Kelompok :
Gabriella Dian Kristi 15.A1.0015
Yosua Wijaya 15.A1.0031
Liem Fendy 15.A1.0114
Bima Patria 15.A1.0167
Andini Kusuma R. 15.A1.0179
Dosen Pengampu :
Ir.Afriyanto Sofyan St.B ,MT
1
FOTO KELOMPOK
15.A1.0179 15.A1.0031
GABRIELLA DIAN K.
15.A1.0015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga tugas mata kuliah perencanaan dan perancangan permukiman baru di Kecamatan Banyumanik, Kota
Semarang ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga tugas permukiman baru di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam tugas ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II DATA
4
BAB III KAJIAN TEORI
BAB IV ANALISA
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk yang semakin hari semakin meningkat menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin meningkat pula hal ini dipengaruhi oleh fenomena urbanisasi
masyarakat. Menurut Alan, proses urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota yang berbeda dari gaya hidup pedesaan dalam konteks, sosial dan mentalitas ekonomi masyarakat
(Soetomo,2002). Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota yang menyebabkan suatu kota menjadi padat penduduk. Namun urbanisasi membawa dampak baik yaitu
menghasilkan sejumlah manfaat seperti pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan perubahan pola gaya hidup. Kota Semarang tidak luput dari permasalahan urbanisasi yang cukup
tinggi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan banyaknya ruang terbangun untuk menunjang aktivitas masyarakat. Namun, ruang terbangun tersebut tidak dapat menunjang semua
aktivitas masyarakat dan ruang terbangun mempengaruhi aktivitas masyarakat.
Tingkat kepadatan penduduk di Kota Semarang yang belum merata dan pertumbuhan penduduk lebih tersentral di pusat kota. Di Kota Semarang terdapat beberapa Kecamatan yang paling
padat penduduknya. Salah satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Semarang Selatan, sedangkan yang paling kecil pertumbuhan penduduknya adalah Kecamatan Mijen. Jumlah usia
produktif cukup besar, mencapai 69.30% dari jumlah penduduk (www.semarang.go.id, 2008). Banyaknya permukiman perkotaan merupakan salah satu penyebab tingginya urbanisasi.
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, maka perumahan diartikan sebagai kelompok rumah yang difungsikan sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian
dengan dilengkapi sarana dan prasarana lingkungan untuk menunjang perumahan tersebut sesuai fungsinya. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan Permukiman mengalami perkembangan ke daerah pinggiran hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk yang menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal.
Perumnas Banyumanik merupakan salah satu dari efek pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Berdasarkan Kebijakan Bagian Wilayah Kota yang ada dalam RTRW Semarang Kecamatan Banyumanik (BWK VII) termasuk dalam wilayah pengembangan III di Kota Semarang, yang
berfungsi menampung perkembangan penduduk dari pusat Kota Semarang. Maka muncul permukiman-permukiman baru yang terdapat di Kecamatan Banyumanik dengan persebaran pola
permukiman baru yang cenderung mengindikasikan adanya pemusatan aktivitas di beberapa kawasan.
I.2 Permasalahan
Beberapa masalah yang perlu diperhatikan terkait dengan terjadinya transformasi secara spasial pada Kawasan Permukiman Kecamatan Banyumanik Semarang yang diindikasi :
1. Perkembangan kawasan permukiman disekitar kawasan Kecamatan Banyumanik ini dipengaruhi oleh adanya faktor dekatnya dengan sektor pendidikan. Hal ini tercermin pada
kepadatan bangunan serta harga lahan yang tinggi, sebelumnya masih banyak lahan kosong serta harga lahannya relatif rendah.
2. Munculnya perkembangan perumahan-perumahan baru berskala kecil sampai dengan menengah atau permukiman individu dan kelompok pada kawasan Kecamatan Banyumanik.
6
3. Adanya perumahan baru maka perlu diperhatikan fasilitas sosial, fasilitas umum, dan kondisi infrastruktur yang terdapat pada perumahan sebagai tempat bermukim.
Menjelaskan tentang permukiman baru dan menjelaskan bagaimana gambaran pola persebarannya di wilayah Kecamatan Banyumanik, dengan menetapkan studi kasus yang akan diamati
yaitu perumahan Prabanata Village di Kelurahan Pedalangan.
1.4.1 Tahap Persiapan, menjelaskan tahap awal sebelum melakukan pengumpulan data dan persiapan bahan bahan sebelum pengumpulan data tentang Perumahan Prabanata Village,
Kelurahan Pedalangan, dan Kecamatan Banyumanik Semarang.
1) Survey Lapangan
Lokasi : Perumahan Prabanata Village Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik Semarang
2) Kebutuhan Data
-literatur kecamatan banyumanik
-luasan dan pembagian kawasan kecamatan banyumanik
-batas batas kecamatan banyumanik
7
-literatur kelurahan pedalangan
-luasan kelurahan pedalangan
-daftar permukiman baru di kelurahan pedalangan
-luasan perumahan Prabanata Village
-kondisi fisik dan infrastruktur perumahan Prabanata Village
3) Studi Pustaka
- Badan Pusat Statistik Kota Semarang 2015 dan 2016
- RDTRK Kota Semarang BWK VII Tahun 2011-2031 ( Kecamatan Banyumanik )
1.4.2 Tahap Pengumpulan Data, berisi hasil data yang di dapat melalui survey lapangan dan literatur tentang perumahan Prabanata Village di Kelurahan Pedalangan, Kecamatan
Banyumanik Semarang.
