Anda di halaman 1dari 9

HOMELESS/TUNAWISMA

KEPERAWATAN KOMUNITAS

Oleh

Kelompok 3/Kelas E 2016


Siti Kholida
Adinia Maghfiroh 162310101243
Dhenisa Nova D. 162310101256
Anas Alquranunazili 162310101270

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
A. Pengertian Homeless/Tunawisma

Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak


memiliki tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk
tidur. Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat
rendah dan tidak memiliki keluarga.

Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua lapisan


masyarakat seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki
keterampilan, petani, ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan
profesional serta ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi tunawisma karena
kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu
alasan lain menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh
keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pecandu alkohol, atau cacat.
Walaupun begitu apapun penyebabnya, tunawisma lebih rentan terhadap
masalah kesehatan dan akses ke pelayanan perawatan kesehatan berkurang.

B. Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma


1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan
banyaknya gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat
memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat
tinggal yang layak, serta menjadikan mengemis sebagai pekerjaan.
Ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
keluarga membuatnya dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak
menentu berbanding terbalik dengan pengeluaran membuat seseorang rela
menjadi tunawisma untuk tetap bertahan hidup.Selain itu anak dari keluarga
miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak jalanan
karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap kali kurang
terlindung.
2. Rendah tingginya pendidikan
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
seseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia
kerja. Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan
sebuah pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan biaya
untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat
pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi
kendala bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
3. Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan
perlindungan yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan
keluarga yang tidak harmonis atau anak dengan keluarga broken home
membuat mereka merasa kurang perhatian,kemyamanan dan ketenangan
sehingga mereka cenderung mencari kebebasan, belas kasih dan
ketenangan dari orang lain.
4. Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun,
membuat seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini
menyebabkan mereka sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi
tunawisma merupakan alternatif terakhir mereka untuk bertahan hidup.
5. Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit
mendapatkan pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacat fisik
memilih menjadi tunawisma untuk dapat bertahan hidup. Menurut Kolle
(Riskawati dan Syani ( 2012 )) kondisi kesejahteraan seseorang dapat diukur
melalui kondisi fisiknya seperti kesehatan.
6. Rendahnya ketrampilan
Ketrampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan ketrampilan
seseorang dapat memiliki asset produksi. Namun, ketrampilan perlu digali
salah satunya melalui pendidikan serta membutuhkan modal pendukung
untuk dikembangkan. Hal inilah yang menjadi penghambat seseorang dalam
mengembangkan ketrampilan yang dimilki. Ketidakberdayaan inilah yang
membuat seseorang memilih menjadi tunawisma untuk bertahan hidup.
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan
yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
7. Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang
menjadi gelandangan dan pengemis. Antara lain:
a) Rendahnya harga diri.
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan
mereka tidak memiliki rasa malu untk meminta-minta. Dalam hal ini,
harga diri bukanlah sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya tunawisma yang berusia produktif.
b) Sikap pasrah pada nasib.
Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan
untuk melakuan perubahan.
c) Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang.
8. Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan
banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis.
Momen ini digunakan mereka mencari uang untuk membantu suaminya
mencari nafkah. Tentu hal ini akan mempengaruhinya untuk melakukan
pekerjaan yang sama, terlebih lagi melihat penghasilan yang didapatkan
lumayan untuk emmenuhi kebutuhan hidup.
9. Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya
membuat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami
kemiskinan dan membuat masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut
untuk mencari peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah
ke kota lebih memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam
sedia untuk diolah membuat masyarakat tersebut semakin masuk dalam
garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena itu
ia lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit
terpeuhi dengan uang hasil meminta-minta.
10. Lemahnya penangan masalah gelandangan dan pengemis
Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan
oleh pemerintah hanya setengah hati. Selama ini penanganan yang telah
nyata dilakukan adalah razia, rehabilitasi dalam panti sosial, kemudian
setelah itu dipulangkan ketempat asalnya. Pada kenyataannnnya,
penanganan ini tidak menimbulkan efek jera bagi mereka sehingga suatu
saat mereka akan kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis. pada
proses penanganan hal yang dilakukan adalah setelah dirazia mereka
dibawa kepanti sosial untuk mendapat binaan, bagi yang sakit dan yang
berusia renta akan tetap tinggal di panti sosial sedangkan yang lainnya
akan dipulangkan. Proses ini dirasakan terlalu mudah dan enak bagi
gelandangan dan pengemis sehingga ia tidak perlu takut apabila terjaring
razia lagi. hal inilah yang membuat mereka terus mengulang kegiatan yang
sama yakni menjadi gelandangan dan pengemis.

