Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN DOSA

Dalam Roma 2:23 dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi telah melanggar hukum Taurat. Kata melanggar dalam teks asli bahasa Yunaninya
digunakan kata parabasis (παράβασις). Hukum Taurat telah ditetapkan untuk dipatuhi guna mengatur kehidupan bangsa Yahudi, tetapi orang-
orang Yahudi tidak mematuhinya. Dengan demikian pelanggaran terhadap Taurat yang tertulis adalah dosa. Taurat di sini sebagai tolok ukur
pengaturan Tuhan atas umat pilihan-Nya. Dalam hal ini hukum Taurat diberikan kepada bangsa Israel untuk menunjuk standar kebenaran moral
mereka. Bagi umat Perjanjian Baru, kata dosa yang paling sering atau paling banyak digunakan adalah “hamartia” (ἁμαρτία). Kata ini berarti
suatu “keluncasan” atau meleset. Kata hamartia ini sebenarnya dari pengertian katanya sendiri berarti luncas, tidak kena sasaran, atau meleset.
Sebenarnya kata itu sendiri secara etimologi (asal usul kata) tidak mengandung unsur atau makna “kejahatan”. Ibarat suatu target memanah
atau menembak, bila bidikan tidak tepat mengenai pusat pusaran target berarti meleset. Inilah hamartia itu. Dengan demikian, bagi orang
percaya dosa bukan hanya berarti melanggar hukum atau norma secara umum, tetapi dosa adalah tindakan yang tidak sesuai (menyimpang atau
meleset) dari kehendak Allah. Jadi, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah adalah dosa. Dengan demikian moral
yang diperuntukkan bagi orang percaya sangat jauh berbeda dengan moral yang dikenakan pada kehidupan umat manusia pada umumnya, atau
orang beragama pada umumnya. Moral atau kesucian orang percaya berdasarkan ukuran “seperti Bapa” (Mat. 5:48). Setiap orang Kristen
dituntut memiliki standar kesucian seperti Bapa atau sempurna.

Jadi bila kehidupan orang percaya belum seperti yang Bapa kehendaki, itu berarti masih meleset atau “luncas”. Dalam hal ini pengertian luncas
atau hamartia bukanlah sebuah dosa yang “fatalistik”. Biasanya dosa dipahami sebagai hal yang fatalistik, seperti membunuh, berzina, mencuri,
dan lain sebagainya. Hukuman terhadap dosa-dosa seperti itu adalah kebinasaan. Tetapi dalam Kekristenan, dosa adalah kemelesetan. Orang
yang masih meleset bukan berarti masuk neraka, tetapi tidak dapat menjadi anak-anak Allah yang masuk rumah Bapa dan dimuliakan bersama
dengan Tuhan Yesus. Namun demikian kalau seseorang bukan saja meleset, tetapi juga berbuat kejahatan, walaupun ia seorang Kristen dan
mengaku percaya maka pasti binasa, masuk api kekal. Dalam hal ini percaya berarti mengikuti jejak Tuhan Yesus. Jadi, orang percaya tidak
mungkin berbuat kejahatan.

Dalam hal tersebut di atas, orang percaya dituntut untuk hidup tidak bercacat cela (1Tes. 4:7); kudus seperti Bapa (1Ptr. 1:13-17). Untuk ini
Paulus berkata: Aku berusaha untuk berkenan kepada Allah (2Kor. 5:9). Pengertian dosa menurut umat Perjanjian Baru ini penting sekali bagi
orang percaya, sebab inilah yang menjadi dasar hidup kita bahwa Allah memanggil orang percaya bukan saja untuk menjadi orang baik,tetapi
untuk menjadi sempurna, yaitu berkodrat Ilahi sehingga dapat dikatakan sempurna seperti Bapa.

Dengan “sempurna seperti Bapa” manusia tidak membutuhkan hukum, peraturan, dan syariat. Dengan “sempurna seperti Bapa atau
berkodrat Ilahi”, manusia dapat memiliki kesanggupan mengerti kehendak Tuhan apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna dan
melakukannya.

