Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AGAMA

(KEBUDAYAAN)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

RUTH REBECCA OKTALIA (AKP – 1A)

LYA ELFITA (AKP – 1A)

JESIKA SILVIA HUTAURUK (AKP – 1B)

AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK

POLITEKNIK NEGERI MEDAN


TINJAUAN TEORITIS

I. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan


Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

II. UNSUR – UNSUR KEBUDAYAAN

Beberapa pendapat ahli tentang unsur – unsur kebudayaan :

- Menurut Melville J. Herskovits


Kebudayaan dibagi menjadi empat pokok yaitu :
1. Alat – alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik

- Menurut Bronislaw Malinowski


Kebudayaan dibagi menjadi empat pokok yaitu :
1. Sistem norma sosial yang memungkinkan masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat – alat atau lembaga – lemabaga serta petugas untuk pendidikan (keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan (politik)
III. WUJUD KEBUDAYAAN

- Sistem religi dan upacara keagamaan - Kesenian


- Sistem kemasyarakatan - Sistem mata pencarian hidup
- Sistem pengetahuan - Sistem teknologi dan peralatan
- Bahasa

IV. CIRI CIRI KEBUDAYAAN

• Bersifat historis => manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju
diwariskan secara turun – temurun.

• Bersifat geografis => perkembangan budaya ada yang berbeda – beda ada yang
bersifat lamban dan ada juga yang cepat. Budaya awalnya berkembang pada
komunitas tertentu yang kemudian mekuas kebangsa/ras setelah itu meluas ke wilayah
atau regional dan makin meluas keseluruh belahan bumi.

V. HAL HAL YANG MEMPENGARUHI KEBUDAYAAN

- Perkembangan teknologi
Adanya teknologi baru yang masuk ke negara Indonesia dapat menciptakan
kebudayaan yang baru pada masyarakat. Serta teknologi sebgaia pertanda kemajuan
kebudayaan negara. Semakin berkembangnya teknologi maka akan terjadi tergesernya
nilai – nilai budaya Indonesia.
- Perubahan cara hidup
Pada awalnya masyarakat agraris secara bertahap berubah menjadi masyarakat
perkotaan. Akibatnya , terciptalah tata nilai baru dan pola hidup yang baru akibat dari
budaya manusia yang telah menjadi masyarakat perkotaan
- Pengaruh materi
Dimana budaya manusia yang hidup dengan sederhana, kini berubah menjadi manusia
yang modern. Dimana mereka terus – menerus memebeli barang untuk memuaskan
kebutuhan budaya baru tersebut.
- Kesenian
Kesenian sebagai hasil eksperesi keindahan yang mengandung pesan budaya tersebut
terwujud dalam bermacam – macam bentuk seperti seni tari, music, teater, sastra, dan
rupa.
- Pendidikan
Memainkan peran penting sebagai agen pengajaran nilai – nilai budaya. Karena pada
dasarnya pendidikan adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai
dengan kodrat budaya yang dimiliki.
- Persaingan antar bangsa
Bertujuan untuk merealisasikan keinginan dan menugukkan umat. Dalam konteks ini,
melakukan keyakinan dan kebudayaan baru sebagai ganti kebudayaan dan keyakinan
lama umat.

VI. SIKAP GEREJA TERHADAP KEBUDAYAAN

H. Richard Niebuhr dari Yale University di Amerika serikat telah membuat bagan tentang
sikap Gereja terhadap kebudayaan dalam bukunya Christ and Culture atau Kristus dan
kebudayaan. Ia telah menjelajahi sikap-sikap Gereja terhadap kebudayaan sepanjang zaman
dalam 5 sikap, yaitu:
1. Gereja anti kebudayan

2. Gereja dari kebudayaan

3. Gereja diatas kebudayaan

4. Gereja dan kebudayaan dalam hubungan paradox

5. Gereja pengubah kebudayaan

Ini adalah gambaran –gambaran umum, sedang dapat kita benarkan pendapat yang
mengatakan bahwa tidak ada gereja yang secara murni mengambil salah satu sikap tersebut.
Namun ada baiknya kita membicarakan posisi-posisi itu satu persatu :

1. Gereja anti kebudayan

Gereja memandang dunia di bawah kekuasaan si jahat sebagai kerajaan kegelapan. Warga
Gereja disebut oleh Injil adalah anak-anak terang, karena itun tidak hidup dalam kegelapan.
Dunia kegelapan ini dikuasai oleh nafsu kedagangan, nafsu mata, kesombongan. Semua itu
akan berlalu sebab mereka akan dikalahkan oleh iman kepada Kristus (Niebuhr, 56).

