Makalah Pendidikan Agama Islam
Makalah Pendidikan Agama Islam
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah ini tepat pada waktunya.
Materi dalam Makalah Pendidikan Agama Islam ini disesuaikan, yang bertema
”Akhlaq Pribadi (Pemaaf dan Syaja’ah)”.
Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah agar semua mahasiswa dan
pembaca dapat memahami konsep dan menerapkannya dalam lingkungan keluarga,
kampus, masyarakat, bangsa dan negara.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan masalah-masalah tersebut diatas ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian pemaaf.
2. Untuk mengetahui pemaaf dalam pandangan islam.
3. Untuk mengetahui keutamaan pemaaf.
4. Untuk mengetahui cara menjadi seorang pemaaf.
5. Untuk mengetahui hikmah pemaaf.
6. Untuk mendiskripsikan pengertian syaja’ah.
7. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari syaja’ah.
8. Untuk mengetahui ciri-ciri dari syaja’ah.
9. Untuk mengetahui sumber keberanian.
BAB II
PEMBAHASAN
( AKHLAK PRIBADI )
Pengertian Akhlak
Secara etimologis pengertian akhlaq adalah bentuk jamak dari khuluk yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq ( Pencipta ), makhluq ( yang diciptakan)
dan akhalq (Penciptaan).
Kesamaan kata di atas memberitahukan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku
makhluq (manusia). Dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki apabila tindakan atau
perilakunya tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan).
Dari pengertian etimologis dapat disimpulkan bahwa akhlak tidak hanya tata
aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia saja
melainkan juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Ibrahim Anis menyebutkan bahwa ahklak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat
yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat
menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih malakukan atau
meninggalkannya.
Pemaaf berarti orang yang rela memberi maaf kepada orang lain. Sikap
pemaaf berarti sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa sedikit pun ada
rasa benci dan keinginan untuk membalasnya. Dalam bahasa Arab sikap pemaaf
disebut al-‘afw yang juga memiliki arti bertambah (berlebih), penghapusan,
ampun, atau anugerah (Munawwir, 1984: 1020). Dalam al-Quran kata al-‘afw
disebut sebanyak dua kali, yakni dalam QS. al-Baqarah (2): 219 dan QS. al-A’raf
(7): 199. Dalam QS. al-Baqarah (2): 219 Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf,
serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”
Jadi, makna memaafkan inilah yang kemudian menjadi makna baku dari
kata al-‘afw. Kata al-‘Afw juga merupakan salah satu dari sifat atau asma Allah
yang berarti dzat yang Maha Pemaaf (QS. al-Mujadilah (58): 2).
Sikap pemaaf merupakan salah satu dari akhlak mulia yang juga
merupakan salah satu kriteria sekaligus manifestasi dari ketakwaan seseorang.
Dalam surat Ali ‘Imran (3): 133-134). Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-
orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa ciri orang yang bertakwa adalah
orang yang mau memaafkan orang lain tanpa harus menunggu orang lain itu
meminta maaf. Jadi, yang dimaksudkan dalam ayat di atas bukan meminta maaf,
tetapi memberi maaf.
Sikap memberi maaf jauh lebih mulia dari sikap meminta maaf. Dalam
kehidupan sehari-hari, orang yang memberi maaf biasanya didasari adanya
kesalahan yang diperbuat orang lain terhadapnya kemudian dia dengan rela
memaafkan kesalahan orang lain tersebut. Sedangkan orang yang meminta maaf
justru sebaliknya membuat kesalahan terhadap orang lain kemudian dia meminta
maaf atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Jadi, jelas sikap orang yang pertama
lebih mulia daripada sikap orang yang kedua. Orang yang pertama dengan rela
hati menerima perlakuan orang lain yang tidak baik dengan memaafkannya,
sementara orang yang kedua malah membuat kesalahan terhadap orang lain
kemudian dia meminta orang lain memaafkannya. Sikap orang kedua belum tentu
akan diterima oleh orang yang dimintai maaf, sedang sikap orang pertama jelas
akan diterima dengan baik oleh orang yang berbuat salah. Karena itulah al-Quran
menyebut ciri orang bertakwa adalah orang yang mau memaafkan kesalahan
orang lain, bukan meminta maaf kepada orang lain.
1.2 Pemaaf dalam pandangan Islam
Pemaaf adalah sifat luhur yang perlu ada pada diri setiap muslim. Ada
beberapa ayat al-Quran dan hadis yang menekankan keutamaan bersifat itu yang
juga disebut sebagai sifat orang yang hampir di sisi Allah. Allah berfirman:
“Dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain, Allah
mencintai orang yang berbuat kebajikan.” (Surah Ali Imran, ayat 132).
Iman dan takwa menjadi pengemudi melahirkan sifat pemaaf, manakala syaitan
pula mengambil tempat mendidik sifat pemarah. Hakikatnya, syaitan sentiasa
menggunakan kelemahan manusia untuk digoda dari pelbagai penjuru agar timbul sifat
haiwaniah dalam diri manusia.
Memang benar, sifat pemaaf itu bukanlah suatu perbuatan yang mudah
dilakukan. Allah berfirman:
Di sinilah pentingnya kita memupuk sifat pemaaf dalam diri. Sesuatu yang logik
tidak semestinya betul. Sebaliknya, ajaran agama adalah petunjuk kepada kebenaran
yang mesti diamalkan untuk mendapat kebaikan di dunia dan akhirat.
Tindakan marah melampau dan diikuti pula dengan tindakan fizikal bukanlah
jalan menyelesai masalah atau untuk menunjukkan siapa yang benar. Ketika itu jika
diteruskan niat melakukan tindak balas atas kemarahan itu, mungkin ada tindakan yang
mendatangkan keburukan sehingga melakukan pembunuhan.
Siapa yang berupaya untuk menahan kemarahan, bererti dalam dirinya memiliki
kemuliaan, keberanian, keikhlasan dan kekuatan yang sebenarnya. Sebaliknya, orang
yang tidak mampu menahan marah adalah golongan yang lemah.
Nabi Muhammad bersabda: “Bukanlah orang yang kuat itu (dinilai) dengan
(kekuatan) dalam pergelutan, sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat
menguasai dirinya ketika marah.” (Hadis Riwayat Bukhari).
Untuk mendidik sifat baik dalam diri perlulah menghampiri diri dengan
memperbanyakkan melakukan ibadah wajib dan sunnah. Dengan kekuatan takwa dan
iman secara langsung akan menjauhkan perkara yang ditegah, termasuk sifat pemarah.
Sifat pemaaf lahir dari jiwa dan hati yang tenang hasil daripada tarbiyah yang
berterusan. Sebab itu, selalu memupuk sifat pemaaf. Bermulalah dengan perkara yang
kecil dan mudah hilang sifat marah.
Jika ada sesuatu yang menimbulkan perasaan marah, berfikirlah sejenak untuk
terlebih dahulu menilai atau muhasabah diri sendiri terlebih dahulu. Renungkan dalam
hati sendiri adakah perkara itu juga berasal dari kita sendiri? Adakah sebelum ini kita
mengambil langkah yang wajar untuk mengelak perkara itu daripada berlaku?
Jika kita mampu berfikir sedemikian, cahaya kebenaran mudah memasuki ruang
hati dan memberi petunjuk apakah tindakan yang wajar dilakukan seterusnya. Pada
ketika itu syaitan tidak berpeluang untuk menyemarakkan perasaan marah, yang lahir
adalah keinsafan dan sifat memaafkan.
Sifat pemaaf memberi manfaat yang besar kepada diri sendiri terutama dari segi
rohani. Orang yang bersifat pemaaf selalu dalam keadaan tenang, hati bersih, berfikiran
terbuka, mudah diajak berunding dan sentiasa menilai diri sendiri untuk melakukan
kebaikan.
Bagi orang yang bersifat pemaaf, padanya tiada seorang pun dalam hatinya
tersimpan perasaan marah. Sebab itu, hati orang bersifat pemaaf tidak mudah terbakar
dengan provokasi yang menekan dirinya.
Banyak masalah berkaitan hubungan sesama manusia berpunca sifat marah dan
membalas dendam. Biarpun perselisihan kecil, perkara itu tidak dapat diselesaikan
disebabkan perasaan dendam masih bertapak di hati.
Sikap berdendam hanya merugikan kedua pihak. Paling tertekan ialah pihak
yang lebih banyak berdendam. Hatinya tidak tenteram dan sentiasa ada perasaan buruk
sangka. Kadangkala, yang berdendam hanya sebelah pihak. Sedangkan, sebelah pihak
lagi menganggap persengketaan sebelum ini selesai. Jika sifat memaafkan diamalkan,
insya Allah, kita juga tidak akan menanggung kemarahan daripada orang lain.
Sesungguhnya Allah terlebih awal memberi keampunan dengan rahmat-Nya.
Agar sifat pemaaf tumbuh dalam diri seseorang maka sifat itu haruslah
di-latih secara rutin dan terus menerus. Salah satunya adalah dengan latihan dan
mempraktekan "pemaaf" itu dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan
demikian "pemaaf" akan menjadi suatu kebiasaan bagi diri seseorang dan
memaafkan adalah bukan sesuatu yang aneh dalam hidupnya.
Tips lainnya adalah seperti apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah
SAW. Beliau bersabda apabila ingin menjadi pemaaf makan ingatlah dua perkara
dan lupakanlah dua perkara. Perkara apakah yang dimaksud oleh Rasul SAW itu??
Bila dua perkara ini sudah menjadi bagian dari sikap kita dalam
pergaulan sehari-hari, insyAllah kita akan menjadi seorang yang pemaaf.
Di antara hikmah yang dapat dirasakan dari sikap pemaaf di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Orang yang pemaaf akan mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari orang yang
dimaafkan. Orang yang dimaafkan merasa mendapatkan perhatian dan
penghormatan dengan dimaafkannya apa yang telah dilakukan, sehingga dia akan
memberikan balasan yang lebih baik dari sekedar sikap pemaaf yang diterima.
b. Orang yang pemaaf akan memperkuat tali silaturrahim dengan orang lain,
termasuk orang yang dimaafkan. Dengan demikian, dia akan tetap memiliki
hubungan yang baik dengan siapa pun.
2. SYAJA’AH
2.1 Pengertian Syaja’ah
Hati yang telah terwarnai oleh celupan Allah (sibghatullah) dan memiliki
tsiqoh tak akan ragu, apalagi bersangka buruk terhadap Allah. Dalam satu detik di
tengah kegagalan usaha, tak pernah ia melemparkan kesalahan diri pada Allah,
meragukan keadilan Allah dsb. Dia percaya dengan sepenuh percaya akan Allah
dengan segala asmaNya. Dia percaya tindakannya selalu dalam pengawasan
Allah dan mendapat perlindungan dariNya. Dia percaya Allah akan membelanya
baik di dunia maupun kelak di pengadilan akhirat, hari dimana semua pembela
pun turut diadili, saat dimana tak ada lagi pembela selain Allah.
Rasa percaya itulah yang melahirkan keberanian, tsiqoh yang kuat
membuahkan syaja'ah yang benar--berani bukan untuk pujian, kelompok atau
sesuatu yang lain, tetapi berani karena itu, tindakan itu untuk Allah, untuk
membela agama Allah semata, dan tidak untuk yang lainnya.Dalam titik tsiqoh
ini, dalam hati seorang Muslim, kebenaran Al Qur'an dan sunah tak memerlukan
lagi legalitas ilmiah dari para orientalis. Tidak lagi keyakinan baru tumbuh setelah
orang-orang kafir juga mengakuinya. Tsiqoh kepada Allah dan RasulNya
memutus ketergantungan pada selain Allah. Kebenaran Allah adalah benar,meski
ia dibenarkan atau tidak oleh para hamba taghut.
6. Berpendirian tetap
7. Bersemangat tinggi
2 4. Sumber keberanian
1. Rasa takut kepada Allah SWT
4. Tidak ragu-ragu
7. Hasil pendidikan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
http://afixsite.blogspot.com/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html#more
http://www.gudangmateri.com/2010/10/akhlak-pribadi-seorang-muslim.html
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F
%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Flain-lain%2Fdr-marzuki-mag%2FDr.
%2520Marzuki%2C%2520M.Ag_.
%2520Pemaaf.pdf&ei=FEZtUPi9MMf3rQel9IGIDA&usg=AFQjCNE6Y1l7XhExvtKvRKcMapTG
HJ3CKQ&sig2=LZIfJ2q5KRfqw7MLIEU-Aw
http://www.ephi.web.id/index.php/serba-serbi/10-islam/310-sifat-pemaaf-bersih-hatitenangkan-jiwa
http://eepinside.com/?p=2284
http://oeoe.blogsome.com/2008/10/09/menjadi-pemaaf/
http://www.slideshare.net/fuad_ar_rhizma/syajaah
MAKALAH
KELOMPOK 7 (TUJUH)
2. THOLATUL MAULIDIA ()
3. TEGUH EKO ()
4. DANI PONCO()