Pada tahap ini kami melakukan dengan metode observasi (pengamatan langsung ke lokasi):
Kondisi eksisting perumahan Jalan Tirto Agung Jalan masuk setelah gerbang perumahan
Prabanata Village Prabanata Village
(depan Perumahan Prabanata Village)
8
BAB II
DATA
Pada RTRW Kota Semarang, disebutkan mengenai rencana struktur ruang meliputi rencana pengembangan sistem pusat pelayanan dan rencana pengembangan sistem jaringan. Dalam
rencana pengembangan sistem pusat pelayanan Kota Semarang terdapat rencana pembagian Wilayah Kota (BWK) dibagi menjadi 10 bagian wilayah kota (BWK) yang terdiri atas :
a. BWK I meliputi Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur dan Kecamatan
Semarang Selatan dengan luas kurang lebih 2.223 Ha.
b. BWK II meliputi Kecamatan Candisari dan Kecamatan Gajahmungkur dengan luas kurang
lebih 1.320 Ha.
c. BWK III meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Utara dengan luas
kurang lebih 3.522 Ha
e. BWK V meliputi Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Pedurungan dengan luas kurang lebih
2.622 Ha
g. BWK VII meliputi Kecamatan Banyumanik dengan luas kurang lebih 2.509 Ha
h. BWK VIII meliputi Kecamatan Gunungpati dengan luas kurang lebih 5.399 Ha
j. BWK X meliputi Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Tugu dengan luas kurang lebih 6.393 Ha
9
II.2 Kecamatan Banyumanik Semarang
Banyumanik
Kecamatan Banyumanik (BWK VII) merupakan salah satu kecamatan dari 16 kecamatan yang berada di Kota Semarang dan terletak dibagian selatan , mempunyai kondisi geografis
yang berbukit-bukit kondisi wilayah Kecamatan Banyumanik adalah Daerah perbukitan dan termasuk kawasan pemukiman dan tempat perdagangan, luas wilayahnya :2.509 Ha, dengan
batasi sebagai berikut :
Kecamatan Banyumanik Semarang merupakan kecamatan yang berkembang pesat seiring dengan pembangunan Kota Semarang ke arah selatan. Pada tahun 2015, jumlah penduduk
Kecamatan Banyumanik sebesar 132.508 jiwa, dengan kepadatan penduduk sekitar 5.158 jiwa/km 2 ,kepadatan ini naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun 2014 dan pertumbuhan penduduk
0,84% pertahun.
11
II.2.1 Peta Penyebaran Permukiman Baru Kecamatan Banyumanik
12
II.2.2 Data Perumahan di Kecamatan Banyumanik Semarang
13
Kelurahan Jabungan - Perum Mega Bukit Mas
14
II.2.3 Data monograf Kecamatan Banyumanik (sumber : monografi kelurahan 2016)
15
II.3. Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik Semarang
Kelurahan
Pedalangan
Keterangan :
: Batas Wilayah Kecamatan Banyumanik
: Batas Wilayah Kelurahan Pedalangan
16
Jumlah penduduk Kelurahan Pedalangan pada tahun 2014 adalah 10.703 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 5.297 jiwa (49%) dan perempuan 5.406 jiwa (51%) dengan jumlah Kepala
Keluarga terdiri dari 2.916 KK.
Kondisi eksisting permukiman yang ada di Kelurahan Pedalangan tergolong sebagai permukiman dengan kepadatan yang cukup tinggi, hal ini mengingat bahwa Kelurahan Pedalangan
yang merupakan bagian Banyumanik merupakan kawasan urban sprawl yang sedang berkembang serta diarahkannya daerah ini untuk menampung limpahan penduduk di pusat Kota
Semarang serta dijadikannya kawasan Banyumanik sebagai pusat permukiman perkotaan skala kota.
1. RW 1 tergolong sebagai permukiman swadaya masyarakat, letak dari RW 1 ini berbatasan langsung sebelah selatan dengan Kelurahan Tembalang.
2. RW 2 pada tahun 1984 saat itu masih termasuk dalam Kelurahan Srondol Wetan, terdiri dari permukiman swadaya masyarakat serta perumahan Korpri.
3. RW 3 tergolong sebagai permukiman swadaya dan terdapat perumahan elite yaitu Perumahan Prabanata Village.
4. RW 4 tergolong dalam permukiman swadaya masyarakat, sebelumnya beberapa wilayah RW 4 ini termasuk dalam Kelurahan Kramas Perumda Graha Prasetya dan Perum Klenteng Sa
ri Indah di RW 2 Perumahan Graha Estetika di RW 8 Perumahan Jati Raya Indah di RW 9 Perumda Graha Sapta Asri dan Perum Villa Mutiara di RW 10 Perumnas di RW 5, RW 6 dan
RW 7 Perum Griya Mulawarman di RW 4 Hapsari Perkembangan Permukiman di Sekitar Lingkungan Kampus JPWK 9 (4) 408 Tembalang.
5. RW 5, 6 dan 7 tergolong dalam perumahan, ketiga RW tersebut menjadi permukiman yang termasuk dalam pembangunan Perumnas. Untuk RW 8 tergolong dalam perumahan,
keseluruhan wilayah RW 8 merupakan Perumahan Graha Estetika yang mulai dibangun pada tahun 1997.
6. RW 9 tergolong dalam kawasan perumahan yaitu dengan adanya perumahan jati raya indah.
7. RW 10 tergolong dalam kawasan perumahan yaitu dengan adanya Perumahan Graha Sapta Asri dan Perumahan Vila Mutiara, untuk perumahan Graha Sapta Asri atau Perumahan
Korpri ini berdiri diatas tanah milik pemerintah Kota Semarang, perumahan ini didirikan sebagai tempat tinggal bagi pegawai pemerintahan Kota Semarang, sedangkan perumahan Villa
Mutiara merupakan perumahan yang dibangun oleh pengembang (developer).
17
II.3.1 Daftar Permukiman Baru di Kelurahan Pedalangan
18
II.3.2 Fasilitas Tempat Ibadah dan Kesehatan Kelurahan Pedalangan
19
II.3.3 Fasilitas Pendidikan Kelurahan Pedalangan
20
II.4. Prabanata Village ( Jalan Tirto Agung, Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik Semarang )
Terletak di jalan Tirto Agung Semarang, Prabanata Village merupakan salah satu perumahan baru yang ada di
Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Semarang. Perumahan berbentuk cluster ini dibangun pada tahun 2011
seluas ±1,4 Ha dengan 55 kavling namun baru 29 kavling yang sudah terbangun.