Sikap menentang kebudayaan ini telah dilancarkan oleh Tertullianus tokoh Gereja abad ke 2.
Ia mengatakan bahwa konflik-konflik orang percaya bukan dengan alam tetapi dengan
kebudayaan. Dosa asal itu menurut Tertullianus disebarkan oleh kebudayaan melalui
pendidikan anak. Oleh karena itu kata tertullianus tugas Gereja adalah menerangi semua
orang yang sudah berada di bawah ilusi kebudayan, supaya mereka dibawa kepada
pengetahuan akan kebenaran. Yang paling buruk dari kebudayaan adalah agama sosial, kafir
atau politheisme, hawa nafsu dan kemaksiatan (Niebuhr, 60). Tetapi pada pihak lain,
tertullianus menganjurkan agar Gereja memupuk kebersamaan, tidak meninggalkan
pertemuan umum, tempat pemandian, kede, penginapan, pasar mingguan tempat perdgangan
sebab Gereja dengan semua itu numpang bersama dalam dunia. Selanjutnya kata
Tertullianus, kami berlayar bersama berjuang denganmu, mengolah tanah denganmu bahkan
dalam bidang seni untuk umum. Pada pihak lain Tertullianus mengajak orang menjauhi
keterlibatan dalam soal-soal kenegaraan, antara lain menolak dinas militer sebab melanggar
perintah Injil yang melarang menggunakan pedang dan tidak ikut dalam sumpah setia kepada
kaisar dan keturut sertaan dalam upacara kafir. Ia menolak bentuk kekristenan yang berfusi
dengan Stoa dan Plato. Menurut pendapatnya, tidak ada hubungan Kristus dengan filsafat.
Walau Tertullianus tidak menolak seluruh kebudayaan, tapi Niebuhr menyebutnya termasuk
dalam posisi Gereja lawan kebudayaan.

2. Gereja dari kebudayaan

Kelompok yang menganut paham ini merasa tidak ada ketegangan besar antara gereja dan
dunia, antara Injil dan hukum-hukum sosial, antara karya rahmat Illahi dengan karya
manusia. Mereka menafsirkan kebudayaan melalui Kristus danberpendapat bahwa pekerjaan
dan pribadi Kristus adalah sangan sesuai dengan kebudayaan. Dipihak lain, kelompok ini
berpendapat jika Kristus ditafsirkan melalui kebudayaan, maka hal-hal yang terbaik dalam
kebudayaan adalah cocok dengan ajaran dan kehidupan Kristus. Namun penyesuaian ini
bukan sembarangan, sebab telah dilakukan juga penjungkiran bagian-bagian kebudayaan
yang tidak sesuai dengan Injil dan bagian-bagian Injil yang tidak sesuai dengan adat istiadat
sosial (Niebuhr : 94).

Tetapi kaum Gnostik Kristen menafsirkan Kristus sepenuhnya sesuai dengan konsep
kebudayaan, tidak ada pertentangan antara keduanya. Dengan demikian ada perdamaian Injil
dengan kebudayaan dan karena itu kekristenan telah menjadi sistem agama dan filsafat dan
Gereja hanya sebagai perhimpunan religius bukan sebagai gereja atau masyarakat baru.
Tokoh-tokoh penyesuaian ini dalam sejarah Gereja adalah Clemens (200) dan Origines (185-
254)- (Fuklaan-Berkhof, 1981 : 41).

Pada abad pertengahan posisi Gereja dari kebudayaan dilanjutkan oleh Petrus Abelardus
(1079-1142) yang mengakui karya Filsuf Socrates dan Plato sebagai guru mendidik walaupun
lebih rendah tingkatnya tyetapi bersesuaian dengan ajaran Yesus (Niebuhr, 100).

Tokoh yang lain adalah Ritschl yang menggagasi untuk merekonsiliasi kekristenan dengan
kebudayaan. Kelompok ini secara keseluruhan disebut Protestantisme kebudayaan melalui
gagasan tentang kerajaan Allah yang telah disamakan dengan suatu kerajaan umat manusia
yang terhimpun dalam suatu keluarga, di bawah ikatan kebajikan, perdamaian, keperluan
bersama. Perhimpunan ini terbentuk melalui aksi moral secara timbal balik dari anggota-
anggotanya yaitu suatu aksi melalui pertimbangan alamiah (Niebuhz, 109). Dalam gagasan
ini, kesetiaan orang kepada Kristus menentukan orang untuk berpartisipasi secara aktif dalam
karya kebudayaan (Niebuhr, 110).

3. Gereja diatas kebudayaan

Pandangan ini berawal dari pandangan tingkatan hirarkis dari alam (natural) dan spiritual
(rohani). Menurut Thomas Aquinas (1225-1274), kebudayaan menciptakan aturan suatu
kehidupan sosial yang ditemukan oleh akan budi manusia yang dapat dikenal oleh semua
yang berakal sehat sebab bersifat hukum alam. Tapi disamping hukum alam ada hukum Ilahi
yang dinyatakan Allah melalui para Nabi yang melampaui hukum alam. Sebagian hukum
Ilahi adalah harmonis dengan hukum alam dan sebagaian lagi melampauinya dan itulah
menjadi hukum dari hidup supernatural manusia (ordo supernaturalis). Hukum Ilahi terdapat
dalam perintah: jualah semua apa yang kamu miliki, berikan kepada orang miskin sedang
hukum alam terdapat dalam perintah kamu tidak boleh mencuri, yaitu hukum yang sama
dapat ditemui oleh akal manusia dan didalam wahyu. Dari contoh itu Thomas Aquinas
menyimpilkan bahwa hukum alam yang ditemui yang terdapat dalam kodrat hidup manusia
berada dubawah ordo supernaturalis.

Manusia dalam hidupnya sudah kehilangan ordo supernaturalis dan untuk dapat
memulihkannya kembali hanyalah melalui sakraman.Gereja berada dalam ordo supernatulis.
Oleh karena itu kebudayaan berada di bawah hirarkis gwereja. Dengan itu pada abad
pertengahan gereja menguasai seluruh kebudayaan dalam tatanan Corpus Christianum.

4. Hubungan Gereja dan kebudayaan dalam paradoks

Dalam pandangan ini, iman dan kebudayaan dipisahkan. Orang beriman (Kristen) berada
dalam dua suasana yaitu berada dalam kebudayaan dan sekaligus berada dalam anugerah
Allah dalam Kristus. Oleh sebab itu orang beriman dihimpit oleh dua suasana yaitu hidup
dalam iman dan hidup dalam kebudayaan.

Dalam sejarah Gereja, Marcian seorang tokoh gereja abad ke 2 yang berpendirian bahwa
dalam kebudayaan manusia di bawah Allah yang rendah derajadnya yang dinamainya
domiurgos sedang dalam pembaharuan ciptaan, manusia hidup di bawah Allah Rahmani.
Dengan itu ia telah mempelopori hidup secara dualisme. Ajaran ini ditolak gereja pada masa
itu dan dikategorikan sebagai ajaran sesat.

Pandangan dualisme kelihatan juga secara samar dalam ajaran Marthin Luther yang
mencetuskan reformasi pada tahun 1517 Menurut dia orang beriman hidup dalam dua
kerajaan, yaitu kerajaan Allah yang rohani dan kerajaan duniawi. Kerajaan Allah adalah suatu
kerajaan anugerah dan kemuliaan, tetapi kerajaan duniawi adalah suatu kerajaan kemurkaan
dan kekerasan. Kedua kerajaan itu tidak dapat dicampur adukkan. Masing-masing lingkungan
menurutaturannya. Jadi manusia hidup dalam dua tatanan yaitu tatanan kebudayaan
berdasarkan hukum alam dan tatanan rohani yaitu tatanan surgawi. Ada kesan bahwa Marthin
Luther tidak menghubungkan tatanan duniawi dengan yang surgawi sehingga kehidupan
dalam kebudayaan dan surgawi tidak berhubungnan. Dengan itu ada kemungkinan orang
tidak lagi membawa imannya dalam kehidupan dalam kebudayaan (Niebuhr, 194).

Pada abad ini pandangan itu dipertahankan oleh seorang Teolog bernama William Roger.
Manusia menurut Roger, harus berbakti kepada Allah maupun raja, kendati ada ketegangan
antara keduanya. Orang beriman seyogianya hanya berbakti kepada Allah tetapi tidak dapat
tidak harus berbakti kepada kebudayaan. Kita tidak dapat tidak hidup seperti ampibi, yaitu
hidup dalam rahmat Allah dan sekaligus dalam kebudayaan. Kedua lingkungan ini terpisah
dan tidak saling berhubungan. Hal ini mungkin bahwa seorang dapat hidup berdasarkan
imannya pada lingkungan rohani atau hidup menurut imannya pada lingkungan rahmat dan
pada pihak lain ia hidup menurut aturan duniawi dalam lingkungan dunia (Niebuhr:207).