C. Tingkat Pencegahan Penyakit pada Homeless


Ada beberapa pencegahan homeless yaitu :
a. Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga tunawisma agar tetap
berada di rumah. Langkah untuk pencegahan primer yaitu:
a) Bantuan finansial
Mengajarkan para tunawisma untuk mengajukan dana ke perusahaan
layanan publik. Biasanya perusahaan layanan public memiliki dana
darurat.
b) Bantuan hukum
Membantu tunawisma dengan mencari konsultan atau mediator agar
tidak terjadinya pengusiran.
c) Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada
tunawisma memberikan edukasi bagaimana cara memanajemen
keuangan yang baik.
d) Program relokasi
Pekerja sama dengan dinas sosial untuk menyediakan tempat
penampungan sementara dan mencari dukunan dana bantuan untuk
uang sewa tempat tinggal.
b. Pencegahan Sekunder
Tujuan utama pencegahan sekunder adalah menjadikan populasi
tunawisma dari kondisi yang tidak layak menjadi ke kondisi yang lebih
baik. Pencegahan sekunder dilakukan setelah pencegahan primer
dilakukan yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Membuat daftar semua kebutuhan tunawisma meliputi pemukiman,
pelayanan kesehatan, dan pekerjaan.
b) Prioritaskan pelayanan kesehatan adalah utama dengan cara :
1) Mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut dan bagaimana cara
mengatasi factor-faktor penghambat tersebut.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang ada di komunitas dalam
mendukung pelayanan kesehatan.
3) Mengidentifikasi tempat tidur yang ada di penampungan untuk ibu
hamil, remaja.
4) Mengidentifikasi adanya dukungan sosial dan psikologis untuk tuna
wisma.
5) Mengidentifikasi ketersediaan tenaga kesehatan dan konselor.
6) Mengidentifikasi adanya dukungan sosial dengan menyediakan
perumahan transisional, yaitu penampungan sementara untuk
memberi kesempatan kepada tuna wisma menabung agar dapat
membeli rumah sendiri. Biasanya diberi izin untuk tinggal dalam
waktu yang lamadi rumah transisional tersebut.
7) Mengidentifikasi ketersediaan transportasi unruk menjangkau
layanan kesehatan.
8) Mengidentifikasi jenis pelayanan kesehatan yang diberikan misalnya
tes HIV, skrining TB, Pelayanan iuntuk ibu hamil.
9) Mengidentifikasi pelayanan yang terkait untuk pemenuhan
kebutuhan spiritual dan religious misalnya ketersediaan tempat
ibadah.
10) Memberi perhatian khusus pada para tuna wisma yang menjalani
pengobatan dan terapi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a) Tempat penyimpanan obat yang mudah dijangkau.
b) Ketersediaan nurtrisi cukup gizi.
c) Ketersediaan vitamin
d) Dukung bagi tunwisma yang sedang menjalani terapi agar
mengikuti program secara teratur.
c. Pencegahan tersier ( Rehabilitasi )
Pencegahan tersier adalah pencegahan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi ( Budiarto,2003 ). Langkah pencegahan
tersier pada tunawisma antara lain :
a) Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial
kepada para PMKS. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting
guna menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas mereka melalui
dungan dan menggali potensi-potensi positif mereka.
b) Bimbingan kesehatan
Kegiatan bimbingan kesehatan dimulai dengan penyadaran tentang
pentingnya kebersihan badan atau jasmani. Mulai dari hal kecil seperti
pentingnya mandi, gosok gigi dan memakai pakaian bersih.
c) Bimbingan ketertiban
Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1 bulan
sekali, dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu
lintas, serta peraturan di jalan raya, sehingga para gelandangan dan
pengemis tidak lagi berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka
di jalanan sangat mengganggu keamanan serta ketertiban lalu lintas.
d) Bimbingan keagamaan
Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak dinas
sosial, guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para tunawisma.
Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah yang
tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspek-aspek
kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya
untuk menanggulanginya. Penanganan terhadap kaum Tunawisma pun
di atur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal
34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
oleh negara” sebenarnya menjamin nasib kaum ini. Namun Undang-
Undang ini belum dapat dilaksanakan di seluruh lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T., & McFarlane, J. (2001). Buku Ajar Keperawatan Komunitas


Teori dan Praktik Ed. 3. Jakarta: EGC

Budiarto, E & Anggraeni, D. (2003). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai