Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pelayanan Prima Keperawatan adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki


mutu, kualitas, dan bersifat efektif serta efisien sehingga memberikan kepuasan pada
kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan klien. Sebagaimana tuntutan pelayanan
yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat
dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan
demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting. Salah satu
aspeknya adalah pelayanan prima di rumah sakit yang sangat penting untuk diperhatikan
yang dapat memberikan kepuasan kepada klien. Pelayanan prima dalam konteks
pelayanan rumah sakit berarti pelayanan yang diberikan kepada klien yang
berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan klien sehingga dapat
memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaannya kepada rumah
sakit (Endarini, 2001). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pembahasan mengenai
pelayanan prima meliputi tahapan memulai proses pelayanan prima dan alat
pengembangannya dalam keperawatan berbasis rumah sakit.

Pelayanan prima bidang kesehatan merupakan salah satu pelayanan yang dirindukan oleh
masyarakat pada saat ini, pelayanan kesehatan yang dapat memperhatikan kebutuhan dari
masyarakat, yakni jika unit pelayanan masyarakat yang ingin maju dan mengharapkan klien
untuk memakai atau memanfaatkan jasa pelayanannya, maka unit pelayanan tersebut
harus dan tetap penting bagi unit pelaksana pelayanan kesehatan , termasuk pimpinan dan
staf pelayanan tersebut. Catatan penting bagi civitas unit pelaksana pelayanan tersebut karena
dapat meningkatkan citra dan mempertahankan loyalitas pelanggan serta membantu untuk
menyamakan misi dan visi dari programnya. Pelayanan prima pada dasarnya ditunjukan
untuk memberikan kepuasan kepada klien. Pelayanan yang diberikan harus berkualitas dan
memiliki lima dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, dan empathy.

1
Unit pelayanan kesehatan sudah saatnya melakukan reevaluasi dan pembenahan dari
kebijakan yang telah dibuat, apakah menurut anggapan pelanggannya secara ekonomi
menguntungkan atau tidak. Jika dalam perhitungan tersebut lebih cenderung berpihak pada
keuntungan para pelanggannya , maka produk pelayanan kesehatan tersebut kemungkinan
besar akan diminati oleh masyarakat pelanggan / pendukungnya. Namun juga jangan salah,
tanpa dibarengi peran promosi yang efektif hal ini akan lama sampai pada tujuan akhir.

B. Tujuan penulisan

1. Mengetahui pentingnya pelayanan prima dalam keperawatan

2. Mengetahui konsep pelayanan prima

3. Mengetahui gambaran kasus dan analisis pelaksanaan pelayanan keperawatan

4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip 3A

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Pelayanan Prima

(Khairulmaddy,2010) Ada tiga konsep dasar (A3) yang harus diperhatikan dalam
mewujudkan pelayanan prima, yakni :

a. Konsep perhatian (attention)

Dalam melakukan kegiatan layanan, seorang petugas pada perusahaan industri jasa
pelayanan harus senantiasa memperhatikan dan mencermati keinginan pelanggan.
Apabila pelanggan sudah menunjukkan minat untuk membeli suatu barang/jasa yang
kita tawarkan, segera saja layani pelanggan tersebut dan tawarkan bantuan, sehingga
pelanggan merasa puas dan terpenuhi keinginannya.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut bentuk-bentuk pelayanan


berdasarkan konsep perhatian adalah sebagai berikut:

1) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan.

2) Menanyakan apa saja keinginan pelanggan.

3) Mendengarkan dan memahami keinginan pelanggan.

4) Melayani pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah.

5) Menempatkan kepentingan pelanggan pada nomor urut 1.

b. Konsep sikap (attitude)

Keberhasilan bisnis industri jasa pelayanan akan sangat tergantung pada orang-orang
yang terlibat di dalamnya.

Sikap pelayanan yang diharapkan tertanam pada diri para karyawan adalah sikap
yang baik, ramah, penuh simpatik, dan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap
perusahaan. Jika kalian menjadi karyawan suatu perusahaan, sikap kalian akan
menggambarkan perusahaan kalian. Kalian akan mewakili citra perusahaan baik secara

3
langsung atau tidak langsung. Pelanggan akan menilai perusahaan dari kesan pertama
dalam berhubungan dengan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan tersebut.

Sikap yang diharapkan berdasarkan konsep pelayanan prima adalah :

1) Sikap pelayanan prima berarti mempunyai rasa kebanggaan terhadap pekerjaan

2) Memiliki pengabdian yang besar terhadap pekerjaan

3) Senantiasa menjaga martabat dan nama baik perusahaan

4) Sikap pelayanan prima adalah: ”benar atau salah tetap perusahaan saya “(right or
wrong is my corporate)”.

c. Konsep tindakan (action)

Pada konsep perhatian, pelanggan “menunjukkan minat” untuk membeli produk yang
kita tawarkan. Pada konsep tindakan pelanggan sudah ”menjatuhkan pilihan” untuk
membeli produk yang diinginkannya.

Terciptanya proses komunikasi pada konsep tindakan ini merupakan tanggapan


terhadap pelanggan yang telah menjatuhkan pilihannya, sehingga terjadilah transaksi
jual-beli

Bentuk-bentuk pelayanan berdasarkan konsep tindakan adalah sebagai berikut :

1) Segera mencatat pesanan pelanggan.

2) Menegaskan kembali kebutuhan/pesanan pelanggan.

3) Menyelesaikan transaksi pembayaran pesanan pelanggan.

4) Mengucapkan terimakasih diiringi harapan pelanggan akan kembali lagi

BAB III GAMBARAN KASUS DAN ANALISISNYA

A. Gambaran Kasus

4
Kamis, 29/10/2015, Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan
yang mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai
meninggal dunia memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan di rumah
sakit.

BEKASI – Diduga menjadi korban malpraktik dokter Rumah Sakit Awal Bros Bekasi,
balita berusia 1 tahun meninggal dunia. Korban bernama Falya Raafan Blegur, anak kedua
pasangan Ibrahim Blegur (36) dan Eri Kusrini (32) warga Kranji, Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Sebelumnya korban dirawat di ruang ICU RS Awal Bros sejak Kamis 29 Oktober 2015
hingga akhirnya dinyatakan meninggal pada Minggu 1 November 2015.

Pihak keluarga yang merasa tidak terima atas meninggalnya anak kedua mereka hendak
menempuh jalur hukum atas dugaan malpraktik yang dilakukan dokter RS tersebut.

Kami fight untuk lawan rumah sakit karena kami yakin ada kesalahan dalam menangani anak
kami," kata Ibrahim, ayah dari bayi tersebut beberapa waktu lalu.

Menurut Ibrahim, sebelum kritis dan harus di rawat di ruang ICU menunjukkan kondisi yang
sehat usai dirawat di ruang perawatan selama satu hari.

"Rabu, 28 Oktober 2015, kami bawa ke rumah sakit karena BAB. Dan saat diperiksa dokter
mendiagnosa Falya alami dehidrasi ringan dan harus dirawat, sehari dirawat dia membaik,"
terang Ibrahim.

Saat itu, kata Ibrahim anak keduanya sudah mulai ceria dan bercanda dengan kakaknya,
bahkansudah bisa berlarian. "Saat itu sudah boleh pulang sama dokter. Tapi sebelum pulang
dia disuntik lewat infusnya oleh dokter," katanya.

Setelah disuntik dokter Falya yang tadinya ceria malah mengalami kondisi kritis akibat
suntikan itu. Tubuhnya membiru dan muncul bintik-bintik bahkan keluar busa dari mulutnya.

"Ada kesalahan yang terjadi. Kami tanya kepada beberapa rekan yang kebetulan dokter,
prosedur suntikan itu salah mestinya harus melalui observasi terlebih dahulu," ujarnya.

5
Diakui Ibrahim, setelah anaknya meninggal pihak rumah sakit tidak meminta biaya
perawatan apapun, dan hanya mengenakan biaya pada asaat berada di ruang perawatan
sebesar Rp1,5 juta.

"Mereka tidak minta biaya. Ini membuktikan ada yang salah dari rumah sakit,"ujarnya.

Menurut Ibrahim, pasca kondisi anaknya mengalami penurunan, dirinya sempat


menanyakan hal tersebut kepada dokter bernama Yenny yang menangani anaknya. Dari
dokter tersebut Ibrahim mendapat penjelasan bahwa hal tersebut wajar terjadi. Menurut
dokter Yenny, kondisi kritis Falya bukan disebabkan antibiotic melainkan karena terdapat
bakteri di perut dan flek di paru-paru.

"Dia bilang tenang saja, karena pernah menangani kasus yang lebih berat dan berhasil,"
kata Ibrahim.
Ibrahim dan keluarga juga sempat meminta keterangan lebih lanjut dari pihak rumah sakit
terkait kondisi anaknya, namun pihak rumah sakit terkesan menutup-nutupi penyakit
anaknya.

B. Analisis Kasus

Patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh
rumah sakit di Indonesia. Perubahan paradigma dalam lembaga pelayanan kesehatan yang
saat ini beralih padapatient centered care belum benar-benar dijalankan dengan baik. Masih
ada rumah sakit yang berorientasi pada kepentingann manajemen yang pada akhirnya
melupakan keselamatan klien di rumah sakit.

Menurutnya, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah dengan jelas


menyatakan bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan keselamatan klien di atas
kepentingan yang lain. Jadi, sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya
keselamatan klien. Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan
budaya keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi
juga ancaman terhadap hilangnya nyawa klien.

6
"Keluhan masyarakat soal dokter, yang paling banyak soal pemberian informasi yang
tidak lengkap, diagnosis penyakit yang kurang tepat, dan tidak sedikit juga yang mengadukan
sikap dokter yang tidak ramah. Bahkan ada juga dokter yang ngambek kepada klien,"
katanya.

Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pklien sudah seharusnya
diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan.
Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan
kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan
di Indonesia masih sangat lemah.

Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit
yang mengakibatkan terancamnya keselamatan klien maka tidak hanya sanksi internal tetapi
juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga
masyarakat yang dirugikan karena lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya
menguap begitu saja.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum
benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian
petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian
diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu. Kedua,
beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah
yang bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien, sedangkan disisi lain
masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban
kerja mereka meningkat. Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas
kesehatan terhadap para petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan
beberapa faktor mulai dari terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai
rendahnya bargaining position dinas kesehatan.

Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasus dugaan malpraktik
yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa
meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap klien, maka dengan mudah budaya
keselamatan klien bisa dijalankan. Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang

7
dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di
Indonesia dimata internasional.

8
BAB IV PEMBAHASAN

Faktor – faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip 3A :

1. Perhatian ( Attention)

Kepedulian penuh terhadap klien, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan
dan keinginan klien maupun pemahaman atas saran dan kritik. Perhatian yang diberikan
perawat, terutama ketika klien sendiri dan merasa menadi beban bagi orang lain, adalah
sangat berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh klien
terjadi bukan hanya kelemahan fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan
pada kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada
klien, diyakini dapat mempercepat proses penyembuhan kejiwaannya. Sehingga dengan
sembuhnya kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya.

2. Sikap (Attitude)

Perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi pasien. Dalam memberikan
asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lembut,sentuhan,
memberikan harapan, selalu berada disamping klien dan bersikap sebagai media pemberi
asuhan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-sikap
dalam pelayanan prima adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh
kesabaran dan tidak mengada-ada, dan tepat waktu.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan, sikap tersebut harus dimiliki oleh seorang
perawat karena sikap perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan klien. Sikap
perawat yang baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati klien terhadap perawat.

3. Tindakan (Action)

Berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada klien.
Layanan ini seharusnya berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta
penampilan dan sikap serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada
perawat tersebut. Apabila perawat terampil dalam memberikan tindakan keperawatan, maka
secara otomatis pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat

9
tersebut. Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa aman dan
nyaman bagi klien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai dengan
standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang diberikan juga
berkualitas.

BAB V

10
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hal - hal untuk meningkatkan kualitas Pelayanan Prima di tempat pelayanan yaitu
Komunikasi yang efektif dalam melaksanakan tugasnya, perawat senantiasa melakukan
komunikasi dengan pasien. Oleh karena itu perawat dituntut untuk mampu melakukan
komunikasi secara efektif agar klien dapat menerima informasi yang diberikan oleh perawat
dengan tepat. Selain dengan pasien, komunikasi juga dilakukan antar paramedis. Komunikasi
yang baik antar paramedis tidak hanya memperbaiki pelayanan yang diterima pasien tetapi
juga menjaga pasien dari bahaya potensial akibat salah komunikasi.
Mendengarkan Aktif, mendengarkan secara aktif mempunyai makna bahwa mendengar
bukan untuk menjawab akan tetapi mendengar untuk mengerti dan memahami. Dengan
demikian jika perawat dalam mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya, maka
perawat akan dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang
sebenarnya, sehingga respon yang diberikan perawat terasa tepat dan benar bagi pasien,
karena ekspresi yang muncul baik verbal maupun non verbal dari perawat sesuai dengan
keluhan dan kondisi pasien.
Empati merupakan kemampuan dan kesediaan untuk mengerti, memahami dan ikut
merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien. Di
dalam empati perawat diharapkan akan mengerti dunia pasien, alam pikiran pasien
atau internal frame of. Di dalam empati perawat harus masuk ke dalam alur pemikiran dan
perasaan pasien tanpa terbawa oleh pasien.

2. Saran
Ada beberapa hal yang harus ditanamkan dalam memberikan pelayanan yang prima.
yaitu tentang pentingnya pasien bagi para tenaga kesehatan. Hal tersebut adalah sebagai
berikut:
Klien adalah tamu kita yang terpenting di tempat kerja, dia tidak tergantung kepada kita,
tapi kitalah yang tergantung kepada mereka. Kita tidak memberikan pertolongan dengan
melayaninya, dialah yang memberikan pertolongan dengan memberi kesempatan bekerja
pada kita yaitu dengan melayani kepentingannya.

11
Keluhan klien adalah suatu pemberian hadiah yang harus diterima dengan tulus
(Complaint is a give).
Lakukanlah apa yang dapat anda lakukan dengan apa yang anda miliki ditempat anda
berada. Upaya yang bisa di lakukan oleh pihak rumah sakit adalah membentuk tim untuk
menyelediki bagaimana pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Lalu mengevaluasinya
dan memberikan tindak lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

12
Sutopo dan Suryanto, Adi. 2003. Pelayanan Prima. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia.

Dahlan, Alwi, dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

13

Anda mungkin juga menyukai