5. Gereja pengubah kebudayaan

Banyak orang Kristen sepanjang abad tidak menyetujui keempat pendirian tersebut baik
dalam teori maupun dalam politik. Mereka juga tidak bersedia menyerah kepadakebudayaan
karena mereka memahami kebudayaan mempunyai kelemahan-kelemahan. Mereka juga
menolak takluk kepada kebudayaan yang dipaksakan gereja sebab kebudayaan yang
dipaksakan gereja selalu berbentuk sintesa antara kerajaan Allah dan kerajaan dunia dan ada
kecenderungan memandang kebudayaan yang masih berdosa ini dianggap suci sebab berada
di bawah gereja. Tapi adalah tidak benar, jika dikatakan bahwa kerajaan Allah telah
diwujudkan dalam kebudayaan yang diciptakan gereja (Verkugl, 1982 : 49).

Sikap gereja yang tepat menurut H. R. Niebuhr adalah sikap gereja pengubah
kebudayaan.Seorang teolog bernama Augustinus (354-430) telah mempelopori sikap gereja
pengubah kebudayaan. Posisi ini berangkat dari pendirian bahwa tidak ada suatu kodrat yang
tidak mengandung kebaikan, karena itu kodrat setan sendiripun tidaklah jahat, sejauh itu
adalah kodrat, tapi ia menjadi jahat karena dirusak (Niebuhr, 239).

Tetapi Allah kata Augustinus, memerintah dan mengatasi manusia dalam pribadi dan sosial
mereka yang rusak. Pandangan ini berasal dari pemahaman bahwa oleh sifat kreatifitas Allah
maka Allah tetap menggunakan dengan baik kehendak manusia yang jahat sekalipun,
sehingga m,anusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kebudayaannya. Sikap
Allah ini mendapat wujudnya dalam Yesus Kristus yang telah datang kepada manusia yang
telah rusak untuk menyembuhkan dan memperbaharui apa yang telah ditulari melalui hidup
dan kematiannya, ia mengatakan kebesaran kasih Allah dan tentang begitu dalamnya dosa
manusia (241). Denganjalan Injilnya ia memulihkan apa yang telah rusak dan memberi arah
baru terhadap kehidupan yang telah rusak (242). Atas pemikiran teologis tersebut, Agustinus
meletakkan gagasan Injil pengubah kebudayaan atau Injil adalah Conversionis terhadap
kebudayaan. Pemikiran Augustinis ini dilanjutkan oleh Johanes Calvin pada awal abad ke 16.
Titik tolak pikirannya berawal pada pandangannya bahwa hukum-hukum kerajaan Allah telah
ditulis dalam kodrat manusia dan dapat terbaca dalam kebudayaannya. Dengan itu hidup dan
kebudayaan manusia dapat ditransformasikan sebab kodrat dan kebudayaan manusia dapat
dicerahkan, sebab mengandung kemungkinan itu pada dirinya sebagai pemberian Ilahi. Oleh
sebab itu Injil harus diaktualisasikan dalam kebudayaan supaya kebudayaan lebih dapat
mensejahterakan manusia (245-246).

VII. SIKAP IMAN KRISTEN TERHADAP KEBUDAYAAN

 Antagonis atau oposisi


Ialah sikap pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama kristen dan kebudayaan.

 Akomodasi atau persetujuan

Ialah menyetujui atau menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada.

 Dominasi atau sintesis

Ialah melakukan akomosasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan sebagai imam. Namun
kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi anugerah ilahi

 Dualisme atau pengutuban

Ialah pendirian yang hendak memisahkan iman dari kebudayaan.

 Pengudusan atau pertobatan

Ialah sikap yang tidak menolak, namun tidak juga menerima, tetapi sikap keyakinan yang
teguh bahwa kejatuhan manusia kedalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas
manusia.

VIII. BAGAIMANA CARA KITA MEMPERBAHARUI KEBUDAYAAN

Pada hakikatnya setiap produk budaya mempunya nilai mulia, namu juga tidak menutup
kemungkinan adanya nilai yang tidak sesuai dengan kebenaran iman Kristen. Artinya dalam
proses pembaruan, wujud kebudayaan dapat terus dilestarikan dan dikembangkan, namun
isinya yang buruk dapat dibuang atau diubah agar sesuai dengan iman Kristen

Seperti yang tertulis dalam firman Tuhan, pedoman kita dalam memperbaharui kebudayaan.
Antara lain :

1. Imamat 19 : 31

=> Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh – roh peramal; janganlah kamu
mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka ; Akulah TUHAN,
Allahmu.

