Tugas MAP Dan CAP
Tugas MAP Dan CAP
Pengantar
Year Event
1882 Elevated levels of CO2 were shown to extend the storage life of meats
for 4 to 5 weeks.
1889 The antibacterial activity of CO2 was established
1895 Lopriore observed that 100% CO2 inhibited the germination of mold
spores
1910 Modified-atmosphere packaging was quite widely used to preserve
certain foods
1938 About 26% of New Zealand and 60% of Australian beef was shipped
under CO2 atmospheres
1960 The hypobaric system was outlined by S. Burg
1972 The Tectrol process was introduced in the United States for long-
distance transportation of meats, poultry, and seafoods
1972 A cryogenic O2–N2 atmosphere (liquid O2–N2) system was patented by
the Union Carbide Corporation
1976 The Grumman Corporation built the Dormavac, a hypobaric highway
storage container based on Burg’s hypothesis
Sumber: Jay et al. (2005)
1
Meskipun teknik MAP dan CAP berkembang sangat pesat akhir-akhir ini,
namun teknik ini sudah diinisiasi oleh beberapa penemuan pada abad 19.
Berawal dari penemuan bahwa CO2 dapat meningkatkan keawetan produk,
hingga pada 1976 dapat diproduksi kantung atau pengemas dengan sifat rendah
tekanan (Tabel 1).
2
kontainer pengapalan dan dalam unit-unit kemasan konsumen. Modifikasi
atmosfer dan secara aktif ditimbulkan dengan membuat sedikit vakum dalam
kemasan tertutup (seperti kantong polietilen yang tidak berventilasi), dan
kemudian memasukkan campuran komposisi atmosfer yang diinginkan yang
sudah jadi dari luar.
Kelebihan Kekurangan
Memperpanjang keawetan Peralatan dan bahan yang
produk sehingga distibusi mahal
produk semakin luas.
Mempertahankan kesegaran Biaya transportasi meningkat
produk dalam waktu jauh lebih
lama
Kemasan lebih atraktif Potensi resiko keamanan
3
(umumnya transparan (karena konsumen mungkin
sehingga produk dapat tidak menyimpan produk pada
terlihat) kondisi penyimpanan yang
sesuai
Ruang simpan dan SDM yang
diperlukan lebih sedikit
4
adalah (a) keawetan produk, (b) aspek distribusi, (c) dimensi produk dan (d)
tujuan pemasaran.
Bahan dan perlengkapan dalam MAP sangat beragam bergantung jenis
produk. Jenis plastik yang digunakan dalam metode pengemas MAP adalah
plastik jenis LDPE (Low Desity Polyethilene), HDPE (High Density lyethilene), PVC
(Polyvinylcholride), dan PP (Polypropylene). Perlengkapan (equipment) dalam
MAP sangat beragam mulai dari bersifat manual hingga yang dikendalikan oleh
prosesor. Gambar 2 adalah mesin pengisi secara vertikal, sedangkan Gambar 3
adalah mesin pengisi secara horizontal. Keduanya dapat dioperasikan baik
secara manual maupun otomatis. Mesin pengemas vertikal umumnya lebih
fleksibel dibandingkan dengan tipe horizontal. Khusus pada tipe vertikal,
terdapat dua tipe konfigurasi sealing, yaitu tipe fin dan lap (Gambar 4).
Konfigurasi fin hanya menyegel bagian dalam (inside) saja, sedangkan tipe lap
menyegel baik bagian dalam hingga luar.
5
Gambar 3. Horizontal filling line
6
oksigen yang dapat masuk melalui pori-pori dinding kemasan.
CAP biasanya digunakan pada kemasan sekunder dan atau kemasan untuk
pengepul. CAP tidak cocok dilakukan untuk kemasan individu. Hal ini terjadi
karena kemasan yang impermeable memungkinkan beberapa gas masuk ke
produk dan mempengaruhi kenampakannya (misal: warna yang tidak
diinginkan pada daging akibat anoxic meat). Untuk itu, CAP digunakan pada
kemasan sekundernya.
Komposisi atmosfer yang terkontrol dapat berupa Karbondioksida atau
Nitrogen, atau campuran keduanya. Masing-masing gas ini memiliki
keunggulannya dan kelemahan. Nitrogen, dapat memberikan kondisi atmosfer
yang nyaris sama dengan vakum, namun kekurangannya dapat mempengaruhi
jaringan otot (bila daging yang dikemas) dan komposisi mikroflora.
Karbondioksida, dapat menghambat aktifitas mikroba pembusuk yang anaerob.
Faktor yang mempengaruhi CAP adalah (1) jenis bahan yang dikemas, (2)
komposisi gas yang diinjeksikan, (3) bahan pengemas (permeabilitasnya
terhadap gas), (4) jenis pengontrolnya, misal absorben.
3.2. Prinsip CAP
Controlled Atmosphere Packaging (CAP) merupakan salah satu jenis dari
kemasan aktif. Kemasan aktif merupakan kemasan interaktif karena adanya
interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Tujuan
dari kemasan aktif atau interaktif adalah untuk mempertahankan mutu produk
dan memperpanjang masa simpannya.
Teknik pengemasan dengan atmosfir terkendali dan pengemasan
atmosfir termodifikasi (MAP) hampir sama, perbedaannya hanya pada
ketepatan pengendalian, karena pada teknik atmosfir terkendali (CAP)
perubahan komposisi atmosfir lebih bersifat spontan karena aktifitas fisiologi
(respirasi) dan produk hasil pertanian (produk segar) . Pada teknik atmosfir
termodifikasi, komposisi udara dengan sengaja diubah.
CAP adalah proses evakuasi oksigen sesempurna mungkin dari proses
vakum kemudian digantikan dengan nitrogen atau karbon dioksida. CAP dapat
digunakan untuk pengemasan daging proses iris yang sulit dipisah-pisahkan
bila dikemas vakum. Tipe lain CAP adalah yang disebut gas flushing yaitu suatu
7
metode penggunaan nitrogen atau karbon dioksida yang dimasukkan dengan
tekanan ke dalam kemasan terbuka atau ruang yang mengelilingi area sealing.
Tujuan utama CAP adalah eliminasi oksigen hingga level oksigen 1% atau
kurang. Hasil pengemasan juga tergantung pada permeabilitas pengemas dan
jumlah residual oksigen dalam daging. Diskolorasi dapat terjadi karena residual
oksigen di dalam pengemas vakum dan nitrogen atmosfer jika pengemas
diekspose ke cahaya langsung setelah pengemasan.
Setelah panen fungsi physologi seperti pernafasan pada buah dan
sayuran masih terus berlangsung. Dengan cara melakukan kontrol atmosfer, gas
yang ada di lingkungan produk dapat dikontrol pada temperatur rendah,
kurangi kadar O2 dan ditambah CO2, untuk mengendalikan pernafasan dan
mempertahankan kualitas dari produk tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Konsentrasi gas O2, CO2 dan etilen dapat dikontrol atau diciptakan dalam
penyimpanan ataupun pengemasan dalam berbagai cara. Misalnya dengan
menurunkan kadar O2 dengan cepat dapat dilakukan dengan menyalakan
kompor yang disebut: catalityc burners atau conventers dimana udara
disirkulasikan dalam ruang atau pengememas control atmosfer, atau gas
nitrogen dimasukkan dalam ruang control atmosfer dari silinder gas nitrogen
bertekanan (Widjanarko 1991).
Kontrol kadar CO2 dicapai dengan cara memasukkan gas CO2 dari gas
CO2 bertekanan. Sedang penurunan CO2 dengan bahan penghisap CO2 seperti :
NaOH, air, karbon aktif, kapur hidup atau kapur gamping. Biasanya dipasang
kotak berisi kapur hidup/gamping diletakkan disamping ruang control atmosfer
dan udara yang keluar masuk ruang control atmosfer dilwatkan lebih dulu ke
kotak gamping tersebut (Widjanarko 1991).
Bila buah dikemas dalam kantong polyethylene, komposisi udara di
dalam kemasan akan mengubah pernafasan yang berlebihan, buah berkerut dan
nilai buah tersebut sebagai produk akan menurun. Bila kadar O2 meningkat,
maka warna buah berubah, dan bila kadar CO2 meningkat maka rasa akan
berubah. Low density polyethylene film dengan ketebalan kurang dari 20 micron
agak lumayan untuk pengemasan sayuran, karena permeability yang tinggi
terhadap gas dan uap air. Namun demikian sulit diaplikasikan, film tersebut
8
agak rapuh dan mudah sobek. Menurut penelitian high density polyethylene
dengan ketebalan 10 micron sudah memberikan hasil yang memuaskan dalam
pengemasan buah jeruk. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dalam aplikasi
pengemasan buah dan sayuran sebagai metode CA, dengan menggunakan film
LDPE maupun HDPE dihadapkan humidity yang cukup tinggi di Indonesia.
9
Gambar 5. Modifikasi atmosfer meningkatkan fase lag bakteri
10
botulinum proteolitik dan C. botulinum non-proteolitik. C. botulinum proteolitik
termasuk kelompok mesofil dengan suhu pertumbuhan minimum 10-12 °C.
Sementara itu, C. botulinum non-proteolitik merupakan jenis psikotropik yang
mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3 °C. Tabel 2 membedakan
clostridia secara genetik dan fisiologi.
Tabel 2. Perbedaan C. bottulinum non-proteolitik dan C. botulinum proteolitik
11
g. Kombinasi perlakuan panas dan pengawet dikombinasikan dengan
penyimpanan pada chill temperature mampu mencegah secara konsisten
pertumbuhan dan produksi toksin C. botulinum.
12
meningkatkan retensi asam askorbat pada komoditas yang toleran terhadap CO 2
tanpa terjadi kerusakan fisiologis. Atmosfir yang dikontrol dapat menunda
pemasakan buah melalui penghambatan sintesis karotenoid seperti likopen
pada tomat dan beta karoten pada mangga.
Berikutnya adalah pengaruh atmosfer terkendali pada flavor produk.
Perubahan flavor pada produk segar ditentukan oleh mekanisme, yaitu
metabolik dan difusi (Gambar 6). Pada mekanisme difusi, perubahan flavor
sangat bergantung pada pelepasan komponen volatil dan gradien konsentrasi
atmosfer di sekitarnya, adanya barrier pada buah atau sayuran, atau barrier
berupa bahan pengemas. Dengan demikian MAP atau CAP pada buah dan
sayuran tidak hanya memberi pengaruh pada flavor akibat perubahan atmosfir
namun juga penggunaan bahan pengemas.
Riset MAP terhadap kualitas strawberry dilakukan oleh Chambroy et al.
(1993). Pada suhu 20 °C, kontrol terhadap fungi hampir tidak mungkin
dilakukan. Pada suhu 10 °C dengan CO2 (10 kPa) mampu mengurangi
pertumbuhan fungi. Pengaruh variasi modified atmosphere meliputi CO dan
etilen terhadap strawberry diilustrasikan pada Gambar 7.
13
Referensi
Fennema OR. 1996. Food chemistry (third edition). New York: Marcel Dekker, Inc.
Gill CD, Molin G. 1991. Modified atmosphere and vacuum packaging. New York:
Blackie and Son Ltd.
Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. Modern food microbiology (seventh edition). New
York: Springer.
Novak JS. 2010. Modified atmosphere packaging for fruits and vegetables, Hwang
A dan Huang L (editor). Boca Raton: CRC Press.
Peck MW, Goodburn KE, Betts RP, Stringer SC. 2006. Clostridium botulinum in
vacuum and modified atmosphere packed (MAP) chilled foods (Project
B13006). IFR, Executive Summary.
Widjanarko SB. 1991. Fisiologi Lepas Panen. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian -
FTP. Universitas Brawijaya, Malang.
Yahia EM. 2009. Modified and controlled atmospheres for the storage,
transportation, and packaging of horticultural commodities. Boca Raton:
CRC Press.
14