Perumahan Prabanata Village merupakan perumahan elit yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan ke
atas. Hal ini dapat kami sampaikan karena melihat harga rumah yang dijual dengan harga kisaran Rp 2.000.000.000 (2 Milyar
Rupiah).
Batas wilayah Prabanata Village ditandai oleh pagar dinding setinggi ±1meter
Terdapat sistem keamanan dan barrier entry gate yang dipantau CCTV pada Perumahan Prabanata Village, sehingga penghuni perumahan akan merasa aman jika akan bepergian
meninggalkan rumah. Perumahan Prabanata Village bertemakan tropikal, modern dan minimalis dengan 4 tipe bangunan yang berbeda seperti Nataraya, Natanegara, Natapraja dan Natadipura
dengan desain khusus untuk tanah pojok (hook) pada setiap bloknya.
21
Penataan lingkungan Prabanata Village berkualitas seperti taman, jalan dalam perumahan selebar 7 meter, instalasi kabel listrik dan air bersih di bawah tanah serta pantauan kamera CCTV
sebagai standar keamanan lingkungan. Bangunan menggunakan pilihan material berkualitas tinggi seperti pintu jati berkualitas 1, granite tiles 60×60 untuk lantai, sanitair TOTO premium dan telah
dilengkapi dengan jaringan listrik kapasitas 5.500 watt dan 1 sambungan telepon yang bisa ditambah sesuai kebutuhan.
II.4.2 Denah
Titik Utilitas
22
Perumahan Prabanata Village
23
BAB III
KAJIAN TEORI
a. (Bintarto)
Kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta
coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang heterogen, baik dalam hal
mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan.
b. (Max Weber)
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng serta
mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat kosmopolitan.
c. (Louis Wirth)
Kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
d. (Arnold Toynbee)
Kota selain merupakan permukiman juga merupakan suatu kekompleksan yang khusus dan tiap kota menunjukkan pribadinya masing-masing.
e. (Grunfeld)
Kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem
penggunaan tanah yang beraneka ragam, serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan.
f. (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, pasal 1)
Disebutkan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta permukiman yang telah
memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan.
Teori Perkotaan dibagi menjadi
1. Teori perkembangan kota
2. Teori pertumbuhan kota
2. Teori Sektor
Teori sektor ini dikemukakan oleh Homer Hoyt (Yunus, 1991 & 1999), dinyatakan bahwa perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota, berangsur-
angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sector-sektor yang sama terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada adanya kenyataan bahwa di dalam kota-
kota yang besar terdapat variasi sewa tanah atau sewa rumah yang besar. Belum tentu sesuatu tempat yang mempunyai jarak yang sama terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa
tanah atau rumah yang sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-kadang daerah tertentu
dan bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih dekat dengan KPB mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang lebih rendah daripada daerah yang
lebih jauh dari KPB. Keadaan ini sangat banyak dipengaruhi oleh factor transportasi, komunikasi dan segala aspek-aspek yang lainnya.
a) Pertumbuhan Vertikat, yaitu daerah ini dihuni oleh struktur keluarga tunggal dan semakin lama akan didiami oleh struktur keluarga ganda. Hal ini karena ada factor pembatas,
yaitu : fisik, social, ekonomi dan politik.
b) Pertumbuhan Memampat, yaitu apabila wilayah suatu kota masih cukup tersedia ruang-ruang kosong untuk bangunan tempat tinggal dan bangunan lainnya.
c) Pertumbuhan Mendatar ke Arah Luar (Centrifugal), yaitu biasanya terjadi karena adanya kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan kegiatan lainnya. Pertumbuhannya bersifat
datar centrifugal, karena perembetan pertumbuhannya akan kelihatan nyata pada sepanjang rute transportasi. Pertumbuhan datar centrifugal ini dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
1) Pertumbuhan Datas Aksial, pertumbuhan kota yang memanjang ini terutama dipengaruhi oleh adanya jalur transportasi yang menghubungkan KPB dengan
daerah-daerah yang berada diluarnya.
25
2) Pertumbuhan Datar Tematis, pertumbuhan lateral suatu kota tipe ini tidak mengikuti arah jalur transportasi yang ada, tetapi lebih banyak dilatarbelakangi oleh
keadaan khusus, sebagai cintih yaitu dengan didirikannya beberapa pusat pendidikan, sehingga akan menarik penduduk untuk bertempat tinggal di daerah
sekitarnya. Di lingkungan pusat kegiatan yang beru ii akan timbul suatu suasana perkotaan yang secara administrative mungkin terpisah dari kota yang ada.
Oleh karena jarak antara pusast kegiatan yang baru dengan daerah perkotaan yang lama biasanya tidak terlalu jauh, maka pertumbuhan selanjutnya adalah
pada pusat yang lama dengan pusat yang baru akan bergabung menjadi satu.
3) Pertumbuhan Datar Kolesen, perkembangan lateral ketiga ini terjadi karena adanya gabungan dari perkembangan tipe satu dan dua. Sehubungan dengan
adanya perkembangan yang terus-menerus dan bersifat datar pada kota (pusat kegiatan), maka mengakibatkan terjadinya penggabungan pusat-pusat tersebut
satu kesatuan kegiatan. (Yunus, 1991 & 1999)
26
Meningkatnya standar hidup masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan, mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran (a).
Perbaikan daerah CBD menjadi menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3
yang menarik para pendatang baru khususnya dari zona 2 (c).
27
III.2 Teori Permukiman
Menurut Doxiadis dalam Kuswartojo, T., & Salim, S. (1997), permukiman merupakan sebuah system yang terdiri dari lima unsur, yaitu: alam, masyarakat, manusia, lindungan dan
jaringan. Bagian permukiman yang disebut wadah tersebut merupakan paduan tiga unsur: alam (tanah, air, udara), lindungan (shell) dan jaringan (networks), sedang isinya adalah manusia
dan masyarakat. Alam merupakan unsur dasar dan di alam itulah ciptakan lindungan (rumah, gedung dan lainnya) sebagai tempat manusia tinggal serta menjalankan fungsi lain.
Jaringan, seperti misalnya jalan dan jaringan utilitas merupakan unsur yang memfasilitasi hubungan antar sesama maupun antar unsur yang satu dengan yang lain. Secara lebih
sederhana dapat dikatakan, bahwa permukiman adalah paduan antara unsur manusia dengan masyarakatnya, alam dan unsur buatan sebagaimana digambarkan Doxiadis melalui
ekistiknya (Kuswartojo, T., & Salim, S. (1997):
Untuk menjawab sebagian isu perkembangan permukiman dan pendekatan terkini penyelenggaraan permukiman Heinz Frick (2006) menegaskan bahwa rumah tinggal bukan hanya
sebuah bangunan dalam arti fisik, melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.
Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu: (American Public Health association. Basic
Principles of Healthful Housing. New York 1960. dikutip dari Heinz: 2006)
a. Dapat memberi perlindungan terhadap gangguan-gangguan cuaca atau keadaan iklim yang kurang sesuai dengan kondisi hidup manusia, misalnya panas, dingin, angin
hujan, dan udara yang lembab
b. Dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan rumah tangga sehari-hari, antara lain:
• Kegiatan kerja yang ringan misalnya memasak, menjahit, belajar, dan menulis
• Kegiatan rutin untuk memenuhi kesehatan jasmani bagi kelangsungan hidup, yakni antara lain: mandi, makan, tidur.
• Dapat digunakan sebagai tempat istirahat yang tenang di waktu lelah atau sakit
2. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia. Rumah yang memberi perasaan aman dan tentram bagi seluruh keluarga sehingga mereka dapat betah berkumpul
dan hidup bersama, dan dapat mengembangkan karakter kepribadian yang sehat
3. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit. Rumah yang dapat menjauhkan segala gangguan kesehatan bagi penghuninya.
4. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar. Rumah harus kuat dan stabil sehingga dapat memberi perlindungan terhadap gangguan keamanan yang disebabkan
bencana alam, kerusuhan atau perampokan.
Dan berdasarkan surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum pada tahun 1980 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sederhana Tidak Bersusun ada beberapa hal yang
relevan untuk digunakan dalam rangka membuat suatu kawasan permukiman yang sehat, aman dan berlanjut, seperti:
1) Kriteria Pemilihan lokasi, dimana lokasi yang dipilih sebagai lahan hunian bebas dari pencemaran air, pencemaran udara, dan kebisingan baik yang berasal dari sumber daya buatan
atau sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun). Terjaminnya kualitas lingkungan hidup bagi pembinaan individu dan masyarakat penghuninnya. Kondisi tanahnya bebas
banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15%, sehingga dapat dibuat sistem air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang memungkinkan untuk dibangun permukiman
serta terjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
28
2) Kepadatan lingkungan, dimana suatu lingkungan permukiman rata-rata 50 unit rumah/ha dan maksimum luas perencanaan yang tertutup bangunan adalah 40% dari luas seluruh
lingkungan permukiman.
a. Jalan,
b. Air limbah (Jika kemungkinan membuat tangki septik tidak ada, maka lingkungan permukiman harus dilengkapi dengan sistem pembuangan limbah lingkungan atau harus dapat
disambung pada sistem pembuangan air limbah kota dengan pengolahan tertentu), dan
4) Utilitas Umum
a. Air bersih
b. Pembuangan sampah
c. Jaringan Listrik
5) Fasilitas Sosial, kebutuhan fasilitas ini disesuaikan dengan keadaan kawasan permukiman yang akan dibangun
a. Umum
b. Fasilitas Pendidikan
c. Fasilitas Kesehatan
d. Fasilitas Niaga
f. Fasilitas Peribadatan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2000 tanggal 21 Februari 2000 tentang Pedoman Penyusunan Amdal Kegiatan Permukiman Terpadu, bab I
menyatakan bahwa pengembangan wilayah dibangun berdasarkan konsep permukiman terpadu, yaitu pembangunan prasarana permukiman beserta fasilitas penunjangnya. Selanjutnya
keputusan menteri tersebut menegaskan adanya 5 prinsip utama dari konsep perumahan dan permukiman yang berwawasan lingkungan yang harus dikembangkan sesuai kondisi awal
yang ada:
29
1. Mempertahankan Dan Memperkaya Ekosistem Yang Ada.
Termasuk di dalamnya adalah berlanjutnya ekosistem yang ada. Perubahan yang dilakukan terhadap unsur ekosistem karena adanya pembangunan gedung dan prasarananya
harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan dari unsur ekosistem baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang memperkaya ekosistem secara keseluruhan
2. Penggunaan Energi Yang Minimal.
Baik secara makro maupun mikro perumahan dan permukiman harus memanfaatkan sistem iklim yang ada dan perancangan bangunan yang memanfaatkan prinsip yang sama
ditambah dengan sistem radian yang dapat meningkatkan efektifitasnya dibandingkan dengan sistem pasif. Pemilihan bahan bangunan, cara membangun dan rancangan bentuk
dapat berpengaruh terhadap keutuhan energi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Pengendalian Limbah Dan Pencemaran
Limbah yang harus dihasilkan mulai dari yang dihasilkan oleh jamban, kamar mandi, dapur, dan rumah sampai akibat dari pemakaian beberapa peralatan listrik, bahan bakar fosil
dan sebagainya. Limbah ini harus dikelola dengan baik dan jelas dengan prinsip produksi bersih.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2000 tanggal 21 Februari 2000, penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk:
Perumahan dan permukiman yang ramah lingkungan atau berwawasan lingkungan adalah suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang dibangun dengan mempertimbangkan
dan memadukan ekosistim. Artinya tidak hanya membangun suatu perumahan dan permukiman dengan rumah-rumah atau gedung bertingkat yang megah, mewah dan artistik saja, tetapi
bagaimana bangunan tersebut dirancang untuk sesedikit mungkin menimbulkan polusi dan hemat dalam penggunaan energi serta penggunaan air.
Pembangunan berwawasan lingkungan mensyaratkan adanya sejumlah kawasan yang tetap dipertahankan berada dalam status alaminya. Ini berguna untuk menjaga kualitas air,
perlindungan sumberdaya plasma nutfah, perlindungan kawasan berpemandangan indah, kesempatan untuk menikmati lingkungan alami sehingga menjamin kelestarian sumberdaya alam.
Adanya pembangunan tanpa disadari telah berdampak pada munculnya masalah-masalah perkotaan, seperti terbatasnya air bersih, polisi udara, asap, masalah drainase dan banjir,
pengelolaan sampah yang belum professional dan berbagai permasalahan lingkungan lainnya.
30
Pembangunan berkelanjutan di sektor permukiman menurut Joko Kirmanto (2007) -Menteri Pekerjaan Umum- diartikan sebagai pembangunan permukiman termasuk di dalamnya
pembangunan kota secara berkelanjutan sebagai upaya berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang.
Intinya pembangunan permukiman yang berkelanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan.
Sedangkan menurut Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) konsep pembangunan permukiman yang berwawasan lingkungan adalah permukiman yang menunjang perkembangan
kehidupan yang berkelanjutan, dimana dapat menopang dan ditopang oleh tercapainya tujuan ekonomi, sosial dan ekologi (KMNLH, 1999). Definisi permukiman berwawasan lingkungan
menurut KLH akan digunakan sebagai definisi operasional dalam penelitian ini.
1. Pembangunan yang berkelanjutan adalah peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan dan untuk itu perlu peningkatan kualitas permukiman itu sendiri (Brundland, 1987:342).
2. Segala upaya yang terus menerus dilakukan, untuk menyerasikan, memadukan dan meningkatkan nilai ekonomi-sosial serta ekologi; dapat disebut sebagai pengembangan
perumahan dan permukiman yang berwawasan lingkungan dan pengembangan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan (Kuswartojo, T., & Salim, S., 1997)
Dalam upaya meningkatkan kepedulian dan sebagai penghargaan terhadap usaha dan komitmen para pengembang permukiman dalam upaya pengelolaan lingkungan di
pemukiman, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Kantor Menteri Negara Perumahan dan Permukiman menyelenggarakan Program Penghargaan Rumah
Lestari.
Kata lestari dapat diartikan sebagai ‘seperti keadaan semula, tidak berubah, kekal’. Tetapi lebih jauh dari itu, makna lestari dapat diartikan sebagai ‘terjaganya keberlangsungan
(sustainability)’. Rumah lestari, dengan demikian, mempunyai makna bahwa fungsi rumah dengan segala konsepsi nilai dan norma yang terkait di dalamnya harus tetap terjaga.
Konsep permukiman berwawasan lingkungan atau rumah lestari yang ditawarkan KLH dan Menpera belum banyak menyentuh penataan lokasi permukiman. Lokasi permukiman
seharusnya mendukung upaya kebelanjutan lingkungan, namun beberapa dari permukiman yang diberikan penghargaan tersebut belum memperhatikan penataan lokasi seperti jauh dari
transportasi umum, belum terpenuhinya perbandingan antara lokasi terbangun dengan lokasi yang terbiarkan, belum memiliki jalur sepeda atau trotoar yang memadai untuk mengurangi
penggunaan kendaraan bermotor. Atau juga lokasi permukiman ditempat strategis yang peruntukkannya lebih baik untuk ruang terbuka hijau kota.
Beberapa pakar arsitektur mengatakan konsep pembangunan permukiman horizontal membutuhkan lahan yang besar. Namun dengan hadirnya konsep rumah vertical seperti rumah
susun atau apartemen, kekhawatiran kekurangan lahan dapat terbantahkan. Hanya saja konsep rumah vertical sampai saat inipun masih menjadi perdebatan. Poin utama mengapa rumah
vertical belum banyak diterima masyarakat adalah berkurangnya interaksi sosial antara penghuni karena rumah vertical tidak menyediakan ruang sebagai tempat berkumpulnya para
penghuni. Oleh karena itu, sampai saat ini rumah horizontal masih menjadi pilihan utama masyarakat.
Menurut Heksanto Sekretaris Jenderal Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia (IALI), permukiman berwawasan lingkungan mesti memiliki air bersih, pohon besar peneduh, bebas polusi
udara dan suara, serta keseluruhan lansekapnya nyaman. Ciri lain, hunian berwawasan lingkungan dikembangkan secara terpadu dengan konsep one stop living. Artinya hunian yang
dilengkapi fasilitas pendidikan, kesehatan, komersial, dan ibadah yang berkualitas. Termasuk syarat sirkulasi udara yang baik dan lancar, serta penetrasi cahaya ke dalam rumah.
31
BAB IV
ANALISA PERMASALAHAN
Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah telah menjadi magnet bagi masyarakat yang bertempat tinggal di kota-kota sekitarnya untuk mencari penghidupan. Hal ini dapat
terlihat dengan jelas bahwa setiap hari pada jam-jam sibuk (masuk kerja dan pulang kerja) jalanan di Kota Semarang selalu ramai dan cenderung terjadi kemacetan.
Meskipun ada keterkaitan antara pemanfaatan ruang dengan motif perjalanan yang dilakukan, namun apabila jaringan jalan yang ada sudah tidak dapat lagi menampung aktivitas
perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat, secara otomatis terjadi permasalahan lalu-lintas dan salah satu permasalahan tersebut adalah kemacetan lalu-lintas. Kemacetan jalan tersebut
umumnya terjadi di jalan nasional yang merupakan jalan penghubung utama antara Kota Semarang dengan kota-kota lain, baik secara konstelasi regional (Kendal, Boja, Ungaran, Purwodadi, dan
Demak) maupun nasional (Jakarta, Solo, Yogyakarta, Surabaya).
32
- Kawasan Tanah Mas
- Jalan Hasanudin
Selain itu, berkembangnya Kota Semarang menyebabkan terjadinya pertumbuhanpenduduk yang terjadi terus-menerus. Angka kepadatan penduduk yang tinggi ini disebabkan tinggi arus
urbanisasi. Pertumbuhan penduduk yang tinggimenyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman juga semakin tinggi.Terjadinya alih fungsi lahan yang tadinya lahan kosong dan lahan pertanian
sudah dialih fungsikan lahannya menjadinya permukiman-permukiman dan bangunan lainnya. Bukit-bukit di Semarang banyak juga yang dikepras untu kdijadikan area permukiman baru.
Perubahan fungsi lahan tersebur menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Kecamatan Banyumanik yang merupakan wilayah pinggiran Kota Semarang telah menjadi satu kesatuan fungsional dengan pusat kota sehingga peranannya harus dapat mendukung
aktivitas yang terdapat di pusat kota. Fasilitas sosial sebagai salah satu bentuk pelayanan bagi aktivitas masyarakat, dapat dilihat sebagai salah satu aspek penting dalam proses perkembangan
kota. Permasalahan yang muncul akan menjadi tidak terarah jika tidak diantisipasi dengan adanya arahan kebijakan pengembangan Kecamatan Banyumanik yang berfungsi sebagai wilayah
penyangga bagi pusat kota. Sebagai wilayah penyangga, Banyumanik berfungsi sebagai penampung imbas dari aktivitas pusat kota yang sudah overload.
Hal ini terlihat dengan pertumbuhan kawasan permukiman dan pengaruh dari kawasan pendidikan yang terdapat di wilayah sekitar (Kecamatan Tembalang), dimana hal ini menyebabkan
pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Pengembangan sebagai kawasan permukiman merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang menuntut Banyumanik untuk dapat
menyediakan kebutuhan pelayanan bagi aktivitas didalamnya yang salah satunya adalah fasilitas sosial.
33
IV.3. Analisa Permasalahan Lingkup Kelurahan Pedalangan Semarang
Kondisi Kelurahan Pedalangan yang cukup strategis membuat kawasan ini cukup berkembang pesat dalam hal permukiman,dimana kebutuhan papan meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk sekitar.Dengan perkembangan Kelurahan Pedalangan yang cepat,maka diperlukan fasilitas sosial yang memadai bagi masyarakat sekitar.Permasalahannya adalah ketika
sebuah kota besar tidak diimbangi dengan fasilitas sosial yang sepadan,maka hal itu akan berdampak pada kebiasaan dan berujung dengan life style masyarakat.Selain itu maintenance fasilitas
yang kurang diperhatikan menjadikan masyarakat enggan menggunakan fasilitas sosial tersebut,padahal berfungsi penting dalam lingkup Kelurahan Pedalangan.Range/jarak fasilitas sosial yang
jauh pula menyebabkan masyarakat berpikir dua kali untuk menuju kesana,baik dari segi transportasi,waktu dan biaya yang dikeluarkan.
34
3. Terdapat titik kemacetan di area jalan Tusam raya (terutama saat sore hari) , dijalan Durian Raya,jalan Tirto Agung,jalan Prof Sudarto
1. Pembatasan dinding pada area sekeliling perumahan akan membatasi interaksi sosial dengan warga sekitar.
Dengan adanya dinding yang tinggi yang membatasi area perumahan dan area permukiman warga, maka jika kemungkinan terjadi
kontroversi antara warga perumahan prabanata dan warga luar dinding, maka bisa saja warga di luar dinding membalas dengan
membuang sampah ke area perumahan.
35
2. Tidak adanya Fasilitas sosial seperti tempat ibadah seperti mushola, taman aktif maupun pasif, dll di area perumahan dikarenakan kawasan perumahan kecil.
Karena area perumahan yang kecil,pihak pengembang tentu tidak ingin rugi, maka dari itu fasilitas tempat ibadah maupun ruang
terbuka ditiadakan, dan hanya berisi kavling.
36
6. Tidak adanya peralatan keamanan di kawasan perumahan seperti hydrantbox dan hydrant pillar
Setelah dilakukan pengamatan terhadap kawasan perumahan Prabanata,kami
tidak menemukan peralatan keamanan terhadap kebakaran seperti hydrant
pillar maupun hydrant box.Tentunya hal ini akan menyulitkan pemadam
kebakaran ketika suatu saat terjadi kabakaran pada area perumahan.
37
BAB V
V.1 Perumahan
Perumahan Prabanata Village, sebuah prime residential yang berlokasi di tempat premium, Tirtoagung Junction, Tembalang, Semarang Atas.
Untuk menciptakan suasana yang hangat dan menciptakan interaksi yang akrab antar keluarga, penataan lingkungan Prabanata Village berkualitas seperti taman, dapat dilihat dari tatanan
master plan yang membentuk cluster-cluster dengan tipe rumah yang berbeda-beda namun tetap membentuk suatu keserasian.
4 jenis tipe rumah di Prabanata Village (Nataraya, Natanegara, Natapraja dan Natadipura) dengan
tema desain minimalis-modern-tropis
38
Dengan sistem keamanan dan barrier gate yang dipantau CCTV sehingga keamanan rumah terjamin. jalan dalam perumahan selebar 7 meter, instalasi kabel listrik dan air bersih di bawah
tanah serta pantauan kamera CCTV sebagai standar keamanan lingkungan. Bangunan menggunakan pilihan material berkualitas tinggi seperti pintu jati berkualitas 1, granite tiles 60×60 untuk
lantai, sanitair TOTO premium dan telah dilengkapi dengan jaringan listrik kapasitas 5.500 watt dan 1 sambungan telepon yang bisa ditambah sesuai kebutuhan.
Disini kami mempertahankan desain & konsep yang telah diterapkan di Perumahan Prabanata Village ini, karena dinilai sudah baik dalam segala aspek kriteria sebuah Perumahan Elit.
Akan tetapi, yang kami permasalahkan disini adalah tidak ada nya fasilitas komunal seperti taman pasif maupun aktif, mushola, balai warga, dll. Sehingga untuk menciptakan suasana
hangat dan keakraban interaksi antar keluarga dinilai tidak terpenuhi.
• Tidak adanya Fasilitas sosial seperti tempat ibadah seperti mushola, taman aktif maupun pasif, dll di area perumahan
Fasilitas sosial merupakan yang fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman. Contoh
dari fasilitas sosial (fasos) adalah seperti puskemas, klinik, sekolah, tempat ibadah, pasar, tempat rekreasi, taman bermain, tempat olahraga, ruang serbaguna, makam, dan lain
sebagainya. Dan didalam area perumahan Prabanata Village ini tidak tersedia fasilitas sosial sama sekali, padahal konsep dan tema yang diterapkan Prabanata Village bertujuan untuk
menciptakan suasana yang hangat dan menciptakan interaksi yang akrab antar keluarga.
39
Gambar V.1 Block Plan Prabanata Village, seluruh lahan kavling dijadikan hunian.
Dan ketika melakukan survey/kunjungan lapangan pada sore hari tidak ada kegiatan interaksi sosial sama sekali, padahal sore adalah waktu yang biasanya digunakan warga untuk
berinteraksi satu sama lain, atau waktu anak-anak untuk bermain di luar rumah. Hal ini memberikan kesan kuat “anti sosial” terhadap warga yang tinggal di perumahan Prabanata
Village. Padahal, fasilitas sosial tersebut merupakan hak warga dan menjadi kewajiban pengembang untuk menyediakannya.
Penyediaan fasilitas sosial pada perumahan/permukiman ini juga dicantumkan pada peraturan Pasal 13 ayat 1 hurup b
Peraturan Menteri Dalam Negeri No: 3 Tahun 1987 Tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan."Perusahaan
Berkewajiban menyediakan tanah untuk keperluan fasilitas sosial dan memelihara selama jangka waktu tertentu prasarana dan utilitas umum yang diperlukan oleh masyarakat penghuni
lingkungan".
Dinding pembatas perumahan memang dimaksudkan untuk keamanan internal perumahan dari gangguan eksternal perumahan seperti pencuri,
hewan buas (misalnya ular), dll, dan juga sebagai pembatas “teritori” lahan perumahan agar tidak mengambil lahan luarnya. Namun di sisi lain hal ini
menjadi sebuah kontroversi antara warga perumahan prabanata dan warga luar dinding. Warga dalam Perumahan Prabanata Village terkesan
“sombong” karena merupakan sebuah perumahan elit, dan dicap susah atau bahkan tidak mau bersosialisasi dengan warga “kampung” di luar
Perumahan Prabanata Village.
40
V.3. Konsep Makro
• Rumah Sakit
Terdapat permasalahan pada ruang lingkup kelurahan Pedalangan yaitu letak/jarak Rumah sakit yang jauh sehingga menyebabkan terjadinya kekhawatiran jika terdapat suatu masalah
kesehatan terhadap masyarakat wilayah pedalangan prabanata village. Dan meski sudah terdapat klinik berlokasi di dekat perumahan prabanata village akan tetapi penanganannya terhadap
pasien tidak se profesional jika di bandingkan dengan rumah sakit, apalagi permasalahan kesehatannya sudah serius seperti terkena serangan jantung, kecelakaan patah tulang, dan lain-lain.
41
• Pasar
Terdapat permasalahan pada ruang lingkup kelurahan yaitu letak/jarak Pasar yang jauh sehingga menyebabkan masyarakat prabanata village lebih cenderung membeli bahan makanan
dari supermarket/pasar swalayan dan delivery makanan lewat jarak jauh daripada harus pergi ke pasar. Pasar terdekat dari perumahan prabnata village diketahui yaitu Pasar Rasamala yang
jaraknya cukup jauh dari perumahan seperti pada gambar dibawah ini.
42
V.3 Konsep Mikro Individu Permukiman Prbanata Village Kelurahan Pedalangan,Kecamatan Banyumanik,Kota Semarang
Berdasarkan hasil identifikasi dan permasalahan yang sebelumnya pada perumahan prabanata, ditemukan beberapa masalah di antaranya tidak adanya hydrant di dalam perumahan
tersebut. Hal ini merupakan masalah yang akan saya bahas, karena pentingnya pengadaan hydrant di sekitar perumahan tersebut yang sangat dibutuhkan, jika terjadi bencana kebakaran
yang akan sangat merugikan sekitar lingkungan perumahan prabanata. Menurut Standar NFPA(National Fire Protection Association) Jarak yang bagus untuk Pemasangan Hydrant Pillar
yang Tepat adalah 35-38 karena panjang selang kebakaran umumnya bisa mencapai 30 meter, dan semprotan dari air bertekanan yang keluar dari nozzle bisa mencapai jarak sampai 5
meter.
Dengan ini memberikan usulan supaya di setiap titik dengan jarak kurang lebih 35 meter hydrant satu dengan yang lain di area perumahan di beri hydrant untuk keamanan dan
keselamatan bersama.
Peletakan Hydrant
Sumber : Dokumen pribadi
= Lampu jalan
45
Yosua wijaya 15.A1.0031
V.4.3 Koridor Jalan Perumahan Prabanata Village (Liem Fendy / 15.A1.0114)
Berdasarkan hasil identifikasi dan permasalahan yang sebelumnya pada perumahan prabanata, ditemukan beberapa masalah di antaranya tidak ada jalur pedestrian dan ruang public /
ruang terbuka hijau. Hal ini merupakan masalah yang akan saya bahas, karena pentingnya jalur pedestrian wallaupun dalam lingkup perumahan.Menurut kementrian PU lebar jalan
pedestrian minimal untuk perumahan yaitu 150 cm. Untuk itu untuk memperbaiki hal tersebut diadakan usulan desain dengan mengadakan jalur pedestrian selebar 150cm mengingat
perumahan prabanata yang tidak terlalu besar.
