Anda di halaman 1dari 25

Karya Tulis

LAPORAN PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS

KE YOGYAKARTA

Diajukan Oleh :

1. Delvira Sari (06/8C)

2. Delvita Santy (07/8C)

3. Herlintang C.N(16/8A)

SMP NEGERI 1 KALASAN

YOGYAKARTA

2016

Karya Tulis

LAPORAN PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS

KE YOGYAKARTA
Diajukan Oleh :

4. Delvira Sari (06/8C)

5. Delvita Santy (07/8C)

6. Herlintang C.N(16/8A)

Jenjang SMP

PENGESAHAN

Hari

Tanggal :

Kepala Sekolah Guru Pembimbing

Muji Rahayu M.Pd Prapto Nugroho M.Pd

NIP. 19571205 1977 10 2001 NIP. 19670507 199412 1003

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha esa, yang sudah mengabulkan dan memberikan pertolongan
pada kami, sehingga dapat menyelesaikan penulisan laporan ini. Laporan ini kami buat untuk
memenuhi prasyarat Ujian Akhir Sekolah dan menambah wawasan seputar tempat wisata yang
terdapat di Yogyakarta serta menambah pengetahuan mengenai sejarah yang terdapat di setiap
tempat wisata.

Kami juga berterima kasih kepada :

1. SMP Negeri 1 Kalasan yang sudah memberi kesempatan kami untuk melaksanakan kunjungan
inl.

2. Terimakasih kepada Ibu Muji Rahayu,M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Kalasan,
Sleman yang sudah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun laporan ini.

3. Terimakasih juga kepada Bapak Prapto Nugroho, M.Pd yang membimbing kami untuk
menyusun Laporan ini.

4. Keluarga kami , ayah dan ibu yang selalu memberi dorongan dan membantu kami dalam
kegiatan hingga penyusunan laporan ini.

5. Terimakasih kepada teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
banyak memberikan saran dan sharing untuk menyempurnakan hasil laporan ini.

Yogyakarta, 8 Februari 2016

Penyusun

Daftar Isi

Halaman Judul............................................................................................................................ i

Lembar Pengesahan................................................................................................................. ii

Kata Pengantar......................................................................................................................... iii

Daftar Isi................................................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1

B. Tujuan Kegiatan............................................................................................................ 1

C. Peserta.......................................................................................................................... 1

D. Waktu dan Tempat........................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sendratari Ramayana................................................................................................... 3

B. Monumen Yogya Kembali............................................................................................. 4

C. Museum Benteng Vredeburg........................................................................................ 6

D. Keraton Yogyakarta....................................................................................................... 8

E. Museum Biologi UGM................................................................................................. 10

F. Museum Perjuangan Yogyakarta................................................................................ 12

G. Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman........................................ 16

H. Museum Negeri Sonobudoyo...................................................................................... 20

I. Pantai Parangtritis....................................................................................................... 23

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................... 25

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................. 26

B. Saran........................................................................................................................... 26

C. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan sangat penting untuk setiap orang karena pendidikan itu sendiri menyangkut masa
depan, serta merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan tidak hanya tanggung
jawab seorang guru, pemerintah, masyarakat maupun orangtua. Namun semua lapisan masyarakat
Indonesia juga ikut bertanggung jawab atas terwujudnya pendidikan nasional. Yakni dengan
menjalankan tugas sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab yang merupakan upaya untuk
terwujudnya pendidikan nasional yang bermutu tinggi dan berbudi pekerti luhur.

Dalam mewujudkannya ada beberapa kegiatan yang menunjang pendidikan, salah satunya yang
sangat menunjang adalah karya wisata. Dengan karya wisata, siswa dapat lebih berpengalaman dan
lebih berpengetahuan. Karya Wisata atau Study Tour merupakan sebuah perjalanan wisata yang
mengunjungi objek-objek wisata di suatu daerah dengan tujuan menambah wawasan serta
pengetahuan tentang tempat tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai bahan penulisan sebuah
laporan perjalanan

Kegiatan ini diharapkan dapat berjalan lancar dan dapat bermanfaat bagi para peserta didik. Sebagai
salah satu tempat wisata budaya di Indonesia,- Yogyakarta menyajikan banyak sekali objek wisata
yang sarat akan budaya serta keindahan alamnya dan yang tak kalah menarik adalah sejuta pesona
yang ditawarkannya sehingga mampu menarik wisatawan-wisatawan asing maupun domestik.

B. Tujuan Kegiatan

Mendapat informasi sejarah yang terdapat di Museum di daerah Yogyakarta. Mengetahui


kebudayaan dan kesenian asli daerah Yogyakarta. Mengenal peninggalan nenek moyang yang masih
ada sampai sekarang. Melestarikan kebudayaan, khususnya tari di Yogyakarta (Sendratari
Ramayana).

C. Peserta

Kunjungan pembelajaran di luar kelas ini diikuti oleh siswa-siswi kelas 8 yang tidak mengikuti
kegiatan pembelajaran di luar kelas ke Bali.

D. Waktu dan Tempat

Pada tanggal 26 September 2015 mengadakan kunjungan ke Pelataran Candi Prambanan untuk
menyaksikan Sendratari Ramayana. Pada tanggal 22 November 2015 kami berkunjung ke Pantai
Parangtritis. Pada tanggal 15 Desember 2015 mengadakan kunjungan ke Benteng Vredeburg dan
Monumen Yogya Kembali. Pada tanggal 31 Desember 2015 kami berkunjung ke Keraton Yogyakarta,
Museum Biologi UGM, Museum Perjuangan Yogyakarta, Museum Sasmitaloka, dan Museum
Sonobudoyo.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Sendratari Ramayana

1. Letak Pertunjukan Sendratari Ramayana

Tempat Pementasan Sendratari Ramayana dilaksanakan di Teater of Ramayana Ballet Jl. Raya Yogya
– Solo Km. 16 Prambanan Yogyakarta. Lokasi ini berdekatan dengan kompleks wisata Candi
Prambanan, hanya dipisahkan oleh Kali Opak. Namun di lokasi ini ada dua tempat yang dapat
digunakan sebagai pementasan Sendratari Ramayana, yaitu di dalam Gedung Trimurti ataupun di
Panggung terbuka dengan background Candi Prambanan. Pementasan dilaksanakan di dua tempat
ini secara bergantian mengingat kondisi cuaca. Biasanya pada musim hujan akan dilaksanakan secara
indoor di Gedung Trimurti. Sedangkan pada musim kemarau dilaksanakan di panggung outdoor.
Untuk hari pementasannya tidak banyak mengalami perubahan sejak dulu, yaitu rutin dilaksanakan
pada Hari selasa, kamis dan sabtu malam, kecuali pada saat-saat tertentu.

2. Sejarah Pertunjukan Sendratari Ramayana

Sendratari Ramayana merupakan sebuah pertunjukan yang menggabungkan tari dan drama tanpa
dialog yang mengangkat cerita Ramayana. Sedangkan Kisah Ramayana sendiri bersumber dari Epos
Ramayana yang menceritakan usaha Sri Rama untuk menyelamatkan Dewi Shinta yang diculik
Rahwana. Pertunjukan yang menampilkan kisah Ramayana di Prambanan ini bukanlah satu-satunya,
namun ada beberapa di negara lain seperti Kamboja, Srilanka, Thailand, Laos, Malaysia, Filipina,
Singapura, Indonesia, dan India.

Gambar 1. Sendratari Ramayana

Pertunjukan Sendratari Ramayana di Prambanan ini merupakan salah satu destinasi Wisata yang
menarik di Sleman, Yogyakarta. Setiap pertunjukan digelar, hampir selalu dipenuhi oleh paa
penonton baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara. Hal itu karena pertunjukan ini bukanlah
pertunjukan biasa serta banyak sekali agen wisata di Yogyakarta yang memasukkan pertunjukan
sendratari dalam paket wisata Yogyakarta. Dalam pertunjukan ini tidak ada dialog yang terucap,
sehingga penonton harus selalu memperhatikan setiap gerak dari para pemain yang diwujudkan
dalam gerakan tari. Selain itu terdapat spesial efek berupa lampu yang dapat menambah kemegahan
pertunjukan ini. Cerita dalam pertunjukan Sendratari Ramayana ini dibagi menjadi 4 babak yaitu :
penculikan Sinta, Anoman ke Alengka, Kematian Kumbakarna dan Rahwana, dan Kembali
bersatunya Rama-Sinta.

Sendratari Ramayana di Prambanan pertama kali digagas oleh Letjen TNI (purn) GPH Djati Kusumo
pada Bulan April 1961. Pertunjukan ini kemudian dapat dipentaskan pertama kali pada tanggal 26
Juli 1961 di panggung terbuka Candi Prambanan. Panggung terbuka di Pelataran Candi Prambanan
ini dirancang oleh Harsoyo dari UGM srta mempunyai ukuran 50 x 12 meter serta dapat menampung
3000 penonton.

B. Monumen Yogya Kembali

1. Letak Monumen Yogya Kembali


Monumen Yogya Kembali terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten
Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan
selain memiliki makna melestarikan budaya nenek moyang pra-sejarah.

2. Sejarah Monumen Yogya Kembali

Monummen Yogya Kembali dibangun pada 29 Juni 1985 yang ditandai dengan upacara tradisional
penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri
Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen ini dilontarkan Kolonel Sugiarto, selaku
Wali kota madya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah
Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983. Dipilihnya nama Yogya Kembali dengan
maksud sebagai tetenger atau penanda peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda
dari Ibu kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa
Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Belanda.

Monumen Yogja Kembali dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai ini selesai dibangun
dalam waktu empat tahun dan diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada
waktu itu, Soeharto. Pemilihan lokasi Monumen Yogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan
budaya Yogya, yaitu monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan
Gunung Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu imajiner ini sering
disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa
anda lihat pada lantai 3 ditempat berdirinya tiang bendera.

Gambar 2. Monumen Yogya Kembali

Bangunan monumen ini terdiri dari taman depan dimana pengunjung bisa melihat Meriam PSU
Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan dihalaman paling depan dapat jumpai Replika Pesawat
Guntai dan Pesawat Cureng yang dipakai dalam peristiwa perjuangan ini. Memasuki halaman
museum terdapat dinding yang memenuhi satu sisi selatan monumen yang berisi Rana Daftar Nama
Pahlawan dimana pengunjung bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III
antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi 'Karawang-Bekasi' karangan
Khairil Anwar. Monumen Jogja Kembali Bangunan monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi
dalam beberapa bagian. Seluruh bangunan dikelilingi oleh kolam air. Di lantai satu adalah museum
dimana terdapat empat ruang museum yang menyajikan benda-benda koleksi berupa: realia,
replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum yang
kesemuanya menggambarkan suasana perang kemerdekaan 1945-1949.

Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal
Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh
Panglima Besar Jenderal Soedirman. Konon total koleksi barang-barang dalam museum tersebut
mencapai ribuan. Perpustakaan menggunakan satu ruang di lantai satu yang merupakan
perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan kemerdekaan
bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Ruang serbaguna adalah ruangan yang
terletak ditengah-tengah ruangan lantai satu lengkap dengan panggung terbuka-nya. Di lantai 2
bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen, pengunjung dapat melihat 40 buah
Relief Perjuangan Phisik dan Diplomasi perjuangan Bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga
28 Desember 1949. Pengunjung bisa melihat antara lain relief Jenderal Mayor Meyer yang
mengancam Sri Sultan HB IX pada tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para pemimpin lain kembali
ke Yogyakarta, pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang menyatakan bahwa Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik Indonesia, Perayaan Kemerdekaan di halaman
Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.

Monumen Jogja Kembali Didalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan Phisik
dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949 dengan ukuran
life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki
kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember
1948 dimana pengunjung dapat menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip
dengan asli-nya.

Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk
memahami urutan kejadian yang sebenarnya. Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan
Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah
tetap memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah
memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal. Di tengah-tengah
diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang
dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa
Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret
1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran,
Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada
perwakilan RI di PBB. Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang
dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29
Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya
penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7
Mei 1949. Monumen ini sebagai sarana untuk memahami sejarah. Disini pengunjung akan
disegarkan kembali ingatannya akan sejarah perjuangan bangsa dan mengetahui siapa saja tokoh-
tokoh dibalik perjuangan itu. Monumen ini dibuka setiap hari Selasa - Minggu pada jam 08.00 –
16.00 WIB tetapi pada masa liburan sekolah monumen ini juga tetap buka pada hari Senin seperti
hari biasa. Dengan biaya masuk Rp 10.000 untuk wisatawan nusantara maupun mancanegara.

C. Museum Benteng Vredeburg

1. Letak Museum Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg terletak di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta, tepatnya
Jalan Jenderal Ahmad Yani No 6, Yogyakarta.

2. Sejarah Museum Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan
Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah
merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa
waktu itu.

Gambar 3. Benteng Vredeburg


Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I,
rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar
diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar
Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud
Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan
yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan
lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng
dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan
bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan
memalingkan muka memusuhi Belanda.

Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian
dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin
pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan. Melalui Surat
Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor 0475/O/1992 tanggal 23 November 1992
secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama
Museum Benteng Yogyakarta.

Untuk meningkatkan fungsionalisasi museum ini maka mulai tanggal 5 September 1997 mendapat
limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta, dari
Museum Negeri Propinsi DIY Sonobudoyo. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg
Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan
Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala.

Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM
48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit
Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang
Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan,
penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural
mengenai benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.

D. Keraton Yogyakarta

1. Lokasi Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta berlokasi di pusat Kota Yogyakarta. Halaman depan Keraton berupa Alun-alun
Utara Yogyakarta dan halaman belakang Keraton berupa Alun-alun Selatan Yogyakarta.

2. Sejarah Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta merupakan wisata yang paling populer dan sering dikunjungi oleh para
wisatawan, baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri. Faktor sejarah membuat
orang banyak yang datang ke Keraton Yogyakarta ini. Sebab keraton ini merupakan keraton yang
masih ada hingga saat ini dan termasuk sebuah keraton di Indonesia yang paling besar dan terkenal.
Gambar 4. Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta ini berawal dari sejak abad ke 15 yaitu Kasultanan Yogyakarta dimulai
tahun 1558 Masehi dimana Ki Ageng Pemanahan dihadiahi oleh Sultan Pajang sebuah wilayah di
Mataram karena jasa-jasanya membantu Pajang mengalahkan Aryo Penangsang. Ki Ageng
Pemanahan merupakan putra dari Ki Ageng Ngenis dan cucu dari Ki Ageng Selo, seorang tokoh
ulama besar dari Selo, Kabupaten Grobogan.

Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1577 membangun istana di Pasargede atau Kotagede.
Selama menempati wilayah pemberian Sultan Pajang, Ki Ageng Pamanahan tetap setia pada Sultan
Pajang hingga akhirnya wafat pada tahun 1584 dan dimakamkan di sebelah Masjid Kotagede.
Selanjutnya kepemimpinan di Kotagede diteruskan oleh putranya yaitu Sutawijaya yang juga di sebut
Ngabehi Loring Pasar yang memang waktu itu rumahnya berada di sebelah utara pasar.
Kepemimpinan Sutawijaya berbeda dengan ayahnya yaitu menolak tunduk pada Sultan Pajang.

Melihat ketidakpatuhan Sutawijaya tersebut, Kerajaan Pajang merencanakan merebut


kembali kekuasaannya di Mataram. Selanjutnya pada tahun 1587 Kerajaan Pajang menyerang
Mataram dan terjadilah pertempuran yang hebat. Dalam pertemuran ini justru pasukan Pajang
mengalami kekalahan karena diterjang badai letusan Gunung Merapi sedangkan Sutawijaya dan
pasukannya bisa menyingkir dan akhirnya selamat.

Selanjutnya pada tahun 1588 Mataram menjadi kerajaan dan Sutawijaya diangkat menjadi
sultan yang bergelar Panembahan Senopati atau Senopati Ingalaga Sayidin Penatagama. Artinya dari
nama tersebut merupakan ulama yang menjadi pengatur dari kehidupan beragama yang berada
dalam Kerajaan Mataram dan berarti sebagai panglima perang. Untuk memperkuat legitimasi dalam
kekuasaannya, Panembahan Senopati tetap menggunakan dan mewarisi tradisi yang dilakukan
Kerajaan Pajang dalam mengatur kekuasaannya atas seluruh wilayahnya di Pulau Jawa.

Waktu terus berjalan dan akhirnya pada tahun 1601 Panembahan Senopati wafat dan
selanjutnya kepemimpinannya diteruskan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang yang kemudian
dikenal sebagai Panembahan Senopati Seda Ing Krapyak. Setelah Mas Jolang wafat kemudian
diteruskan oleh Pangeran Arya Martapura. Karena beliau sering sakit maka digantikan oleh kakaknya
yaitu Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati Ingalaga Abdurrahman yang dikenal
dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma.

Kerajaan Mataram pada masa kepemimpinan Sultan Agung mengalami perkembangan yang
cukup pesat sehingga kehidupan rakyat pada waktu itu hidup makmur dan tenteram. Selanjutnya
pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan diteruskan oleh puteranya yang bernama Amangkurat I.
Sewaktu dipimpin puteranya tersebut Kerajaan Mataram banyak mengalami kemerosotan yang luar
biasa karena terjadi perpecahan diantara keluarga Kerajaan Mataram sendiri yang akhirnya
perpecahan tersebut dimanfaatkan oleh VOC untuk campur tangan.

Perpecahan tesebut selanjutnya diakhiri pada tanggal 13 Februari 1755 dengan diadakannya
perjanjian Giyanti yang berisi Kerajaan Mataram dibagi 2 yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta. Perjanjian Giyanti memutuskan Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kasultanan
Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Abdul Rakhman Sayidin
Panatagama Khalifatullah. Semenjak itu Pangeran Mangkubumi resmi diangkat menjadi Sultan
pertama di Yogyakarta yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.

E. Museum Biologi UGM

1. Letak Museum Biologi UGM

Museum Biologi UGM tersebut terletak di Jalan Sultan Agung No. 22 Kecamatan Mergangsan,
Kotamadya Yogyakarta, Yogyakarta.

2. Sejarah Museum Biologi UGM

Museum merupakan sebuah wahana ilmu pengetahuan dan pendidikan. Sejalan dengan semangat
itu, maka pendirian Museum Biologi sangat tepat sebagai sarana edukasi bagi para pelajar,
mahasiswa, maupun masyarakat umum untuk mempelajari Biologi, khususnya keanekaragaman
hayati.

Gambar 5. Museum Biologi

Pendirian museum ini merupakan gagasan dari Prof. Drg. RG Indrayana (alm.) dan Prof. Ir. Moeso
Soeryowinoto (alm.). Awalnya, koleksi museum ini merupakan penggabungan dari koleksi Museum
Zoologicum yang dikelola Prof. Drg. RG Indrayana (alm.) dan koleksi Museum Herbarium yang
dikelola Prof. Ir. Moeso Soeryowinoto (alm.). Sejak tahun 1956, kedua museum ini bersama-sama
berada di bawah Fakultas Biologi UGM Yogyakarta yang kala itu masih bertempat di Ndalem
Mangkubumen, Ngasem, kondang dengan sebutan Fakultas “Kompleks Ngasem”.

Pada perkembangan selanjutnya, atas prakarsa Dekan Fakultas Biologi Ir. Suryo Adisewoyo (Alm.),
bertepatan dengan Dies Natalis Fakultas Biologi UGM pada tanggal 20 September 1969,
diresmikanlah Museum Biologi yang terletak di Jalan Sultan Agung No. 22 Kecamatan Mergangsan,
Kotamadya Yogyakarta, Yogyakarta. Peresmian dilakukan oleh Rektor Universitas Gadjah Mada,
Prof. Dr. Soeroso H. Prawirohardjo, M.A. (Alm.). Museum Biologi UGM mulai dibuka untuk umum
sejak 1 Januari 1970. Tahun 1969 – 2001, pengelolaan Museum Biologi ini berada di bawah
tanggungjawab Drs. Anthon Sukahar sebagai ketua tim pelaksana sekaligus Direktur Museum yang
pertama. Berturut-turut merupakan pengganti Drs. Anthon Sukahar yaitu Prof. Dr. Mammet Sagi
(2001 – 2003), Dr. RC. Hidayat Soesilohadi, MS (2003 – 2004), Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr. (2004
– 2008), Drs. Trijoko, M.Si. (2009 – 2011), Ludmilla Fitri Untari S.Si, M.Si (2011 – 2012), dan Donan
Satria Yudha, S.Si., M.Sc. (2012 – sekarang).

3. Koleksi Museum Biologi UGM

Koleksi Museum Biologi UGM ini mengkhususkan pada flora dan fauna. Koleksi tersebut meliputi
3.752 buah koleksi bentuk herbarium kering dan basah, awetan hewan kering dan basah, kerangka,
serta fosil. Sebanyak 70% merupakan preparat tumbuhan, sedangkan 30% lainnya berupa preparat
hewan. Koleksi-koleksi tersebut sebagian besar berasal dari Indonesia, serta beberapa berasal dari
luar negeri yang merupakan sumbangan dari peneliti, dosen maupun masyarakat. Beberapa koleksi
merupakan koleksi binatang langka dan wajib dilindungi, misalnya komodo, harimau, beruang madu,
trenggiling, burung cendrawasih, dan buaya putih. Adapun koleksi tumbuhan meliputi koleksi
tumbuhan rendah (Cryptogamae) sampai dengan koleksi tumbuhan tinggi (Spermatophyta) yang
diawetkan dalam bentuk herbarium kering (1672 species dari 180 familia) dan herbarium basah (350
buah).

Di Museum Biologi dapat dijumpai beberapa kotak Diorama. Di dalam setiap Diorama, terdapat satu
jenis atau sekelompok hewan dengan latar belakang habitat mereka yang diilustrasikan pada gambar
tiga dimensi. Dengan menyaksikan Diorama ini, maka dapat dibayangkan kehidupan nyata dan
habitat hewan-hewan tersebut.Selain koleksi awetan hewan dan tumbuhan, terdapat pula ruang
display untuk pengamatan mikroskopis. Di sini pengunjung mendapat kesempatan untuk mengamati
sediaan preparat hewan dan tumbuhan dengan memanfaatkan sarana mikroskop yang ada. Sebagai
sebuah museum mengkhususkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan serta merupakan
salah satu tujuan wisata, maka Museum Biologi UGM bertujuan untuk:

a. Menyimpan koleksi hayati untuk keperluan pendidikan.

b. Menyelenggarakan peragaan ilmiah.

c. Mengadakan pameran untuk umum sebagai sarana pengabdian masyarakat.

d. Museum Biologi sebagai sumber informasi keanekaragaman hayati.

e. Museum Biologi sebagai media pembelajaran keanekaragaman hayati dan koservasi.

4. Jam buka Museum Biologi UGM

Senin – Kamis : jam 07.30 – 13.30 WIB

Jumat : jam 07.30 – 11.00 WIB

Sabtu : jam 07.30 – 12.00 WIB

Minggu : jam 08.00 – 12.00 WIB

Hari Libur Nasional Tutup

F. Museum Perjuangan Yogyakarta


1. Letak Museum Perjuangan Yogyakarta

Museum Perjuangan Yogyakarta terletak di Jalan Kolonial Sugiono No 24 Yogyakarta, 55143

2. Sejarah Museum Perjuangan Yogyakarta

Dalam rangka peringatan Setengah Abad Kebangkitan Nasional 20 Mei 1958 di Yogyakarta telah
memunculkan gagasan pendiri bangunan monumental yang memuat sejarah perjuangan Bangsa
Indonesia (masa pergerakan nasional sampai dengan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan).
Sebagai tindak lanjut dibentuklah panitia Monumen Setengah Abad Kebagkitan Nasional yang
diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan panitia yang terdiri dari unsur DPRD, ABRI,
Pemerintah, Djapen, Polisi, Sipil, Partai serta cendekiawan.
Gambar 6. Museum Perjuangan Yogyakarta

Pembangunann diawali dengan pemasangan patok oleh Sri Paku Alam VIII tanggal 17 Agustus 1959
di Halaman Ndalem Brontokusuman Yogyakarta. Upacara pencangkulan pertamma dilaksanakan
pada tanggal 5 Oktober 1959 oleh Sri Paku Alam VIII, diakhiri dengan peletakan batu terakhir pada
tanggal 29 Juni 1961 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Selanjutnya bangunan tersebut diberi
nama Museum Perjuangan dan pembukaan secara resmi dilaksanakan pada tanggal 17 November
1961 ole Sri Paku Alam VIII. Sejak tanggal 5 September 1997 Museum Perjuangan merupakan unit II
dari Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Pada tanggal 27 Mei 2006 Museum Perjuangan
mengalami kerusakan akibat dari Gempa yang melanda Yogyakarta, kemudian untuk sementara
ditutup untuk umum. Kemudian dilakukan pemugaran bangunan tahun 2007 dan selesai pemugaran
dan kemudian dibuka untuk umum pada bulan Juli 2008.

Bangunan Museum Perjuangan berbentuk bulat silinder (Ronde Tempel) dengan garis tengah 30
meter dan tinggi 17 meter yang merupakan perpaduan model barat (jaman kekaisaran Romawi di
Roma) yang tampak pada bagian atas bangunan, dan model timur yang Nampak pada bagian bawah
bangunan yang mengambil model candi-candi di Indonesia. Pada sebelah kanan dan kiri pintu
terdapat makara berbentuk binatang laut. Atap bangunan berbentuk topi baja model Amerika
dengan hiasan puncak berupa : lima buah bamboo runcing yang berdiri tegak diatas bulatan bola
dunia yang terletak di atas lima buah trap, bersudut delapan dengan peta kepulauan Indonesia di
tengah-tengahnya. Di bawahnya terdapat candrasengkala yang berbunyi : “Anggatra Pirantining
Kusuma Nagara” ciptaan RM. Kawindro Susanto, yang berarti angka tahun 1959.

Pada pintu masuk museum terdapat: tangga naik berjumlah 17 buah yang mempunyai makna
tanggal 17 ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia , daun pinu berjumlah 8 buah merupakan
bulan disaat dibacakannya Proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu bulan Agustus, serta jendela
pada dinding bangunan berjumlah 45 buah yang merupakan jumlah yang sama pada waktu
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan yaitu tahun 1945. Jendela-jendela tersebut
dihubungkan oleh pilar-pilar yang berhiaskan lung-lungan yang menyerupai perwujudan api yang tak
kunjung padam. Secara keseluruhan bentuk bengunan mengandung arti bahwa kemerdekaan
Indonesia diperoleh melalui perjuangan sendiri bukan hadiah dari bangsa lain.

3. Koleksi Museum Perjuangan Yogyakarta

Koleksi Museum Perjuangan disajikan dalam dua tata pameran, yaitu :

a. Tata Pameran Pertama disajikan dalam tata pameran luar (outdoor) antara lain:

1. Bangunan dengan berbagai macam symbol yang penuh makna

2. Relief Patung Kepala Pahlawan Nasional, Relief patung kepala dipasang pada dinding yang
mengelilingi Museum Perjuangan yang berjumlah 10 buah yang terdiri dari: Patung Kepala Sultan
Hasanudin, Kapten Pattimura, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, R.A. Kartini,
Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Ki Hajar Dewantara, M.H. Thamrin, dan Jenderal Sudirman

3. Relief Peristiwa Sejarah, yang secara kronologis menceritakan peristiwa sejarah sejak dari masa
lahirnya Boedi Oetomo sampai dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun
1950 yang kesemuanya berjumlah 37 buah diantaranya: lahirya Boedi Oetomo tanggal 20 Mei 1908,
berdirinya Serikat Islam tanggal 10 September 1912, lahirnya Indische Partij di Bandung tanggal 25
Desember 1912, lahirnya Muhammadiyah di Yogyakarta tanggal 18 November 1912, lahirnya
Tamansiswa di Yogyakarta tanggal 3 Juli1922, Petlawanan rakyat terhadap penjajahan Belanda,
lahirnya PNI (Partai Nasional Indonesia) tanggal 4 Juli 1927, berdirinya Permufakatan Perhimpunan
Politik Kebagsaan Indonesia (PPPKI tanggal 17 Desember 1927), Kongres Pemuda II di Jakrta tanggal
28 Oktober 1928 di Yogyakarta, lahirnya gabungan politik Indonesia tanggal 21 Mei 1939, Perang
Dunia II (tahun 1939-1945), terjadinya penindasan Jepang (tahun 1942-1945), Jepang menyerah
kepada Sekutu tahun 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gema
proklamasi dalam peristiwa IKADA, Konsolidasi, Kekuasaan, Insiden Bendera Tunjungan,
Pembentukan TKR tanggal 5 Oktober 1945, Kongres Pemuda Indonesia tahun 1945 di Yogyakarta,
Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat tahun 1945, Perpindahan Ibukota RI ke
Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946, Perang Puputan di Bali tanggal 20 November 1946, berdirinya
UGM tanggal 19 Desember 1949, peristiwa terjadinya Bandung Lautan Api bulan Oktober 1945,
Politik Diplomasitahun 1948, Pengangkutan APWI (tawanan Jepang dan Belanda) tanggal 28 April
1946, Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947, Kongres Kebudayaan di Magelang bulan Agustus
1948, Pekan Olahraga Nasional Indonesia I di Solo tanggal 9-12 September 1948, Agresi Militer
Belanda ke II tanggal 19 Desember 1948, Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, Penarikan
Tentara Belanda dari Yogyakarta tanggal 29 Juni 1949 (Yogya Kembali), para Pemimpin Negara
kembali ke Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) yaitu bulan Agustus-
November 1949, Pengakuan Kedaulatan RIS oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, dan
Terbentuknya NKRI bulan Agustus 1950.

b. Tata Pameran Kedua disajikan dalam Tata Pameran di dalam ruang (indoor) antara lain:

1. Replika Meriam yang ditemukan di dalam kompleks Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta

2. Miniatur Kapal Armada Laut Belanda

3. Meja kursi tamu Kapten Widodo, Sepeda Tentara Pelajar

4. Replika Senjata Serdadu VOC yang berwujud laras pendek

5. Buku Ilmu Kedokteran dari Stovia

6. Barang-barang milik R.M. Soerjopranoto yang berwujud udheng (penutup kepala), mesin ketik,
dan peralatan makan (piring dan enthong)

7. Miniatur Kepanduan yang terdiri dari : Miniatur Pandu Hizbul Wathan (HW), Minitur Pandu
Rakyat, dan Miniatur Pramuka

8. Tugu KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia)

9. Pakaian Pandu Mataram bagian Wanita

10. Keranjang rumput yang dipakai oleh para pejuang di Bali

11. Mata Uang VOC, Klise mata uang ORI dan uang ORI

12. Meja Guu Militer Akademi Yogyakarta


13. Perlengkapan milik Tjilik yang merupakan pejuang dari Bali yang terdiri dari tongkat, bumbung,
perples, cangkir bambu, senter, ikat pinggang rotan, dan dokumen perjuangan

14. Perlengkapan Ir. Soekarno di Rengasdengklok yang terdiri dari tempat tidur, meja, kursi dan
peralatan minum milik Djiaw Kie Siong

15. Perlengkapan Milik Soekimin, salah seorang anggota Tentara Pelajar yang terdiri dari arsip surat-
surat penting, buku catatan harian, topi pakaian Tentara Pelajar, dan Bendera Merah Putih

16. Perlengkapan SPN (Sekolah Polisi Negara) di Nanggulan, yang terdiri dari meja, kentongan, dan
lampu senthir

17. Tas kayu, bambu runcing, samurai, radio perjuangan, lumpang batu

18. Plakat-plakat perjuangan

19. Kentongan Kesekretariatan MBKD (Markas Besar Komando Djawa)

20. Perlengkapan Kepolisisan yang dipakai Kepolisisan Gunungkidul sebelum tahun 1958

21. Tas Kulit Milik Drs. Mohammad Hatta

22. Peralatan Minum Pangsar Jenderal Sudirman

23. Perlengkapan Kolonel Zulkifli Lubis dan Letkol Suharto

24. Replika Patung Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Soetom, Tirto Koesoemo, K.H Ahmad Dahlan,
RM. Soerjopranoto, Adi Sutjipto, Ir. Soekarno, Letjend Oerip Soemoharjo, Drs. Mohammad Hatta

25. Lukisan-lukisan peristiwa sejarah, yaitu: Pernyataan Negeri Ngayogyakarta, Pengibaran Bendera
Merah Putih di Gedung Gung Yogyakarta, korban pertempuran Kotabaru, Perlawanan Tentara
Pelajar di daerah Prambanan, Serangan Umum 1 Maret 1949, Dapur Umum di daerah Gerilya di
Kulonprogo

G. Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman

1. Letak Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman

Museum Panglima Besar Jenderal Sudirman terletak di Jalan Bintaran Wetan No.3 Yogyakarta.

2. Sejarah Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman

Pada masa kolonial Belanda, gedung ini dipergunakan sebagai rumah dina pejabat keuangan Puro
Paku Alam VII. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dikosongkan dan perabotnya disita.
Setelah Indonesia merdeka digunakan sebagai Markas Kompi “Tukul” Batalyon Letkol Soeharto.
Sejak 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948 difungsikan sebagai kediaman resmi Jenderal
Sudirman, setelah dilantik menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat.

Gambar 7. Museum Sasmitaloka

Pada masa Perang Kemerdekaan menghadapi Agresi Militer Belanda II, gedung ini digunakan sebagai
Markas Informatie voor Geheimen Brigade T tentara Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan RI
tanggal 27 Desember 1949 difungsikan sebagai Markas Komando Militer Kota Yogyakarta.
Selanjutnya digunakan sebagai asrama Resimen Infanteri XIII dan Penderita Cacat. Sejak 17 Juni 1968
sampai 30 Agustus 1982difungsikan sebagai Museum Angkatan Darat. Peresmian Museum
Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman dilakukan oleh Kasad Jenderal TNI Poniman pada tanggal 31
Agustus 1982.

Sudirman lahir pada Senin Pon 27 Januari 1916 di dukuh Rembang, Bantarbarang Purbalingga.
Pendidikan umum Holland Inlandsche Scholl Cilacap, tamat 1931. Melanjutkan ke Taman Siswa dan
MULO Wiworo Tomo Cilacap, tamat 1934 dan HIK Muhammadiyah Solo. Saat di MULO ini, Sudirman
dididik oleh Suwardjo Tirtosupono, lulusan Akademi Militer Breda Belanda, yang tidak ingin dilantik
sebagai Opsir KNIL, tetapi memilih terjun ke pergerakan nasional. Pendidikan Militer ditempuh di
Pusat Pendidikan Perwira Peta Boei Gyu Gun Renseitai Bogor sebgai Daidancho (Danyon).

Kepemimpinan dan kepribadian Sudirman teruji di Kepanduan Hizbul Wathon Muhammadiyah


Cilacap. Sudirman disegani oleh masyarakat sehingga dipercaya memimpin Kepanduan Karisidenan
Banyumas Jawa Tengah dan Priangan Timur. Karier Sudirman semakin cemerlang, sehingga
dipercaya sebagai Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah, guru dan Kepala HIS. Sudirman muda
bertemu dengan Alfiah saat sekolah di MULO. Keduanya sama-sama aktif di Organisasi Pemuda
Muhammadiyah. Tahun 1936 Sudirman menikah dengan Alfiah, putri R. Sastroatmodjo, sosok
pedagang yang disgani di daerah Plasen, Cilacap. Keluarga Sudirman yang sederhana dan harmonis
dikaruniai 4 putri dan 3 putra.

Sebagai Komandan Divisi V/Tkr Purwokerto, Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin anak buah
ke gelanggang pertempuran Ambarawa. Dengan taktik Mangkara Yuddha (Supit Urang), selama 4
hari 4 malam Kolonel Sudirman melawan tentara Sekutu yang bersenjata lengkap dan modern.
Sekutu berhasil dipukul mundur tanpa sempat menyelamatkan mayat-mayat serdadunya. Palagan
Ambarawa merupakan pertempuran heroik yang dimenangkan bangsa Indonesia setelah
kemerdekaan.

Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan pemerintah RI menyerah dan ibukota Yogyakarta jatuh
ke tangan Belanda disikapi dengan perlawanan Perang Gerilya. Selama 7 bulan Perang Gerilya
dengan route 1.009 km ini secara strategis merupakan kemenangan politis yang diakui PBB, bahwa
RI masih ada dan taktis membuktikan Jenderal Sudirman adalah Komandan lapangan, ahli strategi
perang yang tangguh, disegani anak buah dan lawan.

Untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai luhur perjuangan, pengabdian dan jasa Jenderal
Sudirman kepada bangsa dan negara yang telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional , maka
kediaman tersebut diabadikan sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman.

3. Tata Ruang dan Koleksi Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman

Ruang I : RUANG TAMU

Dipamerkan satu perangkat meja kursi berbentuk munton yang beralaskan babut yang dilengkapi
dua lampu gantung model kuno, serasi dengan gedung yang telah berusia satu abad. Meja kursi yang
sederhana ini mencerminkan kepribadian Pak Dirman yang sederhana, lebih mengutamakan
kepentingan perjuangan bagi bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi. Di ruang ini Pak
Dirm,an biasa menerima tamu pada waktu itu.
Ruang II : RUANG SANTAI

Terletak di tengah gedung, tidak hanya berfungsi sebagai ruang keluarga Jenderal Sudirman dalam
membina dan mengasuh putra putrinya, tetapi juga sebagai ruang tamu. Di ruang ini Jenderal
Sudirman sering membicarakan masalah yang ada kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia.
Koleksi yang dipamerkan berupa radio kuno merk Philips dan benda pecah belah yang pernah
digunakan oleh Pak Dirman.

Ruang III : RUANG KERJA

Di ruang ini Pak Dirman menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengatur kebijakan perjuangan TNI.
Koleksi yang di pemerkan berupa :

- Meja kerja, meja kursi tamu, pesawat telepon, lemari arsip.

- Replika keris yang senantiasa dibawa Pak Dirman waktu memimpin Perang Gerilya.

- Pedang Katana sewaktu menjadi Daidancho PETA.

- Senapan Lee Enfeild (LE), Pistol Vickers dan SMR mitraliur.

- Piagam Penghargaan dan tanda jasa yang dianugerahkan Pemerintah RI kepada Pak Dirman.

Ruang IV : RUANG TIDUR TAMU

Ruang ini dahulu berfungsi sebagai ruang tidur tamu, baik keluarga maupun teman-teman
seperjuangan Pak Dirman. Perlakuan terhadap para tamu sungguh sangat terpuji. Pak Dirman tidak
pernah membeda-bedakan tamu, memperlakukan dan menghormatisemua tamu dengan baik
sehingga para tamu merasa betah seperti di rumah sendiri. Koleksi yang dipamerkan berupa tempat
tidur, almari pakaian, kursi tamu dan lukisan pemandangan.

Ruang V : RUANG TIDUR PANGSAR JENDERAL SUDIRMAN

Ruang ini dipergunakan oleh Pak Dirman sebagai kamar tidur selama tinggal di gedung ini. Koleksi
yang dipamerkan berupa tempat tidur, almari pakaian dan sebuah dipan kecil tempat sembahyang
serta rekalnya. Pak Dirman dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, yang teguh serta
memiliki disiplin tinggi serta sebagai tokoh yang taat beragama, tidak pernah melupakan tugas
kewajiban sebagai muslimin, yang taat menjalankan ibadah sholat lima waktu. Koleksi lain yang
dipamerkan berupa patung lilin life zise Pak Dirman duduk di kursi, lengkap dengan pakaian
tradisional, ikat kepala, sandal asli yang pernah dipakai beliau, dan mesin jahit merk Singer yang
merupakan benda kesayangan Ibu Dirman. Mesin jahit tersebut menjadi pelipur lara kesepian dikala
Ibu Dirman ditinggal tugas sang suami tercinta dan sering dipergunakan Ibu Dirman untuk menjahit
pakaian Pak Dirman serta pakaian putra-putri beliau.

Ruang VI : RUANG TIDUR PUTRA-PUTRI

Bersebelahan dengan ruang tidur Pak Dirman, terdapat sebuah kamar tidur putra-putri dari
pernikahan dengan Siti Alfiah, yang dikaruniai sembilan orang anak. Perhatian dan kasih sayang Pak
Dirman terhadap putra-putrinya sangat besar. Beliau sering menasehati putra-putrinya agar
bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu agar kelak menjadi orang yang berguna bagi Nusa, Bangsa
dan Negara.

Ruang VII : RUANG SEKRETARIAT

Pak Dirman tinggal disini, ruang ini dipergunakan sebagai ruang sekretariat. Saat ini dipakai sebagai
ruang penyimpanan koleksi benda-benda bersejarah yang erat hubungannya dengan jabatan
Panglima Besar, berupa seperangkat meja kursi yang pernah dipakai Letkol Isdiman sewaktu
mengusulkan Kolonel Sudirman untuk dipilih dan diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang RI
dihadapan Pak Uri Sumoharjo dan Pak Gatot Subroto. Di dinding ruangan ini terpampang foto
setengah badan Letkol Isdiman dan Sumpah Anggota Pimpinan Tentara.

Ruang VIII : PALAGAN AMBARAWA

Dipamerkan maket Palagan Ambarawa sebagai pertempuran yang membuktikan keunggulan strategi
dan taktik Kolonel Sudirman yang turun langsung ke gelanggang untuk memimpin anak buah
melawan tentara Sekutu yang memiliki persenjataan modern dan lengkap. Kemenangan pasukan
TKR dan laskar rakyat merupakan peristiwa gemilang dalam sejarah perang kemerdekaan di
Indonesia. Tentara Sekutu berhasil dipukul mundur ke arah Semarang dengan korban yang sangat
besar. Di ruangan ini juga dipamerkan 2 pucuk senjata mesin ringan.

Ruang IX: RS PANTI RAPIH

Panglima Besar Jenderal Sudirman yang selalu bekerja keras tanpa mengenal waktu, mulai terganggu
kesehatannya. Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa paru-parunya terserang penyakit,
sehingga salah satu paru-paru sebelah kiri harus dioperasi di tengah-tengah situasi gejolak Angkatan
Perang RI sedang menumpas pemberontakan PKI di Madiun pada akhir November 1948.

Pak Dirman menjalani operasi di RS Panti Rapih Yogyakarta. Namun mengingat situasi negara
bertambah gawat, maka tanpa menghiraukan rasa sakit Pak Dirman masih juga bekerja, mengatur
dan menyusun strategi militer dengan para perwira lain sekalipun saat itu harus duduk di atas kursi
roda. Peristiwa tersebut digambarkan menjadi diorama evokatif.

Ruang X : RUANG KOLEKSI KENDARAAN

Saat perang Gerilya dari Yogyakarta sampai Kediri Jawa Timur pulang pergi, Jenderal Sudirman
pernah naik dokar, mobil serta dibawa denagan tandu yang digambarkan menjadi diorama evokatif.

Ruang XI : RUANG KOLEKSI GUNUNG KIDUL DAN SOBO

Sewaktu Pak Dirman memimpin gerilya, beliau perna singgah beberapa hari di daerah Wonosari,
tepatnya daerah Semanu, Kabupatean Gunung Kidul. Selanjutnya gerilya bergerak ke timur sampai
Kediri, Jawa Timur. Ke arah-barat daya sampai di daerah Sobo,Pacitan. Di daerah inilah Pak Dirman
tinggal agak lama. Beliau mulai melaksanakan tugasnya sebagai Panglima Besar secara teratur.
Perkembangan situasi politik di dalam dan di luar negeri diikuti dengan cermat dan teratur melalui
radio dan surat kabar. Hubungan komando dengan para Komandan lapangan TNI maupun PDRI di
Sumatera Barat berjalan lancar. Sementara itu Pak Dirman berkesempatan pula menerima
kunjungan beberapa orang menteri seperti Susanto Tirtoprodjo untuk membicarakan langkah
perjuangan selanjutnya. Di tempat ini pula Pak Dirman menerima caraka (utusan) Letkol Soeharto
(Presiden RI ke-2) yang melaporkan rencana Serangan Umum terhadap Yogyakarta. Seanagan Umum
yang dilancarkan pada tanggal 1 Maret 1949 berhasil dengan baik dan berpengaruh besar terhadap
dunia internasional. Keberhasilan Serangan Umum itu membuktikan kepada dunia, khususnya
Belanda bahwa RI masih ada TNI sebagai kekuatan bersenjata masih meneruskan perjuangan
mempertahankan Negara Republik Indonesia.

Ruang XII : RUANG DIORAMA

H. Museum Negeri Sonobudoyo

1. Letak Museum Negeri Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo terbagi menjadi 2 unit. Unit pertama terletak di Jalan Trikora No.6 Yogyakarta
dan Unit dua terletak di Ndalem Condrokiranan Wijilan Yogyakarta

2. Sejarah Museum Negeri Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo merupakan museum terlengkap di Indonesia setelah Museum Nasional di


Jakarta yang memuat koleksi kesenian dan kebudayaan. Museum Sonobudoyo awalnya merupakan
yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Blai dan Lombok yang bernama
Java Institut yang berdiri tahun 1919 di Surakarta. Selanjutnya pada tahun 1924 berhasil mendirikan
museum di Yogyakarta yang diberi nama Sonobudoyo. Pada awalnya museum ini mempunyai koleksi
puluhan ribu artefak bersejarah.

Gambar 8. Koleksi Museum Sonobudoyo

Selanjutnya pada tanggal 6 November 1935, Museum Sonobudoyo diresmikan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono VII yang ditandai dengan candra sengkala “Kayu Kinayang Ing Brahmana Budha”.
Museum ini dikelola oleh Kantor Sosial bagian Pengajaran pada masa pendudukan Jepang.
Selanjutnya setelah kemerdekaan Museum Sonobudoyo ini dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY.
Pada tahun 1974 Museum Sonobudoyo ini sempat diserahkan kapada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kemudian setelah adanya kebijaksanaan otonomi daerah, pengelolaan museum ini
kembali diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Yogyakarta

Museum Sonobudoyo sekarang terbagi menjadi dua unit yang letaknya terpisah. Unit pertama
museum ini terletak di dekat alun-alun utara Keraton Yogyakarta ini memiliki bentuk bangunan
rumah joglo bergaya Masjid Keraton Kasepuhan Cirebon yang dilengkapi dengan pendapa kecil dan
besar, gandok kiri dan kanan sedangkan Museum Sonobudoyo unit kedua terletak di daerah Wijilan.
Museum Sonobudoyo merupakan Museum yang bersifat umum karena memuat sekitar 10 jenis
koleksi museum yang dikategorikan sebagai berikut : Teknologi, Geologi, Seni Rupa, Biologi,
Keramologi, Etnografi, Filologika, Arkeologi, Numismatika dan Historika.

Senjata keris merupakan salah satu jenis koleksi yang dimiliki oleh Museum Sonobudoyo ini. Tercatat
sekitar 1200 buah keris yang menjadi koleksi dari museum ini yang berasal dari berbagai penjuru
daerah nusantara. Keris-keris yang berada di museum ini mempunyai bentuk dan tipe yang
bermacam-macam. Misalnya keris-keris Jawa yang berbentuk keris luk 7, keris luk 11, Keris luk 13,
keris lurus dan keris dengan berbagai macam pamor. Selanjutnya keris dari luar Jawa berasal dari
Aceh yang berupa keris rencong, Mandau dari Kalimantan, keris dari Madura dan Bali serta keris dari
Sulawesi. Museum ini juga mempunyai koleksi sebuah bahan baku pembuatan keris sekitar tahun
700 Masehi yang bernama Wesi Buddha.

Terdapat juga koleksi yang berupa benda-benda peninggalan dari masa prasejarah sampai dengan
masa datangnya islam di Indonesia. Barang-barang koleksi terrsebut seperti kapak batu, tera cota,
kubur batu, wayang, topeng, kain batik dan lain-lain. Terdapat juga koleksi unggulan yang berupa
Topeng Emas Puspa Sarira yang terbuat dari bahan emas yang merupakan perwujudan dari Gayatri.
Museum Sonobudoyo ini juga menyimpan naskah dan buku-buku yang berhubungan dengan
kebudayaan yang seringkali museum ini digunakan untuk tempat penelitian dan mencari referensi

3. Koleksi yang Terkenal di Museum Negeri Sonobudoyo

Adapun beberapa koleksi yang terkenal di Museum Negeri Sonobudoyo :

a Genta Kalasan

Ditemukan pada tahun 1972 di sisi barat daya Candi Kalasan (tepatnya di wilayah
Tanjungtirta), terbuat dari bahan perunggu. Diperkirakan merupakan bagian dari vihara yang berada
satu kompleks dengan Candi Kalsan. Genta Kalasan adalah genta gantung istimewa, merupakan
salah satu genta terbesar yang pernah ditemuakan. Genta ini berfungsi sebagai alat memanggil dewa
dan mengusir roh jahat dalam prosesi upacara keagamaan (Budha)

b. Moko

Berasal dari wilayah Indonesia bagian timur, terbuat dari bahan perunggu dengan teknik
cetak. Moko merupakan benda pusaka yang dimiliki oleh seorang kepala suku yang kemudian
diberikan kepada anak lelakinya. Selain sebagai benda pusaka, moko digunakan sebagai mas kawin,
alat tukar, dan alat musik pukul dalam upacara adat.

c. Patung Kepala Dewa

Ditemukan pada tahun 1956 di wilayah Pathuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Patung ini terbialng istimewa karena terbuat dari bahan perunggu berlapis emas, diperkirakan
sebagai lambang Dewa Budha.

d. Zodiak Beker

Benda koleksi ini berasal dari Tengger (Jawa Timur), berbentuk seperti limas terpancung
dengan bibi agak tebal. Di dinding bangian luar terdapat hiasan bintang (zodiak) motif wayang
maupun zodiak motif binatang, masing-masing berjumlah 12 buah, dubuat dari bahan perunggu.

e. Blencong

Umumnya terbuat dari perunggu atau bahan logam lainnya, menggunakan bahan bakar
minyak kelapa. Dalam pertunjukan wayang kulit, sumbu lampu blencong selalu diarahkan ke kelir
atau layar untuk menghidupkan bayangan wayang.

f. Wayang Dupara
Bersumber dari peristiwa atau legenda sejak zaman kerajaan Majapahit sampai Perang
Diponegoro. Menampilkan tokoh Untung Surapati, Kapten Tack, dan Murjangkung.

I. Pantai Parangtritis

1. Letak Pantai Parangtritis

Pantai Parangtritis berlokasi di Jalan Parangtritis KM 28, Yogyakarta, atau sekitar 30 Km dari pusat
kota Yogyakarta.

2. Sejarah Pantai Parangtritis

Pantai Parangtritis disebut sebagai salah satu lambang kekuatan trimurti di Yogyakarta bersama
Gunung Merapi dan Keraton Kesultanan Yogyakarta. Pantai Parangtritis mempunyai elemen air.
Gunung Merapi mempunyai elemen api dan Keraton Kesultanan berperan sebagai penyeimbang
keduanya. Jika ditarik garis lurus ketiganya berjajar di satu garis yang sama dari utara ke selatan.

Gambar 9. Suasana Pantai Parangtritis

Pantai ini diyakini oleh masyarakat setempat sebagai perwujudan kesatuan dari Gunung Merapi,
Keraton Yogyakarta dan Parangtritis sendiri. Sehingga masyarakat selalu menghubungkan bilamana
ada fenomena alam yang sedang terjadi di atntara ketiga tempat hal tersebut. Pantai Parangtritis
pada awalnya ditemukan oleh Dipokusumo, seorang pelarian Kerajaan Majapahit. Dipokusumo
menyepi dan melakukan semedi disekitar pantai ini. Dari tempat semedinya, ia melihat air yang
menetes atau disebut tumaritis dari celah batu karang yang disebut parang. Jika kedua kata ini
dijadikan satu. Maka terbentuklah kata Parangtritis yang berarti air yang menetes dari celah batu
karang.

Parangtritis memiliki pemandangan yang unik yang tidak terdapat pada obyek wisata lain, yaitu
pantai yang memiliki ombak yang besar dan terdapatnya gunung-gunung pasir di sekitar kawasan
pantai tersebut yang disebut dengan gumuk. Pada musim kemarau angin biasanya akan bertiup lebih
cepat dan ombak akan bisa menncapai ketinggian 2-3 meter. Karena ombaknya yang besar maka
pengunjung Panatai Parangtritis dilarang untuk berenang di seputaran pantai, untuk itu sudah
disediakan fasilitas pemadian umum yang bisa digunakan untuk para pengunjung yang ingin
berenang dengan aman dan nyaman.

BAB III

PEMBAHASAN

Yogyakarta atau yang mungkin dikenal orang dengan sebutan Jogja merupakan sebuah kota
merangkap ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta memiliki berbagai macam
tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Karya wisata di Yogyakarta mengandung berbagai
bangunan bersejarah, kebudayaan, tarian bervariasi. Bangunan bersejarah di Yogyakarta seperti
berikut :

1. Monumen Yogya Kembali

2. Benteng Vredeburg

3. Keraton Yogyakarta

4. Museum Perjuangan Yogyakarta

5. Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman

6. Museum Sonobudoyo

7. Museum Biologi UGM

Tarian yang sangat terkenal dengan kisah cinta Rama dan Sinta yaitu Sendratari Ramayana juga
tidak kalah menarik. Peninggalan yang sangat memiliki arti penting di setiap tempat dengan berbagai
sejarah terkandung di dalamnya yang dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan.Sesuai namanya kota
budaya dan pelajar ini memiliki tempat wisata yang dapat sekaligus sebagai tempat pembelajaran.
Museum Biologi Universita Gadjah Mada salah satunya, yang memiliki begitu banyak peninggalan
mengenai pembelajaran biologi dengan berbagai pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk
dipelajari.

Pengertian karya wisata sendiri adalah sebuah perjalanan wisata yang mengunjungi objek-
objek wisata di suatu daerah dengan tujuan menambah wawasan serta pengetahuan tentang
tempat tersebut. Dengan begitu tidak heran Kota Yogyakarta memiliki sebutan sebagai kota budaya
dan pelajar, karena di kota inilah kita dapat mempelajari hal-hal baru, berkualitas, dan bermutu
dengan tidak mengesampingkan pendidikan yang penting bagi masa depan kita.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kunjungan yang dilakukan dapat disimpulkan :

1. Pembelajaran di luar kelas sangat bermanfaat bagi para siswa khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan sehingga wawasan lebih banyak
2. Kunjungan sekaligus pembelajaran di luar kellas dapat dimanfaatkan sebagai menghilangkan
kejenuhan atau rekreasi misalnya Museum Benteng Vredeburg, Museum Biologi UGM, Museum
Monumen Jogja Kembali, Museum Perjuangan Yogyakarta, Museum Samitoloka, Museum
Sonobudoyo, Keraton Yogyakarta, Sendratari Ramayana, dan Pantai Parangtritis

B.Saran

1. Waktu dalam pembuatan laporan ini lebih diperpanjang sehingga hasilnya maksimal.

2. Saat ke Pantai Parangtritis sediakan payung agar tidak kepanasan atau kehujanan

3. Saat berkunjung ke museum sebaiknya membawa uang receh atau uang pecah sehingga lebih
mudah saat ke museum

Daftar Pustaka

https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/beach/parangtritis/. Diunduh tanggal


Kamis, 21 Januari 2016 pukul 15.08 WIB

https://id.wikipedia.org/wiki/Sendratari_Ramayana_Prambanan. Diunduh tanggal Kamis, 21 Januari


2016 pukul 15:13 WIB

Karya Tulis

LAPORAN PEMBELAJARAN DI LUAR KELAS

KE YOGYAKARTA
.

Diajukan Oleh :

1. Delvira Sari (06/8C)


2. Delvita Santy (07/8C)

3. Herlintang C.N(16/8A)

SMP NEGERI 1 KALASAN

YOGYAKARTA

2016

Anda mungkin juga menyukai