Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

ISPA

Pembimbing :
dr. Roedi Djatmiko, Sp.A

Disusun oleh :
Masagus Moh. Edsel Q. 140221056

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN
JAKARTA
RST DR. SOEDJONO MAGELANG
PERIODE 15 MARET 2014 – 24 MEI 2015

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ISPA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Kepaniteraan Klinik Departemen


Ilmu Kesehatan Anak

RST dr. Soedjono

Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :

Masagus Mohammad Edsel Qasswara

1410.221.056

Telah Disetujui dan Disahkan oleh :

Dokter Pembimbing

Letkol (CKM) dr. Roedi Djatmiko, Sp.A

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. F
Umur : 22 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Magelang
Tanggal Masuk Ruangan : 19 Juni 2015
Tanggal Keluar : 21 Juni 2015

II. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesis terhadap orangtua pasien pada
tanggal 19 Juni 2015, pukul 02.30 WIB di Bangsal Flamboyant RST Dr. Soedjono
Magelang.
a. Keluhan Utama : Demam
b. Keluhan Tambahan : Batuk, pilek

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RST. dr. Soedjono pada pukul 02.30 dengan keluhan
demam sejak 3 hari yang lalu. Demam muncul saat siang hari, demam terjadi terus
menerus. Orang tua pasien mengeluhkan pasien menderita batuk pilek sejak 7 hari
yang lalu, secret berwarna kekuningan dengan konsistensi kental. BAB dan BAK
belum dari 1 hari yang lalu. Pasien rewel. Makan dan minum sedikit sejak 3 hari
yang lalu.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah terkena penyakit yang sama. Riwayat alergi
disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat kejang disangkal

3
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan atau riwayat yang sama
dengan pasien.

VI. Riwayat Pengobatan


Pasien telah meminum obat paracetamol oral, namun tidak terjadi perbaikan.

VII. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
N : 166 x/menit S : 39.5 ºC
RR : 40 x/menit

Berat Badan : 10 Kg

Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata
Palpebra : Edema –/– Sklera : Ikterik –/–
Konjungtiva : Anemis –/– Pupil : Bulat, isokor
Perdarahan subkonjunctiva Refleks Cahaya : +/+
+/+

Telinga
Bentuk : Normal/Normal Mukosa : Hiperemis (-)
Liang : Lapang Serumen : –/–

Hidung
Bentuk : Normal
Deviasi Septum :–

4
Sekret : +/+

Mulut
Bibir :normal
Lidah : normal
Faring Hiperemis (+)
Tonsil T1-T1
Coated tongue (-)
Leher
KGB tidak membesar
Thyroid tidak membesar

Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki –/–, wheezing –/–
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)

Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani

5
Ekstremitas
Atas
Akral : Hangat +/+ CRT < 2 detik
Sianosis : -/- Edema : -/-
Deformitas : -/-
Bawah
Akral :
Hangat +/+ Sianosis : -/-
Deformitas: -/- Edema : -/-
CRT < 2 detik

6
V. Diagnosis
Hari 1  Observasi Febris H + 3 hari dan ISPA
Hari 2  ISPA
Hari 3  ISPA

VI. Terapi
D5 ¼ NS 1000 / 24 jam
Cefotaxim 3x300 mg
Norages 100 mg 3x1
Praxion 3x1 mL

VII. Planning (Rencana)


Darah lengkap

VIII. FOLLOW UP RUANGAN


Hasil laboratorium tanggal 12 Juni 2015
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
REFERENSI

HEMATOLOGI

LENGKAP

WBC 8.0 4.0 – 12.0 K/uL

LYM# 1.9 1.0 – 5.0 K/uL

MID# 0.6 0.1 – 1.0 K/uL

GRA# 5.5 2.0 – 8.0 K/uL

LYM% 23.8 25 – 50 %

MID% 7.5 2.0 – 10.0 %

GRA% 68.7 50.0 – 80.0 %


RBC 4.17 4.00 – 6.20 M/Ul

HGB 11.7 11.0 – 17.0 G/dL

HCT 34.7 35.0 – 55.0 %

MCV 83.1 80.0 – 100.0 Fl

MCH 28.1 26.0 – 34.0 Pg

MCHC 33.7 31.0 – 35.5 g/dL

RDW 11.8 10.0 – 16.0 %

PLT 252 150 - 400 K/uL

MPV 7.3 7.0 – 11.0 fl

PCT 0.18 0.20 – 0.50 %

PDW 14.4 10.0 – 18.0 %


Hari/Tanggal/ Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter
Jam
Jumat S: Demam (+) tidak turun sejak 3 hari Therapy:
19 Juni 2015 SMRS, Batuk (+), Pilek (+) mual (-), 1. D5 ¼ NS 1000 / 24
05.00 muntah (-), makan minum (+) sedikit jam
sejak 3 hari SMRS, BAB & BAK 2. Cefotaxim 3x300
belum sejak 1 hari SMRS mg
O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM 3. Norages 100 mg
BB : 10 kg 3x1
VS : N : 166 x/menit 4. Praxion 3x1 mL
R : 40 x/menit
S : 39.5o C
Kepala : normochepal
Mata : CA -/-, SI -/- ,
Hidung : Sekret +/+, deviasi septum -
/-
Mulut : Faring Hiperemis (+), Tonsil
T1-T1
Leher : KGB (–) membesar
Thorax, : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/-
Cor : BJ I–II regular, murmur (–),
gallop (–)
Abdomen: Datar, BU (+) normal,
supel, Nyeri tekan
epigastrium (+),
timpani
Ekstremitas : Akral hangat + +

+ +
A : Obs. Febris H+3
ISPA
Hari/Tanggal/ Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter
Jam
Sabtu S: Demam (+), Batuk (+), Pilek (+) mual Therapy:
20 Juni 2015 (-), muntah (-), makan minum (+) 1. D5 ¼ NS 1000 / 24
sedikit sejak 3 hari SMRS, BAB & jam
BAK belum, Rewel (+) 2. Cefotaxim 3x300 mg
O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM 3. Norages 100 mg 3x1
BB : 10 kg 4. Praxion 3x1 mL
VS : N : 160 x/menit
R : 60 x/menit
S : 36.8o C
Kepala : normochepal
Mata : CA -/-, SI -/- ,
Hidung : Sekret +/+, deviasi septum -
/-
Mulut : Faring Hiperemis (+), Tonsil
T1-T1
Leher : KGB (–) membesar
Thorax, : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/-
Cor : BJ I–II regular, murmur (–),
gallop (–)
Abdomen: Datar, BU (+) normal,
supel, Nyeri tekan
epigastrium (+),
timpani
Ekstremitas : Akral hangat + +

+ +
A : ISPA
Hari/Tanggal/ Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter
Jam
Minggu S: Demam (-), Batuk - Pilek (+) secret Therapy:
21 Juni 2015 kekuningan, mual (-), muntah (-), 1. D5 ¼ NS 1000 / 24
makan minum (+) sedikit sejak, BAB jam
& BAK baik, sesak (- 2. Cefila 2x1.5 mg
O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM 3. Norages 100 mg KP
BB : 10 kg 4. Praxion 3x1 mL
VS : N : 160 x/menit 5. Ambroxol 2x1 cth
R : 60 x/menit 6. Rhinos neo 3x0.8
S : 36.8o C mL
Kepala : normochepal 7. Mucos drip 2x0.8
Mata : CA -/-, SI -/- , mL
Hidung : Sekret +/+, deviasi septum -
/- Pasien boleh pulang
Mulut : Faring Hiperemis (+), Tonsil
T1-T1
Leher : KGB (–) membesar
Thorax, : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/-
Cor : BJ I–II regular, murmur (–),
gallop (–)
Abdomen: Datar, BU (+) normal,
supel, Nyeri tekan
epigastrium (+),
timpani
Ekstremitas : Akral hangat + +

+ +
A : ISPA
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Saat ini penyakit ISPA masih menjadi masalah di Indonesia. ISPA


merupakan penyebab utama kematian balita. Dari sekitar 450.000 kematian balita
yang terjadi setiap tahun diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan karena
ISPA. Dengan kata lain setiap hari terjadi kematian balita akibat ISPA selalu
menepati kelompok penyakit terbanyak di sarana kesehatan dan ISPA Pneumonia
merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita.1
Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama-sama dengan malnutrisi dan
diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak Balita di
Negara berkembang (Sharma et al., 1998).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya. 40 %- 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit
ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % - 30 %.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur
kurang dari 2 bulan.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering
terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi
ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama
apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang
tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik.1
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian
ISPA terutama pada Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian
anak Balita (Depkes RI, 2000). ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat
di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat
inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dirjen P2ML, 2000). Host, lingkungan dan
sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan
keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (Sharma et al., 1998).
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam
pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari infeksi saluran pernapasan
akut ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu
untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat
bermanfaat.

II.1. Definisi
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000). ISPA adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran pernapasan atas) hingga alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk
jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang
disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri, virus atau riketsia) ke dalam
organ saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit, meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Pembagian menurut deajat
keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala dan tanda-tandanya. ISPA ringan
dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika keadaan
memungkinkan, misalnya penderita kurang mendapat perawatan atau saat penderita
dalam keadaan lemah hingga daya tahan tubuhnya rendah. Gejala ISPA ringan dapat
dengan mudah diketahui oleh orang awam, sedangkan gejala ISPA sedang dan berat
memerlukan beberapa pengamatan sederhana.4

II. 2 Klasifikasi
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul
dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun
pembagiannya sebagai berikut :5
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
a. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
i. Batuk
ii. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
iii. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
iv. Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 37.50C atau jika dahi
anak diraba dengan penggung tangan terasa panas.

b. ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :
i. Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1
tahun atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun
atau lebih.
ii. Suhu tubuh lebih dari 390C.
iii. Tenggorokan berwarna merah.
iv. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
v. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
vi. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit.
Dari gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak
menderita ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari
390C atau gizinya kurang baik,atau umurnya ≤4 bulan, maka
anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat
pertolongan dari petugas kesehatan.

c. ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :
i. Bibir atau kulit membiru.
ii. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas.
iii. Kesadaran menurun.
iv. Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
v. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
vi. Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
vii. Tenggorokan berwarna merah.
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena
perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen
dan atau cairan infus.

Menurut Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas umur


dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :4
1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
 Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
 Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila
paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga
untuk menarik nafas.
 Tanda lain yang mungkin ada :
 Nafas cuping hidung.
 Suara rintihan.
 Sianosis (pucat).
b) Pneumonia tidak berat
Tanda Utama :
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
 Di sertai nafas cepat :
 Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
 Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tanda utama :
 Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
 Tidak ada nafas cepat :
 Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1
tahun.
 Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5
tahun.

2. Anak umur kurang dari 2 bulan


Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2
yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
 Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
 Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
 Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan pneumonia
Tanda utama :
 Tidak ada nafas cepat.
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
II. 3 Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),
artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6
kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka
kesakitan dikota cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di
kota yang lebih tinggi daripada di desa.1
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit
utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit pneumonia
merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia
kurang dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2% dan pada
balita 40,6%, sedangkan angka mortalitas 36%.
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per anak, sekitar
40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat jalan dan
rawat inap di rumah sakit juga disebabkan oleh ISPA. Hasil SKRT tahun 1992
menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki
urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua
(13%). Di jawa Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki rangking
1 pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas

II. 4 Etiologi Dan Faktor Resiko


Etiologi ISPA terdiri dari:
Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-lain.
Virus : Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus
utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.
Jamur : Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.
Aspirasi : Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing
(biji-bijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain).
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang
mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor
yaitu:
 Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
 Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
 Kebiasaan merokok dan pencemaran udara
Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi kurang,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak memadai,
polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan menyelimuti
anak berlebihan.
Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2 bulan,
tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap
dan menderita penyakit kronis.

II. 5 Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus


dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus
ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding
saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending
and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,
1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak
dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi
virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri
(Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan
IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

II. 6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
a) Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada
trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi karena iritasi
pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
b) Kesulitan bernafas
Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat
sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
c) Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung
dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu
bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada
tenggorokan.
d) Demam
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai
mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,


nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan
adanya penyulit. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasadrenik itu sendiri. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.5

Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah
dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan
agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
 Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
 Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
 hypoxemia,
 hypercapnia dan
 acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2
bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.4

II. 7 Diagnosis Banding


Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa
diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan
agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri
tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing
dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-
bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain
yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan
muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).

II. 8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan
kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
(+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential
count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan
bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto
thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

II. 9 Penatalaksanaan
Pengobatan antara lain :
1. Simptomatik :
i. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti
parasetamol danaspirin.
ii. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu.
Contoh :dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil
propanolamin. Contoh antialergiadalah dipenhidramin.
iii. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium
klorida.
iv. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol,
bromheksin, gliserilgualakolat.
v. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh :
dekstrometorfan.
2. Suportif :
meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
3. Antibiotik :
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
 Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan
S.Aureus
 Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang
disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat
membunuh virus. Antibiotik diberikan jika gejala
memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan
oleh bakteri.
 Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat
: Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
 Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis
dapat dilihat pada lampiran.
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
 Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
 Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
 Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
 Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal
dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan
untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2
hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan
ulang.4,5
II. 10 Komplikasi
 Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan oleh
suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala : sesak nafas, nafas
berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam
hari atau dini hari.
 Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 380c) dengan gejala berupa serangan
kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata
terbalik keatas dengan disertai kejang kekakuan atau kelemahan,
gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya
sentakan kekauan fokal.
 Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal
nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada
rongga telinga.
 Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan
f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain : faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan
yang mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga
seseorang tersebut kekurang suplay oksigen ke otak dan mengakibatkan
syok.
 Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis,
yang disebabkan oleh radang tenggorokan karena infeksi Streptococcus
beta hemolitikus grup A (Strep Throat)
 Sinusitis
 Meningitis
 Abses Peritonsiler
 Abses Retrofaring
II. 11 Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi
komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri,
yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan
yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian
terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih
dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,biasanya didapatkan
infeksi bakteri sekunder.

II. 12 Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain :
1. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik.
Memberikan ASI eksklusif pada bayi anda.
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur yang cukup dan
olah raga teratur.
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau
hand sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA.
Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA
dan penyakit infeksi lainnya.
4. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat
mencegah ISPA diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-
Hib /DaPT-Hib, dan imunisasi PCV.
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan
flu. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer
setelah kontak dengan penderita ISPA.
7. Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar
tidak menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau
anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi
isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur
terpisah dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA.
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
I.

Anda mungkin juga menyukai