48
(Bima Patria Hernanda – 15.A1.0167)
b. Penambahan Lampu Dekorativ
Pada hasil pengamatan dan analisis yang saya amati mengenai taman tirtoagung pada Kelurahan Pedalangan, Tata lampu suatu kawasan fasilitas umum/ruang publik
tentu memerlukan perhatian khusus. Sebuah konsep tata lampu yang harus sesuai dengan fungsi dan estetika dari desain ruang publik tersebut. Ruang publik merupakan
fasilitas yang disediakan bagi masyarakat untuk saling bersosialisasi. Bentuk ruang publik sangatlah beragam. Desain dan temanya juga dapat dibuat bervariasi sesuai dengan
kondisi sosial dan kultur masyarakat sekitar.
Lampu dekoratif bertujuan memberikan nilai tambah (added value) sehingga sistem penerangan yang ada tidak terkesan kaku dan monoton. Sifat dan fungsi lampu
dekoratif yang lain adalah memberikan tema pencahayaan sesuai dengan event atau suasana pada lokasi tersebut. Misalnya lampu hias untuk masjid pada saat hari raya
lebaran, lampu hias natal, lampu hias tahun baru,l ampu hias event MTQ ,lampu hias konser musik,lampu hias expo/pameran,lampu hias festival dan lain lain.
Bedasarkan data, dan permasalahan yang ada di perumahan Prabanata Village saya mengusulkan pengadaan fasilitas sosial berupa taman aktif sebagai tempat berkumpul,
dan bermain sehingga menciptakan suasana yang hangat dan menciptakan interaksi yang akrab antar keluarga. Dalam kasus Perumahan Elit Prabanata Village tersebut hasil usulan
akan bersifat makro dan lebih mengarah kepada perlengkapan fasilitas di dalam perumahan.
Penataan lingkungan Prabanata Village berkualitas seperti taman, dapat dilihat dari tatanan master plan yang membentuk cluster-cluster dengan tipe rumah yang berbeda-
beda namun tetap membentuk suatu keserasian. Konsep perumahan taman berkembang dari konsep kota taman yang dikemukakan aleh Ebenezer Howard. Menurut Ebenezer
Howard, sebuah kota yang dirancang untuk kehidupan yang sehat dengan ukuran yang mungkin cukup untuk suatu tingkat kehidupan sosial , dikelilingi oleh sabuk pedesaan yang
seluruh lahannya menjadi milik umum atau dibuat untuk kepentingan masyarakat.
Konsep perumahan taman dapat diartikan bahwa perumahan tersebut mempunyai komposisi ruang terbuka hijau yang lebih dari perumahan biasa. Di lapangan dapat dilihat
penerapannya pada taman-taman yang difungsikan sebagai penyeimbang lingkungan dan fasititas penunjang lingkungan. Taman-taman yang ada dapat dibedakan sifatnya menjadi
dua, yaitu :
- Bersifat private Taman yang bersifat private dimiliki oleh masing-masing unit hunian yang ada.
- Bersifat public Setiap area ruang terbuka (taman blok) diterapkan sebagai fasilitas taman aktif, meeting point, pedestrian, taman duduk/bermain atau Childern Play
Ground.
Disini saya menerapkan taman yan bersifat publik yang dapat dimanfaatkan sebagai meeting point, taman duduk, dan taman bermain.
Andini Kusuma R.
50 15.A1.0179
Sifat yang terbentuk dari taman tersebut adalah taman aktif, dimana pad ataman tersebut dapat dilakukan berbagai macam kegiatan misalnya bermain, duduk dan lain-lain.
Dari segi fisik taman tersebut sendiri mencerminkan bahwasanya taman tersut adealah taman aktif dimana pada taman tersebut terdapat sarana penunjang untuk melakukan
kegiatan yang lain, sebagai contoh pada taman ini terdapat path (jalan) bagi pengguna untuk menunjang kegiatan. Adapun kegiatan yang dapat berlangsung pad ataman tersebut
adalah:
- bercengkrama
- Pada taman ini jalan untuk melalui taman tersebut terbuat dari plester semen yang dipasangi dengan batu krikil yang berwarna putuih.
- Pada taman ini sebagai taman aktif vegetasi dan elemen yang ada juga menunjang untuk terciptanya suatu kegiatan.
Untuk permasalahan dinding pembatas perumahan, saya tetap mempertahankannya. Karena Prabanata Village merupakan perumahan elit sehingga penghuninya pasti dari
kalangan atas, dan kalangan atas biasanya adalah kalangan orang-orang yang cukup “rewel” demi masalah keamanan. Dengan gerbang masuk perumahan yang hanya ada di 1titik
bersama dengan pos satpam sekiranya akan lebih aman lagi dengan dinding pembatas untuk mencegah pencuri atau orang-orang yang akan berbuat kriminal bebas masuk dari
berbagai sisi.
Andini Kusuma R.
15.A1.0179
51
BAB VI
1. KESIMPULAN
Kesimpulan dari data, analisis permasalahan, dan usulan konsep desain untuk melengkapi dan membenahi Perumahan Prabanata Village ini merujuk kepada pengadaan fasilitas sosial
guna mewujudkan konsep Prabanata Village yaitu untuk menciptakan suasana yang hangat dan menciptakan interaksi yang akrab antar keluarga. Dengan adanya taman aktif yang bersifat publik
dan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk melakukan kegiatan bersama diharapkan dapat mempererat hubungan interaksi antar keluarga dan warga Prabanata Village, sehingga tidak
terkesan “anti sosial”.
Dan dengan mempertahankan dinding pembatas perumahan sebagai pendukung sistem keamanan barrier gate yang dipantau CCTV, sehingga penghuni perumahan
Prabanata Village tidak akan khawatir apabila meninggalkan rumah mereka untuk bepergian.
2. SARAN
• Pembangunan Masjid
• Penambahan Lampu Dekorativ
52