Anda di halaman 1dari 9

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan motor kehidupan manusia yang merupakan alat indera
penglihatan yang berpotensi terserang penyakit atau kelainan. Banyak manusia
yang memiliki mata normal namun tidak dijaga dengan baik. Hal tersebut
mengakibatkan mata normalnya direnggut oleh penyakit mata. Penyakit
tersebut dapat ditimbulkan karena adanya hubungan manusia dengan
lingkungan sekitar yang kurang ramah pada mata, terutama interaksi yang
dilakukan manusia terhadap kemajuan teknologi yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap kesehatan mata.
Kelainan refraksi merupakan kelainan pada mata yang paling umum
terjadi. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu
miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Kelainan refraksi ini
merupakan salah satu kelainan mata yang jarang mendapat perhatian oleh
masyarakat. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi ini juga dapat
menyebabkan kecacatan pada mata. World Health Organization (WHO)
memperkirakan sekitar 285 juta orang di dunia akan mengalami kecacatan
penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan dan 246 juta mengalami
low vision. Sekitar 90% orang yang menderita cacat penglihatan hidup di
negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di Indonesia terdapat sekitar 1,5% atau 3,6 juta penduduknya
mengalami kebutaan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa proporsi pengguna kaca mata atau lensa kontak pada
penduduk umur di atas 6 tahun di Indonesia sebesar 4,6%; proporsi penurunan
tajam penglihatan sebesar 0,9%; proporsi kebutaan sebesar 0,4%. Sedangkan
proporsi pengguna kaca mata atau lensa kontak pada penduduk dengan umur
di atas 6 tahun di provinsi Jawa Timur adalah sebesar 4,8%; proporsi
penurunan tajam penglihatan sebesar 1,0%; proporsi kebutaan sebesar 0,4%.
Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun
sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. Meskipun pada semua
kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indo-nesia tidak tinggi,
namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Menurut pekerjaan, prevalensi tertinggi
didapatkan pada ke-lompok tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh. Terdapat
kemungkinan orang yang men-derita kebutaan akhirnya tidak dapat bekerja
dan sebaliknya orang yang tidak bekerja me-miliki akses kesehatan yang lebih
rendah.
Pohon kelor (Moringa oleifera) adalah salah satu tanaman yang luar
biasa yang pernah ditemukan. Hal ini mungkin terdengar sensasional, namun
faktanya memang kelor terbukti secara ilmiah merupakan sumber gizi
berkhasiat obat yang kandungannya di luar kebiasaan kandungan tanaman pada
2

umumnya. Kandungan vitamin A yang dimiliki oleh daun kelor 10 kali lebih
banyak dari beta carotene, 4 kali lebih banyak dibanding vitamin A yang
terkandung dalam wortel, vitamin C yang setara dengan 7 buah jeruk, kalsium
yang setara dengan kalsium dalam 4 gelas susu, potassium yang setara dengan
3 buah pisang, dan protein setara dengan protein dalam 2 yoghurt.
Melalui penelitian dari kandungan daun kelor yang sangat bermanfaat
bagi mata ini, diharapkan dapat membantu masyarakat, terutama masyarakat
menengah kebawah agar bisa mendapatkan obat mata dengan lebih mudah dan
terjangkau.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari program ini adalah:
1. Bagaimana pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) sebagai obat mata?
2. Bagaimana cara pembuatan obat tetes mata “Maronggih β-Carotene”?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari program ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) sebagai
obat mata.
2. Untuk mengetahui cara membuat obat tetes mata “Maronggih β-Carotene”

1.4 Luaran yang Diharapkan


Luaran yang diharapkan dari program ini adalah:
1. Publikasi ilmiah nasional dan internasional pada jurnal-jurnal dan seminar
yang bertemakan kesehatan.
2. Mendapatkan hak cipta atau paten atas metode pembuatan obat tetes mata
“Maronggih β-Carotene” yang terbuat dari daun kelor.

1.5 Manfaat Program


Manfaat dari program ini adalah:
1. Data hasil penelitian akan sangat bermanfaat untuk mereduksi angka
kebutaan yang di Indonesia.
2. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan mata serta
menekan jumlah pengguna lensa kontak di Indonesia.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Kelor (Moringa oleifera)

Gambar 2.1 Daun Kelor


Sumber: www.khasiatmanfaatdaun.com

Daun kelor memiliki bentuk bulat telur dengan daun majemuk,


bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal
(imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda dan berubah
menjadi hijau tua pada daun yang sudah tua, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm,
daun muda teksturnya lembut dan lemas, sedangkan daun tua agak kaku dan
keras, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi daun rata, susunan
pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus (Krisnadi,
2015). Pada umumnya yang lebih banyak digunakan adalah daun kelor muda
karena teksturnya yang lebih lembut.
Setiap bagian dari tumbuhan kelor dapat digunakan secara tradisional
untuk berbagai keperluan, sebagai nutrisi maupun sebagai obat. Daun kelor
merupakan salah satu bagian dari tanaman kelor yang telah banyak diteliti
kandungan gizi dan kegunaannya. Daun kelor kaya akan nutrisi, diantaranya
kalsium, zat besi, protein, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Misra &
Misra, 2014; Oluduro, 2012; Ramachandran et al., 1980). Daun kelor
mengandung zat besi lebih tinggi daripada sayuran lainnya, yaitu sebesar 17,2
mg/100 g (Yameogo et al. 2011). Kelor mengandung Vitamin A (Alpha &
Beta-carotene), B, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, E, K, asam folat, dan biotin
dalam jumlah yang berlimpah. Bahkan berkali lipat dari sumber makanan
yang dikenal sebagai sumber nutrisi tinggi.
4

Tabel 2.1 Kandungan nilai gizi daun kelor segar dan kering

2.2 Mata Manusia

Gambar 2.2 Bagian-bagian Mata Manusia


Sumber: http://drbleonard.com

Pada bagian dalam mata terdapat lensa mata yang berfungsi untuk
mengatur pembiasan cahaya yang disebabkan oleh cairan aqueous humor.
lntensitas cahaya yang masuk ke mata diatur oleh pupil. Cahaya yang masuk
ke mata difokuskan oleh lensa mata kebagian retina mata. Selanjutnya
bayangan yang ditangkap akan diteruskan ke otak melalui syaraf mata. Oleh
karena itu mata dapat melihat objek dengan jelas apabila bayangan benda
terbentuk tepat di retina. Lensa mata bersifat fleksibel dan selalu berubah-
ubah untuk menyesuaikan objek yang dilihat agar bayangan benda dapat
5

difokuskan tepat diretina. Sedangkan kemampuan mata untuk menyesuaikan


diri terhadap objek yang dilihat dinamakan daya akomodasi mata.
Mata harus selalu dijaga kesehatan dan kebersihannya agar tidak
menimbulkan penyakit. Penyakit mata yang paling banyak diderita adalah
rabun jauh (miopi), rabun dekat (hipermetropi), rabun senja, dan katarak.
Penyakit ini dapat timbul karena mata kekurangan vitamin A serta
melemahnya otot mata dan pembuluh darah pada mata. Penyakit-penyakit
tersebut dapat disembuhkan dengan obat tradisional, salah satunya adalah
daun kelor dengan pengolahan yang tepat karena kandungan dalam daun
kelor baik untuk kesehatan mata.
6

BAB 3. METODE PENELITIAN

Mulai

Perencanaan sistem

 Persiapan Alat dan Bahan


 Pembuatan Sampel
 Pengujian Lab Sampel

Analisa
Salah

Benar

 Hasil dan Pembahasan


 Kesimpulan dan Saran

Selesai

3.1 Perencanaan Sistem


3.1.1 Ekstrak Daun Kelor
Dilakukan proses ekstrasi daun kelor dengan cara pengeringan yang
dilakukan di dalam ruang pengeringan tertutup dengan suhu
dipertahankan stabil antara 30 – 350C selama 2 hari sampai benar-benar
kering atau kadar air 5 %. Daun Kelor dihamparkan dalam rak-rak
khusus dengan ketebalan tidak lebih dari 2 cm. Selama proses
pengeringan, daun kelor dibolak-balik agar dapat kering merata. Pada
proses ini pun dilakukan sortasi untuk memisahkan tangkai daun yang
masih terbawa. Bubuk daun kelor yang diperoleh ditimbang sebanyak
100 g dan ditambah akuades steril 800 ml. Bubuk daun kelor dan
akuades tersebut dikocok selama ± 30 menit dan dibiarkan mengendap
selama 24 jam. Hasil endapan dilakukan penyaringan agar
mendapatkan filtrate untuk dievaporasi (Mohammedi, 2011).
Evaporator dipasang pada tiang permanen supaya dapat digantung
dengan kemiringan 30-400 terhadap meja. Filtrat yang dihasilkan dari
7

proses ekstraksi air sebanyak 600 ml dimasukkkan kedalam labu


ektraksi. Satu set alat evaporasi diletakkan sedemikian rupa agar
didapatkan labu ekstraksi dapat terendam oleh akuades pada waterbath.
Hasil evaporasi berupa cairan kental dengan volume 44 ml (Chaouche
et al. 2012).
3.1.2 Hewan Coba
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Wistar jantan umur lebih dari 90 hari dengan berat 150-200 gr. Hewan
coba dipelihara di Kandang Hewan Coba dalam bak kandang plastik
dengan alas sekam, dengan bagian atas kandang diberi tutup kawat
strimin sedemikian rupa sehingga tikus tidak lepas. Suhu ruang hewan
percobaan 18-26oC dan dalam ruangan berventilasi cukup. Pakan tikus
berupa pellet (Charoen Pokphan 511 Starter) dan minum dari air ledeng
yang masing-masing diberikan secara ad libitum.

3.2 Persiapan Alat dan Bahan


Alat:
 Gelas ukur  Water bath
 Gelas beaker  Batang pengaduk
 Corong gelas  Labu ukur
 Evaporator  Oven
Bahan:
 Daun kelor
 Tikus putih
 Aquades

3.3 Pembuatan Sampel


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus
novergicus) yang dibagi menjadi 3 sampel, dengan rincian sampel pertama
diberi 1 tetes ekstrak daun kelor, sampel kedua diberi 2 tetes ekstrak daun kelor,
dan sampel ketiga diberi 1 tetes ekstrak daun kelor kemudian selang 6 jam diberi
lagi dengan 1 tetes. Pembagian sampel ini bertujuan untuk menentukan dosis
penggunaan obat tetes mata “Maronggih β-Carotene”.

3.4 Pengujian Lab Sampel


Uji coba pada tikus putih dilakukan oleh pihak laboratorium diluar Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya yang diawasi oleh peneliti.

3.5 Analisa
Analisa hasil didapatkan setelah melakukan pengujian pada sampel percobaan.
8

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya


No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1. Peralatan penunjang 10.165.000
2. Bahan habis pakai 795.000
3. Perjalanan 112.500
4. Lain-lain 1.300.000
Jumlah 12.372.500
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya PKM-P

4.2 Jadwal Kegiatan


Bulan Bulan Bulan Bulan
No. Kegiatan
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4
Identifikasi dan
1. Perumusan
Masalah
Penyiapan
Peralatan
2.
Penunjang
Usaha
Penelitan dan
3. Pengambilan
Sampel

Pengambilan
4.
Hasil

Perbandingan
5.
Hasil dan Data

Penarikan
6.
Kesimpulan

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan PKM-P


9

DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Krisnadi, A Dudi. 2015. Kelor Super Nutrisi. Kelorina.com : Blora.

Misra, S., & Misra, M. K. (2014). Nutritional evaluation of some leafy


vegetable used by the tribal and rural people of south Odisha, India. Journal
of Natural Product and Plant Resources, 4, 23-28.

Oluduro, A. O. (2012). Evaluation of antimicrobial properties and nutritional


potentials of Moringa oleifera Lam. leaf in South-Western Nigeria.
Malaysian Journal of Microbiology, 8, 59-67.

Priambodo. 2012. Perangkat Pengukur Rabun Jauh Dan Rabun Dekat Pada
Mata Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Teknologi: Volume 5 Nomor 2. Hlm.
90 – 97
Ramachandran, C., Peter, K.V., Gopalakrishnan, P.K., 1980. Drumstick (Moringa
oleifera): a multipurpose Indian vegetable. J. Econ. Bot. 34, 276-283.

Romadhoni, et al. Efek Pemberian Ekstrak Air Daun Kelor (Moringa oleifera lam.)
Terhadap Kadar LDL danHDL Serum Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Strain Wistar Yang Diberi Diet Aterogenik. Program Studi Pendidikan
Dokter Hewan, Universitas Brawijaya. Hlm. 3.
< https://fkh.ub.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/0911310009_Dwi-Ayu-
Romadhoni.pdf>
Word Health Organization. Global Data on Visual Impairment 2010.

Yameogo, W. C., Bengaly, D. M., Savadogo, A., Nikièma, P. A., Traoré, S. A.


2011. Determination of Chemical Composition and Nutritional values of
Moringa oleifera Leaves. Pakistan Journal of Nutrition 10 Vol (3): 264-268.

Anda mungkin juga menyukai