2. Roma 12 : 2

=> Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah : apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

IX. KEUNGGULAN DARI BERBAGAI BUDAYA SUKU BATAK

• Sistem kekerabatan yang begitu erat, kemanapun mereka pergi selalu ada
perkumpulan. Salah satunya seperti tarombo
• Anak bagi orang batak adalah kekayaan yang amat berharga,maka para orang tua
akan bekerja keras dan bersusah payah agar anaknya bersekolah tinggi.

• Orang batak sangat terbuka untuk orang lain yang ingin pindah suku ke batak,orang
batak sangat menerima dengan baik orang tersebut

• Di era globalisasi yang semakin maju, orang batak tetap mempertahankan bahasa
batak hingga sekarang. Hal ini yang membuat kebudayaan batak belum hilang hingga
sekarang
PERTANYAAN

1. Bagaimana sikap kita menanggapi masyarakat yang menganggap budyaanya lebih baik
daripada budya lain ? (Erikson-akp 1b)

=> cara kita menanggapinya dengan mengatakan bahwa setiap kebudayaan memiliki
kelebihan dan kekurangannya,dengan mengajarkannya untuk mengenal lebih dalam bawa
banyak lagi budaya diluar sana yang memiliki nilai lebih daripada budayanya sendiri.

2. Jelaskan secara spesifik tentang gereja dari kebudayaan dengan gereja di atas
kebudayaan!(Erna- akp 1b)

=>

3. Masalah adat batak, selalu menganggap saudara laki – laki terlalu diagung agungkan dan
apa pengaruh agama terhadap kebudayaan tersebut ?

=> pada masyarakat batak dulu sebelum injil masuk ke tanah batak, mereka mempunyai
kebudayaan dimana anak laki – laki sangat diagung – agungkan karena anak laki – laki
adalah penerus nama keluarga (marga). Apabila anak laki – laki tidak ada di dalam keluarga,
maka terputuslah keturunan tersebut. Namun pada zamansekarang ini setelah injil masuk
ketanah batak, mereka menjadi memahami kalau manusia tidak boleh diagung – agungkan
seperti Tuhan. Karena semua manusia itu derajadnya sama. Orang batak tetap mengharai
anak laki – laki dalam keluarga namun tetap dalam konteks yang sewajarnya.

4. Mengapa teknologi – teknologi menciptakan budaya baru, dan apa budaya baru itu ?
(sandi-akp 1b)

=>karena semakin berkembangnya zaman membuat semakin banyak alat alat teknologi
canggih yang membuat rasa ingin tahu manusia menjadi tinggi, sehingga menemukan budaya
budaya baru seperti budaya asing yang masuk ke negara Indonesia justru menggeser nilai
nilai budaya indosesia sendiri akibat munculnya budaya baru, dalam artian budaya baru ini
muncul dalam hal yang tidak baik.
5. Bagaimana langkah antisipasi masuknya budaya asing ?

=> dengan menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, seperti semangat mencitai
prosuk dalam negeri, menanamkan nilai – nilai pancasila, dengan sebaik – baiknya.
Melaksanakan ajaran agama dengan baik. Menegakkan hokum, selektif terhadap pengaruh
global di bidang politik, ideology, ekonomi , social dan budaya bangsa.

6. Mengapa ciri kebudayaan geografis ada yang lambat dan apa dampak yang membuat itu
terhambat ? (Siska- akp 1b)

=> karena ada pengaruh yang menghalagi hal tersebut, dan dampak yang mempengaruhi hal
bekembangnya budaya itu adalah perkembangan teknologi, perubahan cara hidup, pengaruh
materi, kesenian, pendidikan dan persaingan antar bangsa.

7. Ada gereja yang menolak kebudayaan, apa pendapat anda tentang itu dan apa itu burk atau
baik ? (Dolla – akp 1b)

=> menurut pendapat kami gereja tersebut menolak kebudayaan karena ada unsur – unsur
yang bertentangan dengan injil dalam gereje tersebut, contohnya poligami. Dan menurut
kami ini baik.

Kesimpulan

Setiap kebudayaan itu mempunyai cirri khasnya sendiri, setiap orang Kristen mempunya
sikap yang berbeda beda terhadap kebudayaan dan begitu juga dengan sikap gereja terhadap
kebudayaa. Dari kelebihan dan kekurangan suatu kebudayaan ada hal hal yang bisa diterima
dan ada juga hal hal yang tidak bisa diterima masyarakat, tetapi sebaiknya kita selaku orang
yang berbudaya tetap menanamkan nilai nilai budaya kita sendiri dalam diri kita agar budaya
yang kita miliki tidak tergeser dengan adanya perkembangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai