terbentuk. Berat bekuan

darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya

akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan

mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran

selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO,2010).

e. Penyebab Retensio Plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat

(penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena

tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta

membranasea, plasenta anularis) dan ukuran nya (plasenta yang

sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab diatas

disebut Plasenta Adhesive


22

Gambaran dan dugaaan penyebab Retensio Plasenta

Gejala Seperasi/akreta Plasenta Plasenta akreta

parsial inkaserata

Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Dispoit Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tiadak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Sparasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat

seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali

Sumber : Sumarah 2010

f. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)

Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)

tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif

dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan, tetapi mungkin

saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan pada sisa

plasenta.

Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan

melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.

Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan paska persalinan

lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin


23

dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah

dan subinvolusi uterus:

1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan

pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus

sisa plasenta dengan perdarahan paska persalinan lanjut sebagian

besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan

perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi

uterus.

2. Beberapa antibiotika (sesuai intruksi dokter) karena perdarahan

juga merupakan gejala metritis.antibiotika yang dipilih adalah

ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan 3×1g oral kombinasi

dengan metronidazor 1g supositoria dilanjutkan 3×500mg oral.

3. Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan) (bila

servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan,

bila servik hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evaluasi

sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter

obygin). Bila kadar Hb <8g/dL berikan tranfusi darah.bila kadar

Hb >8g/Dl, berikan sulfas ferosos 600mg/hari selama 10 hari

(sesuai petunjuk dokter).

g. Tanda dan gejala Retensio Plasenta.

Gejala yang slalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30

menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik, gejala yang


24

kadang-kadang timbul yaitu : Tali pusat putus akibat traksi

berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

Tertinggalnya Plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu

ada, plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh

darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang

kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi

fundus tidak berkurang.

Penilaian Retensio Plasenta harus dilakukan dengan benar

karena ini dilakukan untuk menentukan sikap pada saat bidan

akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta,

karena Retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

a. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

Plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separsi

fisiologis.

b. Plasenta Akreta adalah inflantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta

sebagian atau total pada dinding uterus, pada Plasenta Akreta vili

chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim

dari pada biasa ialah sampai kebatas atas lapisan otot rahim.

Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh

permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari

biasa. Plasenta akreta yang komleta, ikreta, dan percreta jarang


25

teradi, penyebab Plasenta Akreta adalah kelainan desidua, misalnya

desidua yang terlalu tipis.

c. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/melewati miometrium.

d. Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa

dinding uterus.

e. Plasenta Ikarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum

uteri, disebabkan oleh kontiksi ostium uteri.

h. Penanganan Retensio Plasenta dengan separasi parsial

a. Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil.

b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan, bila

ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL. NS/RL, dengan 40

tetes/menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg

per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena

kontraksi tonik yang timbul dapat dapat menyebabkan plasenta

terperangkap dalam kavum uteri).

d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan

manual lasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari

terjadinya ferforasi dan perdarahan.

e. Lakukan transfusi darah bila diperlukan


26

f. Beri antibiotik profilaksis (ampisilin 2g IV/oral + metronidazol 1 g

supositoria/oral)

g. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan

h. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok

neorugenik.

i. Penanganan plasenta akreta

a. Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah

ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada

pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena

implantasi yang dalam.

b. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah

menetukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk kerumah sakit

rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.

j. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin

(Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta

jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,

leukosit biasanya meningkat.

b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung

Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time

(APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau

Bleeding Time (BT).


27

k. Diagnosa Banding

Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat

pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui

garis spons desidua.

l. Komplikasi

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:

1. PerdarahanTerjadi terlebih lagi bila Retensio Plasenta yang

terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah

tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.

2. Infeksi Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam

rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port

d’entre dari tempat perlekatan plasenta.

3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus

sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.

Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang

mengalami infeksi sekunder dan nekrosis Dengan masuknya

mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi

patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma

invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses

keganasan akan berjalan terus.Sel ini tampak abnormal tetapi tidak

ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal

pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian

perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian


28

bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan

abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah

menjadi kanker.

m. Penatalaksanaan

Penanganan Retensio Plasenta atau sebagian plasenta adalah:

a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line

dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan

kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat

yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,

tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila

diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.

b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan

Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus

berkontraksi.

c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil

lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual

plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala

tiga persalinan kurang lebih 400 cc, Retensio Plasenta setelah 30

menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti

forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk

eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.


29

e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan

dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan

kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta

dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah

sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis

dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per

oral.

g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk

pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).

n. Terapi

a. Bila tidak terjadi perdarahan, perbaiki keadaan umum penderita

bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika,

pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu

dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa

apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein,

Kustner atau Strassman.

b. Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika

plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul

dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari

rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.


30

4. MANUAL PLASENTA

a. Pengertian

Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan

untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual

plasenta tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana

persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa

penderita.

Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi

perdarahan di atas 400 cc dan terjadi Retensio Plasenta (setelah

menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan

penderita Retensio Plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau

rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan

dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam

persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan

pertolongan darurat.

b. Prosedur Plasenta Manual

Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau

diinfus NaCl atau Ringe Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada

constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg

intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.


31

Cara untuk melahirkan plasenta:

a. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan

kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain

mendorong ringan.

b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)

c. Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong

kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan

mengeluarkanya.

d. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan

narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat

dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

Langkah klinik

1. Persetujuan Tindakan Manual Plasenta

Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang

lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya

penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.

2. Persiapan Sebelum Tindakan

Persiapan untuk pasien yaitu

- Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat

paha sudah dibersihkan.

- Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi

- Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah

- Edikamentosa
32

- Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg

BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)

- Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk

perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.

- Sedative (Diazepam 10 mg)

- Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml

- Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)

- Cairan NaCl 0,9% dan RL

- Infuse Set

- Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)

- Oksigen dengan regulator

Persiapan untuk penolong yaitu :

1. Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata :

3 set

2. Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang

3. Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang

4. Instrument

- Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G

- Mangkok tempat plasenta : 1

- Kateter karet dan urine bag : 1

- Benang kromk 2/0 : 1 rol

- Partus set
33

3. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan

Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih

dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi.

Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung

tangan DTT/steril.

4. Tindakan Manual Plasenta Penetrasi Ke Kavum Uteri

a. Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik

melalui karet infuse.

b. Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan

pada posisi litotomi.

c. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu

tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain

(tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk

kerucut

d. Lakukan kateterisasi kandung kemih.

- Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan

benar

- Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.

e. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat

sejajar lantai.

f. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke

bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian

bawah.
34

g. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten

untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong

menahan fundus uteri.

h. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam

kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

i. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari

merapat ke pangkal jari telunjuk).

Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut dengan

ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu

melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan

(constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara

perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi.

Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar

dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke

bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,

telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada

perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta

yang terlepas.

a. Melepas Plasenta dari Dinding Uterus

Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling

bawah
35

1. Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila

dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tali pusat dengan

punggung tangan menghadap ke atas.

2. Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat

implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta

dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding

dalam uterus.

3. Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding

tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah

telapak tangan kanan.

Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser

ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat

dilepaskan.

Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada

di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah

terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta

dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang

di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke

atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat

dihindarkan.

Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu lakukan

penanganan yanng sesuai bila terjadi penyulit.


36

Mengeluarkan Plasenta :

a. Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan

eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang

masih melekat pada dinding Suterus.

b. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus

c. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali

pusat sambil tangan di dalam Menarik plasenta ke luar (hindari

percikan darah), letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah

disediakan. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar)

ke dorsokranial setelah plasenta lahir.

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk

mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian

plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan

diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan

untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul

intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan

spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau

serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. Jika setelah plasenta

dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka

dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk

menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.

Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat

dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa


37

plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan

kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati

karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada

abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk

pencegahan infeksi sekunder.

4. Dekontaminasi Pasca Tindakan Alat-alat yang digunakan untuk

menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah

digunakan penolong ke dalam larutan antiseptic

5. Cuci Tangan Pascatindakan Mencuci kedua tangan setelah

tindakan untuk mencegah infeksi.

6. Perawatan Pascatindakan

a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan

instruksi apabila masih diperlukan.

b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom

yang tersedia.

c. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk

dipantau.

d. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah

selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan. Jelaskan pada

petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama perawatan

dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit)


38

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat

implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum

uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan

manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung

kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit

dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada

fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 menit plasenta belum

lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu

menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya

dikeluarkan dengan segera.

Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk

melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah

sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan

tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

b. Etiologi

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan

perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak

dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, Retensio Plasenta

setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti

forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk

eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.

Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir


39

sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan

kontraksi uterus.

Manual plasenta dilakukan karena indikasi Retensio Plasenta yang

berkaitan dengan :

Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:

a. Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk

melepaskan plasenta

b. Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium

c. Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga

mencapai/memasuki miometrium

d. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding

uterus.

e. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum

uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

1. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat

terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya

2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan

perdarahan.

3. Retensio Plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan. Darah

penderita terlalu banyak hilang,


40

4. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga

perdarahan tidak terjadi.

5. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.

c. Patofisiologi

Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :

1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.

2. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc

3. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.

4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan

di atas 400 cc dan teriadi Retensio Plasenta (setelah menunggu ½ jam).

Seandainya masih terdapat kesempatan penderita Retensio Plasenta

dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat

pertolongan yang adekuat.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan

memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti

oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.

d. Tanda dan Gejala Manual Plasenta

Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta

informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,

paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat

pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau

timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.


41

Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam

kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di

dalam uterus.

Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.

Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

e. Teknik Manual Plasenta

Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada

waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase

perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari

dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara

jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari

dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu

berhasil dan tidak boleh dilakukan secara kasar.

Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada

posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin,

atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada

constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg

intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.

Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu

tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan

kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta, jika pada

waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan


42

(constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara

perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara

itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut

ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah

tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan

fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya

telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang

berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang

telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta

dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang

di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke

atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat

dihindarkan.

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk

mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian

plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan

diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan

untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul

intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan

spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau

serviks dan apabila ditemukan segera dijahit.


43

Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena

atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil

tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki

keadaan ibu bila perlu.

Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat

dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa

plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan

kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati

karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada

abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk

pencegahan infeksi sekunder.

f. Komplikasi

Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain

infeksi/komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang

dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps

sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila

ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus

desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya

tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta.

Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan

sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari


44

adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta

dengan tangan dihentikan dan ssegera dilakukan histerektomi dan

mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.

PROSEDUR KLINIK MANUAL PLASENTA

a. Persetujuan Tindakan Medik

Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga

terhadap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh

dokter/bidan. Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan

penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit,

upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.

1. Persiapan Sebelum Tindakan

2. Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat

paha sudah dibersihkan.

3. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi

4. Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup perut

bawah

5. Medikamentosa

6. Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg

BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)

7. Sedative (Diazepam 10 mg)

8. Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml

9. Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)

10. Cairan NaCl 0,9% dan RL


45

11. Infuse Set

12. Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)

13. Oksigen dengan regulator

b. Instrument

1. Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G

2. Mangkok tempat plasenta : 1

3. Kateter karet dan urine bag : 1

4. Benang kromk 2/0 : 1 rol

5. Partus set

c. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan

Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih

dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah

infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang

sarung tangan DTT/steril.

a. Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri

b. Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik

melalui karet infuse.

c. Lakukan kateterisasi kandung kemih.

d. Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.

e. Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.

f. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat

sejajar lantai.
46

g. Secara obstetric maukkan satu tangan (punggung tangan ke

bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian

bawah.

h. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten

untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong

menahan fundus uteri.

i. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum

uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

j. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari

merapat ke pangkal jari telunjuk).

k. Melepas Plasenta dari Dindig Uterus

l. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang

paling bawah

m. Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila

dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat

dengan punggung tangan menghadap ke atas.

n. Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat

implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara

plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan

mengahadap ke dinding dalam uterus.

o. Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding

tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di

bawah telapak tangan kanan.


47

p. Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil

bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal

plasenta dapat dilepaskan.

Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu

(pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.

a. Mengeluarkan Plasenta

b. Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan

eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian

plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.

c. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan

uterus pada saat plasenta dikeluarkan.

d. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik

tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar

(hindari percikan darah).

e. Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.

f. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar)

ke dorsokranial setelah plasenta lahir.

Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar

1. Dekontaminasi Pasca Tindakan

Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk

sarung tangan yang telah di guanakan penolong ke dalam larutan antiseptic


48

2. Cuci Tangan Pascatindakan

Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.

3. Perawatan Pasca tindakan

4. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi

apabila masih diperlukan.

5. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam kolom yang

tersedia.

6. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.

7. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah seesai

tetapi pasien masih memerlukan perawatan.

8. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama

perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit).

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat

implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum

uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan

manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung

kedalam kavum uteri.

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada

kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan

uterotonika dan masase, Retensio Plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah

persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan

dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Plasenta sudah lepas,
49

akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan

indikasi untuk mengeluarkannya. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan

plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.

Masyarakat maupun ibu-ibu dalam masa kehamilannya, dapat menjaga

kesehatan selama hamil dengan maksimal, makan-makanan yang bergizi,

konsumsi Fe dan istirahat yang cukup agar selama proses persalinan tidak terjadi

kegawatan. Serta mampu memahami alasan dilakukannya manual plasenta apabila

plasenta belum lahir > 30 menit setelah bayi lahir dan terjadi perdarahan agar

dapat menyelamatkan pasien sesegera mungkin.

1. KURETASE

a. Pengertian

Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuratase

(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan

pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya

uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi

(Harnawatiaj, 2008).

b. Tujuan Kuretase

1. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim

Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat

diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya

perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan

akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/

infertilitas.
50

2. Kuret sebagai terapi

Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran

kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan yang telah gagal

berkembang, menghentikan perdarahan akibat mioma dan polip dengan

cara mengambil mioma- dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan

perdarahan akibat gangguan hormon dengan cara mengeluarkan lapisan

dalam rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan

plasenta, atau sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proses persalinan,

hamil anggur, menghilangkan polip rahim (Damayanti, 2010).

c. Indikasi Kuretase

1. Abortus Inkomplit

Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam

uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan

jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah

menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus

inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan

perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena

perdarahan, segera harus diberikan infus cairan Nacl fisiologik atau

cairan ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi,

dilakukan kerokan (kuratase). Pasca tindakan disuntikkan


51

intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi uterus

(Prawirohardjo, 2009).

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal

dalam uterus (Suseno, 2009).

Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih

terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat

janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).

d. Sisa Plasenta

Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa

plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan

secara manual atau dikuret, disusul dengan pemberian obat-obatan

oksitoksika intravena (Prawirohardjo, 2009). Sisa plasenta dalam nifas

menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas

hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Dengan perlindungan

antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan kuret besar.

Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian

antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, tetapi bila ada

perdarahan banyak, rahim segera dibersihkan walaupun ada demam

(Sastrawinata, 2010).

Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang

dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahn


52

postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai

akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut

terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan

pemberian obat-obat uterotonika intravena (Sujiatini, 2011).

e. Diagnosa

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan pemeriksaan

dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo

dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina,

hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta (Sujiatini, 2011).

f. Penanganan

Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis, pemberian

antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau metergin), dan

tindakan definitif dengan kuratase dan dilakukan pemeriksaan patologi-

anatomik (PA) (Manuaba, 2010 ).

g. Prosedur Kuretase

Persiapan Pasien Sebelum Kuretase

1. Puasa

Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan

dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut

dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan

maksimal.
53

2. Persiapan Psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada

yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk

mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Sebenarnya,

seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat

individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal

ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret,

maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut

akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa,

maka obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis

rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.

Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa

mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik.

Meskipun obat bius yang diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan

baik. Untuk itu sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus

mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan

baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk

mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik

untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta

bantuan kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan

lainnya.
54

3. Minta Penjelasan Dokter

Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada

dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus dikuret,

persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau risiko yang

mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib

menjelaskan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap

diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang

dalam pelaksanaan kuret (Fajar, 2009).

Persiapan Tenaga Kesehatan Sebelum Kuretase

Melakukan USG terlebih dahulu, mengukur tekanan darah pasien, dan

melakukan pemeriksaan Hb, menghitung pernapasan, mengatasi perdarahan,

dan memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit (Damayanti, 2008).

h. Teknik Kuretase

Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat–alat yang dipakai

umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan

alat–alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi

salah arah (fase route) dan perforasi Penduga Rahim (sondage).

Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang

ataudalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim

membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada

portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
55

a. Dilatasi dan Kuretase

Setelah pasien ditidurkan dalam letak litotomi dan dipersiapkan

sebagaimana mestinya, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk sekali lagi

menentukan besar dan letaknya uterus serta ada atau tidaknya kelainan

disamping uterus.

Sesudah premedikasi diberikan, infus glukosa 5 % intravena dengan 10

satuan oksitosin dipasang dan diteteskan perlahan-lahan untuk

menimbulkan kontraksi dinding uterus dan mengecilkan bahaya perforasi.

Kemudian anastesi umum, misalnya dengan penthotal sodium, diberikan.

Setelah spekulum vagina dipasang, satu atau dua serviks menjepit dinding

depan porsio uteri. Spekulum depan diangkat dan spekulum belakang

dipegang oleh seorang pembantu. Cunam dipegang dengan tangan kiri si

penolong untuk mengadakan fiksasi pada serviks uteri dan untuk dapat

mengatur kekuatan untuk dapat memasukkan busi Hegar melalui ostium

uteri internum. Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk

mengetahui letak dan panjangnya kavum uteri. Sesudah itu dilakukan

dilatasi kanalis servikalis dengan busi hegar dari nomer kecil hingga yang

secukupnya, tetapi tidak lebih dari busi nomer 12 pada seorang multipara.

Panjang busi yang dimasukkan tidak boleh melebihi panjang sonde uterus

yang dapat masuk sebelumnya. Dilatasi pada seorang primigravida lebih

sulit dan mengandung lebih besar terjadinya luka pada serviks uteri,

sehingga lebih baik dilakukan pada kehamilan yang lebih muda dan

diadakan dilatasi yang sekecil-kecilnya.


56

Pada kehamilan sampai 6 atau 7 minggu pengeluaran isi rahim dapat

dilakukan dengan kuret tajam. Harus diusahakan agar seluruh kavum uteri

dikerok, agar ovum kecil tidak terlewat, kerokan dilakukan secara

sistematis menurut puteran jarum jam.

Apabila kehamilan melebihi 6-7 minggu, digunakan kuret tumpul sebesar

yang dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi untuk sebagian besar lepas

dari dinding uterus, maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak

mungkin dengan cunam abortus, kemudian dilakukan kerokan hati-hati

dengan kuret tajam yang cukup besar. Apabila perlu, dimasukkan tampon

kedalam kavum uteri dan vagina, yang harus dikeluarkan esok harinya.

b. Dilatasi dengan dua tahap

Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan

pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya untuk

mengeluarkan mola hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua tahap.

Dimasukkan dahulu ganggang laminaria dengan diameter 2-5 mm dalam

kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam kavum

uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian dimasukkan tampon

kasa kedalam vagina.

Ganggang laminaria memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi air,

sehingga diameternya bertambah dan mengadakan pembukaan dengan

perlahan-lahan pada kanalis servikalis. Sesudah 12 jam ganggang

dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan dengan busi hegar, bahaya

pemakaian ganggang laminaria adalah infeki dan perdarahan mendadak.


57

Kuretase dengan cara penyedotan (suction curettage)

Dalam tahun-tahun terakhir cara ini lebih banyak digunakan oleh karena

perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil.

Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus

ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang

dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui

panjang dan jalannya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthotal

sodium, atau anastesia paracervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin

disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat pada

perbatasannya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada

serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya didasarkan

pada tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan 11 mm). Alat tersebut

dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung

luar dipasang pada alat pengisap (aspirator).

Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret

digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada

kehamilan kurang dari 10 minggu abortus dapat diselesaikan dalam 3-4

menit. Pada kehamilan yang lebih tua, kantong amnion dibuka dahulu

dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar. Apabila masih ada

yang tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo,

2009).
58

Cunam Abortus

Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam

abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan

lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk

membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.

Perhatian : Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah

hati–hati. Lakukanlah dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim

(Harnawatiaj, 2010).

i. Komplikasi dilakukannya tindakan kuratase

1. Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada

kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus

ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung kencing.

Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan terlebih dahulu dengan

seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan

digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan

dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan

dengan tekanan yang lebih besar.

Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi

perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi

dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan

darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin dan keadaan perut bawah.


59

Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya

dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

2. Luka Pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat

timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada

ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah

perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan

vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan tibulnya incompetent

cervix.

3. Perlekatan dalam kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-

sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium

jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya

perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan

dihentikan pada suatu tempat apabila ditempat tersebut dirasakan

bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

4. Perdarahan

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada

bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya

diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai

dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina (Prawirohardjo,

2010).
60

5. Anemia

a. Pengertian Anemia

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau

menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen

untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi

berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika

konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11 gr/dl

(Varney, H. 2010). Menurut Sarwono (2010) Anemia dalam

kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr% pada

trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada ttrimester II.

Karena ada perbedaan pada kondisi wanita tidak hamil kerena

hemodilusi terutama terjadi pada trimeste II. Sedangkan menurut

(Mellyna,2010) Anemia pada wanita hamilj ika kadar hemoglobin

atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut

anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis.

Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan

hematokrit adalah 35,00-45,00 %. Anemia merupakan suatu

keadaan adanya penurunan kadar Hb, hematokrit dan jumlah

eritrosit dibawah nilai normal

b. Etiologi Anemia

Menurut Mocthar (1998), disebut bahwa penyebab terjadinya

anemia adalah:
61

1. Kurang gizi ( mal nutrisi )

Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita

anemia.

2. Anemia defisiensi zat besi

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah

anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat

disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan

makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau

karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya

pada perdarahan. Penatalaksanaannya biasanya diberikan Fe

sulfat secara oral dengan dosis 1 x 200 mg. jika tidak dapa

secara oral berikan secara parenteral. Jangan dilakukan tranfusi

kecuali terdapat juga hipovolemia.

3. Mal absorbsi

Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat

menderita anemia. Bisa terjadi karena gangguan pencernaan

yang dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau

serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.

c. Anemia karena perdarahan

Biasanya lebih jelas ditemukan pada masa nifas, dapat disebabkan

karena plasenta previa atau solusio plasenta atau anemia sebelum

melahirkan. Pada awal kehamilan, sering disebabkan aborsi,

kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Perdarahan masih harus


62

segera ditangani untuk mengembalikan dan mempertahankan

perfusi organ vital. Anemia karena perdarahan terbagi atas ;

Perdarahan akut, mungkin timbul rejatan bila perdarahan banyak

sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari

kemudian. Dapat diatasi dengan cara mengatasi perdarahan dengan

memberikan cairan perinfus dan transfusi darah.

Perdarahan kronik, pengeluaran darah biasanya sedikit demi sedikit

sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain

Ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna karena

pemakaian analgesik dan epistatik. Di Indonesia sering karena

infeksi cacing tambang.

d. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena

defesiensi asam folik. Asam folat terutama terdapat dalam daging,

susu, dan daun-daun hijau. Umumnya berhubungan dengan

malnutrisi. Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena

absorpsi terjadi diseluruh saluran cerna. Yang dapat memastikan

diagnosis adalah kadar folat sel darah merah kurang dari 150 ng/ml.

pengobatan terhadap penyebabnya dapat dilakukan pula dengan

pemberian suplementasi asam folat oral 4 mg/hari sebelum dan

selama hamil.
63

Anemia pada penyakit Kronik

Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi,

seperti infeksi ginjal, paru, malaria. Pemberian kobalt dan

eritropoetin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit

kronik.

e. Tanda dan Gejala Anemia

Gejala yang sering terjadi pada anemia ialah kelelahan dan

kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas

oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan takikardi, takipnea dan

tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme kompensasi

untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen

keorgan utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik.

Gambaran fisik yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali,

bising, hepatomegali dan splenomegali. Bila dilakukan tes

laboratorium anemia dalam kehamilan dapat didefinisikan sebagai

Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hematokrit < 30,00-33,00 %.

Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung

jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit.

f. Patofisiologi

Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut

hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah

kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga

terjadinya pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding


64

plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan hemoglobin 19,00%.

Tetapi pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat

menyebabkan anemia. Bertambahnya volume darah dalam

kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai

puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan,2010).

g. Klasifikasi Anemia

Klasifikasi derajat anemia menurut WHO yang dikutip dalam buku

Handayani W, dan Haribowo AS, (2008) :

a. Ringan sekali Hb 10,00 gr% - 13,00gr%

b. Ringan Hb 8,00 gr% - 9,90 gr%

c. Sedang Hb 6,00 gr% - 7,90 gr%

d. Berat Hb < 6,00 gr%.

Klasifikasi anemia menurut setiawan Y (2010), anemia dalam

kehamilan dapat dibagi menjadi :

h. Anemia zat besi

Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat

kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang

masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan

penggunaan terlalu banyaknnya zat besi.

i. Anemia hipoplastik

Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang

kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Etiologinya belum


65

diketahui dengan pasti keecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan

obat-obatan.

j. Anemia hemolitik

Anemia karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih

cepat, yaitu penyakit malaria.

Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin

menurut Manuaba (2010), adalah :

a. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%

b. Anemia ringan : Hb 9,00 - 10,00 gr%

c. Anemia sedang : Hb 7,00 – 8, 00 gr%

d. Anemia berat : Hb <7,00 gr%

k. Terapi tablet besi pada kehamilan

Kebutuhan tablet besi pada kehamilan menurut Jordan (2010),

dijelaskan bahwa pada kehamilan dengan janin tunggal kebutuhan

zat besi terdiri dari 200-600 mg untuk memenuhi peningkatan

massa sel darah merah, 200-370 mg untuk janin yang bergantung

pada berat lahirnya, 150-200 mg untuk kehilangan eksternal, 30-170

mg untuk tali pusat dan plasenta, 90-310 mg untuk menggantikan

darah yang hilang saat melahirkan. Dengan demikian kebutuhan

total zat gizi selama kehamilan berkisar antara 440-1050 mg dan

580 -1340 mg dimana kebutuhan tersebut akan hilang 200 mg

melalui ekskresi kulit, usus, urinarius (WalshV,2010).


66

Untuk mengatasi masalah kehilangan ini, ibu hamil memerlukan

rata-rata 30,00-40,00 mg zat besi perhari. Kebutuhan ini akan

meningkat secara signifikan pada trimester terakhir yaitu rata-rata

50 mg perhari. Pada akhir kehamilan menjadi 60,00 mg perhari.

l. Penatalaksanaan anemia kehamilan

Menurut Setiawan Y (2010), dijelaskan bahwa pencegahan dan

terapi anemia pada kehamilan berdasarkan klasifikasi anemia

adalah sebagai berikut :

Anemia zat besi bagi wanita hamil

Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak

hamil. Pada kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah

merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester

berbeda. Pencegahan anemia terutana didaerah-daerah dengan

frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi

sulfas ferrossus atau glukosa ferrosus cukup 1 tablet sehari. Selain

itu wanita dinasehati untuk makan lebih banyak protein dan sayur-

sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin. Terapinya

adalah oral yaitu pemberian Fe 60 mg perhari menaikan kadar Hb

1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi intravena atau 2 x 50 mg

diberikan secara intramuskular pada gluteus maksimum dapat

meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu


67

24 jam). Sebelum pemberian rencana parenteral harus dilakukan tes

alergi sebanyak 0,50 cc intracutan.

Anemia megaloblastik

Pencegahannya adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil

maka ditambahkan dengan asam folat, adapun terapinya adalah

asam folat 15-30 mg/hari, vitamin B12 1,25 mg perhari, Fe 500 mg

perhari, pada kasus berat dapat diberikan transfusi darah.

Anemia hipoplastik

Anemia ini dianggap komplikasi dalam kehamilan dimana

pengobatannya adalah dengan transfusi darah.

Anemia hemolitik

Pengobatannya adalah transfusi darah.

2. KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

c. Pengertian

Manajemen asuhan kebiadanan adalah suatu metode proses berpikir logis

sistematis.oleh karena itu menejemen kebidanan merupakan alur pikir bagi

seorang bidan dalam memberikan arah atau kerangka dalam menangani

kasus yang tanggung jawabnya.

Menurut (Depkes RI, 2010) manajemen kebidanan adalah metode

pendekatan pemecahan masalah ibu dan anak yang kusus dilakukan oleh

bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan

masyarakat.
68

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan oleh bidan

dalam menerapkan metode pemechan masalah secara sistematis mulai dari

pengkajian data analisa data,diagnosa kebidanan,perencanaan,pelaksanaan

dan evaluasi.

Selain itu menurut (Halen Varney, 2008) manjemen kebidanan adalah

proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori

ilmiah,penemuan-penemuan,ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan

yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus klien

Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis

sistematis. oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi

seorang bidan dalam memberikan arahan/kerangka dalam menangani

kasus yang menjadi tanggung jawabnya.proses manajemen kebidanan

terdiri dari 7 langkah Varney

Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap bisa

diaplikasikan dalam situasi.menurut helen varney,ia mengembangkan

manajemen kebidanan ini yang awalnya 5langkah menjadi 7 langkah yaitu

muai dari pengumpulan data,sampai pada evaluasi.

7 langkah Varney yang terdiri dari:

I. Menumpulkan semua data yang dbutuhkan untuk menilai keadaanan

klien secara keseluruhan, mengintreprestasikan data untuk

mengidentivikasikan diagnosa atau masalah.


69

II. Mengidentifikasikan diagnosa atau masalah potensial dan

mengantisipasikan penanganannya.

III. Menetap akan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi,

kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berdasarkan

kondisi klien

IV. Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan

rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah

sebelumnya.

V. Pelaksana langsung asuhan secara efisien dan aman

VI. Mengevaluasikan keefektifan asuahan yang diberikan dengan

mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan

Yang tidak efektif

3. PROSES MANAJEMEN KEBIDANAN

Proses manajemen kebidanan menurut varney terdiri dari 7 langkah yang

harus dilakukan secara berurutan,dan secara periodik perlu diulang ulang sesuai

dengan kondisi ibu hamil yang diberi asuhan. Proses manajemen mengambarkan

langkah yang sistematis dan pola pikir yang diaplikasikan dalam semua situasi ibu

hamil yang membutuhkan asuhan. Penerapan 7 langkah manajemen menurut

varney dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil secara sistematis.

a. Langkah

1. Pengumpulkan data dasar

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.untuk


70

memperoleh data dilakukan secara anamnese, pemeriksaan fisik sesuai

dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus

dan pemeriksaan penunjang (konsep kebidanan, 2008).

Jenis data yang dikumpulkan adalah:

1. Data subjektif yaitu data yang dikumpulkan dengan melakukan

anamnesis (asuhan kebidanan ibu hamil.2008:6-8). Terdiri dari:

a) Biodata ibu dan suami

b) Alasan ibu memeriksakan diri

c) Riwayat kehamilan sekarang

d) Riwayat kebidanan yang lalu

e) Riwayat menstruasi

f) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi

g) Riwayat kesehatan

h) Riwayat bio-psikosial-spiritual.

2. Data objektif yaitu data yang dikumpulkan dengan pemeriksaan

fisik,pemeriksaan khusus dan pemeriksaaan penunjang. Data objektif

terdiri dari:

a. Hasil pemeriksaan umum,terdiri dari tinggi bandan,berat badan,

lingkar lengan, suhu, nadi, tekanan darah dan pernafasan.

b. Hasil pemeriksaan kepala dan leher

c. Hasil pemeriksaan tangaan dan kaki

d. Hasil pemeriksaan payudara

e. Hasil pemeriksaan abdomen


71

f. Hasil pemeriksaan denyut jantung janin

g. Hasil pemeriksaan darah dan urine

Sumber data baik data subjektif maupun data objektif yang paling akurat

adalah ibu hamil yang diberi asuhan, namun, apabila kondisi tidak

menguntungkan dan masih diperlukan data bisa dikaji dari status ibu yang

menggambarkan pendokumenrasian asuhan sebelum ditangani dan bisa

juga keluarga atau suami yang mendampingi ibu saat diberi asuhan

b. Langkah II : menginterprestasi/ menganalisa data

Pada langkah ini data subjektif dan objektif yang dikaji dianalisis

menggunakan teori fisiologis dan tori patologis, sesuai dengan perkembangan

kehamilan berdasarkan umur kehamilan ibu pada saat diberi asuhan, termasuk

tentang teori kebutuhan fisik dan fisiologis ibu hamil

Hasil analisa data dan iterprestasi data menghasilkan rumusan diagnosa

kehamilan. Rumusan diagnosa kebidanan pada ibu hamil disertai dengan alasan

yang mencerminkan pikiran rasional yang mendukung munculnya diagnosis.

Diagnosis kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup

praktek kebidanan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Syarat standar nomenklatur diagnosa kebidanan:

a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi

b. Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan

c. Memiliki ciri khas kebidanan

d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan

e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan


72

c. Langkah III: mengidentifikasikan diagnosa atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganan.

Pada langkah ini bidan mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan

diagnosa potensial diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah

ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegaham.

Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa atau

masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali

dalam melakukan asuhan yang aman.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntun untuk mampu mengantisipasi

maslah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial tetapi juga

merumuskan tindakan antisipasi agar msalah atau diagnosa potensial tidak

terjadi sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersikap antisipasi

yang rasional atau logis

d. Langkah IV: menetapkan kebutuhan tindakan segera untuk melakukan

konsultasi, kolaborasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan

kondisi klien.

Mengidentifikasikan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan

atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat

mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi

manajemen bukan hanya selama asuhan priner periodik atau kunjungan

prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus,

misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan


73

Bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah

atau kebutuhan yang dihadapi klienya. Setelah bidan merumuskan tindakan

yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial

pada step sebelum nya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera yang

harus dirumuskan untuk mnyelamatkan ibu dan bayi. Termasuk tindakan

segera yang mampu dilakukan sendiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan

e. Langkah V: menyusun rencana asuhan yang menyeluruh pada langkah ini

disusun rencana asuhan yang mnyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah

sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah

atau diagnosa yang telah diidenifikasikan atau diantisipasi.pada langkah ini

informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang

diberikan sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap aspek

asuhan kesehatan.

Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan

dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan

melaksanakan rencana tersebut. Pada langkah ini tugas bidan adalah

merumuskan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan

bersama sebelum melaksanakanya.

Semua keputusan yang dibutuhkan dalam asuhan menyeluruh ini harus

orasional dan benar-benar valid berdasrkan pengetahuan dan teori yang up to

date serta sesuai dengan asumsi tentang yang akan dilakukan klien.

f. Langkah VI : peleksanaan rencana asuhan pada langkah keenam ini rencana

asuhan menyeluruh seperti yang telah pada diuraikan pada langkah kelima
74

dilaksanakan secara efisien dan aman.perencanaan ini bisa dilakukan sendiri

seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan

lainnya. Walau bidan tidak melakukannya senditi,ia tetap memikul tanggung

jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan langkah-

langkah tersebut benar-benar terlaksana. Manajemen yang efisien akan

menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.

g. Langkah VII:evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-

benar terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam

diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang

benar efektif dalam pelaksanaannya.

Langkah-langkah proses manajemen umumya merupakan pengkajian yang

memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi

pada proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung didalam situasi

klinik dan dua langkah terakhir tergantung paada klien dan situasi klinik, maka

tidak mungkin proses manajemen ini di evaluasi dalam bentuk tulisan saja.

Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Pada Ny “I” dengan Retensio

Plasenta Disertai Anemia Sedang.

Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan, metode pemecahan masalah yang

digunakan dalam pelaksanaaan menggunakan manajemen kebidanan menurut

tujuh langkah varney yang terdiri dari tujuh langkah yang berurutan yang dimulai
75

dari pengumpulan data dasar dan berakhir pada evaluasi. Ketujuh langkah

berurutan tersebut membentuk alur fikir seorang bidan.

a. Pengumpulan Data

1. Data subjektif

a.Identitas

Yaitu berhubungan dengan nama, umur, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,

nomor telpon pasien serta suami.

b. Keluhan

Keluhan utama yang ditujukan kemungkinan retensio plasenta yaitu :

tembuni belum keluar 30 menit setelah bayi lahir, nyeri perut bagian

bawah, kontraksi uterus tidak baik, tinggi fundus uteri teraba lembek.

c. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan ditujukan untuk mengkaji data tentang kesehatan yang

pernah diderita pasien selama kehamilan.

d. Riwayat kehamilan,persalinan dan nifas yang lalu

Berkaitan dengan riwayat kehamilan yang pernah di alami pasien. Data

yang dikaji adalah mengenai gravidarum yang lalu yaitu berkaitan dengan

primigravida atau multigravida, berapa lama jarak kehamilan yang lalu

dengan saat ini, bagaimana cara persalinan, apakah ada penyulit selama

persalinan multigravida. Apakah pasien mempunyai riwayat persalinan

dengan tindakan seperti Vakum, Forceps, riwayat Seksio sesarea,

Kelahiran mati, dan berapa lama proses persalinan pada pembukaan 1-

10cm, bagaimana kontraksi rahim pasien selama persalinan.


76

e. Riwayat yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi yaitu

berhubungan dengan kesehatan ibu, apakah ibu pernah menderita penyakit

yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi ibu misalanya : infeksi

virus, myoma, polip serviks, edometritis.

f. Riwayat psikososial

Psikososial pada ibu bersalin dengan retensio plasenta perlu dikaji keadaan

psikologis yang tidak stabil merupakan gambaran bagaimana harapan

ibu/keluarga terhadap persiapan yang dilakukan ibu dan suami, dukungan

suami atau keluarga terhadap upaya persalinan, rencana tempat perawatan

ibu dan anaknya.

g. Pola kebiasaan sehari-hari

Dalam pola kebiasaan sehari-hari perlu dikaji mengenai pola makan yang

berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung

vitamin C dan jamu. Hal ini menjadi salah satu faktor predesposisi

terjadinya perlengketan plasenta. Pola pemenuhan aktivitas dan istirahat

juga perlu dikaji dengan rencana tindakan yang diberikan pada pasien

dengan retensio plasenta karena salah satu dasar pengobatan yaitu dilakukan

tindakan manual plasenta .

1, Data Objektif

1. Pemeriksaaan fisik

Keadaan umum, kesadran, tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi, suhu,

pernafasan), mata, gigi, mulut, leher, payudara, jantung, dan paru-paru.

Pada pemeriksaan abdomen, raba TFU dan kontraksi Uterus.


77

b.Pemeriksaan abdomen Menentukan tinggi fundus uteri dan meraba

kontraksi uterus.

Aukskultasi Yaitu memeriksa kontraksi uterus teraba lemabek atau keras,

dan memriksa tinggi fundus uteri, berkurang atau tidak , jika teraba

kontraksi uterus lembek dan tinggi fundus uterus tidak berkurang maka

terjadi tanda-tanda dan gejala retensio plasenta.

Inspeksi

Adalah periksa pandang yang dilakukan pada

2. Muka

Apakah keadaan selaput mata pucat, atau merah, apaka oedema pada

muka , keadaan gigi dan lidah.

3. Leher

Apakah vena terbendung dileher (misalnya pada penyakit jantung),

kelenjar gondok membesar atau kelenjar limfe membengkak.

4. Dada

Bentuk, keadaan puting susu adakah kolustrum atau belum

5. Perut.

Kontraksi rahim adakah striae gravidarum atau bekas luka operasi

6. Vulva

Keadaan perinium.

3.Data penunjang

b. Pemeriksaan laboratorium
78

a. Pemeriksaan golongan darah untuk antisipasi apabila

dibutuhkan transfusi.

b. Periksaan trombosit dan leokosit untuk mengetahui ibu

terkena infeksi atau tidak.

2. Interprestasi Data

Interprestasi data untuk mengidentifikasi Diagnosa , masalah, dan

kebutuhan.

1. Diagnosa

Diagnosa yang dapat diteggakan berkaitan dengan persalinan kala III.

Dasar diagnosa yang di ambil dari pernyataan pasien pada saat dia datang

dan di dukung dengan surat pengantar rujukkan yaitu kala uri tidak maju,

jumlah kehamilan, persalinan dan faktor umur. Dan kondisi ibu kurang

baik dilakukan pemeriksaan Hb.

2. Masalah

Permasalahan ibu dapat terjadi pada ibu tetapi mungkin tidak. Masalah

yang timbul biasanya berkaitan dengan psikologis pasien misanya

kecemasan terhadap tembuninya yang belum keluar. Dari permasalahan

iniah yang terkadang menjadi penyebab kontraksi uterus tidak baik dan

dilakukan tindakan manual plasenta .

3. Kebutuhan.

Kebutuhan yang diperlukan oleh ibu bersalin dengan retensio plasenta

disertai Anemia sedang adalah :


79

1.Berikan konseling, dan informasi mengenai Retensio

plasenta,

2.Berikan dukungan psikologis pada ibu.

c. Mengedintifikasi masalah atau Diagnosa Potensial dan Antisipasinya.

Diagnosa potensial yaitu kemungkinan yang lebih buruk dapat terjadi jika

kondisi dan masalah ibu tidak segera ditangani.

a. Pada ibu : 1. Perdarahan post partum

2 . infeksi puerperium

3 . plasenta ikaserata.

Masalah potensial :

Cemas semakin meningkat

Antisipasi :

Observasi Keadaan umum, TTV, Perdarahan dan lakukan Manual plasenta.

d.Kebutuhan tindakan segera

Kolaborasi dengan dokter SpOG.

e. Perencanaan

Perencanaan asuhan yang koperhensif yang dibuat berkaitan dengan asuhan

persalinan bagi ibu yang dilakukan tindakan manual plasenta atas indikasi

Retensio Plasenta disertai anemia sedang adalah :

1. Beritahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

2. Berikan informed consent dan informed choice pada keluarga bahwa ibu

akan dilakukan manual plasenta.

3. Observasi K/U, TTV, Kontraksi Uterus dan Perdarahan.


80

4. Kolaborasi dengan dokter SpOG.

- Melakukan tidakan manual plasenta

5. Lakukan persiapan manual plasenta

6. Anjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan memberikan

support kepada ibu.

f.Pelaksanaan.

Melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat

pada langkah kelima menurut Varney. Pelaksanaan ini dilakukan untuk

mengatasi diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu untuk mencegah atau

mengatisipasi terjadinya diagnosa dan masalah potensial.

g.Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai keefektipan pelaksanaan asuhan yang telah

diberikan.
81

BAB III

PELAKSANAAN TINJAUAN KASUS

I. PENGUMPULAN DATA
PENGKAJIAN Tanggal/Pukul masuk dirawat :11-12-
2015/ 05:30 WIB
POST NATAL CARE
Tanggal/Pukul Pengkajian : 11-12-
2015/05:45 WIB

Pemeriksa : “A”

RS “BESEMAH” Cara masuk :

NO.RM : 128328 Unit Gawat Darurat

Dirawat : dr”R” SpOG

A. DATA SUBJEKTIF

1. Biodata

Nama ibu : Ny”I” Nama suami : Tn “A”

Umur : 37 tahun Umur : 40 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK.

Pekerjaan : Karyawan swasta Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa, Tebat Baru Alamat : Desa, Tebat barru

No. Telp/HP : 082184855xxxx


82

2. Alasan Kunjungan :

Ibu datang kerumah sakit tanggal 11-12-20115 pukul 05:30 WIB membawa

surat pengantar rujukkan dari RB “K” dengan Retenso Plasenta,Ibu

mengatakan sudah melahirkan anak ketiga, bayi lahir spontan, tanggal 11-12-

2015, pukul 03:50 WIB di RB”K” ibu mengaku tembuninya belum keluar dari

2 jam yang lalu.

3. Riwayat Perkawinan :
Menikah : Ya, yang pertama

Usia saat Menikah : 23 Tahun

Lamanya Menikah : 14 Tahun

4. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

No Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit Masa Anak Keadaan


Partus Partus Kehamilan Persalinan Peralinan Nifas JK BB Anak

1. 2000 RB”K” Cukup Spontan Bidan Tidak ada Baik Pr. 3500 Hidup
bulan
2. 2002 RB”K” Cukup Spontan Bidan Tidak ada Baik Pr. 2200 Hidup
bulan
3. 2014 RB”K” Cukup Spontan Bidan Retensio Saat ini Pr. 2900 Hidup
bulan Plasenta

5. Riwayat Persalinan Sekarang

a. Jenis persalinan : Normal

b. Penolong persalinan : Bidan “K”

c. Tempat persalinan : RB “K”

d. Selaput ketuban : Pecah spontan


83

e. Lama persalinan Kala I : ± 8 jam

Kala II : ± 15 menit

Kala III : ± 2 jam

f. Komplikasi Persalinan : Retensio Plasenta(tindakan yang sudah dilakukan

yaitu injeksi pitosin satu ampul pukul 03: 50 WIB dan dilakukan injeksi

pitosin yang ke dua melalui (IM) pukul 04:10 WIB)

g. Riwayat Persalinan Bayi

1. Tanggal : 11/12 /2015/ Pukul : 03:50 WIB hidup

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Nilai APGAR : 7/9

4. Berat badan : 2900 gram,

5. Panjang badan : 47 cm

6. Masa gestasi : Aterm

6. Riwayat penyakit / operasi

Riwayat penyakit /Operasi yang lalu

Jenis penyakit : Tidak ada

Jenis operasi : Tidak ada.

a. Riwayat kesehatan diri sendiri

1. Penyakit menahun : Tidak ada

2. Penyakit menular : Tidak ada

3. Penyakit keturunan : Tidak ada


84

b. Riwayat kesehatan keluarga (ayah, ibu, adik, kakak, paman dan bibi)

1. Penyakit menahun : Tidak ada

2. Penyakit menular : Tidak ada

3. Penyakit keturunan : Tidak ada

7. Riwayat yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi : tidak ada

8. Riwayat Kontrasepsi

a. Metode KB yang pernah dipakai : KB Suntik 6 tahun/ KB Pil 6 tahun

b. Lamanya : 12 Tahun

c. Komplikasi/masalah : Tidak Ada

9. Pola makan dan minum

a. Makan : ± 2kali / hari

b. Minum : ± 8 gelas (250 ml) / hari

c. Masalah/gangguan pola makan dan minum : Tidak ada

10. Pola eliminasi

a. BAK : ± 6 kali/hari

b. BAB : ± 1 kali/hari

c. Masalah/gangguan pada pola eliminasi : Tidak ada

11. Pola personal hygiene

a. Mandi : ± 2 kali/hari

b. Sikat gigi : ± 3 kali/hari

12. Pola istirahat

a. Tidur

- Tidur siang : ± 2 jam


85

- Tidur malam : ±7 jam

- Tidur malam pukul : 22:00 WIB

- Terakhir tidur pukul : 02 :00 WIB

b. Masalah/ gangguan pada pola istirahat : Tidak ada

13. Pola psikososial

a. Penerimaan klien terhadap kehamilan

dan persalinan ini : Menerima

b. Hubungan ibu dengan suami : Baik

c. Hubungan ibu dengan keluarga : Baik

d. Jumlah seluruh keluarga yang

tinggal di rumah : 4 orang

e. Keluraga lain yang tinggal dirumah : Tidak ada

f. Sosial support dari : Suami, Orang tua, Mertua

dan keluarga

g. Masalah / gangguan pola psikosoaial : Ibu merasa cemas

14. Riwayat sosial cultural

a. Adat istiadat yang dilakukan dalam masa nifas : Tidak ada

b. Kebiasaan makanan yang sering dikonsumsi

dalam masa nifas : Tidak ada

c. Kebiasaan makanan yang tidak dikonsumsi

dalam masa nifas : Tidak ada


86

15. Riwayat alergi

a. Obat : Tidak ada

b. Makan : Tidak ada

B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Tampak menahan sakit

b. Kesadaran : Kompos mentis

c. Tanda-tanda vital : - Tekanan Darah : 110/80 mm/Hg

- Nadi : 84x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,5 0C

d. Turgor : Baik

e. Berat badan : 46 kg Tinggi badan : 149 cm

f. Rambut : Bersih

g. Mata

- Sklera : Tidak ikterus

- Konjungtiva : Pucat

- Penglihatan : Jelas

- Alat Bantu : Tidak ada

h. Muka : Wajah tampak pucat, ekspresi wajah tampak

menahan sakit

i. Gigi : Karies

j. Telinga : Tidak tampak kelainan


87

k. Leher : Tidak tampak kelainan

l. Payudara : Simetris

m. Areola mammae : Normal

n. Putting susu : Menonjol

o. Pengeluaran ASI : Kolostrum

p. Jantung : Bunyi jelas teratur

q. Paru-paru : Bunyi nafas bersih

r. Abdomen

1. Hepar/lien : Tidak ada pembesaran (dalam batas normal)

2. Luka operasi : Tidak ada

3. Fundus uteri : Sepusat

4. Kontraksi uterus : Kurang baik, (Lembek)

s. Kandung kemih : Kosong

t. Ekstremitas : Tidak tampak cacat, terpasang infus RL 500 cc

disebelah tangan kiri

u. Refleks patella : ( + ) kanan (+ ) kiri

v. Akral : Hangat / normal

w. Ano-genetalia

1. Vulva : Tidak tampak kelainan, tampak tali pusat.

2. Perineum : Tampak sikatrik

3. Pengeluaran : Darah segar, Merembes

4. Haemoroid : Tidak ada

5. Fistel : Tidak ada


88

6. Pemeriksaan Penunjang : tanggal 11-12-2015. Pukul :07:05 WIB

Lab : Darah : golongan darah, trombosit, leokosit, Hb,Ct

Urine : Tidak dilakukan

Lain-lain : eosofil, N segmen,hematokrit, N batang

B. DIAGNOS, KEBUTUHAN DAN MASALAH

P3 kala III 2 jam dengan Retensio Plasenta

Data subjektif

1. Ibu datang kerumah sakit membawa surat rujukkan dari RB “K” dengan

Retensio Plasenta

2. Ibu mengatakan telah melahirkan anak ketiga jenis kelamin perempuan

lahir ditolong oleh bidan di RB “K” pukul 03:50 WIB tanggal 11-12 2015

3. Ibu mengatakan tidak pernah keguguran

4. Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah

5. Ibu mengatakan tembuninya belum keluar dari 2 jam yang lalu.

Data Objektif

1. K/u : kurang baik

2. Kesadaran : komposmentis

3. TTV: -Tekanan Darah : 110/80 mmHg

- Nadi : 84x/menit

- Suhu : 36,5 ºc

- Pernafasan : 20x/menit
89

4. Inspeksi : - Muka ibu tampak pucat

-Pengeluaran darah segar dari kemaluan ibu, merembes ± 400 cc

5. Palpasi Pemeriksaan abdomen :

- Uterus teraba lembek

- TFU : Sepusat

6. Pemeriksaan penunjang :

- HB :9,7 gr/dl

- Leokosit: 17.100 ml

- Trombosit : 223.000 ml

- Golongan darah : O(+)

- CT :14x/menit

- Bt (-)

- Basofil : 0 ml

- Eosofil : 1 ml

- N batang : 1 ml

- N : sgmen : 87 ml

C. Masalah

1. Cemas

Data subjektif : ibu mengatakan cemas karena tembuninya belum keluar-

keluar

Data objektif : ekspresi wajah ibu tampak cemas


90

2. Gangguan rasa nyaman

Data subjektif : ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah

Data objektif : ekspresi wajah tampak menahan rasa sakit

D. Kebutuhan

KIE Retensio Plasenta

Sosial support dari bidan dan keluarga

DIAGNOSA POTENSIAL, MASALAH POTENSIAL DAN ANTISIPASI

a. DIAGNOSA POTENSIAL

Bagi ibu : 1. Perdarahan post partum

2. Infeksi puerperium

3. Plasenta Inkarserata

b. MASALAH POTENSIAL

Cemas semakin meningkat

c. ANTISIPASI

Observasi:

a. Keadaan umum

b. TTV

c. Kontraksi uterus

d. Perdarahan

e. Manual Plasenta

d. KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA

Kolaborasi dengan dokter SpOG


91

e. PERENCANAAN

1. Jelaskan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah

dilakukan,

2. Berikan informed consent dan informed choice pada keluarga bahwa ibu

akan dilakukan manual plasenta

3. Observasi KU, TTV, kontraksi uterus dan perdarahan

4. Kolaborasi dengan dokter SPOG

- Melakaukan Tindakan manual plsenta

5. Lakukan persiapan manual plasenta

6. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan support pada ibu

f. PELAKSANAAN

1. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksan yang telah

dilakukan,dan mengobservasi keadaan ibu, bahwa Ibu kurang baik. Hb:

7,9 g/dl TD:110/80mmHg S : 36,ºC N ;84x/menit P : 20x/menit uterus

teraba lembek, perdarahan ±400 cc kontraksi uterus kurang baik.

2. Memberikan informed consent dan informed choice oleh bidan kepada

keluarga bahwa ibu akan dilakukan manual plasenta.

3. Kolaborasi dengan dokter SpOG , dalam melakukan tindakan dan

pemberian therapi.

4. Melakukan persiapan manual plasenta, yaitu persiapan alat, obat-obatan

dan set heacting.


92

5. Menganjurkan ibu untuk relaksasi, mengajarkan ibu cara relaksasi, dengan

cara mengatur nafas yaitu menarik napas dari hidung dan hembuskan

melalui mulut.

6. Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap memberikn dukungsn kepada

ibu seperti tetap mendampingi ibu.

EVALUASI

1. Ibu dan keluarga mengerti tentang hasil pemeriksaan yang telah

dilakukan,

2. Observasi KU,TTV, kontraksi uterus dan perdarahan sudah dilakukan

3. Memberikan informed consent dan informed choice pada keluarga bahwa

ibu akan dilakukan manual plasenta keluarga mengerti informed consent

dan informed choice sudah dlakukan.

4. Kolaborasi dengan dokter SpOG sudah dilakukan

5. persiapan manual plasenta sudah dilakukan

6. keluarga besrsedia untuk tetap memberikan dukungan kepada ibu

EVALUASI (11-12-2015, pukul 06:10 WIB)

1. Langkah I ( pengumpulan data )

A. Data subjektif : ibu mengatakan mules dan masih nyeri luka jahitan

B. Data objektif : Keadaan umum ibu baik, perdarahan normal, tanda-tanda

vital, Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi: 79x/menit, pernapasan :

20x/menit, suhu 360 C. Kontaraksi uterus baik, TFU 2 jari bawah

pusat,perdarahan ±10 cc, luka jahitan tampak belum kering dan dibalut dengan
93

kassa betadin, terpasang infus Rl+ synto 2 ampul sisa 400 cc, tetesan infus 20

tetes/menit, ibu belum buang air kecil.

II. Diagnosa/ masalah dan kebutuhan

1. Diagnosa : P3 kala IV

2. Masalah : Gangguan rasa nyaman

Data subjektif : ibu mengatakan nyeri luka jahitan

Data Objektif : ibu tampak menahan rasa sakit

3. Kebutuhan : Mobilisasi dini

III. Diagnosa / Masalah potensial dan Antisipasi

a. Diagnosa potensial : Perdarahan post partum, dan infeksi puerperium

b. Masalah poteensial : Gangguan rasa nyaman

c. Antisipasi : Observasi keadaan umum ibu, tanda-tanda vital,

kontaksi uterus dan perdarahan.

IV. Kebutuhan Tindakan Segera

Tidak ada

V. Perencanaan

1. Beritahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

2. Kolaborasi dengan dokter SPOG

3. Mengganti cairan infus RL sebanyak 500 cc

4. Observasi keadaan umum ibu ,tanda-tanda vital, kontraksi uterus , TFU,

perdarahan

5. Anjurkan ibu untuk makan dan minum porsi rumah sakit.

6. Anjurkan ibu untuk mobilisasi bertahap


94

7. Anjurkan ibu dan keluarga merawat luka jahitan agar tetap bersih

8. Lakukan intake output

VI. PELAKSANAAN

1. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah

dilakukan bahwa ibu dalaam keadaan baik

2. Berkolaborasi dengan dokter SpOG, intruksi dokter injeksi kalfoxim 2 ml

gr injeksi intra vena via infus

- Pukul 11:00 Wib memberikan obat makan ewoma 1 (satu) tablet

dengan dosis 500 mg, milmor 1 (satu) tablet dengan dosis 500 mg,

kapsinat 1 (satu) tablet dengan dosis 500 mg.

- Pukul 11:30 melakukan skin test kalfoxim pada ibu yaitu dengan dosis

1:9 dengan aquades.

- Pukul 12:00 melihat hasil skin test, ibu tidak alergi. Tanda-tanda alergi

yaitu gatal disekitar tangan di tempan ijeksi,

3. Pukul 12:30 WIB mengobservasi keadaan umum ibu, ibu dalam keadaan

baik, tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 84x/Menit, pernapasan

19x/menit, suhu 37,7 ºC, kontraksi uterus baik, tinggi fundus uteri 2 jari

bawah pusat, perdarahan ±10 cc, luka jahitan tampak belum kering dan

dibalut dengan kassa betadin.

4. Pukul 14:00 WIB menganjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi

dengan cara menarik nafas panjang lalu dikeluarkan lewat mulut secaara

berlahan ketika rasa nyeri timbul.

5. Pukul 18:00 WIB ibu makan dan minum sesuai dengan porsi rumah sakit.
95

6. Pukul 18:20 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital dan intake output

cairan yang masuk lewat infus RL ± 900 cc, minum ± 4 gelas, buang air

kecil ± 2 kali. Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi : 80x/menit suhu 36 ºC.

Pukul 19:00 WIB terlampir pemeriksaa lab, pukul 20:00 WIB, injeksi

kalfoxim yang ke dua dengan dosis 2 mg, Pukul 21:00 WIB observasi

keadaan umum ibu, ibu dalam keadaan baik, ibu tirah baring, ibu diberi

obat oral milmor 1 tablet dengan dosis 500 mg, ewoma 1 tablet dengan

dosis 500 mg, capsinat 1 tablet dengan dosis 500 mg.

VII. EVALUASI

1. Ibu dan keluarga mengerti tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

bahwa ibu dalam keadaan baik

2. Kolaborasi dengan dokter SpOG telah dilakukan dan instruksi dokter telah

dilakukan yaitu :

- Manual plasenta sudah dilakukan, ibu dalam keadaan baik

- Kuretase sudah dilakukan dan tidak ada sisa plasenta

- Heacting sudah dilakukan

3. Keaadaan umum ibu, ibu dalam keadaan baik, tanda-tanda vital, TD :

120/80 mmHg N: 82 x/menit p: 20 x/menit Suhu : 36,5 ºC kontraksi uterus

baik, TFU 2 jari bawah pusat, perdarahan normal observasi sudah

dilakukan.

4. Ibu tampak makan dan minum sesuai dengan porsi rumah sakit.

5. Intake output dan observasi sudah dilakukan, terpasang infus RL colf ke

dua 500 cc, pukul 6:30 wib dan sisa cairan infuse ≤ 200 cc.
96

Tanggal (12-12-2015, pukul 06:00 wib)

I. Pengumpulan Data

A. Data subjektif : Ibu mengatakan nyeri pada luka jahitan semakin

berkurang

B. Data Objektif : Keadaaan umum ibu baik, tanda-tanda vital tekanan

darah 110/70 mmHg, suhu 36,5 ºC, Nadi 83x/menit

Pernapasan 20x/menit, TFU : 2 jari bawah pusat,

perdarahan dalam keadaan normal, luka jahitan

belum kering.

II. Diagnosa/masalah/ dan kebutuhan

1. Diagnosa : P3 disertai anemia sedang

2. Masalah : Gangguan aktivitas

3. Kebutuhan : Mobilisasi, dukungan dari suami dan keluarga.

III. Diagnosa/masalah potensial dan Antisipasi

1. Diagnosa potensial : perdarahan post partum dan infeksi luka jahitan

2. Masalah potensial : gangguan rasa nyaman

3. Antisipasi : Observasi keadaan umum ibu , tanda-tanda vital,

kontraksi uterus dan perdarahan

IV. Kebutuhan tindakan segera

Tidak ada

V. Perencanaan

1. Anjurkan ibu untuk mandi atau personal hygen dikamar mandi dengan

dibantu suami atau keluarga


97

2. Observasi keadaan umum ibu, tanda-tanda vital, kontraksi uterus, TFU

dan perdarahan

3. Anjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

minum ±8 gelas perhari

4. Berikan terapi obat oral sesuai intruksi dokter

5. Anjurkan Ganti balutan luka jahitan dengan kassa betadin

6. Jelaskan kepada keluarga bahwa dokter akan datang untuk memeriksa

keadaan ibu

7. Jelaskan kepada ibu, ibu boleh pulang hari ini sesuai dengan

kolaborasi dokter dokter tanggal 12-12 2015

8. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan selama dirumah

9. Jelaskan aturan minum obat oral yang dibawa pulang

10. Jelaskan kepada ibu tanda-tanda bahaya ibu nifas

11. Jelaskan tanda-tanda bahaya pada bayi

12. Anjurkan ibu untuk kontrol ulang tanggal 21 -12-2015

VI. Pelaksanaan

1. Menganjurkan ibu untuk mandi atau personal hygennya dikamar

mandi, dibantu oleh suami atau keluarga.

2. Pukul 05 : 40 WIB Keadaaan umum ibu baik , tanda-tanda vital TD:

110/70 mmHg, Suhu : 36,5 ºC Nadi : 83x/menit pernafasan 20x/menit,

kontraksi uterus baik, TFU 2 jari bawah pusat dan lokhea rubra

3. Pukul 08:00 WIB ibu diberi terapi obat oral yaitu . ewoma 1tablet

dengan dosis 500 mg, milmor 1 tablet dengan dosis 500 mg, capsinat
98

1 tablet dengan dosis 500 mg dan maltoperval 1 tablet dengan dosis

500 mg.

4. Pukul 09 : 30 WIB Mengganti kassa betadin setiap kali habis bak dan

setiap kali kassanya basah.

5. Pukul 11 : 30 WIBMenjelaskan pada keluarga tentang perawatan

selama dirumah :

1. Menjaga supaya luka dan kassa betadin tetap bersih, bila terlihat

ada tanda infeksi segera kontrol ke dokter

2. Menganjurkan pada ibu untuk tetap melakukan mobilisasi atau

(berjalan dan juga duduk)

3. Jangan melakukan pekerjaan yang berat

4. Menyarankan untuk menjaga kehamilan berikutnya dengan

menggunakan kontrasepsi yang cocok.

5. Menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk

memproduksi ASI dan agar bayi cukup ASI.

6. Menganjurkan pada ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin

dan usahakan berikan ASI ekslusif selama 6 bulan tanpa diberikan

makanan tambahan.

7. Pukul 11 : 40 WIB Menjelaskan kepada ibu aturan minum obat

oral yang dibawah pulang.

a. Ewoma 3x1 500 mg

b. Milmor 3x1 500 mg

c. Capsinat 3x1 500 mg


99

d. Maltoferfal 3x1 500 mg

8. Pukul 11 : 45 WIB Menjelaskan kepada ibu tanda-tanda bahaya

pada ibu nifas yaitu perdarahan hebat, keluar cairan berbau busuk,

panas atau demam tinggi lebih dari 3 hari, payudara bengkak dan

kemerahan

9. Pukul 11 : 50 WIB Menjelaskan kepada ibu tanda-tanda bahaya

pada bayi yaitu : pbayi demam panasnya tidak turun2, tidak mau

menyusu, dan tidak menangis.

10. Pukul 12: 00 WIB Menganjurkan kepada ibu untuk melakukan

kontrol ulang pada tanggal 21 -12-2015

VII. EVALUASI

1. Ibu bersedia mandi atau personal hygine dikamr mandi dibantu oleh

suami atau keluarga

2. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan bergizi dan minum ± 8 gelas per

hari

3. Ibu sudah minum obat oral

4. Keadaaan umum ibu baik, tanda-tanda vital TD 120/70, kotraksi uterus

baik, TFU 2 jari di bawah pusat dan perdarahan normal, observasi

telah dilakukan.

5. Balutan luka jahitan sudah diganti, jahitan sudah merapat

6. Ibu dan keluarga mengetahui dan dokter sudah visit

7. Ibu dan keluarga mengetahui bahwa ibu boleh pulang hari sesuai

intruksi dokter.
100

8. Ibu dan keluarga mengerti perawatan ibu nifas selama dirumah

berdasarkan yang teah dijelaskan

9. Ibu telah mendapat obat oral yang harus diminum dirumah

Yaitu : - Ewoma 3x1 500 mg

- Milmor 3x1 500 mg

- Capsinat 3x1 500 mg

- Maltoferfal 3x1 500 mg

10. . ibu mengerti tentang tanda-tanda bahaya pada ibu nifas

11. Ibu mengerti tentang tanda-tanda bahaya pada bayi

12. Ibu bersedia untuk kontrol tanggal 21-03-2014


13. Ibu pulang pukul 12 : 10 WIB dalam kedaan sehat.
101

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah mengikuti kasus Ny “I” penulis melakukan manajemen asuhan

kebidanan berdasarkan 7 langkah varney dan melihat pada tinjauan pustaka yang

ada, maka langkah pertama dilakukan pengumpulan data anamnese data subyektif

pada Ny “I” umur 37 tahun, pendidikan SMK, agama Islam, dan alasan ibu datang

ibu ke RS. .Myria palembang, mengatakan sudah melahirkan anak ketiganya di

RB”kartini” dengan membawa surat rujukan , berdasarkan dari surat rujukkan

bayi lahir pukul 03:50 WIB pada tanggal 11-12-2015 , ibu mengatakan

tembuninya belum keluar dari 2 jam yang lalu , wajah ibu tampak pucat , ekspresi

wajah tampak menahan rasa sakit . Dan data obyektif didapatkan keadaan umum

ibu baik, vital sign : Tekana darah: 110/80 mmHg, N: 79 x/menit, Pernafasan: 20

x/mnt, Suhu: 36,5ºC, plasenta tampak masih ada.

Pada langkah kedua, berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan

dan pemahaman teoritis, maka pada Ny “I” ditegakkan diagnosa P3A0 dengan

retensio plasenta disertai anemia sedang,. Diagnosa tersebut ditegakakan

berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu: ibu datang ke RSUD

Besemah Pagar Alam , mengatakan sudah melahirkan anak ketiganya , pada pukul

03:50 WIB, tanggal 11-12-2015 , ibu mengatakan tembuninya belum keluar dari 2

jam setelah melahirkan anakanya.


102

Masalah yang terjadi pada kasus ini adalah : cemas dengan kondisinya dan

keterbatasan aktifitas ibu karena rasa nyeri perut bagian bawah , sehingga ibu

merasa tidak nyaman dengan kondisinya saat ini.

Dalam hal ini ibu membutuhkan dukungan psikologi dari suami ataupun

keluarga yang selalu mendukungnya, agar ibu merasa lebih diperhatikan,

informasi tentang keadaan ibu dan pendampingan ibu untuk memberikan

dukungan pada ibu, agar ibu merasa diperhatikan dan ibu nyaman .

Pada langkah ketiga yaitu diagnosa potensial/ masalah potensial dan

antisipai. Menurut menurut mochtar (1998) dan Wijayarini (2010) diagnosa

potensial/ masalh potensial yang mungkin terjadi adalah, pada ibu : infeksi post

partum, HPP, dan juga syok.tetapi ini akan terjadi apabila tidak segera ditangani

dengan baik. Pada tindakan manual plasenta dan kurettase diagnosa potensial /

masalah potensial yang dapat terjadi menurut Mansjoer (2010), yaitu : ibu :

infeksi luka jalan lahir, perdarahan . Antisipasi yang dilakukan adalah tindakan

manual plasenta dan pemberian oksigen yang dilakukan secara prosedur dan

pemberian antibiotik setelah manual plasenta selesai. Sehingga diagnosa potensial

ataupun masalah potensial tidak terjadi pada Ny “I” karena perawatan yang

dilakukan dengan baik, cepat dan tepat.

Pada langkah keempat melakukan kebutuhan tindakan segera yaitu

kolaborasi dengan medik untuk melakukan Tindakan manual plasenta pada Ny “I”

untuk menyelamatkan ibu.


103

Pada langkah kelima perencanaan. Menurut Wijayarini (2010) perencanaan

yang dilakukan adalah beritahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang

telah dilakukan kolaborasi dengan dokter SPOG, ganti cairan infus RL sebanyak

500 cc observasi keadaan umum ibu ,tanda-tanda vital, kontraksi uterus , TFU,

perdarahan Anjurkan ibu untuk makan dan minum anjurkan ibu tehnik relaksasi

anjurkan ibu untuk mobilisasi bertahap anjurkan ibu dan keluarga merawat luka

jahitan agar tetap bersih .lakukan intake output . Berdasarkan diagnosa yang

didapatkan maka perencanaan yang dilakukan pada Ny “I” sudah sesuai dengan

teori yaitu kolaborasi medik, pemasangan infus diteruskan, beritahu ibu dan

keluarga tentang rencana tindakan mnual plsenta dan meminta persetujuan untuk

manual plasenta.

Pada langkah keenam penulis melaksanakan asuhan sesuai dengan apa yang

direncanakan yaitu kolaborasi medik, melanjutkan pemasangan infus, memberi

tahu ibu dan keluarga rencana tindakan manual plsenta dan meminta persetujuan

untuk dilakukan tindakan manual plasenta.

Langkah ketujuh, penulis memperoleh hasil evaluasi berdasarkan

perencanaan dan pelaksanaan yang penulis buat yaitu ibu dan keluarga sudah tahu

hasil pemeriksaan , ibu dan keluarga bersedia ibu dilakukan tindakan manual

psenta. Maka pada tanggal 11-12-2015 pukul 05.30 ibu dibawa ke ruang tindakan

untuk dilakukan manual plasenta sesuai dengan prosedur. Setelah selesai dirawat,

dilakukan mobilisasi bertahap, serta pemberian terapy sesuai anjuran dokter “R”

SpOG dari tanggal 11 Desember sampai tanggal 12 Desember 2015 diruangan

Kebidanan dan dilakukan manajeman asuhan kebidanan sesuai dengan prosedur


104

dan ibu dinyatakan sudah sehat sehingga ibu pulang, dengan anjuran kontrol

pada tanggal 21 Desember 2015.


105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengkaji dan melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny”I” dengan

manual plasenta dan curetage atas indikasi retensio plasenta disertai anemia

sedang, serta membahas antara teori dan praktik pada setiap proses asuhan

kebidanan yang dilakukan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada Ny “I” dilakukan pengumpulan data sesuai dengan teori

varney(2007), yang terdiri dari data subjektif,objektif(pemeriksaan fisik ),

dan pemeriksaan penunjang (laboratorium).

2. Pada Ny “I” dapat ditegakkan diagnosa P3A0 manual plasennta atas

indikasi retensio plasenta disertai anemia sedang . sedangkan maslah yang

dihadapi ibu adalah rasa cemas berhubungan akan dilakukan tindakan

manual plasenta ,diagnosa tersebut diteggakkan berdasrkan hasil

pemeriksaan yang telah dilakukan pada ny “I” (data subjektif dan data

objektif)

3. Pada Ny”I”diagnosa yang mungkin terjadi pada Ny “I” adalah perdarahan,

sedangkan diagnosa post manual plasenta adalah, infeksi luka jahitan,

masalah potensial yang terjadi adalah cemas semakin meningkat

4. Kebutuhan tindakan segera tidak ada, karena menunggu intruksi dari

dokter “R”SpOG

5. Perencanaan assuhan kebidanan pada Ny”I” sesuai kebutuhan ibu

berdasarkan dengan diagnosa dan masalah yang di alami oleh Ny”I”


106

6. Penatalaksanaan yang teah dilakukanpada Ny “I” dilakuakan dengan

tindakan manual plasenta dan kurettase pada tanggal 11-12-2015

7. Evaluasi dari asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny”I” selama 2 hari

yaitu ibu dalam keadaan sehat, keadaan umum ibu baik.

B. SARAN

Berdasarkan analisa dan kesimpulan yang penulis buat, maka adapun sran

yang dibuat penulis yaitu :

1. Bagi pasien

Menyarankan kepada ibu untuk memeriksakan kondisinya , dan

merawat luka jahitan agar tetap bersih dan kering agar tidak terjadi

infeksi dan mengikuti anjuran yang telah diberikan oleh dokter.

2. Bagi Rumah Sakit Besemah Pagar Alam

Untuk tetap mempertahankan mutu dalam memberi pelayanan asuhan

kebidanan terutama kepada kasus retensio plasenta.

3. Bagi Akademik

Diharapkan dapat menambah referensi dengan menambahkan buku-

buku terbaru, sehingga dapat memudahkan mahasiswa dalam membuat

tugas terutama buku-buku yang berkaitan dengan retensio plaenta.

Anda mungkin juga menyukai