Anda di halaman 1dari 14

1.

Pengantar

Dalam beberapa dekade terakhir, gaya hidup manusia terus berubah


khususnya mengenai bagaimana manusia memilih makanan. Makanan tidak
hanya menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai sumber nutrisi, namun
makanan yang dikonsumsi telah berkembang menjadi semacam refleksi standar
kualitas hidup. Makanan yang dikemas secara atraktif, tampilan alami, rasa yang
original, serta produk yang awet menjadi poin-poin pokok karakteristik
makanan yang disukai. Tantangan ini disambut baik dengan berkembangnya
teknologi pengemasan sekaligus pengawetan yang memungkinkan memperoleh
kualitas mutu produk pangan seperti yang diharapkan oleh konsumen. Salah
satu teknologi tersebut adalah teknik preservative packaging, suatu teknik yang
mengombinasikan pengemasan dan pengawetan sekaligus.
Gill dan Molin (1991) mengelompokkan teknik preservative packaging
menjadi (1) kemasan vakum, (2) high-oxygen modified-atmosphere packaging
(MAP), (3) low-oxygen modified atmosphere packaging, dan (5) controlled
atmosphere packaging (CAP). Tulisan ini akan secara khusus membahas dua
teknik saja, yaitu modified atmosphere packaging (MAP) dan controlled
atmosphere packaging (CAP).
Tabel 1. Sinopsis sejarah penggunaan modified atmosphere dan teknologinya.

Year Event
1882 Elevated levels of CO2 were shown to extend the storage life of meats
for 4 to 5 weeks.
1889 The antibacterial activity of CO2 was established
1895 Lopriore observed that 100% CO2 inhibited the germination of mold
spores
1910 Modified-atmosphere packaging was quite widely used to preserve
certain foods
1938 About 26% of New Zealand and 60% of Australian beef was shipped
under CO2 atmospheres
1960 The hypobaric system was outlined by S. Burg
1972 The Tectrol process was introduced in the United States for long-
distance transportation of meats, poultry, and seafoods
1972 A cryogenic O2–N2 atmosphere (liquid O2–N2) system was patented by
the Union Carbide Corporation
1976 The Grumman Corporation built the Dormavac, a hypobaric highway
storage container based on Burg’s hypothesis
Sumber: Jay et al. (2005)

1
Meskipun teknik MAP dan CAP berkembang sangat pesat akhir-akhir ini,
namun teknik ini sudah diinisiasi oleh beberapa penemuan pada abad 19.
Berawal dari penemuan bahwa CO2 dapat meningkatkan keawetan produk,
hingga pada 1976 dapat diproduksi kantung atau pengemas dengan sifat rendah
tekanan (Tabel 1).

2. Modified Atmosphere Packaging (MAP)

2.1. Definisi dan deskripsi


Secara general, Yahia (2009) mendefinisikan Modified Atmosphere
Packaging (MAP) sebagai teknik untuk meningkatkan keawetan produk segar
ataupun produk yang diproses secara minimal melalui modifikasi komposisi
udara di sekitarnya menggunakan film pengemasan. Pengertian yang lebih
spesifik diberikan oleh Novak (2010). Definisi MAP menurut Novak (2010)
adalah penggantian komposisi atmosfer (78,08% N 2, 20,95% O2, 0,93% Ar, dan
0,03% CO2) dalam wadah tertutup untuk memperoleh kondisi atmosfer yang
berbeda dengan udara bebas dengan tujuan untuk mengemas suatu produk.
Saat ini MAP telah berkembang dengan sangat pesat, hal ini didorong
oleh kemajuan fabrikasi film kemasan yang dapat menghasilkan kemasan
dengan permeabilitas gas yang luas serta tersedianya adsorber untuk O 2, CO2,
etilen, dan air. Ahli-ahli pengemasan sering menganggap bahwa MAP
merupakan satu dari bentuk kemasan aktif, karena banyak metode kemasan
aktif juga memodifikasi komposisi udara di dalam kemasan bahan pangan. Ide
penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari segi
mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif
adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk
sistem distribusi.
Tujuan MAP adalah mempertahankan umur simpan produk pangan
(Gambar 1). MAP umumnya menghalangi pergerakan udara, memungkinkan
proses respirasi normal produk, mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan
kadar karbon dioksida udara di dalam kemasan. MAP dapat digunakan dalam

2
kontainer pengapalan dan dalam unit-unit kemasan konsumen. Modifikasi
atmosfer dan secara aktif ditimbulkan dengan membuat sedikit vakum dalam
kemasan tertutup (seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi), dan
kemudian memasukkan campuran komposisi atmosfer yang diinginkan yang
sudah jadi dari luar.

Gambar 1. Perpanjangan masa simpan produk dengan MAP

Secara umum, penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan


konsentrasi karbon dioksida akan bermanfaat terhadap kebanyakan komoditi.
Pemilihan film polimerik terbaik untuk setiap komoditi/kombinasi ukuran
kemasan tergantung pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi
waktu/suhu yang dinginkan selama penanganan. Penyerap oksigen, karbon
dioksida dan/atau etilen dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer untuk
membantu menjaga komposisi atmosfer yang diinginkan.
Meskipun demikian, MAP tetap mempunyai dua sisi yaitu kelebihan dan
kekurangan.

Kelebihan Kekurangan
 Memperpanjang keawetan  Peralatan dan bahan yang
produk sehingga distibusi mahal
produk semakin luas.
 Mempertahankan kesegaran  Biaya transportasi meningkat
produk dalam waktu jauh lebih
lama
 Kemasan lebih atraktif  Potensi resiko keamanan

3
(umumnya transparan (karena konsumen mungkin
sehingga produk dapat tidak menyimpan produk pada
terlihat) kondisi penyimpanan yang
sesuai
 Ruang simpan dan SDM yang
diperlukan lebih sedikit

2.2. Prinsip MAP


Konsep utama cara kerja MAP adalah mengatur komposisi udara di
sekitar bahan yang berbeda dengan komposisi udara atmosfir. Modifikasi
tersebut dapat berupa penurunan persentase oksigen dari 21% menjadi 0%,
penurunan persentase oksigen ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme aerob dan juga untuk memperlambat proses oksidasi.
Modifikasi ini dilakukan dengan cara menggantikan gas di udara dengan
nitrogen sebagai gas inert (tidak bereaksi) sehingga udara dalam kemasan
terdiri dari 100% gas nitrogen sehingga memperlambat proses oksidasi.
Atmosfer dalam kemasan dibuat secara aktif atau pasif. Pada MAP pasif,
lapisan film bersifat selektif permeabel yang memungkinkan beberapa gas
keluar daan memperangkap gas lainnya ke dalam. Metode aktif dan pasif dapat
dikombinasikan.
Kondisi lingkungan pada MAP didesain dengan campuran gas atmosfer
normal yang dapat memperlambat proses “product aging” yaitu mengurangi
kerusakan warna (color loss), bau (odour) dan rasa (off-taste) serta menghambat
kerusakan pangan akibat mikroba (food spoilage) dan ketengikan akibat kapang
ataupun mikroba anaerobik lainnya.
MAP mampu memperoleh dan mempertahankan laju respirasi optimal
untuk mempertahankan kesegaran warna, rasa, dan kandungan nutrisi pada
daging, seafood, buah dan sayur yang diproses secara minimal, pasta, keju,
produk bakeri, daging kuring, makanan kering melalui peningkatan daya
simpan.
Efektivitas dan efisiensi bergantung pada sistem MAP yang dipilih
sehingga sangat penting untuk memahami faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam aplikasi MAP

4
adalah (a) keawetan produk, (b) aspek distribusi, (c) dimensi produk dan (d)
tujuan pemasaran.
Bahan dan perlengkapan dalam MAP sangat beragam bergantung jenis
produk. Jenis plastik yang digunakan dalam metode pengemas MAP adalah
plastik jenis LDPE (Low Desity Polyethilene), HDPE (High Density lyethilene), PVC
(Polyvinylcholride), dan PP (Polypropylene). Perlengkapan (equipment) dalam
MAP sangat beragam mulai dari bersifat manual hingga yang dikendalikan oleh
prosesor. Gambar 2 adalah mesin pengisi secara vertikal, sedangkan Gambar 3
adalah mesin pengisi secara horizontal. Keduanya dapat dioperasikan baik
secara manual maupun otomatis. Mesin pengemas vertikal umumnya lebih
fleksibel dibandingkan dengan tipe horizontal. Khusus pada tipe vertikal,
terdapat dua tipe konfigurasi sealing, yaitu tipe fin dan lap (Gambar 4).
Konfigurasi fin hanya menyegel bagian dalam (inside) saja, sedangkan tipe lap
menyegel baik bagian dalam hingga luar.