Mengerti kehendak Tuhan bukan hanya mengerti hukum-hukum, tetapi memiliki kepekaan terhadap pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah
sebabnya Tuhan mengutus Roh Kudus kepada orang percaya. Namun, kalau orang percaya tidak merespon karya Roh Kudus, maka Roh Kudus
yang diutus Tuhan tidak berdaya guna menuntun orang tersebut untuk mengerti kehendak Tuhan. Setiap orang percaya harus merespon Roh
Kudus dengan kerinduan untuk mengerti kehendak Tuhan, dengan usaha terus menerus menggali kekayaan Alkitab, selalu menyediakan diri
bersekutu secara pribadi dengan Tuhan dalam doa dan berjuang untuk melakukan kehendak-Nya dalam tindakan konkret.

Dalam hal tersebut di atas bahwa kehendak Tuhan tidak cukup diwakili oleh hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Hukum dan
peraturan sebanyak apa pun dan sejelas apa pun, tidak akan dapat memuat apa yang menjadi kehendak Tuhan, isi pikiran dan perasaan Tuhan
secara utuh. Hukum dan peraturan tidak dapat menampung atau memuat kehendak Tuhan yang tak terbatas serta perasaan Tuhan yang tak
terwakili oleh huruf. Tuhan memberikan Roh Kudus-Nya kepada manusia yang diperbaharui hati dan pikirannya sehingga manusia dapat
mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya dengan sempurna. Melakukan hukum bukan tujuan bagi orang percaya dan umat pilihan yang
menerima karunia Roh Kudus.
Orang yang menerima karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus adalah orang-orang yang berperilaku agung, tanpa diatur oleh tatanan
hukum yang tertulis seperti agama pada umumnya. Mengapa demikian? Sebab kodrat Ilahi yang menyatu dalam jiwanya memungkinkan dirinya
berbuat demikian. Inilah kesucian yang sejati, yaitu berkodrat Ilahi. Oleh sebab itu ketika seseorang menjadi orang percaya, ia dibawa kepada
proyek yang luar biasa, yaitu untuk mengalami perubahan dari kodrat dosa menjadi berkodrat Ilahi.

PEPRAMENOS

Keadaan manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah adalah keadaan manusia yang terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14). Kata “terjual”
dalam teks aslinya adalah pepramenos (πεπραμένος), dari akar kata piprasko (πιπράσκω). Kata ini digunakan untuk proses jual beli budak,
dimana seorang tuan yang membeli budak tersebut, berkuasa mengontrol kehidupan budak tersebut. Ini berarti ada subyek yang membeli dan
ada manusia sebagai obyek transaksinya. Kata piprasko adalah sebuah metafora (bukan dalam arti harafiah), bahwa oleh perbuatan salah Adam,
menyebabkan semua keturunannya tidak bisa memiliki kemampuan untuk bertindak tepat seperti yang Allah kehendaki. Manusia dikontrol oleh
kekuatan yang membuat manusia tidak dapat melakukan apa yang tepat seperti yang dikehendaki oleh Allah.

Dengan keadaan manusia terjual dibawah kuasa dosa berarti manusia hidup dalam kodrat dosa. Dalam keadaan ini manusia pasti selalu
“meleset” (hamartia) dari apa yang dikehendaki oleh Allah. Bangsa Israel tidak pernah tidak meleset dalam melakukan hukum Taurat, itulah
sebabnya harus ada darah domba sebagai alat penghapus dosa. Bagi umat Perjanjian Baru, dimana kehendak Allah sebagai hukumnya, maka
umat pilihan Perjanjian Baru harus berjuang melawan kemelesetan (dosa; hamartia). Kemelesetan di sini adalah kemelesetan dari pikiran dan
perasaan Allah.

Seandainya Adam tidak jatuh dalam dosa, maka Adam dan semua manusia tidak terjual di bawah kuasa dosa. Ini berarti semua manusia dapat
terbeli untuk bisa hidup dalam kodrat Ilahi, yaitu hidup dalam kehendak Allah sesuai dengan rancangan Allah semula. Tetapi kenyataannya,
manusia pertama telah jatuh dalam dosa. Adamlah yang menyebabkan manusia terjual, sehingga semua yang dilahirkan di bumi ini ada di
bawah kuasa dosa. Keadaan manusia yang terjual di bawah kuasa dosa adalah keadaan
diri manusia yang -tidak dapat tidak- pasti meleset dari kehendak Allah yang sempurna.

Inilah yang disebut Martin Luther sebagai nonposse nonpeccare.

Dalam sejarah kehidupan umat pilihan, telah terbukti bahwa manusia tidak dapat melakukan kehendak Allah dengan sempurna (bagi bangsa
Israel, melakukan Taurat). Hal ini terjadi karena manusia telah berkodrat dosa. Melakukan hukum Taurat saja tidak bisa terpenuhi dengan
sempurna, apalagi melakukan kehendak Allah, yaitu selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Paulus menjelaskan hal ini
dengan pernyataan: Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku
benci, itulah yang aku perbuat (Rm. 7:15).

Pengalaman Paulus seperti ini adalah pengalamannya setelah mengenal kebenaran Injil, sebab sebelum mengenal kebenaran Injil, Paulus
menyatakan bahwa dirinya tidak bercacat (Flp. 3:6). Ini berarti sebelum menjadi orang percaya Paulus tidak mengalami atau menyadari
ketegangan (konflik) dalam dirinya dalam melakukan hukum. Lagi pula, pemimpin-pemimpin agama seperti Paulus, pada umumnya adalah
orang-orang beragama yang sombong. Mereka tidak akan merasa sebagai orang berdosa, tetapi merasa sebagai orang yang sudah benar. Itulah
sebabnya Tuhan Yesus menyindir mereka dengan pernyataan, bahwa bukan orang sehat yang membutuhkan dokter, tetapi orang sakit (Mat.
9:12).

Paulus mengatakan: Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang
aku benci, itulah yang aku perbuat. Kata “perbuat” dalam teks aslinya di ayat Roma 7:15 ini adalah katergazomai (κατεργάζομαι), yang artinya to
perform, accomplish, achieve, to work out, to fashion, to produce (melakukan, mencapai, menyelesaikan suatu tugas, berpenampilan,
menghasilkan). Kata “perbuat” dalam ayat ini lebih menunjuk suatu penampilan atau keadaan hidup seseorang, bukan hanya satu atau dua
tindakan. Tidak mungkin seseorang melakukan suatu tindakan di luar kesadaran atau sepengetahuannya. Tetapi ketika seseorang menyadari
keadaannya, akibat dari akumulasi perbuatannya setiap hari, maka ia bisa berkata: “Mengapa aku berkeadaan demikian? Kalimat berikut Paulus
menyatakan bahwa keadaan yang dimilikinya bukanlah apa yang diingininya, tetapi justru yang bukan diingininya atau yang dia benci malahan
terjadi atau ada dalam dirinya.
Apa yang dikemukakan Paulus adalah sebuah perenungan diri. Ketika Paulus merenungkan apa yang dihasilkan dari perbuatan-perbuatannya
setiap hari, ia sadar bahwa ia tidak melakukan apa yang dia ingini. Paulus mengatakan “tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat”. Hal
ini terjadi karena Paulus mengenal kebenaran. Dan dari mengenal kebenaran, ia memahami kesucian Allah. Tetapi ternyata apa yang telah
dicapai atau dihasilkan dalam hidupnya terkait dengan moral, belum mencapai apa yang sesuai dengan standar kesucian Allah. Pergumulan ini
dialami oleh mereka, yang bukan saja memahami standar kesucian Allah, tetapi juga yang memiliki kehausan akan kebenaran.

Kehausan akan kebenaran, mendorong seseorang selalu memeriksa diri apakah keadaannya telah sesuai dengan kehendak Allah atau belum.
kesalahan atau kekurangan saudara kita yang cuma b. Perlakukan orang lain seperti kita mau
SIKAP HIDUP ORANG KRISTEN sedikit namun tidak menyadari diperlakukan (ayat 12)
Evangelisasi kelompok 5 jemaat Sion Sangele kesalahan/kekurangan kita yang banyak. Pada ayat 1-5, Yesus melarang kita untuk
Tanggal, 8 Oktober 2018 Pelarangan Yesus untuk menghakimi tidak menghakimi dengan mencari-cari kesalahan,
berarti menutup mata terhadap kesalahan dan menuduh, memberi cap pada orang lain karena kita
Matius 7:1-12. Menarik untuk diperhatikan bahwa kekurangan saudara-saudara kita. Yesus tidak tidak lebih baik dari orang lain. Kita masih
khotbah di bukit ini merupakan rangkaian khotbah sedang bermaksud menghilangkan sikap kritis kita manusia yang masih bisa bersalah karena itu Yesus
yang sangat terstruktur. Di pasal 5 dan 6, Yesus untuk menyatakan kesalahan orang lain. menasihatkan supaya kita menghargai dan menjaga
berbicara mengenai diri pribadi atau jati diri orang Pelarangan ini jangan membuat kita menjadi takut perasaan sesama kita. Kita tentu mau diperlakukan
Kristen, bagaimana orang Kristen harus memiliki untuk menyatakan kesalahan atau memberikan dengan baik, maka kita harus lebih dahulu bersikap
watak seperti Kristus. Yesus menetapkan standar kritikan kepada orang lain jika memang itu perlu baik dan memperlakukan orang lain dengan baik.
karakter yang tinggi bagi pengikut-pengikut-Nya. untuk dilakukan. Sebaliknya, arti menghakimi Jika kita mau dihargai, kita harus menghargai
Orang Kristen harus memiliki karakter yang lebih adalah: orang lain. Jika kita mau orang tersenyum kepada
unggul dari dunia, sehingga terlihat perbedaan · Berusaha mencari-cari kesalahan orang lain untuk kita, tersenyumlah lebih dulu. Jika kita tidak mau
antara pengikut Kristus dan yang bukan. Kemudian menjatuhkannya. dibenci, janganlah membenci orang lain.
di pasal 7, Yesus berbicara tentang hubungan · Memberikan cap atau label atau julukan pada Yesus mengatakan bahwa ayat ini merupakan inti
orang Kristen dengan orang lain dan Bapa seseorang padahal orang itu tidaklah seperti itu. dari hukum Taurat. Jika kita sudah melakukan dan
Surgawi. Jika kita memiliki karakter Kristus maka Mungkin memang orang itu pernah melakukan mempraktekkannya maka kita sudah melakukan
kita harus mempraktekkannya. Dalam teks suatu kesalahan, namun tidak menjadi hukum Taurat. Jadi marilah kita memperlakukan
pembacaan ini ada 3 sikap yang perlu dilakukan kebiasaannya. saudara-saudara kira sebagaimana kita mau
seorang pengikut Kristus. · Menyalahkan atau menuduh seseorang sebelum diperlakukan.
tahu persoalan yang sebenarnya, lalu memberi
1. Sikap terhadap Saudara Seiman (ayat 1-5,12) hukuman terhadap orang tersebut. 2. Sikap terhadap ”anjing” dan ”babi”
· Menganggap diri selalu benar sedangkan orang lain Sepintas mendengar ucapan ini kita bisa kaget
a. Jangan menghakimi (1-5) selalu salah. Sikap-sikap seperti itulah yang karena terkesan sangat kasar, padahal sebelumnya
Yesus secara khusus mengangkat hal ini karena dikatakan oleh Yesus sebagai sikap menghakimi. Yesus menganjurkan kita untuk bersikap baik
sikap ini sering kali kita lakukan dan sering kali terhadap orang lain. Tentu ada alasan Yesus
pula kita tidak sadar bahwa kita sudah mengatakan hal demikian. Salah satu alasannya
melakukannya. Seringkali kita lebih melihat adalah karena Yesus adalah pribadi yang jujur dan
tidak suka kompromi. Jika ya, dikatakan ’ya’, jika ini tidaklah ditujukan kepada seorang pencuri atau yang terbaik. Hal berdoa ini sangat sederhana
tidak dikatakan ’tidak’. Yesus bersikap baik perampok atau penjahat lainnya, namun ditujukan tetapi mengandung unsur yang sangat penting yang
terhadap orang lain namun dalam kasus-kasus kepada seorang yang dengan sadar memandang harus kita ketahui dan lakukan:
tertentu yang bersifat prinsipil dalam hubungannya remeh Injil atau Firman Tuhan. Bisa jadi dia a. Pengetahuan. Bapa akan memberi sesuai dengan
dengan kebenaran, Yesus bersikap tegas tanpa adalah seorang yang terhormat dalam masyarakat, kehendak-Nya karena itu kita harus tahu apa yang
kompromi. Di beberapa bagian Injil terdapat orang yang kaya, namun tidak mau menerima menjadi kehendak-Nya agar doa kita dikabulkan.
perkataan Yesus yang keras. Yesus dengan berani Firman, malah menolak dan menghina Allah Cara untuk mengetahui adalah belajar dan
mengatakan Herodes Antipas sebagai ’serigala’ terang-terangan. Kepada orang seperti inilah Yesus merenungkan Firman-Nya serta bersekutu erat
karena kejahatannya (Lukas 13:32), Yesus melarang kita untuk terus memberitakan Injil. dengan-Nya.
menyebut ahli Taurat dan orang Farisi ’kuburan Jadi sikap kita terhadap orang seperti ini adalah b. Iman. Jika kita sudah mengetahui kehendak Bapa
yang dilabur putih’ dan ’keturunan ular beludak’ jika kita sudah memberitakan Injil namun ia terus maka unsur lain yang perlu ada adalah iman. Kita
(Mat. 23:27,33) karena kemunafikan mereka. menolak bahkan melecehkan Injil, maka jangan harus mengimani dan sungguh-sungguh percaya
Kita memang tidak boleh menghakimi, menuduh, lagi beritakan Injil kepadanya karena ia malah maka pasti Dia akan mengabulkan doa kita sesuai
mencari-cari kesalahan orang lain tetapi jika ada akan semakin merendahkan martabat Injil dan kehendak-Nya.
terjadi kesalahan janganlah disembunyikan atau menghina Allah. c. Keinginan. Kita tahu kehendak Bapa, kita
kompromi. Lalu siapakah yang disebut Yesus mengimani bahwa Bapa pasti memberi, dan
sebagai ’anjing’ dan ’babi’? Kata ’anjing’ ini 3. Sikap terhadap Bapa di Surga (ay. 7-11) memang itu sangat kita inginkan atau butuhkan,
tidak sama dalam Matius 15:26 (perempuan Setelah mengajarkan sikap terhadap sesama, maka percayalah Bapa pasti akan memberikannya.
Kanaan). Anjing dalam Mat 15:26 adalah sejenis Yesus beralih kepada hubungan dengan Bapa di
anjing peliharaan yang disayangi tuannya, tetapi surga. Dalam teks ini secara khusus menyorot Marilah kita memiliki sikap yang benar dalam
dalam teks ini, anjing yang dimaksudkan adalah hubungan dengan Bapa dalam hal pengabulan doa. berhubungan dengan sesama kita dan teristimewa
anjing liar yang jorok yang berkeliaran di jalan dan Frasa ini menunjukkan suatu kedekatan yang erat dalam hubungan kita dengan Bapa di surga.
hidup dengan makan sampah. Babi adalah binatang antara anak dan Bapa dimana sebagai anak kita
haram bagi orang Yahudi dan juga binatang yang harus menjalin hubungan yang erat dengan Bapa
senang mengorek-ngorek tanah dengan mulutnya. dalam doa supaya kita dimampukan melakukan
Kedua binatang ini menggambarkan orang yang perintah-Nya.
menolak dan melecehkan Firman Tuhan, lalu Ketika kita mengharapkan sesuatu dari Bapa,
menghina dan mengejek Tuhan. Sedangkan Yesus mengajarkan untuk ”mintalah..., carilah...,
mutiara menggambarkan berita Injil. Kedua kata dan ketoklah....” maka Bapa pasti akan memberi

Anda mungkin juga menyukai