Gambar 2. Vertical filling line

5
Gambar 3. Horizontal filling line

Gambar 4. Konfigurasi sealing fin dan lap

3. Deskripsi Controlled Atmosphere Packaging (CAP)

3.1. Definsi dan deskripsi


CAP merupakan suatu sistem pengemasan yang hampir serupa dengan
MAP. Namun, dalam CAP tidak hanya dilakukan modifikasi komposisi gas saja
melainkan juga terdapat proses pengendalian. Pengendalian ini dapat dilakukan
secara eksternal maupun internal. Pengendalian secara eksternal, dapat
dilakukan seperti pada CAS yaitu memanfaatkan generator gas untuk
menginjeksi gas sekaligus mengontrolnya. Pengendalian internal dilakukan
dengan memanfaatkan reaksi kimia yang terjadi, misal: penempatan oksigen
absorber dalam kemasan CAP. Oksigen Absorber akan mengendalikan jumlah

6
oksigen yang dapat masuk melalui pori-pori dinding kemasan.
CAP biasanya digunakan pada kemasan sekunder dan atau kemasan untuk
pengepul. CAP tidak cocok dilakukan untuk kemasan individu. Hal ini terjadi
karena kemasan yang impermeable memungkinkan beberapa gas masuk ke
produk dan mempengaruhi kenampakannya (misal: warna yang tidak
diinginkan pada daging akibat anoxic meat). Untuk itu, CAP digunakan pada
kemasan sekundernya.
Komposisi atmosfer yang terkontrol dapat berupa Karbondioksida atau
Nitrogen, atau campuran keduanya. Masing-masing gas ini memiliki
keunggulannya dan kelemahan. Nitrogen, dapat memberikan kondisi atmosfer
yang nyaris sama dengan vakum, namun kekurangannya dapat mempengaruhi
jaringan otot (bila daging yang dikemas) dan komposisi mikroflora.
Karbondioksida, dapat menghambat aktifitas mikroba pembusuk yang anaerob.
Faktor yang mempengaruhi CAP adalah (1) jenis bahan yang dikemas, (2)
komposisi gas yang diinjeksikan, (3) bahan pengemas (permeabilitasnya
terhadap gas), (4) jenis pengontrolnya, misal absorben.
3.2. Prinsip CAP
Controlled Atmosphere Packaging (CAP) merupakan salah satu jenis dari
kemasan aktif. Kemasan aktif merupakan kemasan interaktif karena adanya
interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Tujuan
dari kemasan aktif atau interaktif adalah untuk mempertahankan mutu produk
dan memperpanjang masa simpannya.
Teknik pengemasan dengan atmosfir terkendali dan pengemasan
atmosfir termodifikasi (MAP) hampir sama, perbedaannya hanya pada
ketepatan pengendalian, karena pada teknik atmosfir terkendali (CAP)
perubahan komposisi atmosfir lebih bersifat spontan karena aktifitas fisiologi
(respirasi) dan produk hasil pertanian (produk segar) . Pada teknik atmosfir
termodifikasi, komposisi udara dengan sengaja diubah.
CAP adalah proses evakuasi oksigen sesempurna mungkin dari proses
vakum kemudian digantikan dengan nitrogen atau karbon dioksida. CAP dapat
digunakan untuk pengemasan daging proses iris yang sulit dipisah-pisahkan
bila dikemas vakum. Tipe lain CAP adalah yang disebut gas flushing yaitu suatu

7
metode penggunaan nitrogen atau karbon dioksida yang dimasukkan dengan
tekanan ke dalam kemasan terbuka atau ruang yang mengelilingi area sealing.
Tujuan utama CAP adalah eliminasi oksigen hingga level oksigen 1% atau
kurang. Hasil pengemasan juga tergantung pada permeabilitas pengemas dan
jumlah residual oksigen dalam daging. Diskolorasi dapat terjadi karena residual
oksigen di dalam pengemas vakum dan nitrogen atmosfer jika pengemas
diekspose ke cahaya langsung setelah pengemasan.
Setelah panen fungsi physologi seperti pernafasan pada buah dan
sayuran masih terus berlangsung. Dengan cara melakukan kontrol atmosfer, gas
yang ada di lingkungan produk dapat dikontrol pada temperatur rendah,
kurangi kadar O2 dan ditambah CO2, untuk mengendalikan pernafasan dan
mempertahankan kualitas dari produk tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Konsentrasi gas O2, CO2 dan etilen dapat dikontrol atau diciptakan dalam
penyimpanan ataupun pengemasan dalam berbagai cara. Misalnya dengan
menurunkan kadar O2 dengan cepat dapat dilakukan dengan menyalakan
kompor yang disebut: catalityc burners atau conventers dimana udara
disirkulasikan dalam ruang atau pengememas control atmosfer, atau gas
nitrogen dimasukkan dalam ruang control atmosfer dari silinder gas nitrogen
bertekanan (Widjanarko 1991).
Kontrol kadar CO2 dicapai dengan cara memasukkan gas CO2 dari gas
CO2 bertekanan. Sedang penurunan CO2 dengan bahan penghisap CO2 seperti :
NaOH, air, karbon aktif, kapur hidup atau kapur gamping. Biasanya dipasang
kotak berisi kapur hidup/gamping diletakkan disamping ruang control atmosfer
dan udara yang keluar masuk ruang control atmosfer dilwatkan lebih dulu ke
kotak gamping tersebut (Widjanarko 1991).
Bila buah dikemas dalam kantong polyethylene, komposisi udara di
dalam kemasan akan mengubah pernafasan yang berlebihan, buah berkerut dan
nilai buah tersebut sebagai produk akan menurun. Bila kadar O2 meningkat,
maka warna buah berubah, dan bila kadar CO2 meningkat maka rasa akan
berubah. Low density polyethylene film dengan ketebalan kurang dari 20 micron
agak lumayan untuk pengemasan sayuran, karena permeability yang tinggi
terhadap gas dan uap air. Namun demikian sulit diaplikasikan, film tersebut

8
agak rapuh dan mudah sobek. Menurut penelitian high density polyethylene
dengan ketebalan 10 micron sudah memberikan hasil yang memuaskan dalam
pengemasan buah jeruk. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dalam aplikasi
pengemasan buah dan sayuran sebagai metode CA, dengan menggunakan film
LDPE maupun HDPE dihadapkan humidity yang cukup tinggi di Indonesia.

4. Mekanisme penghambatan terhadap mikroba

Hampir semua mikroorganisme penyebab kerusakan pangan (food


spoilage) adalah aerobik sehingga memerlukan oksigen. Pangan yang dikemas
dengan mekanisme MAP, komposisi oksigen di dalam kemasan diganti dengan
campuran gas lain seperti ozon (O3), karbon dioksida (CO2), atau nitrogen (N2).
Nitrogen digunakan sebagai gas pengisi (filler gas) untuk menggantikan gas
lainnya dan mencegah kemasan agar tidak kolaps.
Aktivitas mikroba pada makanan yang dikemas dengan MAP dihasilkan
dari perubahan potensial redoks (Eh) dan konsentrasi CO2. Mikroba aerob dan
anaerob memiliki perbedaan standar Eh untuk tumbuh. Mikroba anaerob
fakultatif umumnya mempunyai range Eh yang lebih luas. Teknik gas flushing
dan vacuum packaging, dengan komposisi gas CO2 dan N2 atau kombinasinya,
atau dengan tanpa O2, menekan pertumbuhan mikroba anaerob, namun dapat
memicu pertumbuhan anaerob fakultatif dan anaerob.
Meningkatkan keawetan produk dengan pengaturan Eh saja tidak mudah
bahkan cenderung tidak mungkin. Adanya komponen gugus –SH pada makanan
kaya protein, adanya gula pereduksi, asam askorbat, dapat mengubah Eh serta
memicu pertumbuhan anaerob dan anaerob fakultatif. Metode yang lain untuk
modifikasi atmosfer masih mungkin dilakukan. Melalui kontrol ketat terhadap
mikroba aerobik yang banyak diantara mempunyai waktu generasi yang singkat,
maka keawetan produk dapat ditingkatkan.

9
Gambar 5. Modifikasi atmosfer meningkatkan fase lag bakteri

Saat CO2 digunakan pada konsentrasi tinggi (20-100%), atau


dikombinasikan dengan N2 atau O2, keawetan produk dengan teknik MAP dapat
ditingkatkan secara signifikan. Beberapa usulan mekanisme aktivitas inhibisi
CO2 pada mikroba kemudian banyak dikembangkan, antara lain: penetrasi
seluler CO2 yang cepat dan perubahan permeabilitas sel, solubilisasi CO 2
menjadi asam karbonat (H2CO3) dalam sel dengan penurunan pH internal sel,
dan intervensi CO2 terhadap aktivitas enzimatik dan biokimiawi, yang pada
akhirnya memperlambat laju pertumbuhan mikroba (Gambar 5). Efek inhibisi
CO2 pada mikroba adalah pada level 10% dan efek inhibisinya meningkat sejalan
dengan peningkatan konsentrasi. Hanya saja, konsentrasi yang terlalu tinggi
dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk fakultatif dan justru
menstimulasi pertumbuhan Clostridium botulinum (Ray 2004).

5. Regulasi dan Pengaruh Produk MAP dan CAP terhadap Clostridium


botulinum

Keracunan makanan akibat Clostridium botulinum disebut dengan


foodborne botulism, yang digolongkan pada keracunan parah. Keracunan ini
diakibatkan melalui intoksikasi dari makanan yang dikonsumsi yang
sebelumnya telah mengandung neurotoksin botulinum. Dengan dosis 30 ng
sudah cukup untuk mengakibatkan keracunan atau bahkan kematian. Jenis
bakteri clostridium yang sering dikaitkan dengan foodborne botulism adalah C.

10
botulinum proteolitik dan C. botulinum non-proteolitik. C. botulinum proteolitik
termasuk kelompok mesofil dengan suhu pertumbuhan minimum 10-12 °C.
Sementara itu, C. botulinum non-proteolitik merupakan jenis psikotropik yang
mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3 °C. Tabel 2 membedakan
clostridia secara genetik dan fisiologi.
Tabel 2. Perbedaan C. bottulinum non-proteolitik dan C. botulinum proteolitik

C. botulinum proteolitik C. botulinum non-proteolitik


(mesofil) (psikotropik)
Jenis neurotoksin A, B, F B, E, F
pH minimum 4,6 5,0
Suhu minimum 10-12 °C 3,0 °C
NaCl maksimum 10% 5%
Resistensi spora
terhadap panas ˃15 menit ˂0,1 menit
(D100 °C)
Sumber: Peck et al. (2006)
Karena dampak serius botulism, regulator dan industri berupaya untuk
memastikan bahwa resiko dari toksin tersebut dapat ditekan menjadi sekecil
mungkin. Dengan demikian, terdapat beberapa guidlines dan rekomendasi dan
kode praktis berkaitan dengan C. botulinum pada pangan termasuk produk
chilling yang dikemas vacuum packaging (VP) dan MAP.
Dengan demikian, ACMSF (Advisory Committee on the Microbiological
Safety of Food) mempublikasi sebuah laporan yang memuat rekomendasi
produksi pangan VP/MAP yang memenuhi aspek safety, yaitu:
a. Produk disimpan pada suhu ˂3,0 °C.
b. Produk yang disimpan pada ≤10 °C mempunyai masa simpan ≤10 hari
(the “10 day rule”).
c. Pemanasan pada 90 °C selama 10 menit dikombinasikan dengan
penyimpanan pada chill temperature (didesain untuk memberikan
proses 6D untuk C. botulinum non-proteolitik).
d. Level ≤pH 5,0 pada makanan dikombinasikan dengan penyimpanan pada
chill temperature.
e. Konsentrasi garam ≥3,5% pada makanan dikombinasikan dengan
penyimpanan pada chill temperature.
f. Nilai aw ≤0,97 pada makanan dikombinasikan dengan penyimpanan pada
chill temperature.

11
g. Kombinasi perlakuan panas dan pengawet dikombinasikan dengan
penyimpanan pada chill temperature mampu mencegah secara konsisten
pertumbuhan dan produksi toksin C. botulinum.

6. Aplikasi dan Pengaruh terhadap produk

Aplikasi MAP dan CAP memberikan pengaruh besar terhadap kualitas


produk, baik nutrisi, flavor, warna dan karakteristik lainnya. Perubahan warna
(discolouration) pada daging dapat disebabkan oleh oksidasi heme yaitu ferrous
menjadi ferric (Fe2 menjadi Fe3). Oksidasi ini dapat dicegah dengan aplikasi
teknik MAP (Fennema 1996).

Gambar 6. Ilustrasi perubahan flavor pada produk segar

Pada buah dan sayuran, konsentrasi O2 yang rendah (2-4 kPa)


mengurangi kehilangan asam askorbat. Peningkatan CO2 hingga 10 kPa dapat

12
meningkatkan retensi asam askorbat pada komoditas yang toleran terhadap CO 2
tanpa terjadi kerusakan fisiologis. Atmosfir yang dikontrol dapat menunda
pemasakan buah melalui penghambatan sintesis karotenoid seperti likopen
pada tomat dan beta karoten pada mangga.
Berikutnya adalah pengaruh atmosfer terkendali pada flavor produk.
Perubahan flavor pada produk segar ditentukan oleh mekanisme, yaitu
metabolik dan difusi (Gambar 6). Pada mekanisme difusi, perubahan flavor
sangat bergantung pada pelepasan komponen volatil dan gradien konsentrasi
atmosfer di sekitarnya, adanya barrier pada buah atau sayuran, atau barrier
berupa bahan pengemas. Dengan demikian MAP atau CAP pada buah dan
sayuran tidak hanya memberi pengaruh pada flavor akibat perubahan atmosfir
namun juga penggunaan bahan pengemas.
Riset MAP terhadap kualitas strawberry dilakukan oleh Chambroy et al.
(1993). Pada suhu 20 °C, kontrol terhadap fungi hampir tidak mungkin
dilakukan. Pada suhu 10 °C dengan CO2 (10 kPa) mampu mengurangi
pertumbuhan fungi. Pengaruh variasi modified atmosphere meliputi CO dan
etilen terhadap strawberry diilustrasikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Aplikasi modified atmosphere (CO dan etilen) terhadap strawberry

13
Referensi

Chambroy, Y., M.H. Guinebretiere, G. Jacquemin, M. Reich, L. Breuils, and M.


Souty. 1993. Effects of carbon dioxide on shelf-life and postharvest decay
of strawberry fruit. Sci. Aliments, 13: 409–423.

Fennema OR. 1996. Food chemistry (third edition). New York: Marcel Dekker, Inc.

Gill CD, Molin G. 1991. Modified atmosphere and vacuum packaging. New York:
Blackie and Son Ltd.

Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. Modern food microbiology (seventh edition). New
York: Springer.

Novak JS. 2010. Modified atmosphere packaging for fruits and vegetables, Hwang
A dan Huang L (editor). Boca Raton: CRC Press.

Peck MW, Goodburn KE, Betts RP, Stringer SC. 2006. Clostridium botulinum in
vacuum and modified atmosphere packed (MAP) chilled foods (Project
B13006). IFR, Executive Summary.

Ray B. 2004. Fundamental food microbiology. Boca Raton: CRC Press.

Widjanarko SB. 1991. Fisiologi Lepas Panen. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian -
FTP. Universitas Brawijaya, Malang.

Yahia EM. 2009. Modified and controlled atmospheres for the storage,
transportation, and packaging of horticultural commodities. Boca Raton:
CRC Press.

14

Anda mungkin juga menyukai